Anda di halaman 1dari 9

STEP 7

1. Apa hubungan bayi tersebut dirawat dengan ibunya dan mendapatkan imunisasi
hepatitis B?

Pemberian imunisasi HB pada bayi berdasarkan status HBsAg ibu pada saat melahirkan,
sebagai berikut:5,11

1. Bayi lahir dari ibu dengan status HBsAg yang tidak diketahui.
Diberikan vaksin rekombinan (10 μg) secara intramuskular, dalam waktu 12 jam sejak
lahir. Dosis ke dua diberikan pada umur 1-2 bulan dan dosis ke tiga pada umur 6 bulan.
Apabila pada pemeriksaan selanjutnya diketahui HbsAg ibu positif, segera berikan 0,5 ml
imunoglobulin anti hepatitis (HBIG) (sebelum usia 1 minggu).

2. Bayi lahir dari ibu dengan HBsAg positif.


Dalam waktu 12 jam setelah lahir, secara bersamaan diberikan 0,5 ml HBIG dan vaksin
rekombinan secara intramuskular di sisi tubuh yang berlainan. Dosis ke dua diberikan 1-2
bulan sesudahnya, dan dosis ke tiga diberikan pada usia 6 bulan.

3. Bayi lahir dari ibu dengan HBsAg negatif.

Diberikan vaksin rekombinan secara intramuskular pada umur 2-6 bulan. Dosis ke dua
diberikan 1-2 bulan kemudian dan dosis ke tiga diberikan 6 bulan setelah imunisasi
pertama.

NOTE : Bayi prematur, termasuk bayi berat lahir rendah, tetap dianjurkan untuk diberikan
imunisasi, waktu yang dianjurkan pada vaksinasi premature yaitu menunda imunisasi bayi
prematur dengan berat lahir kurang dari 2 kg dengan ibu HBsAg negatif sampai mereka
meninggalkan rumah sakit, yaitu pada waktu berat bayi mencapai 2 kg atau lebih14,25 atau
setidaknya sampai umur 2 bulan, diberikan bersamaan dengan imunisasi lain.

Pemberian vaksin HB pada bayi prematur dapat juga dilakukan dengan cara di bawah ini:13
1. Bayi prematur dengan ibu HBsAg positif,

harus diberikan imunisasi HB bersamaan dengan HBIG pada 2 tempat yang berlainan dalam
waktu 12 jam. Dosis ke-2 diberikan 1 bulan kemudian, dosis ke- 3 dan ke-4 diberikan umur 6
dan 12 bulan.

2. Bayi prematur dengan ibu HBsAg negatif pemberian imunisasi dapat dengan :

1. Dosis pertama saat lahir, ke-2 diberikan pada umur 2 bulan, ke-3 dan ke-4 diberikan
pada umur 6 dan 12 bulan. Titer anti Hbs diperiksa setelah imunisasi ke-4.
2. Dosis pertama diberikan saat bayi sudah mencapai berat badan 2000 gram atau sekitar
umur 2 bulan. Vaksinasi HB pertama dapat diberikan bersama-sama DPT, OPV (IPV)
dan Haemophylus influenzae B (Hib). Dosis ke-2 diberikan 1 bulan kemudian dan
dosis ke-3 pada umur 8 bulan. Titer antibodi diperiksa setelah imunisasi ke-3.

Sumber : Ismalita. 2003. Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Prematur. Medan :
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU
Risiko infeksi perinatal adalah 5-20 % bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif dan
70-90 % jika ibu HBeAg-positif , tetapi bisa juga Pada penelitian lain penularan infeksi
Hepatitis B pada bayi yang dilahirkan dari ibu HBsAg positif yaitu 0% hal ini berkaitan
dengan manajemen imunisasi yang berjalan baik Menurut penelitian Beasley, R. P et al
(1983) kemampuan efikasi pemberian vaksin Hepatitis B saja sebesar 75%, kemampuan
efikasi diberi HBIg saja adalah 71%, sedangkan kemampuan efikasi diberi vaksin Hepatitis B
dan HBIg adalah 94%.

Selain dari vaksinasi ternyata masyarakat Indonesia khususnya di magelang, jawa tengah
beberapa masyarakat percaya untuk meningkatkan imunitas terhadap HBV mereka
mengonsumsi curcuma/temulawak, Hasil penelitian Kim, Hye Jin et al (2009) menunjukkan
bahwa ekstrak curcuma dapat menekan replikasi HBV melalui peningkatan tingkat protein
p53 dan ekstrak curcuma dapat digunakan sebagai obat yang aman dan spesifik untuk pasien
penyakit hati yang disebabkan oleh infeksi HBV (27). Hal ini menunjukkan bahwa replikasi
HBV ibu responden terkendali sehingga dimungkinkan daya tular ke bayi menjadi berkurang.

Sumber : Ahmad, nasir. 2017. Kejadian infeksi Hepatitis B pada bayi dan anak yang
dilahirkan oleh ibu dengan HBsAg positif. Jogjakarta. FK UGM

2. Apa hubungan bayi lahir spontan dengan BB 3,1 kg dan aterm pada kasus?
3. Mengapa bayi Nampak kuning dari wajah sampai dada?

Hiperbilirubinemia pada neonatus atau disebut juga ikterus neonatorum adalah keadaan
klinis pada neonatus yang ditandai pewarnaan kuning pada kulit, mukosa, sklera akibat dari
akumulasi bilirubin (indirek maupun direk) di dalam serum/darah yang secara klinis akan mulai
tampak di daerah muka, apabila kadarnya mencapai 5-7mg/dL.(proses metabolism bilirubin)
Jika neonatus dipuasakan terlalu lama, di dalam usus garam empedu ini oleh ß glukoronidase
yang dapat menghidrolisa monoglukoronida dan diglukoronida kembali menjadi bilirubin
indirek yang selanjutnya di absorsi kembali terjadilah proses enterohepatik, sehingga bilirubin
indirek meningkat di dalam darah (seperti pada kasus hemolitik yang meningkat/hebat yang
terjadi inkomtabilitas ABO, Rh, defisiensi enzim G6PD, polisitemia, sefal hematom, sepsis,
asfiksia, hipoalbunemia, hipotermia, hipoglikemia, prematuritas dll, produksi B1 hari pertama
akan meningkat tajam) Bilirubin indirek bebas tersebut akan menembus sawar darah otak
(blood brain barrier) dan dideposit di dalam sel-sel neuron syaraf yang akan menimbulkan efek
toksik terhadap susunan saraf pusat (SSP). Pada keadaan trauma serebral (brain injury)
bilirubin indirek terikat pun dapat menembus sawar darah otak dan bersifat toksik terhadap
SSP. Akhirnya ancaman bilirubin ensefalopati tidak terhindarkan.
Pada infeksi TORCH khususnya CMV yang fase lanjut/desiminata di dalam organ hati,
dapat menimbulkan atresia biliaris yang akan menyebabkan peninggian bilirubin direk baik di
dalam darah maupun di dalam hati sendiri.
Sebagai manisfestasi klinis akibat peninggian bilirubin (indirek maupun direk) di dalam
darah akan memberikan warna kuning pada kulit mukosa dan sklera yang akan menyebar
secara sefalo caudal dan dapat di nilai secara klinis dengan pemeriksaan Kremer (I, II, III, IV,
V), selain itu kencing dan berak bayi akan berwarna kuning.
Jika kadar bilirubin indirek tinggi akan berbahaya karena menimbulkan efek toksik
pada sel-sel syaraf pusat yang klinis bayi menjadi tidak mau menetek, letarkhi, kejang, koma,
dan lain-lain.
Bila bilirubin direk yang tinggi dan adanya atresia biliaris, selain bayi tampak kuning
yang menetap (cholestatic joundice), juga berak bayi menjadi putih seperti dempul dan
pembesaran hati.

4. Apa interpertesi pemeriksaan fisik letargi, suhu 38, reflek hisap inadekuat?
Bilirubin ensefalopati
a. Bilirubin ensefalopati akut:
1. Fase awal (beberapa hari pertama kehidupan): ikterus berat, letargis, menginap
lemah.
2. Fase intermediet: stupor, iritabel, hipertonus, bisa demam, tangis melengking,
mengantuk.
3. Fase lanjut: (lebih dari 1 minggu): kerusakan SSP menetap, diawali tangis
melengking, tak bisa menetek, hipotoni, apnea, stupor sampai koma, kadang-kadang
kejang, bisa meninggal.
b. Bilirubin ensefalopati kronis:
1. Fase awal: (tahun pertama kehidupan): hipotonia, hiperreleksi, keterlambatan
perkembangan motorik.

2. Fase setelah 1 tahun kehidupan: tonic-neck reflex (+), gangguan ekstra piramidal,
visual, pendengaran (sensorineural hearing loss due to damage to the cochlear nuclei ,
intelektual minor.

5. Jelaskan intrepretasi Kramer ?


6. Jelaskan interpretasi dari pemeriksaan lab?
7. Mengapa bayi dipindahkan ke perwatan bayi resiko tinggi dan direncakan fototerapi?
8. Bagaiman hubungan ante natal bleeding, dan demam 1 minggu sebelum bayi lahir
dengan kondisi bayi sekarang?
Faktor risiko infeksi bakteri berat adalah:

 Ibu demam (suhu > 37.9º C sebelum atau selama persalinan)


 Ketuban pecah > 18 jam sebelum persalinan
 Cairan amnion berbau busuk.

Semua TANDA BAHAYA di atas juga merupakan tanda infeksi bakteri berat, tanda-tanda
lainnya adalah:

 Ikterus berat
 Distensi perut berat

Infeksi kongenital dapat mengenai vena porta intrahepatik maupun ekstrahepatik akan
menyebabkan peningkatan bilirubin sehingga terjadi ikterus. Bayi yang terkena mungkin
memiliki hiperbilirubinemia terkonjugasi yang ringan, stigma lain dari infeksi kongenital
akan terlibat. selain itu infeksi intra uterin akan menyebabkan eritrosit rapuh dan mudah lisis.
Penghancuran sel darah merah yang berlebihan akan meningkatkan kadar billirubin sehingga
terjadi ikterus.
Hiperbillininemia mungkin merupakan satu-satunya manifestasi infeksi, terutama ISK
dalam periode neonatal, dilakukan pemeriksaan dengan sampel urin diperoleh dengan
aspirasi suprapubik dan hasilnya dianggap positif jika ada unit pembentuk koloni patogen
tunggal yang diisolasi. Sampel urin diperiksa untuk leukocyturia dan bactriuria di
laboratorium klinis dengan mikroskop. Leukocyturia didefinisikan sebagai> 5 leukosit per
HPF. Jika positif infeksi karena isk ( ajukan renal ultrasonography and voiding
cystourethrogram (VCUG))

Infeksi neonatal ditemukan pada sekitar 10% bayi baru lahir yang mengalami ikterus.
Infeksi yang paling umum terkait dengan ikterus neonatal adalah ISK (77,9%), Sepsis
(16,8%) dan pneumonia (5,3%). Patogen yang paling umum diisolasi dari ISK adalah
Klebsiella pneumonia (48 bayi), diikuti oleh Escherichia coli 2 (38), proteus (6),
Staphylococcus epidermidis (5), Staphylococcus aurous (3) dan Acinetobacter. Urinary tract
abnormalities, which included hydronephrosis ureteropelvic junction obstruction (UPJO)
,urinary stones, and pelviectasis.

Penyakit kuning yang berhubungan dengan ISK muncul kemudian dan tidak
parah, tetapi sepsis biasanya muncul pada minggu pertama kehidupan, biasanya parah
dan mungkin rumit. Kultur urin harus dipertimbangkan pada pemeriksaan
hiperbilirubinemia untuk bayi kuning yang berusia lebih dari tiga hari dengan etiologi
yang tidak diketahui

NB : tes skrining untuk ISK sebagai bagian dari evaluasi pada bayi yang menderita
ikterus tanpa gejala yang datang setelah lima hari kehidupan dan pemeriksaan sepsis harus
diminta pada bayi dengan gejala terutama pada minggu pertama kehidupan.

Sumber : Gholamali, Maamouri. 2013. Hyperbilirubinemia and Neonatal Infection. Iran :


Mashhad University of Medical Science

9. Apa hubungan riwayat persalinan (kk belum pecah, setelah dipecahkan didapatkan
jumlah cairan ketuban cukup, keruh, dan berbau khas) dengan bayi sekarang?
10. Bagaimana metabolisme bilirubin?

11. Alur diagnosis


- Jaundice unconjugated
 Initial evaluation:
•Total and direct bilirubin •Blood type and Rh (infant & mother) •Hematocrit •Direct
Antiglobulin (Coombs) Test on infant

 Later evaluation (as indicated):

•RBC smear, reticulocyte count (if evidence or suspicion of hemolytic disease)


•Blood culture, urinalysis, urine culture
•Thyroid function tests, G6PD assay, Hgb electrophoresis

3. Preterm Infants: Because of ↑ risk of bilibubin encephalopathy, therapy should be started


at lower bilirubin concentrations. In general, bilirubin shoud not be allowed to exceed the
infant’s weight in kg x 10 (e.g., for 1.0 kg infant, keep bilirubin <10 mg/dL).

12. Factor resiko dan etiologic

ETIOLOGI
Etiologi ikterus yang sering ditemu- kan ialah: hiperbilirubinemia fisiologik, inkompabilitas
golongan darah ABO dan Rhesus, breast milk jaundice, infeksi, bayi dari ibu penyandang
diabetes melitus, dan polisitemia/hiperviskositas.

Etiologi yang jarang ditemukan yaitu: defisiensi G6PD, defisiensi piruvat kinase, sferositosis
kongenital, sindrom Lucey- Driscoll, penyakit Crigler-Najjar, hipo- tiroid, dan
hemoglobinopati.

FAKTOR RISIKO

SI yang kurang

Bayi yang tidak mendapat ASI cukup saat menyusui dapat bermasalah karena tidak cukupnya
asupan ASI yang masuk ke usus untuk memroses pembuangan bilirubin dari dalam tubuh.
Hal ini dapat terjadi pada bayi prematur yang ibunya tidak memroduksi cukup ASI.11

Peningkatan jumlah sel darah merah

Peningkatan jumlah sel darah merah dengan penyebab apapun berisiko untuk terjadinya
hiperbilirubinemia. Sebagai contoh, bayi yang memiliki jenis golongan darah yang berbeda
dengan ibunya, lahir dengan anemia akibat abnormalitas eritrosit (antara lain eliptositosis),
atau mendapat transfusi darah; kesemuanya berisiko tinggi akan mengalami
hiperbilirubinemia.11,12

Infeksi/ inkompabilitas ABO-Rh

Bermacam infeksi yang dapat terjadi pada bayi atau ditularkan dari ibu ke janin di dalam
rahim dapat meningkatkan risiko hiperbilirubinemia. Kondisi ini dapat me- liputi infeksi
kongenital virus herpes, sifilis kongenital, rubela, dan sepsis.11,12

13. Tatalaksana
Tatalaksana
a. Hiperbilirubinemia indirek:
1. Fototerapi
2. Tranfusi tukar

Transfusi pengganti digunakan untuk mengatasi anemia akibat eritrosit yang


rentan terhadap antibodi erirtosit maternal; menghilangkan eritrosit yang
tersensitisasi; mengeluarkan bilirubin serum; serta meningkatkan albumin yang masih
bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatannya dangan bilirubin

3. Hidrasi (asupan cairan)


4. Tin protoporphyrin
5. Anti kejang (pada ensefalopati bilirubin)
b. Hiperbilirubinemia direk: tergantung etiologi, terapi sesuai penyakit penyebab ikterus.
Pada atresia biliaris bila akan dilakukan koreksi bedah, harus dilakukan persiapan pra-bedah.

Prognosis
Prognosis baik pada hiperbilirubinemia patologis yang tanpa komplikasi.

Pencegahan
Pencegahan deteksi dini hiperbilirubinemia (indirek dan direk) patologis sehingga tatalaksana
dini dapat mencegah komplikasi (bilirubin ensefalopati, sirosis hepatis bilier).

SUMBER LAIN
Terapi sinar jika:

 Ikterus pada hari ke-1


 Ikterus berat, meliputi telapak tangan dan telapak kaki
 Ikterus pada bayi kurang bulan
 Ikterus yang disebabkan oleh hemolisis.

Lanjutkan terapi sinar hingga kadar bilirubin serum di bawah nilai ambang atau sampai bayi
terlihat baik dengan telapak tangan dan kaki tidak kuning.

Secara umum, fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Neonatus
yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi bila kon- sentrasi
bilirubin 5 mg/dl. Beberapa pakar mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksis 24
jam pertama pada bayi berisiko tinggi dan berat badan lahir rendah.1
Antibiotik

 Anak harus di rawat di rumah sakit.


 Jika pemeriksaan kultur darah tersedia, lakukan pemeriksaan tersebut sebelum
memulai antibiotik.
 Jika ditemukan tanda infeksi bakteri yang berat, beri ampisilin (atau penisilin) dan
gentamisin
 Beri kloksasilin (jika ada) sebagai pengganti penisilin jika pustula atau abses kulit
meluas karena tanda ini dapat merupakan tanda-tanda infeksi stafilokokus.
 Sebagian besar infeksi bakteri yang berat pada neonatal harus diobati dengan
antibiotik sekurangnya 10 hari.
 Jika tidak membaik dalam 2-3 hari, ganti antibiotika dengan sefalosporin generasi ke-
3 (sefotaksim) atau rujuk bayi ke fasilitas yang lebih lengkap.

Antimalaria  Jika terdapat demam dan bayi berasal dari daerah endemis malaria, periksa
apus darah untuk mencari parasit malaria dan berikan antimalaria jika positif.
Anjurkan ibu untuk memberikan ASI.

14. Komplikasi

bilirubin indirek, pada kadar >20 mg/dL dapat menembus sawar darah otak dan bersifat
toksik terhadap sel otak (Porter & Denis, 2002). Hiperbilirubinemia berat dapat menekan
konsumsi O2 dan menekan oksidasi fosforilasi yang menyebabkan kerusakan sel otak
menetap dan berakibat disfungsi neuronal, ensefalopati yang dikenal sebagai kernicterus

Anda mungkin juga menyukai