Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH ANALISA PANGAN

PCR, ELISA & BIOINFORMATICS

Disusun Oleh:
Flaviana Lintang Febriani
H0916036

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa, karena rahmat dan
hidaya-lah, penulis dapat menyelesaikan makalah penunjang mata kuliah Analisa Pangan ini
walaupun dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Makalah ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, sepatutnyalah
penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
berbagai pihak yang turut memberikan andil, baik secara langsung maupun tidak langsung,
moral maupun material.
Akhirnya, penulis dengan segala kerendahan hati mohon pamit serta maaf yang setulus
tulusnya atas kekurang sempurnaan makalah yang penulis buat ini.

Surakarta, 5 Juni 2018

Penulis
DAFTAR ISI

I. Cover
II. Kata pengantar
III. Daftar isi
IV. Daftar table
V. Daftar Gambar
VI.
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PCR (Polymerase Chain Reactions)

A. PENDAHULUAN
Dunia sekarang sedang mengalami perkembangan teknologi secara besar-besaran.
Hal ini dapat kita rasakan dalam berbagai bidang, salah satunya adalah bidang
kedokteran. Sebagai contoh dari perkembangan teknologi kedokteran adalah
ditemukannya ilmu biologi molekuler. Biologi molekuler merupakan salah satu cabang
biologi yang merujuk kepada pengkajian mengenai kehidupan pada skala molekul. Ini
termasuk penyelidikan tentang interaksi molekul dalam benda hidup dan kesannya,
terutama tentang interaksi berbagai sistem dalam sel, termasuk interaksi DNA, RNA, dan
sintesis protein, dan bagaimana interaksi tersebut diatur. Biologi molekuler memberikan
kontribusi yang amat sangat nyata dalam bidang kedokteran. Dahulu, untuk mengetahui
penyakit yang diderita harus dengan menemukan organisme penyebab penyakit tersebut
didalam tubuh. Dan jika tidak ditemukan pasien dinyatakan negatif dan tidak diberikan
tindakan apapun. Padahal kenyataanya tidak semua penyakit organisme penyebabnya
dapat ditemukan dengan mudah. Namun dengan adanya biologi molekuler dokter dapat
memeriksa penyebab sampai dengan pada DNA pasien.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini berkembang semakin
pesat. Salah satu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sering diterapkan
adalah bioteknologi. Bioteknologi merupakan pemanfaatan berbagai prinsip ilmiah dan
rekayasa terhadap organisme, sistem, atau proses biologis untuk menghasilkan atau
meningkatkan potensi organisme maupun menghasilkan produk dan jasa bagi
kepentingan hidup manusia. Secara umum bioteknologi dikelompokkan menjadi dua,
yaitu bioteknologi tradisional dan bioteknologi modern. Bioteknologi tradisional
merupakan bioteknologi yang memanfaatkan mikroba, proses biokimia, dan proses
genetik yang terjadi secara alami. Bioteknologi tradisional ini terus mengalami
perkembangan hingga ditemukannya struktur DNA yang diikuti dengan penemuan
lainnya. Dengan ditemukannya struktur DNA dan berkembangnya ilmu pengetahuan
tentang DNA, muncullah istilah bioteknologi modern.
Sehingga nyata benar ilmu tersebut sangat bermanfaat. Biologi molekuler juga
dapat mendeteksi penyakit-penyakit yang bersifat genetis. Dalam skenario kali ini
membahas tentang penyakit thalassemia. Thalassemia adalah penyakit herediter yang
disebabkan oleh adanya kekurangan rantai globin pembentuk hemoglobin (Hb), baik
rantai globin α (Thalassemia α) maupun rantai globin β (Thalasemia β). Thalassemia
termasuk penyakit akibat gangguan gen tunggal (single gene disorders) dengan pola
pewarisan yang menuruti hukum-hukum Mendel. Gangguan yang berupa kekurangan
rantai globin tersebut menimbulkan serangkaian gejala klinis dan laboratorik, yang dapat
ditemukan melalui pemeriksaan fisik dan laboratorik. Namun pada penderita-penderita
tertentu gejala klinis maupun fisik sangat minim atau bahkan tidak ada. Keadaan seperti
ini umumnya didapat pada penderita heterozygot atau yang bersifat minor. Dalam
keadaan ini diagnosa hanya dapat ditegakkan melalui analisis DNA. Inilah yang
dimaksud dengan diagnosis molekuler. Dahulu bayi yang lahir dengan kelainan darah,
meninggal pada usia kurang dari setahun. Namun sekarang ini sebagian bisa besar
selamat dengan diagnosis dan penatalaksanaan lebih lanjut.
Bioteknologi modern merupakan bioteknologi yang didasarkan pada manipulasi
atau rekayasa DNA. Bioteknologi yang didasarkan pada manipulasi DNA ini dilakukan
dengan memodifikasi gen spesifik dan memindahkannya pada organisme yang berbeda,
seperti bakteri, hewan, dan tumbuhan. Produk dari bioteknologi modern, misalnya
insulin, kloning domba Dolly, antibodi monoklonal. Dalam aplikasinya, bioteknologi
menerapkan berbagai macam disiplin ilmu. Disiplin ilmu tersebut antara lain:
mikrobiologi (tentang mikroba), biologi sel (tentang sel), genetika (tentang pewarisan
sifat makhluk hidup), dan biokimia (tentang makhluk hidup dilihat dari aspek kimianya).
Salah satu pokok bahasan yang penting untuk di pahami yaitu mengenai Polymerase
Chain Reaction atau yang lebih dikenal dengan istilah PCR. PCR adalah suatu metode in
vitro untuk menghasilkan sejumlah fragmen DNA spesifik dengan panjang dan jumlah
skuens yang telah ditentukan dari jumlah kecil template kompleks. PCR merupakan suatu
teknik sangat kuat dan sangat sensitif dan dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang
seperti biologi molekuler, genetika populasi, dan analisis forensik. Mengingat peningnya
peranan teknik PCR ini terhadap perkembangan ilmu pengetahuan kedepan, maka dalam
makalah ini akan dibahas tentang teknik PCR, prinsip-prinsip PCR, pertimbangan
penggunaan PCR, dan manfaat PCR.

B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan PCR?
2. Bagaimana prinsip kerja dari PCR?
3. Bagaimana komponen yang digunakan dalam PCR?
4. Bagaimana teknis analisis yang digunakan dalam PCR?
5. Apa aplikasi PCR yang relevan dalam dunia pangan?

C. TUJUAN
Tujuan dalam penyusunan makalah ini antara lain:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan PCR
2. Mengetahui bagaimana prinsip kerja dari PCR
3. Mengetahui komponen yang digunakan dalam analisis PCR
4. Mengetahui teknis analisis yang digunakan dalam PCR
5. Mengetahui aplikasi PCR yang relevan dalam dunia pangan

D. PEMBAHASAN
1. Definisi PCR (Polymerase Chain Reaction)
Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR (Polymerase
Chain Reaction) merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA
secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik ini, DNA dapat
dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat sehingga memudahkan
berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis
pada tahun 1983 dan ia memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya
tersebut. Penerapan PCR banyak dilakukan di bidang biokimia dan biologi molekular
karena relatif murah dan hanya memerlukan jumlah sampel yang kecil. Polymerase
Chain Reaction (PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk
mengamplifikasi nukleotida secara in vitro. Metode PCR dapat meningkatkan jumlah
urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula. Setiap urutan basa
nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Kunci utama
pengembangan PCR adalah menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada
urutan DNA target dan meminimalkan amplifikasi urutan non-target.
Pada dasarnya reaksi PCR adalah tiruan dari proses replikasi DNA in vivo,
yaitu dengan adanya pembukaan rantai DNA (denaturasi) utas ganda, penempelan
primer (annealing) dan perpanjangan rantai DNA baru (extension) oleh DNA
polimerase dari arah terminal 5’ ke 3’. Hanya saja pada teknik PCR tidak
menggunakan enzim ligase dan primer RNA. Secara singkat, teknik PCR dilakukan
dengan cara mencampurkan sampel DNA dengan primer oligonukleotida,
deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), enzim termostabil Taq DNA polimerase dalam
larutan DNA yang sesuai, kemudian menaikkan dan menurunkan suhu campuran
secara berulang beberapa puluh siklus sampai diperoleh jumlah sekuens DNA yang
diinginkan.
Menurut Erlich (1989) PCR adalah suatu metode in vitro yang digunakan
untuk mensintesis sekuens tertentu DNA dengan menggunakan dua primer
oligonukleotida yang menghibridisasi pita yang berlawanan dan mengapit dua target
DNA. Kesederhanaan dan tingginya tingkat kesuksesan amplifikasi sekuens DNA
yang diperoleh menyebabkan teknik ini semakin luas penggunaannya.
PCR didasarkan pada amplifikasi enzimatik fragmen DNA dengan
menggunakan dua oligonukleotida primer yaitu komplementer dengan ujung 5’dari
dua untaian skuen target. Oligonukleotida ini digunakan sebagai primer (primer PCR)
untuk memungkikan DNA template dikopi oleh DNA polimerase. Untuk mendukung
terjadinya annealing primer ini pada template pertama kali diperlukan untuk
memisahkan untaian DNA substrat melalui pemanasan. Hampir semua aplikasi PCR
mempekerjakan DNA polimerase yang stabil terhadap panas, seperti polimerase
Taq. Awalnya enzim diisolasi dari bakteri Aquaticus Thermus. DNA polimerase
enzimatis ini merakit sebuah untai DNA baru dari pembangunan blok DNA,
nukleotida , dengan menggunakan DNA beruntai tunggal sebagai template dan
oligonukleotida DNA (juga disebut primer DNA ), yang dibutuhkan untuk inisiasi
sintesis DNA. Sebagian besar metode PCR menggunakan siklus termal , yaitu,
bergantian pemanasan dan pendinginan sampel PCR untuk serangkaian langkah pasti
suhu.
Langkah-langkah siklus termal yang diperlukan pertama yang secara fisik
memisahkan dua helai dalam heliks ganda DNA pada suhu tinggi dalam proses yang
disebut DNA leleh . Pada suhu yang lebih rendah, masing-masing untai kemudian
digunakan sebagai template dalam sintesis DNA oleh polimerase DNA untuk selektif
memperkuat DNA target. Selektivitas hasil PCR dari penggunaan primer yang
komplementer ke wilayah yang ditargetkan untuk amplifikasi DNA di bawah kondisi
spesifik siklus termal.
2. Prinsip Kerja PCR (Polymerase Chain Reaction)
Secara prinsip, PCR merupakan proses yang diulang-ulang antara 20–30 kali
siklus. Setiap siklus terdiri atas tiga tahap. Berikut adalah tiga tahap bekerjanya PCR
dalam satu siklus:

1. Tahap peleburan (melting) atau denaturasi. Pada tahap ini (berlangsung pada suhu
tinggi, 94–96 °C) ikatan hidrogen DNA terputus (denaturasi) dan DNA menjadi
berberkas tunggal. Biasanya pada tahap awal PCR tahap ini dilakukan agak lama
(sampai 5 menit) untuk memastikan semua berkas DNA terpisah. Pemisahan ini
menyebabkan DNA tidak stabil dan siap menjadi templat (“patokan”) bagi primer.
Durasi tahap ini 1–2 menit.
2. Tahap penempelan atau annealing. Primer menempel pada bagian DNA templat
yang komplementer urutan basanya. Ini dilakukan pada suhu antara 45–60 °C.
Penempelan ini bersifat spesifik. Suhu yang tidak tepat menyebabkan tidak
terjadinya penempelan atau primer menempel di sembarang tempat. Durasi tahap
ini 1–2 menit.
3. Tahap pemanjangan atau elongasi. Suhu untuk proses ini tergantung dari jenis
DNA polimerase yang dipakai. Dengan Taq-polimerase, proses ini biasanya
dilakukan pada suhu 76 °C. Durasi tahap ini biasanya 1 menit.
Lepas tahap 3, siklus diulang kembali mulai tahap 1. Akibat denaturasi dan
renaturasi, beberapa berkas baru (berwarna hijau) menjadi templat bagi primer lain.
Akhirnya terdapat berkas DNA yang panjangnya dibatasi oleh primer yang dipakai.
Jumlah DNA yang dihasilkan berlimpah karena penambahan terjadi secara
ksponensial.
Pada tahap denaturasi, pasangan untai DNA templat dipisahkan satu sama lain
sehingga menjadi untai tunggal. Pada tahap selanjutnya, masing-masing untai tunggal
akan ditempeli oleh primer. Jadi, ada dua buah primer yang masing-masing menempel
pada untai tunggal DNA templat. Biasanya, kedua primer tersebut dinamakan primer
maju (forward primer) dan primer mundur(reverse primer). Setelah menempel pada
untai DNA templat, primer mengalami polimerisasi mulai dari tempat penempelannya
hingga ujung 5’ DNA templat (ingat polimerisasi DNA selalu berjalan dari ujung 5’
ke 3’ atau berarti dari ujung 3’ ke 5’ untai templatnya). Dengan demikian, pada akhir
putaran reaksi pertama akan diperoleh dua pasang untai DNA jika DNA templat
awalnya berupa sepasang untai DNA.
Pasangan-pasangan untai DNA yang diperoleh pada suatu akhir putaran reaksi
akan menjadi templat pada putaran reaksi berikutnya. Begitu seterusnya hingga pada
putaran yang ke n diharapkan akan diperoleh fragmen DNA pendek sebanyak 2 n – 2n.
Fragmen DNA pendek yang dimaksudkan adalah fragmen yang ukurannya sama
dengan jarak antara kedua tempat penempelan primer. Fragmen pendek inilah yang
merupakan urutan target yang memang dikehendaki untuk digandakan (diamplifikasi).
3. Komponen PCR (Polymerase Chain Reaction)
Ada beberapa macam komponen utama dalam proses PCR, yaitu antara lain:
a. DNA Cetakan / DNA Target
DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan. Fungsi
DNA templat di dalam proses PCR adalah sebagai cetakan untuk pembentukan
molekul DNA baru yang sama. Templat DNA ini dapat berupa DNA kromosom,
DNA plasmid ataupun fragmen DNA apapun asal di dalam DNA templat tersebut
mengandung fragmen DNA target yang dituju.
Reaksi pelipatgandaan suatu fragmen DNA dimulai dengan melakukan
denaturasi DNA template (cetakan) sehingga rantai DNA yang berantai ganda
(double stranded) akan terpisah menjadi rantai tunggal (single stranded).
Denatirasi DNA dilakukan dengan menggunakan panas selama 1 – 2 menit,
kemudian suhu diturunkan menjadi sekitar sehingga primer akan “menempel”
(annealing) pada cetakan yang telah terpisah menjadi rantai tunggal. Primer akan
membentuk jembatan hydrogen dengan cetakan pada daerah sekuen yang
komplementer dengan dengan sekuen primer. Suhu yang digunakan untuk
penempelan primer pada dasarnya merupakan kompromi. Amplifikasi akan lebih
efisien jika dilakukan pada suhu yang lebih rendah.
b. Oligonukleotida primer
Oligonukleotida primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (15 – 25
basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA. Primer
yang digunakan dalam PCR ada dua yaitu oligonukleotida yang mempunyai
sekuen yang identik dengan salah satu rantai DNA cetakan pada ujung 5’-fosfat,
dan oligonukleotida yang kedua identik dengan sekuen pada ujung 3’OH rantai
DNA cetakan yang lain. Proses annealing biasanya dilakukan selama 1 – 2 menit.
Setelah dilakukan annealing oligonukleotida primer dengan DNA cetakan, suhu
inkubasi dinaikkan menjadi selama 1,5 menit. Pada suhu ini DNA polymerase
akan melakukan proses polimerasi rantai DNA yang baru berdasarkan informasi
yang ada pada DNA cetakan. Setelah terjadi polimerasi, rantai DNA yang baru
akan membentuk jembatan hydrogen dengan DNA cetakan. DNA rantai ganda
yang terbentuk dengan adanya ikatan hydrogen antara rantai DNA cetakan dengan
rantai DNA yang baru hasil polimerasi selanjutnya akan didenaturasi lagi dengan
menaikkan suhu ingkubasi menjadi . Rantai DNA yang baru tersebut selanjutnya
akan berfungsi sebagai cetakan bagi reaksi polimerasi berikutnya.
Reaksi-reaksi seperti yang sudah dijelaskan tersebut diulangi lagi sampai 25
– 30 klai (siklus) sehingga pada akhir siklus akan didapatkan molekul-molekul
DNA rantai ganda yang baru hasil polimerasi dalam jumlah yang lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah DNA cetakan yang digunakan. Banyaknya siklus
amplifikasi tergantung pada kosentrasi DNA target di dalam campuran reaksi.
Paling tidak, diperlukan 25 siklus untuk melipatgandakan satu kopin sekuen DNA
target di dalam genom mamalia agar hasilnya dapat dilihat secara langsung,
misalnya dengan elektroforosis gel agarose. Akan tetapi, pada umumnya
kosentrasi DNA polimerasi Taq menjadi terbatas setelah 25 – 30 siklus amplikasi.
c. Deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP)
Shanghai ShineGene Molecular Biotech,Inc. (2009) menyatakan bahwa
campuran dNTP adalah larutan air pada pH 7,0 yang mengandung dATP, dCTP,
dGTP dan dTTP, masing-masing pada konsentrasi akhir baik 10mm atau 25mm.
dNTP yang siap digunakan merupakan solusi yang dirancang untuk
menghemat waktu dan untuk menyediakan reproduktifitas yang lebih
tinggi dalam aplikasi PCR dan lainnya.
d. DNA Polimerase
Pada awal perkembangannya, DNA polymerase yang digunakan dalam PCR
adalah fragmen Klenow DNA polymerase I yang berasal dari Escherichia coli
(Mullis dan Fallona, 1989). Fragmen Klenow adalah DNA polymerase yang telah
dihilangkan aktivitas eksonuklease (5’ → 3’)-nya. Beberapa kelemahan fragmen
Klenow antara lain adalah bahwa enzim ini tidak tahan panas, laju polemerase
untuk menggabungkan nukleotida dengan suatu primer secara terus-menerus
tanpa terdisosiasi dari komplek primer-DNA cetakan. Hampir semua DNA
polymerase mempunyai prosesivitas yang rendah sehingga akan terdisosiasi dari
komplek primer-DNA cetakan setelah menggabungkan kurang dari 10 nukleotida.
Salah satu perkecualian adalah T7 DNA polymerase yang mampu
menggabungkan ribuan nukleotida tanpa terdisosiasi dari komplek primer-DNA
cetakan.
e. PCR buffer dan konsentrasi Mg2+
Buffer standar untuk PCR tersusun atas 50mM KCl, 10mM Tris-Cl (pH8.3)
dan 1.5mM MgCl2. Buffer standard ini akan bekerja dengan baik untuk DNA
template dan primer dengan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak optimum
dengan kombinasi yang lain. Produk PCR buffer ini terkadang dijual dalam
bentuk tanpa atau dengan MgCl2.
Konsentrasi ion magnesium dalam PCR buffer merupakan faktor yang
sangat kritikal, karena kemungkinan dapat mempengaruhi proses annealing
primer, temperatur dissosiasi untai DNA template, dan produk PCR. Hal ini
disebabkan konsentrasi optimal ion Mg2+ itu sangat rendah. Hal ini penting untuk
preparasi DNA template yang tidak mengandung konsentrasi chelating agent yang
tinggi, seperti EDTA atau phosphat. Ion Mg2+ yang bebas bila terlalu rendah atau
tidak ada, maka biasanya tidak menghasilkan produk akhir PCR, sedang bila
terlalu banyak ion Mg2+yang bebas akan menghasilkan produk PCR yang tidak
diinginkan.
4. Teknis analisis dalam PCR
Proses PCR terdiri dari tiga tahapan, yaitu denaturasi DNA templat, penempelan
(annealing) primer, dan polimerisasi (extension) rantai DNA. Denaturasi merupakan
proses pemisahan utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal DNA yang menjadi
cetakan (templat) sebagai tempat penempelan primer dan tempat kerja DNA
polimerase, dengan pemanasan singkat pada suhu 90-95°C selama beberapa menit.
Penjelasan ringkas tentang setiap siklus reaksi PCR adalah sebagai berikut:
 Denaturasi.
Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai
tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan
putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa yang komplemen. Pada tahap ini,
seluruh reaksi enzim tidak berjalan, misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang
sebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90 C – 95̊ C.
 Penempelan Primer.
Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang
spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan
hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada templat.
Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50oC – 60oC. Selanjutnya, DNA
polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat
kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi
selanjutnya, misalnya pada 72oC.

 Reaksi Polimerisasi (extension).


Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 72oC.
Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3’nya
dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan templat oleh DNA
polimerase.
Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua primer
akan di amplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa untai ganda),
sehingga mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan (2n)x. Dimana n
adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal molekul DNA. Jadi, seandainya ada 1
copy DNA sebelum siklus berlangsung, setelah satu siklus, akan menjadi 2 copy,
sesudah 2 siklus akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akan menjadi 8 kopi dan seterusnya.
Sehingga perubahan ini akan berlangsung secara eksponensial. PCR dengan
menggunakan enzim Taq DNA polimerase pada akhir dari setiap siklus akan
menyebabkan penambahan satu nukleotida A pada ujung 3’ dari potongan DNA yang
dihasilkan. Sehingga nantinya produk PCR ini dapat di kloning dengan menggunakan
vektor yang ditambahkan nukleotida T pada ujung-ujung 5’-nya. Proses PCR
dilakukan menggunakan suatu alat yang disebut thermocycler.

Gambar 1. Proses Amplikasi Secara Eksponensial.


Selain ketiga proses tersebut, secara umum PCR didahului dan diakhiri oleh tahapan
berikut:
 Pra-Denaturasi
Dilakukan selama 1-9 menit di awal reaksi untuk memastikan kesempurnaan
denaturasi dan mengaktifasi DNA Polymerase (jenis hot-start alias baru aktif kalau
dipanaskan terlebih dahulu).

 Final Elongasi
Biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim (70-72oC) selama 5-15 menit untuk
memastikan bahwa setiap utas tunggal yang tersisa sudah diperpanjang secara
sempurna. Proses ini dilakukan setelah siklus PCR terakhir.

Gambar 2. Siklus Polymerase Chain Reactions (PCR)


5. Aplikasi PCR (Polymerase Chain Reactions)
DNA makhluk hidup memiliki ukuran yang sangat besar, DNA manusia saja
panjangnya sekitar 3 miliar basa, dan di dalamnya mengandung ribuan gen.
Sebagaimana kita tahu bahwa fungsi utama DNA adalah sebagai sandi genetik, yaitu
sebagai panduan sel dalam memproduksi protein, DNA ditranskrip menghasilkan
RNA, RNA kemudian diterjemahkan untuk menghasilkan rantai asam amino alias
protein. Dari sekian panjang DNA genome, bagian yang menyandikan protein inilah
yang disebut gen, sisanya tidak menyandikan protein atau disebut ‘junk DNA’, DNA
‘sampah’ yang fungsinya belum diketahui dengan baik. Kembali ke pembahasan
isolasi gen, para ahli seringkali membutuhkan gen tertentu untuk diisolasi.
Sebagai contoh, untuk mendeteksi kandungan suatu bahan makanan yang
murni terdiri dari daging sapi atau terdapat campuran dari daging ayam, daging babi
dan daging-daging lainnya, digunakan metode PCR guna mengetahui DNA apa saja
yang terkandung dalam makanan tersebut. Untuk mengisolasi gen, diperlukan DNA
pencari atau dikenal dengan nama ‘probe’ yang memiliki urutan basa nukleotida sama
dengan gen yang kita inginkan. Probe ini bisa dibuat dengan teknik PCR
menggunakan primer yang sesuai dengan gen tersebut.
BAB II
ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)

A. PENDAHULUAN
Praktikum biologi molekuler diawali dari isolasi DNA untuk memisahkan DNA
dari sel suatu individu. Selanjutnya dilakukan proses spektrofotometri untuk mengetahui
kemurnian DNA tersebut. Tahap selanjutnya yaitu amplifikasi dengan teknik PCR. DNA
kemudian dielektroforesis dengan tujuan untuk memisahkan DNA dari RNA dan
pengotor lain. Tahap berikutnya yaitu digesti untuk memotong sekuen DNA spesifik
yang diinginkan. kemudian dilakukansequencing. Dari semua tahapan yang dilakukan,
masih terdapat satu langkah lagi yaitu ELISA yang berguna untuk mengetahui jumlah
atau konsentrasi sampel yang didapatkan.
Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) merupakan suatu teknik biokimia
untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen dalam suatu sampel. Penggunaan
ELISA melibatkan setidaknya satu antibodi dengan spesifitas untuk antigen tertentu.
ELISA terdiri atas tiga macam yaitu Direct ELISA, Indirect ELISA, dan Sandwich
ELISA (Bakerdkk. 2007: 211).
Direct ELISA merupakan jenis ELISA yang digunakan untuk mendeteksi dan
mengukur konsentrasi suatu antigen. Antigen yang akan dideteksi akan berikatan
langsung (direct) dengan antibodi detector (antibodi yang telah dilabeli oleh
enzim reporter). Antibodi yang digunakan pada teknik direct ELISA berjumlah satu
buah. Kelebihan dari direct ELISA yaitu Cepat dan tidak terdapat Cross Reaksi dengan
antibodi sekunder. Akan tetapi, direct ELISA memiliki kekurangan yaitu harga pelabelan
antibodi primer yang mahal, tidak ada fleksibilitas pemilihan antibodi primer, dan
sinyal amplifikasinya sedikit (Walker & Rapley 2008: 668).
Indirect ELISA merupakan jenis ELISA yang digunakan untuk mendeteksi dan
mengukur konsentrasi antigen atau antibodi. Teknik tersebut memiliki karakteristik yaitu
antigen tidak menempel langsung pada antibodi detector (indirect). Antigen akan
berikatan dengan antibodi lain terlebih dahulu. Antibodi tersebut kemudian akan
berikatan dengan antibodi yang telah dilabeli. Kelebihan indirect ELISA yaitu memiliki
sensitivitas tinggi dan sinyal amplifikasi yang tinggi. Kekurangan indirect ELISA yaitu
membutuhkan waktu yang lama dan terjadi cross reaksi terjadi
(Walker & Rapley 2008: 669).
Sandwich direct ELISA menggunakan dua antibodi yaitu antibodi penangkap dan
antibodi yang dilabeli enzim. Antigen yang telah berikatan dengan antobodi penangkap
akan berikatan kembali dengan antibodi yang dilabeli enzim.Sandwich indirect ELISA
menggunakan tiga antibodi yaitu antibodi penangkap, antibodi detektor, dan anti-antibodi
yang dilabeli enzim. Antigen yang telah berikatan dengan antibodi penangkap akan
berikatan dengan antibodi detektor dan anti-antibodi yang dilabeli enzim
(Crowther 1995: 39). Antigen dalam sandwich ELISA tidak perlu dimurnikan sebelum
digunakan. Sandwich ELISA sangat spesifik sehingga tidak semua antibodi dapat
digunakan.

B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan ELISA?
2. Bagaimana prinsip kerja dari ELISA?
3. Bagaimana komponen yang digunakan dalam ELISA?
4. Bagaimana teknis analisis yang digunakan dalam ELISA?
5. Apa aplikasi ELISA yang relevan dalam dunia pangan?

C. TUJUAN
Tujuan dalam penyusunan makalah ini antara lain:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan ELISA
2. Mengetahui bagaimana prinsip kerja dari ELISA
3. Mengetahui komponen yang digunakan dalam analisis ELISA
4. Mengetahui teknis analisis yang digunakan dalam ELISA
5. Mengetahui aplikasi ELISA yang relevan dalam dunia pangan

D. PEMBAHASAN
1. Definisi Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) atau yang sering disebut uji
kekebalan enzimatis adalah suatu teknik biokimia yang terutama digunakan dalam
bidang imunologi untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen dalam suatu
sampel. ELISA telah digunakan sebagai alat diagnostik dalam bidang medis, patologi
tumbuhan, dan juga berbagai bidang industri. Dalam pengertian sederhana, sejumlah
antigen yang tidak dikenal ditempelkan pada suatu permukaan, kemudian antibodi
spesifik dicucikan pada permukaan tersebut, sehingga akan berikatan dengan
antigennya. Antibodi ini terikat dengan suatu enzim, dan pada tahap terakhir,
ditambahkan substansi yang dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal yang dapat
dideteksi. Dalam ELISA fluoresensi, saat cahaya dengan panjang
gelombang tertentu disinarkan pada suatu sampel, kompleks antigen/ antibodi akan
berfluoresensi sehingga jumlah antigen pada sampel dapat disimpulkan berdasarkan
besarnya fluoresensi.
Penggunaan ELISA melibatkan setidaknya satu antibodi dengan spesifitas
untuk antigen tertentu. Sampel dengan jumlah antigen yang tidak diketahui
diimobilisasi pada suatu permukaan solid (biasanya berupa lempeng mikrotiter
polistirene), baik yang non-spesifik (melalui penyerapan pada permukaan) atau
spesifik (melalui penangkapan oleh antibodi lain yang spesifik untuk antigen yang
sama, disebut ‘sandwich’ ELISA). Setelah antigen diimobilisasi, antibodi pendeteksi
ditambahkan, membentuk kompleks dengan antigen. Antibodi pendeteksi dapat
berikatan juga dengan enzim, atau dapat dideteksi secara langsung oleh antibodi
sekunder yang berikatan dengan enzim melalui biokonjugasi. Di antara tiap
tahap, plate harus dicuci dengan larutan deterjen lembut untuk membuang kelebihan
protein atau antibodi yang tidak terikat. Setelah tahap pencucian terakhir,
dalam plate ditambahkan substrat enzimatik untuk memproduksi sinyal yang visibel,
yang menunjukkan kuantitas antigen dalam sampel. Teknik ELISA yang lama
menggunakan substrat kromogenik, meskipun metode-metode terbaru
mengembangkan substrat fluorogenik yang jauh lebih sensitif
2. Prinsip Kerja Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Prinsip dasar dari teknik ELISA ini secara simple dapat dijabarkan sebagai
berikut :
Gambar 3. Diagram alir prinsip pengujian ELISA
Pertama antigen atau antibodi yang hendak diuji ditempelkan pada suatu
permukaan yang berupa microtiter. Penempelan tersebut dapat dilakukan melalui dua
cara, yaitu penempelan secara non spesifik dengan adsorbs ke permukaan microtiter,
dan penempelan secara spesifik dengan menggunakan antibody atau antigen lain
yang bersifat spesifik dengan antigen atau antibodi yang diuji (cara ini digunakan
pada teknik ELISA sandwich). Selanjutnya antibodi atau antigen spesifik yang telah
ditautkan dengan suatu enzim signal (disesuaikan dengan sampel => bila sampel
berupa antigen, maka digunakan antibodi spesifik , sedangkan bila sampel berupa
antibodi, maka digunakan antigen spesifik) dicampurkan ke atas permukaan tersebut,
sehingga dapat terjadi interaksi antara antibodi dengan antigen yang bersesuaian.
Kemudian ke atas permukaan tersebut dicampurkan suatau substrat yang dapat
bereaksi dengan enzim signal. Pada saat substrat tersebut dicampurkan ke
permukaan, enzim yang bertaut dengan antibodi atau antigen spesifik yang
berinteraksi dengan antibodi atau antigen sampel akan bereaksi dengan substrat dan
menimbulkan suatu signal yang dapat dideteksi. Pada ELISA flourescense misalnya,
enzim yang tertaut dengan antibodi atau antigen spesifik akan bereaksi dengan
substrat dan menimbulkan signal yang berupa pendaran flourescense.
3. Metode Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Secara umum, teknik ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu teknik ELISA
kompetitif yang menggunakan konjugat antigen-enzim atau konjugat antibodienzim,
dan teknik ELISA nonkompetitif yang menggunakan dua antibodi (primer dan
sekunder). Pada teknik ELISA nonkompetitif, antibody kedua (sekunder) akan
dikonjugasikan dengan enzim yang berfungsi sebagai signal. Teknik ELISA
nonkompetitif ini seringkali disebut sebagai teknik ELISA sandwich.
Dewasa ini, teknik ELISA telah berkembang menjadi berbagia macam jenis
teknik. Perkembangan ini didasari pada tujuan dari dilakukannya uji dengan teknik
ELISA tersebut sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal. Berikut ini adalah
beberapa macam teknik ELISA yang relatif sering digunakan, antara lain : ELISA
Direct, ELISA Indirect, ELISA Sandwich, dll.
1. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) DIRECT
Teknik ELISA ini merupakan teknik ELISA yang paling sederhana. Teknik
ini seringkali digunakan untuk mendeteksi dan mengukur konsentrasi antigen
pada sampel ELISA direct menggunakan suatu antibody spesifik (monoklonal)
untuk mendetaksi keberadaan antigen yang diinginkan pada sampel yang diuji.
Pada ELISA direct, pertama microtiter diisi dengan sampel yang
mengandung antigen yang diinginkan, sehingga antigen tersebut dapat menempel
pada bagian dindingdinding lubang microtiter, kemudian microtiter dibilas untuk
membuang antigen yang tidak menempel pda dinding lubang microtiter. Lalu
antibodi yang telah ditautkan dengan enzim signal dimasukkan ke dalam lubang-
lubang microtiter sehingga dapat berinteraksi dengan antigen yang diinginkan,
yang dilanjutkan dengan membilas microtiter untuk membuang antibody tertaut
enzim signl yang tidak berinteraksi dengan antigen. Lalu, ke dalam lubang-lubang
microtiter tersebut ditambahkan substrat yang dapat bereaksi dengan enzim
signal, sehingga enzim yang tertaut dengan antibodi yang telah berinteraksi
dengan antigen yang diinginkan akan berinteraksi dengan substrat dan
menimbulkan signal dapat dideteksi. Pendeteksian interaksi antara antibodi
dengan antigen tersebut selanjutnya dapat dihitung dengan menggunakan
kolorimetri, chemiluminescent, atau fluorescent end-point.
ELISA direct memiliki beberapa kelemahan, antara lain :
a. Immunoreaktifitas antibodi kemungkinan akan berkurang akibat bertaut dengan
enzim.
b. Penautan enzim signal ke setiap antibodi menghabiskan waktu dan mahal.
c. Tidak memiliki fleksibilitas dalam pemilihan tautan enzim (label) dari antibodi
pada percobaan yang berbeda.
d. Amplifikasi signal hanya sedikit.
e. Larutan yang mengandung antigen yang diinginkan harus dimurnikan sebelum
digunakan untuk uji ELISA direct.
Sedangkan kelebihan dari ELISA direct antara lain :
a. Metodologi yang cepat karena hanya menggunakan 1 jenis antibody.
b.Kemungkinan terjadinya kegagalan dalam uji ELISA akibat reaksi silang
dengan antibody lain (antibody sekunder) dapat diminimalisasi.
2. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) INDIRECT
ELISA Indirect ini pada dasarnya juga merupakan teknik ELISA yang
paling sederhana, hanya saja dalam teknik ELISA indirect yang dideteksi dan
diukur konsentrasinya merupakan antibody. ELISA indirect menggunakan suatu
antigen spesifik (monoklonal) serta antibody sekunder spesifik tertaut enzim
signal untuk mendeteksi keberadaan antibody yang diinginkan pada sampel yang
diuji.
Tahap umum yang digunakan dalam indirect ELISA untuk mendeterminasi
konsentrasi antibodi dalam serum adalah:
a. Suatu antigen yang sudah dikenal dan diketahui konsentrasinya ditempelkan
pada permukaan lubang plate mikrotiter. Antigen tersebut akan menempel pada
permukaan plastik dengan cara adsorpsi. Sampel dari konsentrasi antigen yang
diketahui ini akan menetapkan kurva standar yang digunakan untuk
mengkalkulasi konsentrasi antigen dari suatu sampel yang akan diuji.
b. Suatu larutan pekat dari protein non-interacting, seperti bovine serum albumin
(BSA) atau kasein, ditambahkan dalam semua lubang plate mikrotiter. Tahap
ini dikenal sebagai blocking, karena protein serum memblok adsorpsi non-
spesifik dari protein lain ke plate.
c. Lubang plate mikrotiter atau permukaan lain kemudian dilapisi dengan sampel
serum dari antigen yang tidak diketahui, dilarutkan dalam buffer yang sama
dengan yang digunakan untuk antigen standar. Karena imobilisasi antigen
dalam tahap ini terjadi karena adsorpsi non-spesifik, maka konsentrasi protein
total harus sama dengan antigen standar.
d. Plate dicuci, dan antibodi pendeteksi yang spesifik untuk antigen yang diuji
dimasukkan dalam lubang. Antibodi ini hanya akan mengikat antigen
terimobilisasi pada permukaan lubang, bukan pada protein serum yang lain
atau protein yang terbloking.
e. Antibodi sekunder, yang akan mengikat sembarang antibodi pendeteksi,
ditambahkan dalam lubang. Antibodi sekunder ini akan berkonjugasi menjadi
enzim dengan substrat spesifik. Tahap ini bisa dilewati jika antibodi pendeteksi
berkonjugasi dengan enzim.
f. Plate dicuci untuk membuang kelebihan konjugat enzim-antibodi yang tidak
terikat.
g. Dimasukkan substrat yang akan diubah oleh enzim untuk mendapatkan sinyal
kromogenik/ fluorogenik/ elektrokimia.
h. Hasil dikuantifikasi dengan spektrofotometer, spektrofluorometer atau alat
optik/ elektrokimia lainnya. Enzim bertindak sebagai amplifier, bahkan jika
hanya sedikit antibodi terikat enzim yang tetap terikat, molekul enzim akan
memproduksi berbagai molekul sinyal. Kerugian utama dari metode indirect
ELISA adalah metode imobilisasi antigennya non-spesifik, sehingga setiap
protein pada sampel akan menempel pada lubang plate mikrotiter, sehingga
konsentrasi analit yang kecil dalam sampel harus berkompetisi dengan protein
serum lain saat pengikatan pada permukaan lubang.
ELISA indirect memiliki kelemahan, antara lain: membutuhkan waktu
pengujian yang relative lebih lama daripada ELISA direct karena ELISA indirect
membutuhkan 2 kali waktu inkubasi yaitu pada saat terjadi interaksi antara
antigen spesifik dengan antibody yang dinginkan dan antara antibody yang
diinginkan dengan antibody sekunder tertaut enzim signal, sedangkan pada
ELISA direct hanya membutuhkan 1 kali waktu inkubasi yaitu pada saat terjadi
interaksi antara antigen yang diinginkan dengan antibody spesifik tertaut enzim
signal.
Sedangkan kelebihan dari ELISA indirect antara lain :
a. Terdapat berbagai macam variasi antibody sekunder yang terjual secara
komersial di pasar.
b. Immunoreaktifitas dari antibody yang diinginkan (target) tidak terpengaruh
oleh penautan enzim signal ke antibody sekunder karena penautan dilakuka
pada wadah berbeda.
c. Tingkat sensitivitas meningkat karena setiap antibody yag diinginkan memiliki
beberapa epitop yang bisa berinteraksi dengan antibody sekunder.
3. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) SANDWICH
Teknik ELISA jenis ini menggunakan antibody primer spesifik untuk
menangkap antigen yang diinginkan dan antibody sekunder tertaut enzim signal
untuk mendeteksi keberadaan antigen yang diinginkan. Pada dasarnya, prinsip
kerja dari ELISA sandwich mirip dengan ELISA direct, hanya saja pada ELISA
sandwich, larutan antigen yang diinginkan tidak perlu dipurifikasi. Namun, karena
antigen yang diinginkan tersebut harus dapat berinteraksi dengan antibody primer
spesifik dan antibody sekunder spesifik tertaut enzim signal, maka teknik ELISA
sandwich ini cenderung dikhususkan pada antigen memiliki minimal 2 sisi
antigenic (sisi interaksi dengan antibodi) atau antigen yang bersifat multivalent
seperti polisakarida atau protein.
Pada ELISA sandwich, antibody primer seringkali disebut sebagai antibody
penangkap, sedangkan antibody sekunder seringkali disebut sebagai antibody
penangkap, sedagkan antibody sekunder seringkali disebut sebagai antibody
deteksi.
Dalam pengaplikasiannya, ELISA sandwich lebih banyak dimanfaatkan
untuk mendeteksi keberadaan antigen multivalent yang kadarnya sangat rendah
pada suatu larutan dengan tingkat kontaminasi tinggi. Hal ini disebabkan ELISA
sandwich memiliki tingkat sensitivitas tinggi terhadap antigen yang diinginkan
akibat keharusan dari antigen tersebut untuk berinteraksi dengan kedua antibody.
Tahapan dalam Sandwich ELISA adalah sebagai berikut:
a. Disiapkan permukaan untuk mengikatkan antibodi ‘penangkap’
b. Semua non spesifik binding sites pada permukaan diblokir
c. Sampel berisi antigen dimasukkan dalam plate
d. Plate dicuci untuk membuang kelebihan antigen yang tidak terikat
e. Antibodi primer ditambahkan, supaya berikatan secara spesifik dengan antigen
f. Antibodi sekunder yang berikatan dengan enzim dimasukkan, yang akan
berikatan dengan antibodi primer
g. Plate dicuci, sehingga konjugat antibodi-enzim yang tidak terikat dapat
dibuang.
h. Ditambahkan reagen yang dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal berwarna/
berfluoresensi/ elektrokimia
i. Diukur absorbansinya untuk menetukan kehadiran dan kuantitas dari antigen
Dalam ELISA sandwich, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat
sensitivitas dari hasil pengujian, antara lain :
a. Banyak molekul antibody penangkap yang berhasil menempel pada dinding-
dinding microtiter.
b. Avinitas dari antibody penangkap dan antibody detector terhadap antigen
sebenarnya, teknik ELISA sandwich ini merupakan pengembangan dari
teknik ELISA terdahulu, yaitu ELISA direct.
Kelebihan teknik ELISA sandwich ini pada dasarnya berada pada tingkat
sensitivitasnya yang relatif lebih tinggi karena antigen yang diinginkan harus dapat
berinteraksi dengan dua jenis antibody, yaitu antibody penangkap dan antibody
detector, kemampuannya menguji sampel yang tidak murni, dan mampu mengikat
secara selektif antigen yang dikehendaki. Tanpa lapisan pertama antibodi penangkap,
semua jenis protein pada sampel (termasuk protein serum) dapat diserap secara
kompetitif oleh permukaan lempeng, menurunkan kuantitas antigen yang
terimobilisasi. Namun demikian, teknik ELISA sandwich ini juga memiliki
kelemahan, yaitu teknik ini hanya dapat diaplikasikan untuk medeteksi antigen yang
bersifat multivalent serta sulitnya mencari dua jenis antibody yang dapat berinteraksi
antigen yang sama pada sisi antigenic yang berbeda (epitopnya harus berbeda).
4. Teknis analisis dalam Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Berikut ini adalah contoh langkah kerja beberapa macam teknik ELISA, yaitu:
a. Pendeteksian antibody dengan ELISA indirect:
1. Melapisi mikrotiter plate dengan antigen yang sudah dimurnikan dengan
membiarkan larutan berisi antigen menempel pada dinding/ permukaan selama
30-60 menit.
2. Membilas antigen yang tidak terikat dengan buffer.
3. Melapisi sisi-sisi tertentuyang mungkin tidak spesifik dilekati oleh antigen
dengan protein yang tidak berhubungan/ tidak spesifik (seperti larutan susu
bubuk).
4. Membilas protein yang tidak melekat.
5. Menambahkan sampel serum yang akan dideteksi antibodinya dan membiarkan
antibody spesifik untuk berikatan dengan antigen.
6. Membilas antibody yang tidak terikat.
7. Menambahkan anti-Ig yang akan berikatan pada daerah Fc pada antibody yang
spesifik (sebagai contoh, anti-rantai gamma manusia yang berikatan dengan
IgG manusia). Daerah Fc pada anti-Ig akan berikatan secara kovalen dengan
enzim.
8. Membilas kompleks antibody-enzim yang tidak terikat.
9. Menambahkan substrat chromogenic: substrat yang tidak berwarna yang terikat
ke enzim akan dikonversi menjadi produk.
10. Inkubasi sampai muncul warna, dan
11. Ukur dengan spectrometer. Jka semakin pekat warna yang dideteksi, maka
makin besar kadar antibody spesifik dalam sampel.
b. Pendeteksian antigen dengan ELISA sandwich:
1. Melapisi mikrotiter plate dengan antibodi yang sudah dimurnikandimurnikan
dengan membiarkan larutan berisi antigen menempel pada dinding/ permukaan
selama 30-60 menit.
2. Membilas antibodi yang tidak terikat dengan buffer.
3. Melapisi sisi-sisi tertentuyang mungkin tidak spesifik dilekati oleh antigen
dengan protein yang tidak berhubungan/ tidak spesifik (seperti larutan susu
bubuk).
4. Membilas protein yang tidak melekat.
5. Menambahkan sampel yang akan dideteksi antigennya dan membiarkan
antibodi untuk berikatan dengan antigen spesifik dari sampel.
6. Membilas antigen yang tidak terikat.
7. Menambahkan antibody yang telah terlabeli dengan enzim dan bersifat spesifik
untuk epitope yang berbeda pada antigen sampel, sehingga terbentuk sandwich.
8. Membilas antibody-enzim yang tidak terikat.
9. Menambahkan substrat chromogenic: substrat yang tidak berwarna yang terikat
ke enzim akan dikonversi menjadi produk.
10. Inkubasi sampai muncul warna.
11. Ukur dengan spektrofotometer. Jika semakin pekat warna yang terdeteki,
maka makin besar kadarantigen spesifi dalam sampel.
5. Aplikasi Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
ELISA telah digunakan sebagai alat diagnostik dalam kedokteran dan patologi
tanaman, serta pemeriksaan kontrol kualitas di berbagai industri, seperti aplikasi
ELISA dalam industri makanan. Secara sederhana, ELISA, digunakan untuk
menentukan jumlah antigen yang tidak diketahui pada sampel, dengan cara
mengikatkan antigen dengan antibodi spesifik yang ditempelkan di permukaan
dinding ELISA plate. Antibodi yang sudah terikat dengan enzym yang akan berubah
warna, sehingga dapat diketahui berapa antigen yang ada pada sampel. Intensitas
warna akan diukur dengan alat yang dinamakan ELISA Reader.
BAB III
BIOINFORMATICS

A. PENDAHULUAN
Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup
(bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol)
dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Bioteknologi secara umum
berarti meningkatkan kualitas suatu organisme melalui aplikasi teknologi. Aplikasi
teknologi tersebut dapat memodifikasi fungsi biologis suatu organisme dengan
menambahkan gen dari organisme lain atau merekayasa gen pada organisme tersebut.
Selain itu bioteknologi juga memanfaatkan sel tumbuhan atau sel hewan yang dibiakkan
sebagai bahan dasar sebagai proses industri.
Pada masa ini, bioteknologi berkembang sangat pesat, terutama di negara negara
maju. Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi semisal
rekayasa genetika, kultur jaringan, rekombinan DNA, pengembangbiakan sel induk,
kloning, dan lain-lain. Teknologi ini memungkinkan kita untuk memperoleh
penyembuhan penyakit-penyakit genetik maupun kronis yang belum dapat disembuhkan,
seperti kanker ataupun AIDS.
Penelitian di bidang pengembangan sel induk juga memungkinkan para penderita
stroke ataupun penyakit lain yang mengakibatkan kehilangan atau kerusakan pada
jaringan tubuh dapat sembuh seperti sediakala. Di bidang pangan, dengan menggunakan
teknologi rekayasa genetika, kultur jaringan dan rekombinan DNA, dapat
dihasilkan tanaman dengan sifat dan produk unggul karena mengandung zat gizi yang
lebih jika dibandingkan tanaman biasa, serta juga lebih tahan terhadap hama maupun
tekanan lingkungan. Penerapan bioteknologi di masa ini juga dapat dijumpai pada
pelestarian lingkungan hidup dari polusi. Sebagai contoh, pada penguraian minyak bumi
yang tertumpah ke laut oleh bakteri, dan penguraian zat-zat yang bersifat toksik (racun)
di sungai atau laut dengan menggunakan bakteri jenis baru.
Prinsip-prisip bioteknologi telah digunakan juga untuk membuat dan memodifikasi
tanaman, hewan, dan produk makanan. Bioteknologi yang menggunakan teknologi yang
masih sederhana ini disebut bioteknologi konvensional atau tradisional. Penerapan
bioteknologi konvensional ini sering diterapkan dalam pembuatan produk-produk
makanan. Seiring dengan perkembangan dan penemuan dibidang molekuler maka
teknologi yang digunakan dalam bioteknologi pada saat ini semakin canggih.bioteknologi
yang menggunakan teknologi canggih ini disebut bioteknologi modern.

B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan Bioinformatics?
2. Bagaimana prinsip kerja dari Bioinformatics?
3. Bagaimana komponen yang digunakan dalam Bioinformatics?
4. Apa aplikasi Bioinformatics yang relevan dalam dunia pangan?

C. TUJUAN
Tujuan dalam penyusunan makalah ini antara lain:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Bioinformatics
2. Mengetahui bagaimana prinsip kerja dari Bioinformatics
3. Mengetahui komponen yang digunakan dalam analisis Bioinformatics
4. Mengetahui aplikasi Bioinformatics yang relevan dalam dunia pangan

D. PEMBAHASAN
1. Definisi Bioinformatics
Bioinformatika, sesuai dengan asal katanya yaitu “bio” dan “informatika”,
adalah gabungan antara ilmu biologi dan ilmu teknik informasi (TI). Pada umumnya,
Bioinformatika didefenisikan sebagai aplikasi dari alat komputasi dan analisa untuk
menangkap dan menginterpretasikan data-data biologi.
Ilmu ini merupakan ilmu baru yang yang merangkup berbagai disiplin ilmu
termasuk ilmu komputer, matematika dan fisika, biologi, dan ilmu kedokteran,
dimana kesemuanya saling menunjang dan saling bermanfaat satu sama lainnya.
Ilmu bioinformatika lahir atas insiatif para ahli ilmu komputer berdasarkan
artificial intelligence. Mereka berpikir bahwa semua gejala yang ada di alam ini bisa
dibuat secara artificial melalui simulasi dari gejala-gejala tersebut.
Bioinformatika ini penting untuk manajemen data-data dari dunia biologi dan
kedokteran modern. Perangkat utama Bioinformatika adalah program software dan
didukung oleh kesediaan internet. Saat ini, perkembangan ilmu biologi sangat
dipengaruhi oleh perkembangan ilmu bioinformatika. Tidaklah dapat dimungkiri
kalau bioinformatika telah mempercepat kemajuan ilmu biologi. Lebih jauh lagi,
kalau dilihat dari bidang yang lebih spesifik, kemajuan suatu bidang sangat
dipengaruhi oleh kemajuan bioinformatika. Semakin maju bioinformatika di suatu
bidang (ditandai dengan banyaknya software yang tersedia), semakin maju pulalah
bidang tersebut.
2. Prinsip Kerja Bioinformatics
Bioinformatika adalah (ilmu yang mempelajari) penerapan teknik
komputasional untuk mengelola dan menganalisis informasi biologis. Bidang ini
mencakup penerapan metode-metode matematika, statistika, dan informatika
untuk memecahkan masalah-masalah biologis, terutama dengan menggunakan
sekuens DNA dan asam amino serta informasi yang berkaitan dengannya.
Contoh topik utama bidang ini meliputi basis data untuk mengelola informasi
biologis, penyejajaran sekuens (sequence alignment), prediksi struktur untuk
meramalkan bentuk struktur protein maupun struktur sekunder RNA, analisis
filogenetik, dan analisis ekspresi gen.
3. Metode Bioinformatics
Dalam bidang bioinformatika mempunyai 9 cabang, yaitu:
1. Biophysics
Biophysics adalah sebuah bidang interdisipliner yang mengaplikasikan teknik-
teknik dari ilmu Fisika untuk memahami struktur dan fungsi biologi (British
Biophysical Society).
2. Computational Biology
Computational biology merupakan bagian dari Bioinformatika yang paling dekat
dengan bidang Biologi umum klasik. Fokus dari computational biologyadalah
gerak evolusi, populasi, dan biologi teoritis daripada biomedis dalam molekul
dan sel.
3. Medical Informatics
Medical informatics adalah sebuah disiplin ilmu yang baru yang didefinisikan
sebagai pembelajaran, penemuan dan implementasi dari struktur dan algoritma
untuk meningkatkan komunikasi, pengertian dan manajemen informasi medis.
4. Cheminformatics
Cheminformatics adalah kombinasi dari sintesis kimia, penyaringan biologis dan
pendekatan data-mining yang digunakan untuk penemuan dan pengembangan
obat (Cambridge Healthech Institute’s Sixth Annual Cheminformatics
conference).
5. Genomics
Genomics adalah bidang ilmu yang ada sebelum selesainya sekuen genom,
kecuali dalam bentuk yang paling kasar. Genomics adalah setiap usaha untuk
menganalisa atau membandingkan seluruh komplemen genetik dari satu spesies
atau lebih.

6. Mathematical Biology
Mathematical biology menangani masalah-masalah biologi, namun metode yang
digunakan untuk menangani masalah tersebut tidak perlu secara numerik dan
tidak perlu diimplementasikan dalam software maupun hardware.
7. Proteomics
Proteomics berkaitan dengan studi kuantitatif dan kualitatif dari ekspresi gen di
level dari protein-protein fungsional itu sendiri. Yaitu: “sebuah antarmuka antara
biokimia protein dengan biologi molekul”.
8. Pharmacogenomics
Pharmacogenomics adalah aplikasi dari pendekatan genomik dan teknologi pada
identifikasi dari target-target obat.
9. Pharmacogenetics
Pharmacogenetics adalah bagian dari pharmacogenomics yang menggunakan
metode genomik atau Bioinformatika untuk mengidentifikasi hubungan-
hubungan genomik.
4. Aplikasi Bioinformatics
Penerapan bioteknologi dalam bidang pangan
memanfaatkan mikroorganisme untuk membuat berbagai produk makanan dan
minuman melalui proses fermentasi.

Tabel 1 Aplikasi Bioinformatics dalam dunia pangan


Bahan
No Mikroorganisme Produk
Baku
Lactobacilius bulgaricus
1. Susu Keju
Streptococus lactis
2. Lactobacilius lactis Susu Mentega
3. Rhizopus oryzae Kedelai Tempe
Saccharomyces
4. Amilum Tape
cereviceae
Air
5. Acetobacter xylinum Nata de coco
kelapa
6. Aspergillus wentii Kedelai Kecap

Selain melalui proses fermentasi, pemanfaatan mikroorganisme dikembangkan untuk


menghasilkan protein sel tunggal (PST), contohnya Chlorella dan Spirulina.

Anda mungkin juga menyukai