Menua atau menjadi tua merupakan suatu proses yang terjadi
dalam kehidupan manusia, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah mulai tiga tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa dan tua. Ketiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong dan pendengaran yang kurang jelas, gerak lambat serta penglihatan yang yang semakin memburuk (Nugroho, 2008). Secara demografi, berdasarkan sensus penduduk lansia di Indonesia tahun 1971 jumlah penduduk berusia 60 tahun keatas sebesar 5,3 juta (4,5%) dari jumlah penduduk. Pada tahun 1980 jumlah ini meningkat menjadi 8 juta (5,5%) dari jumlah penduduk dan pada tahun 1990 jumlah ini meningkat menjadi 11,3 juta (6,4%). Pada tahun 2000 diperkirakan meningkat sebesar 15,3 juta (7,4%) dari jumlah penduduk, dan pada tahun 2005 jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi 18,3 juta (8,5%). Pada tahun 2005-2010, jumlah lanjut usia akan sama dengan jumlah anak balita, yaitu sebesar 19,3 juta (9%) dari jumlah penduduk (Nugroho, 2008). Hipertensi merupakan salah satu masalah yang cukup dominan di dunia, baik di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang. Data WHO tahun 2013 menunjukkan prevalensi penderita hipertensi secara umum pada orang dewasa berusia 25 tahun dan lebih adalah sekitar 40%. Hipertensi juga diperkirakan mampu menyebabkan 7,5 juta kematian dan sekitar 12,8% dari seluruh kematian. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat diperkirakan 33,8% penduduknya menderita hipertensi dengan perbandingan laki- laki sekitar 34,8% dan perempuan sekitar 32,8% (WHO, 2011). Negara berkembang seperti Indonesia, prevalensi pasien hipertensi menurut Departemen Kesehatan adalah sekitar 31,7%, dimana hanya 7,2% dari 31,7% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan 0,4% kasus yang minum obat hipertensi (Depkes, 2012). Hipertensi sering disebut sebagai penyakit darah tinggi. Hal ini disebabkan, orang yang menderita hipertensi memiliki tekanan darah yang tinggi (abnormal) apabila diukur menggunakan tensimeter (Ridwan, 2002). Tekanan darah itu sendiri di definisikan sebagai tekanan yang terjadi di dalam pembuluh arteri manusia ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh. Alat ukur tekanan darah disebut tensi meter. Tekanan darah 120/80 mmHg, berarti angka 120 menunjukkan tekanan darah pada pembuluh arteri ketika jantung berkontraksi (systole). Sedangkan angka 80 menunjukkan tekanan darah ketika jantung sedang berelaksasi (diastolik) (Ridwan, 2002). Hasil penelitian Armilawati (2007) yang mengungkapkan bahwa di Indonesia prevalensi penderita hipertensi terbanyak berkisar 6-15% (Ridwan, 2002). Hipertensi atau tekanan darah tinggi memiliki beberapa penatalakasaan, yaitu dengan Farmakologik dan Non-farmakologik . Non Farmakologi merupakan pengobatan yang tidak menggunakan obat-obatan dengan bahan kimia, seperti halnya pengobatan komplementer. Pengobatan komplementer bersifat terapi / pengobatan alami. Adapun jenis pengobatan komplementer diantaranya adalah shalat (Sagiran, 2012).
Sholat berfungsi sebagai exercise (peningkatan aktivitas),
relaksasi dan meditasi. Di dalam sholat terdapat perlindungan untuk kesehatan jantung dan pembuluh darah serta pemeliharaan bagi kesehatan paru (Sangkan, 2006). Orang yang melakukan shalat dengan tenang, tidak tergesa-gesa akan menimbulkan rasa rileks di dalam tubuhnya. Endorphin akan diproduksi oleh tubuh. Adanya zat endorphin yang disebut endogegonious morphin dalam otak manusia juga berperan penting dalam memberikan efek menenangkan, karna ketika seseorang merasa rileks ini menyebabkan gelombang otak berubah dari beta ke alpa dan gelombang otak akan semakin halus sekitar 50% ketika kita berkonsentrasi (Musbikin, 2003). Ketika tubuh berada dalam keadaan rileks dalam mekanisme autoregulasi akan dapat menurunkan tekanan darah melalui penurunan denyut jantung (Corwin, 2009).
Pada saat keadaan rileks tubuh akan menghasilkan endorphin
yang distimulasi di otak dan sum-sum tulang belakang. Hormon ini berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi otak yang melahirkan rasa nyaman dan meningkatkan kadar endorphin dalam tubuh untuk mengurangi tekanan darah tinggi. Peningkatan aktivitas fisik terbukti dapat meningkatan kadar endorphin empat sampai lima kali dalam darah. Sehingga, semakin banyak melakukan aktivitas fisik maka akan semakin tinggi pula kadar beta endorphin. Ketika seseorang melakukan aktivitas fisik, maka beta endorphin akan keluar dan ditangkap oleh reseptor di dalam hipotalamus dan system limbik. Peningkatan beta endorphin terbukti berhubungan erat dengan penurunan rasa nyeri, peningkatan daya ingat, memperbaiki nafsu makan, kemampuan seksual, tekanan darah dan pernapasan (Sindhu, 2006).
Meditasi adaah suatu teknik menenangkan dan memfokuskan
pikiran. Meditasi bertujuan untuk membuat tubuh lebih relaks. Dengan memfokuskan pikiran pada sebuah pemikiran atau gambaran, sebuah kondisi pikiran dapat menerima hal apapun yang masuk tanpa harus dipertimbangkan. Hal ini berarti, kita dapat menarik diri sementara dari aktivitas sehari-hari yang mampu membuat kita stres dan mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Sehingga, kita dapat mencapai kondisi yabg relaks yang salah satu efeknya dapat menurunkan tekanan darah. Menurut Jain (2011, hlm.202), meditasi bertujuan untuk merangsang gelombang alfa pada otak yang terhubung dengan kondisi relaksasi yang mendalam dan kewaspadaan mental, hal ini dapat menurunkan tekanan darah.
Latihan peregangan secara teratur dapat menguatkan otot
jantung yang mengakibatkan jantung dapat memompa lebih banyak darah dengan usaha yang minimal. Sehingga, kerja jantung menjadi lebih ringan. Latihan peregangan juga dapat meningkatkan metabolisme lemak dengan penurunkan kadar lipoprotein densitas rendah (LDL) dan meningkatkan kadar lipoprotein densitas tinggi (HDL). Hal ini mengakibatkan, hambatan pada dinding arteri menjadi berkurang dan kekuatan aliran darah menjadi normal. Sehingga tekanan darah dapat menurun (Dinata, 2015).
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat pengaruh sholat subuh terhadap penurunan tekanan darah pada lansia penderita hipertensi ?
1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui pengaruh sholat subuh terhadap penurunan tekanan darah pada lansia penderita hipertensi.
1.3.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
a) Mengidentifikasi karakteristik pasien hipertensi
b) Mengetahui hubungan antara sholat subuh dengan tekanan darah (sistolik dan diastolik) pada lansia penderita hipertensi c) Mengetahui hubungan antara masing-masing aspek dalam sholat dengan tekanan darah (sistolik dan diastolik) pada lansia penderita hipertensi
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada lansia penderita hipertensi untuk dapat mengontrol tekanan darahnya melalui aktivitas keagamaan seperti sholat subuh, sebagai penunjang dalam pengobatan non farmakologi.
1.4.2 Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut terhadap hubungan sholat terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi untuk dijadikan sebagai data dasar dalam penelitian selanjutnya.