Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menua atau menjadi tua merupakan suatu proses yang terjadi


dalam kehidupan manusia, tidak hanya dimulai dari suatu waktu
tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah mulai tiga
tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa dan tua. Ketiga tahap ini
berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua
berarti mengalami kemunduran misalnya kemunduran fisik yang
ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai
ompong dan pendengaran yang kurang jelas, gerak lambat serta
penglihatan yang yang semakin memburuk (Nugroho, 2008).
Secara demografi, berdasarkan sensus penduduk lansia di
Indonesia tahun 1971 jumlah penduduk berusia 60 tahun keatas
sebesar 5,3 juta (4,5%) dari jumlah penduduk. Pada tahun 1980 jumlah
ini meningkat menjadi 8 juta (5,5%) dari jumlah penduduk dan pada
tahun 1990 jumlah ini meningkat menjadi 11,3 juta (6,4%). Pada tahun
2000 diperkirakan meningkat sebesar 15,3 juta (7,4%) dari jumlah
penduduk, dan pada tahun 2005 jumlah ini diperkirakan meningkat
menjadi 18,3 juta (8,5%). Pada tahun 2005-2010, jumlah lanjut usia
akan sama dengan jumlah anak balita, yaitu sebesar 19,3 juta (9%)
dari jumlah penduduk (Nugroho, 2008).
Hipertensi merupakan salah satu masalah yang cukup dominan
di dunia, baik di negara-negara maju maupun di negara-negara
berkembang. Data WHO tahun 2013 menunjukkan prevalensi
penderita hipertensi secara umum pada orang dewasa berusia 25
tahun dan lebih adalah sekitar 40%. Hipertensi juga diperkirakan
mampu menyebabkan 7,5 juta kematian dan sekitar 12,8% dari seluruh
kematian. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat diperkirakan
33,8% penduduknya menderita hipertensi dengan perbandingan laki-
laki sekitar 34,8% dan perempuan sekitar 32,8% (WHO, 2011). Negara
berkembang seperti Indonesia, prevalensi pasien hipertensi menurut
Departemen Kesehatan adalah sekitar 31,7%, dimana hanya 7,2% dari
31,7% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan 0,4%
kasus yang minum obat hipertensi (Depkes, 2012).
Hipertensi sering disebut sebagai penyakit darah tinggi. Hal ini
disebabkan, orang yang menderita hipertensi memiliki tekanan darah
yang tinggi (abnormal) apabila diukur menggunakan tensimeter
(Ridwan, 2002).
Tekanan darah itu sendiri di definisikan sebagai tekanan yang
terjadi di dalam pembuluh arteri manusia ketika darah dipompa oleh
jantung ke seluruh anggota tubuh. Alat ukur tekanan darah disebut
tensi meter. Tekanan darah 120/80 mmHg, berarti angka 120
menunjukkan tekanan darah pada pembuluh arteri ketika jantung
berkontraksi (systole). Sedangkan angka 80 menunjukkan tekanan
darah ketika jantung sedang berelaksasi (diastolik) (Ridwan, 2002).
Hasil penelitian Armilawati (2007) yang mengungkapkan bahwa
di Indonesia prevalensi penderita hipertensi terbanyak berkisar 6-15%
(Ridwan, 2002).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi memiliki beberapa
penatalakasaan, yaitu dengan Farmakologik dan Non-farmakologik .
Non Farmakologi merupakan pengobatan yang tidak menggunakan
obat-obatan dengan bahan kimia, seperti halnya pengobatan
komplementer. Pengobatan komplementer bersifat terapi / pengobatan
alami. Adapun jenis pengobatan komplementer diantaranya adalah
shalat (Sagiran, 2012).

Sholat berfungsi sebagai exercise (peningkatan aktivitas),


relaksasi dan meditasi. Di dalam sholat terdapat perlindungan untuk
kesehatan jantung dan pembuluh darah serta pemeliharaan bagi
kesehatan paru (Sangkan, 2006). Orang yang melakukan shalat
dengan tenang, tidak tergesa-gesa akan menimbulkan rasa rileks di
dalam tubuhnya. Endorphin akan diproduksi oleh tubuh. Adanya zat
endorphin yang disebut endogegonious morphin dalam otak manusia
juga berperan penting dalam memberikan efek menenangkan, karna
ketika seseorang merasa rileks ini menyebabkan gelombang otak
berubah dari beta ke alpa dan gelombang otak akan semakin halus
sekitar 50% ketika kita berkonsentrasi (Musbikin, 2003). Ketika tubuh
berada dalam keadaan rileks dalam mekanisme autoregulasi akan
dapat menurunkan tekanan darah melalui penurunan denyut jantung
(Corwin, 2009).

Pada saat keadaan rileks tubuh akan menghasilkan endorphin


yang distimulasi di otak dan sum-sum tulang belakang. Hormon ini
berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi otak yang
melahirkan rasa nyaman dan meningkatkan kadar endorphin dalam
tubuh untuk mengurangi tekanan darah tinggi. Peningkatan aktivitas
fisik terbukti dapat meningkatan kadar endorphin empat sampai lima
kali dalam darah. Sehingga, semakin banyak melakukan aktivitas fisik
maka akan semakin tinggi pula kadar beta endorphin. Ketika
seseorang melakukan aktivitas fisik, maka beta endorphin akan keluar
dan ditangkap oleh reseptor di dalam hipotalamus dan system limbik.
Peningkatan beta endorphin terbukti berhubungan erat dengan
penurunan rasa nyeri, peningkatan daya ingat, memperbaiki nafsu
makan, kemampuan seksual, tekanan darah dan pernapasan (Sindhu,
2006).

Meditasi adaah suatu teknik menenangkan dan memfokuskan


pikiran. Meditasi bertujuan untuk membuat tubuh lebih relaks. Dengan
memfokuskan pikiran pada sebuah pemikiran atau gambaran, sebuah
kondisi pikiran dapat menerima hal apapun yang masuk tanpa harus
dipertimbangkan. Hal ini berarti, kita dapat menarik diri sementara dari
aktivitas sehari-hari yang mampu membuat kita stres dan
mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Sehingga, kita dapat
mencapai kondisi yabg relaks yang salah satu efeknya dapat
menurunkan tekanan darah. Menurut Jain (2011, hlm.202), meditasi
bertujuan untuk merangsang gelombang alfa pada otak yang
terhubung dengan kondisi relaksasi yang mendalam dan kewaspadaan
mental, hal ini dapat menurunkan tekanan darah.

Latihan peregangan secara teratur dapat menguatkan otot


jantung yang mengakibatkan jantung dapat memompa lebih banyak
darah dengan usaha yang minimal. Sehingga, kerja jantung menjadi
lebih ringan. Latihan peregangan juga dapat meningkatkan
metabolisme lemak dengan penurunkan kadar lipoprotein densitas
rendah (LDL) dan meningkatkan kadar lipoprotein densitas tinggi
(HDL). Hal ini mengakibatkan, hambatan pada dinding arteri menjadi
berkurang dan kekuatan aliran darah menjadi normal. Sehingga
tekanan darah dapat menurun (Dinata, 2015).

1.2 Rumusan Masalah


Apakah terdapat pengaruh sholat subuh terhadap penurunan tekanan
darah pada lansia penderita hipertensi ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui pengaruh sholat subuh terhadap penurunan
tekanan darah pada lansia penderita hipertensi.

1.3.2 Tujuan khusus


Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

a) Mengidentifikasi karakteristik pasien hipertensi


b) Mengetahui hubungan antara sholat subuh dengan tekanan
darah (sistolik dan diastolik) pada lansia penderita hipertensi
c) Mengetahui hubungan antara masing-masing aspek dalam
sholat dengan tekanan darah (sistolik dan diastolik) pada lansia
penderita hipertensi

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada lansia
penderita hipertensi untuk dapat mengontrol tekanan darahnya melalui
aktivitas keagamaan seperti sholat subuh, sebagai penunjang dalam
pengobatan non farmakologi.

1.4.2 Manfaat praktis


Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan acuan untuk
penelitian lebih lanjut terhadap hubungan sholat terhadap tekanan darah
pada lansia penderita hipertensi untuk dijadikan sebagai data dasar dalam
penelitian selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai