Anda di halaman 1dari 2

Istiqamah: Kunci Kesuksesan

H. Asmuni Syukir

Di zaman yang serba teknologis, istiqamah semakin menjadi kata yang indah,
mudah diucapkan tetapi jarang diamalkan. Ibarat mutiara, semakin banyak diucap
semakin tinggi nilainya, apalagi semakin langka adanya, maka semakin mahal
harganya dan semakin banyak pula yang tidak bisa memilikinya. Padahal, ia adalah
perintah Allah, sunnah para Nabi dan Rasul, kebiasaan para salafus salih, dan
menjadi kunci kesuksesan dalam ’perjuangan’ mereka.
Sungguh ironis, jika si istiqamah itu semakin ditinggalkan umat. Dan kalau
memang benar, mengapa bisa terjadi? Apakah memang di zaman sekarang ini tidak
lagi diperlukan, ataukah memang termarjinalkan oleh gaya hidup pragmatisme
karena ia dianggap tidak lagi menguntungkan? Ataukah justru karena pemahaman
kita yang mulai bergeser dari khithah-nya. Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang
sempat ’dibedah’ dalam forum Pengajian ”Bengkel Hati” Al-Qolam.
Dalam sebuah hadits yang bersumber dari ’Aisyah r.a, bahwa Nabi Saw
bersabda: ”... amal yang paling dicintai Allah adalah amal yang istiqamah
walaupun sedikit” (HR. Bukhari). Hadits ini cukup populer, karena sering
disampaikan oleh para ustadz di majelis-majelis ta’lim. Tetapi sayangnya,
penekannya hanya pada kata ”walaupun sedikit” asalkan ajeg atau rutin. Ini artinya,
bahwa istiqamah itu dimaknai sebagai sesuatu yang ’ajeg’ atau rutin (continue), dan
dibatasi pada dimensi ibadah ritual saja.
Umat muslim yang awam, pada umumnya, telah terbingkai dengan pola
pemahaman seperti itu. Indikasinya terlihat ketika mereka hanya beristiqamah
dengan bacaan-bacaan (wirid) tertentu dengan jumlah hitungan tertentu pula. Dan
mereka kebanyakan mengejar fadhilah (ganjaran) daripada aspek penghayatan (al
ihsan) dari bacaan itu kemudian diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Bingkai pemahaman seperti inilah yang ditengarahi menjadi sebab utama istiqamah
semakin stagnan (mandeg) pada rutinitas ibadah ritual. Padahal ia memiliki dimensi
yang amat luas, bahkan meliputi segala aspek kehidupan.
Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Tuhan
kami ialah Allah, kemudian mereka istiqamah maka para malaikat akan turun
kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan sedih,
bergembiralah dengan surga yang dijanjikan Allah kepadamu”. Kamilah
pelindungmu dalam kehidupan di dunia dan akhirat, di dalamnya kamu
memperoleh apapun yang kamu inginkan dan yang kamu minta; sebagai
hidangan bagimu dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Qs.
Fushilat 30-32 ).
Ayat ini mengandung 3 (tiga) buah janji Allah kepada orang yang beristiqamah,
yaitu (1) akan mendapat perlindungan langsung dari Allah Awt. melalui malaikat-
malaikat-Nya; (2) akan terbebas dari rasa takut dan sedih dari apapun yang
menimpanya; dan (3) akan dipenuhi apapun yang diinginkan dan diminta, baik
dalam kehidupan dunia maupun akhirat.
Ayat ini dapat pula dipahami bahwa istiqamah lah yang menjadi prasyarat atau
kunci kesuksesan dalam segala aspek kehidupan. Sebab, orang yang beriman dan
beristiqamah akan menjadi orang yang bebas dan merdeka, hidup tenang dan damai
karena hidupnya selalu bersandar kepada Tuhannya, sehingga ia bisa powerfull
(berdaya) dalam berpikir dan berbuat untuk mencapai tujuan hidup yang hasanah,
dunia dan akhirat.
Istiqamah yang bagaimana yang mengandung nilai yang luar biasa itu. Tentu
saja bukan istiqamah dalam arti yang sempit, sekedar ajeg beribadah ritual. Tetapi
istiqamah dalam arti yang lebih luas, yang mengandung banyak dimensi. Oleh karena
itulah forum Pengajian ”Bengkel Hati” Al-Qolam berkesimpulan bahwa istiqamah
harus dimaknai sebagai komitmen dalam hati (keyakinan) dan konsisten dalam aksi
(perbuatan) yang di dalamnya mengandung tuntutan prestasi (peningkatan kualitas
dan kuantitas) dan berkelanjutan (sustainable). Karenanya dalam istiqamah
dibutuhkan pula strategi yang tepat dan benar, serta mental dan pendirian yang
kokoh (endurance), bukan mental yang pragmatis-materialistis.
Beristiqamah seperti itulah yang seharusnya menjadi karakter dan kepribadian
orang-orang yang beriman dalam segala aspek kehidupannya. Sebab, tanpa
istiqamah tidak mungkin dapat mempertahankan eksistensi dirinya sebagai orang
yang beriman. Tanpa istiqamah tidak mungkin bisa mencapai kesuksesan secara
totalitas, dalam arti hasanah dunia dan akhirat.
Memang, dengan pragmatisme (tidak beristiqamah) mungkin saja orang
menganggap sukses dalam karir, misalnya. Tetapi jika iman tergadaikan, ketenangan
dan kedamaian hati tidak didapatkan, maka yang demikian ini bukanlah kesuksesan
melainkan kegagalan. Indikasinya terlihat ketika gagal dalam karir, tergoncang
jiwanya, stres dan depresi, serta merasa rendah nilai pribadinya.
Ingatlah, bahwa hanya orang-orang yang berjiwa besarlah yang dapat memikul
tanggungjawab yang besar. Dan istiqamah inilah sebagai indikatornya. Sebab,
istiqamah akan melahirkan optimisme, percaya diri, semangat, kemauan keras, dan
sekaligus menjadi energi penggerak untuk mencapai tujuan dan cita-cita yang luhur.
Dalam hal ini al Qur’an telah banyak mengabadikan contoh kasus para Nabi dalam
memperjuangkan misinya sebagai utusan Allah, sebagai pribadi dan sebagai
pemimpin keluarga dan umatnya. Beliau tetap beristiqamah walau pun rintangan
selalu menghadangnya. Karena itu beliau sukses membawa umat ke jalan yang benar.
Alhasil, bahwa istiqamah adalah kunci kesuksesan dalam segala aspek
kehidupan. Sebab, buah dari istiqamah adalah [1] fadhilah (keutamaan), antara lain
nama baik, pengaruh, martabat, dan sifat lainnya; [2] ma’unah (pertolongan) dari
Allah yang melebihi kapasitas diri kita; dan [3] karomah (kemuliaan dan
keistemewaan), baik di sisi Allah maupun sesama makhluk. Karena itulah mari kita
beristiqamah dalam kebenaran agar kita selalu sukses dalam segala aspek kehidupan
kita. Wallahu a’lam.**

Anda mungkin juga menyukai