Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan utama dari pelayanan rumah
sakit. Hal ini terjadi karena pelayanan keperawatan diberikan selama 24 jam
kepada pasien yang membutuhkannya, berbeda dengan pelayanan medis dan
pelayanan kesehatan lainnya yang hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat
dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada kliennya. Dengan demikian
pelayanan keperawatan perlu ditingkatkan kualitasnya secara terus-menerus dan
berkesinambungan sehingga pelayanan rumahsakit akan meningkat juga seiring
dengan peningkatan kualitas pelayanan keperawatan. (Ritizza, 2013).
Kualitas pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh proses, peran dan
fungsi dari manajemen pelayanan keperawatan, karena manajemen keperawatan
adalah suatu tugas khusus yang harus dilaksanakan oleh manajer/ pengelola
keperawatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan serta
mengawasi sumber-sumber yang ada, baik sumber daya maupun sumber dana
sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang efektif dan efisien baik
kepada klien, keluarga dan masyarakat. (Donny, 2014)
Mengingat pentingnya peranan manajemen pelayanan keperawatan, maka
dalam makalah ini penulis akan menguraikan tentang pengertian, proses, dimensi,
penilaian, strategi, indikator, standar, dan peran dalam menejemen mutu
pelayanan keperawatan sehingga dapat menggambarkan bagaimana manajemen
keperawatan yang bermutu seharusnya dilaksanakan.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa Mengetahui mengenai Mutu Pelayanan Keperawatan
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Pengertian Mutu Pelayanan
Keperawatan
b. Mahasiswa Mampu Menjelaskan pengertian Pelayanan kesehatan
c. Mahasiswa Mampu Menjelaskan pelayanan keperawatan

1
d. Mahasiswa Mampu Menjelaskan tujuan mutu pelayanan keperawatan
e. Mahasiswa Mampu Menjelaskan faktor mutu pelayanan keperawatan
f. Mahasiswa Mampu Menjelaskan mutu pelayanan
g. Mahasiswa Mampu Menjelaskan dimensi mutu pelayanan
h. Mahasiswa Mampu Menjelaskan indikator mutu pelayanan keperawatan

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Mutu Pelayanan Keperawatan
Mutu Pelayanan keperawatan adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh
profesi keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan pasien dalam mempertahankan
keadaan dari segi biologis, psikologis, sosial, dan spiritual pasien (Suarli dan
Bahtiar, 2012).
Mutu pelayanan keperawatan adalah asuhan keperawatan professional yang
mengacu pada 5 dimensi kualitas pelayanan yaitu, (reability, tangibles, assurance,
responsiveness, dan empathy) (Bauk et al, 2013).
Mutu pelayanan keperawatan merupakan suatu pelayanan yang
menggambarkan produk dari pelayanan keperawatan itu sendiri yang meliputi
secara biologis, psikologis, sosial, dan spiritual pada individu sakit maupun yang
sehat dan dilakukan sesuai standar keperawatan (Asmuji, 2012).
Berdasarkan pernyataan ketiga teori diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan
keperawatan merupakan kegiatan atau upaya pelayanan yang dapat dilakukan
secara mandiri atau bersama-sama dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
pasien secara holistik.

B. Pengertian Pelayanan kesehatan


Pelayanan adalah produk yang dihasilkan oleh suatu
organisasi dapat menghasilkan barang atau jasa. Jasa diartikan
juga sebagai pelayanan karena jasa itu menghasilkan pelayanan (Supranto,
2006)
Tjiptono (2004), menjelaskan karakteristik dari pelayanan sebagai berikut :
a. Intangibility (tidak berwujud), yaitu suatu pelayanan mempunyai sifat
tidak berwujud, tidak dapat dirasakan atau dinikmati, tidak dapat dilihat,
didengar dan dicium sebelum dibeli oleh konsumen. Misalnya :

3
pasien dalam suatu rumah sakit akan merasakan bagaimana
pelayanan keperawatan yang diterimanya setelah menjadi pasien
rumah sakit tersebut.
b. Inseparibility (tidak dapat dipisahkan), yaitu pelayanan yang
dihasilkan dan dirasakan pada waktu bersamaan dan apabila
dikehendaki oleh seseorang untuk diserahkan kepada pihak lainnya,
dia akan tetap merupakan bagian dari pelayanan tersebut. Dengan kata
lain, pelayanan dapat diproduksi dan dikonsumsi/dirasakan secara
bersamaan. Misalnya : pelayanan keperawatan yang diberikan pada
pasien dapat langsung dirasakan kualitas pelayanannya.
c. Variability (bervariasi), yaitu pelayanan bersifat sangat bervariasi
karena merupakan non standardized dan senantiasa mengalami
perubahan tergantung dari siapa pemberi pelayanan, penerima
pelayanan dan kondisi di mana serta kapan pelayanan tersebut
diberikan. Misalnya : pelayanan yang diberikan kepada pasien di
ruang rawat inap kelas VIP berbeda dengan kelas tiga.
d. Perishability (tidak tahan lama), dimana pelayanan itu merupakan
komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Misalnya :
jam tertentu tanpa ada pasien di ruang perawatan, maka pelayanan
yang biasanya terjadi akan hilang begitu saja karena tidak dapat
disimpan untuk dipergunakan lain waktu.
Definisi pelayanan kesehatan menurut Depkes RI (2009) adalah setiap upaya
yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan
ataupun masyarakat.
Menurut Donabedian (1988) aspek pelayanan kesehatan adalah sebagai
berikut:
a. Struktur, sarana fisik, perlengkapan, dan perangkat organisasi dan manajemen
mulai dari keuangan, SDM, dan sumber daya lainnya

4
b. Proses, semua kegiatan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan mulai dari
dokter, perawat, apoteker dan professional lainnya dalam berinteraksi dan
berkomuniksi dengan klien.
c. Output, hasil akhir kegiatan dan pelayanan professional yang telah diberikan
kepada klien dalam meningkatkan derajat kesehatan dan kepuasan klien

C. Pengertian Pelayanan Keperawatan


Berdasarkan kebijakan Depkes RI (1998), mutu pelayanan keperawatan adalah
pelayanan kepada pasien yang berdasarkan standar keahlian untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan pasien, sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan dan
akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan kepada rumah sakit, serta dapat
menghasilkan keunggulan kompetitif melalui pelayanan yang bermutu, efisien,
inovatif dan menghasilkan customer responsiveness.
Standar praktek keperawatan telah disahkan oleh MENKES Rl dalam Surat
Keputusan Nomor : 660/Menkes/SK/IX/1987. Kemudian diperbaharui dan
disahkan berdasarkan SK DIRJEN YANMED Rl No : 00.03.2.6.7637, tanggal 18
Agustus 1993. Kemudian pada tahun 1996,DPP PPNI menyusun standar profesi
keperawatan SK No: 03/DPP /SKI/1996 yang terdiri dari standar pelayanan
keperawatan, praktek keperawatan, standar pendidikan keperawatan dan standar
pendidikan keperawatan berkelanjutan.

D. Tujuan Mutu Pelayanan Keperawatan


Menurut Nursamalam cit Triwibowo (2013) tujuan mutu pelayanan
keperawatan terdapat 5 tahap yaitu:
a. Tahap pertama adalah penyusunan standar atau kriteria.
Dimaksudkan agar asuhan keperawatan lebih terstruktur dan terencana
berdasarkan standar kriteria masing-masing perawat.
b. Tahap kedua adalah mengidentifikasi informasi yang sesuai dengan kriteria.
Informasi disini diharapkan untuk lebih mendukung dalam proses asuhan
keperawatan dan sebagai pengukuran kualitas pelayanan keperawatan.
c. Tahap ketiga adalah identifikasi sumber informasi. Dalam memilih
informasi yang akurat diharuskan penyeleksian yang ketat dan

5
berkesinambungan. Beberapa informasi juga didapatkan dari pasien itu
sendiri.
d. Tahap keempat adalah mengumpulkan dan menganalisa data.
Perawat dapat menyeleksi data dari pasien dan kemudian menganalisa satu-
persatu.
e. Tahap kelima adalah evaluasi ulang. Dihahap ini berfungsi untuk
meminimkan kekeliruan dalam pengambilan keputusan pada asuhan dan
tidakan keperawatan.
Tujuan keperawatan merupakan hal yang harus direncanakan secara
optimal oleh perawat. Tujuan keperawatan menurut Gillies cit Asmuji
(2012) menyebutkan:
a. Tujuan keperawatan harus jelas, sehingga tercipta output keberhasilan yang
optimal. Dari hasil yang optimal maka akan mendukung kinerja dan
meningkakan kerja perawat.
b. Tujuan yang memiliki kriteria sulit dan menantang harus dikolaborasikan
dengan tim sejawat lain maupun tim medis lainnya. Disini perawat tidak
diperkenankan untuk melakukan tindakan secara persepsi tetapi secara
rasional berdasarkan hasil diskusi.
c. Tujuan keperawatan diharuskan dapat diukur, berisi ketentuan kuantitatif
sehingga akan lebih mudah membandingkan seberapa besar pencapaian
keberhasilan tersebut.
d. Tujuan keperawatan harus berdasarkan waktu yang ditentukan, agar
pencapaian target lebih baik lagi. Waktu yang optimal dilaksanakan dengan
target dan tidak mengesampingkan kolaborasi dengan pasien.

E. Faktor Mutu Pelayanan Keperawatan


Menurut Nursalam (2013) kualitas mutu pelayanan keperawatan terdiri atas
beberapa faktor yaitu:
a. Komunakasi dari mulut ke mulut (word of mouth communication), biasanya
komunikasi dari mulut ke mulut sering dilakukan oleh masyarakat awam
yang telah mendapatkan perawatan dari sebuah instansi. Yang nantinya akan
menyebarkan berita positif apabila mereka mendapatkan perlakuan yang

6
baik selama di rawat atau menyampaikan berita negatif tentang mutu
pelayanan keperawatan berdasarkan pengalaman yang tidak mengenakkan.
b. Kebutuhan pribadi (personal need), kebutuhan dari masing-masing pasien
bervariasi maka mutu pelayanan keperawatan juga harus menyesuaikan
berdasarkan kebutuhan pribadi pasien.
c. Pengalaman masa lalu (past experience), seorang pasien akan cenderung
menilai sesuatu berdasarkan pengalaman yang pernah mereka alami.
Didalam mutu pelayanan keperawatan yang baik akan memberikan
pengalaman yang baik kepada setiap pasien, namun sebaliknya jika
seseorang pernah mengalami hal kurang baik terhadap mutu pelayanan
keperawatan maka akan melekat sampai dia mendapatkan perawatan
kembali di suatu instansi.
d. Komunikasi eksternal (company’s external communication), sebagai
pemberi mutu pelayanan keperawatan juga dapat melakukan promosi
sehingga pasien akan mempercayai penuh terhadap mutu pelayanan
keperawatan di instansi tersebut.
Sedangkan menurut Triwibowo (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi
mutu pelayanan keperawatan itu sendiri meliputi 7 kriteria diantaranya:
a. Mengenal kemampuan diri, seorang perawat sebelum melakukan sebuah
tindakan keperawatan kepada pasien harus mengetahui kelemahan dan
kekuatan yang ada pada diri perawat sendiri. Karena intropeksi diri yang
baik akan menghasilkan atau meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan.
b. Meningkatkan kerja sama, perawat harus berkerjasama dalam melakukan
asuhan keperawatan baik dengan tim medis, teman sejawat perawat, pasien
dan keluarga pasien.
c. Pengetahuan keterampilan masa kini, dimaksudkan agar perawat lebih
memiliki pengetahuan yang luas dan berfungsi dalam penyelesaian keluhan
pasien dengan cermat dan baik.
d. Penyelesaian tugas, perawat merupakan anggota tim medis yang paling
dekat dengan pasien. oleh karena itu, perawat dituntut untuk mengetahui
keluhan pasien dengan mendetail dan melakukan pendokumentasian teliti
setelah melakukan asuhan.

7
e. Pertimbangan prioritas keperawatan, seorang perawat harus mampu
melakukan penilaian dan tindakan keperawatan sesuai dengan prioritas
utama pasien.
f. Evaluasi berkelanjutan, setelah melakukan perencanaan perawat juga harus
melakukan evaluasi pasien agar tindakan perawatan berjalan dengan baik,
dan perawat mampu melakukan pemantauan evaluasi secara berkelanjutan.
Berbagai sudut pandang mengenai definisi mutu pelayanan keperawatan
tersebut diantaranya yaitu:
a. Sudut Pandang Pasien (Individu, Keluarga, Masyarakat)
Meishenheimer (1989) menjelaskan bahwa pasien atau keluarga pasien
mendefinisikan mutu sebagai adanya perawat atau tenaga kesehatan yang
memberikan perawatan yang terampil dan kemampuan perawat dalam
memberikan perawatan. Sedangkan Wijono (2000) menjelaskan mutu
pelayanan berarti suatu empati, respek dan tanggap akan kebutuhannya,
pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka, diberikan dengan cara yang
ramah pada waktu mereka berkunjung. Pada umumnya mereka ingin
pelayanan yang mengurangi gejala secara efektif dan mencegah penyakit,
sehingga pasien beserta keluarganya sehat dan dapat melaksanakan tugas
mereka sehari-hari tanpa gangguan fisik.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa mutu
pelayanan keperawatan didefinisikan oleh pasien (individu, keluarga,
masyarakat) sebagai pelaksanaan pelayanan keperawatan yang sesuai dengan
kebutuhannya yang berlandaskan rasa empati, penghargaan, ketanggapan, dan
keramahan dari perawat serta kemampuan perawat dalam memberikan
pelayanan. Selain itu melalui pelayanan keperawatan tersebut, juga dapat
menghasilkan peningkatan derajat kesehatan pasien.
b. Sudut Pandang Perawat
Mutu berdasarkan sudut pandang perawat sering diartikan dengan
memberikan pelayanan keperawatan sesuai yang dibutuhkan pasien agar
menjadi mandiri atau terbebas dari sakitnya (Meishenheimer, 1989). Pendapat
lainnya dikemukakan oleh Wijono (2000), bahwa mutu pelayanan berarti
bebas melakukan segala sesuatu secara profesional untuk meningkatkan

8
derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang maju, mutu pelayanan yang baik dan memenuhi standar
yang baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perawat sebagai tenaga
profesional yang memberikan pelayanan keperawatan terhadap pasien
mendefinisikan mutu pelayanan keperawatannya sebagai kemampuan
melakukan asuhan keperawatan yang profesional terhadap pasien (individu,
keluarga, masyarakat) dan sesuai standar keperawatan, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
c. Sudut Pandang Manajer Keperawatan
Mutu pelayanan difokuskan pada pengaturan staf, pasien dan masyarakat yang
baik dengan menjalankan supervisi, manajemen keuangan dan logistik dengan
baik serta alokasi sumber daya yang tepat (Wijono, 2000). Pelayanan
keperawatan memerlukan manajemen yang baik sehingga manajer
keperawatan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan dengan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen
dengan baik yang memfokuskan pada pengelolaan staf keperawatan dan
pasien sebagai individu, keluarga dan masyarakat. Selain itu pengelolaan pun
mencakup pada manajemen keuangan dan logistik.
d. Sudut Pandang Institusi Pelayanan
bahwa mutu pelayanan diasumsikan sebagai kemampuan untuk bertahan,
pertimbangan penting mencakup tipe dan
kualitas stafnya untuk memberikan pelayanan, pertanggungjawaban intitusi
terhadap perawatan terhadap pasien yang tidak sesuai, dan menganalisis
dampak keuangan terhadap operasional institusi. Sedangkan Wijono (2000)
menjelaskan bahwa mutu dapat berarti memiliki tenaga profesional yang
bermutu dan cukup. Selain itu mengharapkan efisiensi dan kewajaran
penyelenggaraan pelayanan, minimal tidak merugikan dipandang dari
berbagai aspek seperti tidak adanya pemborosan tenaga, peralatan, biaya,
waktu dan sebagainya.
e. Sudut Pandang Organisasi Profesi
Badan legislatif dan regulator sebagai pembuat kebijakan baik lokal maup
unnasional lebih menekankan pada mendukung konsep mutu pelayanan samb

9
il menyimpan uang pada program yang spesifik. Dan selain itu juga
menekankan pada institusi-institusi pelayanan keperawatan dan fasilitas
pelayanan keperawatan. Badan akreditasi dan sertifikasi menyamakan kualitas
dengan mempunyai seluruh persyaratan administrasi dan dokumentasi klinik
yang lengkap pada periode waktu tertentu dan sesuai dengan standar pada
level yang berlaku. Sertifikat mengindikasikan bahwa institusi pelayanan
keperawatan tersebut telah sesuai standar minimum untuk menjamin
keamanan pasien. Sedangkan akreditasi tidak hanya terbatas pada standar
pendirian institusi tetapi juga membuat standar sesuai undang-undang yang
berlaku (Meishenheimer , 1989).
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai organisasi profesi
mempunyai tanggung jawab dalam meningkatkan profesi keperawatan.
Sehingga untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, organisasi
profesi tersebut membuat dan memfasilitasi kebijakan regulasi keperawatan
yang mencakup sertifikasi, lisensi dan akreditasi. Dimana regulasi tersebut
diperlukan untuk meyakinkan masyarakat bahwa pelayanan keperawatan yang
diberikan telah berdasarkan kaidah suatu profesi dan pemberi pelayanan
keperawatan telah memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan.
Tujuan standar keperawatan menurut Gilies (1989) adalah:
a. Meningkatkan asuhan keperawatan.
b. Mengurangi biaya asuhan keperawatan
c. Melindungi perawat dan kelalaian dalam melaksanakan tugas dan
melindungi pasien dan tindakan yang tidak terapeutik
Standar pelayanan keperawatan menurut Depkes Rl 1996 adalah :
a. Standar 1 : Falsafah Keperawatan
b. Standar 2 : Tujuan Asuhan Keperawatan
c. Standar 3 : Pengkajian Keperawatan
d. Standar 4 : Diagnosa Keperawatan.
e. Standar 5 : Perencanaan Keperawatan
f. Standar 6 : Intervensi Keperawatan
g. Standar 7 : Evaluasi Keperawatan.
h. Standar 8 : Catatan Asuhan Keperawatan.

10
F. Mutu pelayanan
Pengertian mutu pelayanan kesehatan bersifat multi-dimensional yang berarti
mutu dilihat dari sisi pemakai pelayanan kesehatan dan penyelenggara pelayanan
kesehatan.
a. Dari pihak pemakai jasa pelayanan, mutu berhubungan erat dengan
ketanggapan dan keterampilan petugas kesehatan dalam memenuhi
kebutuhan klien. komunikasi, keramahan dan kesungguhan juga termasuk
didalamnya.
b. Dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan, mutu berhubungan dengan
dokter, paramedis, derajat mutu pemakaian dan playanan yang sesuai
dengan perkembangan teknologi.
Menurut Departemen Kesehatan RI (1998), mutu pelayanan didefinisikan
sebagai suatu hal yang menunjukkan kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang
dapat menimbulkan kepuasan klien sesuai dengan tingkat kepuasan penduduk,
serta pihak lain, pelayanan yang sesuai dengan kode etik dan standard pelayanan
yang professional yang telah ditetapkan.
Tappen (1995) menjelaskan bahwa mutu
adalah penyesuaian terhadap keinginan pelanggan dan sesuai dengan standar
yang berlaku serta tercapainya tujuan yang diharapkan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa mutu pelayanan kesehatan sesuatu hal yang dapat
meningkatkan kepuasan dan kenyamanan klien dengan menyelenggarakan sebuah
pelayanan yang optimal sesuai dengan kode etik dan standard pelayanan
professional yang berlaku serta selalu menerapkan pelayanan yang dinamis
berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

G. Dimensi mutu pelayanan


Lima dimensi mutu pelayanan (Service Quality), terdiri dan:
a. Wujud nyata (tangibles) adalah wujud Iangsung yang meliputi fasilitas fisik,
yang mencakup kemutahiran peralatan yang digunakan, kondisi sarana, kondisi
SDM perusahaan dan keselarasan antara fasilitas fisik dengan jenis jasa yang
diberikan.

11
b. Kehandalan (reliability) adalah aspek-aspek keandalan system pelayanan yang
diberikan oleh pemberi jasa yang meliputi kesesuaian pelaksanaan pelayanan
dengan rencana kepedulian perusahaan kepada permasalahan yang dialami
pasien, keandalan penyampaian jasa sejak awal, ketepatan waktu pelayanan
sesuai dengan janji yang dibenikan,keakuratan penanganan.
c. Ketanggapan (responsiveness) adalah keinginan untuk membantu dan
menyediakan jasa yang dibutuhkan konsumen. Hai ini meliputi kejelasan
informasi waktu penyampaian jasa, ketepatan dan kecepatan dalam pelayanan
administrasi, kesediaan pegawai dalam membantu konsumen, keluangan waktu
pegawai dalam menanggapi permintaan pasien dengan cepat.
d. Jaminan (assurance) adalah adanya jaminan bahwa jasa yang ditawarkan
memberikan jaminan keamanan yang meliputi kemampuan SDM, rasa aman
selama berurusan dengan karyawan, kesabaran karyawan, dan dukungan
pimpinan terhadap staf. Dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan
gabungan dari dimensi :
1. Kompetensi (Competence), artinya keterampilan dan pengetahuan yang
dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan
2. Kesopanan (Courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian dan sikap
para karyawan
3. Kredibilitas (Credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi dan sebagainya.
e. Empati (empathy), berkaitan dengan memberikan perhatian penuh kepada
konsumen yang meliputi perhatian kepada konsumen, perhatian staf secara pribadi
kepada konsumen, pemahaman akan kebutuhan konsumen, perhatian terhadap
kepentingan, kesesuaian waktu pelayanan dengan kebutuhan konsumen. Dimensi
empati ini merupakan penggabungan dari dimensi :
1. Akses (Acces), meliputi kemudahan untuk memafaatkan jasa yang
ditawarkan

2. Komunikasi (Communication), merupakan kemapuan melaukan komunikasi


untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh
masukan dari pelanggan

12
3. Pemahaman kepada pelanggan (Understanding the Customer), meliputi
usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan
keinginan pelanggan Strategi mutu
a. Quality Assurance (Jaminan Mutu)
Quality Assurance mulai digunakan di rumah sakit sejak tahun 196i
mplementasi pertama yaitu audit keperawatan. Strategi ini merupaka
nprogram untuk mendesain standar pelayanan keperawatan dan men
gevaluasi pelaksanaan standar tersebut.
Quality Assurance sering diartikan sebagai menjamin mutu atau
memastikan mutu karena Quality Assurance berasal dari kata to
assure yang artinya meyakinkan orang, mengusahakan sebaik-
baiknya, mengamankan atau menjaga.
b. Continuous Quality Improvement (Peningkatan Mutu Berkelanjutan)
Pendapat lain dikemukakan oleh Shortell dan Kaluzny (1994)
bahwa: QualitImprovement merupakan manajemen filosofi untuk me
nghasilkan pelayanan yang baik. Dan Continuous Quality Improvement
sebagai filosofi peningkatan mutu yang berkelanjutan yaitu proses yang
dihubungkandenganmemberikanpelayanan yang baik yaitu yang dapat
menimbulkan kepuasan pasien
c. Total quality manajemen (TQM)
Total Quality Manajemen (manajemen kualitas menyeluruh)
adalah suatu cara meningkatkan performansi secara terus menerus pada
setiap level operasi atau
proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan
menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia
dan berfokus pada kepuasan pasien dan perbaikan mutu menyeluruh

H. Indikator Penilaian Mutu Keperawatan


Indikator Mutu Keperawatan menurut ANA

Kategori Ukuran
Ukuran 1 Angka kematian pasien karena komplikasi operasi
berfokus 2 Angka decubitus

13
outcomes 3 Angka pasien jatuh
pasien 4 Angka psien jatuh dengan cidera
5 Angka restrain
6 ISK karena pemasangan cateter di ICU
7 Blood stream infection karena pemasangan cateter line
central di ICU dan HDNC
8 VAP di ICU dn HDNC
Ukuran 9 Konseling berhenti merokok pada kasus AMI
berfokus 10 Konseling berhenti merokok pada kasus Gagal jantung
pada 11 Konseling berhenti merokok pada kasus Peneumonia
intervensi
perawat
Ukuran 12 Perbandingan antara RN, LVN/LPN, UAP dan kontrak
berfokus 13 Jam perawatan pasien per hari oleh RN,LPN/LPN dan
pada system UAP
14 Practice Environment Scale—Nursing Work Index
15 Turn over
Sumber: The National Database of Nursing Quality Indicators (NDNQI),2007.

Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait dengan struktur,
proses, dan outcome sistem pelayanan RS tersebut. Mutu asuhan pelayanan RS
juga dapat dikaji dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat,
mutu pelayanan dan tingkat efisiensi RS. Secara umum aspek penilaian meliputi
evaluasi, dokumen, instrumen, dan audit (EDIA) (Nursalam, 2014).
1. Aspek struktur (input)
Struktur adalah semua input untuk sistem pelayanan sebuah RS yang
meliputi M1 (tenaga), M2 (sarana prasarana), M3 (metode asuhan
keperawatan), M4 (dana), M5 (pemasaran), dan lainnya. Ada sebuah asumsi
yang menyatakan bahwa jika struktur sistem RS tertata dengan baik akan lebih
menjamin mutu pelayanan. Kualitas struktur RS diukur dari tingkat kewajaran,
kuantitas, biaya (efisiensi), dan mutu dari masing-masing komponen struktur.

14
2. Proses
Proses adalah semua kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi lain yang
mengadakan interaksi secara professional dengan pasien. Interaksi ini diukur
antara lain dalam bentuk penilaian tentang penyakit pasien, penegakan
diagnosis, rencana tindakan pengobatan, indikasi tindakan, penanganan
penyakit, dan prosedur pengobatan.
3. Outcome
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi lain
terhadap pasien.
a. Indikator-indikator mutu yang mengacu pada aspek pelayanan meliputi:
1. Angka infeksi nosocomial: 1-2%
2. Angka kematian kasar: 3-4%
3. Kematian pasca bedah: 1-2%
4. Kematian ibu melahirkan: 1-2%
5. Kematian bayi baru lahir: 20/1000
6. NDR (Net Death Rate): 2,5%
7. ADR (Anasthesia Death Rate) maksimal 1/5000
8. PODR (Post Operation Death Rate): 1%
9. POIR (Post Operative Infection Rate): 1%
b. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS:
1.Biaya per unit untuk rawat jalan
2. Jumlah penderita yang mengalami decubitus
3. Jumlah penderita yang mengalami jatuh dari tempat tidur
4. BOR: 70-85%
5. BTO (Bed Turn Over): 5-45 hari atau 40-50 kali per satu tempat
tidur/tahun
6. TOI (Turn Over Interval): 1-3 hari TT yang kosong
7. LOS (Length of Stay): 7-10 hari (komplikasi, infeksi nosocomial; gawat
darurat; tingkat kontaminasi dalam darah; tingkat kesalahan; dan
kepuasan pasien)
8. Normal tissue removal rate: 10%

15
c. Indikator mutu yang berkaitan dengan kepuasan pasien dapat diukur dengan
jumlah keluhan pasien/keluarganya, surat pembaca dikoran, surat kaleng,
surat masuk di kotak saran, dan lainnya.
d. Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri atas:
1. Jumlah dan presentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak RS
dengan asal pasien.
2. Jumlah pelayanan dan tindakan seperti jumlah tindakan pembedahan dan
jumlah kunjungan SMF spesialis.
3. Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar
tersebut di atas dibandingkan dengan standar (indicator) nasional. Jika
bukan angka standar nasional, penilaian dapat dilakukan dengan
menggunakan hasil penacatatan mutu pada tahun-tahun sebelumnya di
rumah sakit yang sama, setelah dikembangkan kesepakatan pihak
manajemen/direksi RS yang bersangkutan dengan masing-masing SMF dan
staff lainnya yang terkait.
e. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:
1. Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi
2. Pasien diberi obat salah
3. Tidak ada obat/alat emergensi
4. Tidak ada oksigen
5. Tidak ada suction (penyedot lendir)
6. Tidak tersedia alat pemadam kebakaran
7. Pemakaian obat
8. Pemakaian air, listrik, gas, dan lainnya

Standar Nasional
Ʃ BOR 75-80%
Ʃ ALOS 1-10 hari
Ʃ TOI 1-3 hari
Ʃ BTO 5-45 hari
Ʃ NDR < 2,5%

16
Ʃ GDR < 3%
Ʃ ADR 1,15.000
Ʃ PODR < 1%
Ʃ POIR < 1%
Ʃ NTRR < 10%
Ʃ MDR < 0,25%
Ʃ IDR < 0,2%
Tabel 1. Standar Nasional Indikator Mutu Pelayanan

Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui


tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-
indikator berikut bersumber dari sensus harian rawat inap :
1. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)
Menurut Depkes RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur
pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya
tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit.Nilai parameter BOR yang ideal
adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005).
Rumus :
(jumlah hari perawatan di rumah sakit) × 100%
(jumlah tempat tidur × jumlah hari dalam satu periode)

2. ALOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)


ALOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien.
Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat
memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis
tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut.Secara
umum nilai ALOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005).
Rumus :
(jumlah lama dirawat)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

3. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)

17
TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak
ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya.Indikator ini memberikan
gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur.Idealnya tempat tidur kosong
tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
Rumus :
((jumlah tempat tidur × Periode) − Hari Perawatan)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

4. BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur)


BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada
satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu
tertentu.Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
Rumus :
Jumlah pasien dirawat (hidup + mati)
(jumlah tempat tidur)

5. NDR (Net Death Rate)


NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat
untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu
pelayanan di rumah sakit.
Rumus :
Jumlah pasien mati > 48 jam × 100%
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

6. GDR (Gross Death Rate)


GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk setiap
1000 penderita keluar.
Rumus :
Jumlah pasien mati seluruhnya × 100%
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))
Menurut Nursalam (2014), ada enam indikator utama kualitas pelayanan
kesehatan di rumah sakit:

18
1. Standar Keselamatan pasien (patient safety), yang meliputi: angka infeksi
nosokomial, angka kejadian pasien jatuh/kecelakaan, dekubitus, kesalahan
dalam pemberian obat, dan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan
kesehatan
2. Pengelolaan nyeri dan kenyamanan
3. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan
4. Perawatan diri
5. Kecemasan pasien
6. Perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) pasien.

I. Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan

Penilaian terhadap mutu dilakukan dengan menggunakan pendekatan-


pendekatan yang dikelompokkan dalam tiga komponen, yaitu :
1. Audit Struktur (Input)
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) mengatakan bahwa struktur
merupakan masukan (input) yang meliputi sarana fisik
perlengkapan/peralatan, organisasi, manajemen, keuangan, sumber daya
manusia dan sumber daya lainnya dalam fasilitas keperawatan.. Pendapat
yang hampir sama dikemukakan oleh Tappen (1995), yaitu bahwa struktur
berhubungan dengan pengaturan pelayanan keperawatan yang diberikan
dan sumber daya yang memadai. Aspek dalam komponen struktur dapat
dilihat melalui :
a.Fasilitas, yaitu kenyamanan, kemudahan mencapai pelayanan dan
keamanan
b. Peralatan, yaitu suplai yang adekuat, seni menempatkan peralatan
c. Staf, meliputi pengalaman, tingkat absensi, ratarata turnover, dan rasio
pasien-perawat
d.Keuangan, yaitu meliputi gaji, kecukupan dan sumber keuangan.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka pendekatan struktur lebih
difokuskan pada hal-hal yang menjadi masukan dalam pelaksanaan
pelayanan keperawatan, diantaranya yaitu :

19
a. Fasilitas fisik, yang meliputi ruang perawatan yang bersih, nyaman dan
aman, serta penataan ruang perawatan yang indah;
b. Peralatan, peralatan keperawatan yang lengkap, bersih, rapih dan ditata
dengan baik;
c. Staf keperawatan sebagai sumber daya manusia, baik dari segi kualitas
maupun kuantitas
d. Keuangan, yang meliputi bagaimana mendapatkan sumber dan alokasi
dana.
Faktor-faktor yang menjadi masukan ini memerlukan manajemen yang
baik, baik manajemen sumber daya manusia, keuangan maupun logistik.
2. Proses (Process)
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) menjelaskan bahwa pendekatan
ini merupakan proses yang mentransformasi struktur (input) ke dalam hasil
(outcome). Proses adalah kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh
tenaga kesehatan (perawat) dan interaksinya dengan pasien.
Dalam kegiatan ini mencakup diagnosa, rencana perawatan, indikasi
tindakan, prosedur dan penanganan kasus. Dengan kata lain penilaian dilakukan
terhadap perawat dalam merawat pasien. Dan baik tidaknya proses dapat diukur
dari relevan tidaknya proses bagi pasien, fleksibelitas/efektifitas, mutu proses itu
sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya, dan kewajaran (tidak
kurang dan tidak berlebihan). Tappen (1995) juga menjelaskan bahwa pendekatan
pada proses dihubungkan dengan aktivitas nyata yang ditampilkan oleh pemberi
pelayanan keperawatan.. Penilaian dapat melalui observasi atau audit dari
dokumentasi.
3. Hasil (Outcome)
Pendekatan ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan perawat terhadap
pasien. Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik
positif maupun negatif. Sehingga baik tidaknya hasil dapat diukur dari derajat
kesehatan pasien dan kepuasan pasien terhadap pelayanan perawatan yang telah
diberikan (Donabedian, 1987 dalam Wijono 2000).
Sedangkan Tappen (1995) menjelaskan bahwa outcome berkaitan dengan
hasil dari aktivitas yang diberikan oleh petugas kesehatan. Hasil ini dapat dinilai

20
dari efektifitas dari aktivitas pelayanan keperawatan yang ditentukan dengan
tingkat kesembuhan dan kemandirian. Sehingga dapat dikatakan bahwa fokus
pendekatan ini yaitu pada hasil dari pelayanan keperawatan, dimana hasilnya
adalah peningkatan derajat kesehatan pasien dan kepuasan pasien. Sehingga kedua
hal tersebut dapat dijadikan indikator dalam menilai mutu pelayanan keperawatan.

J. Strategi Mutu Pelayanan Keperawatan


1. Quality Assurance (Jaminan Mutu)
Quality Assurance mulai digunakan di rumah sakit sejak tahun 1960-an
implementasi pertama yaitu audit keperawatan. Strategi ini merupakan program
untuk mendesain standar pelayanan keperawatan dan mengevaluasi pelaksanaan
standar tersebut (Swansburg, 1999).
Dengan demikian quality assurance dalam pelayanan keperawatan adalah
kegiatan menjamin mutu yang berfokus pada proses agar mutu pelayanan
keperawatan yang diberikan sesuai dengan standar. Dimana metode yang
digunakan adalah :
a. Audit internal dan surveilan untuk memastikan apakah proses pengerjaannya
(pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien) telah sesuai dengan
standar operating procedure (SOP)
b.Evaluasi proses
c. Mengelola mutu
d. Penyelesaian masalah.

2. Continuous Quality Improvement (Peningkatan Mutu Berkelanjutan)


Continuous Quality Improvement dalam pelayanan kesehatan merupakan
perkembangan dari Quality Assurance yang dimulai sejak tahun 1980-an.
Menurut Loughlin dan Kaluzny (1994, dalam Wijono 2000) bahwa ada perbedaan
sedikit yaitu Total Quality Management dimaksudkan pada program industry
sedangkan Continuous Quality Improvement mengacu pada klinis. Wijonon
(2000) mengatakan bahwa Continuous Quality Improvement itu merupakan upaya
peningkatan mutu secara terus menerus yang dimotivasi oleh keinginan pasien.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan mutu yang tinggi dalam pelayanan

21
keperawatan yang komprehensif dan baik, tidak hanya memenuhi harapan aturan
yang ditetapkan standar yang berlaku.
Sehingga dapat dikatakan bahwa Continuous Quality Improvement dalam
keperawatan adalah upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
secara terus menerus yang memfokuskan mutu pada perbaikan mutu secara
keseluruhan dan kepuasan pasien. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai
karakteristik-karakteristik yang dapat mempengaruhi mutu dari outcome yang
ditandai dengan kepuasan pasien.

3. Total quality manajemen (TQM)


Total Quality Manajemen (manajemen kualitas menyeluruh) adalah suatu
cara meningkatkan performansi secara terus menerus pada setiap level operasi
atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan
menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia dan berfokus
pada kepuasan pasien dan perbaikan mutu menyeluruh. (Windy, 2009)

K. Siklus PDCA

PDCA, singkatan bahasa Inggris dari "Plan, Do, Check, Act" adalah suatu
proses pemecahan masalah empat langkah iteratif yang umum digunakan dalam
pengendalian kualitas. Metode ini dipopulerkan oleh W. Edwards Deming, yang
sering dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas modern sehingga sering juga
disebut dengan siklus Deming. Deming sendiri selalu merujuk metode ini sebagai
siklus Shewhart, dari nama Walter A. Shewhart, yang sering dianggap sebagai
bapak pengendalian kualitas statistis. Belakangan, Deming memodifikasi PDCA
menjadi PDSA ("Plan, Do, Study, Act") untuk lebih menggambarkan
rekomendasinya.

Siklus PDCA terdiri dari empat tahapan, yaitu:


1. Perencanaan ( Plan )

Tahapan pertama adalah membuat suatu perencanaan. Perencanaan


merupakan suatu upaya menjabarkan cara penyelesaian masalah yang
ditetapkan ke dalam unsur-unsur rencana yang lengkap serta saling terkait
dan terpadu sehingga dapat dipakaisebagai pedoman dalam melaksanaan cara

22
penyelesaian masalah. Hasil akhir yang dicapai dari perencanaan adalah
tersusunnya rencana kerja penyelesaian masalah mutu yang akan
diselenggarakan.

Rencana kerja penyelesaian masalah mutu yang baik mengandung


setidak-tidaknya tujuh unsur rencana yaitu:

a Judul rencana kerja (topic),


b Pernyataan tentang macam dan besarnya masalah mutu yang dihadapi
(problem statement),
c Rumusan tujuan umum dan tujuan khusus, lengkap dengan target yang
ingin dicapai (goal, objective, and target),
d Kegiatan yang akan dilakukan (activities),
e Organisasi dan susunan personalia pelaksana (organization and
personnels)
f Biaya yang diperlukan (budget)
g Tolak ukur keberhasilan yang dipergunakan (milestone).

2. Pelaksanaan ( Do )

Tahapan kedua yang dilakukan ialah melaksanakan rencana yang


telah disusun. Pada tahap ini diperlukan suatu kerjasama dari para anggota
dan pimpinan manajerial. Untuk dapat mencapai kerjasama yang baik,
diperlukan keterampilan pokok manajerial, yaitu :

a. Keterampilan komunikasi (communication) untuk menimbulkan


pengertian staf terhadap cara pentelesaian mutu yang akan dilaksanakan
b. Keterampilan motivasi (motivation) untuk mendorong staf bersedia
menyelesaikan cara penyelesaian masalah mutu yang telah direncanakan
c. Keterampilan kepemimpinan (leadershif) untuk mengkordinasikan
kegiatan cara penyelesaian masalah mutu yang dilaksanakan
d. Keterampilan pengarahan (directing) untuk mengarahkan kegiatan yang
dilaksanakan.

3. Pemeriksaan ( Check )

23
Tahapan ketiga yang dilakukan ialah secara berkala memeriksa
kemajuan dan hasil yang dicapai dan pelaksanaan rencana yang telah
ditetapkan. Tujuan dari pemeriksaan untuk mengetahui :

a. Sampai seberapa jauh pelaksanaan cara penyelesaian masalahnya telah


sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
b. Bagian mana kegiatan yang berjalan baik dan bagian mana yang belum
berjalan dengan baik
c. Apakah sumberdaya yang dibutuhkan masih cukup tersedia
d. Apakah cara penyelesaian masalah yang sedang dilakukan memerlukan
perbaikan

Untuk dapat memeriksa pelaksanaan cara penyelesaian masalah, ada


dua alat bantu yang sering dipergunakan yakni:

a Lembaran pemeriksaan (check list)

Lembar pemeriksaan adalah suatu formulir yang digunakan untuk


mencatat secara periodik setiap penyimpangan yang terjadi. Langkah
pembuatan lembar pemeriksan adalah:

1) Tetapkan jenis penyimpangan yang diamati


2) Tetapkan jangka waktu pengamatan
3) Lakukan perhitungan penyimpangan

b Peta kontrol (control diagram)

Peta kontrol adalah suatu peta / grafik yang mengambarkan


besarnya penyimpangan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Peta
kontrok dibuat bedasarkan lembar pemeriksaan. Langkah-langkah yang
dilakukan dalam pembuatan peta kontrol adalah :

1) Tetapkan garis penyimpangan minimum dan maksimum


2) Tentukan prosentase penyimpangan
3) Buat grafik penyimpangan
4) Nilai grafik

24
4. Perbaikan (Action)

Tahapan keempat yang dilakukan adalah melaksanaan perbaikan


rencana kerja. Lakukanlah penyempurnaan rencana kerja atau bila perlu
mempertimbangkan pemilihan dengan cara penyelesaian masalah lain. Untuk
selanjutnya rencana kerja yang telah diperbaiki tersebut dilaksanakan kembali.
Jangan lupa untuk memantau kemajuan serta hasil yang dicapai. Untuk
kemudian tergantung dari kemajuan serta hasil tersebut, laksanakan tindakan
yang sesuai.

Cara melakukan penilaian mutu pelayanan kebidanan

a. Lihat daftar tilik

Daftar tilik adalah suatu instrumen yang digunakan untuk mengukur


sampai seberapa jauh pelayanan sesuai atau tidak sesuai dengan standar
yang ditetapkan. Berisi daftar kelengkapan sarana, pra sarana,
pengetahuan, kompetensi teknis, persepsi klien, dsb.

b. Lihat sasaran penilaian


1) Observasi : mengamati pada saat pelayanan

Observasi: suatu penyelidikan yg dijalankan secara sistematis &


sengaja diadakan dgn menggunakan alat indra terutama mata terhadap
kejadian-kejadian yg langsung (Bimo Walgito, 1987:54)

a) dilakukan sesuai dgn tujuan yg telah dirumuskan lebih dulu.


b) direncanakan secara sistematis.
c) hasilnya dicatat & diolah sesuai dgn tujuannya.
d) dpt diperiksa validitas, reliabilitas & ketelitiannya
e) bersifat kwantitatif.

2) Wawancara : dengan diskusi, tanya jawab, cek pemahaman

Kartono (1980: 171) interview (wawancara) : suatu percakapan yg


diarahkan pd suatu masalah ttt; ini merupakan proses tanya jawab lisan,
dimana 2 orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik.

25
Dalam proses interview terdapat 2 pihak dgn kedudukan yg
berbeda. pertama berfungsi sebagai penanya, disebut pula sebagai
interviewer, lainnya berfungsi sebagai pemberi informasi (Information
supplyer), interviewer atau informan.

Interviewer mengajukan pertanyaan-pertanyaan, meminta


keterangan (penjelasan), sambil menilai jawaban-jawabannya.
Sekaligus ia mengadakan paraphrase (menyatakan kembali isi jawaban
interviewee dgn kata-kata lain), mengingat-ingat & mencatat jawaban-
jawaban. Disamping itu dia juga menggali keterangan-keterangan lebih
lanjut & berusaha melakukan “probing” (rangsangan, dorongan) .

3) Dokumen : sebuah tulisan yg memuat informasi. Biasanya, dokumen


ditulis di kertas & informasinya ditulis memakai tinta baik memakai
tangan atau memakai media elektronik. melihat kelengkapan dokumen
rekam medik, register, buku catatan.

26
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indikator mutu pelayanan keperawatan merupakan hal yang sangat penting
bagi suatu institusi rumah sakit, karena mutu pelayanan keperawatan ini
merupakan penilaian bagi masyarakat terhadap suatu rumah sakit. Indikator mutu
ini merupakan citra dari suatu rumah sakit. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan indikator mutu pelayanan keperawatan di ruang rawat
inap.

B. Saran
Adapun saran yang diharapkan penulis kepada pembaca agar pembaca dapat
mulai menerapkan manajemen mutu di kehidupan sehari-hari. Mulai
meningkatkan manajemen mutu dan dapat menjaga kualitas mutu dengan sebaik
mungkin. Terutama manajemen mutu dalam pelayanan keperawatan yang
diberikan kepada klien maupun pasien sehingga dapat menjadi perawat yang
professional.

27
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam, 2014. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan Profesional Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam, 2015. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik


Keperawatan Profesional Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika

Azwar,A1996. Menuju Pelayanan Kesehatan yang Lebih Bermutu. Ja


karta: Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.

Gillies, D.A. 1994. Nursing Management, A System Approach. Third


Edition. Philadelphia : WB Saunders.

Kozier, Erb & Blais. 1997. Profesional Nursing Practice: Concept &
Perspectives. Third Edition. California : Addison Wesley Publishing. Inc

Amiruddin. 2007. Pendekatan Mutu dan Kepuasan Pelanggan dalam


Pelayanan Kesehatan.

Rakhmawati, Windy. 2009. Pengawasan Dan Pengendalian Dalam


Pelayanan Keperawatan (Supervisi, Manajemen Mutu & Resiko).
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2010/03/pengawasan_dan_pengendalian_dlm_pelayanan_
keperawatan.pdf,diakses 4 November 2015

Tjiptono, F. (2004). Prinsip-prinsip total quality service (TQS).


Yogyakarta : Andi Press

Wijono, D. (2000). Manajemen mutu pelayanan kesehatan. Teori,


Strategi dan Aplikasi. Volume.1. Cetakan Kedua. Surabaya : Airlangga
Unniversity Press

28

Anda mungkin juga menyukai