Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR CLAVIKULA

A. DEFINISI
Clavikula (tulang selangka) adalah tulang menonjol di kedua sisi di
bagian depan bahu dan atas dada. Dalam anatomi manusia, tulang selangka
atau clavicula adalah tulang yang membentuk bahu dan menghubungkan
lengan atas pada batang tubuh. serta memberikan perlindungan kepada
penting yang mendasari pembuluh darah dan saraf.
Fraktur adalah suatu perpatahan pada kontinuitas struktur tulang.
Patahan tadi mungkin tidak lebih dari suatu retakan atau perimpilan korteks,
biasanya patahan tersebut lengkap dan fragmen tulangnya bergeser. Jika kulit
diatasnya masih utuh, disebut fraktur tertutup sedangkan jika salah satu dari
rongga tubuh tertembus disebut fraktur terbuka (Apley, 2010).
Fraktur Clavikula, yaitu putusnya hubungan tulang clavicula yang
disebabkan oleh trauma langsung dan tidak langsung pada posisi lengan
berputar / tertarik keluar( outstretched hand), dimana trauma dilanjutkan dari
pergelangan tangan sampai clavicula, trauma ini dapat menyebabkan fraktur
clavicula(Helmi,2012).
Fraktur 1/3 medial clavicula yaitu fraktur yang terjadi pada
sepertiga bagian medial bahu. Fraktur 1/3 lateral clavicula yaitu fraktur yang
terjadi pada sepertiga bagian lateral bahu. Fraktur 1/3 mid clavicula yaitu
fraktur yang terjadi pada sepertiga bagian tengah bahu.Fraktur Clavicula
dekstra 1/3 lateral yaitu putusnya hubungan tulang clavicula pada sepertiga
bagian lateral bahu kanan

B. ETIOLOGI
Penyebab utama/ primer dari fraktur adalah trauma, bisa karena
kecelakaan kendaran bermotor, olahraga, malnutrisi. Trauma ini bisa
langsung/ tidak langsung (kontraksi otot, fleksi berlebihan). Fraktur klavikula
dapat terjadi sebagai akibat dari jatuh pada tangan yang tertarik berlebihan,
jatuh pada bahu atau injury secara langsung. Sebagian besar fraktur klavikula
sembuh sendiri, bidai atau perban digunakan untuk immobilisasi yang
komplit, walaupun tidak umum, mungkin menggunakan ORIF.
Patah tulang klavikula karena jatuh dengan posisi lengan tertarik keluar
(outstreched hand) hanya 6% terjadi pada kasus, sedangkan yang lainnya
karena trauma bahu. Kasus patah tulang ini ditemukan sekitar 70% adalah
hasil dari trauma dari kecelakaan lalu lintas. Kasus patah tulang klavikula
termasuk kasus yang paling sering dijumpai. Pada anak - anak sekitar 10 –
16% dari semua kejadian patah tulang, sedangkan pada orang dewasa sekitar
2,6 – 5 %.

C. KLASIFIKASI
Klasifikasi patah tulang secara umum adalah :

1. Fraktur complete Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang


luas sehingga tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya
menyeberang dari satu sisi ke sisi lain.
2. Fraktur incomplit Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan
garis patah tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai korteks (masih
ada korteks yang utuh).
Menurut Black dan Matassarin (1993) yaitu fraktur berdasarkan

hubungan dengan dunia luar, meliputi:

1. Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh,
tulang tidak menonjol malalui kulit.
2. Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya
hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi
infeksi.
Lokasi patah tulang pada klavikula diklasifikasikan menurut Dr.

FL Allman tahun 1967 dan dimodifikasi oleh Neer pada tahun 1968, yang

membagi patah tulang klavikula menjadi 3 kelompok:

1. Kelompok 1: patah tulang pada sepertiga tengah tulang klavikula


(insidensi kejadian 75-80%).
a. Pada daerah ini tulang lemah dan tipis.
b. Umumnya terjadi pada pasien yang muda.
2. Kelompok 2: patah tulang klavikula pada sepertiga distal (15-25%).
Terbagi menjadi 3 tipe berdasarkan lokasi ligament coracoclavicular
yakni (yakni, conoid dan trapezoid).
a. Tipe 1. Patah tulang secara umum pada daerah distal tanpa adanya
perpindahan tulang maupun ganguan ligament coracoclevicular.
b. Tipe 2 A. Fraktur tidak stabil dan terjadi perpindahan tulang, dan
ligament coracoclavicular masih melekat pada fragmen.
c. Tipe 2 B. Terjadi ganguan ligament. Salah satunya terkoyak ataupun
keduaduanya.
d. Tipe 3. Patah tulang yang pada bagian distal clavikula yang
melibatkan AC joint.
e. Tipe 4. Ligament tetap utuk melekat pata perioteum, sedangkan
fragmen proksimal berpindah keatas.
f. Tipe 5. Patah tulang kalvikula terpecah menjadi beberapa fragmen.
3. Kelompok 3: patah tulang klavikula pada sepertiga proksimal (5%) Pada
kejadian ini biasanya berhubungan dengan cidera neurovaskuler.

D. MANIFESTASI KLINIS
Kemungkinan akan mengalami sakit, nyeri, pembengkakan,
memar, atau benjolan pada daerah bahu atau dada atas. Tulang dapat
menyodok melalui kulit, tidak terlihat normal. Bahu dan lengan bisa terasa
lemah, mati rasa, dan kesemutan. Pergerakan bahu dan lengan juga akan
terasa susah. Pasien mungkin perlu untuk membantu pergerakan lengan
dengan tangan yang lain untuk mengurangi rasa sakit atau ketika ingin
menggerakan. (Medianers, 2011)

Gambaran klinis pada patah tulang klavikula biasanya penderita


datang dengan keluhan jatuh atau trauma. Pasien merasakan rasa sakit bahu
dan diperparah dengan setiap gerakan lengan. Pada pemeriksaan fisik pasien
akan terasa nyeri tekan pada daerah fraktur dan kadang - kadang terdengar
krepitasi pada setiap gerakan. Dapat juga terlihat kulit yang menonjol akibat
desakan dari fragmen patah tulang. Pembengkakan lokal akan terlihat disertai
perubahan warna lokal pada kulit sebagai akibat trauma dan gangguan
sirkulasi yang mengikuti fraktur. Untuk memperjelas dan menegakkan
diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang.

E. PATOFISIOLOGI
Klavikula adalah tulang pertama yang mengalami proses
pengerasan selama perkembangan embrio minggu ke-5 dan 6. Tulang
klavikula, tulang humerus bagian proksimal dan tulang skapula bersama-sama
membentuk bahu. Tulang klavikula juga membentuk hubungan antara
anggota badan atas dan Thorax. Tulang ini membantu mengangkat bahu ke
atas, ke luar, dan ke belakang thorax. Pada bagian proksimal tulang clavikula
bergabung dengan sternum disebut sebagai sambungan sternoclavicular (SC)

Pada bagian distal klavikula bergabung dengan acromion dari


skapula membentuk sambungan acromioclavicular (AC). Patah tulang
klavikula pada umumnya mudah untuk dikenali dikarenakan tulang klavikula
adalah tulang yang terletak dibawak kulit (subcutaneus) dan tempatnya relatif
di depan. Karena posisinya yang teletak dibawah kulit maka tulang ini sangat
rawan sekali untuk patah. Patah tulang klavikula terjadi akibat dari tekanan
yang kuat atau hantaman yang keras ke bahu. Energi tinggi yang menekan
bahu ataupun pukulan langsung pada tulang akan menyebabkan fraktur.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi fraktur klavikula meliputi trauma saraf pada pleksus
brakhialis, cedera vena atau arteria subklavia akibat frakmen tulang, dan
malunion (penyimpangan penyatuan). Malunion merupakan masalah
kosmetik bila pasien memakai baju dengan leher rendah.
Komplikasi akut:
a. Cedera pembuluh darah
b. Pneumouthorax
c. Haemothorax

Komplikasi lambat :
a. Mal union: proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam
waktu semestinya, namun tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal.
b. Non union: kegagalan penyambungan tulang setelah 4 sampai 6 bulan

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pengobatan/Terapi
Melakukan dengan cara terapi :
a. Obat-obatan:
Obat-obatan dapat diberikan untuk meringankan rasa sakit. Pasien
juga mungkin perlu obat antibiotik atau suntikan tetanus jika terdapat
luka robek di kulit.
b. Sling atau selempang ada beberapa jenis sling yang dapat digunakan
untuk mencegah klavikula patah dari kerusakan lebih lanjut. Sling di
ikatkan di lengan dan digantungkan ke leher untuk kenyamanan dan
keamanan.
c. Terapi pendukung Paket es dapat ditempatkan pada klavikula yang
patah untuk mengurangi pembengkakan, nyeri, dan kemerahan.
Latihan yang meningkatkan jangkauan gerak dapat dilakukan setelah
rasa sakit berkurang. Hal ini membantu untuk membawa kembali
kekuatan dan kekuatan bahu dan lengan.
2. Pembedahan
Penatalaksanaan pada fraktur clavicula ada dua pilihan yaitu dengan
tindakan bedah atau operative treatment dan tindakan non bedah atau
konsevatif.
Pada orang dewasa dan anak-anak biasanya pengobatannya
konservatif tanpa reposisi, yaitu dengan pemasangan mitela. Reposisi
tidak diperlukan, apalagi pada anak karena salah-sambung klavikula
jarang menyebabkan gangguan pada bahu, baik fungsi maupun
keuatannya. Kalus yang menonjol kadang secara kosmetik mengganggu
meskipun lama-kelamaan akan hilang dengan proses pemugaran. yang
penting pada penggunaan mitela ialah letak tangan lebih tinggi dari pada
tingkat siku, analgetik, dan latihan gerak jari dan tangan pada hari
pertama dan latihan gerak bahu setelah beberapa hari.
Tindakan pembedahan dapat dilakukan apabila terjadi hal-hal berikut
a. Fraktur terbuka.
b. Terdapat cedera neurovaskuler.
c. Fraktur comminuted.
d. Tulang memendek karena fragmen fraktur tumpang tindih.
e. Rasa sakit karena gagal penyambungan (nonunion).
f. Masalah kosmetik, karena posisi penyatuan tulang tidak semestinya
(malunion).

3. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang
menderita fraktur tersebut dapat kembali normal. Menurut kumar (1997),
prinsip dasar penanganan fraktur adalah aposisi dan immobilisasi serta
perawatan setelah operasi yang baik. Pertimbangan-pertimbangan awal
saat menangani kasus fraktur adalah menyelamatkan jiwa penderita yang
kemungkinan disebabkan oleh banyaknya cairan tubuh yang keluar dan
kejadian shock, kemudian baru menormalkan kembali fungsi jaringan
yang mengalami kerusakan.
H. PENGKAJIAN KEPERAWARAN
1. WAWANCARA
a. Keluhan utama: pasien fraktur sering mengeluh nyeri hebat akibat
laserasi jaringan. Selain itu jika terjadi perdarahan hebat maka pasien
mengeluh lamas atau tidak ada tenaga.
b. Riwayat Sekarang dan atau Dahulu: Kondisi pasien, apakah pasien
menderita DM, penyakit jantung, PPOM, infeksi yang
mempengaruhi proses penyembuhan luka fraktur atau resiko terkena
osteomielitis. Tanyakan pula sudah berapa lama pasien mengalami
ketidakmampuan bergerak, kelainan genetika dan deformitas tulang,
riwayat pengobatan yang sedang dijalani, riwayat alergi, penggunaan
alcohol dan obat-obatan terlarang, riwayat nyeri, karena trauma pada
otot, tulang, atau jaringan ikat. Yang perlu dikaji dari nyeri adalah
karakteristik nyeri, area nyeri (lokalisir atau menyebar), faktor
predisposisi dan presipitasi terjadinya nyeri, bagaimana pengaruh
nyeri terhadap postur pasien atau apakah nyeri mengubah cara
berjalan pasien. Kemampuan pergerakan, rentang gerak normal dan
abnormal perlu dikaji untuk mengetahui keterbatasan pergerakan,
seperti pasien paska stroke atau fraktur, atau luka bakar. Gangguan
sensasi mungkin terjadi pada pasien dengan riwayat stroke atau
diabetes melitus. Perlu dikaji kemampuan pasien merasakan sensasi.
c. Riwayat keluarga: yaitu riwayat penyakit keluarga yang
mempengaruhi kondisi pasien saat ini, seperti riwayat penyakit
vaskular yang beresiko diturunkan secara genetik dan berpengaruh
dalam proses penyembuhan luka. Atau penyakit degeneratif lain
yang mempengaruhi kondisi genetik pasien terutama dalam proses
penyembuhan luka.
2. PEMERIKSAAN FISIK FOKUS (Musculoskeletal)
a. Postur
Posisi normal tulang belakang menjaga postur manusia berada pada
porsi yang tepat. Deformitas tulang belakang akan merubah tampilan
postur tersebut, seperti adanya kiposis, lordosis, atau skoliosis.
Kelainan postur ini akan mempengaruhi fungsional pergerakan
seseorang. Pemeriksaan postur bisa dikaji dengan pemeriksaan
Romberg. Minta pasien berdiri tegak dengan membuka mata.
Kemudian minta pasien memejamkan mata. Jika ada gangguan
keseimbangan postur pasien akan berubah condong ke kanan atau ke
kiri.
b. Gaya Berjalan
Gaya berjalan pasien perlu dikaji dan dikaitkan dengan kelainan
fungsional atau struktur tulang. Keterbatasan pergerakan dapat
terjadi pada pasien dengan kelainan sambungan tulang (joint).
Panjang yang tidak sama pada ekstremitas bawah juga akan
mempengaruhi gaya berjalan. Kelainan neurologi juga akan merubah
gaya berjalan, seperti gaya berjalan hemiparesis karena stroke atau
pada gaya berjalan steppage (gangguan LMN) dan gaya berjalan
shuffling pada penderita Parkinson’s.

c. Integritas Tulang
Kaji terhadap deformitas dan sikap tubuh (alignment). Bandingkan
dengan pasangan bagian yang berseberangan. Pemendekan
ekstremitas dan amputasi akan mempengaruhi panjang tulang atau
kelengkapan anggota gerak. Fraktur akan mengakibatkan terjadinya
angulasi abnormal dari tulang panjang dan sambungan tulang, selain
terdengar krepitasi pada patahan tulang.
d. Persendian
Kaji ROM atau rentang gerak normal, deformitas, stabilitas, dan
pembentukan modular. Penilaian ROM dilihat pergerakannya secara
aktif maupun pasif. Untuk menilai lebih lanjut ROM diperlukan
Goniometri. Keterbatasan ROM dapat terjadi pada pasien yang
mengalami deformitas skeletal, patologi sambungan atau kontraktur
otot, tendon, dan kapsul sambungan. Pada pasien osteoartritis
(penyakit degenerasi sambungan) mungkin akan terjadi penurunan
kemampuan melakukan ADL. Jika pergerakan pada sambungan
menimbulkan nyeri, mungkin terjadi efusi (peningkatan cairan dalam
kapsul sambungan), pembengkakan, dan peningkatan suhu tubuh
yang merefleksikan adanya inflamasi. Kontraktur juga dapat
mengakibatkan kelainan sambungan.

Tes Bulge adalah pemeriksaan fisik untuk mengetahui adanya cairan


di antara sendi. Caranya posisikan pasien supinasi, palpasi lateral
dari patela kemudian tekan kedua sisi patela, jika ruang sendi berisi
cairan maka saat ditekan terbentuk kantung di antara tekanan.

e. Ukuran dan keuatan otot. Kaji kemampuan pasien dalam merubah


posisi, kekuatan otot dan koordinasi, serta ukurang otot individu.
Kelemahan otot  pada pasien polineuropati, gangguan elektrolit (
uumnya kalium dan kalsium), miastenia gravis, polimielitis, dan
distropi muskular. Tonus otot dinilai saat perawat melakukan palpasi
pada saat pergerakan pasif dan ekstremitas sedang relaksasi.
Pemeriksaan kekuatan otot dapat dinilai melalui berbagai cara,
seperti jabatan tangan (melihat clonus otot) atau melihat dorsifleksi
kaki. Ukuran otot dapat ukur menggunakan meteran.

f. Kekuatan otot dapat dilihat skalanya. Adapun pemeriksaan fisik


untuk menentukan skala kekuatan otot adalah:

Minta pasien mengangkat tangan, jika pasien mampu mengangkat


lengan atau kaki namun segera jatuh kembali maka kemungkinan
pasien memiliki skala 3, sedangkan jika tidak jatuh kembali maka
kekuatan otot pasien bisa 4 atau 5. Beri beban tekanan pada lengan
atau kaki, jika jatuh maka kekuatan otot pasien skalanya 4, jika
mampu menahan skalanya 5.
Jika pasien tidak mampu mengangkat tangan atau kaki,
kemungkinan kekuatan otot pasien ada di skala 0,1 atau 2. Minta
pasien menggeserkan tangan, jika tidak mampu menggeser berarti
kekuatan otot pasien ada di skala 1, jika pasien mampu bergeser
berarti kekuatan otot pasien ada di skala 2. Jika tidak mampu
bergeser dan tidak teraba kontraksi otot maka kekuatan otot pasien
adalah 0.

Skala Kekuatan Otot


Skala Penjelasan Klasifikasi
5 Pergerakan aktif mampu Normal
melawan tahanan
4 Pergerakan aktif tidak Kelemahan ringan
mampu menahan tahanan
3 Pergerakan aktif mampu Kelemahan sedang
melawan gravitasi
2 Pergerakan pasif , mampu ROM buruk
bergeser
1 Hanya mampu mengkontaksi Kelemahan berat
otot
0 Tidak ada kontraksi otot Paralisis

g. Integritas Kulit
Inspeksi adanya edema, suhu, dan warna kulit. Palpasi kulit
mengungkapkan adanya area yang lebih hangat yang menunjukkan
perfusi atau infeksi, teraba dingin (indikasi penurunan perfusi) dan
saat terjadi edema.
Kemerahan, perubahan warna kulit, dan adanya data penurunan
sirkulasi atau infeksi dapat mempengaruhi manajemen keperawatan
pasien dengan kondisi muskuloskeletal.

h. Status Neurovaskular
Perawat perlu mengkaji kelainan sistem neurovaskular pasien
(terutama pada pasien yang mengalami fraktur) karena adanya
kemungkinan pasien mengalami kerusakan jaringan dan persarafan.
Pada pasien fraktur komplikasi utama yang harus diperhtaikan
adalah resiko terjadinya sindrom kompartemen, yang terjadi karena
peningkatan tekanan kompartemen otot karena berkurangnya
sirkulasi ke area yang tertekan tersebut, mengakibatkan anoksia dan
nekrosis dari saraf dan otot pada area tersebut. Hal lain yang dapat
dikaji adalah refleks fisiologis setelah terjadinya injuri.

I. ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1. DS : Klien mengatakan Kondisi patologis Nyeri akut
(osteoporosis,neoplasma),
nyeri di daerah bahu
trauma langsung dan tidak
DO :
langsung
- Dilatasi pupil ↓
- Mengekspresikan FRAKTUR
prilaku merengek ↓
- Sikap melindungi area Cedera pada sel
nyeri ↓
- Deformitas pada Degenerasi sel mast
daerah trauma ↓
- Perubahan TD Pelepasan mediator kimia
(bradikini,serotonin dan
histamine)

Menstimulasi reseptor
nyeri di hepothalamus

Stimulasi di korteks
serebri

Nyeri dipersepsikan

Nyeri

Nyeri akut
2. DS : klien mengatakan FRAKTUR Hambatan mobilitas
kesulitan membolak- ↓ fisik
balikan posisi Cedera pada sel
DO : ↓
- Keterbatasan Trapi restrictif
kemampuan ↓
melakukan Hambatan mobilitas
keterampilan motorik Fisik
kasar
- Keterbatasan rentang
pergerakan sendi
- Tremor akibat
pergerakan
pergerakan lambat
- Ketidaksetabilan
postur
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
musculoskeletal , penurunan kekuatan otot, kerusakan integritas struktur
tulang dan program pembatasan gerak.
K. PATOFLOW
Kondisi patologis, Trauma langsung/tidak langsung
osteoporosis,neoplasma

Absorbs calcium ↓

Rentan fraktur FRAKTUR

Cedera pada sel

Degranulasi Terapi restrictif


sel mast ↓
↓ Hambatan mobilitas fisik
Pelepasan mediator kimia
(bradikinin, serotonin dan histamin)

Menstimulasi reseptor
Nyeri di hepothalamus
Stimulasi di korteks serebri

Nyeri di persepsikan

Nyeri

Nyeri akut
L. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa TUJUAN INTERVENSI AKTIVITAS
keperawatan (NOC) (NIC) (NIC)
Nyeri akut - Pain level Pain management - Lakukan pengkajian nyeri secara
berhubungan - Pain control komperhensif termasuk lokai,
dengan agen - Comfort level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
cedera fisik Setelah dilakukan tindakan dan fraktor presipitasi
asuhan keperawatan selama 2 - Observasi reaksi nonverbal dari
DS : klien x 24 jam di harapkan nyeri ketidaknyamanan
mengatakan nyeri berkurang - Gunakan teknik komunikasi teraupetik
pada daerah bahu Kriteria hasil : untuk mengetahui pengalaman nyeri
DO : - Mampu mengontrol nyeri - Pilih dan lakukan penanganan nyeri
- Melaporkan bahwa nyeri (farmakologi, non famakologi dan
- Dilatasi pupil
berkurang interpersonal)
- Mengekspresi
- Menyatakan rasa nyaman - Ajarkan tentang teknik non farmakologi
kan prilaku
setelah nyeri berkurang - Berikan analgetik untuk mengurangi
merengek
nyeri
- Sikap
Analgesic administration - Tentukan lokasi,karakteristik, kualitas,
melindungi
dan derajat nyeri sebelum pemberian
area nyeri obat
- Deformitas - Cek intruksi dokter tentang jenis
pada daerah obat,dosis dan frekuensi
trauma - Cek riwayat alergi
- Perubahan TD - Berikan analgesic tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesic pertama kali.
Hambatan - Joint movement : active Exercise therapy : - Monitoring vital sign sebelum/sesudah
mobilitas fisik - Mobility level ambulation latihan dan lihat respon klien setelah
berhubungan - Self care : ADLs latihan
dengan gangguan - Transfer Performance - Kaji kemampuan klien dalam
musculoskeletal , Setelah dilakukan tindakan mobilisasi
penurunan asuhan keperawatan selama - Latih klien dalam pemenuhan
kekuatan otot, 3x24 jam di harapkan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kerusakan meningkatnya mobilitas klien kemampuan
integritas struktur Kriteria hasil : - Ajarkan klien merubah posisi dan
tulang dan - Klien meningkat dalam berikan bantuan jika di perlukan
program aktivitas fisik -
pembatasan - Mengerti tujuan dan
gerak. peningkatan mobilitas
DS : klien - Bantu untuk mobilisasi
mengatakan
kesulitan
membolak-
balikan posisi
DO :
- Keterbatasan
kemampuan
melakukan
keterampilan
motorik kasar
- Keterbatasan
rentang
pergerakan
sendi
- Tremor akibat
pergerakan
pergerakan
lambat
- Ketidaksetabil
an postur
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth’s. (2005). Textbook of Medical-Surgical Nursing. 10th\


Edition. E-Book.
Dillon, P.M. (2007). Nursing Health Assessment: A Critical Thinking, Case
Studies Approach. Philadelphia: F.A Davis Company
Amin Huda Nurarif dan Hardhi Kusama. 2015. Diagnosa Medis Dan NANDA
NIC-NOC . Jogjakarta : Medication Jogja
Black, J.M, et al, Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing
Process Approach,4 th Edition, W.B. Saunder Company, 1993.
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR CLAVIKULA

DISUSUN OLEH :

NAMA : IRLAMUDDIN
NIM : SDK161014

CI LAHAN CI INSTITUSI

MAKING,S.Kep Ns,.M.Kes ERNI EKA SARI S.Kep,.M.Kes

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


DATU KAMANRE
T.A 2019/2020
RESUME KEPERAWATAN PADA AN “F” DENGAN DIAGNOSA
FRAKTUR CLAFIKULA DI RUANG OPERASI RSUD
SAWERIGADING PALOPO
TAHUN 2020

DISUSUN OLEH :

NAMA : IRLAMUDDIN
NIM : SDK161014

CI LAHAN CI INSTITUSI

MAKING,S.Kep Ns,.M.Kes NS. ERNI EKA SARI S.Kep,.M.Kes

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


DATU KAMANRE
T.A 2019/2020

Anda mungkin juga menyukai