Anda di halaman 1dari 5

Manik Angkeran adaIah putra seorang Brahmana bernama Sidhimantra.

Mereka tinggal di
Kerajaan Doha, Bali. Waktu itu, Pulau Bali belum berpisah dengan Pulau Jawa Manik
Angkeran adalah anak yang cerdas. Sayangnya, ia mudah dipengaruhi oleh teman-
temannya.

Suatu hari, Manik Angkeran melihat orang-orang yang sedang berjudi dan menyabung
ayam. Ia amat tertarik.

"Wah, tak perlu bekerja keras untuk bisa kaya. Cukup bermodalkan seekor ayam saja!"
pikirnya. Ia lalu pulang dan memecahkan celengannya untuk membeli seekor ayam jago
yang besar dan kuat.

Keesokan harinya, Manik Angkeran mulai menyabung ayam. Ternyata benar, ayamnya
selalu menang. Ia mendapatkan banyak uang. Manik Angkeran puas sekali. Esok ia akan
kembali lagi menyabung ayamnya. "Jika begini terus, aku bisa cepat kaya," pikirnya.

Ternyata tidak semudah itu. Pada hari kedua dan seterusnya, ayamnya mulai sering kalah.
Apalagi banyak ayam-ayam baru yang muncul di arena sobung ayam. Mereka
mengalahkan ayamnya dengan mudah. Dalam sekejap, uang Manik Angkeran pun ludes.
Ia bahkan harus berutang untuk membayar kekalahannya. Namun itu tidak membuatnya
jera. Ia terus berjudi dan menyabung ayam.

Lama-kelamaan, Manik Angkeran mencuri harta ayahnya untuk membayar utang-utangnya.


Sidhimantra yang mengetahui hal itu berkata, "Anakku, berjudi tak akan bisa membuatmu
kaya, justru akan membuatmu miskin. Berhentilah selagi belum terlambat."

Namun Manik Angkeran tidak peduli. Lambat laun, harta ayahnya pun habis untuk
membayar utang. Ia lalu merengek, "Ayah, tolonglah aku. Mereka akan membunuhku jika
aku tak membayar utang." Ayahnya mengheIa napas. Harta mereka sudah tak bersisa.
"Apa yang harus kulakukan untuk menolong anakku?" pikirnya. Ia tak mau anak semata
wayangnya itu mati sia-sia.

Sidhimantra berdoa memohon petunjuk pada Dewata. "Temuilah Naga Besukih di Gunung
Agung. Mintalah sedikit hartanya untuk membayar utang-utang anakmu," tiba-tiba
terdengar bisikan gaib. Sidhimantra pun bergegas menuju Gunung Agung untuk bertemu
dengan Naga Besukih.

Sesampainya di Gunung Agung, Sidhimantra membunyikan genta seperti petunjuk dalam


mimpinya. Naga Besukih yang mendengarnya pun keluar. "Siapa kau? Apa maksud
kedatanganmu?" tanya Naga Besukih.

"Aku Sidhimantra. Maksud kedatanganku adalah untuk meminta bantuanmu membayar


utang-utang anakku, Manik Angkeran. Hartaku sudah ia habiskan. Anakku akan dibunuh
jika tidak melunasi utang-utangnya," jawab Sidhimantra. Setelah berpikir sejenak, Naga
Besukih menyanggupi permintaan Sidhimantra. Ia masuk ke dalam guanya dan keluar
dengan membawa sejumlah emas dan batu permata. Sidhimantra mengucapkan terima
kasih dan berpamitan pulang.

Sidhimantra menyerahkan semua harta itu pada anaknya. "Pergilah dan lunasi semua
utangmu. Kini kau bisa memulai hidup baru," kata Sidhimantra. Namun Manik Angkeran
menggunakan harta itu untuk kembali berjudi. Ia terus berjudi sampai harta itu terkuras
habis. Ia kembali berutang untuk membayar kekalahannya dan kembali dikejar-kejar orang.

"Maaf Ayah, uang yang Ayah berikan padaku sudah habis. Kini aku berutang lagi, bahkan
dalam jumlah yang Iebih besar," rengek Manik Angkeran lagi pada ayahnya.

"Aku tak bisa menolongmu lagi. Aku sudah berusaha menolongmu, tapi kau malah melukai
perasaanku," kata Sidhimantra menahan marah.
Manik Angkeran bingung. Ia tak tahu harus meminta tolong pada siapa lagi. Saat melamun,
tiba-tiba matanya terpaku pada sebuah genta kecil. "Genta? Untuk apa genta ini? Apakah
genta ini laku kujual?" tanyanya dalam hati.

Manik Angkeran membawa genta itu ke pasar. Di sana ia bertemu temannya dan menunjukkan genta itu
padanya. "Manik, aku dengar genta ini adalah genta ajaib. Genta ini digunakan untuk memanggil Naga
Besukih yang tinggal di Gunung Agung. Barangkali ayahmu telah menemui Naga Besukih untuk meminta
harta?" tanya temannya.

"Hmm... benar juga. Pasti ayah mendapat harta itu dari Naga Besukih," kata Manik Angkeran. Manik
Angkeran tak mau menyia-siakan kesempatan. Ia segera mendaki Gunung Agung dan membunyikan
genta ajaib itu.

Naga Besukih menemui Manik Angkeran. "Maaf Naga Besukih. Namaku Manik Angkeran, putra dari
Sidhimantra. Bisakah aku meminta sedikit hartamu lagi untuk melunasi utangku?" tanya Man ik
Angkeran.

"Banyak sekali utangmu? Tapi baiklah, untuk terakhir kalinya, aku akan memberimu sedikit harta.
Setelah ini, kau tak boleh kesini lagi untuk meminta harta," jawab Naga Besukih.

Naga Besukih mengambil hartanya di dalam gua. Tanpa ia sadari, Manik Angkeran mengikutinya. Betapa
takjubnya Manik Angkeran, dalam gua itu terdapat setumpuk emas dan permata! Melihat semua itu,
timbul niat jahatnya. Ia ingin membunuh Naga Besukih dan menguasai hartanya. Ia menghunus pedang
dan menyabetkannya ke tubuh Naga Besukih. Naga Besukih terluka, la tak menyangka kalau Manik
Angkeran akan membunuhnya. Naga Besukih sangat marah dan menyemburkan api dari mulutnya.
Manik Angkeran ketakutan. Ia berusaha melarikan diri. Namun Naga Besukih dengan mudah
menangkapnya. Manik Angkeran pun terbakar api yang keluar dari mulut Naga Besukih. Tubuhnya
menjadi abu.
Sementara itu, Sidhimantra yang kehilangan gentanya, menyusul ke Gunung Agung. Ia yakin Manik
Angkeran yang mencurinya. Sesampainya di Gunung Agung, Sidhimantra melihat tubuh anaknya yang
telah menjadi abu. Dilihatnya Naga Besukih menggeliat-geliatkan tubuhnya dan mulutnya terus
menyemburkan api.

"Apa yang terjadi pada anakku?" ratap Sidhimantra. Naga Besukih menceritakan semuanya pada
Sidhimantra.

"Wahai Naga Besukih yang baik, sudikah kau menghidupkan putraku lagi? Berilah ia kesempatan untuk
memperbaiki dirinya," mohon Sidhimantra. Naga Besukih berpikir sebentar, lalu menjawab "Baiklah. Aku
akan menghidupkan putramu lagi. Namun, ia tak boleh pulang denganmu. la harus tinggal di sini dan
menjadi muridku. Aku akan mendidiknya agar menjadi orang yang baik dan berilmu."

"Apa pun yang kau lakukan, asal itu membuat anakku menjadi orang yang balk, maka lakukan," jawab
Sidhimantra.

Dengan kesaktiannya, Naga Besukih menghidupkan kembali Manik Angkeran. "Ampuni aku Ayah,
ampuni aku Naga Besukih. Aku berjanji tidak akan mengulangi lagi semua kelakuan burukku," kata
Manik Angkeran.

"Kami mengampunimu, anakku. Tapi kau tak bisa pulang bersama Ayah. Kau harus memulai hidup baru
di sini bersama Naga Besukih yang akan mendidikmu," jawab Sidhimantra.

Kemudian Sidhimantra mengeluarkan tongkat dan membuat garis yang memisahkan dirinya dengan
anaknya. Tiba-tiba, dari garis itu keluar air yang makin lama makin deras. Gunung Agung pun terpisah
dari sekitarnya. Genangan air itulah yang kemudian dikenal dengan Selat Bali yang memisahkan Pulau
Bali dan Pulau Jawa.
Pesan moral dari Cerita Rakyat Bali Manik Angkeran untukmu adalah Patuhi nasihat orangtuamu.
Perkataan mereka pastilah yang terbaik untukmu. Jauhilah berjudi karena tidak akan menguntungkanmu
justru nakan membawa banyak kerugian dan malapetaka di waktu yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai