Anda di halaman 1dari 7

DAMPAK MODIFIKASI HUTAN TERHADAP KERAGAMAN

HAYATI KUPU-KUPU DI GUNUNG SLAMET


JAWA TENGAH

(Impact Of Forest Modification on Butterfly Diversity in Mount


Slamet, Central Java)
October 5, 2009 ·

Oleh : Imam Widhiono

Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

ABSTRACT

Butterflies have been known as insect group which have high sensitivity to habitat
modification. The aims of the research was to know the impact of forest modification at
Mount Slamet on the butterfly diversity and abundance. The result revealed that secondary
and plantation forest still support higher diversity of butterfly than agroforet and recreation
forest. This research also obtain 105 species of butterfly from 8 family. Rank abundance
model of the butterfly no significant difference with a truncated log normal model.

Keyword: Forest modification,Butterfly, diversity, abundance, lognormal

ABSTRAK

Kupu-kupu telah lama dikenal sebagai kelompok serangga yang mempunyai tingkat
sensivitas yang tinggi terhadap perubahan habitat. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui
dampak modifikasi hutan di Gunung Slamet terhadap keragaman dan kelimpahan kupu-kupu.
Hasil penelitian menunjukan bahwa hutan sekunder dan hutan tanaman masih mendukung
keragaman kupu-kupu dibanding hutan pertanian dan hutan wisata. Di Gunung Slamet masih
ditemukan 105 spesies kupu-kupu dari 8 famili. Model kelimpahan kupu-kupu tidak berbeda
nyata dengan model log-normal.

Kata kunci : modifikasi hutan, kupu-kupu, keragaman, kelimpahan, log-normal

Pendahuluan

Sebagian besar hutan di Jawa telah mengalami modifikasi , baik sebagai hutan tanaman atau
hutan produksi, hutan wisata, maupun tumpang sari dengan pertanian (Whitten, et al., 1997).
Perubahan struktur hutan dari hutan alam menjadi hutan tanaman maupun hutan lain diduga
berdampak terhadap perubahan ekosistem yang pada akhirnya berdampak pada keragaman
hayati flora maupun faunanya (Wagner, et al., 1998). Dibanding dengan hutan alam, hutan
tanaman diduga mempunyai keragaman hayati yang lebih rendah, namun demikian informasi
tentang peran hutan tanaman terhadap konservasi keragaman hayati masih kurang (Friend,
1982).

Kupu-kupu (Lepidoptera), telah lama dianggap sebagai indikator kerusakan habitat hutan,
baik di daerah tropis maupun sub tropis (Kremen, 1992). Hal ini terutama disebabkan oleh
kenyataan bahwa stadia larva maupun dewasa kupu-kupu sangat bergantung pada keragaman
tanaman inang, sehingga memberikan hubungan yang erat antara keragaman kupu-kupu
dengan kondisi habitatnya (Erlich, 1984). Selain itu juga kupu-kupu sangat sensitive terhadap
perubahan faktor lingkungan yang biasanya terjadi pada saat terjadinya perubahan struktur
hutan, serta mudah di sampling dalam jumlah besar dan secara taxonomi paling lengkap
(Brown, 1991, New, 1991, Sparrow, et al., 1994). Sifat tersebut menjadikan kupu-kupu
sebagai indikator kerusakan habitat hutan yang populer di daerah tropis. Di Asia Tenggara,
keragaman kupu-kupu telah banyak diteliti sebagai alat pembanding kondisi hutan yang telah
ditebang dan hutan alam.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kekayaan spesies kupu-kupu di Gunung
Slamet dan keragaman spesiesnya sebagai dampak dari modifikasi hutan yang terjadi.

Materi dan Metode

Penelitian ini dilakukan di kawasan hutan KBPH Gunung Slamet Timur, KPH banyumas
Timur yang meliputi kawasan hutan di Baturaden (Banyumas) dan Serang (Purbalingga) dari
ketinggian 800 m dpl sampai 1200 m dpl., dengan tipe hutan : Hutan Alam Kayu Lain, Hutan
Tanaman, Hutan Wisata dan Hutan Pertanian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus
2000 sampai dengan Januari 2001 dan bulan Agustus 2001 sampai dengan Januari 2002.

Penelitian ini menggunakan metode survey dengan purposif random sampling.Pengambilan


sampel kupu-kupu dilakukan pada suatu line transect sepanjang 500 m dengan lebar 10 m
yang melintang pada setiap habitat (type hutan). Pengambilan sampel dilakukan mulai dari
jam 9.00 sampai dengan jam 12.00 dan dilanjutkan pada jam 13.00 sampai dengan 15.00 wib
setiap bulan selama penelitian, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan hasil maksimal.
Sampel kupu-kupu didapatkan dengan menggunakan jaring serangga (hand netting /fung net).

Kupu-kupu dari familia Papilionidae, Pieridae, Nymphalidae, Satyridae, Amathusidae,


Danaidae, Riodinidae dan Lycaenidae di identifikasi dengan menggunakan buku Butterfly of
the Oriental Region Part I-III (D’Abrera, 1982,1985, 1986).

Diversitas kupu-kupu dianalisa dengan menggunakan program EstimateS 6.01b


(Colwell,2000). Program ini dapat menghitung estimator kekayaan spesies (ACE,ICE dan
Chao1) indeks diversitas Fisher’s alpha, Shannon-Winner, dan Simspson, dan indeks
kesamaan Morisita- Horn (Margurran, 1988).

Selain dilakukan penghitungan indeks diversitas, dilakukan juga penghitungan model


distribusi kelimpahan species dengan menggunakan program Logserie dan Lognormal yang
terdapat pada Krebs (1999). Model lognormal biasanya terdapat pada komunitas alami yang
masih baik dan relatif stabil, sedangkan model logserie mencirikan adanya perubahan
ekosistem atau jumlah spesies yang sedikit ( Margurran, 1988; Tokeshi, 1993; Hill and
Hammer, 1995).

Hasil dan Pembahasan

Selama periode pengambilan sample dari bulan Agustus 2000 sampai dengan Januari 2001
dan dari bulan Agustus 2001 sampai dengan Januari 2002 ditemukan 105 spesies kupu-kupu.
Perbandingan kelimpahan kupu-kupu pada tingkat familia menunjukan dominasi pada familia
Nymphalidae (31 spesies, 28,7%), diikuti oleh familia Pieridae dan Lycaenidae masing-
masing 18 spesies (16,6%), familia Papilionidae dengan 13 spesies (12,3%), familia
Danaidae dengan 6 spesies (5,5%) dan familia Amathusidae dan Riodinidae massing-masing
4 spesies (3,7%).

Jumlah total spesies yang tercatat pada lereng selatan gunung Slamet, secara relativ lebih
rendah, atau hanya 18% jika dibandingkan dengan jumlah kupu-kupu yang diduga masih ada
di Jawa yaitu 620 spesies (Whitten et al.,1997). Namun demikian jika perbandingan pada
tingkat familia, kupu-kupu di Gunung Slamet lebih tinggi (8 familia) dibanding hanya 5
familia di Taman Nasional Gunung Halimun, Jawa Barat (Kurniawan, et al.,2002). Kekayaan
spesies kupu-kupu yang ditemukan di Gunung Slamet ternyata masih lebih tinggi
dibandingkan dengan ditempat lain di Indonesia seperti, Pulau Krakatau (60 spesies)(Bush
and Whitaker, 1991), hutan Puronumbo, Sumba (50 spesies) (Hammer, et al.,1997) dan pulau
Buru (49 spesies) (Hill, et al.,1995. Berdasarkan daerah penyebarannya, 105 spesies kupu-
kupu yang terdapat di Gunung Slamet, 10 spesies adalah endemik Jawa, 33 spesies khusus
berhabitat di hutan dan 62 spesies merupakan kosmopolit yang tersebar luas di seluruh daerah
Oriental Region (D’Abrerra, 1986).

Pola kelimpahan komunitas kupu-kupu di empat habitat yang diteliti, hutan alam kayu lain,
hutan tanaman, hutan wisata dan hutan pertanian tidak menujukan perbedaan yang nyata
dengan pola distribusi lognormal (Gambar 1). Pola distribusi lognormal merupakan pola yang
umum terjadi pada komunitas alami yang dicirikan oleh jumlah spesies yang berlimpah,
habitat relatif stabil, dan komunitas bervariasi (Margurran, 1988, Tokeshi, 2000). Hasil ini
berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hill et al.(1995) di pulau Buru yang
menunjukan bahwa penebangan hutan menghasilkan pola kelimpahan species kupu-kupu
dengan logserie, tetapi sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hamer, et
al.,(1995) di pulau Sumba.

Hasil penangkapan kupu-kupu yang telah dilakukan di lereng selatan Gunung Slamet
menunjukan bahwa kekayaan spesies dan diversitasnya paling tinggi di hutan alam kayu lain
dibanding ketiga habitat lainnya dan menurun secara nyata dari hutan alam kayu lain sampai
ke hutan pertanian. Namun demikian rata-rata spesies per sampel tidak menunjukan beda
nyata (Kruskal-Wallis test H(3,N=24)=0,79 dan p= 0,9946). Nilai indeks kesamaan Morisita-
Horn, menunjukan komposisi spesies pada hutan alam kayu lain mempunyai kesamaan
sebesar 82% dengan hutan tanaman, sedangkan hutan wisata mempunyai kesamaan 68%
dengan hutan pertanian.
Gambar 1. Rank model kelimpahan spesies kupu-kupu pada habitat hutan alam kayu lain,
hutan tanaman, hutan wisata dan hutan pertanian di lereng selatan Gunung Slamet

Figure 1. Rank abundance model of butterfly species at secondary forest, plantation forest,
recreational forest and agroforest at southern slope og Mount Slamet.

Hasil tersebut terutama disebabkan oleh kesamaan struktur habitat antara hutan alam kayu
lain dengan hutan tanaman dan hutan wisata dengan hutan pertanian. Hutan tanaman tampak
memiliki heterogenitas dan keragaman tingkat suksesi tumbuhan dan bukaan hutan,
sedangkan pada hutan alam kayu lain didominasi oleh tumbuhan pada tingkat suksesi lanjut.

Tabel 2. Parameter diversitas kupu-kupu pada empat tipe habitat hutan di lereng selatan
Gunung Slamet, dihitung berdasarkan pool data set menggunakan program EstimateS 6.01b
(Colwell,2000)

Table 2. Diversity parameters of Butterfly at four habitat type at southern slope of Mount
Slamet, calculated with pool data set using EstimateS 6.01b (Colwell,2000)

Parameter Hutan Tanaman HAKL Hutan Wisata Hutan Pertanian


Speises 62 64 47 38
Fisher’s Alpha 21,4 ± 5,6 23,1 ± 3,6 15,9 ± 4,7 14,1 ± 2,7
Shannon (H) 3,5 ± 0,2 3,6 ± 0,3 3,2 ± 0,3 3,0 ± 0,1
Simpson (D) 32,9 ± 9,7 34,6 ± 1,1 25,5 ± 2,5 22,7 ± 4,8
ACE 57,9 ± 15 61,7 ± 12 42,4 ± 12,3 34,9 ± 7,8
Chao 1 61,6 ± 15,7 67,4 ± 3,7 50,4 ± 4,7 41,2 ± 11,3

Catatan : HAKL (Hutan Alam Kayu Lain)

Tingginya keragaman kupu-kupu di hutan alam kayu lain mendukung pandangan bahwa
kondisi mikrohabitat dan struktur vegetasi yang dihasilkan oleh gangguan berskala kecil
(small scale disturbance) sangat mendukung keberadaan sebagian besar spesies kupu-kupu (
Hamer and Hill, 1999; Moilanen and Hanski, 1998; Raguso and Lorente-Bosquets, 1990;
Spitzer, et al.,1993). Seperti telah banyak diketahui bahwa gangguan berskala kecil sampai
sedang umumnya berpengaruh positive terhadap kekayaan spesies kupu-kupu (Denslow,
1987). Kondisi habitat pada hutan alam kayu lain dan hutan tanaman kemungkinan juga
karena adanya spesies luar (species exotic). Spitzer et al., (1993), Hill, et al.,(1995). Pada
hutan wisata dan hutan pertanian ternyata mempunyai keragaman spesies yang lebih
rendah rendah dibanding dua habitat hutan yang lain. Komunitas kupu-kupu yang ada pada
hutan wisata dan hutan pertanian hanya terbatas pada spesies yang menyukai lahan terbuka,
sedangkan spesies lain tidak dapat beradaptasi dengan kondisi yang berubah (Willot, et
al.,2000).

Secara umum kupu-kupu sangat peka terhadap perubahan struktur vegetasi dan perubahan
fisik lingkungan yang menyertainya (Erhardt, 1985; Gardner, et al., 1995; Wood and Gilman,
1998 ) dan menyebabkan penurunan keragamannya (Holloway, 1987;1992). Namun
demikian beberapa penelitian menunjukan bahwa gangguan habitat hutan meyebabkan
perubahan yang tidak nyata (Wolda, 1987) atau bahkan meningkatkan keragaman (Ragusso
and Llorente-Bosquets,1990; Hill, et al.,1995; Hammer, et al., 1997; Spitzer, et al., 1997).
Sedangkan penurunan keragaman dan kelimpahan kupu-kupu akibat modifikasi hutan
ditemukan di Kalimantan (Hill, et al.,1995, Holloway, 1987; Schulze and Fiedler, 1998) di
pulau Buru (Hammer, et al., 1995.) di pulau Sumba (Hill, et al., 1997)) di Sulawesi Tengah
(Schulze, et al., 2003) di Thailand (Ghazoul,2002), di Ivory Coast (Fermon, et al., 2000) dan
di Kamerun (Strok, et al.,2003).

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa keragaman kupu-kupu tertinggi


terdapat di hutan alam kayu lain yang merupakan type hutan sekunder dan menurun sejalan
dengan meningkatnya kerusakan hutan, dengan demikian kupu-kupu dapat dijadikan
indikator kerusakan hutan di Gunung Slamet.

Daftar Pustaka

Bush, M.B. and Whitaker, R.J. 1991. Krakatau : colonization patterns and hierarchies.

Journal of Biogeography, 18, 341-356.

Colwell, R.K. 2000. EstimateS: Statistical estimation of species richness and shared

species from samples. Version 6.01b. User’s guide and application published at :
Http://viceroy.eeb.ucon.edu/estimates.

D’Abrerra, B. 1982. Butterflies of the Oriental Region. Part I. Papilionidae, Pieridae

and Danaidae. Hill-House, Victoria.

D’Abrerra, B. 1985. Butterflies of the Oriental Region. Part II. Nymphalidae, Satyridae

and Amathusuidae. Hill-House. Melbourne.

D’Abrerra, B. 1986. Butterflies of the Oriental Region. Part III. Lycaenidae and

Riodinidae. Hill-House. Melbourne.

Denslow, J.S.1987. Tropical rainforest gaps and tree species diversity. Annual Review

of Ecology and Systematics.18, 431-451.

DeVries, P.J., Walla, T.R. and Greeney, H.1999. Specise diversity in spatial and

temporal dimensions of fruit-feeding butterflies from two Equadorian raiforest.

Biological Journal of Linnean Society. 63, 333-353.

Fermon,H., Waltert, M., Larsen, T.B., Dall’Asta, U., and Muhlenberg, M.2000. Effects

of forest management on diversity and abundannce of fruit-feeding Nymphalids butterflies in


south-eastern Cote de Ivory. Journal of Insect Conservation. 4, 177-183.
Ghazoul, J. 2000. Impact of logging on the richness and diversity of forest butterflies in

tropical dry forest in Thailand. Biodiversity and Conservation. 11, 521-541.

Hammer, K.C., Hill, J.K., Lace, L. A. and Langan, A. M. 1997. Ecological and

biogeographical effects of forest disturbance on tropical butterflies of Sumba, Indonesia.


Journal of Biogeography, 24, 67-75.

Hill, J.K., Kramer, K.C., Lace, L.A. and Banham, W.M.T.1995. Effects of selective

logging on tropical forest butterflies on Buru, Indonesia. Journal of Applied Ecology. 32,
754-760.

Holloway, J.D.,Kirk-Spriggs, A.H. and Khen, C.V.1992. The response of some

rainforest insect groups to logging and conversion to plantation. Phil.Trans. R. Soc. London,
B 335, 425-436.

Krebs, J.C. 1999. Ecology : The Experimental analysis of distributions and abundance.

5th ed. Harper and Row Publisher.

Kurniawan, Y. Sugiri, N., Atmowidi, A. dan Purwasti,T.S. 2000. Keragaman

Lepidoptera di Gunung Kendeng dan Gunung Botol Taman Nasional Gunung


Halimun.Prosiding Peneltitian dan Konservasi Keragaman Hayati di Indonesia (VIII). BCP-
JICA, Bogor.

Margurran, A.E 1988. Ecological Diversity and it’s measurement. Princeton University

Press. Princeton.

Moilanen, A. and Hanski, I.1998. Metapopulation dynamics: effects of habitat quality

and landscape structure. Ecology. 79(7), 2503-2515s

Schulze,C.H., and Fiedler,K.1998. Habitat preferences and flight activity of Morphinae

butterflies in a Bornean rain forest, with a note on sound production by adult Zeuxidia
(Lepidoptera: Nymphalidae). Malay. Nat. J. 52, 163-176.

Spitzer,K.Jaros, J., Havelka,J. and Leps, J.1997. Effects of small scale disturbance on

butterfly communities of an Indochinese montane rainforest. Biological Conservation, 80, 9-


15.

Stork, N.E., Srivastava,D.S., Watt,A.D. and Larsen, T.B. 2003. Butterfly diversity and
silvicultural practice in lowland rain forest of Cameroon. Biodiversity and Conservation, 12,
387-410.

Tokeshi, M.1993. Species abundance patterns and community structure. Advance in

Ecological Research, 24, 111-185.

Wagner,R.G., Flynn, J., Gregory, R.,Metz,C.K. and Slovic, P. 1998. Acceptable

practices in Ontario’s forest : differences between the public and forestry professionals. New
Forester, 16, 139-154.

Whitten, T., Soeriaatmadja, R.E. and Arief, S.A.1997. The ecology of Java and Bali.

The Ecology of Indonesia series. Vol. II, Oxford University Press. London.

Willot, S.J., Lim, D.C. and Sutton, S.L.2000. Effects of selective logging on the

butterflies of a Bornean rainforest. Conservation Biology, 14, 1055-1065.

Anda mungkin juga menyukai