Anda di halaman 1dari 20

PRESENTASI KASUS

HEMATEMESIS MELENA

Disusun oleh:
Yana Dwi Suciati
NPM 1102015247

Pembimbing:
dr. Asyraf, Sp.PD

KEPANITRAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD KABUPATEN BEKASI
PERIODE APRIL- JUNI 2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... 1


DAFTAR ISI...................................................................................................................... 2
BAB I PRESENTASI KASUS ......................................................................................... 3
I. IDENTITAS PASIEN ......................................................................................... 3
II. ANAMNESIS ...................................................................................................... 3
III. PEMERIKSAAN FISIK ...................................................................................... 4
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG ........................................................................ 7
V. RESUME ............................................................................................................. 8
VI. DAFTAR PERMASALAHAN ........................................................................... 8
VII. DIAGNOSIS KLINIS ......................................................................................... 9
VIII. DIAGNOSIS BANDING .................................................................................... 9
IX. PERENCANAAN ............................................................................................... 9
X. PROGNOSIS ..................................................................................................... 10
BAB II ANALISA KASUS ............................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 20

2
BAB I

PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 55 tahun
Alamat : Kp. Bulak Indah, Karangasih, Cikarang Utara
Agama : Islam
Pekerjaan : Penjual Jamu Keliling
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal Masuk RS : 9 Mei 2019

II. ANAMNESIS
Anamnesis menggunakan teknik autoanamnesis pada tanggal 11 Mei 2019 di
Bangsal Anggrek I RSUD Kabupaten Bekasi.
A. Anamnesis
Keluhan Utama : Muntah darah
Keluhan Tambahan : BAB hitam, nyeri di ulu hati, mual dan lemas.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi pada tanggal 9
Mei 2019 pukul 20.37 dengan keluhan muntah darah sejak 2 jam sebelum
masuk rumah sakit (SMRS). Pasien muntah sebanyak 3 kali. Muntah
darah berwarna kehitaman seperti kopi dan setiap kali muntah sebanyak
± 1 gelas aqua.
Pasien mengatakan terdapat keluhan buang air besar (BAB)
berwarna hitam seperti ter dengan konsistensi cair dan lengket, BAB
sebanyak 3 kali dirasakan 2 hari yang lalu. Pasien merasakan nyeri di ulu
hati seperti ditusuk-tusuk dan tidak menjalar sejak ± 1 minggu SMRS.

3
Nyeri ulu hati tidak berkurang setelah makan. Keluhan disertai mual dan
lemas. Tidak terdapat demam dan gangguan buang air kecil (BAK).
Diketahui pasien memiliki riwayat penyakit maag sejak 3 tahun
yang lalu. Pasien mengatakan 2 hari sekali mengonsumsi jamu asam urat
sejak 1 tahun yang lalu dan sering meminum neo rheumacyl. Pasien
memiliki kebiasaan makan tidak teratur, biasa makan pagi dan sore
dalam jumlah yang sedikit. Pasien gemar memakan makanan pedas dan
berlemak. Riwayat penggunaan alkohol disangkal. Tidak ada keluhan
sulit menelan, tidak ada rasa panas seperti terbakar di dada, tidak ada
riwayat sakit kuning dan penurunan berat badan. Pasien memiliki riwayat
hipertensi. Penyakit jantung dan diabetes melitus disangkal.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Riwayat
penyakit maag (+), hipertensi (+), diabetes mellitus, infeksi paru dan
penggunaan OAT, hepatitis, serta penyakit jantung disangkal.

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal seperti ini. Riwayat
diabetes mellitus, hipertensi dan penyakit jantung disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK


1) Pemeriksaan Umum :
1. Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
2. Kesadaran : Composmentis E4 M6 V5 (GCS: 15)
3. Tanda Vital
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Heart Rate : 87 x/menit
Respiration Rate : 21 x/menit
Suhu : 36,20C
SpO2 : 99%

4
2) Pemeriksaan Khusus :
1. Kulit
Warna coklat, turgor baik
2. Kepala
Normocephal, rambut tidak mudah dicabut dan berwarna hitam
3. Mata
Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokhor,
reflex cahaya langsung (+/+)
4. Telinga
Tidak ditemukan kelainan bentuk dan tidak ada sekret yang keluar
dari liang telinga
5. Hidung
 Tidak ada pernafasan cuping hidung
 Tidak ditemukan kelainan bentuk pada hidung
 Tidak ada sekret yang keluar dari liang telinga
6. Mulut
 Bibir tidak sianosis
 Faring tidak hiperemis
 Perdarahan gusi (-)
7. Leher
 Trakea medial
 Pembesaran kelenjar getah bening (-)
 Jugular Venous Pressure (JVP) : R+2
8. Thorax
a. Paru
 Inspeksi : Normochest, pergerakan statis dan dinamis
dinding dada simetris kanan & kiri, retraksi
intercostal (-)
 Palpasi : Fremitus taktil dan vokal simetris pada kedua
lapang paru. Nyeri tekan (-)

5
 Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru.
Batas Paru Hati: Linea Midklavikularis 6, 2 jari
 Auskultasi : Vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

b. Jantung
 Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Pulsasi iktus cordis teraba pada linea
midklavikularis sinistra ICS 5, 1 jari ke medial,
tidak ada vibrasi.
 Perkusi :
- Batas jantung kanan : Linea sternalis dextra ICS 5
- Batas jantung kiri : Linea midklavikularis sinistra
ICS 5, 1 jari ke medial
- Batas pinggang jantung : Linea parasternalis sinistra ICS 3
 Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni regular
Bunyi jantung tambahan (-)
9. Abdomen
 Inspeksi : Abdomen datar, sikatrik (-), caput medose (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), undulasi (-),
hepar dan lien tidak teraba
 Perkusi : Timpani pada lapang abdomen, shifting dullness (-)
10. Ekstremitas
Akral hangat, capillary refill time (CRT) < 2 detik, tidak ada edema

6
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan :
Laboratorium (09 April 2019)

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin LL 3,4 g/dL 12.0 – 16.0
Hematokrit LL 12 % 38.0 – 47.0
Eritrosit L 2.25 10^6/µL 4.20 -5.40
MCV L 51 fL 80 – 96
MCH L 15 pg/mL 28 – 33
MCHC L 30 g/dL 33 – 36
Trombosit H 475 10^3/ µL 150 – 450
Leukosit H 17.5 10^3/ µL 5.0 – 10.0

Hitung Jenis
Basofil 0 % 0.0 – 1.0
Eosinofil 1 % 1.0 – 6.0
Neutrofil H 75 % 50 – 70
Limfosit L 19 % 20 – 40
Monosit 5 % 2–9
Laju Endap Darah H 58 mm/jam < 15

KIMIA KLINIK
Ureum Kreatinin
Ureum H 79 mg/dL 13 – 43
Kreatinin H 1,1 mg/dL 0.51 – 0.95
eGFR L 56,7 mL/min/1.73 > 60
m^2

7
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Paket Elektrolit
Natrium L 129 mmol/L 135 – 145
Kalium 3.7 mmol/L 3.4 – 4.4
Klorida 96 mmol/L 96 - 106
SGOT (AST) 16 U/L < 32
SGPT (ALT) 12 U/L < 31
Glukosa Sewaktu 145 mg/dL 80 - 170

V. RESUME
Seorang perempuan berumur 55 tahun datang dengan keluhan
muntah darah berwarna hitam 2 jam SMRS. Muntah darah sebanyak 3 kali
dan setiap kali muntah ± 1 gelas Aqua. Keluhan disertai dengan BAB hitam,
nyeri ulu hati, mual dan lemas. Riwayat penyakit maag (+) sejak 3 tahun yang
lalu.
Pada pemerikaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, nyeri tekan
epigastrium (+) dan pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia (Hb 3,4 g/dL), penurunan
hematokrit (Ht 12%), eritosit (2.25 x 10^6/µL), MCV (51 fL), MCH (15
pg/mL), dan MCHC (30 g/dL). Didapatkan juga trombositosis (475.000/ µL),
leukositosis (17.500/µL), peningkatan LED (58 mm/jam), ureum (79 g/dL)
dan kreatinin (1,1 g/dl) serta penurunan laju filtrasi glomerulus (56,7
mL/min/1.73 m^2) dan hiponatremia (Na 129 mmol/L).

VI. DAFTAR PERMASALAHAN


 Hematemesis melena
 Anemia
 Trombositosis
 Leukositosis
 Hiponatremia

8
VII. DIAGNOSIS KLINIS
 Hematemesis melena ec ulkus peptikum
 Anemia hipokromik mikrositer ec perdarahan saluran cerna bagian atas

VIII. DIAGNOSIS BANDING


 Hematemesis melena ec gastritis erosiva
 Hematemesis melena ec varises esofagus
 Hematemesis melena ec ca gaster

IX. PERENCANAAN
1. Rencana Diagnostik
 Endoskopi
 USG abdomen
 Urea Breath Test
 Morfologi Darah Tepi

9
2. Terapi

Tabel 2. Terapi Pada Pasien


Terapi IGD Terapi di Anggrek

 IVFD NaCL 0,9% / 8 jam  IVFD NaCl 0,9% / 8 jam


 Inj Ranitidine 50 mg  Aminofluid 500 ml/24 jam
 Inj. Ondancetrone 4 mg  Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr
 Inj. Asam Traneksamat  Inj. Omeprazole 2 x 40 mg
 Inj. Vitamin K  Inj. Asam Traneksamat 3 x
 NGT dekompresi 500 mg
 Inj. Vitamin K 3 x 1
 Inj. Ondancetrone 3 x 4 mg
 Sucralfat syrup 3 x 10 ml
 Transfusi PRC 500 cc sampai
Hb > 10
 Diet bubur rendah lemak 1500
kkal

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam

10
Follow Up
Tabel 3. Follow Up Pasien
11 Mei 2019 12 Mei 2019 13 Mei 2019
S/ pasien mengatakan S/ pasien mengatakan S/ pasien mengatakan
lemas. BAB hitam (-), lemas. BAB hitam (-), lemas, BAB hitam (-),
muntah darah (-). muntah darah (-). muntah darah (-).
O/ Keadaan umum: O/ Keadaan umum: O/ Keadaan umum:
tampak sakit sedang, tampak sakit sedang, tampak sakit sedang,
kesadaran: kesadaran: kesadaran
composmentis, TD: composmentis, TD: composmentis, TD:
130/70 mmHg, N: 87 141/89 mmHg, N: 98 120/60 mmHg, N: 93
x/menit, RR: 21 x/menit, RR: 20 x/menit, suhu: 37,20C,
x/menit, suhu: 36,20C, x/menit, suhu: 36,30C, RR: 20 x/menit, SpO2:
SpO2: 99%. SpO2: 98%. 96%.
Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan Fisik:
Akral hangat, turgor Akral hangat, turgor Akral hangat, turgor
elastis. elastis. elastis.
A/ Gangguan perfusi A/ Gangguan perfusi A/ Gangguan perfusi
jaringan perifer, nutrisi jaringan perifer, nutrisi jaringan perifer, nutrisi
P/ Observsi TTV, P/ Observsi TTV, P/ Observsi TTV,
H2TL/hari, transfusi H2TL/hari, transfusi H2TL/hari, transfusi
PRC 500 cc/hari sampai PRC 500 cc/hari PRC 500 cc/hari sampai
Hb 10 g/dL, kontrol sampai Hb 10 g/dL, Hb 10 g/dL, kontrol
gizi. kontrol gizi. gizi.

11
Tabel 4. Follow Up Hasil Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Tanggal 11 Mei 2019 Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin 4.5 g/dl 12-16 g/dL
Hematokrit 15 % 38-47 %
Trombosit 336.000 150-400 ribu/ µL
Leukosit 10.6 5-10 ribu / µL

Jenis Tanggal 12 Mei 2019 Nilai Normal


Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin 4.6 g/dl 12-16 g/dL
Hematokrit 14 % 38-47 %
Trombosit 276.000 150-400 ribu/ µL
Leukosit 16.4 5-10 ribu / µL

Jenis Tanggal 13 Mei 2019 Nilai Normal


Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin 5.1 g/dl 12-16 g/dL
Hematokrit 16 % 38-47 %
Trombosit 259.000 150-400 ribu/ µL
Leukosit 9.1 5-10 ribu / µL
Ureum 18 13 – 43 mg/dL
Kreatinin 0.6 0.51 – 0.95 mg/dL
Egfr 102.9 > 60 mL/min/1,73
Anti HCV Non reaktif Non reaktif
HBsAg Non reaktif Non reaktif

12
BAB II

ANALISA KASUS

1. Apakah penegakan diagnosis pada pasien ini sudah benar?


Secara terminologi atau definisi pendarahan saluran cerna bagian atas
adalah pendarahan saluran makanan dari Ligamentum Treitz bagian proksimal.
Kemungkinan pasien datang dengan 1) anemia defisiensi besi akibat
pendarahan tersembunyi yang berlangsung lama, 2) hematemesis dengan atau
tanpa melena disertai dengan atau tanpa anemia dan gangguan hemodinamik.
Cara praktis membedakan perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) atau
saluran cerna bagian bawah (SCBB). 1
Tabel 4. Perbedaan perdarahan SCBA dan SCBB
Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB
Manifestasi klinik pada Hematemesis dan/ Hematokezia
umumnya melena
Aspirasi nasogastrik Berdarah Jernih
Rasio (BUN/Kreatinin) Meningkat >35 <35
Auskultasi usus Hiperaktif Normal

Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan hematemesis, muntahan


seperti kopi karena berubahnnya darah oleh asam lambung. Keluhan juga
disertai melena, feses berwarna hitam dan lengket. Pada aspirasi nasogatrik
didapatkan cairan yang keluar seperti kopi sebanyak 600 cc. Rasio
BUN/kreatinin meningkat (71,8) yang memungkinkan perdarahan terjadi pada
SCBA.
Di Indonesia kejadian perdarhan SCBA yang sebenarnya di populasi
tidak diketahui. Berbeda di negara barat dimana perdarahan karena ulkus
peptikum menempati urutan terbanyak, maka di Indonesia perdarahan karena
rupture varises gastroesofagus merupakan penyebab tersering 50-60%, gastritis
erosiva sekitar 30%, ulkus peptikum sekitar 10-15% dan karena sebab lainnya
< 5%. Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa perdarahan yang terjadi
karena pemakaian jamu rematik menempati urutan terbanyak sebagai

13
penyebab perdarahan SCBA yang datang ke UGD RS Hasan Sadikin.
Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi yaitu sekitar 25%, kematian pada
penderita ruptur varises bisa mencapai 60% sedangkan kematian pada
perdarahan non varises sekitar 9-12%.2

Gambar 1. Penyebab Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas


(Sumber: Wilkins et al, 2012)

Hematemesis adalah muntahan darah dari saluran cerna bagian atas,


bisa dalam bentuk segar atau berubah warna menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti
butiran kopi tercampur enzim dan asam lambung. Melena merupakan keluarnya
kotoran berwarna hitam yang meyerupai aspal, biasanya disebabkan oleh perdarahan
akut oleh saluran cerna bagian atas, tetapi terkadang akibat perdarahan di dalam usus
halus atau disisi kanan kolon. 1,3
Ulkus peptikum merupakan salah satu penyebab perdarahan saluran
cerna bagian atas yang kerap dijumpai dan merupakan penyebab penting
terjadinya perdarahan masif. Ulkus peptikum seringkali disertai oleh nyeri
epigastrium. Faktor-faktor etiologi penting meliputi infeksi Helicobacter
pylori (90% dari ulkus duodenum, 60% dari ulkus lambung) dan penggunaan

14
NSAID seperti aspirin. Pada ulkus peptikum pasien biasanya mengalami
keluhan dispepsia kronik, namun penting diketahui bahwa ulkus peptikum
penggunaan NSAID sering tidak bergejala dan baru dapat diketahui setelah
terjadi komplikasi seperti perdarahan atau perforasi saluran cerna. Pada
gastritis erosiva secara endoskopi adanya perdarahan subepitelial dan erosi
yang merupakan erosi pada mukosa, jadi tidak mengakibatkan perdarahan yang
masif. 1,3,4
Pada semua pasien dengan tanda-tanda SCBA atau yang asal
perdarahannya masih meragukan pemeriksaan endoskopi merupakan prosedur
pilihan. Tujuan pemeriksaan endoskopi selain menemukan penyebab dan asal
perdarahan, juga untuk menentukan aktivitas perdarahan. Forest membuat
klasifikasi perdarahan ulkus peptikum atas dasar temuan endoskopi. 1

Tabel 5. Klasifikasi Aktivitas Perdarahan Ulkus Peptikum


Aktivitas Perdarahan Kriteria Endoskopi
Forest Ia – perdarahan aktif Perdarahan arteri menyembur
Forest 1b – perdarahan aktif Perdarahan merembes
Forest II – perdarahan berhenti dan Gumpalan darah pada dasar ulkus
masih terdapat sisa-sisa perdarahan. atau terlihat pembuluh darah
Forest III – perdarahan berhenti Lesi tanpa tanda sisa perdarahan.
tanpa sisa perdarahan.

Pada pasien ini, didapatkan keluhan muntah darah sejak 2 hari yang lalu
yang diikuti keluhan dispepsia seperti nyeri ulu hati, mual, muntah dan BAB
berwarna hitam. Pasien memiliki riwayat mengonsumsi NSAID dan jamu-
jamuan sejak 1 tahun yang lalu. Pasien juga memiliki riwayat dispepsia sejak
3 tahun yag lalu. Dari kecurigaan perdarahan SCBA tidak ditemukan
keganasan karena tidak didapatkan gejala khas seperti adanya penuruna berat
badan yang drastis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis
yang merupakan tanda-tanda anemia. Komplikasi yang dapat terjadi adalah
perdarahan, hematemesis melena dengan tanda syok apabila perdarahan masif

15
dan perdarahan tersembunyi yang kronik menyebabkan anemia defisiensi
besi.1
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik serta penunjang dapat disimpulkan
dengan diagnosis hematemesis melena et causa susp. ulkus peptikum dengan
diagnosis sekunder anemia hipokromik mikrositer yang perlu dipastikan
dengan evaluasi pemeriksaan hapusan darah tepi. Namun, untuk menegakkan
diagnosis pasti diperlukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu endoskopi.

2. Apakah penyebab keluhan pada pasien ini?


Terjadinya kerusakan mukosa gastroduodenal penggunaan NSAID
adalah akibat efek toksik/iritasi langsung pada mukosa yang memerangkap
NSAID yang bersifat asam sehingga terjadi kerusakan epitel dalam berbagai
tingkat, namun yang paling utama adalah efek NSAID yang menghambat kerja
enzim siklooksigenase (COX) pada asam arakidonat sehingga menekan
produksi prostaglandin/prostasiklin. Prostaglandin berfungsi dalam
memelihara keutuhan mukosa.1
Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin melalui 4
tahap, yaitu: menurunnya sekresi mucus bikarbonat, terganggunya sekresi
asam dan proliferasi sel-sel mukosa, berkurangnya aliran darah mukosa dan
kerusakan mikrovaskuler yang diperberat oleh kerja sama platelet dan
mekanisme koagulasi. 1
Endotel vaskuler secara terus menerus menghasilkan vasodilator
prostaglandin E dan I, yang apabila terjadi gangguan atau hambatan (COX-1)
akan timbul vasokontriksi sehingga aliran darah menurun yang menyebabkan
nekrosis epitel. 1
Hambatan COX-2 menyebabkan peningkatan perlekatan leukosit PMN
pada endotel vaskular gastroduodenal dan mesenterika, dimulai dengan
pelepasan protease, radikal bebas sehingga memperberat kerusakan epitel dan
endotel. Perlekatan leukosit PMN menimbulkan statis aliran mikrovaskular,
iskemia dan berakhir dengan kerusakan mukosa/tukak peptik. 1

16
3. Bagaimana tatalaksana pada pasien ini?
Langkah- langkah pengelolaan perdarahan SCBA adalah sebagai berikut:1
1) Pemeriksaan awal, penekanan pada evaluasi status hemodinamik
2) Resusitasi, terutama untuk stabilisasi hemodinamik
3) Melanjutkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lain yang
diperlukan
4) Memastikan perdarahan saluran cerna bagian atas atau bawah
5) Menegakkan diagnosis pasti penyebab perdarahan
6) Terapi untuk menghentikan perdarahan, penyembuhan terhadap
perdarahan, mencegah perdarahan ulang.

Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran makanan adalah


menentukan beratnya perdarahan saluran makanan adalah menentukan
beratnya perdarahan dengan memfokuskan pada status hemodinamik.
Pemeriksaannya meliputi: 1) tekanan darah dan nadi posisi baring, 2)
perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi, 3) ada tidaknya vasokonstriksi
perifer (akral dingin), 4) kelayakan napas, 5) tingkat kesadaran, 6) produksi
urin. Penanganan perdarahan saluran cerna bagian atas dapat dilihat pada
gambar berikut: 1
Pada keadaan hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan kristaloid
(misalnya cairan garam fisiologis dengan tetesan cepat). Biasanya tidak
diperlukan cairan koloid kecuali pada kondisi hipoalbunemia berat. Secepatnya
lakukan pemeriksaan darah untuk menentukan golongan darah, kadar
haemoglobin, hematokrit, trombosit, leukosit. Pemberian transfusi darah pada
perdarahan saluran cerna dipertimbangkan pada keadaan berikut ini : 1)
perdarahan dalam kondisi hemodinamik tidak stabil, 2) perdarahan baru atau
masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1 liter atau lebih, 3) perdarahan
baru atau masih berlangsung dengan haemoglobin <10g% atau hematokrit
<30%, 4) terdapat tanda- tanda oksigenasi jaringan yang menurun. 1

17
Gambar 2. Penanganan perdarahan saluran cerna bagian atas
(Sumber: Djumhana, 2011)

Tujuan terapi adalah menghilangkan keluhan atau gejala,


menyembuhkan ulkus, mencegah kekambuhan, dan mencegah komplikasi.
Terapi terdiri dari:5
A. Non medikamentosa
1) Diet
 Hindari makanan yang memperberat keluhan, seperti asam,
pedas, panas, banyak lemak.

18
 Khusus: makanan teratur, sebaiknya lunak, hindari makanan
sebelum tidur (terutama tidur malam)
2) Stop Merokok
3) Hindari alkohol terutama dalam lambung kosong
4) Hindari ASA/NSAID/Steroid
5) Banyak istirahat, hindari stres
B. Medikamentosa
Obat anti-sekresi asam yang bermanfaat untuk mencegah
perdarahan ulang karena ulkus peptik adalah inhibitor pompa proton.
Obat-obat PPI dapat menghambat sekresi asam lambung sampai 90%
dalam 24 jam. PPI sebaiknya diberikan 30 menit sebelum makan. Semua
PPI memberikan kesembuhan pada ulkus duodenum 90% kasus setelah
4 minggu dan 90% pada ulkus lambung setelah 8 minggu pemberian.
Mekanisme kerja menghambat kerja enzim K H ATPase yang akan
memecah K H ATPase menghasilkan energi yang digunakan untuk
mensekresi HCl dari sel kanalikuli ke lumen lambung. Dosis omeprazole
2 x 20 mg, lansoprazole 2 x 30 mg. 5
Antasida, sukralfat, dan antagonis H2 dapat diberikan untuk
tujuan penyembuhan mukosa lesi perdarahan. Antasida tidak dianjurkan
pada gagal ginjal karena menimbulkan hipermagnesia dan kehilangan
fosfat serta dapat menyebabkan konstipasi dan neurotoksik. Dosis 3 x 1
tablet atau 4 x 300 cc. Sukralfat tidak dianjurkan pada gagal ginjal kronik.
Dosis 4 x 1 gr per hari sebelum makan. Antagonis H2 memblokir efek
histamine pada sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang
untuk mengeluarkan asam lambung. Pemberian vitamin K pada pasien
dengan penyakit hati kronis dengan perdarahan saluran cerna bagian atas
diperbolehkan dengan pertimbangan tidak merugikan.5

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing; 2016.
2. Djumhana, A. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. Bagian Ilmu
Penyakit Dalam - FK Unpad; 2011.
3. Japp AG, Robertson C. Macleod Diagnosis Klinis. Singapore: Elsevier; 2015.
p 146-148
4. Setyohadi B et al. EIMED PAPDI Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Jakarta
Pusat: Interna Publishing; 2016. p 549-573
5. Tjokroprawira A et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo Surabaya.
Surabaya: Airlangga University Press. p 212-213
6. Wilkins T et al. Diagnosis and Management of Upper Gastrointestinal
Bleeding. American Family Physician 2016:85(5): 469-476

20

Anda mungkin juga menyukai