Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan pembunuh diam-
diam karena pada sebagian besar kasus tidak menunjukkan gejala apapun.
Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko utama yang menyebabkan
serangan jantung dan stoke, yang menyerang sebagian besar penduduk
dunia. Normal pada hipertensi yaitu 140/90 mmHg, semakin
bertambahnya usia semakin meningkat.Hipertensi sering mengakibatkan
keadaan yang berbahaya karena sering kali tidak disadari dan tidak
menimbulkan keluhan yang sampai waktu terjadi komplikasi jantung,
otak, ginjal, mata, pembuluh darah, atau organ-organ vital lainnya.
(Saputra & dkk, 2013).
Pada penderita hipertensi banyak dijumpai dengan keluhan nyeri
kepala, gejala yang sering dialami pasien hipertensi, kadang-kadang
disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah infark krania,
penglihatan kabur akibat kerusakan retina, ayunan langkah yang tidak
mantap karena kerusakan susunan syaraf pusat, nokturia karena
peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus, edema dependen
dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Salah satu gejala
klinis hipertensi nyeri pada daerah leher, tengkok, sampai ke kepala
(Yoganita & Syarifah, 2019).
Menurut penelitian WHO (World Health Organization)(Yonata &
Pratama, 2016) diseluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4%
penghuni bumi menghisap hipertensi, angka ini kemungkinan akan
meningkat menjadi 29,2% di Tahun 2025. Dari 972 juta pengidap
hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di
negara berkembang termasuk Indonesia.
Berdasarkan Riskesdes hipertensi di Indonesia yang didapat pada
pengukuran umur ≥ 18 sebesar 25,8%. Prevelensi hipertensi di Indonesia
yang didapat melalui kusioner terdiagnosis tenaga kesehatan atau sedang

1
2

yang mengkonsumsi obat sebesar 9,5%, jadi ada 0,1% yang


mengkonsumsi obat sendiri. Responden yang mempunyai tekanan
hipertensi sebesar 0,7%. Jadi prevelensi hipertensi di Indonesia sebesar
26,5% (25,8%+0,7%)(Sulaiman, 2019).
Sedangkan di Ponorogo Tahun 2015, hipertensi pada wanita
sebesar 16,62% dan 13,85% pada laki-laki (Dinas Kesehatan Profinsi Jawa
Timur, 2015). Berdasarkan survei pendahuluan, data yang diperoleh dari
hasil pengukuran tekanan darah (Saputra & Purwanti, 2018).
Hipertensi tersebut bisa mengakibakan nyeri pada kepala, dan akan
berdampak pada masalah gangguan pola tidur. Hubungan antara tidur
dengan hipertensi terjadi akibat aktivitas simpatik pada pembuluh darah
sehingga seseorang akan mengalami perubahan curah jantung tang tidak
signifikan pada malam hari. Penurunan pada resistensi pembuluh darah
perifer menyebabkan penurunan nokturnal normal pada tekanan arteri.
Aktivitas saraf simpatik saat tidur meningkat secara signifikan sangat
bervariasi selama REM dibandingkan waktu bangun tidur. Tekanan darah
mendekati tingkat terjaga selama komponen pada tahap REM terlewati,
dan sensivitas baru meningkat selama tidur. Namun, kondisi lebih efektif
untuk meningkatkan penjagaan tekanan darah selama episode REM terjadi
pada akhir periode tidur pada malam hari sebelumnya (Martini &
Roshifanni, Pola tidur yang Buruk Meningkatkan Risiko Hipertensi,
2018).
Prevelensi hipertensi sudah di prediksi akan meningkat secara
drastis pada tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa, diseluruh dunia
terkena hipertensi. Tingginya angka prevelensi hipertensi di picu oleh
banyak faktor, diantaranya yaitu stres. Tingkat stres semakin meningkat
dikarenakan adanya tuntutan dari pekerjaan seseorang, masalah ekonomi,
dan lain sebagainya. Adanya tingkat stres yang semakin meningkat akibat
globalisasi, sehingga menunut persaingan dalam bidang apapun, dimana
stres dapat mengakibatkan resistensi vaskuler perifer dan curah jantung
meningkat. Jika seseorang terkena hipertensi susah dikendalikan maka
akan mengakibatkan komplikasi diantaranya gangguan ginjal, gangguan
3

jantung (penyakit jantung koroner), dan otak (mengakibatkan stroke).


Pencegahan komplikasi tersebut bisa dilakukan secara mandiri dalam
keperawatanyang sangat membutuhkan berbagai terapi non farmakologi
dalam bidang keperawatan. Jenis terapi non farmakologi untuk
mengendalikan tekanan darah misalnya, melakukan manajemen stres
seperti relaksasi pernafasan yang memberikan manfaat terapeutik bagi
seseorang hipertensi (Suranata, Waluyo, & dkk, 2019).
Berdasarkan penelitian (Putu, Sari, & Rekawati, April 2019 )
kurang tidur dan stres sebagai faktor risiko hipertensi. Hasil tidur yang
lebih singkat dapat menyebabkan gangguan metabolisme dan endokrin
(hormon stres atau bisa disebut hormon kortisol yang berlebihan), yang
dapat berkontribusi menyebabkan hipertensi.Tekanan darah secara normal
menurun ketika sedang tidur normal sekitar 10-20%. Keadaan ini terjadi
karena penurunan aktifitas simpatis pada saat tidur. Apabila tidur
mengalami gangguan, maka tidak terjadi penurunan tekanan darah saat
tidur sehingga akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi.
Peran perawat antara lain menurut NIC (Nursing Intervention
Classifications) (Butcher & Bulechek, 2018)tindakan yang dilakukan
untuk mengatasi ganggaun pola tidur yaitu dengan cara mengkaji pola
tidur dan jumlah jam tidur pasien, ajarkan pasien dan orang terdekat
mengenai faktor yang berkontribusi terjadinya gangguan pola tidur
(misalnya psikologis, fisiologis, pola hidup, dan faktor lingkungan)
dorongpasien untuk menetapkan rutinitas tidur untuk memfasilitasi
perpindahan dari terjaga menuju tidur, jelaskan pentingnya tidur selama
sakit, bantu untuk menghilangkan situasi stres sebelum tidur, ciptakan
lingkungan yang tenang dan mendukung, diskusikan kepada pasien dan
keluarga mengenai teknik untuk meningkatkan tidur.
Penatalakaan non farmakologi yang dilakukan perawat
diantaranya, penyembuhan terhadap Hipertensi dengan gangguan pola
tidur sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup lansia. Terapi
yang ditawarkan untuk mencegah terjadinya hipertensi dengan gangguan
tidur antara lain nonfarmakologi. Teknik terapi yang mudah dan aman
4

untuk dilakukan pada lansia adalah terapi nonfarmakologi. Terapi


nonfarmakologi yang dapat dilakukan salah satunya adalah terapi rendam
air hangat pada kaki atau sering disebut hidroterapi kaki. Hidroterapi
memiliki efek hidrostatik dan hidrodinamik. Terapi rendam air hangat
pada kaki berguna untuk melebarkan pembuluh darah dan membuat
peredaran darah menjadi lancar. Hidroterapi kaki dapat memperbaiki
mikrosirkulasi pembuluh darah dan vasodilatasi sehingga dapat
meningkatkan kualitas tidur pada lansia. Penelitian hidroterapi kaki ini
diberikan selama 10 menit selama 4 hari dan dilakukan 1 jam sebelum
tidur. Sesuai dengan sebuah teori yaitu untuk mendapatkan hasil yang
efektif dari terapi rendam air hangat pada kaki sebaiknya dilakukan
sebelum tidur malam. Lakukan secara rutin selama 3 - 6 hari, maka akan
memberikan relaksasi pada tubuh sehingga dapat mengatasis gangguan
tidur. Hidroterapi kaki ini berpengaruh terhadap peningkatan pemenuhan
tidur secara kualitas maupun kuantitas karena hidroterapi kaki
memberikan rangsangan pada kaki yang dapat menstimulasi
diproduksinya hormon melatonin yang dapat memperbaiki kuantitas dan
kualitas tidur pada lanjut usia. Merendam kaki dalam air hangat yang
bertemperatur 30-39 °C akan menimbulkan efek ingin tidur dan dapat
mengatasi gangguan tidur (Setyoadi & Putra, September 2018).

1.2 Batasan Masalah


Asuhan Keperawatan Hipertensi Dengan Gangguan Pola tidur di Ruang
Aster RSUD Dr. Harjono Ponorogo

1.3 Rumusan Masalah


Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Hipertensi Dengan Gangguan Pola
Tidur di Ruang Aster RSUD Dr. Harjono Ponorogo?
5

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum Study Kasus ini yaitu mengetahui Asuhan
Keperawatan Hipertensi Dengan Gangguan Pola Tidur di Ruang
Aster RSUD Dr. Harjono Ponorogo

1.4.2 Tujuan Khusus


Mengetahui Asuhan Keperawatan Hipertensi Dengan Gangguan
Pola Tidur di Ruang Aster RSUD Dr. Harjono Ponorogo
1. Menetapkan Diagnosa Hipertensi Dengan Gangguan Pola Tidur
di Ruang Asther RSUD Dr. Harjono Ponorogo
2. Menyusun Intervensi keperawatan Hipertensi Dengan Gangguan
Pola Tidur di Ruang Aster RSUD Dr. Harjono Ponorogo
3. Melakukan tindakan keperawatan Hipertensi Dengan Gangguan
Pola Tidur di Ruang Aster RSUD Dr. Harjono Ponorogo
4. Melakukan Implementasi Kepetawatan Hipertensi Dengan
Gangguan Pola Tidur di Ruang Aster RSUD Dr. Harjono
Ponorogo
5. Melakukan Evaluasi Kepetawatan Hipertensi Dengan Gangguan
Pola Tidur di Ruang Aster RSUD Dr. Harjono Ponorogo
6. Melakukan Dokumentasi Keperawatan Hipertensi Dengan
Gangguan Pola Tidur di Ruang Aster RSUD Dr. Harjono
Ponorogo

1.5.1 Manfaat Penelitian


1.5.2 Manfaat Teoritis
Dapat menambah referensi dalam Pendidikan dan Teori
mengenai Hipertensi dengan gangguan Pola Tidur dengan
tindakan hidroterapi kaki dengan air hangat
6

1.5.3 Manfaat praktis


Diharapkan dapat bermanfaat bagi Perawat, Puskesmas,
Intitusi Pendidikan, Klien, dan keluarga:
a. Klien
Menambah wawasan dan dapat memberikan informasi
sehingga klien diharapkan dapat memahami manajemen
non farmakologi terhadap gangguan pola tidur dan dapat
melakukannya secara individu oleh klien.
b. Perawat
Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan penelitian
yang lebih efektif. Serta meningkatkan mutu pelayanan
demi pengembangan profesi perawat profesional.
c. Rumah Sakit
Untuk meningkatkan dan mengembangkan mutu profesi
perawat sebagai acuan untuk memberikan Asuhan
Keperawatan yang efektif untuk klien Hipertensi dengan
Gangguan Pola Tidur di RSUD Dr.Harjono Ponorogo.
d. InstitusiPendidikan
Memberikan gambaran untuk meningkatkan Mutu
Pendidikan Keperawatan serta sebagai dokumentasi dan
mendukung dalam penelitian.
e. Bagi Peneliti
Memberikan saran untuk menambah pengetahuan,
wawasan dan pengalaman bagi penulis.
f. Keluarga
Keluarga dapat melaksanakan dan menerapkan tindakan
rendam air hangat pada kedua kaki

Anda mungkin juga menyukai