Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan pembunuh diam- diam karena pada sebagian besar kasus tidak menunjukkan gejala apapun. Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko utama yang menyebabkan serangan jantung dan stoke, yang menyerang sebagian besar penduduk dunia. Normal pada hipertensi yaitu 140/90 mmHg, semakin bertambahnya usia semakin meningkat.Hipertensi sering mengakibatkan keadaan yang berbahaya karena sering kali tidak disadari dan tidak menimbulkan keluhan yang sampai waktu terjadi komplikasi jantung, otak, ginjal, mata, pembuluh darah, atau organ-organ vital lainnya. (Saputra & dkk, 2013). Pada penderita hipertensi banyak dijumpai dengan keluhan nyeri kepala, gejala yang sering dialami pasien hipertensi, kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah infark krania, penglihatan kabur akibat kerusakan retina, ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf pusat, nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus, edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Salah satu gejala klinis hipertensi nyeri pada daerah leher, tengkok, sampai ke kepala (Yoganita & Syarifah, 2019). Menurut penelitian WHO (World Health Organization)(Yonata & Pratama, 2016) diseluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4% penghuni bumi menghisap hipertensi, angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di Tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara berkembang termasuk Indonesia. Berdasarkan Riskesdes hipertensi di Indonesia yang didapat pada pengukuran umur ≥ 18 sebesar 25,8%. Prevelensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kusioner terdiagnosis tenaga kesehatan atau sedang
1 2
yang mengkonsumsi obat sebesar 9,5%, jadi ada 0,1% yang
mengkonsumsi obat sendiri. Responden yang mempunyai tekanan hipertensi sebesar 0,7%. Jadi prevelensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% (25,8%+0,7%)(Sulaiman, 2019). Sedangkan di Ponorogo Tahun 2015, hipertensi pada wanita sebesar 16,62% dan 13,85% pada laki-laki (Dinas Kesehatan Profinsi Jawa Timur, 2015). Berdasarkan survei pendahuluan, data yang diperoleh dari hasil pengukuran tekanan darah (Saputra & Purwanti, 2018). Hipertensi tersebut bisa mengakibakan nyeri pada kepala, dan akan berdampak pada masalah gangguan pola tidur. Hubungan antara tidur dengan hipertensi terjadi akibat aktivitas simpatik pada pembuluh darah sehingga seseorang akan mengalami perubahan curah jantung tang tidak signifikan pada malam hari. Penurunan pada resistensi pembuluh darah perifer menyebabkan penurunan nokturnal normal pada tekanan arteri. Aktivitas saraf simpatik saat tidur meningkat secara signifikan sangat bervariasi selama REM dibandingkan waktu bangun tidur. Tekanan darah mendekati tingkat terjaga selama komponen pada tahap REM terlewati, dan sensivitas baru meningkat selama tidur. Namun, kondisi lebih efektif untuk meningkatkan penjagaan tekanan darah selama episode REM terjadi pada akhir periode tidur pada malam hari sebelumnya (Martini & Roshifanni, Pola tidur yang Buruk Meningkatkan Risiko Hipertensi, 2018). Prevelensi hipertensi sudah di prediksi akan meningkat secara drastis pada tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa, diseluruh dunia terkena hipertensi. Tingginya angka prevelensi hipertensi di picu oleh banyak faktor, diantaranya yaitu stres. Tingkat stres semakin meningkat dikarenakan adanya tuntutan dari pekerjaan seseorang, masalah ekonomi, dan lain sebagainya. Adanya tingkat stres yang semakin meningkat akibat globalisasi, sehingga menunut persaingan dalam bidang apapun, dimana stres dapat mengakibatkan resistensi vaskuler perifer dan curah jantung meningkat. Jika seseorang terkena hipertensi susah dikendalikan maka akan mengakibatkan komplikasi diantaranya gangguan ginjal, gangguan 3
jantung (penyakit jantung koroner), dan otak (mengakibatkan stroke).
Pencegahan komplikasi tersebut bisa dilakukan secara mandiri dalam keperawatanyang sangat membutuhkan berbagai terapi non farmakologi dalam bidang keperawatan. Jenis terapi non farmakologi untuk mengendalikan tekanan darah misalnya, melakukan manajemen stres seperti relaksasi pernafasan yang memberikan manfaat terapeutik bagi seseorang hipertensi (Suranata, Waluyo, & dkk, 2019). Berdasarkan penelitian (Putu, Sari, & Rekawati, April 2019 ) kurang tidur dan stres sebagai faktor risiko hipertensi. Hasil tidur yang lebih singkat dapat menyebabkan gangguan metabolisme dan endokrin (hormon stres atau bisa disebut hormon kortisol yang berlebihan), yang dapat berkontribusi menyebabkan hipertensi.Tekanan darah secara normal menurun ketika sedang tidur normal sekitar 10-20%. Keadaan ini terjadi karena penurunan aktifitas simpatis pada saat tidur. Apabila tidur mengalami gangguan, maka tidak terjadi penurunan tekanan darah saat tidur sehingga akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi. Peran perawat antara lain menurut NIC (Nursing Intervention Classifications) (Butcher & Bulechek, 2018)tindakan yang dilakukan untuk mengatasi ganggaun pola tidur yaitu dengan cara mengkaji pola tidur dan jumlah jam tidur pasien, ajarkan pasien dan orang terdekat mengenai faktor yang berkontribusi terjadinya gangguan pola tidur (misalnya psikologis, fisiologis, pola hidup, dan faktor lingkungan) dorongpasien untuk menetapkan rutinitas tidur untuk memfasilitasi perpindahan dari terjaga menuju tidur, jelaskan pentingnya tidur selama sakit, bantu untuk menghilangkan situasi stres sebelum tidur, ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung, diskusikan kepada pasien dan keluarga mengenai teknik untuk meningkatkan tidur. Penatalakaan non farmakologi yang dilakukan perawat diantaranya, penyembuhan terhadap Hipertensi dengan gangguan pola tidur sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup lansia. Terapi yang ditawarkan untuk mencegah terjadinya hipertensi dengan gangguan tidur antara lain nonfarmakologi. Teknik terapi yang mudah dan aman 4
untuk dilakukan pada lansia adalah terapi nonfarmakologi. Terapi
nonfarmakologi yang dapat dilakukan salah satunya adalah terapi rendam air hangat pada kaki atau sering disebut hidroterapi kaki. Hidroterapi memiliki efek hidrostatik dan hidrodinamik. Terapi rendam air hangat pada kaki berguna untuk melebarkan pembuluh darah dan membuat peredaran darah menjadi lancar. Hidroterapi kaki dapat memperbaiki mikrosirkulasi pembuluh darah dan vasodilatasi sehingga dapat meningkatkan kualitas tidur pada lansia. Penelitian hidroterapi kaki ini diberikan selama 10 menit selama 4 hari dan dilakukan 1 jam sebelum tidur. Sesuai dengan sebuah teori yaitu untuk mendapatkan hasil yang efektif dari terapi rendam air hangat pada kaki sebaiknya dilakukan sebelum tidur malam. Lakukan secara rutin selama 3 - 6 hari, maka akan memberikan relaksasi pada tubuh sehingga dapat mengatasis gangguan tidur. Hidroterapi kaki ini berpengaruh terhadap peningkatan pemenuhan tidur secara kualitas maupun kuantitas karena hidroterapi kaki memberikan rangsangan pada kaki yang dapat menstimulasi diproduksinya hormon melatonin yang dapat memperbaiki kuantitas dan kualitas tidur pada lanjut usia. Merendam kaki dalam air hangat yang bertemperatur 30-39 °C akan menimbulkan efek ingin tidur dan dapat mengatasi gangguan tidur (Setyoadi & Putra, September 2018).
1.2 Batasan Masalah
Asuhan Keperawatan Hipertensi Dengan Gangguan Pola tidur di Ruang Aster RSUD Dr. Harjono Ponorogo
1.3 Rumusan Masalah
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Hipertensi Dengan Gangguan Pola Tidur di Ruang Aster RSUD Dr. Harjono Ponorogo? 5
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum Tujuan umum Study Kasus ini yaitu mengetahui Asuhan Keperawatan Hipertensi Dengan Gangguan Pola Tidur di Ruang Aster RSUD Dr. Harjono Ponorogo
1.4.2 Tujuan Khusus
Mengetahui Asuhan Keperawatan Hipertensi Dengan Gangguan Pola Tidur di Ruang Aster RSUD Dr. Harjono Ponorogo 1. Menetapkan Diagnosa Hipertensi Dengan Gangguan Pola Tidur di Ruang Asther RSUD Dr. Harjono Ponorogo 2. Menyusun Intervensi keperawatan Hipertensi Dengan Gangguan Pola Tidur di Ruang Aster RSUD Dr. Harjono Ponorogo 3. Melakukan tindakan keperawatan Hipertensi Dengan Gangguan Pola Tidur di Ruang Aster RSUD Dr. Harjono Ponorogo 4. Melakukan Implementasi Kepetawatan Hipertensi Dengan Gangguan Pola Tidur di Ruang Aster RSUD Dr. Harjono Ponorogo 5. Melakukan Evaluasi Kepetawatan Hipertensi Dengan Gangguan Pola Tidur di Ruang Aster RSUD Dr. Harjono Ponorogo 6. Melakukan Dokumentasi Keperawatan Hipertensi Dengan Gangguan Pola Tidur di Ruang Aster RSUD Dr. Harjono Ponorogo
1.5.1 Manfaat Penelitian
1.5.2 Manfaat Teoritis Dapat menambah referensi dalam Pendidikan dan Teori mengenai Hipertensi dengan gangguan Pola Tidur dengan tindakan hidroterapi kaki dengan air hangat 6
1.5.3 Manfaat praktis
Diharapkan dapat bermanfaat bagi Perawat, Puskesmas, Intitusi Pendidikan, Klien, dan keluarga: a. Klien Menambah wawasan dan dapat memberikan informasi sehingga klien diharapkan dapat memahami manajemen non farmakologi terhadap gangguan pola tidur dan dapat melakukannya secara individu oleh klien. b. Perawat Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan penelitian yang lebih efektif. Serta meningkatkan mutu pelayanan demi pengembangan profesi perawat profesional. c. Rumah Sakit Untuk meningkatkan dan mengembangkan mutu profesi perawat sebagai acuan untuk memberikan Asuhan Keperawatan yang efektif untuk klien Hipertensi dengan Gangguan Pola Tidur di RSUD Dr.Harjono Ponorogo. d. InstitusiPendidikan Memberikan gambaran untuk meningkatkan Mutu Pendidikan Keperawatan serta sebagai dokumentasi dan mendukung dalam penelitian. e. Bagi Peneliti Memberikan saran untuk menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman bagi penulis. f. Keluarga Keluarga dapat melaksanakan dan menerapkan tindakan rendam air hangat pada kedua kaki