Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH TEKNOLOGI PENCELUPAN 2

Pencelupan Serat Spandek dengan Zat Warna Dispersi Metoda Exhaust Sistim HT/HP

Disusun oleh:

Kelompok : 1

Anggota : Afrizal Nurdiansyah (15020063)

Hasanul Arifin (15020067)

Nur Isniah Abrivianti (15020082)

Shanti Rahmawati (15020086)

Grup :3K3

Dosen : Dede Karyana, S.Teks., M.Si.

POLITEKNIK STTT BANDUNG

2017
Pencelupan Kain Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Exhaust Sistim HT/HP

I. MAKSUD DAN TUJUAN


1.1. Maksud
Maksud dari proses pencelupan adalah untuk mengetahui cara pencelupan serat spandek warna pada
serat spandek dengan menggunakan zat warna dispersi metoda HT/HP secara merata dan permanen.
1.2. Tujuan
Untuk memberikan warna pada proses pencelupan serat spandek dengan zat warna dispersi dengan
metoda exhaust sistem HT/HP.

II. TEORI DASAR


2.1 Serat Spandek
Spandex adalah serat sintetik yang mempunyai elastisitas yang luar biasa. Lebih kuat dan lebih
tahan daripada karet. Spandex merupakan kopolimer dari poliuretan dan poliurea yang diciptakan
oleh seorang kimiawan yang bernama Joseph Shivers di laboratorium Dupont ‘s Benger di
Waynesboro, Virginia pada tahun 1959. Di Amerika Utara dan Eropa Spandex dikenal dengan
nama Elastane. Merk-merk lainnya yaitu Lycra (Invista, sebelumnya bagian dari DuPont),
Elaspan (Invista), Creora (Hyosung), ROICA dan Dorlastan (Asahi Kasei), Linel (Fillattice), dan
ESPA (Toyobo).

2.1.1 CARA PEMBUATAN SERAT SPANDEX


Serat spandex dapat diproduksi dengan 3 cara yang berbeda yaitu cara pemintalan leleh, cara
pemintalan kering dan cara pemintalan basah. Cara pemintalan kering digunakan hampir 94,5%
dari produksi spandex dunia.
 Cara Pemintalan Kering
1) Tahap pertama adalah memproduksi prapolimer. Ini dilakukan dengan cara
mencampur makroglikol dengan monomer diisosianat dengan perbandingan 1:2.
2) Tahap kedua; kemudian prapolimer direaksikan dengan diamine dalam jumlah yang
sama. Reaksi ini dikenal dengan nama reaksi berantai yang berkelanjutan (chain
extension reaction). Larutan yang dihasilkan dilarutkan dengan suatu pelarut untuk
memproduksi larutan. Pelarut ini membantu membuat larutan menjadi lebih encer dan
lebih mudah untuk ditangani dan kemudian dapat disemprotkan kedalam lubang-
lubang kecil (piringan besi) yang disebut spinneret.
3) Tahap ketiga; Larutan disemprotkan kedalam lubang pemintalan yang berbentuk
silinder dimana polimer disemprotkan melalui piringan besi yang berlubang-lubang
kecil yang dinamakan spinneret. Hal ini membuat larutan polimer terbentuk menjadi
helaian serat yang panjang dan lurus atau yang disebut filament. Ketika helaian ini
melalui lubang spinneret dipanaskan dengan nitrogen dengan presentasi tertentu dan
larutan gas. Proses ini menyebabkan cairan polimer bereaksi secara kimiawi dan
membentuk helaian yang solid atau filament.
4) Tahap keempat: Setelah serat keluar dari lubang, untaian serat yang solid digabungkan
bersama-sama untuk membuat ketebalan yang diinginkan. Setiap serat spandex dibuat
dari banyak serat-serat kecil yang melekat satu sama lain secara alami.
5) Tahap kelima: Serat yang dihasilkan kemudian ditambahkan finishing agent yang bisa
berupa magnesium stearat atau polimer lainnya. Perlakuan ini mencegah serat saling
menempel satu sama lain dan mempermudah proses selanjutnya
6) Tahap keenam; packing dan siap untuk dikirim ke pabrik tekstil
Penggunaan Serat Spandex Biasanya untuk pakaian yang pemakaianya menginginkan merasa
nyaman dan pas di badan, seperti : baju atletik, aerobic, pakaian olahraga, baju berenang , pakaian
selam, netball body suits(baju jaring), bra, celana ski (ski pants), Legging, pakaian atlet sepeda,
sarung tangan, celana panjang wanita, kaus kaki, popok, skinny jeans, sabuk, pakaian dalam.
Untuk perabotan rumah tangga seperti bantal microbead.

Karakteristik Spandex

Karakteristik paling signifikan dari Spandex adalah stretchability (kemampuan


merentang/melonggaar) nya. Spandex ini dapat ditarik menjadi panjang dan besar dan kemudian
dapat pulih dengan cepat ke bentuk aslinya. Spandex ini kenyataannya dapat ditarik ke hampir
500% dari panjangnya. Spandex ini ringan, halus, lembut dan lebih tahan lama dan memiliki
kemampuan retractive (daya tarik/melar) lebih baik dari karet. Dengan demikian, ketika Spandex
digunakan untuk membuat pakaian apapun, pakaian ini menjadi paling cocok, nyaman dan juga
mencegah pengenduran dari garmen. Spandex ini juga heat-settable yang berarti memiliki
kemampuan untuk berubah dari kain yang berkerut menjadi kain yang datar, atau kain datar
menjadi bentuk bulat permanen. Serat Spandex dapat melawan kerusakan akibat dari minyak
tubuh, keringat, lotion atau deterjen. Kain ini juga tahan abrasi.

2.2 Zat Warna Dispersi


Zat warna dispersi adalah zat warna organik yang terbuat secara sintetik. Kelarutannya dalam air
kecil sekali dan larutan yang terjadi merupakan dispersi atau partikel-partikel yang hanya melayang
dalam air.

Zat warna dispersi mula-mula digunakan untuk mewarnai serat selulosa. Kemudian dikembangkan
lagi, sehingga dapat digunakan untuk mewarnai serat buatan lainnya yang lebih hidrofob dari serat
selulosa asetat, seperti serat poliester, poliamida, dan poliakrilat.

Zat warna dispersi merupakan zat warna yang terdispersi dalam air dengan bantuan zat pendispersi.
Adapun sifat-sifat umum zat warna dispersi adalah sebagai berikut:
1. Zat warna dispersi mempunyai berat molekul yang relatif kecil (partikel 0,5-2).
2. Bersifat non-ionik terdapat gugus-gugus fungsional seperti –NH2, -NHR, dan-OH. Gugus-
gugus tersebut bersifat agak polar sehingga menyebabkan zat warna sedikit larut dalam air.
3. Kelarutan zat warna dispersi sangat kecil, yaitu 0,1 mg/l pada suhu 80C.
4. Tidak megalami perubahan kimia selama proses pencelupan berlangsung.

Penggolongan Zat Warna Dispersi


Berdasarkan ketahanan sublimasinya, zat warna dispersi dikelompokkan menjadi 4
golongan yaitu :

1. Golongan A
Zat warna dispesi golongan ini mempunyai berat molekul kecil sehingga sifat
pencelupannya baik karena mudah terdispersi dan mudah masuk ke dalam serat,
sedangkan ketahanan sublimasinya rendah yaitu tersublimasipada suhu 170C. Pada
umumnya zat warna dispersi golongan ini digunakan untuk mencelup serat rayon
asetat, tetapi juga digunakan untuk mencelup poliester pada suhu 100C tanpa
penambahan zat pengemban.

2. Golongan B (E)
Zat warna dispersi golongan ini memiliki sifat pencelupan yang baik dengan
ketahanan sublimasi cukup, yaitu tersublim penuh pada suhu 190C. Zat warna
golongan B ini sangatbaik untuk pencelupan poliester baik dengan cara
carrier/pengemban pada suhu didih (100C) maupun cara pencelupan suhu tinggi
(130C).

3. Golongan C (SE)
Zat warna dispersi golongan ini mempunyai sifat pencelupan dengan ketahanan
sublimasi tinggi, yaitu tersublim penuh pada suhu 200C, bisa digunakan untuk
mencelup cara carrier, suhu tinggi ataupun cara thermosol.

4. Golongan D (S)
Zat warna dispersi golongan ini mempunyai berat molekul paling besar diantara
keempat golongan lainnnya sehingga mempunyai sifat pencelupan paling jelek karena
sukar terdispersi dalam larutan dan sukar masuk kedalam serat. Akan tetapi, zat warna
golonganD ini memiliki ketahanan sublimasi paling tinggi yaitu tersublimasi penuh
pada suhu 210C. zat warna ini tidak digunakan untuk pencelupan dengan zat
pengemban, namun sangat baik apabila digunakan untuk pencelupan suhu tinggi dan
cara thermosol.
Adapun golongan zat warna disperse dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel-1. Golongan Zat Warna Dispersi Berdasarkan Ketahanan Sublimasinya
Bentuk Sumitomo Suhu Suhu Metoda Celup
Kelompok
molekul BASF sublimasi Termosol HT/HP Carrier
Thermosol
A 1700C 1800C 1300C 1000C

B E 1900C 2000C X x V

C SE 2000C 2100C V V V

D S 2100C 2200C V V x

Berdasarkan sturuktur kimianya, zat warna dispersi terbagi menjadi 3 golongan yaitu:

1. Golongan Azo (-N=N-)

C2H5

O2N N N N

C2H4OH

2. Golongan Antrakuinon
NO2 O OH

OH O NH

3. Golongan Difenil amin

N SO2N
H
NH
Sifat-sifat Umum Zat Warna Dispersi

1. Sifat dasar mempunyai berat molekul yang rendah dengan inti kromofor, diantaranya
: azo, antrakuinon, dan dipenilamina.
2. Meleleh pada temperatur tinggi (lebih besar dari pada 150 0C), kemudian dapat
mengkristal lagi.
3. Sifat dasar adalah non ionic meskipun mempunyai gugus –OH, -NH2, dan gugus –
NHR, dansebagainya yang bertindak sebagai gugus pemberi (donor) hydrogen untuk
mengadakan ikatan dengan serat (gugus karbonil).
4. Gugus –OH, -NH2, dan gugus fungsional yang sejenis menyebabkan zat warna
dispersi sedikit larut dalam air (± 0,1 miligram/l), tapi mempunyai kejenuhan yang
tinggi pada serat pada kondisi pencelupan.
5. Penambahan zat pendispersi ke dalam larutan celupnya akan menyebabkan zat warna
dispersi stabil dalam air.
6. Secara relatif kerataan penyerapan zat warna dalam serat adalah tinggi (10 – 50 mg/g
serat).

Ikatan yang utama antara zat warna disperse dengan poliester adalah ikatan hidrofobik, namun
untuk beberapa kasus dapat pula terjadi ikatan hydrogen atau ikatan dwi kutub.

Dalam perdagangan umumnya zat warna disperse mengandung gugus aromatic dan alifatik yang
mengakibatkatkan gugus fungsional seperti : -OH, -NH2,-NHR. Gugus fungsional tersebut
merupakan pengikat dipol atau dwi kutub juga membentuk ikatan hydrogen dengan gugus
karboknil atau gugus asetil. Berikut adalah reaksi terjadinya ikatan hydrogen pada proses
pencelupan serat poliester dengan zat warna dispersi.

δ- δ+ δ- δ+

O2N N N N H O C
Ikatan hidrogen
H OH
2.3 Zat Pembantu
Zat pembantu (auxiliaries) adalah zat tambahan selain zat warna yang digunakan pada proses
pencelupan agar menghasilkan celupan yang penyerapan zat warnanya maksimum, warnanya rata
dan sesuai target warna yang diinginkan, serat tahan luntur warnanya baik. Zat pembantu ini
meliputi zat pengatur pH, zat pendispersi, zat perata, zat anti crease mark dan zat anti sadah.
a. Zat Pengatur pH
Pencelupan poliester dengan zat warna dispersi umumnya berlangsung dalam suasana asam pH
4.0 – 5.5. kondisi pH ini dimaksudkan agar tidak terjadi hidrolisis pada serat poliester dan sebagian
besar zat warna dispersi akibat pH alkali. Untuk mendapatkan pH larutan celup tersebut perlu
ditambahkan asam asetat (CH3COOH 30%) kurang lebih 0,5 mL/L.
b. Zat Pendispersi
Zat warna dispersi bersifat hidrofob dan kelarutannya di dalam air sangat kecil sekali, oleh
karena itu partikel zat warna disperse yang tidak larut tersebut harus didispersikan secara homogen
di dalam larutan. Untuk menjamin kestabilan pendispersian dan mencegah agregasi zat warna pada
suhu tinggi perlu dibantu dengan zat pendispersi. Zat ini berupa suatu senyawa surfaktan anionik
atau senyawa polielektrolit anionik (turunan lignosulfat) yang tahan suhu tinggi dan bekerja dengan
cara bagian hidrofob dari zat pendispersi menarik partikel zat warna bagian hidrofil yang bermuatan
negatif mengarah ke larutan dan menjaga jarak antar partikel zat warna agar tidak beragregasi
sehingga partikel zat warna tetap terdispersi secara homogen di dalam larutan.
c. Zat Perata (Levelling Agent)
Zat perata yang digunakan adalah jenis leveler yang bekerja memperbesar migrasi zat warna di
dalam serat serta memperbaiki pendispersian zat warna. Zat perata yang digunakan dapat berupa
campuran pendispersi anionik dan nonionik serta zat perata yang mengandung carrier (campuran
zat pendispersi anionik + pendispersi nonionik + carrier). Leveler yang tidak mengandung carrier
ditujukan untuk mengatasi belang spot akibat pendispersian yang kurang sempurna, sedangkan
leveler yang mengandung carrier digunakan untuk mengatasi belang akibat efek barrier.
d. Zat Anti Crease Mark
Zat ini digunakan untuk pencelupan kain dalam bentuk rope pada mesin jet dyeing dimana bisa
terjadi belang pada lipatan kain dan timbul bulu pada kain akibat adanya gesekan kain dengan
nozzle. Zat anti crease mark ini mengandung koloid pelindung untuk meminimumkan gesekan
antara kain dengan nozzle serta mengandung zat penetrasi sehingga zat warna bisa masuk dengan
baik ke bagian lipatan kain yang lebih rapat.
e. Zat Anti Sadah
Air proses yang mengandung logam Ca2+, Mg2+, Fe2+, Mn2+, Cu2+, Zn2+ dapat mengganggu
kerja pendispersi anionik sehingga pendispersian zat warna tidak sempurna (tidak terdispersi secara
monomolekuler) maka zat warna menjadi terdispersi dalam bentuk agregat sehingga molekulnya
menjadi besar. Hal tersebut akan menggangu proses difusi zat warna kedalam serat sehingga akan
terbentuk ring dyeing (pencelupan cincin) yang tahan lunturnya jadi lebih rendah dan warnanya
menjadi lebih suram. Zat anti sadah yang sering digunakan adalah jenis EDTA (Ethylene Diamine
Tetra Acetic Acid) yang relatif stabil pada kondisi proses pencelupan metode HT/HP.

2.4 Mekanisme Pencelupan


Serat poliester adalah serat dengan derajat kristalinitas yang tinggi. Hal tersebut menjadikan
serat poliester sebagai serat yang hidrofob dan sulit bereaksi dengan zat kimia. Untuk mencelup
serat yang bersifat hidrofob diperlukan zat wana yang bersifat hidrofob pula. Zat warna dispersi
adalah zat warna yang bersifat hidrofob dimana kelarutannya dalam air sangat kecil dan meupan
larutan terdispersi. Dilihat dari bentuk kimianya, zat warna dispersi merupakan senyawa azo atau
antrakuion dengan berat molekul yang kecil dan mengandung gugus pelarut. Zat warna dispersi
memiliki afinitas-afinitas yang tinggi terhadap poliester dibanding terhadap larutan sehingga zat
warna dapat bermigrasi kedalam serat dan membentuk suatu larutan pada (solid solution) didalam
serat poliester.
Kecepatan difusi zat warna dispersi sangat rendah sehinga waktu pencelupannya
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk meningkatkan kecepatan difusinya, maka pencelupan
dengan suhu dan tekanan tinggi atau pencelupan dengan bantuan zat pengemban merupakan
alternatif yang dapat dilakukan untuk mencelup poliester.
Pencelupan dengan suhu tinggi selalu disertai dengan tekanan tinggi. Tekanan berfungsi
untuk menaikkan suhu proses dan membantu difusi zat warna ke dalam serat. Pencelupan dilakukan
pada mesin tertutup tanpa bantuan zat pengemban. Pencelupan metoda ini banyak dilakukan pada
serat poliester karena dianggap efektif akibat :
 Perpindahan atau pergerakan rantai molekul serat poliester mulai aktif pada suhu tinggi (120-
130oC) sehingga memberi ruang bagi molekul-molekul zat warna untuk meningkatkan penyerapan
zat warna ke dalam serat.
 Kecepatan difusi zat warna dispersi mulai meningkat pada suhu tinggi (120-130oC) dan kecepatan
penyerapan serta migrasi zat warna menjadi lebih besar sehingga akan mempercepat proses.
 Pencelupan mulai lebih cepat karena kelarutan zat warna dispersi pada suhu tinggi (120-130oC)
mulai meningkat.
Beberapa keuntungan penggunaan metoda ini adalah dapat mencelup warna tua, hemat
bahan, waktu dan biaya proses, adsorbsi lebih cepat, kerataan lebih baik, ketahanan luntur baik,
penetrasi lebih baik, dan dapat menggunakan zat warna dispersi dengan ketahanan sinar yang lebih
baik dan sukar menguap tetapi hanya terserap sedikit pada pencelupan di bawah temperatur 100oC.
Mekanisme lain menjelaskan demikian: zat warna dispersi berpindah dari keadaan agregat
dalam larutan celup masuk kedalam serat sebagai bentuk molekuler. Pigmen zat warna dispersi
larut dalam jumlah yang kecil sekali, tetapi bagian zat warna yang terlarut tersebut sangat mudah
terserap oleh bahan. Sedangkan bagian yang tidak larut merupakan timbunan zat warna yang
sewaktu-waktu akan larut mempertahankan kesetimbangan.
Bagian zat warna dalam bentuk agregat, pada suatu saat akan terpecah menjadi terdispersi
monomolekuler. Zat warna dispersi dalam bentuk ini akan masuk ke dalam serat melalui pori-pori
serat. Untuk lebih jelasnya, sifat zat warna dispersi dalam larutan celup dapat dilihat pada gambar
di bawah ini:

Partikel zat wana dispersi Agregasi Agregat zat warna

(<1) (10)

Zat warna terdispersi


monomolekuler

Serat

Pencelupan dimulai dengan adsorpsi zat warna pada permukaan serat, selanjutnya terjadi
difusi zat warna dari permukaan ke dalam serat. Adsorpsi dan difusi zat warna ke dalam serat dapat
dipercepat dengan menaikkan temperatur proses.
Dalam air, serat poliester akan memiliki gaya dipol antar serat dimana ikatannya
digambarkan sebagai berikut:

O O
HO OC CO(CH 2) 2 O n H

Gaya Dipol
O O
HO OC CO(CH 2) 2 O n H

Gaya ini terjadi karena atom karbon bermuatan parsial positif (+)dan atom oksigen
bermuatan parsial negatif (-). Gaya dipol akan renggang pada saat pemanasan di atas 80oC
sehingga zat warna bisa masuk ke dalam serat.
Pada suhu tinggi, rantai-rantai molekul serat pada daerah amorf mempunyai mobilitas tinggi
dan pori-pori serat mengembang. Kenaikan suhu menyebabkan adsorpsi dan difusi zat warna
bertambah. Energi rantai molekul serat bertambah sehingga mudah bergeser satu sama lain dan
molekul zat warna dapat masuk ke dalam serat dengan cepat. Masuknya zat warna ke dalam serat
dibantu pula dengan adanya tekanan tinggi.

Rantai molekul serat poliester tersusun dengan pola zig-zag yang rapi dan celah-celah yang
akan dimasuki zat warna sangat sempit. Rantai molekul sangat sulit untuk mengubah posisinya.
Akibatnya molekul zat warna sulit menembus serat dan pencelupan akan berjalan sangat lambat
bila dilakukan tanpa pemanasan dengan suhu tinggi. Zat warna akan menempati bagian amorf dan
terorientasi dari serat poliester. Pada saat pencelupan berlangsung, kedua bagian tersebut masih
bergerak sehingga zat warna dapat masuk di antara celah-celah rantai molekul dengan adanya
ikatan antara zat warna dengan serat. Ikatan yang terjadi antara serat dengan zat warna mungkin
merupakan ikatan fisika, tetapi dapat pula merupakan ikatan hidrogen yang terbentuk dari gugusan
amina primer pada zat warna dengan gugusan asetil pada molekul serat.

Demikian pula gaya-gaya Dispersi London (Van der Waals) yang dapat terjadi dalam
pencelupan tersebut, seperti diilustrasikan dalam gambar di bawah ini :
I II
Tolakan
Tarikan
Tolakan
+ Tarikan
+ ikatan Van Der Waals
A B

Dalam gambar di atas dimisalkan atom A adalah atom zat warna, sedangkan atom B adalah
serat poliester. Pada saat atom A mulai berdekatan dengan atom B, maka salah satu atom cenderung
untuk mendekati atom tetangganya. Sampai pada jarak tertentu maka pada kedua atom akan terjadi
antaraksi, dimana awan elektron I pada atom A akan tertarik pada inti atom B, awan elektron II
pada atom B akan tertarik pada inti atom A, awan elektron I dan awan elektron II saling tolak, dan
inti atom A akan menolak inti atom B. Antaraksi tersebut akan menghasilkan energi tarik-menarik.
Interaksi 2 kutub juga mungkin mengambil peranan penting dalam mekanisme pencelupannya.
-
O - +
+ +
N= =N – H O= C – O – C
=N–N=
-
O I I Ikatan dua kutub

H CH3

Zat warna yang bersifat planar akan lebih mudah terserap daripada zat warna yang bukan planar.
Hal ini menunjukkan pertentangan terhadap teori solidsolution.
Jenis ikatan yang terjadi antara gugus fungsional dengan serat poliester ada dua macam yaitu :
1. Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan gaya dipol yang melibatkan atom hidrogen dengan atom lain
yang bersifat elektronegatif. Pada umumnya zat warna dispersi tidak mengadakan ikatan hidrogen
dengan serat poliester karena zat warna dispersi dengan serat poliester bersifat nonpolar, hanya
sebagian zat warna dispersi yang mengadakan ikatan hidrogen dengan serat poliester yaitu zat
warna dispersi yang mempunyai donor proton seperti –OH atau NH2.
2. Ikatan Hidrofobik
Zat warna dispersi dan serat poliester merupakan senyawa hidrofob dan cenderung bersifat
non polar. Ikatan yang terjadi pada senyawa hidrofob dan bersifat nonpolar ini yang disebut dengan
iatan hidrofobik. Gaya berperan dalam terbentunya ikatan hidrofobik antara serat poliester dengan
zat warna dispersi adalah gaya Dispersi London yang termasuk kedalam gaya Van der Waals (gaya
fisika) yang terjadi berdasarkan interaksi antara kedua molekul yang berbeda. Iatan Van der Waals
terdiri dari kedua komponen yaitu ikatan dipol (kutub) dan Dispersi London akan tetapi sifat zat
warna dispersi cenderung polar, sehingga gaya yang lebih berperan dalam terbentukya ikatan antara
zat warna dispersi dan serat poliester adalah gaya Dispersi London.
Setelah proses pencelupan perlu diperlukan penghilangan sisa zat warna yang tidak terfiksasi pada
permukaan bahan agar ketahanan luntur warnannya tidak turun, caranya yaitu dengan dicuci reduksi
atau di heat sett pada suhu 170OC selama 2 menit
2.5 Evaluasi Pencelupan
a. Ketuaan dan Kerataan Warna
Pengukuran dilakukan dengan mengunakan sistem ruang warna CIE Lab 1970. Contoh uji
diukur reflektansinya (% R) pada panjang gelombang 400 – 700 nm dengan selang 20 nm sehingga
dapat ditentukan panjang gelombang maksimum dengan nilai % R terendah, dan nilai reflektansinya
dikonversikan menjadi nilai ketuaan warna (K/S) berdasarkan persamaan Kubelka-Munk sebagai
berikut :

K/S 
1 R
2

2R
Keterangan :
K : Koefisien penyerapan cahaya
S : Koefisien penghamburan cahaya
R : % reflektansi
Setelah diketahui K/S bahan tercelup, maka nilai K/S zat warna dapat diketahui berdasarkan
perhitungan berikut :
K/S zat warna = K/S bahan tercelup – K/S bahan putih (sebelum dicelup)

b. Ketahanan Luntur Warna


Pengujian ini dimaksudkan untuk menguji penodaan dari bahan berwarna pada kain, yang
disebabkan oleh gosokan dari segala macam serat, baik dalam bentuk benang maupun kain.
Pengaruh gosokan tersebut diamati dalam keadaan kering maupun basah. Prinsip pengerjaannya
yaitu dengan menggosokkan kain putih kering maupun basah yang telah dipasang pada Crockmeter
bersama contoh uji dengan ukuran tertentu. Penodaan pada kain putih dinilai dengan menggunakan
Staining scale.
III. PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan

Alat Bahan

 Kain spandex
 Gelas piala 100 ml  Zat Warna Dispersi
 Pengaduk  Zat Pendispersi
 Gelas Ukur 100 ml  Asam asetat 30%
 Pipet volume  NaOH (Natrium Hidroksida)
 Mesin HT Dyeing  Na2S2O4
 Tabung Rapid/celup  Na2CO3
 Spektrofotometer
 Komputer

3.2 Resep

Resep pencelupan :

Zat warna disperse : x % owf

Zat pendispersi : 0,5-1ml/l

Asam asetat 30 % : 0,5- ml/l ( ph 5)

Zat perata : 0,5-1,5 ml/l

Zat nti sadah : 0,5-1 ml/l

Zat anticrease : 0,5-2 ml/l

Vlot : 1:20

Suhu : 130 c

Waktu : 30 – 45 menit
3.2.2 Pencucian reduksi

Detergent : 1-2 ml/l

Na2SO4 : 2-4 g/l

NaOH padat :1-2 g/l

Suhu : 80 c

Waktu : 10 menit

Vlot : 1:20

3.3. Diagram Alir

Pembuatan
Pencucian pengeringan
larutan celup dan (washing) (drying)
persiapan bahan

Evaluasi
Kerataan
reduction
Pencelupan Ketuaan
cleaning
Tahan Luntur
Warna

3.4. Skema Proses


- Air
- asam asetat - Teepol
130°C
-zat pendispersi - NaOH
-zat perata -Na2S2O4
70°C

-zw

30°C -kain

10 30 10 15

Waktu (menit)

3.5.Fungsi Zat

Fungsi zat yang digunakan yaitu sebagai berikut.


 Zat Warna Dispersi : Memberi warna pada kain poliester.
 Asam Asetat : Pengatur pH larutan, suasana asam karena untuk menjaga
serat poliester tetap pada suasana asam.
 Pendispersi : Mendispersikan zat warna sehingga tersebar merata kedalam
larutan celup, meratakan dan mempercepat pembasahan
serta untuk memberi pelarut pada zw dispersi.
 Zat Anti Crease : Untuk mencegah lipatan pada kain sehingga tidak belang
 Zat Perata : Meratakan warna dan membantu pewarnaan
 Zat Anti Sadah : Mengikat garam-garam penyebab sadah (Ca2+ dan Mg2+)
 NaOH : Untuk mengaktifkan Natrium Hidrosulfit menghasilkan
hanasen
 Na2S2O4 : Untuk mereduksi zat warna yang tidak terfiksasi didalam
serat
 Teepol : Pada proses pencucian, menghilangkan sisa zat warna yang
menempel pada permukaan serat
IV. HASIL PERCOBAAN
4.1 Perhitungan Resep
PERHITUNGAN RESEP HT/HP

RESEP 1 ( Waktu 30 menit) RESEP 2 ( Waktu 40 menit)

Berat bahan = 3,43 gram Berat bahan = 3,66 gram

Vlot (larutan) =3,43 x 20= 68,6 ml/l Vlot (larutan) =3,66 x 20= 73,2 ml/l

2 100 2 100
Zat warna = x 3,43 x = 6,86 Zat warna = x 3,66 x = 7,32
100 1 100 1

ml/l ml/l

1 1
Zat pendispersi= 1000 x 68,6 = 0,068 ml/l Zat pendispersi= 1000 x 73,2 = 0,073 ml/l

1 1
Zat anti sadah = 1000 x 68,6 = 0,068 Zat anti sadah = 1000 x 73,2 = 0,073

ml/l ml/l

1 1
Zat anti crease = x 68,6 = 0,068 ml/l Zat ani crease = x 73,2 = 0,073
1000 1000

ml/l
CH3COOH 30%=𝑝𝐻5
CH3COOH 30%=𝑝𝐻5

RESEP 3 ( Waktu 50 menit) RESEP 4 ( Waktu 60 menit)

Berat bahan = 3,60 gram Berat bahan = 3,72 gram

Vlot (larutan) =3,60 x 20= 72 ml/l Vlot (larutan) =3,72 x 20= 75,4 ml/l

2 100 2 100
Zat warna = 100 x 3,60 x 1
= 7,2 Zat warna = 100 x 3,72 x 1
= 7,54

ml/l ml/l

1 1
Zat pendispersi= x 72 = 0,072 ml/l Zat pendispersi= x 75,4 = 0,075 ml/l
1000 1000

1 1
Zat anti sadah = x 72 = 0,072 ml/l Zat anti sadah = x 75,4 = 0,075
1000 1000

ml/l
1
Zat ani crease = 1000 x 72 = 0,072 ml/l
1
Zat anti crease = 1000 x 75,4 = 0,075 ml/l
CH3COOH 30%=𝑝𝐻5
CH3COOH 30%=𝑝𝐻5
4.2 Perhitungan k/s
1) Kain 4

KERATAAN HTHP 1

NO. X |Xi-X| |Xi-X|2


1 2,19 0,1988 0,039521
2 2,627 -0,2382 0,056739
3 2,262 0,1268 0,016078
4 2,391 -0,0022 4,84E-06
5 2,474 -0,0852 0,007259
 Standar Deviasi (SD) =
RATA 2,3888 2,66E-16 0,023921
√ Σ (x - x) 2

𝑛−1

√(0,023921)
SD = 5−1

= 0,07

2) Kain 2
KERATAAN HTHP 2

X |Xi-X| |Xi-X|2
1 2,517 0,0496 0,00246
2 2,514 0,0526 0,002767
3 2,64 -0,0734 0,005388
4 2,492 0,0746 0,005565
5 2,67 -0,1034 0,010692
RATA 2,5666 2,66E-16 0,005374

√ Σ (x - x) 2
 Standar Deviasi (SD) =
𝑛−1

√(0,05374)
SD = 5−1

= 0,03
3) Kain 3
KERATAAN HTHPL 3

X |Xi-X| |Xi-X|2
1 0,357 0,0108 0,000117
2 0,372 -0,0042 1,76E-05
3 0,381 -0,0132 0,000174
4 0,35 0,0178 0,000317
5 0,379 -0,0112 0,000125
RATA 0,3678 2,22E-17 0,00015

√ Σ (x - x) 2
 Standar Deviasi (SD) =
𝑛−1

√(0,05374)
SD =
5−1

= 0,0019

4) Kain 1
KERATAAN HTHP 4

X |Xi-X| |Xi-X|2
1 2,34 -0,0416 0,001731
2 2,379 -0,0806 0,006496
3 2,398 -0,0996 0,00992
4 2,248 0,0504 0,00254
5 2,127 0,1714 0,029378
RATA 2,2984 -4,4E-16 0,010013  Standar Deviasi (SD) =

√ Σ (x - x) 2

𝑛−1

√(0,05374)
SD = 5−1

= 0,05
5) Ketuaan Warna
KETUAAN HTHP

X |Xi-X| |Xi-X|2
1 2,307 0,04525 0,002048
2 2,467 -0,11475 0,013168
3 2,309 0,04325 0,001871
4 2,326 0,02625 0,000689
RATA 2,35225 1,11E-16 0,004444

√ Σ (x - x) 2
 Standar Deviasi (SD) = 𝑛−1

√(0,05374)
SD = 5−1

= 0,06

4.3 Grafik K/S

k/s
0.08

0.07

0.06

0.05

0.04

0.03

0.02

0.01

0
Kain 1 Kain 2 Kain 3 Kain 4
k/s
4.2 Data Percobaan

Kain 1 (orang 1) Kain 2 (orang 2) Kain 3 (orang 3) Kain 4 (orang 4)

4.3 Evaluasi

4.3.1 Tahan Luntur Warna terhadap gosokan

Hasil
Kain 1 Kain 2 Kain 3 Kain 4
pencelupan
Kering (1-5) 4 4 4/5 4/5
Basah (1-5) 4 4/5 4/5 4/5

4.3.2 Ketuaan Warna

Hasil
Kain 1 Kain 2 Kain 3 Kain 4
pencelupan
Nilai (1-5) 3 2 1 4

4.3.3 Kerataan Warna


Hasil
Kain 1 Kain 2 Kain 3 Kain 4
pencelupan
Nilai K/S 0,05 0,03 0,0019 0,07

V. Diskusi Dan Kesimpulan


5.1 Diskusi
Beberapa keuntungan penggunaan metoda exhaust sistim HTHP ini adalah dapat mencelup
warna tua, hemat bahan, waktu dan biaya proses, adsorbsi lebih cepat, kerataan lebih baik,
ketahanan luntur baik, penetrasi lebih baik, dan dapat menggunakan zat warna dispersi dengan
ketahanan sinar yang lebih baik dan sukar menguap tetapi hanya terserap sedikit pada
pencelupan di bawah temperatur 100oC.
Setelah dilakukan pencelupan, maka kain harus dicuci reduksi. Proses cuci reduksi
(Reduction Clearing) menggunakan kostik soda dan natrium hidrosulfit yang akan
menghasilkan gas hidrogen untuk mereduksi sisa zat warna yang tidak mewarnai serat dan
menghilangkan sisa zat proses lainnya. Reaksinya sebagai berikut :

NaOH + 2 Na2S204 2 H2O Na2SO4 + 6 Hn

Pemakaian kaustik soda ini hanya untuk mengaktifkan natrium hidrosulfit agar menghasilkan
gas hidrogen. Kostik soda tidak boleh terlalu banyak karena ia dapat menghidrolisa permukaan
serat poliester dan menyebabkan serat ini terkikis, seperti pada proses penurunan berat. Setelah
cuci reduksi, bahan selanjutnya dicuci bersih dengan deterjen. Tujuannya untuk menghilangkan
hasil proses cuci reduksi yaitu garam natrium sulfat (Na2SO4).

Berdasarkan data kerataan dan ketuaan warna, yang dapat dilihat dari grafik k/s, dapat diketahui
bahwa kain nomor 1 dengan pengerjaan pencelupan selama 30 menit sudah mendapatkan hasil
yang bagus, tetapi setelah dilakukan pengerjaan selama 40 menit pada kain nomor 2, dan
pengerjaan pada waktu 50 menit pada kain nomor 3, hasil k/s nya malah turuh (kerataan warna).
Sedangkan pada pengerjaan waktu selama 60 menit pada kain nomor 4 didapatkan hasil yang
tinggi. Ini terjadi karena difusi zat warna menjadi lebih banyak dan maksimal pada saat
dilakukan pencelupan dalam waktu yang lama, yaitu 60 menit dan dengan metoda exhaust
sistem HTHP.

Tahan luntur warna yang dihasilkan setelah dilakukan pengujian tahan luntur warna baik gosok
basah ataupun gosok kering, rata-rata menghasilkan tahan luntur warna yang baik, pada kain
nomor 3 dan 4 memiliki nilai 4/5 pada uji gosok dan uji kering. Ini dapat diakibatkan oleh
penggunaan sistem HTHP pada proses pencelupan, simana kain poliester dicelup pada suhu
dan tekanan yang tinggi, sehingga pendifusian zat warna pada serat menjadi lebih baik dengan
penggunaan metoda dan sistem ini.

5.2 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum, didapat kesimpulan bahwa dalam pencelupan kain poliester
dengan menggunakan metoda exhaust dengan sistem HTHP, pencelupan yang baik dan
didapatkan hasil yang bagus dalam waktu 60 menit.

Daftar Pustaka

Ichwan M, dkk., 2017. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan 2. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil:
Bandung.

Ir. Rasjid Djufri, M. Sc; G.A. Kasoenarno, Bk. Teks; Astini Salihima, S. Teks; Arifin Lubis, S.Teks,
“Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan“, Institut Teknologi Tekstil, 1973, Bandung.

Kemal, Noerati. 2012. Serat Tekstil2. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil

P. Soeprijono S.Teks, Poerwanti S.Teks, Widayat S.Teks, Jumaeri S.Teks “ Serat- Serat Tekstil
“,Institut Teknologi Tekstil, 1973, Bandung

Shore, John. Colorant and Auxiliaries, volume 2- Auxiliaries.Society of Dyers and Colourists.
Manchester, England : 1990.

Anda mungkin juga menyukai