Makalah Teknologi Pencelupan
Makalah Teknologi Pencelupan
Pencelupan Serat Spandek dengan Zat Warna Dispersi Metoda Exhaust Sistim HT/HP
Disusun oleh:
Kelompok : 1
Grup :3K3
2017
Pencelupan Kain Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Exhaust Sistim HT/HP
Karakteristik Spandex
Zat warna dispersi mula-mula digunakan untuk mewarnai serat selulosa. Kemudian dikembangkan
lagi, sehingga dapat digunakan untuk mewarnai serat buatan lainnya yang lebih hidrofob dari serat
selulosa asetat, seperti serat poliester, poliamida, dan poliakrilat.
Zat warna dispersi merupakan zat warna yang terdispersi dalam air dengan bantuan zat pendispersi.
Adapun sifat-sifat umum zat warna dispersi adalah sebagai berikut:
1. Zat warna dispersi mempunyai berat molekul yang relatif kecil (partikel 0,5-2).
2. Bersifat non-ionik terdapat gugus-gugus fungsional seperti –NH2, -NHR, dan-OH. Gugus-
gugus tersebut bersifat agak polar sehingga menyebabkan zat warna sedikit larut dalam air.
3. Kelarutan zat warna dispersi sangat kecil, yaitu 0,1 mg/l pada suhu 80C.
4. Tidak megalami perubahan kimia selama proses pencelupan berlangsung.
1. Golongan A
Zat warna dispesi golongan ini mempunyai berat molekul kecil sehingga sifat
pencelupannya baik karena mudah terdispersi dan mudah masuk ke dalam serat,
sedangkan ketahanan sublimasinya rendah yaitu tersublimasipada suhu 170C. Pada
umumnya zat warna dispersi golongan ini digunakan untuk mencelup serat rayon
asetat, tetapi juga digunakan untuk mencelup poliester pada suhu 100C tanpa
penambahan zat pengemban.
2. Golongan B (E)
Zat warna dispersi golongan ini memiliki sifat pencelupan yang baik dengan
ketahanan sublimasi cukup, yaitu tersublim penuh pada suhu 190C. Zat warna
golongan B ini sangatbaik untuk pencelupan poliester baik dengan cara
carrier/pengemban pada suhu didih (100C) maupun cara pencelupan suhu tinggi
(130C).
3. Golongan C (SE)
Zat warna dispersi golongan ini mempunyai sifat pencelupan dengan ketahanan
sublimasi tinggi, yaitu tersublim penuh pada suhu 200C, bisa digunakan untuk
mencelup cara carrier, suhu tinggi ataupun cara thermosol.
4. Golongan D (S)
Zat warna dispersi golongan ini mempunyai berat molekul paling besar diantara
keempat golongan lainnnya sehingga mempunyai sifat pencelupan paling jelek karena
sukar terdispersi dalam larutan dan sukar masuk kedalam serat. Akan tetapi, zat warna
golonganD ini memiliki ketahanan sublimasi paling tinggi yaitu tersublimasi penuh
pada suhu 210C. zat warna ini tidak digunakan untuk pencelupan dengan zat
pengemban, namun sangat baik apabila digunakan untuk pencelupan suhu tinggi dan
cara thermosol.
Adapun golongan zat warna disperse dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel-1. Golongan Zat Warna Dispersi Berdasarkan Ketahanan Sublimasinya
Bentuk Sumitomo Suhu Suhu Metoda Celup
Kelompok
molekul BASF sublimasi Termosol HT/HP Carrier
Thermosol
A 1700C 1800C 1300C 1000C
B E 1900C 2000C X x V
C SE 2000C 2100C V V V
D S 2100C 2200C V V x
Berdasarkan sturuktur kimianya, zat warna dispersi terbagi menjadi 3 golongan yaitu:
C2H5
O2N N N N
C2H4OH
2. Golongan Antrakuinon
NO2 O OH
OH O NH
N SO2N
H
NH
Sifat-sifat Umum Zat Warna Dispersi
1. Sifat dasar mempunyai berat molekul yang rendah dengan inti kromofor, diantaranya
: azo, antrakuinon, dan dipenilamina.
2. Meleleh pada temperatur tinggi (lebih besar dari pada 150 0C), kemudian dapat
mengkristal lagi.
3. Sifat dasar adalah non ionic meskipun mempunyai gugus –OH, -NH2, dan gugus –
NHR, dansebagainya yang bertindak sebagai gugus pemberi (donor) hydrogen untuk
mengadakan ikatan dengan serat (gugus karbonil).
4. Gugus –OH, -NH2, dan gugus fungsional yang sejenis menyebabkan zat warna
dispersi sedikit larut dalam air (± 0,1 miligram/l), tapi mempunyai kejenuhan yang
tinggi pada serat pada kondisi pencelupan.
5. Penambahan zat pendispersi ke dalam larutan celupnya akan menyebabkan zat warna
dispersi stabil dalam air.
6. Secara relatif kerataan penyerapan zat warna dalam serat adalah tinggi (10 – 50 mg/g
serat).
Ikatan yang utama antara zat warna disperse dengan poliester adalah ikatan hidrofobik, namun
untuk beberapa kasus dapat pula terjadi ikatan hydrogen atau ikatan dwi kutub.
Dalam perdagangan umumnya zat warna disperse mengandung gugus aromatic dan alifatik yang
mengakibatkatkan gugus fungsional seperti : -OH, -NH2,-NHR. Gugus fungsional tersebut
merupakan pengikat dipol atau dwi kutub juga membentuk ikatan hydrogen dengan gugus
karboknil atau gugus asetil. Berikut adalah reaksi terjadinya ikatan hydrogen pada proses
pencelupan serat poliester dengan zat warna dispersi.
δ- δ+ δ- δ+
O2N N N N H O C
Ikatan hidrogen
H OH
2.3 Zat Pembantu
Zat pembantu (auxiliaries) adalah zat tambahan selain zat warna yang digunakan pada proses
pencelupan agar menghasilkan celupan yang penyerapan zat warnanya maksimum, warnanya rata
dan sesuai target warna yang diinginkan, serat tahan luntur warnanya baik. Zat pembantu ini
meliputi zat pengatur pH, zat pendispersi, zat perata, zat anti crease mark dan zat anti sadah.
a. Zat Pengatur pH
Pencelupan poliester dengan zat warna dispersi umumnya berlangsung dalam suasana asam pH
4.0 – 5.5. kondisi pH ini dimaksudkan agar tidak terjadi hidrolisis pada serat poliester dan sebagian
besar zat warna dispersi akibat pH alkali. Untuk mendapatkan pH larutan celup tersebut perlu
ditambahkan asam asetat (CH3COOH 30%) kurang lebih 0,5 mL/L.
b. Zat Pendispersi
Zat warna dispersi bersifat hidrofob dan kelarutannya di dalam air sangat kecil sekali, oleh
karena itu partikel zat warna disperse yang tidak larut tersebut harus didispersikan secara homogen
di dalam larutan. Untuk menjamin kestabilan pendispersian dan mencegah agregasi zat warna pada
suhu tinggi perlu dibantu dengan zat pendispersi. Zat ini berupa suatu senyawa surfaktan anionik
atau senyawa polielektrolit anionik (turunan lignosulfat) yang tahan suhu tinggi dan bekerja dengan
cara bagian hidrofob dari zat pendispersi menarik partikel zat warna bagian hidrofil yang bermuatan
negatif mengarah ke larutan dan menjaga jarak antar partikel zat warna agar tidak beragregasi
sehingga partikel zat warna tetap terdispersi secara homogen di dalam larutan.
c. Zat Perata (Levelling Agent)
Zat perata yang digunakan adalah jenis leveler yang bekerja memperbesar migrasi zat warna di
dalam serat serta memperbaiki pendispersian zat warna. Zat perata yang digunakan dapat berupa
campuran pendispersi anionik dan nonionik serta zat perata yang mengandung carrier (campuran
zat pendispersi anionik + pendispersi nonionik + carrier). Leveler yang tidak mengandung carrier
ditujukan untuk mengatasi belang spot akibat pendispersian yang kurang sempurna, sedangkan
leveler yang mengandung carrier digunakan untuk mengatasi belang akibat efek barrier.
d. Zat Anti Crease Mark
Zat ini digunakan untuk pencelupan kain dalam bentuk rope pada mesin jet dyeing dimana bisa
terjadi belang pada lipatan kain dan timbul bulu pada kain akibat adanya gesekan kain dengan
nozzle. Zat anti crease mark ini mengandung koloid pelindung untuk meminimumkan gesekan
antara kain dengan nozzle serta mengandung zat penetrasi sehingga zat warna bisa masuk dengan
baik ke bagian lipatan kain yang lebih rapat.
e. Zat Anti Sadah
Air proses yang mengandung logam Ca2+, Mg2+, Fe2+, Mn2+, Cu2+, Zn2+ dapat mengganggu
kerja pendispersi anionik sehingga pendispersian zat warna tidak sempurna (tidak terdispersi secara
monomolekuler) maka zat warna menjadi terdispersi dalam bentuk agregat sehingga molekulnya
menjadi besar. Hal tersebut akan menggangu proses difusi zat warna kedalam serat sehingga akan
terbentuk ring dyeing (pencelupan cincin) yang tahan lunturnya jadi lebih rendah dan warnanya
menjadi lebih suram. Zat anti sadah yang sering digunakan adalah jenis EDTA (Ethylene Diamine
Tetra Acetic Acid) yang relatif stabil pada kondisi proses pencelupan metode HT/HP.
(<1) (10)
Serat
Pencelupan dimulai dengan adsorpsi zat warna pada permukaan serat, selanjutnya terjadi
difusi zat warna dari permukaan ke dalam serat. Adsorpsi dan difusi zat warna ke dalam serat dapat
dipercepat dengan menaikkan temperatur proses.
Dalam air, serat poliester akan memiliki gaya dipol antar serat dimana ikatannya
digambarkan sebagai berikut:
O O
HO OC CO(CH 2) 2 O n H
Gaya Dipol
O O
HO OC CO(CH 2) 2 O n H
Gaya ini terjadi karena atom karbon bermuatan parsial positif (+)dan atom oksigen
bermuatan parsial negatif (-). Gaya dipol akan renggang pada saat pemanasan di atas 80oC
sehingga zat warna bisa masuk ke dalam serat.
Pada suhu tinggi, rantai-rantai molekul serat pada daerah amorf mempunyai mobilitas tinggi
dan pori-pori serat mengembang. Kenaikan suhu menyebabkan adsorpsi dan difusi zat warna
bertambah. Energi rantai molekul serat bertambah sehingga mudah bergeser satu sama lain dan
molekul zat warna dapat masuk ke dalam serat dengan cepat. Masuknya zat warna ke dalam serat
dibantu pula dengan adanya tekanan tinggi.
Rantai molekul serat poliester tersusun dengan pola zig-zag yang rapi dan celah-celah yang
akan dimasuki zat warna sangat sempit. Rantai molekul sangat sulit untuk mengubah posisinya.
Akibatnya molekul zat warna sulit menembus serat dan pencelupan akan berjalan sangat lambat
bila dilakukan tanpa pemanasan dengan suhu tinggi. Zat warna akan menempati bagian amorf dan
terorientasi dari serat poliester. Pada saat pencelupan berlangsung, kedua bagian tersebut masih
bergerak sehingga zat warna dapat masuk di antara celah-celah rantai molekul dengan adanya
ikatan antara zat warna dengan serat. Ikatan yang terjadi antara serat dengan zat warna mungkin
merupakan ikatan fisika, tetapi dapat pula merupakan ikatan hidrogen yang terbentuk dari gugusan
amina primer pada zat warna dengan gugusan asetil pada molekul serat.
Demikian pula gaya-gaya Dispersi London (Van der Waals) yang dapat terjadi dalam
pencelupan tersebut, seperti diilustrasikan dalam gambar di bawah ini :
I II
Tolakan
Tarikan
Tolakan
+ Tarikan
+ ikatan Van Der Waals
A B
Dalam gambar di atas dimisalkan atom A adalah atom zat warna, sedangkan atom B adalah
serat poliester. Pada saat atom A mulai berdekatan dengan atom B, maka salah satu atom cenderung
untuk mendekati atom tetangganya. Sampai pada jarak tertentu maka pada kedua atom akan terjadi
antaraksi, dimana awan elektron I pada atom A akan tertarik pada inti atom B, awan elektron II
pada atom B akan tertarik pada inti atom A, awan elektron I dan awan elektron II saling tolak, dan
inti atom A akan menolak inti atom B. Antaraksi tersebut akan menghasilkan energi tarik-menarik.
Interaksi 2 kutub juga mungkin mengambil peranan penting dalam mekanisme pencelupannya.
-
O - +
+ +
N= =N – H O= C – O – C
=N–N=
-
O I I Ikatan dua kutub
H CH3
Zat warna yang bersifat planar akan lebih mudah terserap daripada zat warna yang bukan planar.
Hal ini menunjukkan pertentangan terhadap teori solidsolution.
Jenis ikatan yang terjadi antara gugus fungsional dengan serat poliester ada dua macam yaitu :
1. Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan gaya dipol yang melibatkan atom hidrogen dengan atom lain
yang bersifat elektronegatif. Pada umumnya zat warna dispersi tidak mengadakan ikatan hidrogen
dengan serat poliester karena zat warna dispersi dengan serat poliester bersifat nonpolar, hanya
sebagian zat warna dispersi yang mengadakan ikatan hidrogen dengan serat poliester yaitu zat
warna dispersi yang mempunyai donor proton seperti –OH atau NH2.
2. Ikatan Hidrofobik
Zat warna dispersi dan serat poliester merupakan senyawa hidrofob dan cenderung bersifat
non polar. Ikatan yang terjadi pada senyawa hidrofob dan bersifat nonpolar ini yang disebut dengan
iatan hidrofobik. Gaya berperan dalam terbentunya ikatan hidrofobik antara serat poliester dengan
zat warna dispersi adalah gaya Dispersi London yang termasuk kedalam gaya Van der Waals (gaya
fisika) yang terjadi berdasarkan interaksi antara kedua molekul yang berbeda. Iatan Van der Waals
terdiri dari kedua komponen yaitu ikatan dipol (kutub) dan Dispersi London akan tetapi sifat zat
warna dispersi cenderung polar, sehingga gaya yang lebih berperan dalam terbentukya ikatan antara
zat warna dispersi dan serat poliester adalah gaya Dispersi London.
Setelah proses pencelupan perlu diperlukan penghilangan sisa zat warna yang tidak terfiksasi pada
permukaan bahan agar ketahanan luntur warnannya tidak turun, caranya yaitu dengan dicuci reduksi
atau di heat sett pada suhu 170OC selama 2 menit
2.5 Evaluasi Pencelupan
a. Ketuaan dan Kerataan Warna
Pengukuran dilakukan dengan mengunakan sistem ruang warna CIE Lab 1970. Contoh uji
diukur reflektansinya (% R) pada panjang gelombang 400 – 700 nm dengan selang 20 nm sehingga
dapat ditentukan panjang gelombang maksimum dengan nilai % R terendah, dan nilai reflektansinya
dikonversikan menjadi nilai ketuaan warna (K/S) berdasarkan persamaan Kubelka-Munk sebagai
berikut :
K/S
1 R
2
2R
Keterangan :
K : Koefisien penyerapan cahaya
S : Koefisien penghamburan cahaya
R : % reflektansi
Setelah diketahui K/S bahan tercelup, maka nilai K/S zat warna dapat diketahui berdasarkan
perhitungan berikut :
K/S zat warna = K/S bahan tercelup – K/S bahan putih (sebelum dicelup)
Alat Bahan
Kain spandex
Gelas piala 100 ml Zat Warna Dispersi
Pengaduk Zat Pendispersi
Gelas Ukur 100 ml Asam asetat 30%
Pipet volume NaOH (Natrium Hidroksida)
Mesin HT Dyeing Na2S2O4
Tabung Rapid/celup Na2CO3
Spektrofotometer
Komputer
3.2 Resep
Resep pencelupan :
Vlot : 1:20
Suhu : 130 c
Waktu : 30 – 45 menit
3.2.2 Pencucian reduksi
Suhu : 80 c
Waktu : 10 menit
Vlot : 1:20
Pembuatan
Pencucian pengeringan
larutan celup dan (washing) (drying)
persiapan bahan
Evaluasi
Kerataan
reduction
Pencelupan Ketuaan
cleaning
Tahan Luntur
Warna
-zw
30°C -kain
10 30 10 15
Waktu (menit)
3.5.Fungsi Zat
Vlot (larutan) =3,43 x 20= 68,6 ml/l Vlot (larutan) =3,66 x 20= 73,2 ml/l
2 100 2 100
Zat warna = x 3,43 x = 6,86 Zat warna = x 3,66 x = 7,32
100 1 100 1
ml/l ml/l
1 1
Zat pendispersi= 1000 x 68,6 = 0,068 ml/l Zat pendispersi= 1000 x 73,2 = 0,073 ml/l
1 1
Zat anti sadah = 1000 x 68,6 = 0,068 Zat anti sadah = 1000 x 73,2 = 0,073
ml/l ml/l
1 1
Zat anti crease = x 68,6 = 0,068 ml/l Zat ani crease = x 73,2 = 0,073
1000 1000
ml/l
CH3COOH 30%=𝑝𝐻5
CH3COOH 30%=𝑝𝐻5
Vlot (larutan) =3,60 x 20= 72 ml/l Vlot (larutan) =3,72 x 20= 75,4 ml/l
2 100 2 100
Zat warna = 100 x 3,60 x 1
= 7,2 Zat warna = 100 x 3,72 x 1
= 7,54
ml/l ml/l
1 1
Zat pendispersi= x 72 = 0,072 ml/l Zat pendispersi= x 75,4 = 0,075 ml/l
1000 1000
1 1
Zat anti sadah = x 72 = 0,072 ml/l Zat anti sadah = x 75,4 = 0,075
1000 1000
ml/l
1
Zat ani crease = 1000 x 72 = 0,072 ml/l
1
Zat anti crease = 1000 x 75,4 = 0,075 ml/l
CH3COOH 30%=𝑝𝐻5
CH3COOH 30%=𝑝𝐻5
4.2 Perhitungan k/s
1) Kain 4
KERATAAN HTHP 1
𝑛−1
√(0,023921)
SD = 5−1
= 0,07
2) Kain 2
KERATAAN HTHP 2
X |Xi-X| |Xi-X|2
1 2,517 0,0496 0,00246
2 2,514 0,0526 0,002767
3 2,64 -0,0734 0,005388
4 2,492 0,0746 0,005565
5 2,67 -0,1034 0,010692
RATA 2,5666 2,66E-16 0,005374
√ Σ (x - x) 2
Standar Deviasi (SD) =
𝑛−1
√(0,05374)
SD = 5−1
= 0,03
3) Kain 3
KERATAAN HTHPL 3
X |Xi-X| |Xi-X|2
1 0,357 0,0108 0,000117
2 0,372 -0,0042 1,76E-05
3 0,381 -0,0132 0,000174
4 0,35 0,0178 0,000317
5 0,379 -0,0112 0,000125
RATA 0,3678 2,22E-17 0,00015
√ Σ (x - x) 2
Standar Deviasi (SD) =
𝑛−1
√(0,05374)
SD =
5−1
= 0,0019
4) Kain 1
KERATAAN HTHP 4
X |Xi-X| |Xi-X|2
1 2,34 -0,0416 0,001731
2 2,379 -0,0806 0,006496
3 2,398 -0,0996 0,00992
4 2,248 0,0504 0,00254
5 2,127 0,1714 0,029378
RATA 2,2984 -4,4E-16 0,010013 Standar Deviasi (SD) =
√ Σ (x - x) 2
𝑛−1
√(0,05374)
SD = 5−1
= 0,05
5) Ketuaan Warna
KETUAAN HTHP
X |Xi-X| |Xi-X|2
1 2,307 0,04525 0,002048
2 2,467 -0,11475 0,013168
3 2,309 0,04325 0,001871
4 2,326 0,02625 0,000689
RATA 2,35225 1,11E-16 0,004444
√ Σ (x - x) 2
Standar Deviasi (SD) = 𝑛−1
√(0,05374)
SD = 5−1
= 0,06
k/s
0.08
0.07
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0
Kain 1 Kain 2 Kain 3 Kain 4
k/s
4.2 Data Percobaan
4.3 Evaluasi
Hasil
Kain 1 Kain 2 Kain 3 Kain 4
pencelupan
Kering (1-5) 4 4 4/5 4/5
Basah (1-5) 4 4/5 4/5 4/5
Hasil
Kain 1 Kain 2 Kain 3 Kain 4
pencelupan
Nilai (1-5) 3 2 1 4
Pemakaian kaustik soda ini hanya untuk mengaktifkan natrium hidrosulfit agar menghasilkan
gas hidrogen. Kostik soda tidak boleh terlalu banyak karena ia dapat menghidrolisa permukaan
serat poliester dan menyebabkan serat ini terkikis, seperti pada proses penurunan berat. Setelah
cuci reduksi, bahan selanjutnya dicuci bersih dengan deterjen. Tujuannya untuk menghilangkan
hasil proses cuci reduksi yaitu garam natrium sulfat (Na2SO4).
Berdasarkan data kerataan dan ketuaan warna, yang dapat dilihat dari grafik k/s, dapat diketahui
bahwa kain nomor 1 dengan pengerjaan pencelupan selama 30 menit sudah mendapatkan hasil
yang bagus, tetapi setelah dilakukan pengerjaan selama 40 menit pada kain nomor 2, dan
pengerjaan pada waktu 50 menit pada kain nomor 3, hasil k/s nya malah turuh (kerataan warna).
Sedangkan pada pengerjaan waktu selama 60 menit pada kain nomor 4 didapatkan hasil yang
tinggi. Ini terjadi karena difusi zat warna menjadi lebih banyak dan maksimal pada saat
dilakukan pencelupan dalam waktu yang lama, yaitu 60 menit dan dengan metoda exhaust
sistem HTHP.
Tahan luntur warna yang dihasilkan setelah dilakukan pengujian tahan luntur warna baik gosok
basah ataupun gosok kering, rata-rata menghasilkan tahan luntur warna yang baik, pada kain
nomor 3 dan 4 memiliki nilai 4/5 pada uji gosok dan uji kering. Ini dapat diakibatkan oleh
penggunaan sistem HTHP pada proses pencelupan, simana kain poliester dicelup pada suhu
dan tekanan yang tinggi, sehingga pendifusian zat warna pada serat menjadi lebih baik dengan
penggunaan metoda dan sistem ini.
5.2 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum, didapat kesimpulan bahwa dalam pencelupan kain poliester
dengan menggunakan metoda exhaust dengan sistem HTHP, pencelupan yang baik dan
didapatkan hasil yang bagus dalam waktu 60 menit.
Daftar Pustaka
Ichwan M, dkk., 2017. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan 2. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil:
Bandung.
Ir. Rasjid Djufri, M. Sc; G.A. Kasoenarno, Bk. Teks; Astini Salihima, S. Teks; Arifin Lubis, S.Teks,
“Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan“, Institut Teknologi Tekstil, 1973, Bandung.
Kemal, Noerati. 2012. Serat Tekstil2. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
P. Soeprijono S.Teks, Poerwanti S.Teks, Widayat S.Teks, Jumaeri S.Teks “ Serat- Serat Tekstil
“,Institut Teknologi Tekstil, 1973, Bandung
Shore, John. Colorant and Auxiliaries, volume 2- Auxiliaries.Society of Dyers and Colourists.
Manchester, England : 1990.