Kebakaran Hutan Dan Lahan (Edit Final)
Kebakaran Hutan Dan Lahan (Edit Final)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
pencemarahan udara sebagai akibat kebakaran hutan dan lahan terutama hutan
dan lahan gambut. Penyebab kebakaran hutan ini berasal dari kesaling-terkaitan
Peristiwa kabut asap merupakan peristiwa yang rutin dialami masyarakat, khususnya
masyarakat Riau dan sekitarnya dalam 18 tahun terakhir ini, khususnya pada musim
kemarau. Pada tahun 2015, ada enam provinsi di Indoensia mengalami kebakaran
hutan dan lahan, yaitu Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimatan
Tengah, dan Kalimantan Selatan. Kabut asap ini berdampak di Provinsi Sumatera
Utara, Sumatera Barat, begitu juga dengan negara tetangga Malaysia, Singapura,
1
Thailand, dan Filipina.
Rp. 385 milliar yang disiapkan pemerintah tahun ini hanya dapat dibenarkan sebatas
2
untuk menyelamatkan dan meminimalisir dampak lingkungan yang akan terjadi.
Akan tetapi, tanpa ada intervensi di level kebijakan, hukum, dan kelembagaan,
masalah kebakaran di Indonesia tidak akan pernah selesai secara permanen. Oleh
karena itu perlu dilakukan penelaahan bagi akademisi mengenai kebakaran hutan.
Perlu adanya analisis mengenai faktor-faktor penyebab kebakaran hutan dan lahan
serta membandingkan dampak kejadian kebakaran hutan dari beberapa contoh studi
1.2 Tujuan
Kesehatan dan Pengelolaan Lingkungan. Serta mengetahui hukum dan kasus yang
1.3 Manfaat
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
perhatian lokal maupun global.3 Kebakaran hutan menurut Surat Keputusan Menteri
dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan hasil hutan yang
hutan yang terjadi secara alami dan kebakaran hutan yang terjadi akibat ulah manusia.4
komponen biosfer yang dapat dianggap tetap atau berubah yang berada di atas dan di
bawah wilayah tersebut, termasuk atmosfer, tanah, tumbuhan, dan hewan, serta hasil
dari akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia yang berpengaruh terhadap
Menurut pemerintah, 2,6 juta hektar lahan dan hutan terbakar antara bulan
Juni dan Oktober 2015. Kebakaran yang diakibatkan ulah manusia tersebut
secara murah. Karena adanya pola pembakaran yang tidak terkendali akibat
4
kekeringan dan diperburuk dengan pengaruh El Niño serta dan tidak jelasnya hukum
Kerugian ekonomi dan lingkungan yang luas berulang setiap tahun. Kegiatan
pembakaran hutan ini menyebabkan puluhan juta rakyat Indonesia yang lain
Kebakaran ini memiliki banyak dampak buruk dampak lingkungan, sosial dan
ekonomi. Mereka mempengaruhi dinamika karbon global dan kabut asap dari
kebakaran gambut di kawasan ini memiliki dampak negatif serius pada ekosistem,
ekonomi, dan kesehatan manusia. Intensitas kebakaran lahan dan hutan cenderung
kekeringan luar biasa yang disebabkan oleh El Nino / Southern Oscillation (ENSO)
intensitas kabut asap dari kebakaran. Sekitar 33 persen dari jumlah lahan yang
terbakar merupakan lahan gambut, yang menghasilkan kabut asap berbahaya yang
Pembakaran telah lama secara tidak resmi berperan penting dalam pembukaan
lahan. Sehingga sementara banyak yang dirugikan akibat meluasnya kebakaran dan
5
kabut asap, sejumlah pihak memperoleh keuntungan besar, salah satunya adalah
2.2 Gambut
Forestry: Ecology dan Principles, lahan gambut adalah lahan yang tersusun oleh
tanah hasil dekomposisi tidak sempurna dari vegetasi pepohonan tergenang air
sehingga kondisinya anaerobik. Gambut terbentuk dari timbunan sisa tanaman yang
telah mati. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh
secara perlahan ditumbuhi oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah. Bagian
gambut yang mengisi danau dangkal dikenal sebagai gambut topogen, karena proses
yang disebabkan topografi daerah cekungan. Gambut topogen relatif subur (eutrofik)
karena pengaruh tanah mineral. Tanaman yang tumbuh dan mati di atas gambut
topogen akan membentuk lapisan gambut baru yang membentuk dome gambut
mineral.8
6
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian menyusun peta gambut
untuk mendukung Peta Indikasi Penundaan Ijin Baru (PIPIB) hutan alam primer dan
lahan gambut dengan hasil survei pemetaan tanah yang dilakukan oleh Kementerian
Pertanian sampai dengan tahun 2010. Hasilnya luas gambut di 3 pulau besar yaitu
Sumatera, Kalimantan, dan Papua sekitar 14,9 juta hektar. Hal tersebut karena di 3
pulau tersebut curah hujan lebih tinggi daripada Jawa dan Sulawesi. Selain itu
daerahnya datar. Kombinasi dari curah hujan tinggi dan lahan relatif datar akan
menghasilkan banyak lahan terendam air. Lahan terendam air yang berpotensi
Gambar
1.
Proses
Pembentukan
Lahan
Gambut8
7
2.2 Proses Kebakaran Hutan
Kebakaran dapat terjadi jika tersedia oksigen, sumber penyulut, bahan bakar
menghasilkan karbondioksida, panas, dan partikel koloid lain.. Reaksi kimia dari
Kebakaran hutan dan lahan gambut yang sering terjadi disebabkan karena
terdapat sumber penyulut dan bahan bakar di alam. Sumber penyulut kebakaran hutan
ini adalah adanya perubahan karakteristik yang dipicu oleh manusia sendiri yang akan
berujung kebakaran yang tidak bisa dikontrol. Kebakaran di permukaan lahan gambut
Kebakaran lahan gambut bisa terjadi dengan mudah ketika lahan gambut
berada dalam kondisi kering. Lahan gambut kering secara alami ataupun karena
dikeringkan dengan cara pembuatan kanal-kanal yang mengalir dari rawa gambut ke
sungai. Kebakaran lahan gambut yang terjadi secara alami tidak berbahaya terjadi
pada musim kemarau dengan dampak kebakaran yang sangat kecil. Kebakaran hutan
yang terjadi secara alami bahkan dapat memberikan dampak yang positif karena
8
Berdasarkan tipe, kebakaran hutan dan lahan dikelompokkan menjadi 3 tipe.
Kebakaran bawah (ground fire) adalah kebakaran pada bagian bawah permukaan
tepatnya pada lapisan organik. Kebakaran permukaan (surface fire) yaitu kebakaran
yang terjadi di permukaan yang membakar semak belukar dan sejenisnya. Kebakaran
tajuk (crown fire) adalah kebakaran yang terjadi pada pucuk-pucuk pohon.10
permukaan sangat dipengaruhi oleh arah dan kecepatan angin. Jika kecepatan angin
tinggi maka kebakaran yang terjadi juga akan semakin besar dan dapat memicu
kebakaran yang lebih luas. Bagian dari pohon yang terbakar dapat diterbangkan
angin dan jatuh ke tempat baru sehingga memicu kebakaran baru di lokasi lain.
Semakin rendah kadar air pada gambut maka akan semakin cepat laju
gambut.12
9
2.4 Efek Kebakaran Hutan
antara lain:
• Efek biologis. Kebakaran hutan akan memberikan efek pada habitat flora dan
• Efek pada kesehatan manusia. Kebakaran hutan di Indonesia pada tahun 1991
19.800-48.100 kematian dini. Pada daerah yang sangat parah, > 90% jiwa
kesehatan yang serius. Penelitian yang dilakukan oleh Tan-soo dan Pattanayak
penurunan tinggi badan anak dari usia 3 tahun yang dampaknya menetap sampai
usia 17 tahun.14 Selain itu, asap yang tebal mengganggu jarak pandang dan
• Efek ekonomi. Total kerugian yang dialami Indonesia akibat kebakaran hutan
2015 sekitar US$ 20.1 milyar. Asap yang ditimbulkan menyebar sampai
banyak. Hal ini jelas menunjukkan bahwa kerugian ekonomi yang timbul akibat
10
kebakaran hutan yang tidak terkontrol berkontribusi pada kemiskinan dan
• Efek pada iklim. Emisi karbon yang besar dari pembakaran gambut menjadi
fotosintesis tumbuhan akan menurun sampai 92% dalam kondisi asap tebal, dan
berakibat negatif pada proses fotosintesis tumbuhan dan kemungkinan besar akan
Oscillation) yang mana juga akan meningkatkan insiden dan keparahan kebakaran
Pada dasarnya, usaha pencegahan kebakaran hutan ada dua, yaitu 1) mencegah
dan mengurangi terjadinya api liar; 2) mengurangi atau jika mungkin, menghilangkan
akumulasi bahan bakar yang dapat menimbulkan kebakaran hutan. Pendekatan yang
Tujuan pendekatan ini adalah sebagai acuan penetapan Early Warning System.
Berdasarkan pengaruh iklim, semua daerah atau unit pengelolaan hutan harus
11
mencatat dan memantau data curah hujan, suhu, kelembaban udara, dan kecepatan
yang akan datang. Berdasarkan data tersebut, bulan-bulan kering akan diketahui di
setiap unit pengelolaan hutan, utamanya hutan tanaman. Dengan demikian, persiapan
terjamah atau berdekatan dengan kegiatan manusia yang memanfaatkan api. Data
iklim inilah yang telah dijadikan dasar untuk menentukan tingkat kerawanan
hutan (konservasi) jangka panjang untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan
- Restorasi Gambut
Sisa dari kebakaran hutan dan lahan akan menyisakan ekosistem gambut yang
rusak. Menurut KLHK (2015), hal pertama yang harus dilakukan dalam restorasi
gambut adalah melakukan restorasi tata air. Hal ini dikarenakan faktor utama
terbentuknya ekosistem gambut adalah adanya genangan air. Selain itu, penyebab
12
utama kebakaran di lahan ini adalah dikeringkannya air. Langkah restorasi tata air
sungai, memompa air ke lahan gambut (KLHK, 2015). Apabila lahan gambut telah
Sekat bakar jalur hijau adalah jalur tanaman dengan lebar sekitar 20–30 meter
luasnya bervariasi antara 20–40 ha, tergantung dari keadaan topografinya. Jenis-
jenis pohon hutan yang ditanam di dalam sekat bakar memiliki sifat tidak mudah
rumput atau alang-alang dan mampu tumbuh kembali setelah terbakar. Adapun
jenis-jenis yang telah digunakan sebagai sekat bakar adalah Gmelina arborea,
Peltoporum dasirachis .
Sekat bakar jalur kuning merupakan sekat bakar tanpa ditanami dan selalu
13
5. Menegakkan dan Mempertegas Peraturan
kebakaran hutan dan lahan khususnya di ekosistem gambut. Hal ini ditunjukkan
gambut, seperti:
lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan” adalah
lahan yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. Ketentuan lebih lanjut
lingkungan hidup. Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta atau
peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok anggota
kelompoknya.
14
• Pada Pasal 108 dijelaskan tentang ancaman pidana penjara paling singkat 3
tahun dan paling lama 10 tahun, denda paling sedikit Rp. 3 miliar dan paling
hal yang menjadi kelemahan, yaitu peraturan yang kurang jelas dan pelanggaran
yang kurang mendapat sanksi tegas. Adanya pasal karet ditunjukkan dalam UU 32
15
pelaku utama dari kejahatan ini. Menurut Herry Purnomo, peneliti dari Center for
pembakaran hutan yang terorganisir kuat dan memiliki koneksi pejabat dari mulai
1. Pembangunan check-dam
air terutama pada musim kemarau. Dengan selalu tersedianya air, kekeringan
Peta kerawanan kebakaran adalah untuk mengetahui seluruh areal yang rawan
dan jalan-jalan yang menjadi akses masyarakat ketika masuk ke dalam hutan.
Hal ini mengingat bahwa manusia sering menjadi penyulut api, baik yang
disengaja maupun yang tidak sengaja menghasilkan api liar (wild fire).11
16
2.5.4. Pendekatan Sosial Ekonomi Masyarakat
kebakaran, 2) usaha mencegah dan mengurangi terjadinya sumber api liar (wild
produk alternatif yang memiliki nilai ekonomi, seperti hasil kerajinan rotan,
peduli kebakaran hutan dan lahan dibentuk dengan penanggung jawab kepala
17
desa yang selanjutnya dibimbing oleh LSM dan dinas
terkait.17
Ada beberapa contoh bentuk keterlibatan masyarakat yang terdiri atas kelompok-
kelompok sukarelawan dan berasal dari warga setempat dalam pengelolaan api,
antara lain:11
18
a. Regu api volunter masyarakat lokal di Finlandia terdiri atas anggota masyarakat
yang memiliki aset investasi dalam kegiatan bertani di hutan (forest farming) atau
hutan mereka.
melindungi aset masyarakat. Sebagian besar dari mereka tidak tertarik pada pertanian
jawab dan tugas anggota masyarakat yang secara sukarela berpartisipasi dalam
pengendalian api. Kunci pengendalian api adalah mendeteksi dini, pencegahan, dan
pemadaman api yang tidak diinginkan. Selain itu, lembaga ini bertanggung jawab
Pelatihan yang disesuaikan dengan tahapan apa dan tentang apa sejalan
19
dengan
konsep
”5W+1H”.
Masyarakat
dilatih
untuk
mampu
menilai
dan
mengerti
peranan komponen dasar dari api (bahan bakar, panas, dan oksigen), serta prinsip
perilaku api.11
dan Kunjungan (Laku). Saat ini terdapat metode baru dalam penyampaian
informasi yang saat ini tengah dicoba, yaitu Participatory Rural Appraisal
20
upaya pengolahan lahan tanpa bakar (PLTB) yang perlu disebarluaskan agar
teknologi, dan pendanaan. Selain itu, peraturan yang ada juga memuat hal-hal
terkait hak dan kewajiban para pihak, termasuk masyarakat dalam mengelola
21
BAB 3
LAPORAN KASUS
Sebesar 40% luas daratan Provinsi Riau 9,4 juta ha merupakan lahan gambut
(3,9 juta ha) dan sebagian merupakan lahan yang dipengaruhi oleh pasang surut air.
Kejadian kebakaan terbesar di Provinsi Riau terjadi pada tahun 1997-1998. Setiap
musim kemarau terjadi kebakaran di Provinsi Riau, namun tidak separah di tahun
1997- 1998. Terbatasnya lahan kering di Provinsi Riau akibat alih fungsi lahan dan
lahan basah (bergambut). Kebakaran yang terjadi pada tahun 1997-1998 akibat
pengeringan (Land Clearing) mencapai 26.000 ha. Kebakaran pada tahun 1997-1998
Terjadi kebakaran serta dampaknya pada bulan September 1997 hingga bulan
Mei 1998. Luasan area terbakar mencapai 51.255 ha.. Akibat adanya kebakaran pada
tahun 1997 Indonesia menghasilkan emisi CO2 sebesar 0.81--2.5 Giga Ton. Nilai
tersebut mendekati 13--40% total emisi CO2 per tahun di dunia. Selain hal tersebut
22
menyebabkan jarak pandang hanya mencapai 10-30 meter. Kabut asap menimbulkan
aktivitas ekonomi. Kerugian akibat adanya kebakaran dilansir mencapai 4,4 Milyar
US$ (WWF) dan sebanyak 20 juta orang terpajan gangguan pernapasan (WHO). 18
1997-1998.19
Tabel 1. Dampak Kesehatan Akibat Kabut yang Terkait dengan Kebakaran Hutan
23
3.2 Kebakaran hutan Riau yang terjadi di Indonesia di tahun 2015
Kebakaran hutan yang terjadi pada bulan September sampai November 2015,
sama halnya di tahun 1997, kebakaran kali ini disebabkan oleh adanya anomali
kekeringan di Indonesia. Kebakaran hutan yang terjadi di Riau tahun 2015 dipicu
pula oleh pembukaan lahan yang dilakukan oleh perusahan-perusahaan dengan cara
perusahaan termasuk kebun kelapa sawit, HPH dana HTI yang diduga membakar
hutan. Berdasarkan pada temuan lapangan, EoF menduga terjadi pembakaran hutan
dan lahan secara sengaja yang masih diselidiki lebih lanjut oleh aparat penegak
Gambar 5. Peta Rekapitulasi Titik Api yang Terekam dari Juli-Oktober 2015 di
Riau21
24
Akibat terjadinya kebakaran hutan di Riau tahun 2015 menyebabkan lahan
terbakar seluas 2.643 ha. Besar kerugian diperkirakan mencapai lebih dari Rp 20
pandang hanya sekitar 200-500 meter. Kabut asap juga menyebabkan terganggunya
transportasi darat, udara, dan laut serta kestabilan politik dengan negara tetangga.
Gangguan kesehatan ISPA terjadi akibat masyarakat yang terpajan oleh kabut
asap.22
Besar emisi karbon yang dihasilkan mencapai 1 milyar ton, di mana setiap
harinya menghasilkan emisi sebesar 15-20 juta ton. Emisi ini lebih besar
dibandingkan dengan emisi karbon yang dikeluarkan oleh Jerman dan Amerika Serikat
25
Gambar 6. Jumlah Kasus ISPA Periode Juli-September 2015 (Dinas Kesehatan
Provinsi, melalui PPKK Kemenkes RI)2
Gambar 7. ISPA Tertinggi di 6 Provinsi Terdampak Kebakaran Hutan dan Lahan 2015
(Pantauan PPKK Kemenkes terhadap Pusat Data Karhutla, Pusdatin Kemenkes)2
26
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Penyebab utama kebakaran hutan dan lahan di Indonesia pada tahun 1997-
2. Kebakaran hutan dan lahan berdampak negatif pada setiap aspek, antara lain
27
4.1 Saran
Tanpa Pembakaran”.
membentuk Early Warning System untuk prakiraan arah angin, cuaca dan
28
5. Pemerintah melalui pemerintah daerah dan dinas kesehatan terkait dapat
berisiko tinggi seperti anak-anak, ibu hamil, dan lansia agar terhindar dari
semakin meluas.
29
DAFTAR PUSTAKA
https://www.researchgate.net/publication/310391987_Kebakaran_Hutan_dan_La
2. Nurkholis, A., Rahma, Ad., Widyanigsih, Y., dkk. Analisis Temporal Kebakaran
Hutan dan Lahan di Indonesia Tahun 1997 dan 2015 (Studi Kasus Provinsi
https://www.researchgate.net/publication/326140475_Analisis_Temporal_Kebakaran_Hutan_da
n_Lahan_di_Indonesia_Tahun_1997_dan_2015_Studi_Kasus_Provinsi_Riau.
DOI: 10.3122710.31227/osf.io/cmzuf
Indonesia dan Implikasi Kebijakannya. Jurnal Sylva Lestari, Vol. 3, No. 1. Hal:
103-112.
5. Brinkman, A.R. dan A. J. Smith, 1973. Land Evaluation for Rural Purposes.
30
6. Laporan Pengetahuan Lanskap Berkelanjutan Indonesia: 1. Kerugian dari
Kebakaran Hutan Analisa Dampak Ekonomi dari Krisis Kebakaran tahun 2015.
7. Hardjowigeno, S., and Abdullah. 1987. Suitability of peat soils of Sumatera for
8. Noor, M., 2001. Pertanian Lahan Gambut: Potensi dan Kendala. Penerbit
Kanisius.
Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan
Lahan Gambut.
10. Akbar, A dkk. Tanpa tahun. Kebakaran Hutan dan Lahan Rawa Gambut:
12. Saharjo, B.H dan Syaufina, Lailan. 2004. Ekosistem Lahan Gambut Tropis.
Jakarta: Cifor.
13. Harrison, ME., Page, SE., Limin, SH. The Global Impact of Indonesian Forest
14. Tan-soo, J and Subhrendu KP. 2019. Seeking Natural Capital Projects: Forest
Fire, Haze, and Earlu-life Exposure in Indonesia. PNAS, Vol. 116, No.12, 5239-
31
15. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
17. CIDA. 2016. Strategi Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut. Brosur
19. Tacconi, Luca. 2003. Kebakaran Hutan di Indonesia: Penyebab, Biaya, dan
Implikasi Kebijakan.
20. Rumajomi HB. 2006. Kebakaran hutan di Indonesia dan dampaknya terhadap
21. Eyes on The Forest (EoF).2015. Laporan Investigatif Eyes on the Forest
22. Herawati, H., Santoso, H. Tropical forest susceptibility to and risk of fire under
32
33