0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
18 tayangan4 halaman
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang ajaran Hindu mengenai etika (susila) yang mencakup filsafat Tat Twam Asi dan konsep Cubhakarma serta Achubhakarma.
2. Tat Twam Asi berarti "aku adalah engkau, engkau adalah aku" dan menekankan empati terhadap orang lain.
3. Cubhakarma dan Achubhakarma masing-masing merujuk pada perbuatan baik dan tidak ba
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang ajaran Hindu mengenai etika (susila) yang mencakup filsafat Tat Twam Asi dan konsep Cubhakarma serta Achubhakarma.
2. Tat Twam Asi berarti "aku adalah engkau, engkau adalah aku" dan menekankan empati terhadap orang lain.
3. Cubhakarma dan Achubhakarma masing-masing merujuk pada perbuatan baik dan tidak ba
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang ajaran Hindu mengenai etika (susila) yang mencakup filsafat Tat Twam Asi dan konsep Cubhakarma serta Achubhakarma.
2. Tat Twam Asi berarti "aku adalah engkau, engkau adalah aku" dan menekankan empati terhadap orang lain.
3. Cubhakarma dan Achubhakarma masing-masing merujuk pada perbuatan baik dan tidak ba
Oleh kelompok 9: Abd. Rasyid, Ghozy Mubarok, Zainul Arifin
Ajaran Hindhu Dharma tentang Etika (Susila)
1. Filsafat Tat Twam Asi
Tat Twam Asi merupakan salah satu ajaran agama Hindu. Dalam bahasa sansekerta kata “tat” berasal dari suku kata “tad” yang berarti “itu” atau “dia”. Kata “twam” berasal dari suku kata “yusmad” yang berarti “kamu” dan “asi” yang berasal dari kata “asa” yang berarti “adalah”. Jadi secara sederhana kata “tat twam asi” bisa di artikan “kamu adalah dia” atau “dia adalah kamu”. Kata “kamu” merujuk kepada semua makhluk hidup, sedangkan “dia” merujuk kepada sang hyang widhi. Dalam ajaran ini dikatakan bahwa sanghyang widhi dan makhluk hidup adalah sama. Tetapi kata sama disini jangan diartikan sama secara mutlak, bukan berarti kita sebagai makhluk hidup sepenuhnya sama seperti tuhan hanya saja kita memiliki sifat yang sama dengan tuhan dalam jumlah yang kecil. Dalam diri setiap makhluk terdapat atman (yang menghidupkan makhluk hidup). Atman sendiri merupakan percikan terkecil dari Brahman (sang hyang widhi). Hal ini di ibarakan seperti air laut yang dituangkan ke dalam gelas. Air yang ada di dalam gelas dengan air yang ada di laut mempunyai sifat yang sama, tetapi air yang ada di dalam gelas tidak mampu menghancurkan rumah, sedangkan air yang di laut ketika terjadi sunami bisa menghancurkan rumah. Kedua air ini mempunyai sifat yang sama namun mempunyai jumlah dan kekuatan yang berbeda. Sama halnya dengan makhluk hidup yang merupakan percikan terkecil dari sang hyang widhi, mereka mempunyai sifat yang sama yaitu sat, cit dan ananda (kekal, penuh pengetahuan dan penuh kebahagiaan). Namun sifat ini dimiliki makhluk dalam jumlah yang terbatas sedangkan sang hyang widhi memiliki sifat tersebut dalam jumlah yang tak terbatas. oleh karena itu kita dilarang menyakiti siapapun makhluk hidup karena jika kita menyakiti makhluk hidup sama saja kita menyakiti sang hyang widhi, karena dalam diri setiap makhluk terdapat percikan sang hyang widhi. Tat twam asi juga bisa di artikan “aku adalah engkau, engkau adalah aku”. Filosofi yang terkandung dalam ajaran ini yaitu bagaimana kita dapat berempati terhadap orang lain, bagaimana kita bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Ketika kita menyakiti orang lain sesungguhnya kita menyakiti diri kita sendiri. Oleh karena itu ajaran ini menjadi dasar dalam bertingkah laku. Tat twam asi merupakan ajaran sosial tanpa batas yang menjadi dasar atau konsepsi untuk mewujudkan atau menciptakan kesejahteraan dalam kehidupan. Tat twam asi juga merupakan kunci dalam membina kehidupan agar terjalinnya hubungan yang serasi terhadap sesame makhluk hidup. 2. Pengertian Cubhakarma (perbuatan baik) dan jenis-jenisnya Cubhakarma berasal dari bahasa sansekerta yang artinya perbuatan baik. Jenis-jenis cubhakarma terbagi menjadi 12 yaitu: a. Tri Kaya Parisudha Tri kaya parisudha artinya tiga gerak perilaku manusia yang harus disucikan yaitu berfikir yang bersih dan suci, berkata yang benar dan berbuat yang jujur. Dari pikiran yang bersih akan muncul perkataan dan perbuatan yang baik. b. Catur Paramita Catur paramita adalah empat bentuk budi luhur yaitu Maitri yang artinya lemah lembut, karuna yang artinya belas kasihan atau kasih sayang, mudita yang artinya sifat dan sikap menyenangkan orang lain, dan upeksa yang artinya sifat dan sikap menghargai orang lain. c. Panca Yama Bratha. Panca yama bratha adalah lima macam pengendalian diri dalam hubungannya dengan perbuatan untuk mencapai kesempurnaan rohani dan kesucian batin. Panca yama bratha ini meliputi lima bagian yaitu ahimsa, brahmacari, satya, awyawahara dan asteya. d. Panca Nyama Bratha. Panca Nyama Bratha adalah lima macam pengendalian diri dalam tingkat mental untuk mencapai kesempurnaan dan kesucian bathin, adapun bagian-bagian dari Panca Nyama Bratha ini adalah Akrodha, Guru Susrusa, Aharalaghawa dan Apramada. e. Sad Paramita Sad Paramita adalah enam jalan keutamaan untuk menuju keluhuran. Sad Paramita ini meliputi: Dana Paramita, Sila Paramita, Ksanti Paramita, Wirya Paramita, Dhyana Paramita dan Pradnya Paramita. f. Catur Aiswarya Catur Aiswarya adalah suatu kerohanian yang memberikan kebahagiaan hidup lahir dan batin terhadap makhluk. Catur Aiswarya terdiri dari Dharma, Jnana, Wairagya dan Aiswawarya. g. Asta Siddhi Asta Siddhi adalah delapan ajaran kerohanian yang memberi tuntunan kepada manusia untuk mencapai taraf hidup yang sempurna dan bahagia lahir batin. Asta Siddhi meliputi: Dana, Adnyana, Sabda, Tarka, Adyatmika, Adidewika, Adi Boktika dan Saurdha h. Nawa Sanga Nawa Sanga terdiri dari: Sadhuniragraha, Andrayuga, Guna bhiksama, Widagahaprasana, Wirotasadarana, Kratarajhita, Tiagaprassana, Curalaksana dan Curapratyayana. i. Dasa Yama Bratha Dasa Yama Bratha adalah sepuluh macam pengendalian diri, yaitu Anresangsya atau Arimbhawa, Ksama, Satya, Dama, Arjawa, Priti, Prasada, Madurya dan Mardhawa. j. Dasa Nyama Bratha Dasa Nyama Bratha terdiri dari: Dhana, Ijya, Tapa, Dhyana, Upasthanigraha, Swadhyaya, Bratha, Upawasa, Mona dan Sanana. k. Dasa Dharma Yang disebut Dasa Dharma menurut Wreti Sasana, yaitu Sauca; Indriyanigraha; Hrih; Widya; Satya; Akrodha; Drti; Ksama; Dama dan Asteya. l. Dasa Paramartha Dasa Paramartha ialah sepuluh macam ajaran kerohanian yang dapat dipakai penuntun dalam tingkah laku yang baik serta untuk mencapai tujuan hidup yang tertinggi (Moksa). Dasa Paramartha ini terdiri dari: Tapa; Bratha; Samadhi; Santa; Sanmata; Karuna; Karuni; Upeksa; Mudhita dan Maitri. 3. Pengertian Achubakarma (perbuatan tidak baik) dan jenis-jenisnya Acubhakarma adalah segala tingkah laku yang tidak baik yang selalu menyimpang dengan Cubhakarma (perbuatan baik). Semua jenis perbuatan yang tergolong acubhakarma ini merupakan larangan-larangan yang harus dihindari di dalam hidup ini. Karena semua bentuk perbuatan acubhakarma ini menyebabkan manusia berdosa dan hidup menderita. menurut agama Hindu, bentuk-bentuk acubhakarma yang harus dihindari di dalam hidup ini adalah: a. Tri Mala Tri Mala adalah tiga bentuk prilaku manusia yang sangat kotor, yaitu Kasmala ialah perbuatan yang hina dan kotor, Mada yaitu perkataan, pembicaraan yang dusta dan kotor, dan Moha adalah pikiran, perasaan yang curang dan angkuh. b. Catur Pataka Catur Pataka adalah empat tingkatan dosa sesuai dengan jenis karma yang menjadi sumbernya yang dilakukan oleh manusia yaitu Pataka yang terdiri dari Brunaha (menggugurkan bayi dalam kandungan); Purusaghna (Menyakiti orang), Kaniya Cora (mencuri perempuan pingitan), Agrayajaka (bersuami isteri melewati kakak), dan Ajnatasamwatsarika (bercocok tanam tanpa masanya); Upa Pataka terdiri dariGowadha (membunuh sapi), Juwatiwadha (membunuh gadis), Balawadha (membunuh anak), Agaradaha (membakar rumah/merampok); Maha Pataka terdiri dari Brahmanawadha (membunuh orang suci/pendeta), Surapana (meminum alkohol/mabuk), Swarnastya (mencuri emas), Kanyawighna (memperkosa gadis), dan Guruwadha (membunuh guru); Ati Pataka terdiri dari Swaputribhajana (memperkosa saudara perempuan); Matrabhajana (memperkosa ibu), dan Lingagrahana (merusak tempat suci). c. Panca Bahya Tusti Adalah lima kemegahan (kepuasan) yang bersifat duniawi dan lahiriah semata-mata, yaitu Aryana; Raksasa; Ksaya; Sangga dan Hingsa. d. Panca Wiparyaya Adalah lima macam kesalahan yang sering dilakukan manusia tanpa disadari, sehingga akibatnya menimbulkan kesengsaraan, yaitu: Tamah, Moha, Maha Moha, Tamisra dan Anda Tamisra. e. Sad Ripu Sad Ripu adalah enam jenis musuh yang timbul dari sifat-sifat manusia itu sendiri, yaitu Kama; Lobha; Krodha; Mada; Moha dan Matsarya. f. Sad Atatayi Adalah enam macam pembunuhan kejam, yaitu Agnida; Wisada; Atharwa; Sastraghna; Dratikrama dan Rajapisuna. g. Sapta Timira Sapta Timira adalah tujuh macam kegelapan pikiran yaitu: Surupa, Dhana, Guna, Kulina, Yowana, Kasuran dan Sura. h. Dasa Mala Artinya adalah sepuluh macam sifat yang kotor. Sifat-sifat ini terdiri dari Tandri, Kleda, Leja, Kuhaka, Metraya, Megata, Ragastri, Kutila, Bhaksa Bhuwana dan Kimburu. 4. Hubungan Sila dengan Tri Hita Karana Tri Hita Karana berasal dari kata “Tri” yang berarti tiga, “Hita” yang berarti kebahagiaan dan “Karana” yang berarti penyebab. Dengan demikian Tri Hita Karana berarti “Tiga penyebab terciptanya kebahagiaan”. Konsep kosmologi Tri Hita Karana merupakan falsafah hidup tangguh. Falsafah tersebut memiliki konsep yang dapat melestarikan keaneka ragaman budaya dan lingkungan di tengah hantaman globalisasi dan homogenisasi. Pada dasarnya hakikat ajaran tri hita karana menekankan tiga hubungan manusia dalam kehidupan di dunia ini. Ketiga hubungan itu meliputi hubungan dengan sesama manusia, hubungan dengan alam sekitar, dan hubungan dengan ke Tuhan yang saling terkait satu sama lain. Setiap hubungan memiliki pedoman hidup menghargai sesama aspek sekelilingnya. Prinsip pelaksanaannya harus seimbang, selaras antara satu dan lainnya. Apabila keseimbangan tercapai, manusia akan hidup dengan menghindari daripada segala tindakan buruk. Hidupnya akan seimbang, tenteram, dan damai. Hakikat mendasar Tri Hita Karana mengandung pengertian tiga penyebab kesejahteraan itu bersumber pada keharmonisan hubungan antara Manusia dengan Tuhan nya, Manusia dengan alam lingkungannya, dan Manusia dengan sesamanya. Dengan menerapkan falsafah tersebut diharapkan dapat menggantikan pandangan hidup modern yang lebih mengedepankan individualisme dan materialisme. Membudayakan Tri Hita Karana akan dapat memupus pandangan yang mendorong konsumerisme, pertikaian dan gejolak.
Referensi:
1. Hadiwiyono, Harun, Agama Hindu dan Budha. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989. 2. Pendit, Nyoman S., Aspek-Aspek Agama Hindu. Jakarta: Manikgeni, 1993.