Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh :
1
Pokok Bahasan
o Definisi syok
o Klasifikasi syok
o Tahan syok
o Jenis syok
o Patofisiologi syok
o Asuhan keperawatan syok
Definisi
Syok adalah kondisi mengancam jiwa yang diakibatkan ketidakmampuan sistem
sirkulasi menyuplai oksigen & nutrien ke jaringan ditandai dengan hipoksia dan
ketidakadekuatan fungsi sel yang menyebabkan kegagalan organ dan potensial
kematian. ( klenipel dalam garretson,2007)
Keadekuatan aliran darah ke jaringan membutuhkan TIGA komponen :
- Pompa jantung yang adekuat
- Sistem sirkulasi yang adekuat
- Volume darah adekuat
Klasifikasi Syok
syok hipovolemik
Syok Distributif
- syok neurogenik
-syok anafilaktik
syok septik
2
Initial Compensatory Progressive Refractory
Frekuensi
jantung
Kadar glukosa
1. Syok Hipovolemik
Akibat dari penurunan preload
Etiologi :
- Hemoragik : trauma, perdarahan GI, ruptur aneurisma
- Non- hemoragik / kehilangan cairan : diare, muntah, luka bakar.
Penurunan volume
intravsakuler
3
Curah jantung
Kehilangan cairan
berlanjut
Pertusi jaringan
Kerusakan
metabolisme sel
Modifikasi dari : Solo, et al
(2006) introduction to
Critical Care Nursing. 4th Ed
2. Syok Kardiogenik
Curah jantung
Curah jantung
Pefusi jaringan
Iskemia
Kerusakan
metabolisme sel
Disfungsi miokard
3. Syok Distributif
Akibat dari dilatasi pembuluh darah besar- besaran penurunan systemic vaskular
resistance ( SVR) penurunan preload
Etiologi :
- Sepis : infeksi ( pneumonia, peritoritis, prosedur invasif
- Neurogenik : cedera medula spinalis, anastesi spinal, depresi pusat
vasomotor
- Reaksi anafilaktik : reaksi hipersensivitas ( alergik)
Dilatasi arterior
venula
Tekana darah
5
Venus return
Modifikasi dari : sole, et al
(2006) introduction to
critical care nursing. 4th 4.
Ed. St. Louis : elsevier.
5.
6. Syok Obstruktif
Akibat dari restiksi pengisian diastolik ventrikel kanan akibat kompresi / penekanan
pada jantung
Etiologi :
- Temponade jantung
- Tension pneumothorax
- Emboli paru
Kompresi struktural
Stroke volume
Curah jantung
6
JENIS SYOK
Hipovolemik Distributif Kardiogenik Obstruktif
HR Meningkat Meningkat Dapat Meningkat
(normal pada meningkat atau
syok menurun
neurogenik)
JVP Menurun Menurun Meningkat Meningkat
TD Menurun Menurun Menurun Menurun
Kulit Dingin Hangat (Dingin Dingin Dingin
pd syok berat)
CRT Lambat Lambat Lambat Lambat
7
Diagnosis Keperawatan Pada Syok
Intervensi Keperawatan
Penangan Gawat Darurat di IGD
Intervensi keperawatan
penangan di IGD (lanjutan..)
Penanganan lanjut
9
Angkat kaki seinggi 30cm
300-500 cc darah dari kaki pindah ke sirkulasi sentral
kontraindikasi pada trauma servikal
Sumber : firstaidcourses.ca
o Dapatkan tekanan
darah diprediksi
hanya dengan
meraba nadi?
Jika merasakan
denyutan nadi pada
area tersebut
prediksi TD lebih
tinggi dari angka
tersebut
Monitor :
- Status kardiopulmonal : HR dan irama; RR; TD; MAP; warna, suhuh, kelembapankulit,
CRT, bunyi paru.
- Status oksigenasi: oksimetri nadi, AGD
- Status cairan: I & O; BB harian, jumlah & tipe drainage (chest tube, nasogastric, luka)
- Status neurologis: tingkat kesadaran
- Nilai serum serial: Ht, Hb, aPTT
Beri dukungan psikososial
Monitor perkembangan komplikasi
Intervensi Keperawatan (Lanjutan ...)
Syok hipovolemik
10
- Hentikan kehilangan cairan
- Kembalikan volume sirkulasi
- Resusitasi cairan dengan 3:1 rule
11
dosis max. Memperbaiki aliran
200 mcg/mnt darah koroner
Syok Septik
- Resusitasi cairan dalam jumlah banyak :6-10 L kristaloid dan 2-4 L koloid pada 6 jam
pertama untuk mencapai target CVP 8-12 mmHg
- Setelah CVP tercapai 8-12 mmHg, namun :
MAP < 60 mmHg beri agen vasoaktif (dopamine)
SaO2 , 70% transfuse PRC untuk mencapai Ht 30%
- Mulai antibiotic spectrum luas dalam 1 jam pertama
- Kultur a9darah, eksudat, urine, sputum) untuk antibiotic spesifik
Syok Anafilatik
- Epinephrine
Vasokonstriksi perifer bronkhodilatasi dan menekan efek histamine
- Diphenhydramine (benadryl)
Memblok pelepasan histamine akibat reaksi alergi
- Pertahankan keadekuatan airway:
Bronkodilator dengan nebulizer lebih efektif
Intubasi endotrakeal atau krikotiroidotomi (jika perlu)
12
Krikotiroidotomi Instubasi Endotracheal
Syok Neurogenic
- Stabilisasi spinal (missal cervical collar)
mencegh bertambahnya kerusakan
spinal cord
- Vasopressor (phenylephrine)
mempertahankan TD dan perfusi organ
- Atropine mengatasi bradikardia
- Hati-hati pemberian cairan karena
hipotensi bukan akibat kehilangan cairan
- Pantau hipotermia akibat disfungsi
hipotalamus
- Methilptednisolone mencegah
kerusakan sekunder spinal cord akibat
pelepasa mediator kimia
Syok Obstruktif
- Kenali sedini mungkin agar
obstruksi dapat diatasi segera
13
- Atasi penyebab obstruksi:
Cardiac tamponade
(pericardiosentesis) Pericardiosentensis
Tension pneumothorax needle
decompressions atau chest tub
insertion)
Emboli paru terapi trombollotik
untuk mengembaikan sirkulasi paru
dan sisi kiri jantung Needle decompressions
KASUS
Seorang laki-laki berusian 24 tahun masuk IGD setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Tampak
deformitas pada femur dextra. Pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nadi 124x/menit, frekuensi
napas 32x/menit, tekanan darah 90/65 mmHg, CRT >2 detik, produksi urine 10 mL/jam, ekstermitas
pucat, gelisah dan kesadaran menurun, BB 50 kg
14
Resusitasi Cairan (Lanjutan ...)
15
Cara Penggntian Cairan/Darah
Estimasi kehilangan darah Pengganti cairan
3000 ml kristaloid
1000 ml 1000 ml koloid
Evaluasi
Kriteria hasil:
Perfusi jaringan akan optimal, dengan kriteria:
- Kulit hangat, tidak pucat & turgor normal
- Capillary refill time (CRT) <2 detik
- Vena jugular tidak kolaps/distensiS
- TD 20 mmHg dari TD presyok
- I & O seimbang
- HR 60-199 x/menit, kuat dan teratur
- RR 10-20 x/menit, teratur
- Mean atrial pressure (MAP) 70 mmHg
- Output urine 30-60 ML/JAM
16
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN TRAUMA DADA
A. ANATOMI
B. TUJUAN
C. INSIDEN
10% kematian terjadi pada pasien trauma toraks
Terdapat 1 kematian akibat trauma toraks dari 4 kematian akibat trauma lainnya
Hanya 10% trauma tumpul toraks dan 15% trauma tajam toraks yg memerlukan
tindak pembedahan.
D. PATOFISIOLOGI
17
Trauma toraks menyebabkan nyeri, mengganggu ventilasi, terjadi hipoksia
jaringan
Difusi O2-CO2 terganggu akan terjadi penumpukkan CO2 dalam darah, terjadi
hiperkarbia
Akibat hal tsb akan terjadi asidosis metabolik.
E. PROSES BERNAFAS
Ventilasi (udara masuk paru2)
Distribusi (udara keseluruh alveoli)
Difusi (terjadi pertukaran gas O2-CO2)
Perfusi (terjadi pertukaran di jaringan).
H. FRAKTUR KOSTA
Perhatikan jumlah, lokasi,komplikasi
Kosta 1-3 : curigai cedera kepala-leher, curigai kerusakan pembuluh aorta, pleksus
brakhialis
Kosta 4-9 : paling sering, berakibat pneumotoraks, hematotoraks, kontusio paru.
Kosta 10-12: curigai trauma hepar – lien
Kosta bagian belakang lebih stabil
Terapi :pemberian O2, analgetika, observasi komplikasi.
18
I. FRAKTUR STERNUM
Sering akibat trauma langsung pd pengemudi (tanpa safety belt/ air bag)
Tampak deformitas
Komplikasi yg dapat terjadi kontusio jantung, tamponade jantung. Kenali tanda
klinis.
J. FAIL CHEST
L. OPEN PNEUMOTORAKS
19
Defek pada dinding dada
dgn diameter > 2/3 trakhea
shg udara masuk melalui
dinding dada lebih besar
daripada masuk trakhea
Prinsip Dasar :
N. HEMATOTORAKS PASIF
20
Perdarahan dalam rongga pleura
Paru kolaps , hipoksia, tanda syok
hipovolemik, anemis.
Pasang chest tube (WSD), bila
perdarahan > 200 cc/ jam (dalam 2-4
jam pertama) indikasi torakotomi
penghentian sumber perdarahan.
O. TAMPONADE JANTUNG
Q. RUPTUR AORTA
Sering bersifat fatal, bila partial/ kecil akan terdapat hematom di medistinum
dapat menjadi sumbat sementara
Tampak jejas pada dada,Tekanan darah tidak pernah membaik, pada X ray
terdapat gambaran pelebaran mediastinum, curigai ruptur aorta
Diagnostik aortografi, tindak pembedahan khusus dengan fasilitas lengkap.
R. RINGKASAN
21
Trauma thoraks dapat mengancam jiwa dengan permasalahan perlu prioritas
setelah airway problem
Trauma toraks disertai trauma lain (trauma ganda) meningkatkan kemungkinan
kematian
Penanganan pertama penting terutama Needle thoracostomy, pericardiocentesis,
pemasangan thoracic tube/ drain.
22
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PRIMARY SURVEY
A : Airway : kontrol sevikal
B : Breathing : menjaga pernafasan dan ventilasi
C : Circulation : kontrol perdarahan
D : Disability : status neurologis
E : Exposure/enviromental control : membuka pakaian pasien dan mencegah
hipotermia.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi :
o Lihat adanya dispnea
o Pergerakan dada simetris atau tidak, RR
o Tanda trauma leher daerah leher atau wajah dapat menjadi indikasi injuri
medisatinum, esophagus, dan trakheobronkhial)
o Lihat vena jugularis peningkatan JVP merupakan indikasi adanya tension
pneumothorak atau tamponade jantung
o Lihat abdomen bagian atas kemungkinan adanya trauma tumpul atau tembus.
Palpasi :
o Daerah leher, dada, dan clavikula terhadap adanya : tenderness, swelling,
hematoma, emphisema sub kutis, krepitasi
o Palpasi ekstremitas.
Auskultasi :
o Breath soundpenurunan indikasi adanya pneumothorak atau
hematothorak
o Hearth sound bunyi jantung menjauh dan kecil indikasi tamponade jantung
o Neck bruit indikasi vaskular injury.
Perkusi :
o Dullness indikasi adanya hemathotorak
o Hiperesonan indikasi adanya pneumothorak.
C. SECONDARY SURVEY
23
Jangan dimulai jika survey primer belum lengkap, resusitasi belum dimulai dan
pasien belum dinilai.
Anamnesa AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, event/environtment
Mekansime cedera/perlukaan
Head to toe (trauma ditempat lain)
Reevaluasi TTV
Neurologic score memakai GCS.
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Radiologi :
o Thorak foto
o Esophagoscopy
o Brokhoscopy dan laringoscopy
CT Scan
Lab
Lain-lain : EKG, CVP, Ekhokardiography.
24
Posisi pasien dlm kendaraan saat
kecelakaan
Apakah terlindas
G. MASALAH KEPERAWATAN
Tidak efektifnya jalan nafas
Gangguan proses difusi
Gangguan perfusi.
H. INTERVENSI KEPERAWATAN
Perbaiki posisi
Bebaskan jalan nafas/pertahankan jalan nafas
Kolaborasi : oksigen
Needle thorakotomi pada tension pneumothorak
Tutup defek dengan alumunium foil atau plastik atau dengan kasa yang diplester
pada ketiga sisinya pada open pneumothorak
Stabilisasi impaled object
Pasang pulse oksimetri atau monitor EKG
Kolaborasi : persiapkan untuk pemasangan WSD (CTT)
Monitor chest tube drainase
Kolaborasi : persiapan pemasangan needle perikardiosintesis
Kolaborasi : AGD, koreksi, analgetika, dan ventilator
Kolaborasi : pemberian cairan infus
Observasi TTV dan respon pasien
Berikan dukungan psikologis
25
Dokumentasi keperawatan.
26
hidrotatik. Merupakan suatu sindrom dengan berbagai faktor resiko yang memicu
insufisiensi respiratori dengan onset yang akut.
Berlin Definition
Onset : Akut, dalam 72 jam – 7 hari dengan faktor risiko diketahui
Imaging : Opasitas difus bilateral dengan edema pulmo pada x-Ray atau CT- scan
Thorax
Edema pulmo : Edema non-hidrostatik belum dijelaskan dengan sempurna
penyebab gagal jantung atau overload cairan, dibutuhkan echocardiografi atau
pemerikasaan objektif lainnya.
Oksigenasi : Positive end-expiratory pressure (PEEP) > 5 cmH2O
Klasifikasi :
Ringan 200<PaO2/FiO2<300
Sedang 100<PaO2/FiO2<200
Berat PaO2/FiO2<100
27
Pneumoniathorax
MANAJEMEN
1. Identifikasi dan atasi penyebab yang mendasari dan faktor risiko ARDS
2. Assessment ventilasi dan oksigenasi, jika kondisi berat diperlukan ventilatory support
strategy
28
Lung protective ventilator support strategy
Aplikasi PEEP ( positive end expiratory pressure )
Selama venilasi, gunakan analgesik dan agen sedasi pada dosis yang paling rendah yang
dibutuhkan untuk mensinkronisasi usaha respirasi pasien dengan ventilator dan untuk
mengurangi komsumsi oksigen ( VO2 ). Mulai ventilasi mekanik pada mode volume
assist atau control ( A/C ) dengan parameter :
a. Volume tidal ( VT )
Initial VT : 6 ml/kg PBW ( predicted body weight )
Hitung plateau pressure ( PP ) inspirasi setiap 4 jam dan setiap perubahan
PEEP atau VT dengan jeda 0,5 detik diakhir inspirasi
jika PP>30 cmH2O, Turunkn Vtmejadi 5 atau 4 ml/kg
ika PP <25 cmH2O dan VT <6 ml/kg PBW, naikkan VT 1 ml/kg PBW
hingga PP<25 cmH2O atau VT = 6ml/kg
b. RR <35 x/menit
c. Perbandingan I:E = 1:1 hingga 1:3
d. PaO2 55-80 mmHg atau spO2 88% - 95%
e. PEEP inisial : 5 cmH2O, tingkatkan PEEP untuk mnjaga FiO2 <0,7 dengan
panduan berikut.
FiO2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0
29
a. Strategi manajemen cairan konservatif (dry) monitor balance cairan dan urin
output.
b. Penggunaan vasopressor dan inotropik sesuai kebutuhan untuk mencapai tujuan
4. Cegah komplikasi lanjutan
a. Profilaksis stress ulcer
b. Strategi pencegahan emboli pulmo dan DVT ( deep venous thrombosis )
c. Cegah infeksi, seperti ventilator-associated pneumonia ( VAP )
d. Kendalikan fungsi metabolik dengan mengendalikan demam, shivering, dan
agitasi ( misalnya dengan parasetamol, agen sedative )
e. Cegah disungsi /gagal organ multiple
f. Pastikan nutrisi adekuat
g. Hindari oversedation dan kesalahan pengobatan
h. Gunakan protokol weaning dengan percobaan nafas spontan saat siap untuk
weaning.
30
ASUHAN KEPERAWATN PASIEN INFARK MIOKARDIUM
31
5. Lateral I, Avl, V5, V6
32
CK, meningkat setelah 3 – 8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncaknya
dalam 10 – 36 jam dan kembali normal dalam 3 – 4 hari.
LDH, meningkat setelah 24 – 48 jam dan kembali normal dalam 8 – 14 hari.
TATALAKSANA
A. STEMI
1. Primary PTCA (Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty)
2. Trombolytic (Bila mula serangan <12 jam)
3. Bila >12 jam heparin
B. INSTEMI
1. Primary PTCA pada kelompok risiko tinggi
2. Heparin
3. Aspirin
4. Nitrat
5. Obat penyekat beta
PENATALAKSANAAN PRA RS
Masyarakat Umum
1. Kewaspadaan dan Deteksi Dini FAKTOR RISIKO
33
2. Penanganan secara dini
3. Pasien Jantung Koroner PEMBERIAN NITRAT SL
Petugas Kesehatan
Petugas kesehatan harus terlatih untuk :
1. Mengidentifikasi pasien berisiko tinggi untuk menderita PJK
2. Mendiagnosis IMA
3. Mengetahui pentingnya penanganan dan rujukan secara dini
4. Melakukan RJP dan BHD
5. Pemeriksaan EKG
Penanganan Khusus
TERAPI REPERFUSI
fibrinolitik : door-to-needle < 30 menit
primary PTCA : door-to-dilatasi < 90 menit
TERAPI CONJUNCTIVE
aspirin
heparin
TERAPI TAMBAHAN
BB, nitrogliserin, ACE inhibitor, statin
TATALAKSANA AWAL :
1. Morphine 2 – 4 mg tiap 5 – 10 menit sebagai analgetika dan venodilatasi
2. Oksigen 4 l/menit sat oksigen > 95 %
3. Nitrogen sublingual atau IV efek anti iskemik dan anti hipertensi, jangan
diberikan bila TD sistolik < 90 mmHg dan bradikardia < 50 x/menit
4. Aspirin 160 – 360 mg mengurangi reoklusi koroner
DIAGNOSIS
1. Anamnesis: 70-80% diagnosis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
EKG
35
Laboratorium
Radiologi
Penanganan Di ICCU :
Komplikasi
a. ARITMIA
Takhiaritmia
Bradiaritmia
b. DISFUNGSI VENTRIKEL KIRI pump problem
c. SYOK KARDIOGENIK Gagal jantung kiri atau kanan
d. DISFUNGSI VENTRIKEL KANAN volume problem
36
Klasifikasi Gagal Jantung Berdasarkan Killip
Rehabilitasi
37
1. Kendalikan Faktor Risiko
2. Pola Hidup Sehat
3. Jauhkan Stress
4. Pemeriksaan kesehatan berkala untuk deteksi dini terutama org dgn faktor risiko
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian :
Riwayat kesehatan:
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan kardiovaskular
Kaji segera TD, HR, irama jantung: identifikasi disritmia, sinus takikardi
Kaji nadi perifer, suhu kulit : dingin, berkeringat, nadi melemah, tidak ada.
Auskultasi : S3 gallop (+), RR meningkat, ronchi basal halus (+), wheezes (+)
HF. S4 (+) jika pernah MI sebelumnya atau hipertensi.
temperatur meningkat (pasca infak)
Psikososial
38
Denial, takut, cemas dan marah (reaksi umum pasien atau keluarga)
Diagnostik Test
EKG :
Nyeri akut berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Hasil yg
diharapkan : dalam 30 menit awitan nyeri tidak ada, skala nyeri menurun, tidak
menunjukan kesakitan, diaporesis (-)
Kaji lokasi, karakteristik, durasi dan intesitas nyeri. Dan gejala terkait: mual,
diaporesis.
Kaji TD dan HR
Penurunan CO b.d. penurunan kontraktilitas jantung sekunder thdp iskemik dan infark
Kriteria hasil : CO adekuat ditandai dgn sitolik ≥ 90 mmHg, HR < 100 x/mnt, urin
output ≥ 30 ml/jam, RR 12 – 20 x/mnt, ronkhi (-) edema <
39
- Kaji adanya indikator CO menurun : penurunan kesadaran, S3 (+), sistolik < 90
mmHg, FJ > 100 x/mnt
- Pertahankan infus IV
Cemas berhubungan dengan nyeri dada, prognosis dan ancaman terhadap kesehatan.
Kriteria hasil : cemas tidak ada, ditandai mengatakan cemas berkurang, TTV dalam
batas normal, tidak gelisah, dapat beritirahat
Jelaskan kepada pasien dan keluarga perlunya dirawat, pem. Diagnostic, dan
pemberian terapi.
40
- Amati adanya gejala penurunan CO
ANATOMI
41
PENDAHULUAN
Di USA Cedera Kepala 500.000 kasus/tahun:
10% meninggal pra RS
90% di RS dg komposisi:
80% Cedera Kepala Ringan
10% Cedera Kepala Sedang
10% Cedera Kepala Berat
20% Cacat akibat cedera kepala
42
Kecelakaan sepeda motor
Mobil bak terbuka
Jatuh dr pohon kelapa
PATOFISIOLOGI
43
Hipoksia
Hipoperfusi
Edema serebri
Vasospasme
HERNIASI OTAK
44
KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
Berdasarkan mekanisme
Cedera Kepala Tumpul
Kecepatan rendah
Kecepatan tinggi
Cedera Kepala Tembus
Cedera Peluru
Cedera Tembus lainnya
45
Berdasarkan berat-ringannya klinis dinilai memakai GCS (glasgow coma scale)
Cedera Kepala Ringan : GCS= 14-15
Cedera Kepala Sedang : GCS= 9-13
Cedera Kepala Berat : GCS = 3-8
46
2. Abnormal Extension (Decerebrate)
1. None
GCS
47
Berdasarkan Morfologi Cedera:
Fraktur Tengkorak:
Kalvaria: - Linier atau stelate
- Depresi atau non depresi
- Terbuka atau tertutup
Basis Kranii: - Dgn/Tanpa kebocoran LCS
- Dgn/Tanpa paresis N. VII
Lesi Intrakranial:
Fokal: - Epidural (EDH)
- Subdural (SDH)
- Intraserebral (ICH)
Difus injury
48
FRAKTUR KALVARIA
49
Rhinorrhea Battle sign
DEPRESSED FRACTURE
50
LESI INTRAKRANIAL
51
EDH SDH
ICH IVH
52
53
PENATALAKSANAAN AWAL
Dilakukan oleh Dokter yg pertama kali melihat:
Primary survey:
A : Airway + C-spine control
B : Breathing
C : Circulation
D : Disability →Mini Neurologis
Secondary survey:
Head to toe examination
54
AIRWAY + C-SPINE CONTROL
Jaga kelancaran jalan nafas:
Sementara :
Bersihkan/Suction
Chin lift
Jaw thrust
Definitif :
Mayo
Endo tracheal tube/ETT
Krikotirotomi
BREATHING + VENTILASI
Frekuensi nafas (Respirasi Rate) dan Saturasi O2
Inspeksi,Palpasi,Perkusi,Auskultasi:
Hematothorax/pneumothorax
Flail chest
Kontusio paru
Terapi Oksigen lembab 4-6 l/m
Kalau perlu Chest Tube Thorakostomi (CTT)
Ambu bag untuk ventilasi
Pertahankan saturasi O2 95-100% !
CIRCULATION CONTROL
55
Tekanan Darah, Nadi :
Hipotensi
Takikardia
Atasi Syok hipovolemia :
Kontrol perdarahan eksternal
IVFD 2 line Kristaloid 2-3 liter
Pertahankan TD Sistolik > 100mmHg!
DISABILITY
Mini Neurologis:
1. GCS: EMV
2. Pupil : Bulat, Isokor/anisokor , Refleks cahaya
3. Motorik: Parese +/-
Perhatikan Tanda Lateralisasi !
56
57
58
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium:
Darah Rutin
Na,K,GDS,SGOT/SGPT
AGD
Foto Polos Kepala
CT Scan Kepala
59
INDIKASI CT-SCAN
Kesadaran menurun (GCS<15).
Ada Skull Fraktur .
Nyeri kepala hebat dan muntah menetap yang tidak hilang dengan analgetik kuat
Cedera penetrasi.
Kejang.
Defisit neurologi (lateralisasi).
60
5) Sakit kepala sedang-berat
6) Intoksikasi alkohol/obat
7) Fraktur tengkorak
8) Rhinorea/Otorea
9) Cedera multipel bermakna
10) Amnesia
11) Tidak ada keluarga di rumah
12) Tidak mungkin kembali ke RS segera
NASIHAT PULANG
Segera kembali ke rumah sakit secepatnya bila :
Ada penurunan kesadaran/pasien sulit dibangunkan
Ada kejang
Pupil mata menjadi tidak sama ukurannya
Lumpuh sebelah
Nyeri kepala makin bertambah walau sudah minum obat
Muntah2 makin hebat
PENATALAKSANAAN UMUM
Observasi GCS dan Tanda Vital (T,N,R,S)
Head up 300
O2 lembab 4-6 liter/m
IVFD NaCl 0,9% (30-40cc/kgBB perhari)
Antibiotik (Ceftriaxone)
61
Analgetik (Tramadol)
Antagonis H2 reseptor (Ranitidin)
K/P : Manitol, Anti Konvulsan
Pasang NGT,Kateter
Penunjang :
Nutrisi.
Atasi hipertermia.
Mobilisasi dini/fisioterapi.
INDIKASI OPERASI
I. Depressed fraktur > 1 tabula
II. Midline shift > 5mm
III. Perdarahan Intrakranial (EDH/SDH/ICH) > 25cc
IV. Cedera penetrasi
KESIMPULAN
62
1. Cedera kepala sering terjadi pada KLL.
2. Cedera otak sekunder perlu diantisipasi sedini mungkin mengingat cedera sekunder
sangat memperburuk klinis pasien
3. Penangan pertama dg ABCDE
4. Perlu diputuskan sedini mungkin apakah perlu dlilakukan terapi operatif atau cukup
konservatif (non-operatif)
5. Merujuk sedini mungkin ke ahli Bedah Saraf mengingat golden periode adalah 6 jam
TRAUMA ABDOMEN
1. OVERVIEW
Mengetahui anatomi eksternal dan internal
2. TRAUMA ABDOMEN
Sering tidak disadari dan terlewatkan
• Trauma kepala
• Mabuk / obat
63
3. ANATOMI
A. Eksternal
Abdomen anterior
Panggul
Belakang
B. Internal
Peritoneal cavity
Retroperitonral space
Pelvis
4. MEKANISME TRAUMA
A. Tumpul
Limpa, liver, dan usus
Kompresi
“crushing”
B. Tajam
Liver , usus halus, dan colon
Laserasi
64
Penting : tembus atau tidak?
5. ANAMNESIS
A. Tumpul
Kecepatan
“Point of impact”
Intrusi
Alat keselamatan
Posisi
Terlempar
B. Tajam
Alat
Jarak
6. EMERGENCY MANAGEMENT
Airway Usus / omentum yg keluar tutup
jangan dimasukkan
Breathing
Benda yg menancap jangan dicabut
Circulation
fiksasi
Disability
7. PEMERIKSAAN FISIK
65
Inspeksi : jejas, luka tusuk
Perkusi : cairan?
Eksplorasi luka oleh ahli bedah untuk mengetahui tembus atau tidak
Tambahan
Mengurangi dilatasi
Dekompresi lambung
Dekompresi buli-buli
Diagnostik
Ruptur urethra!
Fraktur Pelvis
Traumanya hebat
Trauma penyerta
Perdarahan hebat
66
• Fragmen tulang
• Otot pelvis
• Vena/arteri
Mekanisme
Kompresi AP
Kompresi lateral
Vertikal
Klasifikasi
Terbuka
Tertutup
Pemeriksaan
Inspeksi
Pelvic ring
• AP x - ray
Penanganan
67
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN TRAUMA MUSKULOSKULETAL
Trauma Muskuloskeletal
• Sering terjadi, jarang mengancam jiwa
• Bisa merupakan bagian dari multi trauma
• Ingat ABC
68
Fraktur
• Putusnya kontinuitas tulang
• Jelas kelihatan, jarang mengancam jiwa, ingat ABC
• Fraktur selalu disertai dengan kerusakan jaringan lunak disekitarnya :
– Otot, ligamen
– Saraf
– Pembulih darah
69
Mekanisme trauma
Dislokasi
• Deformitas
• Nyeri
• Sendi besar komplikasi neurovaskuler
• Bidai dalam posisi seperti ditemukan
Amputasi
• Dapat parsial atau total
70
• ‘Life over limb’
• Luka tajam lebih baik prognosanya untuk disambung kembali dibandingkan trauma avulsi
• Pikirkan kemungkinan replantasi
71
• Resusitasi cairan
Pemeriksaan x – ray
• Umumnya dilakukan pada secondary survey
• Ditentukan oleh kondisi pasien
• Bila hemodinamik abnormal, sumber perdarahan tidak jelas : foto pelvis AP
Secondary survey
• Anamnesis
• Pemeriksaan fisik
– Look
– Feel
– Move
• Evaluasi sirkulasi
• X-ray
72
• Gerakan-gerakan spontan
73
– Mengurangi perdarahan
– Mencegah komplikasi lebih lanjut
Prinsip memasang bidai
• Bagian yang cedera harus tampak jelas
• Periksa fungsi neurovaskuler sebelum dan setelah pemasangan bidai
• Jika tungkai sangat bengkok dan pulsasi tidak teraba, dapat dilakukan sedikit traksi untuk
meluruskan. Jika ada tahanan jangan dipaksa.
• Luka terbuka tutup dengan kasa steril. Jika ada tulang keluar jangan dimasukkan kembali
• Imobilisasi melewati 2 sendi
• Jika ragu-ragu, pasang bidai
Macam bidai
74
Kontrol nyeri
• Imobilisasi fraktur setelah reduksi kontrol nyeri
• Analgetik
– Sebaiknya diberikan secara IV pada penderita yang mengalami syok dan perfusi perifer
terganggu
Fraktur pelvis
Pemeriksaan & penatalaksanaan
• Perdarahan terjadi dengan cepat, identifikasi sedini mungkin
75
• Hipotensi tanpa sebab yang jelas
• Luka terbuka, darah pada mue, prostat letak tinggi, hematome luas
• Gerakan cincin pelvis pada palpasi
• Kontrol perdarahan, resusitasi cairan
Fraktur pelvis
Stabilisasi (kontrol perdarahan)
Perdarahan arterial
• Luka tembus/tumpul dekat arteri
• Perdarahan, hematome, hipotensi
• Ekstremitas mengalami iskemia
• Stop perdarahan
• Segera konsul bedah
76
Crush syndrome (Rhabdomyolysis)
• Myoglobinuria
• Asidosis metabolik
• Sindroma kompartemen
• Pemberian cairan, alkalisasi urine
Fraktur terbuka
• Luka terbuka = fraktur terbuka
• Berbagai gradasi kerusakan jaringan lunak
• Penatalaksanaan :
– Bidai, tutup steril
– Segera konsul bedah
– Profilaksis tetanus
– Antibiotik
Fraktur terbuka
• Luka minor ruang tindakan
• Luka mayor ruang operasi
77
• Penanganan pertama
– Tutup dengan kasa steril
– Splinting
– Siapkan operasi
Sindroma kompartemen
Peningkatan dalam kompartemen
osteo-fascial
Sindroma kompartemen
• Peningkatan tekanan dalam kompartemen
• Iskemia otot dan saraf nekrosis
• Gejala klinis : nyeri, parestesi, paresis, bengkak, nadi tak teraba
• Lepas semua yang menjerat (gips dll)
• Konsultasi bedah segera
78
Cedera saraf
• Karena fraktur/dislokasi
– Dislokasi panggul : n.ischiadicus
– Fraktur humerus : n.radialis
• Pemeriksaan fungsi neurologis
• Imobilisasi
• Segera konsul bedah
Ringkasan
• Primary survey : identifikasi cedera yang mengancam jiwa
• Secondary survey : identifikasi cedera yang mengancam ekstremitas
• Mekanisme cedera : penting
• Konsultasi bedah
• Imobilisasi segera
79
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KEGAWATAN OBSTETRI
80
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN OVERDOSIS DAN KERACUNAN
KERACUNAN AKUT
Mengancam jiwa,
Ditanggulangi di UGD.
Petugas UGD harus mampu melakukan pertolongan yang cepat, tepat dan rasional.
Semua penyebab keracunan disebut Bahan berbahaya
Bahan berbahaya :
81
82
83
84
EFEK LOKAL
IRITATIF
hanya merusak dinding
sel permukaan
tak bersifat penetrasi
rasa gatal / pedih
KOROSIF
Melarutkan / mengumpulkan seluruh sel, sp lapis bawah
Bersifat penetrasi
Nyeri hebat/rasa terbakar
EFEK LOKAL
PERBEDAAN SIFAT KOROSIF DAN IRITATIF
85
pH, sangat rendah (asam kuat) / sangat tinggi ( basa kuat
Bentuk pelarut, dalam bentuk cairan bersifat korosif, dalam bentuk gas bersifat iritatif,
contoh formalin.
Konsentrasi dalam larutan. Semakin pekat bersifat korosif, semakin encer bersifat
iritatif.
PENANGANAN : dengan pengenceran. Jangan menetralkan asam dg basa atau
sebaliknya
DEKONTAMINASI MATA
Lepas lensa kontak, bila korban memakai lensa kontak.
Jangan memberikan salf mata, karena salf mata akan menutupi permukaan bola mata
dan menghalangi irigasi mata
CARA SEDERHANA :
Siapkan baskom, lalu Isi dengan air hangat,
Celupkan muka korban kedalam baskom
Mata dikedipkan, selama 15 menit
DEKONTAMINASI MATA
IRIGASI MATA :
86
DEKONTAMINASI KULIT
DEKONTAMINASI KULIT
Ditandai :
Lesi luka bakar, daerah dengan warna abu2 atau kehitaman.
Dikelilingi jaringan yang odem berwarna kemerahan dan terdapat perdarahan maupun bulae.
Cara :
Baju dicuci dulu baru dilepas, Pakaian melekat dikulit jangan diangkat.
Kulit penderita jangan disikat.
87
Helm
Tutup muka kaca
Masker (SARS)
Jas hujan baju dan celana
Sarung tangan karet untuk pabrik.
Sarung tangan di tutup lakban
Sepatu boot , juga ditutup lakban
RANGSANG MUNTAH
88
Efektif dikerjakan dalam waktu ½ jam,
dapat dilakukan dalam 12 jam setelah menelan BB.
Berguna untuk tablet2 lepas lambat, salut gula, aspirin, preprarat besi, lithium.
CARA ; - Mekanis.
Sirop Ipecac, 9 – 12 bln : 10 cc., 1 – 5 thn. : 15 cc,
> 5 thn : 30 cc
10-15 menit kemudian beri minum 120-250 cc air, tunggu
20-30 menit, bila tidak muntah bisa diulang sampai 2 kali.
Ipecac dpt menyebabkan muntah berlanjut sp 6 jam
Air sabun ; 30 cc sabun cair kedalam 1 gelas air.
Ingat : pengosongan lambung hanya 40 – 60% saja
INDIKASI KONTRA : menelan bahan korosif, tidak sadar, kejang, menelan
hidrokarbon; minyak tanah, bensin, toluen
BILAS LAMBUNG
INDIKASI :
Efektif dalam waktu 1 jam pertama, dapat dikerjakan dalam 12 jam setelah menelan bahan
berbahaya.
BILAS LAMBUNG
Gunakan NGT no 36-40 F.
Pemberian 250 cc (dewasa), 100 cc (anak), di ulang2 sampai mencapai jumlah 2 – 3 L.
Penderita apatis, dilakukan dengan posisi miring kekiri.
Pada penderita tidak sadar, lakukan intubasi lebih dulu.
Dilakukan dirumah sakit, oleh yang sudah berpengalaman.
89
Saat mencabut NGT harus dijepit dgn klem / pean
Indikasi kontra, bila menelan bahan korosif & hidrokarbon.
Arang aktif dapat menyebabkan konstipasi, tidak boleh diberikan pada penderita ileus
obstrutif
Arang aktif dapat menyebabkan konstipasi, tidak boleh diberikan pada penderita ileus
obstrutif.
Saat mencabut, NGT harus dijepit dengan klem.
Bila teraspirasi, akan menimbulkan bronkospasme.
Arang aktif tidak menyerap alkohol, zat besi, lithium, asam organik dan organoklorin.
GASTROSKOPI ;
Keracunan Kronik
Keracunan Akut
90
Penderita umumnya dalam keadaan gawat darurat, jadi ditanggulangi di UGD. Oleh karena
itu petugas kesehatan di UGD harus mampu menanggulangi penderita keracunan dengan cepat,
tepat dan rasional.
PENYEBAB KERACUNAN
BAHAN BERBAHAYA
1. Pestisida ( insektisida, rodentisida, herbisida )
2. Bahan kimia pertanian lainnya
3. Bahan kimia industri
4. Bahan kimia rumah tangga ( kaustik, pemutih, deterjen, pembersih WC, anti karat, batre
ukuran kancing)
5 Obat. kelebihan dosis
6 Toksin alam ( tumbuhan beracun, binatang berbisa, gunungapi )
7 Makanan terkontaminasi
8 Bahan kimia untuk peperangan
91
92
EFEK TERHADAP SISTIM RESPIRASI
tergantung kelarutan dlm air, ada 3 golongan
A. Mudah larut dalam air, ( gas irritant primer )
Mudah menempel pada mukosa yg basah
Pada mata & saluran nafas atas
Pada paru-paru
Gejala
Lakrimasi, hipersekresi hidung & tenggorok, pedih, bersin, batuk
93
Batuk, bronkorea,parau, nyeri menelan, rasa tercekik, stridor, nafas cuping hidung,
kontraksi otot nafas atas
Gejala
Bronkospasme tanpa didahului gejala awal
Edema paru
BRONKOSPASME
Penyebab :
Gas iritan, uap besi, reaksi alergi, Organopospat, aspirat lambung, karbamat, Aspirasi arang
aktif.
Gas iritan ;
Ditandai dgn batuk, bersin, suara parau , bronkorea, nyeri menelan, rasa tercekik.
Tindakan , ABC resusitasi, nebulizer, O2 lembab,
2,5 cc Metaproterenol 0,5% dlm nebulizer.
bila tak berhasil, aminofilin 5 mg/kgBB, IV, 30
Organo posfat , Karbamat ( Bronkospasme )
Patomekanisme :
0rgPO4 / karbamat mengikat enz Choline esterase didlm neromuscular junction – pemecahan
asetil kholin terhambat – ACh berlebih – impuls tidak bernenti.
Ada 3 efek :
1. Efek muskarinik , pada susunan syaraf otonom
2. Efek nikotinik, pada otot lurik
3. Efek pada SSP, penurunan kesadaran & kejang.
Organo posfat , Karbamat
95
Gejala , ( efek muskarinik )
Pin point pupil, hipersalifasi, bronlorhea, bronkospasme, bradikardi, keram usus atau diare,
anuri.
Tindakan .
Sulfas atropin 2 mg (1-5 mg) ,i.v, dewasa
0.05 mg/ kg BB, i.v, anak-anak
diulang tiap 15 menit sampai hipersalifasi, wheezing dan bradikardi menghilang, tanda
atropinisasi tercapai.’ Pin point pupil’ tdk dipakai sebagai patokan.
Obserfasi selama 12 jam. Bila kegawatan timbul kembali, ulangi pemberian Sulfas Atropin.
Pada sumbatan jalan nafas berat, S.A diberikan tiap 1’ sampai bronkospasme hilang lalu
lakukan intubasi.
Organo posfat , Karbamat
Gejala efek Nikotinik : ( organoPO4 gol kuat )
Bradikardi diikuti dengan takikardi.
Kelumpuhan otot lurik, kelumpuhan otot nafas – berbahaya !
Tindakan :
pralidoxime ( protopam , 2-PAM ), 1-2 g, IV, dewasa.
20-40 mg/kgBB , anak2. diberikan dalam 5-10 menit atau diberikan per infus dlm 100ml NaCl
( anak 1-2ml/kgBB) dalam 15-30 menit.
Pemberian harus dalam 24 jam pertama.
Gejala SSP ( Organoposfat gol. Kuat )
Kejang , berikan valium
96
Deksametason 8-20 mg diberikan IV,
Anak-anak, hidrokortison 100mg atau Methyl prednisolone
20-40 mg IV
dapat diulang tiap 6 jam dalam 48 jam pertama.
Aspirasi pneumonia.
Disebabkan Methan, propan, gas Nitrogen. Hidrokarbon alifatik (bensin, minyak tanah,
terpentin, toluen.)
Tindakan , berikan O2
Pneumonia, berikan antibiotika sesuai
indikasi.
Edema paru ,
Disebabkan gas iritan tersier
Tindakan, Hindari pemberian cairan yg berlebih.
Pernafasan buatan, fentilator PEEP
Gangguan diluar paru
Depresi pusat pernafasan
Disebabkan gol. Opiat, H2S, barbiturat, sedatif hipnotik, Siklik anti depresan, Clonidin dan
obat simpatolitik lainnya, Etanol & Alkohol.
Tindakan ;
ABC resusitasi, pernafasan buatan dg ventilator. Khusus utk keracunan opiat, sebelum intubasi
diberikan Naloxon.
respirasi > 12X/menit, berikan naloxon 0,4 mg IV, bila belum sadar diulangi dg dosis 2mg tiap
1’-2’ sp dosis mencapai 10 mg.
respirasi < 12X/menit , langsung diberikan dosis 10 mg
97
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KEGAWATAN HIPERGLIKEMI
Produksi glukosa
hepar ↑ Glukosa darah
Glukosa
↑↑ TCH
(Hiperglikemia
(Hiperglikemia
))akibat
akibat
Glikogenolis produksi
produksi
is ↑ glukosa hepar
glukosa hepar Insulin
↑↑dan
danutilisasi
utilisasi
glukosa
glukosa
↓(resistensi
↓(resistensi
Hepar insulin)
insulin)
Mortalitas↓
98
Evidence from RCTs: Effect of DM
NICE-SUGAR:
- DM : 1211 patient (20% of all pts)
- Higher % with DM died in both groups compared to non DM
- No dufference in Rx effect between those without DM
Leuven (combined medical-surgical ICU)
- No benefit of intensive insulin therapy in those with DM
99
100
TABLE 1 : Summary of the Protocol Presented by Van den Bergh6
101
Stop infusion, check
baseline glucose intake,
and administer glucose
10 g IV boluses, and
check BG in 1 h
Note: the concentrations of insulin are 50 IU of soluble human insulin in 50 mL of 0,9% saline,
administered through continuous intravenous infusion. Blood glucose (BG) is monitored in the text
and adjustments in the algoritm are done according to individual patient needs
*To convert BG values to mg/dL multiply mmol/L x 18
102
Benefits and Risk of Tight Glucose Control in Critically Ill Adults
A Meta-analysis
JAMA. 2008:300(8):933-944
103
Research Open Access
The impact of early hypoglycemia and blood glucose variability on outcome in critical
illness
Sean M Bagshaw1,2, Rinaldo Bellomo2,3, Michael J Jacka1,4, Moritoki Egi5, Greamer K
Hart2,3, Carol George6 for the ANZICS CORE Management Committee
Summary of curds clinical outcomes stratified by hypoglycemia and blood glucose variablility
Hypoglyce
Blood glucose
Total mic episode Nelther
Clinical outcome variability P value
(n=66,184) only (n=57,969)
(n=1939)
(n=7209)
104
ICU length of stay 1,9 2,0 2,7 1,9 0,001
(days) (1,0 to 4,4) (1,0 to 4,6) (1,3 to 5,5) (1,0 to 4,3)
(median (IQR))
Hospital length of 10,7 10,0 11,4 10,7 0,001
stay (median (5,9 to 21,0) (4,4 to 21,5) (4,9 to 24,1) (6,0 to 20,9)
(IQR)
ICU mortality(%) 11,1 17,3 22,6 9,8 < 0,001
Hospital mortality 15,9 24,3 30,7 15,5 < 0,001
(%)
Australia New Zealand Intensive Care Society Adult Patient Database on 66184 adult admission
to 24 intensive care unit (ICUs) from 1 january 2000 to 31 desember 2005; cumulative incidence
of early hypoglycemia 13,5% (95% CI = 13,5 to 14, 0; n = 9122)
Sean M Bagshaw et al. Critical Care 2009, 13
105
106
107
Glucose Control (2004)
Recommend glucose control after initial stabilization with intravenous insulin
Grade B
Seggest glucose target
- Normal and < 150 mg/dL
Grade 2C
Glucose Control (2008)
Recommend glucose control after initial stabilization with intravenous insulin
Grade B
Seggest glucose target
- Normal and < 150 mg/dL
Grade 2C
Intensive Insulin Therapy (NICE-SUGAR)
“ In conclusion, our trial showed that a blood glucose target of less than 180 mg/dL resulted
in lower mortality than a target of 81 to 108 mg/dL. On the basis of our results, we do not
recommend use of the lower target in critically ill adults.”
Kesimpulan
Hiperglikemia merupakan factor resiko mortalitas pada sepsis
Efek samping yang tidak diinginkan pada terapi hiperglikemi adalah hipoglikemi
Hipoglikei merupakan factor resiko mortalitas pada sepsis
Target glukosa darah yang dianjurkan pada SSC 2009 < 180 mg/dL
108
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN HIPOGLIKEMIA
109
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KRITIS TIROID
110
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN SENGATAN BINATANG BERBISA
111