Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Primary cilium merupakan organel berbentuk antena yang dapat dijumpai pada
permukaan atas dari sel-sel mamalia. Silia tersebut memegang peranan penting dalam
mentransmisikan sinyal dari matriks ekstraseluler ke dalam interior sel, sehingga menyebabkan
perubahan pada ekspresi gen dan sintesis protein. Karena fungsi ini, silia berperan penting
sebagai organel mechano- dan chemosensory. Peranan mechanosensory silia adalah mendeteksi
gerakan cairan tubuh pada berbagai organ visceral dan mengirimkan sinyal sehingga terjadi
peningkatan kadar kalsium intrasel yang berperan dalam berbagai aktivitas selular. Gangguan
fungsi mechanosensory akan berujung pada penurunan kadar kalsium dan berakibat pada
aktivasi berbagai pathway yang meningkatkan proliferasi sel sehingga berujung pada
pembentukan kristal. Salah satu ciliopathy paling dominan muncul karena gangguan fungsi
mekanosensorik dari cilium primer adalah penyakit ginjal polikistik (PKD). Menariknya, PKD
juga dikaitkan dengan pembentukan kista di organ lain. Polikistik hati dan pankreas yang
berhubungan dengan PKD juga telah dikaitkan dengan fungsi atau struktur silia abnormal.
Sampai dengan sekarang sudah banyak berbagai kemajuan di dalam modalitas radiologi
untuk penilaian dan deteksi penyakit. Kemajuan teknologi seperti ini tidak bisa dipungkuri juga
peningkatkan biaya di fasilitas kesehatan. Tidak semua modalitas teknologi radiologi
diaplikasikan untuk setiap kondisi pasien, belum lagi ketika mempertimbangkan efek radiasi
yang tidak menguntungkan bagi pasien. Penulis akhirnya tertarik untuk membahas secara singkat
gambaran radilogis pada PKD dan fokus pada penyakit polikistik di berbagai organ viseral,
termasuk hati, pankreas, dan ovarium. Dengan demikian penulis dapat melihat akurasi masing-
masing modalitas tersebut sehingga dapat meminimalisir intervensi yang tidak diperlukan dan
peningkatan biaya pengobatan khususnya pada berbagai penyakit polikistik organ visceral,
termasuk ginjal, hepar, pankreas dan ovarium.

1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan secara umum mengenai Polikistik. Tujuan secara khususnya adalah mengetahui
pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan dan melihat gambaran radiologi yang khas pada
polikistik sehingga dapat mempermudah menegakkan diagnosis serta membedakan dengan
diagnosis bandingnya secara radiologi.

1.3. Manfaat
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam memberikan informasi
mengenai penyakit polikistik dan pemeriksaan radiologisnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Polycystic Kidney Disease (PKD)
1.1.1. Definisi
Polycystic Kidney Disease adalah penyakit herediter yang dikarakteristikan dengan
bentuk kista dan pembesaran ginjal massif yang menyerang anak anak dan juga dewasa
(Lemone, Burke. 2008).

Polycystic Kidney Disease adalah keadaan dimana korteks dan medula dipenuhi dengan
besar kista berdinding tipis dari milimeter sampai beberapa sentimeter dengan diameter.
Kista membesar dan menghancurkan jaringan di sekitarnya dengan kompresi. Kista diisi
dengan cairan dan mungkin berisi darah atau nanah (Lewis, Sharon L.2014).

1.1.3. Epidemiologi
Penyakit ginjal polikistik adalah salah satu penyakit keturunan yang serius yang paling
umum, ditemukan pada 1: 400 sampai 1: 1000 individu, dan sejauh ini penyebab turun-
temurun yang paling umum dari gagal ginjal tahap akhir (ESRF). Hal ini menyumbang 4-10
% dari semua kasus pada ESRF.
Kista yang muncul pada kasus PKD mungkin tidak bersifat kanker, namun gangguan ini
tidak hanya menyerang ginjal. Terdapat kemungkinan kista menyebar ke organ lainnya,
seperti hati, jantung, dan otak dan ini dapat menyebabkan murmur jantung, aneurisma otak
atau bahkan stroke hingga kematian. Terdapat tiga jenis PKD: PKD Autosom Resesif
(ARPKD), PKD Autosom Dominan (ADPKD), dan Penyakit Ginjal non keturunan
(ACKD). Dari ketiga jenis ini, hanya ACKD yang tidak diwariskan. Sembilan puluh persen
kasus PKD adalah ADPKD (turunan), terutama karena hanya satu orang tua yang perlu
memiliki penyakit ini untuk diturunkan ke anak-anaknya. Seorang anak mungkin sudah
menunjukan gejala awal penyakit, namun biasanya muncul ketika si anak mencapai umur 30
atau 40 tahun.

ARPKD tidak terlalu umum karena kedua orang tua perlu memiliki gangguan ynag sama
untuk diturunkan ke anaknya. Selanjutnya, ARPKD diklasifikasikan menjadi 4 jenis:
perinatal, neonatal, bayi, dan remaja. Setiap jenis ini didasarkan pada usia hidup ketika
gejala mulai muncul. Orang yang sudah memiliki masalah ginjal berada pada risiko terkena
ACKD, terutama jika sudah menjalani dialisis karena gagal ginjal. Selain itu kelainan ini
adalah hasil metastasis bilateral, karsinoma sel ginjal bilateral, angiomiolimfoma ganda, atau
obstruksi sambungan uretero – pelvis kedua ginjal. Penyebab lainnya adalah langka.

1.1.4 Etiopatogenesis
ADPKD adalah jenis penyakit kista yang paling sering terjadi yang dapat disebabkan
oleh mutasi salah satu dari tiga gen, yaitu gen yang terletak pada lengan pendek kromosom 16
yang dapat menyebabkan ADPKD tipe 1 (85-90% dari kasus), gen yang terletak pada lengan
pendek kromosom 4 yang dapat menyebabkan ADPKD tipe 2 (15% dari kasus), dan gen yang
belum mampu dipetakan yang dapat menyebabkan ADPKD tipe 3. Pada ARPKD, mutasi gen
pada kromosom 6 menjadi penyebab utama dari penyakit polikistik jenis ini. (2)
Jika tidak ditangani, PKD dapat menyebabkan berbagai komplikasi, beberapa diantaranya
dapat mengancam jiwa. Beberapa kompikasi yang paling umum adalah tekanan darah tinggi,
kista pada hati, berkurangnya atau hilangnya fungsi ginjal keseluruhan, masalah usus besar,
sakit kronis, aneurisma otak, dan kelainan katup jantung. Umum bagi ibu hamil untuk
memperlihatkan gejala selama masa kehamilan karena kebanyakan orang dengan PKD telah
memiliki gangguan tersebut sejak kecil. Meski sebagian besar kehamilan dengan PKD tidak
memperlihatkan gejala, ada kemungkinan bagi ibu hamil tersebut terserang suatu kondisi
yang disebut preeklampsia.

Gambar 2. Ginjal polikistik mengenai kedua ginjal.


(A) bentuk bayi, (B) bentuk dewasa.
1.1.5. Manifestasi Klinis
Penyakit Ginjal Polikistik adalah gangguan ginjal, namun gangguan ini juga
mempengaruhi organ lain, yang umumnya menjadi alasan mengapa gangguan ini
memperlihatkan berbagai gejala. Beberapa gejala yang paling umum adalah hipertensi, darah
pada urin, infeksi saluran kemih, infeksi ginjal, gagal ginjal, peningkatan ukuran perut, nyeri
punggung, sakit kepala, dan sering buang air kecil.
Penyakit ini diturunkan inheritas. Pada kebanyakan kasus, pasien tanpa gejala tetapi
ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan fisik rutin; pada pasien dengan keluhan
hematuria, proteinuria, dan hipertensi. Lambat laun timbul gejala sakit pinggang, nyeri
abdomen. Perdarahan ke dalam kista ginjal meyebabkan nyeri dengan meregangnya kapsul
ginjal. Pada ruptur kista, terjadi hematuria yang massif.

1.1.6 Diagnosis
Anamnesis

Dalam anamnesis harus dibuat dengan teliti dengan menggali gejala klinis dan termasuk
riwayat keluarga seluas mungkin, dalam analmnesis kelurgaa dapat dijumpai riwayat ginjal
polikistik atau keluhan dengan ginjal polikistik pada sekitar 75% kasus bary. Gambaran klinis
utama yang dapat terlihat dengan USG, CT scan, atau MRI adalah kista multiple dalam ginjal.
Kista muncul sejak dalam uterus dan perlahan merusak jaringan normal sekitarnya bersamaan
dengan pertumbuhan anak menjadi dewasa. Kista muncul dari berbagai bagian nefron atau
duktus koligentes dimana kista ini dapat diraba dari permukaan abdomen penderita.

Pemeriksaan fisik
Pada keadaan yang sudah lanjut, diagnostik polikistik ginjal tidak sulit untuk ditegakan,
kedua ginjal teraba membesar dengan permukaan berbenjol – benjol ikut menguatkan diagnosis.
Batu dan bekuan darah dapat menyebabkan kolik ginjal. Ginjal biasanya dapat diraba dan
asimetris dan mempunyai permukaan berbenjol. Hipertensi terjadi pada 75% pasien, dan
biasanya berkembang menjadi gagal ginjal kronik.
Proteinuria jarang melebihi 2g/hari. Infeksi saluran kemih terjadi sewaktu-waktu pada
kebanyakan pasien, biasanya sebagai akibat pemasukan alat dan kalkuli ginjal, perempuan
terinfeksi lebih sering daripada laki-laki. Eritrositosis dapat terjadi karena kadar eritropoietin
yang tinggi, pada pasien lain hematuria menyebabkan anemia kehilangan darah.
Gagal ginjal akut terjadi akibat infeksi, obstruksi ureter yang disebabkan oleh bekuan
darah atau batu, atau melekuknya ureter tiba-tiba karena kista. Azotemia berkembang secara
perlahan-lahan tanpa adanya komplikasi. Pasien dengan stadium akhir gagal ginjal cenderung
memiliki hematokrit lebih tinggi daripada pasien dengan penyakit ginjal lain. Kelebihan cairan
jarang terjadi karena kecenderungan terbuangnya garam melalui ginjal.
Kista hepatik terjadi pada sekitar 30% pasien. Fungsi hati biasanya normal, dan kista hati
dapat bersifat asimtomatik, menyebabkan rasa tidak enak epigastrik atau kolik empedu, atau
menjadi infeksi. Kista juga dapat terjadi dalam limpa, pankreas, paru, ovarium, testis, epididimis,
tiroid, uterus, ligamentum latum uteri, dan kandung kemih. Perdarahan subarakhnoid akibat
aneurisma intrakranial menyebabkan kematian atau cedera neurologik pada sekitar 1/10 pasien,
tetapi arteriografi serebral rutin tidak dibutuhkan. Prolaps katup mitral 25% dan inkompetensi
katup mitral, aorta dan trikuspid lebih sering terjadi.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu dalam menegakkan
diagnosis adalah :
a. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium, bisa didapatkan kenaikan hitung eritrosit, hemoglobin
dan hematocrit yang mungkin disebabkan oleh produksi hormone eritropoetin oleh kista.
b. Pemeriksaan radiologi
 Foto polos
Gambar 3. Penonjolan ginjal yang lokal.

 Ultrasonografi

Gambar 4. Pada gambaran diatas terlihat pembesaran ginjal bilateral dengan kista multiple yang
ukurannya bervariasi pada pasien dengan penyakit polikistik ginjal.

 CT Scan

Pemeriksaan CT-scan pada ginjal polikistik yaitu dapat dibuat potongan


transversal dan koronal pada kedua ginjal. Dibuat potongan 5-10 mm. Pada gambaran CT
tampat kista pada kedua ginjal dengan bermacam-macam ukuran didalam parenkim, ada
pula di sentral.
Gambar 5. Pada gambar diatas dengan potongan koronal terlihat pembesaran ginjal
bilateral dengan kista multiple yang hampir menutupi kedua ginjal.

Gambar 6.Pada gambaran CT scan abdomen potongan axial disamping terlihat kista dalam
jumlah banyak dengan ukuran yang berbeda yang melibatkan ginjal, hepar, dan pancreas.

 MRI
MRI dilakukan untuk melakukan screening pada pasien polikistik ginjal
autosomal dominan (ADPKD) yang anggota keluarganya memiliki riwayat aneurisma
atau stroke.
Gambar 7. Pada gambaran diatas yaitu gambaran axial T2 terlihat kista pada renal dengan morfologi yang sama
pada CT scan; struktur kista yang bulat dengan dinding tipis yang regular.

c. Pemeriksaan patologi anatomi


Biopsi ginjal ini tidak dilakukan secara rutin dan dilakukan jika diagnosis tidak
dapat ditegakkan dengan pencitraan yang telah dilakukan.

Gambar 8. Pembesaran ginjal pada orang dewasa dengan ADPKD, yang menunjukkan
kista yang sangat besar yang memenuhi parenkim ginjal.
1.1.7 Pengobatan
Pengobatan yang dapat diberikan pada penyakit ginjal polikistik, antara lain:

o Nyeri perut dan nyeri pinggang yang disebabkan oleh pembesaran kista dikelola
oleh analgesik non-narkotik.
o Hipertensi harus ditangani secara agresif untuk mencegah progresifitas dari
kerusakan ginjal dan untuk mencegah rupture aneurisma dalam keluarga yang
memiliki riwayat perdarahan otak.
o Pembatasan asupan protein untuk mencegah progresi dari kerusakan ginjal.
o Jika infeksi muncul, berikan antibotik yang sesuai, terutama yang mampu
menembus kista ginjal (trimethoprimsulphamethoxazole, chloramphenicol, dan
fluoroquinolone seperti norfloxacin dan ciprofloxacin). Pada infeksi, drainase
mungkin dibutuhkan.
o Screening untuk aneurisma intracranial diindikasikan bila dalam kasus terdapat
hipertensi dan riwayat perdarahan hemoragik dalam keluarga.
o Pada ADPKD, 20-30% pasien dapat menderita batu ginjal yang harus diobati
dengan alkalinisasi urin dan extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL).
o Laparoskopi ginjal telah terbukti bermanfaat dalam menghilangkan rasa sakit
yang terkait dengan kista.
o Gagal ginjal ditangani dengan dialysis atau transplantasi ginjal.

1.1.9 Prognosis
Pada penyakit ginjal polikistik autosomal resesif (ARPKD), anak-anak dengan
perbesaran ginjal yang berat dapat meninggal pada masa neonatus karena insufisensi paru
atau ginjal dan pada penderita yang sedang menderita fibrosis hati, serosis dapat
mengakibatkan hipertensi serta memperburuk prognosisnya. Ada atau tidaknya hipoplasia
paru merupakan faktor utama prognosis ARPKD. Pada bayi yang dapat bertahan pada masa
anak-anak yang dapat bertahan selama bulan pertama kehidupan,78% akan bertahan hingga
melebihi 15 tahun. Pada penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD) cenderung
relative stabil dan berkembang sangat lambat. Sekitar 50% akan menjadi gagal ginjal
stadium akhir atau uremia.
2.2. Polycystic Liver Disease (PLD)
2.2.1. Definisi
Penyakit hati polikistik merupakan salah satu penyakit fibrokistik yang bersifat herediter,
dapat ditemukan berdiri sendiri atau bersamaan dengan penyakit kistik lainnya. Penyakit hati
polikistik terjadi karena kegagalan saluran empedu intralobular berinvolusi. Saluran intralobular
mengalami distorsi dan degenerasi menjadi kista. Biasanya tidak dijumpai gangguan fungsi
empedu.
Penyakit hati polikistik ini merupakan kasus yang jarang, dan biasanya dikaitkan dengan
polikistik ginjal autosomal dominan. Sejumlah 50 % pasien dengan kista ginjal mempunyai kista
hati dan akan meningkat menjadi 75 % pada usia lebih dari 60 tahun. Pada penyakit hati
polikistik yang bersifat autosomal dominan tanpa adanya kista ginjal disebabkan tidak ada lokus
genetik yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya penyakit ginjal polikistik.

2.2.3. Etiopatogenesis
Polycystic Liver Disease (PLD) adalah ciliopathy bawaan yang ditandai oleh berbagai
kista sederhana dengan diameter dari 1 sentimeter atau lebih dalam hati, tanpa bukti penyebab
infeksi atau trauma.15Definisi alternatif untuk PLD melibatkan kehadiran kista hati menempati
setidaknya setengah dari volume parenkim hati.15 Polycystic Liver Disease (PLD) merupakan
sekelompok kelainan genetik di mana kista terjadi pada (autosomal dominant polycystic liver
disease) hati atau dalam kombinasi dengan kista pada ginjal (autosomal dominant polycystic
kidney disease).
PLD adalah gangguan Mendel langka yang ditandai oleh perkembangan kista hati
multipel. Klasifikasi PLD mengikuti perubahan histologis yang disebabkan malformasi piring
duktus selama perkembangan janin. Definisi malformasi kistik berdasarkan lokasi yang terkena
protein-terkait-silium atau mengikuti temuan radiologi.

a. Malformasi Piring Duktus


Cabang empedu muncul dari endodermal diverticulum hati. Perkembangan sistem bilier
dimulai dari minggu ke-8 kehamilan dengan pembentukan hepatoblast berlapis tunggal yang
mengelilingi vena portal (piring duktus). Duplikasi sel piring duktus membentuk dua lapisan
yang akhirnya melebar ke struktur tubular, saluran empedu primitif. Diferensiasi Hepatoblast ke
fenotipe empedu dan tubulogenesis dirangsang oleh Notch, TGF-β dan jalur sinyal Wnt kanonik.
Diferensiasi sel dari hepatoblasts ke cholangiocytes,tubulus elongasi dan perubahan saluran
empedu yang dilengkapi pada masa 30 minggu kehamilan. Sistem saluran intrahepatik dan
ekstrahepatik empedu kemudian bergabung dan terbagi menjadi hilus hati. Selama tahun pertama
kehidupan epitel intrahepatic empedu berkembang lebih jauh. PLD berkembang sebagai akibat
dari malformasi piring duktus. Tahap yang dipengaruhi oleh kegagalan perubahan yang
menentukan fenotip. Misalnya, VMC yang diduga hasil dari involusi embrio duktus pada tahap
akhir.
Pembentukan saluran empedu memerlukan interaksi jaringan epitel mesenkim, dan
adanya pertumbuhan dan faktor transkripsi untuk mengendalikan migrasi sel yang tepat, adhesi
dan diferensiasi cholangiocyte. Penyimpangan profil dan sinyal yang menyebabkan kurangnya
perubahan, dan berikutnya dilatasi yang abnormal atau terputusnya perkembangan sel piring
duktus menjadi struktur kistik empedu .Baru-baru ini, klasifikasi baru untuk malformasi priring
duktus telah diusulkan atas dasar Hnf-1β, Hnf-6 dan hilangnya gen cystin-1 pada tikus.
Klasifikasi ini dibedakan atas 3: 1) diferensiasi hepatoblast normal, 2) kegagalan pematangan
saluran empedu, 3) gangguan ekspansi duktus.

b. Ciliopathy dan cholangiopathy


Ciliopathy mewakili golongan yang muncul dari gangguan manusia yang disebabkan
oleh cacat pada gen yang berbeda yang mempengaruhi struktur silia atau fungsi. Mereka dapat
diwariskan sebagai sifat resesif sederhana, tetapi juga secara dominan. Ekspresivitas fenotipik di
bawah kendali banyak pengubah genetik. Ciliopathy biasanya menghasilkan klinis yang lain,
seperti cacat intelektual, cacat retina dan polydactyly, tapi fenotip yang paling terkenal adalah
kistik ginjal. Protein terpengaruh di autosomal dominant polycystic kidney disease terletak di
silia yang telah menyebabkan klasifikasi autosomal dominant polycystic kidney disease sebagai
ciliopathy. Sebaliknya, protein yang terkait dengan PCLD tidak terletak pada silia. Kista hati
dilapisi oleh cholangiocyte dan oleh karena itu istilah cholangiopathy digunakan untuk PCLD.
2.2.4. Manifestasi Klinis
PLD asimtomatik pada 80% pasien dan biasanya didiagnosis secara kebetulan. Sebagian
kecil pasien akan mengalami gejala dari waktu ke waktu berhubungan dengan peningkatan
ukuran kista hati. Gejala terutama akibat dari efek massa atau kompresi oleh hepatomegali dari
kista yang besar. Gejala tekan termasuk distensi perut, dispepsia yang dapat menyebabkan
penurunan asupan oral dan gizi buruk, gastro-esophageal reflux, dyspnea, obstruksi vena
hepatika (sindrom Budd-Chiari), sindrom vena cava inferior, vena portal dan kompresi saluran
empedu. Komplikasi kista hati termasuk infeksi, torsio, ruptur dan perdarahan.
Pada pasien tanpa gejala, hasil laboratorium serum biasanya normal. Pada 47% pasien
mengalami peningkatan serum alkali fosfatase, 70% mengalami peningkatan kadar serum
gamma glutamil transferase, 27% mengalami peningkatan dari transferase aspartat amino dan
15% mengalami peningkatan kadar serum bilirubin total. Fungsi sintetis hati biasanya tetap
meskipun kehadiran kista tak terhitung, sementara 45% dari pasien mungkin mengalami
peningkatan serum tumor marker CA19-9 tanpa bukti keganasan. Tumor marker lain seperti CA-
125, antigen Carcinoembryonic, dan alphafetoprotein juga dapat meningkat tetapi lebih jarang
daripada CA19-9.
Beberapa klasifikasi klinis telah digolongkan berdasarkan beratnya PLD:
a. Klasifikasi Gigot’s
Klasifikasi Gigot bergantung pada pencitraan temuan dan dirancang untuk
mengidentifikasi fenestrasi gejala kista. Jenis I: kehadiran kurang dari 10 kista hati besar
berukuran lebih dari 10 cm dengan diameter maksimum. Jenis II: keterlibatan difus
parenkim hati oleh beberapa kista dengan sisa area besar non-kistik parenkim hati. Jenis III:
kehadiran keterlibatan difus parenkim hati dengan kista hati kecil dan menengah dengan
hanya beberapa daerah parenkim hati yang normal.
b. Klasifikasi Quian’s
Klasifikasi Quian telah digunakan dalam konteks skrining keluarga dan bergantung pada
jumlah kista dan adanya hepatomegali gejala : (1) kelas 0-0 kista; (2) kelas 1 - 1 sampai 10
kista; (3) kelas 2 - 11 to 20 kista; (4) kelas 3 - lebih dari 20 kista; dan (5) kelas 4 - lebih dari
20 kista dan gejala hepatomegali.
2.2.5. Gambaran Radiologis
PCLD didiagnosis dengan pencitraan, termasuk ultrasound, CT dan MRI. USG umumnya
lebih disukai karena biaya rendah, aksesibilitas mudah, dan tidak adanya paparan radiasi.
Namun, CT dan MRI lebih sensitif dan akurat dalam mendeteksi keberadaan dan ukuran kista
hati.16 Temuan Pencitraan

I. Kista
Dua jenis kista dapat ditemukan di hati pasien dengan PLD: kista intrahepatik dan kista
peribiliary. Kista intrahepatik timbul dari kompleks von Meyenburg dan sebagian besar
perangkat, mulai dari kurang dari 10 mm sampai 80 mm. Kista peribiliary timbul dari kelenjar
peribiliary dilatasi; biasanya kurang dari 10 mm; dan muncul sebagai salah kista diskrit, string
kista, atau struktur tubular paralel jalur pembuluh darah portal.
Peningkatan T1-tertimbang sinyal pada MRI, echotexture heterogen di USG, atau peningkatan
pada unenhanced CT dapat dilihat dengan perdarahan tetapi tidak spesifik, juga mungkin dengan
infeksi kista. Tanda-tanda infeksi kista CT (selain heterogen meningkat atenuasi) mencakup
fluid-fluid level dalam kista, penebalan dinding kista atau kalsifikasi, dan gelembung gas
intrakistik.

II. Ukuran Hati dan Distribusi Kista


Pencitraan dapat digunakan untuk memandu terapi kista individual maupun prosedur
untuk memperbaiki hepatomegali besar. Ukuran kista dan distribusi kista mempengaruhi pilihan
terapi. Pada CT, MRI, dan US, hepatomegali yang tak terhitung, kebanyakan kista simple
terlihat. Pasien dengan PLD ditandai dengan kista besar yang terletak terutama pada permukaan
hati (tipe 1) merespon positif dengan prosedur kista fenestration bedah luas, sedangkan orang-
orang dengan kista kecil yang tak terhitung banyaknya di seluruh hati (tipe 2) umumnya
mendapat terapi simptomatis. Segmen kista posterior juga tidak disarankan untuk fenestration,
apakah prosedur bedah terbuka atau laparoskopi, untuk kista yang dalam tanpa kista superfisial.
MRI, USG, dan CT dilakukan sebelum Fenestration dengan atau tanpa reseksi menunjukkan
lokasi kista dan ukuran dan membantu mengidentifikasi parenkim, ahli bedah harus menghindari
ketika kista yang besar akan dilakukan fenestrasi selama prosedur tunggal.
III. Vaskular
Vena portal patensi harus dinilai. Kompresi vena portal utama dapat menyebabkan
hipertensi portal, serta temuan seperti splenomegaly dan asites. Mungkin akan sulit untuk
mengidentifikasi vena portal utama dan cabang-cabangnya karena terdistorsi disebabkan oleh
kista. Identifikasi arteri umumnya lebih mudah dengan CT kontras intravena atau MRI, tetapi
perlu diperhatikan untuk temuan CT scan unenhanced kadang-kadang berguna untuk ahli bedah
transplantasi.

Gambar 8. PLD pada wanita usia 44 tahun yang asimptomatis melakukan skrining untuk ADPKD.
Coronal gadolinium enhanced gradient-echo T1-weighted magnetic resonance (MR) image (a) and half Fourier
acquisition single-shot turbo spin-echo T2-weighted MR image (b) menunjukkan kista ukuran yang berbeda-beda di
seluruh segmen hati.
Gambar 9. Simptomatis PLD dan ADPKD. (a) Computed tomographic (CT) scan dengan kontras oral
memperlihatkan penyakit hati dan ginjal polikistik, dengan kalsifikasi multiple sepanjang dinding kista di ginjal
kiri. (b) CT scan pada bagian inferior untuk melihat efek massa pada hati.

Gambar 10. PLD pada wanita berusia 47 tahun dengan distensi abdomen besar karena hepatomegali. (A,
b) Frontal (a) dan lateral (b) CT scan menunjukkan perut nyata menonjol. (C) unenhanced CT scan menunjukkan
perpindahan dari perut posterior (panah). (D) kontras intravena bahan-ditingkatkan CT scan diperoleh pada tingkat
yang sama seperti c jelas menggambarkan arteri hepatika kanan (panah) diganti dengan mesenterika superior.
Gambar 11, 12. (11) PLD dan trombosis vena. (A) intravena kontras ditingkatkan CT scan hati
menunjukkan kompresi intrahepatik ditandai vena cava inferior (tanda panah) di lobus kaudatus. kompresi ini
mengakibatkan stasis. (B) CT scan pada bagian bawah menunjukkan trombus nonocclusive (panah) dalam vena cava
inferior intrahepatik. (C) intravena kontras CT scan menunjukkan trombus (panah) di segmental lateralis cabang
vena portal. (D) CT scan diperoleh pada hilus menunjukkan bagian tengah dan kanan vena portal tanpa trombus.
(12) Hipertensi portal yang terkait dengan PLD. (A) gambar longitudinal USG lobus hati kanan menunjukkan
beberapa kista dengan ukuran berbeda dan jumlah sedang ascites. (B) gambar Longitudinal USG limpa
menunjukkan splenomegali moderat.

2.3. Polycystic Pancreas Disease (PPD)


2.3.1. Epidemiologi
Polikistik pankreas merupakan penyakit yang jarang ditemukan dan kasus ini sendiri
sedikit dilaporkan di dalam berbagai literatur. Insidensi dari kasus ini tidak dapat diketahui
karena sampai dengan sekarang masih sedikit studi yang dilakukan untuk menilai kejadian kista
pankreas. Polikistik pankreas atau dikenal dengan dysontogenetic cysts dapat muncul bersamaan
dengan kista lainnya, terutama pada organ ginjal, hepar, sistem saraf pusat dan limpa. Kista
pankreas ini dapat ditemukan 10% pada pasien dengan polikistik ginjal. Bagian “ekor” atau
“leher” pankreas merupakan tempat yang paling sering dijumpai kista ini.

2.3.3. Etiopatogenesis
Polikistik pankreas merupakan kondisi yang jarang ditemukan dan biasanya didapatkan
secara tidak sengaja pada waktu operasi orautopsi. Kista pankreas dapat diklasifikasikan sebagai
retention cysts, proliferative cysts, cystic adenoma, cystic epitheliomata, hydatid cysts,
congenital cysts (dysontogenetic cysts), hemorrhagic cysts atau pseudocysts. Kista yang
sebenarnya (true cyst) muncul karena anomali yang terjadi berkaitan dengan sekuesterasi dari
primitive pancreatic ducts.
Primary cilia merupakan silia yang nonmotile, berbentuk microtubule, terlihat seperti
organel yang berantena yang dapat dijumpai pada permukaan atas sebagian besar sel mamalia.
Studi terkini menyebutkan pentingnya peranan dari struktur silia ini dan fungsinya di dalam
transduksi sinyal dan peranan sensoriumnya untuk mempertahankan keadaan fisiologis dari
sebuah sel. Disfungsi dari silia ini akan berimplikasi pada berbagai penyakit yang terutama
dikarakteristikan dengan keberadaan kista berisi cairan pada berbagai organ.
Struktur silia dan fungsinya berperan penting sebagai mechanosensory yang terlibat
penting di dalam mendeteksi aliran cairan tubuh yang terdapat pada berbagai organ visceral,
seperti ginjal, hepar, pankreas, otak, limpa, tulang dan organ lainnya. Silia ini kemudian akan
menghantarkan sinyal deteksi cairan menuju intracellular calcium signaling response. Dengan
keberadaan aliran cairan tubuh tersebut, silia akan teraktivasi menghasilkan peningkatan
sementara kalsium dalam intrasel sehingga terjadi berbagai proses di tingkat sel, termasuk
pertumbuhan sel, diferensiasi, proliferasi, dan apoptosis. Fungsi mechanosensory yang terganggu
akan menyebabkan jumlah kalsium yang rendah di dalam intrasel, sehingga berujung pada
aktivasi berbagai pathway proliferasi sel, termasuk cAMP, ERK, p-Akt (Ser473). Regulasi yang
abnormal dari pathway inilah yang akan membuat proliferasi sel berlebihan sehingga berujung
pada pembentukan kista. Salah satu penyakit utama yang muncul akibat kelainan aktivitas
mechanosensory ini adalah penyakit polikistik ginjal. Menariknya lagi adalah penyakit polikistik
ginjal ini muncul bersamaan dengan pembentukan kista pada organ lain, termasuk pankreas yang
berkaitan dengan autosomal-dominant polycystic kidney disease (ADPKD). Disebutkan juga
anomali yang terjadi pada sistem ductus hepar dan pankreas (ductus yang secara tiba-tiba terjadi
pembesaran lumen dan munculnya kista multipel) akan berujung pada penyakit polikistik pada
hepar dan pancreas.

2.3.4. Manifestasi Klinis


PPD sering asimptomatik, atau bisa dengan nyeri perut yang tidak jelas. Penyakit
polikistik umumnya berkaitan dengan kelainan yang bisa ditemukan pada ginjal, hepar,
cerebellar, dan retina. Congenital pancreatic cysts walaupun secara umum asimptomatik, dapat
juga muncul dengan klinis distensi abdomen, nyeri abdomen yang tidak jelas, muntah, icterus
dan pankreatitis.

2.3.5. Gambaran Radiologis


Untuk mengevaluasi massa pada abdomen, ultrasonography (USG) merupakan teknik
cepat yang memungkinkan digunakan untuk membedakan kista dan massa solid, ditambah lagi
pemakaian color doppler flow bisa menggambarkan asal vascular dari lesi tersebut. Penggunaan
contrast-enhanced endoscopic ultrasound (CE-EUS) dan endoscopic fine needle puncture
sebagai kriteria diagnostik merupakan teknik yang dapat dikerjakan dengan mudah untuk bisa
membedakan lesi kista pada praktek seharinya.
Dalam menilai lokasi yang akurat, lebih dibutuhkan teknik cross sectional imaging.
MRI memang tidak cukup untuk bisa mengevaluasi asal pembentukan kista yang besar. Tetapi,
hubungan antara kista dengan jaringan sekitarnya dan perluasan kistanya dapat didemonstrasikan
lebih baik dengan MRI dikarenakan kapasitasnya yang multiplanar dibandingkan dengan CT
scan.
Untuk membedakan kista yang kongenital atau yang didapat sedikit sulit untuk
dikerjakan bila tidak disesuaikan dengan gejala klinis pasien, dan pemeriksaan histopatologi
yang dapat menentukan perbedaan tersebut. Multiple congenital pancreatic cysts biasanya selalu
bersamaan dengan kongenital anomali lainnya, seperti pada ginjal, hepar, paru dan sistem saraf
pusat. Kista kongenital dapat dibedakan dengan pseudocysts dilihat dari perluasan epitel
kolumnar atau epitel kuboidalnya. Pseudocysts sering ditemukan bersamaan dengan pancreatitis,
dan kista berisi cairan kaya akan enzim pankreas.
Pemeriksaan pre-operasi dengan MRI atau CT dapat membantu membedakan kista
yang jinak atau ganas. Curiga ganas jika didapatkan kalsifikasi perifer, dinding kista yang tebal
dan irregular, dilatasi ductus pankreas yang utama, adanya mural nodules, dan pembesaran
nodul. Curiga jinak jika dinding kista titip (kecuali jika ada infeksi), dan umumnya tidak
mengenai ductus pankreasnya. Tetapi sayangnya, tidak ada cara yang bisa membedakan berbagai
lesi tersebut secara radiologi.

III. Ultrasonography (USG)


Pada USG, terlihat kista multiple yang hipoekoik seperti yang terlihat pada Gambar 19
berikut ini.

Gambar 19. Terlihat multipel kista dengan berbagai ukuran yang terbesar meliputi pankreas.
IV. CT Scan

V. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Gambar 21. MRI abdomen yang menunjukkan kista yang tidak terhitung dengan berbagai ukuran, terbesar
melibatkan pankreas dan hampir menutupi keselurahan parenkim.
MRI abdomen potongan axial T2 yang menunjukkan kista sederhana yang multipel dengan berbagai ukuran
melibatkan pankreas.

2.4. Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)


2.4.1. Definisi
Sindrom ovarium polikistik (SOPK) merupakan masalah endokrinologi reproduksi dan
fungsi metabolik yang sering terjadi dan sampai saat ini masih menjadi kontroversi. Penyakit
yang juga dikenal dengan nama Stein-Leventhal Syndrome ini adalah suatu sindrom dengan
karakteristik berupa anovulasi kronis dan hiperandrogenisme yang dapat menyebabkan beragam
manifestasi klinis. Selain itu, SOPK juga disertai oleh perubahan metabolik berupa gangguan
toleransi glukosa, hiperinsulinemia dan resistensi insulin

2.4.2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, sindrom ovarium polikistik (PCOS) adalah salah satu gangguan
endokrin yang paling umum dari wanita usia reproduktif, dengan prevalensi 4-12%. Kurang
lebih 10% dari wanita yang melakukan kunjungan ginekologi didiagnosa dengan PCOS.28
Dalam beberapa penelitian di Eropa, prevalensi PCOS telah dilaporkan 6,5-8%.
Banyak variabilitas etnis hirsutisme yang diamati. Misalnya, perempuan asia (Timur dan Asia
Tenggara) memiliki kejadian hirsutisme yang kurang bila dibandingkan dengan wanita kulit
putih. Dalam sebuah studi yang menilai hirsutisme pada wanita Cina Selatan, peneliti
menemukan prevalensi 10,5%.30 Pada wanita hirsutisme, ada peningkatan yang signifikan
dalam kejadian jerawat, ketidakteraturan menstruasi, ovarium polikistik, dan acanthosis
nigricans.
Di Indonesia jumlah penderitanya diperkirakan sekitar 8 juta walaupun tidak ada data
pasti yang mendukung karena sedikitnya wanita yang memeriksakan diri. Gejala sindrom ini
begitu tersembunyi bahkan cenderung diabaikan oleh banyak wanita sehingga banyak yang pada
akhirnya tidak terdiagnosis dan timbul sebagai infertilitas, kista ovarium yang berulang, penyakit
diabetes melitus atau penyakit jantung kronik. Sindroma Ovarium Polikistik merupakan
penyebab 70% kejadian anovulasi subfertil.

2.4.3. Etiopatogenesis
Patogenesa POCS kurang jelas diketahui, namun diduga bahwa defek primer
kemungkinan karena adanya resistensi insulin yang menyebabkan hiperinsulinemia.33
Konsentrasi insulin dan LH didalam sirkulasi secara umum akan meningkat. Sel theca yang
membungkus folikel dan memproduksi androgen yang nantinya akan dikonversi menjadi
estrogen didalam ovarium menjadi sangat aktif dan responsif terhadap stimulasi LH. Sel theca
akan lebih besar dan akan menghasilkan androgen lebih banyak. Sel-sel theca yang hiperaktif ini
akan terhalang maturasinya sehingga akan menyebabkan sel-sel granulosa tidak aktif dan
aktifitas aromatisasinya menjadi minimal. Akibat ketidakmatangan folikel-folikel tersebut maka
terjadi pembentukan kista-kista dengan diameter antara 2–6 mm dan masa aktif folikel akan
memanjang, sehingga akan terbentuk folikel- folikel baru sebelum folikel yang lain mati.
Folikel-folikel tersebut akan berbentuk seperti kista yang dilapisi oleh sel-sel theca yang
hiperplastik yang mengalami luteinisasi sebagai respon peningkatan kadar LH.

2.4.4. Manifestasi Klinis


PCOS adalah sindroma yang sangat beragam dalam hal gejala klinik maupun manifestasi
laboratorium. Sementara dasar dari kelainan ini terletak pada ovarium, ekspresi klinik dan
beratnya gejala tergantung pada faktor diluar ovarium seperti obesitas, resisten terhadap insulin
dan konsentrasi luteinizing hormone (LH). Kombinasi dari berbagai gejala dapat dijumpai, dari
hirsutism yang ringan dengan ovulasi yang regular dan ovarium polikistik sampai dengan gejala
yang lengkap dari sindroma Stein-Leventhal yaitu amenorrhoea, hirsutism, acne, infertility dan
obesitas. Demikian juga dengan terjadi pada hasil laboratorium biokimia. Hampir 50% dari kasus
akan didapatkan peningkatan konsentrasi LH (terutama pada yang berat badan normal), dan
hanya lebih kurang 30% yang didapatkan peningkatan total testosterone pada pemeriksaan
sesaat.

2.4.5. Gambaran Radiologis


I. USG

Gambaran Transvaginal USG menunjukkan gambaran multiple folikel pada periferal ovarium.

Tampilan USG - Kriteria ultrasound klasik bagi polikistik ovarium adalah adanya 8 sampai
10 folikel kecil (2-8 mm) dalam susunan perifer di sekitar peningkatan jumlah stroma relatif terhadap
jumlah folikel; volume ovarium juga meningkat rata-rata. Penampilan klasik ini tidak mengacu pada
kista besar yang mungkin pecah atau menyebabkan rasa sakit.

II. MRI
Pada pencitraan MR, ovarium pada pasien dengan sindrom ovarium polikistik menunjukkan
sinyal intensitas rendah pusat stroma yang dikelilingi oleh kista perifer kecil melalui gambaran
T2-weighted.
Kriteria pencitraan :
1. 10 atau lebih folikel letak perifer dengan gambaran string of pearls yang merupakan
karakteristik khas dari PCOS.

2. Ovarium biasanya membesar, meskipun 30% dari pasien memiliki volume ovarium yang
normal.
Potongan koronal T2-weighted MR dari pasien diatas menunjukkan pembesaran ovarium bilateral dengan
beberapa folikel perifer

Pada gambar MR diatas dapat terlihat gambaran string of pearls yang merupakan karakteristik dari PCOS.
BAB 3
KESIMPULAN

Penyakit polikistik merupakan kondisi dimana ditemukan kista multipel dengan variasi
ukuran yang menggantikan fungsi normal dari organ terkait. Banyak teori yang mencoba
menjabarkan mekanisme pembentukan kista pada berbagai organ, salah satunya adalah karena
ciliopathy, dimana karena terjadinya gangguan fungsi mechanosensory akan berujung pada
penurunan kadar kalsium dan berakibat pada aktivasi berbagai pathway yang meningkatkan
proliferasi sel sehingga berujung pada pembentukan kristal.
Untuk tujuan diagnostik tidak terlepas peranan dari berbagai modalitas imaging radiologi
yang dipakai, mulai dari foto konvensional, USG, CT scan, MRI, sampai dengan peranan dari
kedokteran nuklir. Kemajuan teknologi seperti ini tidak bisa dipungkuri juga meningkatkan biaya
di fasilitas kesehatan. Tidak semua modalitas teknologi radiologi diaplikasikan untuk setiap
kondisi pasien, belum lagi ketika mempertimbangkan efek radiasi yang tidak menguntungkan
bagi pasien.
Pada polikistik ginjal, modalitas imaging yang bisa dipakai berupa foto konvensional,
US, CT scan dan MRI. Pada polikistik hepar, modalitas imaging yang bisa dipakai adalah USG,
CT scan dan MRI. Pada polikistik pankreas, modalitas imaging yang bisa dipakai adalah
endoscopic ultrasound (EUS), ultrasonography (USG), computed tomography (CT scan) dan
magnetic resonance imaging (MRI). Pada polikistik ovarium, modalitas imaging yang bisa
dipakai adalah USG dan MRI. Secara umum, modalitas yang banyak dipakai dalam menilai kista
multipel yang terdapat pada organ visceral adalah ultrasonography (USG), computed tomography
(CT scan) dan magnetic resonance imaging (MRI).

Anda mungkin juga menyukai