PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan secara umum mengenai Polikistik. Tujuan secara khususnya adalah mengetahui
pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan dan melihat gambaran radiologi yang khas pada
polikistik sehingga dapat mempermudah menegakkan diagnosis serta membedakan dengan
diagnosis bandingnya secara radiologi.
1.3. Manfaat
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam memberikan informasi
mengenai penyakit polikistik dan pemeriksaan radiologisnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Polycystic Kidney Disease (PKD)
1.1.1. Definisi
Polycystic Kidney Disease adalah penyakit herediter yang dikarakteristikan dengan
bentuk kista dan pembesaran ginjal massif yang menyerang anak anak dan juga dewasa
(Lemone, Burke. 2008).
Polycystic Kidney Disease adalah keadaan dimana korteks dan medula dipenuhi dengan
besar kista berdinding tipis dari milimeter sampai beberapa sentimeter dengan diameter.
Kista membesar dan menghancurkan jaringan di sekitarnya dengan kompresi. Kista diisi
dengan cairan dan mungkin berisi darah atau nanah (Lewis, Sharon L.2014).
1.1.3. Epidemiologi
Penyakit ginjal polikistik adalah salah satu penyakit keturunan yang serius yang paling
umum, ditemukan pada 1: 400 sampai 1: 1000 individu, dan sejauh ini penyebab turun-
temurun yang paling umum dari gagal ginjal tahap akhir (ESRF). Hal ini menyumbang 4-10
% dari semua kasus pada ESRF.
Kista yang muncul pada kasus PKD mungkin tidak bersifat kanker, namun gangguan ini
tidak hanya menyerang ginjal. Terdapat kemungkinan kista menyebar ke organ lainnya,
seperti hati, jantung, dan otak dan ini dapat menyebabkan murmur jantung, aneurisma otak
atau bahkan stroke hingga kematian. Terdapat tiga jenis PKD: PKD Autosom Resesif
(ARPKD), PKD Autosom Dominan (ADPKD), dan Penyakit Ginjal non keturunan
(ACKD). Dari ketiga jenis ini, hanya ACKD yang tidak diwariskan. Sembilan puluh persen
kasus PKD adalah ADPKD (turunan), terutama karena hanya satu orang tua yang perlu
memiliki penyakit ini untuk diturunkan ke anak-anaknya. Seorang anak mungkin sudah
menunjukan gejala awal penyakit, namun biasanya muncul ketika si anak mencapai umur 30
atau 40 tahun.
ARPKD tidak terlalu umum karena kedua orang tua perlu memiliki gangguan ynag sama
untuk diturunkan ke anaknya. Selanjutnya, ARPKD diklasifikasikan menjadi 4 jenis:
perinatal, neonatal, bayi, dan remaja. Setiap jenis ini didasarkan pada usia hidup ketika
gejala mulai muncul. Orang yang sudah memiliki masalah ginjal berada pada risiko terkena
ACKD, terutama jika sudah menjalani dialisis karena gagal ginjal. Selain itu kelainan ini
adalah hasil metastasis bilateral, karsinoma sel ginjal bilateral, angiomiolimfoma ganda, atau
obstruksi sambungan uretero – pelvis kedua ginjal. Penyebab lainnya adalah langka.
1.1.4 Etiopatogenesis
ADPKD adalah jenis penyakit kista yang paling sering terjadi yang dapat disebabkan
oleh mutasi salah satu dari tiga gen, yaitu gen yang terletak pada lengan pendek kromosom 16
yang dapat menyebabkan ADPKD tipe 1 (85-90% dari kasus), gen yang terletak pada lengan
pendek kromosom 4 yang dapat menyebabkan ADPKD tipe 2 (15% dari kasus), dan gen yang
belum mampu dipetakan yang dapat menyebabkan ADPKD tipe 3. Pada ARPKD, mutasi gen
pada kromosom 6 menjadi penyebab utama dari penyakit polikistik jenis ini. (2)
Jika tidak ditangani, PKD dapat menyebabkan berbagai komplikasi, beberapa diantaranya
dapat mengancam jiwa. Beberapa kompikasi yang paling umum adalah tekanan darah tinggi,
kista pada hati, berkurangnya atau hilangnya fungsi ginjal keseluruhan, masalah usus besar,
sakit kronis, aneurisma otak, dan kelainan katup jantung. Umum bagi ibu hamil untuk
memperlihatkan gejala selama masa kehamilan karena kebanyakan orang dengan PKD telah
memiliki gangguan tersebut sejak kecil. Meski sebagian besar kehamilan dengan PKD tidak
memperlihatkan gejala, ada kemungkinan bagi ibu hamil tersebut terserang suatu kondisi
yang disebut preeklampsia.
1.1.6 Diagnosis
Anamnesis
Dalam anamnesis harus dibuat dengan teliti dengan menggali gejala klinis dan termasuk
riwayat keluarga seluas mungkin, dalam analmnesis kelurgaa dapat dijumpai riwayat ginjal
polikistik atau keluhan dengan ginjal polikistik pada sekitar 75% kasus bary. Gambaran klinis
utama yang dapat terlihat dengan USG, CT scan, atau MRI adalah kista multiple dalam ginjal.
Kista muncul sejak dalam uterus dan perlahan merusak jaringan normal sekitarnya bersamaan
dengan pertumbuhan anak menjadi dewasa. Kista muncul dari berbagai bagian nefron atau
duktus koligentes dimana kista ini dapat diraba dari permukaan abdomen penderita.
Pemeriksaan fisik
Pada keadaan yang sudah lanjut, diagnostik polikistik ginjal tidak sulit untuk ditegakan,
kedua ginjal teraba membesar dengan permukaan berbenjol – benjol ikut menguatkan diagnosis.
Batu dan bekuan darah dapat menyebabkan kolik ginjal. Ginjal biasanya dapat diraba dan
asimetris dan mempunyai permukaan berbenjol. Hipertensi terjadi pada 75% pasien, dan
biasanya berkembang menjadi gagal ginjal kronik.
Proteinuria jarang melebihi 2g/hari. Infeksi saluran kemih terjadi sewaktu-waktu pada
kebanyakan pasien, biasanya sebagai akibat pemasukan alat dan kalkuli ginjal, perempuan
terinfeksi lebih sering daripada laki-laki. Eritrositosis dapat terjadi karena kadar eritropoietin
yang tinggi, pada pasien lain hematuria menyebabkan anemia kehilangan darah.
Gagal ginjal akut terjadi akibat infeksi, obstruksi ureter yang disebabkan oleh bekuan
darah atau batu, atau melekuknya ureter tiba-tiba karena kista. Azotemia berkembang secara
perlahan-lahan tanpa adanya komplikasi. Pasien dengan stadium akhir gagal ginjal cenderung
memiliki hematokrit lebih tinggi daripada pasien dengan penyakit ginjal lain. Kelebihan cairan
jarang terjadi karena kecenderungan terbuangnya garam melalui ginjal.
Kista hepatik terjadi pada sekitar 30% pasien. Fungsi hati biasanya normal, dan kista hati
dapat bersifat asimtomatik, menyebabkan rasa tidak enak epigastrik atau kolik empedu, atau
menjadi infeksi. Kista juga dapat terjadi dalam limpa, pankreas, paru, ovarium, testis, epididimis,
tiroid, uterus, ligamentum latum uteri, dan kandung kemih. Perdarahan subarakhnoid akibat
aneurisma intrakranial menyebabkan kematian atau cedera neurologik pada sekitar 1/10 pasien,
tetapi arteriografi serebral rutin tidak dibutuhkan. Prolaps katup mitral 25% dan inkompetensi
katup mitral, aorta dan trikuspid lebih sering terjadi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu dalam menegakkan
diagnosis adalah :
a. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium, bisa didapatkan kenaikan hitung eritrosit, hemoglobin
dan hematocrit yang mungkin disebabkan oleh produksi hormone eritropoetin oleh kista.
b. Pemeriksaan radiologi
Foto polos
Gambar 3. Penonjolan ginjal yang lokal.
Ultrasonografi
Gambar 4. Pada gambaran diatas terlihat pembesaran ginjal bilateral dengan kista multiple yang
ukurannya bervariasi pada pasien dengan penyakit polikistik ginjal.
CT Scan
Gambar 6.Pada gambaran CT scan abdomen potongan axial disamping terlihat kista dalam
jumlah banyak dengan ukuran yang berbeda yang melibatkan ginjal, hepar, dan pancreas.
MRI
MRI dilakukan untuk melakukan screening pada pasien polikistik ginjal
autosomal dominan (ADPKD) yang anggota keluarganya memiliki riwayat aneurisma
atau stroke.
Gambar 7. Pada gambaran diatas yaitu gambaran axial T2 terlihat kista pada renal dengan morfologi yang sama
pada CT scan; struktur kista yang bulat dengan dinding tipis yang regular.
Gambar 8. Pembesaran ginjal pada orang dewasa dengan ADPKD, yang menunjukkan
kista yang sangat besar yang memenuhi parenkim ginjal.
1.1.7 Pengobatan
Pengobatan yang dapat diberikan pada penyakit ginjal polikistik, antara lain:
o Nyeri perut dan nyeri pinggang yang disebabkan oleh pembesaran kista dikelola
oleh analgesik non-narkotik.
o Hipertensi harus ditangani secara agresif untuk mencegah progresifitas dari
kerusakan ginjal dan untuk mencegah rupture aneurisma dalam keluarga yang
memiliki riwayat perdarahan otak.
o Pembatasan asupan protein untuk mencegah progresi dari kerusakan ginjal.
o Jika infeksi muncul, berikan antibotik yang sesuai, terutama yang mampu
menembus kista ginjal (trimethoprimsulphamethoxazole, chloramphenicol, dan
fluoroquinolone seperti norfloxacin dan ciprofloxacin). Pada infeksi, drainase
mungkin dibutuhkan.
o Screening untuk aneurisma intracranial diindikasikan bila dalam kasus terdapat
hipertensi dan riwayat perdarahan hemoragik dalam keluarga.
o Pada ADPKD, 20-30% pasien dapat menderita batu ginjal yang harus diobati
dengan alkalinisasi urin dan extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL).
o Laparoskopi ginjal telah terbukti bermanfaat dalam menghilangkan rasa sakit
yang terkait dengan kista.
o Gagal ginjal ditangani dengan dialysis atau transplantasi ginjal.
1.1.9 Prognosis
Pada penyakit ginjal polikistik autosomal resesif (ARPKD), anak-anak dengan
perbesaran ginjal yang berat dapat meninggal pada masa neonatus karena insufisensi paru
atau ginjal dan pada penderita yang sedang menderita fibrosis hati, serosis dapat
mengakibatkan hipertensi serta memperburuk prognosisnya. Ada atau tidaknya hipoplasia
paru merupakan faktor utama prognosis ARPKD. Pada bayi yang dapat bertahan pada masa
anak-anak yang dapat bertahan selama bulan pertama kehidupan,78% akan bertahan hingga
melebihi 15 tahun. Pada penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD) cenderung
relative stabil dan berkembang sangat lambat. Sekitar 50% akan menjadi gagal ginjal
stadium akhir atau uremia.
2.2. Polycystic Liver Disease (PLD)
2.2.1. Definisi
Penyakit hati polikistik merupakan salah satu penyakit fibrokistik yang bersifat herediter,
dapat ditemukan berdiri sendiri atau bersamaan dengan penyakit kistik lainnya. Penyakit hati
polikistik terjadi karena kegagalan saluran empedu intralobular berinvolusi. Saluran intralobular
mengalami distorsi dan degenerasi menjadi kista. Biasanya tidak dijumpai gangguan fungsi
empedu.
Penyakit hati polikistik ini merupakan kasus yang jarang, dan biasanya dikaitkan dengan
polikistik ginjal autosomal dominan. Sejumlah 50 % pasien dengan kista ginjal mempunyai kista
hati dan akan meningkat menjadi 75 % pada usia lebih dari 60 tahun. Pada penyakit hati
polikistik yang bersifat autosomal dominan tanpa adanya kista ginjal disebabkan tidak ada lokus
genetik yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya penyakit ginjal polikistik.
2.2.3. Etiopatogenesis
Polycystic Liver Disease (PLD) adalah ciliopathy bawaan yang ditandai oleh berbagai
kista sederhana dengan diameter dari 1 sentimeter atau lebih dalam hati, tanpa bukti penyebab
infeksi atau trauma.15Definisi alternatif untuk PLD melibatkan kehadiran kista hati menempati
setidaknya setengah dari volume parenkim hati.15 Polycystic Liver Disease (PLD) merupakan
sekelompok kelainan genetik di mana kista terjadi pada (autosomal dominant polycystic liver
disease) hati atau dalam kombinasi dengan kista pada ginjal (autosomal dominant polycystic
kidney disease).
PLD adalah gangguan Mendel langka yang ditandai oleh perkembangan kista hati
multipel. Klasifikasi PLD mengikuti perubahan histologis yang disebabkan malformasi piring
duktus selama perkembangan janin. Definisi malformasi kistik berdasarkan lokasi yang terkena
protein-terkait-silium atau mengikuti temuan radiologi.
I. Kista
Dua jenis kista dapat ditemukan di hati pasien dengan PLD: kista intrahepatik dan kista
peribiliary. Kista intrahepatik timbul dari kompleks von Meyenburg dan sebagian besar
perangkat, mulai dari kurang dari 10 mm sampai 80 mm. Kista peribiliary timbul dari kelenjar
peribiliary dilatasi; biasanya kurang dari 10 mm; dan muncul sebagai salah kista diskrit, string
kista, atau struktur tubular paralel jalur pembuluh darah portal.
Peningkatan T1-tertimbang sinyal pada MRI, echotexture heterogen di USG, atau peningkatan
pada unenhanced CT dapat dilihat dengan perdarahan tetapi tidak spesifik, juga mungkin dengan
infeksi kista. Tanda-tanda infeksi kista CT (selain heterogen meningkat atenuasi) mencakup
fluid-fluid level dalam kista, penebalan dinding kista atau kalsifikasi, dan gelembung gas
intrakistik.
Gambar 8. PLD pada wanita usia 44 tahun yang asimptomatis melakukan skrining untuk ADPKD.
Coronal gadolinium enhanced gradient-echo T1-weighted magnetic resonance (MR) image (a) and half Fourier
acquisition single-shot turbo spin-echo T2-weighted MR image (b) menunjukkan kista ukuran yang berbeda-beda di
seluruh segmen hati.
Gambar 9. Simptomatis PLD dan ADPKD. (a) Computed tomographic (CT) scan dengan kontras oral
memperlihatkan penyakit hati dan ginjal polikistik, dengan kalsifikasi multiple sepanjang dinding kista di ginjal
kiri. (b) CT scan pada bagian inferior untuk melihat efek massa pada hati.
Gambar 10. PLD pada wanita berusia 47 tahun dengan distensi abdomen besar karena hepatomegali. (A,
b) Frontal (a) dan lateral (b) CT scan menunjukkan perut nyata menonjol. (C) unenhanced CT scan menunjukkan
perpindahan dari perut posterior (panah). (D) kontras intravena bahan-ditingkatkan CT scan diperoleh pada tingkat
yang sama seperti c jelas menggambarkan arteri hepatika kanan (panah) diganti dengan mesenterika superior.
Gambar 11, 12. (11) PLD dan trombosis vena. (A) intravena kontras ditingkatkan CT scan hati
menunjukkan kompresi intrahepatik ditandai vena cava inferior (tanda panah) di lobus kaudatus. kompresi ini
mengakibatkan stasis. (B) CT scan pada bagian bawah menunjukkan trombus nonocclusive (panah) dalam vena cava
inferior intrahepatik. (C) intravena kontras CT scan menunjukkan trombus (panah) di segmental lateralis cabang
vena portal. (D) CT scan diperoleh pada hilus menunjukkan bagian tengah dan kanan vena portal tanpa trombus.
(12) Hipertensi portal yang terkait dengan PLD. (A) gambar longitudinal USG lobus hati kanan menunjukkan
beberapa kista dengan ukuran berbeda dan jumlah sedang ascites. (B) gambar Longitudinal USG limpa
menunjukkan splenomegali moderat.
2.3.3. Etiopatogenesis
Polikistik pankreas merupakan kondisi yang jarang ditemukan dan biasanya didapatkan
secara tidak sengaja pada waktu operasi orautopsi. Kista pankreas dapat diklasifikasikan sebagai
retention cysts, proliferative cysts, cystic adenoma, cystic epitheliomata, hydatid cysts,
congenital cysts (dysontogenetic cysts), hemorrhagic cysts atau pseudocysts. Kista yang
sebenarnya (true cyst) muncul karena anomali yang terjadi berkaitan dengan sekuesterasi dari
primitive pancreatic ducts.
Primary cilia merupakan silia yang nonmotile, berbentuk microtubule, terlihat seperti
organel yang berantena yang dapat dijumpai pada permukaan atas sebagian besar sel mamalia.
Studi terkini menyebutkan pentingnya peranan dari struktur silia ini dan fungsinya di dalam
transduksi sinyal dan peranan sensoriumnya untuk mempertahankan keadaan fisiologis dari
sebuah sel. Disfungsi dari silia ini akan berimplikasi pada berbagai penyakit yang terutama
dikarakteristikan dengan keberadaan kista berisi cairan pada berbagai organ.
Struktur silia dan fungsinya berperan penting sebagai mechanosensory yang terlibat
penting di dalam mendeteksi aliran cairan tubuh yang terdapat pada berbagai organ visceral,
seperti ginjal, hepar, pankreas, otak, limpa, tulang dan organ lainnya. Silia ini kemudian akan
menghantarkan sinyal deteksi cairan menuju intracellular calcium signaling response. Dengan
keberadaan aliran cairan tubuh tersebut, silia akan teraktivasi menghasilkan peningkatan
sementara kalsium dalam intrasel sehingga terjadi berbagai proses di tingkat sel, termasuk
pertumbuhan sel, diferensiasi, proliferasi, dan apoptosis. Fungsi mechanosensory yang terganggu
akan menyebabkan jumlah kalsium yang rendah di dalam intrasel, sehingga berujung pada
aktivasi berbagai pathway proliferasi sel, termasuk cAMP, ERK, p-Akt (Ser473). Regulasi yang
abnormal dari pathway inilah yang akan membuat proliferasi sel berlebihan sehingga berujung
pada pembentukan kista. Salah satu penyakit utama yang muncul akibat kelainan aktivitas
mechanosensory ini adalah penyakit polikistik ginjal. Menariknya lagi adalah penyakit polikistik
ginjal ini muncul bersamaan dengan pembentukan kista pada organ lain, termasuk pankreas yang
berkaitan dengan autosomal-dominant polycystic kidney disease (ADPKD). Disebutkan juga
anomali yang terjadi pada sistem ductus hepar dan pankreas (ductus yang secara tiba-tiba terjadi
pembesaran lumen dan munculnya kista multipel) akan berujung pada penyakit polikistik pada
hepar dan pancreas.
Gambar 19. Terlihat multipel kista dengan berbagai ukuran yang terbesar meliputi pankreas.
IV. CT Scan
Gambar 21. MRI abdomen yang menunjukkan kista yang tidak terhitung dengan berbagai ukuran, terbesar
melibatkan pankreas dan hampir menutupi keselurahan parenkim.
MRI abdomen potongan axial T2 yang menunjukkan kista sederhana yang multipel dengan berbagai ukuran
melibatkan pankreas.
2.4.2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, sindrom ovarium polikistik (PCOS) adalah salah satu gangguan
endokrin yang paling umum dari wanita usia reproduktif, dengan prevalensi 4-12%. Kurang
lebih 10% dari wanita yang melakukan kunjungan ginekologi didiagnosa dengan PCOS.28
Dalam beberapa penelitian di Eropa, prevalensi PCOS telah dilaporkan 6,5-8%.
Banyak variabilitas etnis hirsutisme yang diamati. Misalnya, perempuan asia (Timur dan Asia
Tenggara) memiliki kejadian hirsutisme yang kurang bila dibandingkan dengan wanita kulit
putih. Dalam sebuah studi yang menilai hirsutisme pada wanita Cina Selatan, peneliti
menemukan prevalensi 10,5%.30 Pada wanita hirsutisme, ada peningkatan yang signifikan
dalam kejadian jerawat, ketidakteraturan menstruasi, ovarium polikistik, dan acanthosis
nigricans.
Di Indonesia jumlah penderitanya diperkirakan sekitar 8 juta walaupun tidak ada data
pasti yang mendukung karena sedikitnya wanita yang memeriksakan diri. Gejala sindrom ini
begitu tersembunyi bahkan cenderung diabaikan oleh banyak wanita sehingga banyak yang pada
akhirnya tidak terdiagnosis dan timbul sebagai infertilitas, kista ovarium yang berulang, penyakit
diabetes melitus atau penyakit jantung kronik. Sindroma Ovarium Polikistik merupakan
penyebab 70% kejadian anovulasi subfertil.
2.4.3. Etiopatogenesis
Patogenesa POCS kurang jelas diketahui, namun diduga bahwa defek primer
kemungkinan karena adanya resistensi insulin yang menyebabkan hiperinsulinemia.33
Konsentrasi insulin dan LH didalam sirkulasi secara umum akan meningkat. Sel theca yang
membungkus folikel dan memproduksi androgen yang nantinya akan dikonversi menjadi
estrogen didalam ovarium menjadi sangat aktif dan responsif terhadap stimulasi LH. Sel theca
akan lebih besar dan akan menghasilkan androgen lebih banyak. Sel-sel theca yang hiperaktif ini
akan terhalang maturasinya sehingga akan menyebabkan sel-sel granulosa tidak aktif dan
aktifitas aromatisasinya menjadi minimal. Akibat ketidakmatangan folikel-folikel tersebut maka
terjadi pembentukan kista-kista dengan diameter antara 2–6 mm dan masa aktif folikel akan
memanjang, sehingga akan terbentuk folikel- folikel baru sebelum folikel yang lain mati.
Folikel-folikel tersebut akan berbentuk seperti kista yang dilapisi oleh sel-sel theca yang
hiperplastik yang mengalami luteinisasi sebagai respon peningkatan kadar LH.
Gambaran Transvaginal USG menunjukkan gambaran multiple folikel pada periferal ovarium.
Tampilan USG - Kriteria ultrasound klasik bagi polikistik ovarium adalah adanya 8 sampai
10 folikel kecil (2-8 mm) dalam susunan perifer di sekitar peningkatan jumlah stroma relatif terhadap
jumlah folikel; volume ovarium juga meningkat rata-rata. Penampilan klasik ini tidak mengacu pada
kista besar yang mungkin pecah atau menyebabkan rasa sakit.
II. MRI
Pada pencitraan MR, ovarium pada pasien dengan sindrom ovarium polikistik menunjukkan
sinyal intensitas rendah pusat stroma yang dikelilingi oleh kista perifer kecil melalui gambaran
T2-weighted.
Kriteria pencitraan :
1. 10 atau lebih folikel letak perifer dengan gambaran string of pearls yang merupakan
karakteristik khas dari PCOS.
2. Ovarium biasanya membesar, meskipun 30% dari pasien memiliki volume ovarium yang
normal.
Potongan koronal T2-weighted MR dari pasien diatas menunjukkan pembesaran ovarium bilateral dengan
beberapa folikel perifer
Pada gambar MR diatas dapat terlihat gambaran string of pearls yang merupakan karakteristik dari PCOS.
BAB 3
KESIMPULAN
Penyakit polikistik merupakan kondisi dimana ditemukan kista multipel dengan variasi
ukuran yang menggantikan fungsi normal dari organ terkait. Banyak teori yang mencoba
menjabarkan mekanisme pembentukan kista pada berbagai organ, salah satunya adalah karena
ciliopathy, dimana karena terjadinya gangguan fungsi mechanosensory akan berujung pada
penurunan kadar kalsium dan berakibat pada aktivasi berbagai pathway yang meningkatkan
proliferasi sel sehingga berujung pada pembentukan kristal.
Untuk tujuan diagnostik tidak terlepas peranan dari berbagai modalitas imaging radiologi
yang dipakai, mulai dari foto konvensional, USG, CT scan, MRI, sampai dengan peranan dari
kedokteran nuklir. Kemajuan teknologi seperti ini tidak bisa dipungkuri juga meningkatkan biaya
di fasilitas kesehatan. Tidak semua modalitas teknologi radiologi diaplikasikan untuk setiap
kondisi pasien, belum lagi ketika mempertimbangkan efek radiasi yang tidak menguntungkan
bagi pasien.
Pada polikistik ginjal, modalitas imaging yang bisa dipakai berupa foto konvensional,
US, CT scan dan MRI. Pada polikistik hepar, modalitas imaging yang bisa dipakai adalah USG,
CT scan dan MRI. Pada polikistik pankreas, modalitas imaging yang bisa dipakai adalah
endoscopic ultrasound (EUS), ultrasonography (USG), computed tomography (CT scan) dan
magnetic resonance imaging (MRI). Pada polikistik ovarium, modalitas imaging yang bisa
dipakai adalah USG dan MRI. Secara umum, modalitas yang banyak dipakai dalam menilai kista
multipel yang terdapat pada organ visceral adalah ultrasonography (USG), computed tomography
(CT scan) dan magnetic resonance imaging (MRI).