Anda di halaman 1dari 21

TATA CARA PENYELESAIAN

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL1


Oleh Harris Manalu, S.H.2

A. DASAR HUKUM
1. Undang Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial (sering disingkat: UU No.
2/2004 atau UU PPHI).
Pasal 57 berbunyi:
“Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan
Industrial adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada
Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang
diatur secara khusus dalam undang-udang ini”;
2. HIR = Het Herziene Indonesisch Reglement = Hukum Acara yang
hanya berlaku untuk daerah Jawa dan Madura (Staatblad 1984
No. 16 dan diperbaharui dengan Staatblad 1941 No. 44);
3. RBg = Rechtsreglement Buitengewesten = Hukum Acara yang
belaku untuk diluar daerah Jawa dan Madura (Staatblad 1927
No. 227);
4. Rv = Reglement of de Rechtsvordering = Hukum Acara Perdata
yang berlaku bagi orang Eropa dan Timur Asing yang berada di
Indonesia (Staatblad 1847 No. 52 jo. Staatblad 1849 No. 63);
5. Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman;
6. Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor
5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang Udang
Nomor 3 Tahun 2009;

B. JENIS-JENIS PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL


1. Perselisihan Hak
Perselisihan Hak adalah perselisihan yang timbul
karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya
perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian

Page 1 of 21
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama.
2. Perselisihan Kepentingan
Perselisihan Kepentingan adalah perselisihan yang
timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya
kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau
perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama.
3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja
Perselisihan PHK adalah perselisihan yang timbul
karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai
pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah
satu pihak.
4. Perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh
dalam satu perusahaan
Adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat
buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya
dalam satu perusahaan, karena tidak adanya
persesuaian paham mengenai keanggotaan
pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan.

C. TAHAP PENYELESAIAN PERSELISIHAN


1. Perundingan Bipartit
2. Perundingan Tripartit, dengan memilih salah satu
diantara:
a. Mediasi
b. Konsiliasi
c. Arbitrase
3. Gugatan di Pengadilan Hubungan Industrial
4. Kasasi di Mahkamah Agung

Page 2 of 21
D. TAHAP-TAHAP DAN SYARAT PENYELESAIAN MELALUI
JASA KUASA HUKUM DARI PENGURUS KOMISARIAT (PK)
ATAU DEWAN PENGURUS CABANG (DPC)

1. Perundingan Bipartit
Syarat Membuat Surat Permohonan Pakai Kuasa
Hukum PK dan/atau DPC:
a. Anggota mempunyai Kartu Tanda Anggota
organisasi;
b. PK dan/atau DPC mempunyai SK Pengesahan dari
induk organisas;
c. PK dan/atau DPC mempunyai Nomor Bukti
Pencatatan organisasi yang dikeluarkan Kantor
Dinas Tenaga Kerja Kab/Kota setempat;
d. Anggota membuat Kronologi Kasusnya secara
tertulis ditujukan kepada PK atau DPC (contoh Surat
Kronologi terlampir)
e. Anggota memberi Surat Kuasa kepada PK dan/atau
DPC (contoh Surat Kuasa terlampir)
f. Kuasa, yaitu PK atau DPC membuat surat
permohonan perundingan bipartit (contoh Surat
Permohonan terlampir);
Ini langkah pertama. Bipartit adalah wajib. Salah satu
pihak yang merasa dirugikan, pekerja/buruh atau
pengusaha, menyurati pihak yang dirasa
merugikannya mohon berunding bipartit atas
perselisihan hubungan industrial yang terjadi.
Misalnya pengusaha melakukan pemutusan hubungan
kerja (PHK) maka pekerja/buruh menyurati
pengusaha. Sebaliknya, pekerja/buruh melakukan
kesalahan maka pengusaha menyurati pekerja/buruh.
Waktu penyelesaian melalui perundingan bipartit
diberi waktu maksimal 30 (tiga puluh) hari kerja. Ini
Page 3 of 21
kalau terjadi perundingan. Jika perundingan tidak
terlaksana misalnya pihak yang diminta berunding
tidak bersedia atau menolak berunding padahal sudah
2 (dua) kali disurati secara patut, misalnya surat
pertama diterima tanggal 5 Januari 2009 minta
berunding tanggal 12 Januari 2019 (tidak ditanggapi)
dan kemudian surat kedua diterima tanggal 13 Januari
2019 minta berunding tanggal 20 Januari 2019 (juga
tidak ditanggapi), fakta demikian tidak harus 30 (tiga
puluh) hari kerja tapi hanya 15 (lima belas hari) sudah
memenuhi syarat untuk dilimpahkan ke Disnaker
Kota/Kemnaker.
Jika terjadi perundingan bipartit wajib dibuat Risalah.
Risalah dibuat 2 (dua) rangkap memuat nama lengkap
dan alamat para pihak, tanggal dan tempat
perundingan, pokok masalah atau alasan perselisihan,
pokok/inti pendapat pihak pekerja/buruh dan
pengusaha, kesimpulan atau hasil perundingan, dan
tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan
perundingan.
Apabila perundingan bipartit mencapai kesepakatan
maka dibuat Perjanjian Bersama (PB) yang
ditandatangani oleh para pihak. Lalu PB didaftarkan
oleh pihak pekerja/buruh dan pengusaha ke
Pengadilan Hubungan Industrial. Pendaftaran ini
mempunyai nilai eksekutorial, manakala salah satu
pihak ingkar. Isi PB harus konkrit, tidak abstrak, tidak
multi tafsir. Misalnya dalam PB jangan ditulis dengan
kalimat seperti berikut: “Pengusaha akan mengangkat
seluruh pekerja/buruh berstatus Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu (PKWT) menjadi pekerja/buruh
berstatus Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
(PKWTT) dalam waktu segera secara bertahap”. Kapan
Page 4 of 21
segeranya ? Berapa orang setiap tahap ? Atau dengan
kalimat sebagai berikut: “Pengusaha akan membayar
hak-hak pekerja/buruh berupa uang pesangon sebesar
2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang
penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian
hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU No. 13
Tahun 2003”. Upahnya berapa ? Masa kerjanya berapa
tahun ? Ini tidak jelas. Pengadilan Hubungan Industrial
tidak dapat mengeksekusi perjanjian seperti itu karena
tidak diketahui nominal yang hendak di eksekusi.

2. Penyelesaian Perselisihan Melalui Mediasi atau


Konsiliasi atau Arbitrase
Apabila penyelesaian melalui bipartit gagal maka salah
satu pihak atau para pihak mencatatkan atau
mendaftarkan perselisihan ke instansi yang
bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan atau
Disnaker Kabupaten/Kota, atau Disnaker Propinsi, atau
Kemnaker melalui surat yang berjudul Pencatatan
Perselisihan Hubungan Industrial dengan melampirkan
Risalah atau surat-surat/dokumen sebagai bukti telah
dilakukan upaya permohonan perundingan bipartit.
Atas surat pencatatan itu Kepala Disnaker atau pejabat
pada Kemnaker akan memanggil para pihak untuk
dilakukan klarifikasi atas perselisihan yang dicatatkan
atau yang dimohonkan untuk penyelesaian sekaligus
ditawarkan kepada para pihak apakah perselisihan itu
diselesaikan melalui mediasi atau konsiliasi atau
arbitrase. Sepanjang pengetahuan penulis belum ada
perselisihan hubungan industrial di Indonesia
diselesaikan melalui lembaga dan mekanisme konsiliasi
ataupun arbitrase. Seluruh perselisihan hubungan
Page 5 of 21
industrial yang terjadi sejak tanggal 1 April 2006
sampai sekarang, Februari 2019, selalu diselesaikan
melalui lembaga dan mekanisme mediasi.
2.a. Penyelesaian Perselisihan Melalui Mediasi
Mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak,
perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan
hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan
melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau
lebih mediator yang netral. Mediator adalah pegawai
instansi pemerintah yang bertanggungjawab dibidang
ketenagakerjaan yang memenuhi syarat sebagai
mediator yang ditetapkan oleh Menteri
(Ketenagakerjaan) untuk bertugas melakukan mediasi
dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran
tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk
menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja,
dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh
hanya dalam satu perusahaan.
Paling lambat 7 (tujuh) hari setelah Kepala
Disnaker/Kemnaker melimpahkan perselisihan kepada
Mediator, Mediator memanggil para pihak yang
berselisih untuk datang menghadiri sidang mediasi
pertama. Sidang mediasi dilakukan 2 (dua) kali. Namun
ada juga 3 (tiga) kali atau beberapa kali. Dilakukan
beberapa kali atas persetujuan para pihak yang
mungkin dalam sidang mediasi itu terdapat
kemungkinan ke arah perdamaian.
Apabila tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan
atau terjadi perdamaian para pihak, maka dibuat
Perjanjian Bersama (PB) yang ditandatangani para
pihak dan disaksikan Mediator. Selanjutnya PB segera
Page 6 of 21
didaftarkan di PHI untuk mendapatkan akta bukti
pendaftaran sebagai akta yang mempunyai nilai
eksekutorial.
Dalam hal tidak terjadi perdamaian maka Mediator
mengeluarkan Anjuran. Dan dalam hal para pihak
menerima atau menyetujui Anjuran maka dibuat PB lalu
didaftarkan di PHI. Mekanisme dan nilainya sama
dengan PB yang dibuat dan didaftarkan di PHI seperti
PB yang dibuat sebelum ada Anjuran.
Dalam hal para pihak gagal melakukan perdamaian
pada masa sidang mediasi ataupun pasca Anjuran
dikeluarkan Mediator maka salah satu pihak dapat
mengajukan gugatan ke PHI dengan melampirkan
Risalah yang dikeluarkan Mediator. Risalah ini
dikeluarkan setelah salah satu pihak atau para pihak
menolak Anjuran. Pasca keluarnya Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 68/PUU-XIII/2015, tanggal 29
September 2015 maka Anjuran dapat dijadikan sebagai
lampiran gugatan. Karena menurut Mahkamah
Konstitusi Anjuran adalah sama dengan Risalah.
Gugatan yang tidak dilampiri dengan Anjuran/Risalah
maka gugatan akan dinyatakan tidak memenuhi syarat
formil yang berakibat gugatan tidak dapat diterima
(nietonvankelijke verklaard).
Proses mediasi paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
terhitung sejak Mediator menerima pelimpahan dari
Kepala Disnaker/pejabat Kemnaker (Pasal 15 UU No. 2
Tahun 2004).
2.b. Penyelesaian Perselisihan Melalui Konsiliasi
Konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan
hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu
perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang
netral. Konsiliator adalah seorang atau lebih yang memenuhi syarat-syarat sebagai
konsiliator ditetapkan oleh Menteri (Tenagakerja), yang bertugas melakukan konsiliasi dan
wajib memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan

Page 7 of 21
perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar
serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi adalah sama dengan
penyelesaian melalui lembaga dan mekanisme mediasi. Bedanya adalah status pejabat yang
menangani, kewenangannya atas jenis perselisihan, dan penunjukan siapa yang menangani.
Status pejabat yang menangani konsiliasi adalah bukan pegawai negeri sipil yang disebut
konsiliator, sedangkan mediasi ditangani pejabat pegawai negeri sipil yang bertugas
disetiap kantor ketenagakerjaan yang disebut mediator. Konsiliator hanya berwenang
menangani 3 (tiga) jenis perselisihan yaitu, perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam
satu perusahaan. Sedangkan mediator berwenang menangani 4 (empat) jenis perselisihan
hubungan industrial yaitu, perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam
satu perusahaan. Kemudian, mediator yang menangani perkara ditunjuk Kepala
Disnaker/Kemnaker, sedangkan konsiliator ditunjuk atau dipilih oleh para pihak dengan
cara bersepakat.
Proses konsiliasi paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak Konsiliator
menerima permintaan penyelesaian perselisihan (Pasal 25 UU No. 2 Tahun 2004).
2.c. Penyelesaian Perselisihan Melalui Arbitrase
Arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar
serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan diluar Pengadilan Hubungan
Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan
penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan
bersifat final. Arbiter adalah seorang atau 3 (tiga) orang yang dipilih oleh para pihak yang
berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri (Tenagakerja) untuk
memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan yang diserahkan penyelesaiannya
melalui arbitrase yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final. Dengan demikian
Arbiter hanya berwenang menangani 2 (dua) jenis perselisihan yaitu, perselisihan
kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat dalam satu perusahaan.
Apabila kedua belah pihak, pekerja/buruh dan pengusaha, sepakat atau setuju berdasarkan
perjanjian penunjukan Arbiter bahwa perselisihan hubungan industrial diantara mereka
ditangani/diselesaikan melalui arbiter 1 (satu) atau 3 (tiga) orang maka Kepala
Disnaker/pejabat Kemnaker yang berwenang akan melimpahkan perselisihan dimaksud
kepada arbiter yang disepakati para pihak. Pertanyaannya, mungkinkah para pihak dapat
bersepakat menunjuk satu orang arbiter, sedangkan diantara para pihak sudah terjadi
perselisihan atau bahkan saling curiga, mungkin ?
Dalam perjanjian penunjukan arbiter wajib dimuat antara lain biaya arbitrase dan
honorarium arbiter.
Apabila pada hari sidang pertama dan sidang-sidang selanjutnya salah satu pihak atau
kuasanya tanpa suatu alasan yang sah tidak hadir walaupun untuk itu telah dipanggil secara
patut, arbiter dapat memeriksa perkara dan menjatuhkan putusan tanpa kehadiran salah
satu pihak atau kuasanya (Pasal 43 ayat (2) UU No. 2 Tahun 2004). Penyelesaian
perselisihan diawali dengan upaya perdamaian. Apabila tercapai perdamaian maka arbiter
membuat Akta Perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak dan arbiter. Akta
Perdamaian didaftarkan di PHI di wilayah arbiter mengadakan perdamaian. Pendaftaran
Akta Perdamaian di PHI bernilai eksekutorial.
Apabila upaya perdamain gagal maka arbiter melanjutkan persidangan dengan memeriksa
data-data, dokumen, saksi, ahli dan sampai mengeluarkan putusannya. Putusan arbiter atau
majelis arbiter mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak dan merupakan
putusan yang bersifat akhit dan tetap. Putusan arbiter didaftarkan di PHI. Pendaftraan itu
bernilai eksekutorial.
Arbiter menyelesaikan peselisihan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
penandatangan surat perjanjian penunjukan arbiter (Pasal 40 ayat (1) UU No. 2 Tahun

Page 8 of 21
2004). Waktu dapat diperpanjang paling lama 14 (empat belas) hari kerja asalkan
disepakati kedua belah pihak (Pasal 40 ayat (3) UU No. 2 Tahun 2004).
Berdasarkan ketentuan Pasal 52 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2004, terhadap putusan arbiter,
salah satu pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan kepada Mahkamah Agung
dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak ditetapkannya putusan
itu, apabila putusan itu diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan,
diakui atau dinyatakan palsu;
b. setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang
disembunyikan oleh pihak lawan;
c. putusan diambil dari tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam
pemeriksaan perselisihan;
d. putusan melampaui kekuasaan arbiter; atau
e. putusan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Mahkamah Agung memutuskan permohonan pembatalan putusan arbiter dalam waktu


selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima permohonan
pembatalan.

3. Penyelesaian Perselisihan Melalui Pengadilan


Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri
Apabila penyelesaian perselisihan ditingkat mediasi atau
konsiliasi gagal atau tidak tercapai perdamaian maka
salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
yang se-Provinsi dengan domisili atau tempat
pekerja/buruh melakukan pekerjaannya. Surat gugatan
wajib dilampiri dengan Risalah atau Anjuran yang
dikeluarkan oleh mediator atau konsiliator, serta surat
kuasa khusus yang memakai jasa kuasa. Gugatan yang
bernilai dibawah Rp 150.000.000,- (seratus lima puluh
juta rupiah) tidak dibebankan biaya perkara, termasuk
biaya eksekusi. Artinya, ketika mendaftar gugatan di PHI
dan ketika memohon eksekusi tidak ada pembayaran
biaya atau sering disebut SKUM/panjar biaya perkara.
Urutan proses penyelesaian perselisihan melalui
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
dengan memakai jasa kuasa hukum dari PK dan/atau DPC
adalah sebagai berikut:

Page 9 of 21
3.1. Pemberian Surat Kuasa Khusus dari Anggota ke PK
dan/atau DPC (contoh Surat Kuasa Khusus
terlampir);
3.2. Pembuatan Surat Gugatan (contoh surat gugatan
terlampir);
3.3. Pendaftaran Gugatan:
Syarat mendaftarkan Surat Gugatan di PHI:
a. Bawa surat gugatan asli yang sudah dimaterai dan
fotocopynya minimal 7 rangkap;
b. Bawa atau lampirkan Anjuran asli dan
fotocopynya pada masing-masing surat gugatan
(asli ke asli, copy ke copy);
c. Bawa Surat Kuasa Khusus asli dan fotocopynya
minimal 5 rangkap;
d. Bawa dan lampirkan fotocopy SK pengesahan
kepengurusan kuasa hukum (PK dari DPC, DPC
dari DPP) pada Surat Kuasa Khusus;
e. Bawa dan lampirkan fotocopy Nomor Bukti
Pencatatan organisasi (PK dan DPC, karena PK dan
DPC bersama-sama sebagai kuasa hukum);
f. Bawa dan lampirkan fotocopy Kartu Tanda
Anggota yang memberi kuasa 1 lembar pada Surat
Kuasa Khusus;
g. Bawa dan lampirkan fotocopy KTP pemberi kuasa
1 rangkap;
h. Bawa panjar biaya pendaftaran gugatan (SKUM),
jika nilai gugatan sebesar Rp 150 juta ke atas;
i. Bawa softcopy surat gugatan dalam flasdisk atau
CD;

Panggilan Sidang
Setelah gugatan didaftarkan maka dalam tenggang waktu
14 (empat belas) hari kerja majelis hakim melakukan
Page 10 of 21
sidang pertama (baca Pasal 88 ayat (1) dan Pasal 89 ayat
(1) UU N0. 2/2004). Tentu sebelum persidangan
berlangsung para pihak sudah dipanggil oleh jurusita
untuk datang menghadiri persidangan. Itu menurut
undang-undang. Dalam praktek sering terjadi sampai 1
(satu) bulan baru majelis hakim melakukan sidang
pertama. Hal itu disebabkan pihak penggugat dan/atau
tergugat berdomisili berbeda kota/kabupaten dengan
kantor PHI. Misalnya gugatan didaftar di PHI Bandung,
penggugat dan/atau tergugat berdomisili di Kabupaten
Bekasi, maka untuk memanggil para pihak “harus”
dengan cara delegasi yaitu, PHI Bandung
mendelegasikan (meminta bantuan) panggilan ke PN
Bekasi untuk memanggil penggugat dan/atau tergugat.

Sidang Ke-1
Empat belas (14) hari atau sekitar 21 (dua puluh satu)
hari setelah pendaftaran gugatan, biasanya sudah
dimulai sidang pertama. Dalam sidang pertama ini
Majelis Hakim akan meminta dan para pihak akan
memperlihatkan dan menyerahkan surat-
surat/dokumen sebagai berikut:
 Jika yang hadir/maju dipersidangan adalah buruh itu
sendiri atau sering disebut prinsipal menyerahkan:
1) Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (asli
diperlihatkan ke Majelis Hakim);
 Jika yang hadir/maju dipersidangan adalah
pengusaha itu sendiri seperti direksi PT, CV, Firma,
atau pengurus yayasan/koperasi atau sering disebut
prinsipal menyerahkan:
1) Fotocopy Kartu Tanda Penduduk direksi/pengurus
perusahaan yang hadir (asli diperlihatkan ke
Majelis Hakim);
Page 11 of 21
2) Fotocopy Anggaran Dasar dan/atau perubahan
Anggaran Dasar perusahaan/yayasan/koperasi
yang didalamnya tercantum nama
direksi/pengurus perusahaan yang hadir atau maju
kepersidangan sebagai direksi atau pengurus (asli
diperlihatkan ke Majelis Hakim);
 Jika yang hadir/maju dipersidangan adalah kuasa
pekerja/buruh dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh
menyerahkan:
1) Asli surat kuasa kusus;
2) Fotocopy Kartu Tanda Anggota prinsipal sebagai
anggota SP/SB yang sama dengan SP/SB kuasa (asli
diperlihatkan ke Majelis Hakim);
3) Fotocopy surat keputusan organisasi/pengurus
SP/SB yang mencantumkan nama-nama kuasa
sebagai pengurus SP/SB (asli diperlihatkan ke
Majelis Hakim);
4) Fotocopy surat Nomor Bukti Pencatatan SP/SP
kuasa dari Disnaker (asli diperlihatkan ke Majelis
Hakim).
 Jika yang hadir/maju dipersidangan adalah kuasa
pengusaha dari manajemen atau personalia atau HRD
menyerahkan:
1) Asli surat kuasa kusus;
2) Fotocopy kartu pengenal kuasa dari perusahaan
atau kadang kala diminta juga surat keputusan
pengangkatan kuasa sebagai karyawan di
perusahaan (asli diperlihatkan ke Majelis Hakim);
3) Fotocopy Anggaran Dasar dan/atau perubahan
Anggaran Dasar perusahaan yang didalamnya
tercantum nama direksi atau pengurus
perusahaan/yayasan/koperasi yang memberi
kuasa (asli diperlihatkan ke Majelis Hakim);
Page 12 of 21
 Jika yang hadir/maju dipersidangan adalah kuasa
pengusaha dari Asosiasi Pengusaha Indonesia
(Apindo) menyerahkan:
1) Asli surat kuasa khusus;
2) Fotocopy Anggaran Dasar dan/atau perubahan
Anggaran Dasar perusahaan yang didalamnya
tercantum nama direksi atau pengurus
perusahaan/yayasan/koperasi yang memberi
kuasa (asli diperlihatkan ke Majelis Hakim);
3) Fotocopy Surat keputusan pengesahan atau
pengangkatan kuasa menjadi pengurus Apindo dari
organ atau struktur organisasi yang lebih tinggi
seperti Surat Keputusan (SK) Kongres/Munas ke
DPN, SK DPN ke DPP, SK DPP ke pengurus tingkat
kab/kota (asli diperlihatkan ke Majelis Hakim);
4) Fotocopy Sertifikat atau surat tanda anggota
perusahaan sebagai anggota Apindo (asli
diperlihatkan ke Majelis Hakim);
 Jika yang hadir/maju dipersidangan adalah kuasa
pekerja/buruh seseorang atau beberapa orang
Advokat menyerahkan:
1) Asli surat kuasa kusus;
2) Fotocopy Kartu Advokat (asli diperlihatkan ke
Majelis Hakim);
3) Fotocopy Berita Acara Sumpah dari Pengadilan
Tinggi (asli diperlihatkan ke Majelis Hakim).
 Jika yang hadir/maju dipersidangan adalah kuasa
pengusaha seseorang atau beberapa orang Advokat
menyerahkan:
1) Asli surat kuasa kusus;
2) Fotocopy Kartu Advokat (asli diperlihatkan ke
Majelis Hakim);

Page 13 of 21
3) Fotocopy Berita Acara Sumpah dari Pengadilan
Tinggi (asli diperlihatkan ke Majelis Hakim);
4) Fotocopy Anggaran Dasar dan/atau perubahan
Anggaran Dasar perusahaan yang didalamnya
tercantum nama direksi atau pengurus
perusahaan/yayasan/koperasi yang memberi
kuasa (asli diperlihatkan ke Majelis Hakim);
Dalam praktek, penggugat atau tergugat atau kuasanya,
khususnya bagi pemula bersidang di PHI, saat
memeriksa kelengkapan dokumen tersebut di atas,
sering pihak lawan (penggugat atau tergugat) hanya
duduk di kursinya tanpa menghampiri meja majelis
hakim untuk ikut memeriksa kelengkapan surat kuasa,
sehingga pihak yang hanya duduk di kursinya tidak tahu
seperti apa isi (kebenaran) surat kuasa dan
kelengkapannya seperti nama kuasa, alamat kuasa,
keanggotaan SP/SB, keanggotaan Apindo, SK
kepengurusan di SP/SB, SK kepengusan di Apindo, dll.

Jika kelengkapan surat-surat atau dokumen tersebut


sudah terpenuhi maka majelis hakim memerintahkan
penggugat atau kuasa penggugat membacakan surat
gugatannya. Dalam banyak praktek surat gugatan tidak
dibacakan tapi penggugat atau kuasa hukum hanya
mengucapkan “dianggap dibacakan yang mulia”.
Pembacaan surat gugatan dalam sidang pertama ini bisa
terlaksana jika tergugat hadir. Jika tergugat tidak hadir
maka pembacaan surat gugatan akan diundur sampai
sidang berikutnya (sidang kedua). Pengunduran sidang
pertama ke sidang kedua dalam praktek bisa 7 hari (1
minggu), 14 hari (2 minggu), atau 21 hari kemudian.
Tujuh (7) hari jika tergugat berdomisili sekota dengan
domisili PHI. Empat belas (14) hari atau 21 hari jika
Page 14 of 21
tergugat berdomisili di kota/kabupaten diluar kota
dimana PHI berkedudukan karena panggilan dilakukan
dengan cara delegasi. Misalnya PHI Bandung
mendelegasikan panggilan ke PN Cibinong untuk
memanggil tergugat yang beralamat/berdomisili di
wilayah Kab. Bogor.

Selesai gugatan dibaca, sebelum sidang ditutup, maka


ketua majelis hakim akan memerintahkan para pihak
untuk hadir lagi dalam persidangan berikutnya (tanggal
disebut) tanpa dipanggil dengan menyebut acara dalam
persidangan selanjutnya.
Sidang Ke-2
Jika dalam sidang pertama pihak tergugat tidak hadir
dan dalam sidang kedua ini pihak tergugat hadir maka
dalam sidang kedua ini majelis hakim akan memeriksa
kelengkapan identitas atau surat kuasa tergugat
sebagaimana yang dijelaskan di atas. Jika lengkap maka
selanjutnya majelis hakim memerintahkan penggugat
membacakan surat gugatannya. Tapi jika dalam sidang
kedua ini pihak tergugat juga tidak hadir majelis hakim
biasanya masih memberi toleransi kepada tergugat
untuk dipanggil sekali lagi (panggilan ketiga). Hal ini
dilakukan untuk meniadakan terjadinya putusan verstek
(putusan diluar hadirnya tergugat). Karena dengan
adanya putusan verstek maka akan timbul kerugian bagi
pihak pengadilan dan penggugat sendiri. Karena tergugat
(setelah putusan verstek) dapat mengajukan perlawan
(verzet) atas putusan verstek tersebut. Sehingga perkara
yang sudah dijatuhi putusan verstek akan kembali
disidangkan seperti memeriksa perkara yang belum
pernah diperiksa dan diputus. Tergugat dan PHI menjadi
rugi karena 2 kali menyidangkan perkara yang sama.
Page 15 of 21
Anggaplah pihak tergugat tidak hadir dalam sidang
kedua ini maka majelis hakim akan mengundurkan
sidang dan memanggil tergugat lagi dalam 7 hari atau 14
hari kedepan untuk acara jawaban dari tergugat.

Sidang Ke-3
Anggaplah tergugat hadir dalam sidang ketiga ini maka
majelis hakim akan memeriksa kelengkapan identitas
atau surat kuasa tergugat sebagaimana yang dijelaskan
di atas. Dan dalam sidang ketiga ini, hadir atau tidak
hadir tergugat, majelis hakim akan meminta penggugat
untuk membacakan surat gugatannya.

Karena penggugat dan tergugat hadir maka untuk sidang


berikutnya para pihak tidak dipanggil lagi. Dan sidang
berikutnya adalah acara jawaban dari tergugat.

Sidang Ke-4
Jika dalam sidang ketiga tergugat hadir maka seharusnya
untuk sidang keempat ini tergugat membacakan surat
jawabannya. Namun pernah terjadi fakta bahwa dalam
sidang ketiga tergugat hadir tapi dalam sidang keempat,
yang seharusnya acara jawaban dari tergugat, tergugat
tidak hadir tanpa alasan atau karena alasan misalnya
kuasanya sakit yang dibuktikan dengan surat keterangan
dokter, maka majelis hakim akan menunda persidangan.

Sidang Ke-5
Dalam sidang kelima ini pihak penggugat dan pihak
tergugat hadir, maka majelis hakim akan meminta
tergugat untuk membacakan surat jawabannya. Setelah
selesai dibacakan atau dinyatakan dianggap dibacakan,
Page 16 of 21
majelis hakim akan menyampaikan bahwa untuk sidang
yang akan datang adalah acara replik dari penggugat.
Replik adalah tanggapan penggugat atas jawaban
tergugat.

Sidang Ke-6
Dalam sidang keenam ini pihak penggugat dan pihak
tergugat hadir, maka majelis hakim akan meminta
penggugat untuk membacakan surat repliknya. Setelah
replik selesai dibacakan atau dinyatakan dianggap
dibacakan, majelis hakim akan menyampaikan bahwa
untuk sidang yang akan datang adalah acara duplik dari
tergugat.

Sidang Ke-7
Dalam sidang ketujuh ini pihak penggugat dan pihak
tergugat hadir, maka majelis hakim akan meminta
tergugat untuk membacakan surat dupliknya. Selesai
dibacakan atau diucapkan “dianggap dibacakan” ketua
majelis hakim memerintahkan para pihak untuk hadir
kembali dalam persidangan berikutnya (tanggal disebut)
dengan acara pembuktian. Biasanya ketua majelis hakim
akan bertanya kepada para pihak apakah bukti surat
yang diajukan penggugat dan tergugat banyak dan
apakah ada saksi, berapa orang saksi dari penggugat dan
tergugat. Kalau bukti surat dari penggugat dan tergugat
dianggap sedikit dan saksi hanya 1 (satu) atau 2 (dua)
orang mungkin atas pertimbangan majelis hakim bisa
acara pembuktian surat dan saksi sekaligus pada
persidangan berikutnya (1 hari). Namun kalau bukti
surat banyak dan saksi juga banyak dan mungkin juga
ada ahli biasanya majelis hakim atas pertimbangan
kecukupan waktu, mungkin acara pembuktian tidak
Page 17 of 21
cukup 1 (satu) kali sidang tapi bisa 2 (dua) sampai 4
(empat) kali sidang. Kalau bukti surat banyak maka
ketua majelis hakim akan memerintahkan hanya
penggugat dahulu yang mengajukan bukti surat dalam
persidangan berikut. Bukti surat dari tergugat diajukan
dalam acara persidangan berikutnya. Demikian juga
pemeriksaan saksi-saksi.

Sidang Ke-8
Dalam sidang kedelapan ini pihak penggugat dan pihak
tergugat hadir, maka majelis hakim akan meminta pihak
penggugat untuk menyampaikan alat bukti surat
penggugat. Penggugat dan tergugat wajib membuat
surat pengantar bukti surat. Surat pengantar berisi
nomor bukti, kode bukti, nomor/tanggal/perihal
surat/kutipan inti surat yang hendak ditonjolkan, untuk
membuktikan dalil apa, keterangan. Juga fotocopy surat
dimateraikan di kantor pos. Kepada majelis hakim wajib
diperlihatkan asli bukti surat, kalau ada. Penggugat
hanya berkewajiban memberikan fotocopy surat
pengantar bukti surat kepada tergugat. Dan sebaliknya
juga demikian, tergugat hanya berkewajiban
memberikan fotocopy surat pengantar bukti surat
kepada penggugat. Fotocopy bukti surat tidak
diserahkan kepada lawan.

Sidang Ke-9
Dalam sidang kesembilan ini pihak penggugat dan pihak
tergugat hadir, maka majelis hakim akan meminta pihak
tergugat untuk menyampaikan alat bukti surat tergugat .
Lalu sidang diundur 7 hari berikutnya untuk acara
pemeriksaan saksi dari pihak penggugat.

Page 18 of 21
Sidang Ke-10
Dalam sidang kesepuluh ini pihak penggugat dan pihak
tergugat hadir, maka majelis hakim akan meminta pihak
penggugat untuk mengajukan saksi penggugat untuk
didengar keterangannya. Lalu sidang diundur 7 hari
berikutnya untuk acara pemeriksaan saksi dari pihak
tergugat.

Sidang Ke-11
Dalam sidang kesebelas ini pihak penggugat dan pihak
tergugat hadir, maka majelis hakim akan meminta pihak
tergugat untuk mengajukan saksinya untuk didengar
keterangannya. Lalu sidang diundur 7 hari berikutnya
untuk acara penyampaian kesimpulan dari pihak
penggugat dan pihak tergugat.

Sidang Ke-12
Dalam sidang keduabelas ini pihak penggugat dan pihak
tergugat hadir, maka majelis hakim akan meminta pihak
pihak penggugat dan pihak tergugat untuk
menyampaikan surat kesimpulan. Tidak ada kewajiban
para pihak memberi fotocopy surat kesimpulan kepada
lawan. Lalu sidang diundur 14 hari berikutnya untuk
acara pengucapan/pembacaan putusan.

Sidang Ke-13
Dalam sidang ketigabelas ini pihak penggugat dan pihak
tergugat hadir atau salah satu pihak tidak hadir atau
kedua belah pihak tidak hadir, maka majelis hakim
mengucapkan/membacakan putusan.

4. KASASI KE MAHKAMAH AGUNG


Penyelesaian Perselisihan Melalui Kasasi ke Mahkamah Agung.
Page 19 of 21
Pasal 110 UU No. 2 Tahun 2004 berbunyi sebagai berikut:
“Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri mengenai perselisihan hak dan perselisihan
pemutusan hubungan kerja mempunyai kekuatan hukum
tetap apabila tidak diajukan permohonan kasasi kepada
Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 14
(empat belas) hari kerja:
a. Bagi pihak yang hadir terhitung sejak putusan dibacakan
dalam sidang majelis hakim;
b. Bagi pihak yang tidak hadir terhitung sejak tanggal
menerima pemberitahuan putusan.
Pasal 110 itu mempunyai arti paling lambat 14 (empat belas)
hari kerja setelah pembacaan putusan wajib mengajukan
permohonan kasasi disertai dengan pemberian memori kasasi
di Kepaniteraan PHI-PN pemutus. Jika dalam tenggang waktu 14
(empat belas) hari kerja itu dilewati maka putusan itu menjadi
berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) yang dapat
dimohonkan untuk dieksekusi.

PENINJAUAN KEMBALI KE MAHKAMAH AGUNG


Sejak tanggal 17 November 20018 upaya hukum luar biasa yang namanya PK
atau peninjauan kembali tidak ada lagi. Hal itu didasarkan pada Surat Edaran
Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 2018, tanggal 16 November 2018,
angka II huruf B angka 3 yang pada pokoknya berbunyi sebagai berikut:
“Dalam perkara perselisihan hubungan industrial tidak ada upaya
hukum Peninjauan Kembali”.
Surat Edaran ini menimbulkan pertanyaan. Bagaimana jika ada novum, atau
terdapat 2 (dua) putusan pengadilan yang saling bertentangan atas satu objek
perkara PHI, atau amar putusan tidak dapat di eksekusi (non-eksekutebel),
apakah tetap tidak bisa PK ?
Selesai
Semoga Bermanfaat
Terima kasih atas perhatiannya
___________________________________________________________________
1 Materi ini disampaikan dalam Training Paralegal FSB Garteks di Puncak,
Bogor, 10 Desember 2019
2
Advokat Harris Manalu, S.H.
Spesialis Hubungan Industrial | 0812 8386 580 I adv.harris.manalu.sh@gmail.com
Jakarta, 7 Desember 2019
Page 20 of 21
Page 21 of 21

Anda mungkin juga menyukai