Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
A. DASAR HUKUM
1. Undang Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial (sering disingkat: UU No.
2/2004 atau UU PPHI).
Pasal 57 berbunyi:
“Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan
Industrial adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada
Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang
diatur secara khusus dalam undang-udang ini”;
2. HIR = Het Herziene Indonesisch Reglement = Hukum Acara yang
hanya berlaku untuk daerah Jawa dan Madura (Staatblad 1984
No. 16 dan diperbaharui dengan Staatblad 1941 No. 44);
3. RBg = Rechtsreglement Buitengewesten = Hukum Acara yang
belaku untuk diluar daerah Jawa dan Madura (Staatblad 1927
No. 227);
4. Rv = Reglement of de Rechtsvordering = Hukum Acara Perdata
yang berlaku bagi orang Eropa dan Timur Asing yang berada di
Indonesia (Staatblad 1847 No. 52 jo. Staatblad 1849 No. 63);
5. Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman;
6. Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor
5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang Udang
Nomor 3 Tahun 2009;
Page 1 of 21
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama.
2. Perselisihan Kepentingan
Perselisihan Kepentingan adalah perselisihan yang
timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya
kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau
perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama.
3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja
Perselisihan PHK adalah perselisihan yang timbul
karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai
pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah
satu pihak.
4. Perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh
dalam satu perusahaan
Adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat
buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya
dalam satu perusahaan, karena tidak adanya
persesuaian paham mengenai keanggotaan
pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan.
Page 2 of 21
D. TAHAP-TAHAP DAN SYARAT PENYELESAIAN MELALUI
JASA KUASA HUKUM DARI PENGURUS KOMISARIAT (PK)
ATAU DEWAN PENGURUS CABANG (DPC)
1. Perundingan Bipartit
Syarat Membuat Surat Permohonan Pakai Kuasa
Hukum PK dan/atau DPC:
a. Anggota mempunyai Kartu Tanda Anggota
organisasi;
b. PK dan/atau DPC mempunyai SK Pengesahan dari
induk organisas;
c. PK dan/atau DPC mempunyai Nomor Bukti
Pencatatan organisasi yang dikeluarkan Kantor
Dinas Tenaga Kerja Kab/Kota setempat;
d. Anggota membuat Kronologi Kasusnya secara
tertulis ditujukan kepada PK atau DPC (contoh Surat
Kronologi terlampir)
e. Anggota memberi Surat Kuasa kepada PK dan/atau
DPC (contoh Surat Kuasa terlampir)
f. Kuasa, yaitu PK atau DPC membuat surat
permohonan perundingan bipartit (contoh Surat
Permohonan terlampir);
Ini langkah pertama. Bipartit adalah wajib. Salah satu
pihak yang merasa dirugikan, pekerja/buruh atau
pengusaha, menyurati pihak yang dirasa
merugikannya mohon berunding bipartit atas
perselisihan hubungan industrial yang terjadi.
Misalnya pengusaha melakukan pemutusan hubungan
kerja (PHK) maka pekerja/buruh menyurati
pengusaha. Sebaliknya, pekerja/buruh melakukan
kesalahan maka pengusaha menyurati pekerja/buruh.
Waktu penyelesaian melalui perundingan bipartit
diberi waktu maksimal 30 (tiga puluh) hari kerja. Ini
Page 3 of 21
kalau terjadi perundingan. Jika perundingan tidak
terlaksana misalnya pihak yang diminta berunding
tidak bersedia atau menolak berunding padahal sudah
2 (dua) kali disurati secara patut, misalnya surat
pertama diterima tanggal 5 Januari 2009 minta
berunding tanggal 12 Januari 2019 (tidak ditanggapi)
dan kemudian surat kedua diterima tanggal 13 Januari
2019 minta berunding tanggal 20 Januari 2019 (juga
tidak ditanggapi), fakta demikian tidak harus 30 (tiga
puluh) hari kerja tapi hanya 15 (lima belas hari) sudah
memenuhi syarat untuk dilimpahkan ke Disnaker
Kota/Kemnaker.
Jika terjadi perundingan bipartit wajib dibuat Risalah.
Risalah dibuat 2 (dua) rangkap memuat nama lengkap
dan alamat para pihak, tanggal dan tempat
perundingan, pokok masalah atau alasan perselisihan,
pokok/inti pendapat pihak pekerja/buruh dan
pengusaha, kesimpulan atau hasil perundingan, dan
tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan
perundingan.
Apabila perundingan bipartit mencapai kesepakatan
maka dibuat Perjanjian Bersama (PB) yang
ditandatangani oleh para pihak. Lalu PB didaftarkan
oleh pihak pekerja/buruh dan pengusaha ke
Pengadilan Hubungan Industrial. Pendaftaran ini
mempunyai nilai eksekutorial, manakala salah satu
pihak ingkar. Isi PB harus konkrit, tidak abstrak, tidak
multi tafsir. Misalnya dalam PB jangan ditulis dengan
kalimat seperti berikut: “Pengusaha akan mengangkat
seluruh pekerja/buruh berstatus Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu (PKWT) menjadi pekerja/buruh
berstatus Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
(PKWTT) dalam waktu segera secara bertahap”. Kapan
Page 4 of 21
segeranya ? Berapa orang setiap tahap ? Atau dengan
kalimat sebagai berikut: “Pengusaha akan membayar
hak-hak pekerja/buruh berupa uang pesangon sebesar
2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang
penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian
hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU No. 13
Tahun 2003”. Upahnya berapa ? Masa kerjanya berapa
tahun ? Ini tidak jelas. Pengadilan Hubungan Industrial
tidak dapat mengeksekusi perjanjian seperti itu karena
tidak diketahui nominal yang hendak di eksekusi.
Page 7 of 21
perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar
serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi adalah sama dengan
penyelesaian melalui lembaga dan mekanisme mediasi. Bedanya adalah status pejabat yang
menangani, kewenangannya atas jenis perselisihan, dan penunjukan siapa yang menangani.
Status pejabat yang menangani konsiliasi adalah bukan pegawai negeri sipil yang disebut
konsiliator, sedangkan mediasi ditangani pejabat pegawai negeri sipil yang bertugas
disetiap kantor ketenagakerjaan yang disebut mediator. Konsiliator hanya berwenang
menangani 3 (tiga) jenis perselisihan yaitu, perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam
satu perusahaan. Sedangkan mediator berwenang menangani 4 (empat) jenis perselisihan
hubungan industrial yaitu, perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam
satu perusahaan. Kemudian, mediator yang menangani perkara ditunjuk Kepala
Disnaker/Kemnaker, sedangkan konsiliator ditunjuk atau dipilih oleh para pihak dengan
cara bersepakat.
Proses konsiliasi paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak Konsiliator
menerima permintaan penyelesaian perselisihan (Pasal 25 UU No. 2 Tahun 2004).
2.c. Penyelesaian Perselisihan Melalui Arbitrase
Arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar
serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan diluar Pengadilan Hubungan
Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan
penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan
bersifat final. Arbiter adalah seorang atau 3 (tiga) orang yang dipilih oleh para pihak yang
berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri (Tenagakerja) untuk
memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan yang diserahkan penyelesaiannya
melalui arbitrase yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final. Dengan demikian
Arbiter hanya berwenang menangani 2 (dua) jenis perselisihan yaitu, perselisihan
kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat dalam satu perusahaan.
Apabila kedua belah pihak, pekerja/buruh dan pengusaha, sepakat atau setuju berdasarkan
perjanjian penunjukan Arbiter bahwa perselisihan hubungan industrial diantara mereka
ditangani/diselesaikan melalui arbiter 1 (satu) atau 3 (tiga) orang maka Kepala
Disnaker/pejabat Kemnaker yang berwenang akan melimpahkan perselisihan dimaksud
kepada arbiter yang disepakati para pihak. Pertanyaannya, mungkinkah para pihak dapat
bersepakat menunjuk satu orang arbiter, sedangkan diantara para pihak sudah terjadi
perselisihan atau bahkan saling curiga, mungkin ?
Dalam perjanjian penunjukan arbiter wajib dimuat antara lain biaya arbitrase dan
honorarium arbiter.
Apabila pada hari sidang pertama dan sidang-sidang selanjutnya salah satu pihak atau
kuasanya tanpa suatu alasan yang sah tidak hadir walaupun untuk itu telah dipanggil secara
patut, arbiter dapat memeriksa perkara dan menjatuhkan putusan tanpa kehadiran salah
satu pihak atau kuasanya (Pasal 43 ayat (2) UU No. 2 Tahun 2004). Penyelesaian
perselisihan diawali dengan upaya perdamaian. Apabila tercapai perdamaian maka arbiter
membuat Akta Perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak dan arbiter. Akta
Perdamaian didaftarkan di PHI di wilayah arbiter mengadakan perdamaian. Pendaftaran
Akta Perdamaian di PHI bernilai eksekutorial.
Apabila upaya perdamain gagal maka arbiter melanjutkan persidangan dengan memeriksa
data-data, dokumen, saksi, ahli dan sampai mengeluarkan putusannya. Putusan arbiter atau
majelis arbiter mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak dan merupakan
putusan yang bersifat akhit dan tetap. Putusan arbiter didaftarkan di PHI. Pendaftraan itu
bernilai eksekutorial.
Arbiter menyelesaikan peselisihan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
penandatangan surat perjanjian penunjukan arbiter (Pasal 40 ayat (1) UU No. 2 Tahun
Page 8 of 21
2004). Waktu dapat diperpanjang paling lama 14 (empat belas) hari kerja asalkan
disepakati kedua belah pihak (Pasal 40 ayat (3) UU No. 2 Tahun 2004).
Berdasarkan ketentuan Pasal 52 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2004, terhadap putusan arbiter,
salah satu pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan kepada Mahkamah Agung
dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak ditetapkannya putusan
itu, apabila putusan itu diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan,
diakui atau dinyatakan palsu;
b. setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang
disembunyikan oleh pihak lawan;
c. putusan diambil dari tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam
pemeriksaan perselisihan;
d. putusan melampaui kekuasaan arbiter; atau
e. putusan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Page 9 of 21
3.1. Pemberian Surat Kuasa Khusus dari Anggota ke PK
dan/atau DPC (contoh Surat Kuasa Khusus
terlampir);
3.2. Pembuatan Surat Gugatan (contoh surat gugatan
terlampir);
3.3. Pendaftaran Gugatan:
Syarat mendaftarkan Surat Gugatan di PHI:
a. Bawa surat gugatan asli yang sudah dimaterai dan
fotocopynya minimal 7 rangkap;
b. Bawa atau lampirkan Anjuran asli dan
fotocopynya pada masing-masing surat gugatan
(asli ke asli, copy ke copy);
c. Bawa Surat Kuasa Khusus asli dan fotocopynya
minimal 5 rangkap;
d. Bawa dan lampirkan fotocopy SK pengesahan
kepengurusan kuasa hukum (PK dari DPC, DPC
dari DPP) pada Surat Kuasa Khusus;
e. Bawa dan lampirkan fotocopy Nomor Bukti
Pencatatan organisasi (PK dan DPC, karena PK dan
DPC bersama-sama sebagai kuasa hukum);
f. Bawa dan lampirkan fotocopy Kartu Tanda
Anggota yang memberi kuasa 1 lembar pada Surat
Kuasa Khusus;
g. Bawa dan lampirkan fotocopy KTP pemberi kuasa
1 rangkap;
h. Bawa panjar biaya pendaftaran gugatan (SKUM),
jika nilai gugatan sebesar Rp 150 juta ke atas;
i. Bawa softcopy surat gugatan dalam flasdisk atau
CD;
Panggilan Sidang
Setelah gugatan didaftarkan maka dalam tenggang waktu
14 (empat belas) hari kerja majelis hakim melakukan
Page 10 of 21
sidang pertama (baca Pasal 88 ayat (1) dan Pasal 89 ayat
(1) UU N0. 2/2004). Tentu sebelum persidangan
berlangsung para pihak sudah dipanggil oleh jurusita
untuk datang menghadiri persidangan. Itu menurut
undang-undang. Dalam praktek sering terjadi sampai 1
(satu) bulan baru majelis hakim melakukan sidang
pertama. Hal itu disebabkan pihak penggugat dan/atau
tergugat berdomisili berbeda kota/kabupaten dengan
kantor PHI. Misalnya gugatan didaftar di PHI Bandung,
penggugat dan/atau tergugat berdomisili di Kabupaten
Bekasi, maka untuk memanggil para pihak “harus”
dengan cara delegasi yaitu, PHI Bandung
mendelegasikan (meminta bantuan) panggilan ke PN
Bekasi untuk memanggil penggugat dan/atau tergugat.
Sidang Ke-1
Empat belas (14) hari atau sekitar 21 (dua puluh satu)
hari setelah pendaftaran gugatan, biasanya sudah
dimulai sidang pertama. Dalam sidang pertama ini
Majelis Hakim akan meminta dan para pihak akan
memperlihatkan dan menyerahkan surat-
surat/dokumen sebagai berikut:
Jika yang hadir/maju dipersidangan adalah buruh itu
sendiri atau sering disebut prinsipal menyerahkan:
1) Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (asli
diperlihatkan ke Majelis Hakim);
Jika yang hadir/maju dipersidangan adalah
pengusaha itu sendiri seperti direksi PT, CV, Firma,
atau pengurus yayasan/koperasi atau sering disebut
prinsipal menyerahkan:
1) Fotocopy Kartu Tanda Penduduk direksi/pengurus
perusahaan yang hadir (asli diperlihatkan ke
Majelis Hakim);
Page 11 of 21
2) Fotocopy Anggaran Dasar dan/atau perubahan
Anggaran Dasar perusahaan/yayasan/koperasi
yang didalamnya tercantum nama
direksi/pengurus perusahaan yang hadir atau maju
kepersidangan sebagai direksi atau pengurus (asli
diperlihatkan ke Majelis Hakim);
Jika yang hadir/maju dipersidangan adalah kuasa
pekerja/buruh dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh
menyerahkan:
1) Asli surat kuasa kusus;
2) Fotocopy Kartu Tanda Anggota prinsipal sebagai
anggota SP/SB yang sama dengan SP/SB kuasa (asli
diperlihatkan ke Majelis Hakim);
3) Fotocopy surat keputusan organisasi/pengurus
SP/SB yang mencantumkan nama-nama kuasa
sebagai pengurus SP/SB (asli diperlihatkan ke
Majelis Hakim);
4) Fotocopy surat Nomor Bukti Pencatatan SP/SP
kuasa dari Disnaker (asli diperlihatkan ke Majelis
Hakim).
Jika yang hadir/maju dipersidangan adalah kuasa
pengusaha dari manajemen atau personalia atau HRD
menyerahkan:
1) Asli surat kuasa kusus;
2) Fotocopy kartu pengenal kuasa dari perusahaan
atau kadang kala diminta juga surat keputusan
pengangkatan kuasa sebagai karyawan di
perusahaan (asli diperlihatkan ke Majelis Hakim);
3) Fotocopy Anggaran Dasar dan/atau perubahan
Anggaran Dasar perusahaan yang didalamnya
tercantum nama direksi atau pengurus
perusahaan/yayasan/koperasi yang memberi
kuasa (asli diperlihatkan ke Majelis Hakim);
Page 12 of 21
Jika yang hadir/maju dipersidangan adalah kuasa
pengusaha dari Asosiasi Pengusaha Indonesia
(Apindo) menyerahkan:
1) Asli surat kuasa khusus;
2) Fotocopy Anggaran Dasar dan/atau perubahan
Anggaran Dasar perusahaan yang didalamnya
tercantum nama direksi atau pengurus
perusahaan/yayasan/koperasi yang memberi
kuasa (asli diperlihatkan ke Majelis Hakim);
3) Fotocopy Surat keputusan pengesahan atau
pengangkatan kuasa menjadi pengurus Apindo dari
organ atau struktur organisasi yang lebih tinggi
seperti Surat Keputusan (SK) Kongres/Munas ke
DPN, SK DPN ke DPP, SK DPP ke pengurus tingkat
kab/kota (asli diperlihatkan ke Majelis Hakim);
4) Fotocopy Sertifikat atau surat tanda anggota
perusahaan sebagai anggota Apindo (asli
diperlihatkan ke Majelis Hakim);
Jika yang hadir/maju dipersidangan adalah kuasa
pekerja/buruh seseorang atau beberapa orang
Advokat menyerahkan:
1) Asli surat kuasa kusus;
2) Fotocopy Kartu Advokat (asli diperlihatkan ke
Majelis Hakim);
3) Fotocopy Berita Acara Sumpah dari Pengadilan
Tinggi (asli diperlihatkan ke Majelis Hakim).
Jika yang hadir/maju dipersidangan adalah kuasa
pengusaha seseorang atau beberapa orang Advokat
menyerahkan:
1) Asli surat kuasa kusus;
2) Fotocopy Kartu Advokat (asli diperlihatkan ke
Majelis Hakim);
Page 13 of 21
3) Fotocopy Berita Acara Sumpah dari Pengadilan
Tinggi (asli diperlihatkan ke Majelis Hakim);
4) Fotocopy Anggaran Dasar dan/atau perubahan
Anggaran Dasar perusahaan yang didalamnya
tercantum nama direksi atau pengurus
perusahaan/yayasan/koperasi yang memberi
kuasa (asli diperlihatkan ke Majelis Hakim);
Dalam praktek, penggugat atau tergugat atau kuasanya,
khususnya bagi pemula bersidang di PHI, saat
memeriksa kelengkapan dokumen tersebut di atas,
sering pihak lawan (penggugat atau tergugat) hanya
duduk di kursinya tanpa menghampiri meja majelis
hakim untuk ikut memeriksa kelengkapan surat kuasa,
sehingga pihak yang hanya duduk di kursinya tidak tahu
seperti apa isi (kebenaran) surat kuasa dan
kelengkapannya seperti nama kuasa, alamat kuasa,
keanggotaan SP/SB, keanggotaan Apindo, SK
kepengurusan di SP/SB, SK kepengusan di Apindo, dll.
Sidang Ke-3
Anggaplah tergugat hadir dalam sidang ketiga ini maka
majelis hakim akan memeriksa kelengkapan identitas
atau surat kuasa tergugat sebagaimana yang dijelaskan
di atas. Dan dalam sidang ketiga ini, hadir atau tidak
hadir tergugat, majelis hakim akan meminta penggugat
untuk membacakan surat gugatannya.
Sidang Ke-4
Jika dalam sidang ketiga tergugat hadir maka seharusnya
untuk sidang keempat ini tergugat membacakan surat
jawabannya. Namun pernah terjadi fakta bahwa dalam
sidang ketiga tergugat hadir tapi dalam sidang keempat,
yang seharusnya acara jawaban dari tergugat, tergugat
tidak hadir tanpa alasan atau karena alasan misalnya
kuasanya sakit yang dibuktikan dengan surat keterangan
dokter, maka majelis hakim akan menunda persidangan.
Sidang Ke-5
Dalam sidang kelima ini pihak penggugat dan pihak
tergugat hadir, maka majelis hakim akan meminta
tergugat untuk membacakan surat jawabannya. Setelah
selesai dibacakan atau dinyatakan dianggap dibacakan,
Page 16 of 21
majelis hakim akan menyampaikan bahwa untuk sidang
yang akan datang adalah acara replik dari penggugat.
Replik adalah tanggapan penggugat atas jawaban
tergugat.
Sidang Ke-6
Dalam sidang keenam ini pihak penggugat dan pihak
tergugat hadir, maka majelis hakim akan meminta
penggugat untuk membacakan surat repliknya. Setelah
replik selesai dibacakan atau dinyatakan dianggap
dibacakan, majelis hakim akan menyampaikan bahwa
untuk sidang yang akan datang adalah acara duplik dari
tergugat.
Sidang Ke-7
Dalam sidang ketujuh ini pihak penggugat dan pihak
tergugat hadir, maka majelis hakim akan meminta
tergugat untuk membacakan surat dupliknya. Selesai
dibacakan atau diucapkan “dianggap dibacakan” ketua
majelis hakim memerintahkan para pihak untuk hadir
kembali dalam persidangan berikutnya (tanggal disebut)
dengan acara pembuktian. Biasanya ketua majelis hakim
akan bertanya kepada para pihak apakah bukti surat
yang diajukan penggugat dan tergugat banyak dan
apakah ada saksi, berapa orang saksi dari penggugat dan
tergugat. Kalau bukti surat dari penggugat dan tergugat
dianggap sedikit dan saksi hanya 1 (satu) atau 2 (dua)
orang mungkin atas pertimbangan majelis hakim bisa
acara pembuktian surat dan saksi sekaligus pada
persidangan berikutnya (1 hari). Namun kalau bukti
surat banyak dan saksi juga banyak dan mungkin juga
ada ahli biasanya majelis hakim atas pertimbangan
kecukupan waktu, mungkin acara pembuktian tidak
Page 17 of 21
cukup 1 (satu) kali sidang tapi bisa 2 (dua) sampai 4
(empat) kali sidang. Kalau bukti surat banyak maka
ketua majelis hakim akan memerintahkan hanya
penggugat dahulu yang mengajukan bukti surat dalam
persidangan berikut. Bukti surat dari tergugat diajukan
dalam acara persidangan berikutnya. Demikian juga
pemeriksaan saksi-saksi.
Sidang Ke-8
Dalam sidang kedelapan ini pihak penggugat dan pihak
tergugat hadir, maka majelis hakim akan meminta pihak
penggugat untuk menyampaikan alat bukti surat
penggugat. Penggugat dan tergugat wajib membuat
surat pengantar bukti surat. Surat pengantar berisi
nomor bukti, kode bukti, nomor/tanggal/perihal
surat/kutipan inti surat yang hendak ditonjolkan, untuk
membuktikan dalil apa, keterangan. Juga fotocopy surat
dimateraikan di kantor pos. Kepada majelis hakim wajib
diperlihatkan asli bukti surat, kalau ada. Penggugat
hanya berkewajiban memberikan fotocopy surat
pengantar bukti surat kepada tergugat. Dan sebaliknya
juga demikian, tergugat hanya berkewajiban
memberikan fotocopy surat pengantar bukti surat
kepada penggugat. Fotocopy bukti surat tidak
diserahkan kepada lawan.
Sidang Ke-9
Dalam sidang kesembilan ini pihak penggugat dan pihak
tergugat hadir, maka majelis hakim akan meminta pihak
tergugat untuk menyampaikan alat bukti surat tergugat .
Lalu sidang diundur 7 hari berikutnya untuk acara
pemeriksaan saksi dari pihak penggugat.
Page 18 of 21
Sidang Ke-10
Dalam sidang kesepuluh ini pihak penggugat dan pihak
tergugat hadir, maka majelis hakim akan meminta pihak
penggugat untuk mengajukan saksi penggugat untuk
didengar keterangannya. Lalu sidang diundur 7 hari
berikutnya untuk acara pemeriksaan saksi dari pihak
tergugat.
Sidang Ke-11
Dalam sidang kesebelas ini pihak penggugat dan pihak
tergugat hadir, maka majelis hakim akan meminta pihak
tergugat untuk mengajukan saksinya untuk didengar
keterangannya. Lalu sidang diundur 7 hari berikutnya
untuk acara penyampaian kesimpulan dari pihak
penggugat dan pihak tergugat.
Sidang Ke-12
Dalam sidang keduabelas ini pihak penggugat dan pihak
tergugat hadir, maka majelis hakim akan meminta pihak
pihak penggugat dan pihak tergugat untuk
menyampaikan surat kesimpulan. Tidak ada kewajiban
para pihak memberi fotocopy surat kesimpulan kepada
lawan. Lalu sidang diundur 14 hari berikutnya untuk
acara pengucapan/pembacaan putusan.
Sidang Ke-13
Dalam sidang ketigabelas ini pihak penggugat dan pihak
tergugat hadir atau salah satu pihak tidak hadir atau
kedua belah pihak tidak hadir, maka majelis hakim
mengucapkan/membacakan putusan.