Anda di halaman 1dari 10

Sejarah Peradaban Islam II

Organisasi Islam di Indonesia


Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)

Oleh:

Wilda Wahyuni

Sejarah Kebudayaan Islam


Fakultas Agama Islam
Universitas Islam Sultan Agung
2017-2018
BAB I
Pendahuluan
Sejarah peradaban Islam di Indonesia tidak lepas dari pembahasan tentang
organisasi-organisai Islam yang ada di Indonesia. Salah satu organisasi yang ada
di Indonesia yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Gagasan dan usaha untuk
memunculkan sebuah organisasi mahasiswa Islam untuk menampung aspirasi
mahasiswa (Masyarakat Elitis) Islam akan kebutuhan pengetahuan, pemahaman
dan penghayatan keagamaan yang aktual telah muncul pada awal tahun 1947.
Nama Himpunan Mahasiswa Islam atau disingkat HMI, adalah organisasi
kemahasiswaan yang lahir pada 14 Rabi’ul Awal 1366 H, Bertepatan pada tanggal
5 Februari 1947. HMI didirikan atas prakarsa Lafran Pane adik dari sastrawan
besar Sanusi Pane, yang bertempat di Yogyakarta bersama 14 orang rekannya
sesama mahasiswa STI Yogyakarta tanpa campur tangan pihak luar. Kelahiran
HMI yang hanya berselang dua tahun dari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17
Agustus 1945, cukup menggambarkan bahwa atmosfir politik saat itu sangat
diwarnai dengan semangat revolusioner. Sejak semula orientasi HMI selalu
mendukung nasionalisme Indonesia yang dibalut dengan semangat ke-Islaman, ini
terlihat dari tujuannya yaitu Mempertahankan negara Republik Indonesia dan
mempertinggi derajat rakyat Indonesia serta menegakkan dan mengembangkan
ajaran agama Islam demi menegakan keadilan dan kebenaran. Hal ini terlihat jelas
bagaimana
HMI di masa-masa seterusnya selalu bergerak mendukung Republik
Indonesia. Berdirinya HMI adalah sebagai respon terhadap situasi politik,
pendidikan, ekonomi, kebudayaan dan agama yang masih belum sepenuhnya
lepas dari cengkraman penjajah. Berdirinya HMI diharapkan mampu membawa
perubahan radikal secara universal, yakni terbebasnya bangsa Indonesia dari
belenggu penjajahan, sehingga tercipta suatu kehidupan yang lebih baik di masa
depan.
BAB II
Isi
A. Sejarah Lahirnya HMI
Mengetahui latar belakang berdirinya HMI hampir identik dengan kita
memahami pemikiran Lafran Pane sendiri yang mengamati kondisi Indonesia saat
itu. Beberapa latar belakang munculnya pemikiran HMI yaitu; penjajahan Belanda
atas Indonesia dan tuntutan perang kemerdekaan; kesenjangan dan kejumudan
umat Islam dalam pengetahuan, pemahaman dan penghayatan serta pengamalan
ajaran Islam; perkembangan paham dan ajaran komunis; kedudukan perguruan
tinggi dan dunia kemahasiswaan yang strategis. Dengan melihat kondisi di atas
gagasan untuk mendirikan HMI sudah timbul pada bulan November 1946 yang
digemakan oleh Lafran Pane (mahasiswa tingkat I STI). Sudah beberapa kali
diadakan pertemuan antara mahasiswa tapi belum didirikan masih ada yang
menentang untuk mendirikan HMI walaupun sudah ada yang menerima. Lafran
Pane dkk dari Sekolah Tinggi Islam Yogjakarta mencoba menyampaikan ide
kepada rektor (waktu itu dijabat oleh A. Kahar Muzakar) dan dekan (yaitu Husein
Yahya) yang ternyata ide ini disetujui.
Sudah diprakarsai baik AD, nama organsisasi dan tanggal yang telah
direncanakan. Kebetulan waktu itu ada ruang kuliah yang mahasiswa-
mahasiswanya tidak mengikuti kuliah. Kuliah dari Bapak Husein Yahya, oleh
pemrakarsa jam kuliah tersebut dapat di gunakan untuk rapat dan diperbolehkan.
Pada hari rabu pon 1878, 14 Rabiul Awal 1366 H / 5 Februari 1947, di Jalan
Setyodiningratan No.5 didirikan HMI dengan tujuan :
1) Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia.
2) Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.
AD/ART dibuat kemudian dengan susunan kepengurusan sebagai berikut:
Ketua: Lafran Pane, Wakil ketua: Asmin Nasurion, Penulis I: Anton Timur
Jailani, Penulis II: Karnoto Zarkasyi, Bendahara I : Dahlan Hussin, Bendahara II :
Maisaroh HilalAnggota : Suwali, Yusdi Ghazali dan Mansyur.
Sedangkan pendiri-pendiri HMI adalah : Lafran pane, Karnoto Zarkasyi,
Dahlan Hussin, Maisaroh Hilal, Suwali, Yusdi Ghazali, Mansyur, Siti Zairah, M.
Anwar, Hasan Basri, Marwan, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha Mashudi, Bidron
Hadi.

B. Fase perkembangan HMI di Indonesia


1. HMI tahun 50-an perkembangan dan pendewasaan
Pada saat lahirnya HMI, terdapat beberapa reaksi yang dihadapi HMI dari
beberapa organisasi. Diantarnya yairu Perseriakatan Mahasiswa Yogyakarta
(PMY) yang dipimpin oleh Milono Ahmad. Ia sangat menentang lahirnya HMI
karena takut akan kehilangan atau kekurangan anggota dan pengikutnya.
2. Fase pengukuhan (5 Februari-30 November 1947)
Fase pengukuhan merupakan fase pengenalan HMI kepada mahasiswa-
mahasiswa yang ada di Indonesia. Beberapa usaha yang dilakukan untuk
memerkenalkan HMI yaitu melalui ceramah-ceramah dari kalangan terkemuka,
pemimpin-pemimpin terkenal dengan mengambil tema yang aktual, seperti Ali
Sastroamijoyo (Alm) saat itu sebagai dosen sosilogi di STI (sekarang UII) dengan
acara “Intern-Asian Relation Conference”. Isi ceramah-ceramah tersebut
kemudian ditulis dan dicetak oleh HMI. Selain ceramah-ceramah, diadakan pula
kegiatan reksreasi dan malam-malam kesenian.
Lafran Pane dan Asmin Nastuion mulai memperkenalkan HMI kepada
mahasiswa Islam yang dari kota-kota lain untuk membentuk HMI di kotanya
masing-masing saat mengikuti kongres PMI di Malang, tanggal 8 Maret 1947.
Setelah beberapa bulan terbentuklah HMI Cabang Klaten, Solo, dan Malang.
Dengan terbentuknya cabang, maka HMI yang ditetapkan berdiri pada tanggal 5
Februari 1947 di Jogyakarta, ditetapkan dan difungsikan sebagai pengurus besar
HMI yang pertama sekaligus merangkap sebagai pengurus cabang Jogyakarta
periode 1947-1948. Agar mahasiswa Islam dari luar STI tertarik memasuki HMI,
PB HMI harus diubah dengan memasukkan anggota-anggota HMI dari luar STI
untuk duduk dikepengurusan PB HMI. Pada tanggal 22 Agustus 1947, PB HMI
direshuffle MS Mintareja duduk sebagai ketua PB HMI, Lafran Pane sabagai
wakil ketua, Amin Nasution sebagai sekretaris menggantikan Anton Timur Jaelani
yang sudah bersama Yusdi Ghazali menduduki kepengurusan dalam PB PII yang
didirikan di Jogyakarta tanggal 4 Mei 1947. Setelah itu banyak mahasiswa Islam
yang masuk HMI. Kemudian dilangsungkan kongres I HMI di Jogyakarta tanggal
30 November 1947. Selain pemilihan ketua PB HMI yang baru yaitu MS
Mintareja, dan masuknya wajah-wajah baru seperti Ahmad Tirtosudirjo,
Ushuluddin Hutagalung, Suastuti Notoyudo, juga diadakan penetapan program
kerja jangka pendek dan jangkan panjang, mencakup intern organisasi dan
program perjuangan menghadapi kolonial Belanda.
3. Fase perjuangan bersenjata (1947-1949).
Tujuan HMI sebagaimana tertera dalam pasal IV AD (anggaran dasar)
yaitu menegakkan dan mengembangkan agama Islam; dan mempertinggi derajat
rakyat dan negara republik Indonesia. Maka menjadi kewajiban ketika untuk
HMI terjun kegelenggang medan pertempuran melawan Belanda untuk membantu
pemerintah baik langsung memegang senjata, bedil, dan bambu runcing, maupun
sebagai staff penerang dan penghubung..
Untuk menghadapi pemberontakkan PKI di Madiun 18 September 1948,
ketua PPMI/ Wakil Ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro membentuk Corps
Mahasiswa (CM), dengan Komandan Hartono dan wakil Komandan Ahmad
Tirtosudiro, ikut membantu Pemerintah menumpas pemberontakkan PKI di
Madiun, dengan mengerahkan anggota CM ke gunung-gunung, memperkuat
aparat pemerintah. Sejak itulah dendam kesumat PKI terhadap HMI tertanam.
Dendam disertai benci itu nampak sangat menonjol pada tahun 64-65, disaat-saat
menjelang meletusnya G30S/PKI.
4. Fase Pertumbuhan dan Pembangunan HMI (1950-1963)
Selama para kader HMI banyak yang terjun ke gelanggang pertempuran
melawan pihak-pihak agresor, selama itu pula pembinaan organisasi terabaikan.
Namun hal itu dilakukan secara sadar, karena itu semua untuk merealisir tujuan
dari HMI sendiri, serta dwi tugasnya yakni tugas Agama dan tugas Bangsa.
Pertumbuhan dan pembangunan organisasi HMI secara bertahap baru dapat
dilaksanakan selama 13 tahun, yakni dari tahun 1950-1963 yang garis besarnya
meliputi: Pembentukan cabang-cabang baru; Memindahkan PB HMI dari
Yogjakarta ke Jakarta; Menerbitkan media, yaitu majalah criterium, cerdas yang
sejak 1 Agustus 1954 berganti nama menjadi MEDIA; Mengdakan 8 kali
perubahan AD/ART HMI; Membuat/menentukan atribut-atribut HMI, seperti
emblem, bendera, dan muts HMI; Mengesahkan Hymne HMI; Merumuskan tafsir
asas HMI; Pengesahan kepribadian HMI; Pembentukan badan koordinasi
(BADKO) HMI dalam daerah tingkat I, yaitu provinsi; Menetapkan metode
training HMI; Pembentukan lembaga-lembaga HMI, seperti LDMI, LBHMI,
LEPAMI, LSMI, LPMI; Melaksanakan kongres selam 6 kali, yaitu sejak kongres
ke-2 hingga ke-7.
Selain yang bersifat intern adapula yang bersifat eksternal, yaitu:
Penegasan independendi HMI; Mendesak pemerintah supaya mengeluarkan
Undang-Undang Perguruan Tinggi; Mendesak pemerintah agar pelajaran agama
diajarkan di sekolah negeri maupun swasta sejak SD hingga PT; Menyatakan
bahwa komunisme bertentangan dengan Islam; Megeluarkan konsepsi tentang
peranan agama dalm pemangunan
5. Fase Tantangan (1964 – 1965)
Keikutsertaan HMI dalam menumpas pemberontakan PKI di Madiun
tahun 1948 menempatkan HMI sebagai organisasi yang harus dibubarkan oleh
PKI karena dianggap menjadi penghalang tercapainya tujuan PKI. Sesuai hasil
kongres CGMI organisasi mahasiswa underbow PKI di Salatiga, Juni 1961 untuk
melekuidasi HMI. Geakan pembubaran ini disokong oleh seluruh simpatisan dari
tiga partai besar yaitu partai komunis Indonesia (PKI), Partai Indonesia
(PARTINDO), dan partai nasional Indonesia (PNI) dan seluruh underbow ketiga
partai tersebut. Untuk membubarkan HMI sekita Maret 1965, dibentuklah paniti
aksi pembubaran HMI di Jakarta yang terdiri dari CGMI, GMNI, IPPI,
GRMINDO, GMD, MMI, dan Pemuda Marhaenis, Pemuda Rakyat, Pemuda
Indonesia, PPI, dan APPI.
Namun gerakan pembubaran HMI ini gagal saat dipuncak usaha
pembubaran tersebut. Usaha-usaha yang gigih dari kaum komunis dalam
membubarkan HMI ternyata tidak menjadi kenyataan, dan sejarahpun telah
membeberkan dengan jelas siapa yang kontra revolusi, PKI dengan puncak aksi
pada tanggal 30 September 1965 telah membuatnya sebagai salah satu organisasi
terlarang.
6. Fase kebangkitan HMI sebagai pejuang orde baru dan pelopor kebangkitan
angkatan 66
Tanggal 1 Oktober merupakan tugu pemisah antara orde lama dan orde
baru. Sebelum 1 Oktober timbul penyelewengan terhadap UUD 1945, Pancasila,
hukum, di bidang ekonomi dan moral yang mengakibatkan kemerosotan disegala
bidang. Pengalaman HMI menumpas “Madiun affair” tahun 1948 kembali
memanggil HMI turut serta dalam menumpas GESTAPU/PKI. Wakil ketua PB
HMI Mar’ie Muhammad tanggal 25 Oktober 1965 mngambil inisiatif mendirikan
KAMI (kesatuan aksi mahasiswa Islam), sebagaimana yang dilakukan oleh wakil
ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa untuk
menghadapi pemberontakan PKI di Madiun. KAMI mengumandangkan suara
“hati nurani rakyat” (HANURA) dalam “tri tuntutan rakyat” (TRITURA) di
halaman Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta, pada tanggal 10 Januari 1966
yang berisi: Bubarkan PKI, reatol kabinet, turunkan harga. Perisitwa sejarah ini
dikenal dengan hari Kebangkitan Angkatan 66 dan Orde Baru atau hari
TRITURA.
7. Fase Pembangunan nasional 1969-sekarang
HMI sebagai organsasi mahasiswa, dalam proses pembangunan ia
menciptakan sarana yang diperlukan sebagai penunjang pembangunan, meliputi
sarana pelaksana yaitu manusia itu sendiri. Selain itu, pembangunan HMI juga
meliputi konsepsi-konsepsi tertulis maupun yang tidak tertulis. Disisi lain HMI
juga aktif mendirikan SMP, SMA Islam di Yogyakarta tahun 1952 yang kini
diasuh oleh Yayasan Pembangunan Islam (YPI), mendirikan poliklinik di
Surabaya, Jakarta, Yogyakarta dan dibidang pertanian seperti di Tanjung Morawa
Medan.
8. Fase pergolakan dan pembaharuan pemikiran (1970-1998)
Sejak diberlakukannya undang-undang no. 8 tahun 1985 yang
mengharuskan semua partai dan organisasi harus berdasarkan pencasila. Kongres
ke-16 HMI di Padang tahun 1968 , HMI menyesuaikan diri dengan megubanh
asas Islam dengan Pancasila. Akibat penyesuaian ini, HMI terbagi dua menjadi
HMI MPO (majelis penyelamat organisasi) yang berasakan Islam dan DIPO
(Diponegoro) yang berasaskan Pancasila.
9. Fase reformasi (1998-2000)
Sesuai dengan kebijakan PB HMI, bahwa HMI tidak akan melakukan
tindakan-tindakan konstitusioanl dan konfrontasi terhadap pemeritnah. HMI
melakukan dan menyampaikan kritik secara langsung yang bersifat konstruktif.
10. Fase tantangan II (2000-sekarang)
Jika pada fase tantangan I (1964-1965) HMI dihadapkan kepada tantangan
eksternal yaitu menghadapi PKI. Berbeda dengan fase tantangan II ini HMI
dihadapkan bukan hanya tantangan eksternal tetapi juga internal. Masalah
internalnya yaitu; pertama, masalah eksistensi dan keberadaan HMI seperti
menurunnya jumlah mahasiswa baru masuk HMI, tidak terdapatnya HMI
diberbagai perguruan tinggi, institut, fakultas, akademisi, dan program studi
sebagai basis HMI. Kedua, masalah relevansi pemikiran-pemikiran HMI dalam
melakukan perbaikan dan perubahan yang mendasar terhadap berbagai masalah
yang muncul dalam berbagai masalah yang dihadapi bangsa. Ketiga, masalah
peran HMI sebagai organisasi perjuangan, efektifitas HMI untuk memecahkan
masalah yang dihadapi bangsa namun sudah banyak organisasi sejenis maupun
yang lain yang tampil lebih efektif dan dapat mengambil inisiatif terdepan untuk
memberi solusi terhadap permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia.
Tantangan eksternal yang dihadapi HMI yaitu menghadapi perubahan
zaman yang jauh berbeda dari abad ke-20 dan yang muncul pada abad ke-21 ini.
Tantangan terhadap peralihan generasi yang hidu ada zaman dan situasi yang
berbeda dalam berbagai spek kehidupan yang dijalani generasi muda bangsa, dan
beberapa permasalahan lainnya.

C. Tokoh HMI dan Perannya di Indonesia


1. Lafran Pane
Lafran Pane dikenal sebagai salah satu pendiri Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) pada tanggal 5 Februari 1947. Lafran Pane lahir di Padang
Sidempuan, 5 Februari 1922. Pendidikan sekolah Lafran Pane dimulai dari
Pesantren Muhammadiyah Sipirok. Sebelum tamat dari STI, Lafran pindah ke
Akademi Ilmu Politik (AIP) pada April 1948 Universitas Gajah Mada (UGM)
yang kemudian di Negerikan pada tahun 1949. Drs. Lafran Pane menjadi salah
satu sarjana ilmu politik pertama di Indonesia.
2. Nucholis Madjid
Prof. Dr. Nurcholish Madjid lahir di Jombang, Jawa Timur, 17 Maret
1939 – meninggal di Jakarta, 29 Agustus 2005 pada umur 66 tahun. Ia juga
populer dipanggil Cak Nur, adalah seorang pemikir Islam, cendekiawan, dan
budayawan Indonesia. Ia menjadi satu-satunya tokoh yang pernah menjabat
sebagai ketua Umum HMI selama dua periode. Ide dan gagasannya tentang
sekularisasi dan pluralisme pernah menimbulkan kontroversi dan mendapat
banyak perhatian dari berbagai kalangan masyarakat. Nurcholish pernah menjabat
sebagai Wakil Ketua Dewan Penasihat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia,
dan sebagai Rektor Universitas Paramadina, sampai dengan wafatnya pada tahun
2005.
3. Mahfud MD
Prof. Dr. Mohammad Mahfud M.D., S.H., S.U. (lahir di Sampang,
Madura, Jawa Timur, 13 Mei 1957; umur 60 tahun) adalah Ketua Mahkamah
Konstitusi periode 2008-2011 dan Hakim Konstitusi periode 2008-2013.[2]
Sebelumnya ia adalah anggota DPR dan Menteri Pertahanan pada Kabinet
Persatuan Nasional. Ia meraih gelar Doktor pada tahun 1993 dari Universitas
Gadjah Mada. Sebelum diangkat sebagai Menteri, Ia adalah pengajar dan Guru
Besar Hukum Tata Negara di Universitas Islam Indonesia (UII),
Yogyakarta.Ketua Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam
(KAHMI) (2012-Sekarang)
4. Anis Baswedan
Anies Rasyid Baswedan, Ph.D, lahir di Kuningan, Jawa Barat, 7 Mei
1969. Ia adalah seorang akademisi pendidikan Indonesia. Ia pernah menjabat
sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia untuk Kabinet
Kerja sejak 26 Oktober 2014 (mantan menteri Pendidikan dan kebudayaan) aktid
di HMI sejak berkuliah di UGM
5. Akbar Tanjung
Akbar Tanjung lahir di Sorkam, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, 14
Agustus 1945 adalah seorang politikus Indonesia dan mantan Ketua DPR-RI Pada
1966, ia menjadi aktivis Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia Universitas
Indonesia (KAMI-UI) dan LASKAR AMPERA Arief Rahman Hakim. Ia
merupakan ketum PB HMI periode 1971-1974. Pada 1972, ia turut mendirikan
Forum Komunikasi Organisasi Mahasiswa Ekstra Universiter (GMNI, GMKI,
PMKRI, PMII, dan HMI) dengan nama Kelompok Cipayung..

REFERENSI

https://id.wikipedia.org/wiki/Kategori:Tokoh_HMI
Moodul Lk1 basic training HMI Cabang Ciputat
Sitompul, Agussalim . Sejarah Perjuangan HMI. 2008. Jakarta: CV.Misaka
Galiza

Anda mungkin juga menyukai