Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Endometriosis disebabkan oleh jaringan endometrium atau selaput lender Rahim bagian
dalam yang setiap bulan luruh menjadi darah haid. Darah yang luruh ini seharusnya hanya keluar
lewat vagina dan sebagian kecil darah “tumpah“ melalui saluran telur ke dalam rongga abdomen
atau rongga perut. Seharusnya tubuh bisa menyerap darah yang luruh ini. Namun beberapa hal
seperti factor genetic dan factor lingkungan menyebabkan turunnya kemampuan system
pertahanan tubuh. Sehingga darah tidak di serap secara maksimal.

Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini menunjukkan angka kejadian yang
meningkat. Angka kejadian antara 5-15% dapat ditemukan antara semua operasi pelvic.
Endometriosis jarang di dapatkan pada orang-orang Negro, dan lebih sering didapatkan pada
wanita-wanita dari golongan social-ekonomi yang kuat. Yang menarik perhatian ialah bahwa
endometriosis lebih sering ditemukan pada wanita yang tidak kawin pada umur muda dan yang
tidak mempunyai banyak anak. Rupanya fungsi ovarium secara siklis yang terus menerus tanpa
diselingi oleh kehamilan, memengang peranan dalam terjadinya endometriosis.(Prawihardjo,
IlmuKandungan, 2010, Hal 317)

Endometriosis terjadi pada dua pertiga remaja yang mengalami nyeri yang bermakna saat
menstruasi. Remaja merupakan 8% wanita yang menderita endometriosis. Dari remaja-remaja
yang menderita endometriosis, 10% nya mengalami obstruksi congenital aliran keluar
menstruasi. Gejala-gejala yang paling mengarah ke endometriosis pada kelompok umur ini
adalah peningkatan dismenorea yang di dapat, nyeri panggul kronis, perubahan usus saat
menstruasi dan perdarahan vagina abnormal. Karena itu, pemeriksaan laparoskopi untuk
diagnostic harus dipertimbangkan pada remaja yang benar-benar menunjukkan gejala. Pada
kasus yang jarang, dapat terjadi endometriosis pasca menopause yang disebabkan oleh
penggunaan estrogen eksogen yang tidak teratur. (BukuSakuObstetridanGinekologi, 2009, Hal
670).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum

Memberikan asuhan keperawatan dengan masalah Endometriosis.

2. Tujuan Khusus
a. Memahami secara teoritis mengenai Endometriosis
b. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan masalah kesehatanEndometriosis.
c. Menganalisa data untuk menentukan diagnosa keperawatan dengan masalah
kesehatanEndometriosis.
d. Merencanakan diagnosa keperawatn pada klien dengan masalah kesehatanEndometriosis.
e. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan
Endometriosis
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Endometriosis adalah keadaan ketika sel-sel endometrium yang seharusnya terdapat hanya
dalam uterus, tersebar juga ke dalam rongga pelvis (Mary Baradero dkk, 2005). Endometriosis
merupakan suatu kondisi yang dicerminkan dengan keberadaan dan pertumbuhan jaringan
endometrium di luar uterus. Jaringan endometrium itu bisa tumbuh di ovarium, tuba falopii,
ligamen pembentuk uterus, atau bisa juga tumbuh di apendiks, colon, ureter dan pelvis (Scott, R
James, dkk. 2002). Endometriosis adalah lesi jinak atau lesi dengan sel-sel yang serupa dengan
sel-sel lapisan uterus tumbuh secara menyimpang dalam rongga pelvis diluar uterus (Brunner &
Suddarth, Keperawatan Medikal Bedah, 1556 : 2002). Endometriosis adalah terdapatnya
jaringan endometrium di luar kavum uterus. Bila jaringan endometrium terdapat di dalam
miometrium disebut adenomiosis (adenometriosis internal) sedangkan bila di luar uterus disebut
(endometriorisis ekterna) (Arif Mansjoer, Kapita Selekta, 381: 2001. Endometriosis merupakan
kondisi medis pada wanita yang ditandai dengan tumbuhnya sel-sel endometrium yang melapisi
kavum uteri sangat dipengaruhi hormone wanita. Dalam keadaan normal, sel-sel endometrium
kavum uteri akan menebal selama siklus menstruasi berlangsung agar nantinya siap menerima
hasil pemuahan sel telur oleh sperma. Bila sel telur tidak mengalami pembuahan, maka sel-sel
endometrium yang menebal akan meluruh dan keluar sebagai darah menstruasi.

Jaringan endometrial ektopik merespon dan menstimulus normal dengan cara yang sama
dengan yang dilakukan endometrium, selama menstruasi, jaringan ektopik mengalami
perdarahan, sehingga menyebabkan jaringan disekitarnya menjadi terinflamasi. Inflamasi ini
menyebabkan fibrosis, menyebabkan adhesi (pelekatan) yang menyebabkan nyeri dan infertil.

Endometriosis aktif biasanya muncul saat pasien berusia 30 dan 40 tahun, terutama wanita
yang terlambat hamil. Endometriosis tidak sering muncul pada pasien yang berusia dari 20
tahun. Gejala parah Endometriosis bisa menyerang tiba-tiba atau berkembang selama
berkembang selama bertahun-tahun. Gangguan ini biasanya menjadi semakin parah saat tahun-
tahun menstruasi; setelah menopause, Endometriosis cenderung hilang, komplikasi primer dari
Endometriosis adalah infertilitas.

B. Klasifikasi

Ada 2 jenis endometriosis yaitu endometriosis interna dan ekterna. Pada endometriosis
interna (adenomiosis ) terdapat di jaringan endometrium didalam miometrium. Pada
endometriosis eksterna terdapat dijaringan endometrium di luar uterus, seperti perimetrium, tuba
falopo, ovarium ( paling sering ), kandung kemih dan permukaan rectum , ligament uterus, “cu-
de-sac,” septum recto-vaginal, apendiks, usus. Kadang-kadang jaringan itu juga ditemukan
didalam bekas laparatomi, vagina, vulva, dan umbilicus. Dalam kepustakaam dipakai istilah
adenomatosis untuk endometriosis interna dan endometriosis untuk yang eksterna. (Tambayong,
Jan.Patofisiologi untuk keperawatan. 2000. jakarta: EGC)

C. Etiologi

Sampai saat ini etiologi endometriosis yang pasti belum jelas. Beberapa ahli mencoba
menerangkan kejadian endometriosis dengan berbagai teori, yakni teori implantasi dan
regurgitasi, metaplasia, hormonal, serta imunologik.

Teori implantasi dan regurgitasi mengemukakan adanya darah haid yang dapat mengalir dari
kavum uteri melalui tuba Falopii, tetapi tidak dapat menerangkan terjadinya endometriosis diluar
pelvis. Teori metaplasia menjelaskan terjadinya metaplasia pada sel-sel coelom yang berubah
menjadi endometrium. Menurut teori ini, perubahan tersebut terjadi akibat iritasi dan infeksi atau
pengaruh hormonal pada epitel coelom. Dari aspek endokrin, hal ini bisa diterima karena epitel
germinativum ovarium, endometrium, dan peritoneum berasal dari epitel coelom yang sama.

Yang paling dapat diterima yakni teori hormonal, yang berawal dari kenyataan bahwa
kehamilan dapat menyembuhkan endometriosis. Rendahnya kadar FSH (folicle stimulating
hormone), LH (luteinizing hormone), dan estradiol (E2) dapat menghilangkan endometriosis.
Pemberian steroid seks juga dapat menekan sekresi FSH, LH, dan E2. Pendapat yang sudah lama
dianut ini mengemukakan bahwa pertumbuhan endometriosis sangat tergantung pada kadar
estrogen dalam tubuh, tetapi akhir-akhir ini mulai diperdebatkan. Menurut Kim et al, kadar E2
ditemukan cukup tinggi pada kasus-kasus endometriosis. Olive (1990) menemukan kadar E2
serum pada setiap kelompok derajat endometriosis terdapat dalam batas normal. Keadaan ini
juga tidak bergantung pada beratnya derajat endometriosis, dan makin menimbulkan keraguan
mengenai penyebab sebenarnya dari endometriosis. Bila dianggap perkembangan endometriosis
bergantung pada kadar estrogen dalam tubuh, seharusnya terdapat hubungan bermakna antara
beratnya derajat endometriosis dengan kadar E2. Di lain pihak, bila kadar E2 tinggi dalam tubuh
maka senyawa ini akan diubah menjadi androgen melalui proses aromatisasi, yang berakibat
kadar testosteron (T) akan meningkat. Kenyataan pada penelitian tersebut, kadar T tidak berubah
secara bermakna menurut beratnya penyakit, bahkan dalam cairan peritoneal terlihat kadarnya
cenderung menurun seirama dengan E2. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa
memberatnya endometriosis tidak murni tergantung estrogen saja.

Teori endometriosis dapat dikaitkan dengan aktivitas sistem imun. Teori imunologik
menerangkan bahwa secara embriologik, sel epitel yang membungkus peritoneum parietal dan
permukaan ovarium memiliki asal yang sama; oleh karena itu sel-sel endometriosis akan sejenis
dengan mesotel. Telah diketahui bahwa CA-125 merupakan suatu antigen permukaan sel yang
semula diduga khas untuk ovarium. Endometriosis merupakan proses proliferasi sel yang bersifat
destruktif dan akan meningkatkan kadar CA-125. Oleh karena itu, antigen ini dipakai sebagai
penanda kimiawi.

Banyak peneliti yang berpendapat bahwa endometriosis merupakan penyakit autoimun


karena memiliki kriteria yang cenderung bersifat familiar, menimbulkan gejala klinik yang
melibatkan banyak organ, dan menunjukkan aktivitas sel B poliklonal. Danazol yang semula
dipakai untuk pengobatan endometriosis karena diduga bekerja secara hormonal, juga telah
dipakai untuk mengobati penyakit autoimun.Oleh karena itu selain oleh efek hormonalnya,
keberhasilan pengobatan danazol diduga juga oleh efek imunologik. Danazol mengurangi tempat
ikatan IgG (reseptor Fc) pada monosit, sehingga mempengaruhi aktivitas fagositik sel-sel
tersebut. Beberapa penelitian menemukan peningkatan IgM, IgG, serta Ig A dalam serum pasien
endometriosis.

Faktor predisposisi

1. Siklus mentruasi singkat


2. Aliran darah haid lama
3. Kelainan uterus yang menyumbat aliran darah
4. Penggunaan IUD
5. Senggama selama haid

D. Patofisiologi

Endometriosis berasal dari kata endometrium, yaitu jaringan yang melapisi dinding
rahim. Endometriosis terjadi bila endometrium tumbuh di luar rahim. Lokasi tumbuhnya
beragam di rongga perut, seperti di ovarium, tuba falopi, jaringan yang menunjang uterus, daerah
di antara vagina dan rectum, juga di kandung kemih. Endometriosis bukanlah suatu infeksi
menular seksual, sehingga tidak ada hubungannya dengan apakah seorang remaja pernah
berhubungan seksual atau tidak. Untuk memahami masalah endometriosis ini, kita perlu
memahami siklus menstruasi. Dalam setiap siklus menstruasi lapisan dinding rahim menebal
dengan tumbuhnya pembuluh darah dan jaringan, untuk mempersiapkan diri menerima sel telur
yang akan dilepaskan oleh indung telur yang terhubungkan dengan rahim oleh saluran yang
disebut tuba falopii atau saluran telur. Apabila telur yang sudah matang tersebut tidak dibuahi
oleh sel sperma, maka lapisan dinding rahim tadi luruh pada akhir siklus. Lepasnya lapisan
dinding rahim inilah yang disebut dengan peristiwa menstruasi. Keseluruhan proses ini diatur
oleh hormon, dan biasanya memerlukan waktu 28 sampai 30 hari sampai kembali lagi ke awal
proses. Salah satu teori mengatakan bahwa darah menstruasi masuk kembali ke tuba falopi
dengan membawa jaringan dari lapisan dinding rahim, sehingga jaringan tersebut menetap dan
tumbuh di luar rahim.

Teori lain mengatakan bahwa sel-sel jaringan endometrium keluar dari rahim melalui
pembuluh darah atau kelenjar getah bening, kemudian mulai tumbuh di lokasi baru. Namun, ada
pula teori yang mengatakan bahwa beberapa perempuan memang terlahir dengan sel-sel yang
“salah letak”, dan dapat tumbuh menjadi endometrial implant kelak. Berbagai penelitian masih
terus dilakukan untuk memahami endometriosis ini dengan baik sehingga dapat menentukan cara
yang tepat untuk mengobatinya. Dalam kasus endometriosis, walaupun jaringan endometrium
tumbuh di luar rahim dan menjadi “imigran gelap” di rongga perut seperti sudah disebutkan tadi,
struktur jaringan dan pembuluh darahnya juga sama dengan endometrium yang berada di dalam
rahim. Si imigran gelap (yang selanjutnya akan kita sebut endometrial implant) ini juga akan
merespons perubahan hormon dalam siklus menstruasi.

Menjelang masa menstruasi, jaringannya juga menebal. Namun, bila endometrium dapat
luruh dan melepaskan diri dari rahim dan ke luar menjadi darah menstruasi, endometrial implant
ini tidak punya jalan ke luar. Sehingga, mereka membesar pada setiap siklus, dan gejala
endometriosis (yaitu rasa sakit hebat di daerah perut) cenderung makin lama makin parah.
Intensitas rasa sakit yang disebabkan oleh endometriosis ini sangat tergantung pada letak dan
banyaknya endometrial implant yang ada pada kita. Walaupun demikian, endometrial implant
yang sangat kecil pun dapat menyebabkan kita kesakitan luar biasa apabila terletak di dekat saraf
(Utamadi, Gunadi, 2004). Setiap bulan, selaput endometrium akan berkembang dalam rahim dan
membentuk satu lapisan seperti dinding. Lapisan ini akan menebal pada awal siklus haid sebagai
persediaan menerima telur tersenyawa (embrio). Bagaimanapun jika tidak ada, dinding ini akan
runtuh dan dibuang sebagai haid.

Endometriosis yang ada di luar rahim juga akan mengalami proses sama seperti dalam
rahim dan berdarah setiap bulan. Oleh kerana selaput ini ada di tempat tidak sepatutnya, ia tidak
boleh keluar dari badan seperti lapisan endometrium dalam rahim. Pada masa sama, selaput ini
akan menghasilkan bahan kimia yang akan mengganggu selaput lain dan menyebabkan rasa
sakit. Lama kelamaan, lapisan endometriosis ini semakin tebal dan membentuk benjolan atau
kista (kantung berisi cecair) dalam ovari. (Prof.Dr.Nik Mohd Nasri Ismail, 2005)

E. Manifestasi Klinis

Endometriosis dapat ditemukan di berbagai tempat dan hal ini mempengaruhi gejala yang
ditimbulkan. Tempat yang paling sering ditemukan di belakang kavum uteri, pada jaringan
antara rektum dan vagina, dan permukaan rektum. Kadangkadang ditemukan juga di tuba
Falopii, ovarium, otot-otot pengikat rahim, kandung kencing, dan dinding samping panggul.

Setiap bulan jaringan endometriosis di luar kavum uteri mengalami penebalan dan
perdarahan mengikuti siklus menstruasi. Perdarahan ini tidak mempunyai saluran keluar seperti
darah menstruasi yang normal, tetapi terkumpul dalam rongga panggul dan menimbulkan nyeri.
Jaringan endometriosis dalam ovarium menyebabkan terbentuknya kista coklat. Akibat inlamasi
kronis pada jaringan endometriosis, terbentuk jaringan parut dan perlengketan organ-organ
reproduksi. Sel telur sendiri terjerat dalam jaringan parut yang tebal sehingga tidak dapat
dilepaskan. Sepertiga dari pasien endometriosis tidak memperlihatkan gejala apapun selain
infertilitas.

Gejala endometriosis bervariasi dan tidak bisa diprediksi. Nyeri haid (dismenorea), nyeri
pinggang kronis, nyeri pada saat berhubungan (dispareunea), dan infertilitas merupakan gejala
yang umum terjadi. Banyak pendapat yang dikemukakan berbagai peneliti mengenai nyeri yang
timbul. Pada dasarnya, nyeri pada endometriosis muncul sebagai akibat materi peradangan yang
dihasilkan oleh endometriosis yang aktif. Sel endometrium yang berpindah tadi akan terkelupas
dan terlokalisasi di suatu tempat, selanjutnya merangsang respon inflamasi dengan melepaskan
materi sitokin sehingga muncul perasaan nyeri. Selain itu, nyeri juga dapat ditimbulkan akibat
sel endometrium yang berpindah tersebut menyebabkan jaringan parut di tempat perlekatannya
dan menimbulkan perlengkatan organ seperti ovarium, ligamentum ovarium, tuba Fallopi, usus,
dan vesika urinaria. Perlengketan ini akan merusak organ-organ tersebut dan menimbulkan nyeri
yang hebat di sekitar panggul.

Endometriosis ditemukan pada 25% wanita infertil, dan diperkirakan 50%-60% dari kasus
endometriosis akan infertil. Endometriosis yang invasif akan mengakibatkan kemandulan akibat
berkurangnya fungsi kavum uteri dan adanya perlengketan pada tuba dan ovarium. Terdapat
beberapa teori yang mengemukakan bahwa endometriosis menghasilkan prostaglandin dan
materi proinflamasi lainnya, yang dapat mengganggu fungsi organ reproduksi dengan
menimbulkan kontraksi atau spasme. Juga dikemukakan bahwa pada endometriosis fungsi tuba
Fallopi menjadi terganggu dalam hal pengambilan sel telur dari ovarium, bahkan dapat merusak
epitel dinding kavum uteri dan menyebabkan kegagalan implantasi hasil pembuahan. Sebagai
akibat, pasien dengan endometriosis memiliki riwayat abortus tiga kali lebih sering dari pada
wanita normal.

Gejala yang sering ditemukan ialah nyeri, pendarahan, serta keluhan pada saat buang air
besar dan kecil. Hebatnya nyeri tergantung pada lokasi endometriosis, dapat berupa nyeri pada
saat menstruasi, serta nyeri selama dan sesudah hubungan intim. Pendarahan bisa banyak dan
lama pada saat menstruasi, berupa spotting sebelum menstruasi, menstruasi yang tidak teratur,
dan darah menstruasi berwarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir menstruasi.
Keluhan buang air besar dan kecil bisa berupa nyeri pada saat buang air besar, adanya darah
pada feses, diare, konstipasi dan kolik, serta nyeri sebelum, pada saat, dan sesudah buang air
kecil.

Nyeri diabdomen bawah, vagina, pelvis posterior, dan punggung yang dimulai 5 sampai 7 hari
sebelum mens, mencapai puncakanya saat hari perdarahan, dan berlangsung selama 2 sampai 3
hari

Tanda dan gejala lain tergantung pada lokasi jaringan ektopik:

1. Kandung kemih: nyeri suprapubis ,disuria, hematuria


2. Serviks, vagina dan periternium: perdarahan dari endapan endometrial di area-area
tersebut saat mens.
3. Ovarium : dispreunia yang menusuk dalam
4. Septum rektovaginal dan kolon: defekasi menyakitkan, perdarahan rektum saat mens,
nyeri di koksik atau sakrum.
5. Usus kecil dan apendiks: kram abdomal, mual dan muntah, yang semakin parah sebelum
mens.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laparoskopi digunakan untuk memastikan diagnosa dan menentukan stadium penyakit
sebelum penanganan dimulai.
2. Pemeriksaan pelvis dan uji papanicolaou
3. Kuldosentesis dapat menyingkap perdarahan intra abdominal yang berhubungan dengan
rupture spontan kista endometrium
4. Laparotomy

G. Penatalaksanaan Medis

Berdasar prinsip umpan balik negatif, pengobatan endometriosis awalnya masih


menggunakan estrogen. Dewasa ini, estrogen tidak terlalu disukai lagi dan mulai
ditinggalkan. Efek samping yang ditimbulkan kadang-kadang dapat berakibat lanjut
kematian. Salah satu efek samping yang sangat dikhawatirkan ialah terjadinya hiperplasia
endometrium yang dapat berkembang menjadi kanker endometrium.

Dari berbagai jenis hormon yang telah dipakai untuk pengobatan endometriosis dalam
dua dasawarsa terakhir ini, ternyata danazol termasuk golongan hormon sintetik pria turunan
androgen dengan substitusi gugus alkil pada atom C-17. Efek antigonadotropin Danazol ini
terjadi dengan cara menekan FSH dan LH, sehingga teriadi penghambatan steroidogenesis
ovarium. Pemberian danazol mengakibatkan jaringan endometriosis menjadi atrofi dan
diikuti dengan aktivasi mekanisme penyembuhan dan resorpsi penyakit.

Androgen dapat membebani fungsi hati; oleh karena itu danazol tidak dianjurkan pada
pasien endometriosis dengan penyakit hati, ginjal, dan jantung. Selain itu, hormon ini juga
termasuk hormon pria sehingga efeknya tidak terlalu nyaman bagi wanita. Danazol juga
kadang-kadang menyebabkan perdarahan bercak (spotting) yang tidak menyenangkan.
Dewasa ini dipakai preparat medroksi progesteron asetat (MPA) dan didrogesteron. Kedua
senyawa ini merupakan progesteron alamiah dengan efek samping yang tidak separah
danazol. Bentuk yang tersedia berupa paket komposit, jadi satu tablet dapat terdiri dari
beberapa jenis obat.

Mengingat endometriosis dapat menyebabkan infertilitas, pengobatan endometriosis pada


pasien dengan infertilitas harus mendapatkan perhatian. Pilihan pengobatan endometriosis
pada kasus infertilitas belum seragam dan bergantung pada beberapa faktor, yaitu usia,
luasnya endometriosis, luas dan lokasi perlekatan pelvik, dan faktor-faktor infertilitas secara
bersamaan. Kepastian diagnosis endometriosis harus dibuat pada saat laparoskopi atau
laparotomi; oleh karena itu rencana pengobatan juga harus dirancang dan dimulai di meja
operasi. Dengan adanya perkembangan pesat berbagai tehnik pengobatan, termasuk
elektrokauter, laser, dan laparoskopi operatif, maka semua susunan endometriosis yang
tampak pada saat laparoskopi awal kini telah mampu diablasi.

Pada endometriosis derajat berat dan luas, pembedahan atraumatik merupakan pilihan
utama karena sudah diketahui bahwa endometrioma yang lebih besar dari 1 cm tidak
menyusut selama pengobatan medikamentosa. Pengangkatan endometrioma saat operasi
dilakukan karena faktorfaktor mekanik antara lain perlekatan yang mengganggu mekanisme
penangkapan ovum hanya dapat ditanggulangi dengan pembedahan; oleh karena itu, sekuele
endometriosis merupakan indikasi primer untuk pembedahan.

Pada endometriosis derajat minimal, pengamatan dan sikap menunggu sering


menghasilkan kehamilan. Pada derajat ringan, pengobatan medikamentosa merupakan
pilihan. Bila endometriosis ringan terjadi bersamaan dengan faktor-faktor infertilitas lainnya,
hasil yang baik akan diperoleh dengan memperbaiki faktorfaktor infertilitas tersebut. Pada
endometriosis ringan, bila disertai anovulasi, luteinized unruptured follicle (LUF), defek fase
luteal, serta hiperprolaktinemia hendaknya hal-hal tersebut diperbaiki terlebih dahulu. Bila
pendekatan demikian tidak menghasilkan kehamilan dalam waktu dekat, maka
endometriosisnya harus diobati terlebih dahulu.

Dengan mikroskop elektron akan terlihat bahwa lesi endometriosis yang sederhana
biasanya terpencar pada permukaan peritoneum sebagai polip-polip kecil atau bongkah-
bongkah berdiameter <1 mm. Lesi endometriosis ini tidak dapat dilihat dengan mata
telanjang atau dengan laparoskopi saja. Lesi ini juga tidak dapat dirusak dengan pembedahan
atau koagulasi. Meskipun belum terlihat adanya destruksi sempurna, lesi-lesi demikian dapat
menyusut selama pengobatan medikamentosa; oleh karena itu kombinasi obat-obatan dengan
pembedahan harus beriringan.

Skema pengobatan endometriosis disusun berdasarkan gejala yang paling utama


dikeluhkan oleh pasien. Nyeri dan infertilitas merupakan gejala yang paling sering
dikeluhkan oleh pasien endometriosis.

1. Androgen, misalnya danazol, diberikan pada saat stadium 1 dan 2 (bentuk ringan dengan
endometria superfisial dan adhesi yang sangan tipis) bagi wanita yang ingin memiliki
anak.
2. Progestin dan kontrasepsi hormonal juga bisa meringankan gejala.
3. Agonis hormonal pelepas-gonadtropin bisa menekan produksi estrogen, karena bisa
membuat perubahan atropik dijaringan endometrial ektopik dan bisa menyembuhkan.
4. Laparaskopi memungkinkan penguapan laser pada implan (diikuti dengan terapi hormon)
atau bisa digunakan untuk memicuadhesi lisis, membuang implan kecil, dan kauterisasi
implam.
5. Pembedahan bisa dibutuhkan untuk mencegah kanker(jika ada gumpalan di ovarium)
6. Endometriosis parah munkin membutuhkan histerektomi abdomen total dan kemunkinan
salpingo-ooforektomi bilateral.
7. Laser atau elektro kauterisasi dan biopsy tujuannya menghentikan perkembangan lesi
yang ada dan mencegah pertumbuhan lesi baru ,mengurangi nyeri dan gejala lain,
mempertahankan kesuburan dan memvalidasi gejala. (Sinclair, Constance. Bukusaku
kebidanan. 2010. jakarta: EGC)

H. Komplikasi
1. Infertilitas
2. Rupture endrometrioma intrauterine
3. Obstruksiususdan ureter
4. Arbortusspontan
5. Mandul
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat

2. Identitas penanggungjawab
Meliputi: nama, pekerjaan, alamat, hubungan

3. Diagnose dan informasi penting waktu masuk


Meliputi: tanggal masuk, No. medical record, ruang rawat, diagnose medic, yang
mengirim/merujuk, alasan masuk

4. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama masuk :
b. Keluhan sekarang :
c. Riwayat kesehatan yang lalu :
d. Riwayat kesehatan keluarga :

5. Kebutuhan dasar
a. Makan
Sehat:
Sakit:
b. Minum
Sehat:
Sakit:
c. Tidur
Sehat :
Sakit :
d. Mandi
Sehat :
Sakit :
e. Eliminasi
Sehat :
Sakit :
f. Aktivitas
Sehat :
Sakit :

6. Pemeriksaan fisik
a. Tinggi/ berat badan :
b. Tekanan darah : normal
c. Suhu : tinggi
d. Nadi : meningkat
e. Pernapasan :
f. Rambut :
g. Telinga :
h. Mata :
i. Hidung :
j. Mulut leher :
k. Thoraks :I :
P :
P :
A:
l. Abdomen :I :
P : bising usus hipoaktif
P : adanya nyeri
A:
m. Kulit :
n. Ekstremitas :
7. Data Psikologis
a. Status emosional :
b. Kecemasan :
c. Pola koping :
d. Gaya komunikasi :
e. Konsep diri :

8. Data ekonomi social :

9. Data spiritual :

10. Lingkungan tempat tinggal

Meliputi: Tempat pembuangan kotoran, Tempat pembuangan sampah, Perkarangan,


Sumer air minum, Pembuangan air limbah

11. Pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan penunjang

12. Program terapi dokter

B. Diagnosa Keperawatan

C. Intervensi Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai