Anda di halaman 1dari 102

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK

DALAM KITAB WASHOYA AL ABA’ LIL ABNAA’


KARYA MUHAMMAD SYAKIR AL-ISKANDARI

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

MUHAMMAD SULKHAN

NIM: 111-12-143

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2017

i
ii
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

ْ ‫اﺗﱠﺒِﻌُ ْﻮا َﻣ ْﻦ َﻻ ﻳَ ْﺴﺄَﻟُ ُﻜ ْﻢ أ‬


‫َﺟًﺮا َوُﻫ ْﻢ ُﻣ ْﻬﺘَ ُﺪ ْو َن‬
Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu, dan mereka adalah orang-
orang yang mendapat petunjuk (QS Yasiin: 21)

PERSEMBAHAN
Untuk Orang tuaku, Bapak Dul Bakri (Alm) dan Ibu Mutmainah. Semoga Allah
selalu menjaga dan melimpahkan rahmat-Nya.
Kakakku tercinta, Nikmatul Azizah dan Muhammad Mahfud, serta ponakanku
Dafiq Rival Pratama Mahfud.
Keluarga Ndalem KH. Mahfudz Ridwan.Lc, yang telah memberikan ilmu dalam
pijakan hidupku.
Para Asatidz dan Keluarga besar PP. Edi Mancoro yang telah membimbing dan
menemani perjalananku.
Semua orang yang pernah berjasa dalam nafasku maupun yang pernah
menyibukkan pikiranku.

vi
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan

hidayah-Nya hingga penulis dapat menyelesikan skripsi ini yang berjudul

“Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ Karya

Muhammad Syakir Al-Iskandari’

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi

Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan

hingga terang benderang, semoga kita semua diakui sebagai umatnya yang kelak

mendapatkan syafaatnya di akhirat.

Selanjutnya penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada berbagai

pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini, kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor Intitut Agama Islam
Negeri Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.

4. Ibu Dra. Ulfah Susilawati, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik

yang telah membimbing penulis dalam memempuh studi di IAIN Salatiga.

5. Bapak H. Agus Ahmad Su’aidi, M.A. selaku Dosen Pembimbing Skripsi

yang telah dengan sabarnya memberikan bimbingan dan arahan kepada

penulis dalam penyusunan skripsi ini.

vii
6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu

selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi.

7. Keluarga dan seluruh pihak yang selalu mendorong dan memberikan

motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.

8. Keluarga Ndalem KH. Mahfudz Ridwan, Lc yang telah memberikan ridho

dan bimbingan dalam menuntut ilmu.

9. Keluarga besar Pondok Pesantren Edi Mancoro, para asatidz dan teman-

teman santri yang telah mendewasakan penulis setiap harinya dalam

warna-warni kehidupan.

10. Teman-teman Jurusan S1 Pendidikan Agama Islam angkatan 2012,

terutama Kelas PAI D yang telah memberikan banyak cerita dan canda

selama menempuh pendidikan di IAIN Salatiga

Semoga skripsi ini dapat memberikan tambahan wawasan yang lebih luas

dan dapat menjadi sumbangan pemikiran kepada para pembaca. Penulis sadar

bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu,

kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan skripsi ini.

Wassalammu’alaikum wr.wb.

Salatiga, 14 Maret 2017


Penulis,

Muhammad Sulkhan
NIM. 11112143

viii
ABSTRAK
Sulkhan, Muhammad. 2017. Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab Washoya Al
Aba’ Lil Abnaa’ karya Muhammad Syakir Al-Iskandari. Jurusan
Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Tarbiyah dan ilmu
keguruan (FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Pembimbing: H. Ahmad Agus Su’aidi, M.A.
Kata Kunci: Konsep Pendidikan Akhlak, Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’

Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui konsep pendidikan


akhlak dalam kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ karya Muhammad Syakir Al-
Iskandari. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1)
Bagaimana konsep pendidikan akhlak didalam kitab Washoya Al Aba’ Lil
Abnaa’?, (2) Bagaimana relevansi konsep pendidikan akhlak didalam kitab
Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ dengan zaman kekinian?

Metode penelitian yang digunakan yaitu literature (kepustakaan).


Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan
cara mengamati pada sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah buku-buku,
artikel atau lainnya yang berkaitan dengan skripsi ini. Pengumpulan data dibagi
menjadi dua sumber yaitu data primer dan sekunder. Kemudian data dianalisis
menggunakan metode deskriptif, filosofis dan kontekstual.

Hasil penelitian menunjukan bahwa konsep pendidikan akhlak dalam kitab


Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ meliputi; akhlak kepada Allah, akhlak kepada
Rasulullah, akhlak kepada orang tua, akhlak kepada saudara (teman), adab sehari-
hari, akhlak mahmudah dan akhlak madzmumah. Sedangkan relevansi konsep
pendidikan akhlak dalam kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ dalam konteks
kekinian dapat menjadi solusi dalam memperbaiki akhlak, khususnya dalam
menghadapi karakteristik zaman sekarang atau kekinian.

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

LEMBAR BERLOGO.............................................................................................ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................................................... iii

PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................ iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN................................................................v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vi

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii

ABSTRAK ............................................................................................................. ix

DAFTAR ISI ............................................................................................................x

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................1

B. Rumusan Masalah.............................................................................4

C. Tujuan Penelitian ..............................................................................4

D. Kegunaan Penelitian .........................................................................5

E. Metode Penelitian .............................................................................6

F. Telaah Pustaka..................................................................................7

G. Penegasan Istilah ..............................................................................8

H. Sistematika Penelitian ....................................................................11

x
BAB II : BIOGRAFI MUHAMMAD SYAKIR AL-ISKANDARI

A. Situasi Sosial Politik Menjelang Kelahiran Muhammad Syakir ...13

B. Riwayat Muhammad Syakir Al-Iskandari ......................................15

C. Karya-Karya Muhammad Syakir Al-Iskandari ..............................17

D. Sistematika Penulisan Kitab Washoya Al-Aba’ Lil Abnaa’ ..........18

BAB III: LANDASAN TEORI

A. Konsep Pendidikan Akhlak ........................................................... 20

B. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak .............................................. 24

C. Tujuan Pendidikan Akhlak............................................................ 29

D. Unsur-Unsur Pendidikan Akhlak .................................................. 30

E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendidikan Akhlak.............. 40

F. Macam-Macam Akhlak Dalam Al-Qur’an ................................... 42

BAB IV : ANALISIS

A. Konsep Pendidikan Akhlak Muhammad Syakir Al-Iskandari .......47

B. Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’....50

C. Relevansi Konsep Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Washoya Al

Aba’ Lil Abnaa’ Dikaitkan Dengan Konteks Kekinian..................71

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................74

B. Saran .................................................................................................77

xi
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lamp. 1 : Lembar Konsultasi Skripsi

Lamp. 2 : Surat Penunjukan Pembimbing

Lamp. 3 : Daftar Nilai SKK

Lamp. 4 : Biografi Penulis

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam sebagai agama yang universal dan abadi memberikan pedoman

hidup (way of life) bagi manusia menuju kebahagiaan hidup lahir dan batin,

serta dunia akhirat (Razak, 1984:9). Kebahagiaan hidup manusia itulah yang

menjadi sasaran hidup manusia yang pencapaiannya sangat bergantung pada

proses pendidikan.

Muhammad Athiyah Al-Abrasyi memberikan pengertian bahwa

pendidikan Islam mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan

berbahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya

(akhlaknya), tetatur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya,

manis tutur katanya baik dengan lisan maupun tulisan (Iqbal, 2015:566).

Pendidikan akhlak mempunyai peranan penting dalam menentukan

kehidupan. Dilihat dari substansinya, manusia memiliki perilaku istimewa yang

tidak dimiliki oleh entitas-entitas lain di alam semesta sehingga manusia

merupakan entitas yang paling unggul.

Oleh karena itu, pendidikan akhlak sangat penting bahkan menjadi

bagian yang terpenting dalam pendidikan Islam. Ajaran Islam banyak yang

membahas ajaran-ajaran tentang akhlak mulia karena pembentukan akhlak

mulia itu adalah misi Islam yang utama. Akhlak dalam Islam menempati posisi

yang sangat esensial, karena kesempurnaan iman seorang muslim itu

ditentukan oleh kualitas akhlaknya.

1
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk memiliki nilai-nilai akhlak

yang mulia dengan merujuk pada pribadi Rasulullah Muhammad SAW

sebagaimana firman Allah dalam Qur’an Surat Al Ahzab ayat 21:

              

  


Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang
baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.

Lingkungan berkontribusi sangat besar bagi pembentukan akhlak

seseorang. Jika seseorang hidup di lingkungan yang baik maka sangat mungkin

kepribadian seseorang tersebut akan baik. Tetapi, perkembangan zaman terus

melaju seiring perkembangan moral yang semakin memburuk. Karena

pendidikan yang ada hanyalah proses transfer penghetahuan saja dan belum

menyentuh akar yang lebih mendalam lagi, seperti pembentukan kepribadian,

pengembangan potensi diri dan mental yang sanggup menghadapi

perkembangan zaman. Masalah pendidikan semakin runyam dengan kondisi

anak didik yang semakin sulit untuk diingatkan dan tidak bernilai dalam tindak

tanduknya (Sutrisno, 2006: 5). Tawuran antar pelajar adalah contoh kerusakan

moral dan akhlak generasi muda.

Fenomena ini sangat memprihatinkan, mengingat banyaknya masyarakat

yang lemah pemahamannya tentang pendidikan terutama pendidikan akhlak

padahal telah terjadi perubahan yang sangat besar dalam pola kehidupan anak

akibat perkembangan teknologi. Banyak terjadi perubahan yang menyulitkan

2
anak dalam memahami hal-hal mendasar tentang diri manusia serta

perubahannya. Orang tua mengalami kesulitan ketika menyampaikan hal

tersebut kepada anaknya. Dalam kondisi tersebut orang tua dituntut lebih

bijaksana dalam mendidik anaknya. Sebagaimana Rasulullah bersabda:

(‫ﻀ ُﻞ ِﻣ ْﻦ اََد ٍب َﺣ َﺴ ٍﻦ )رواﻩ اﲪﺪ‬ ِِ ِ


َ ْ‫َﻣﺎ َﳓَ َﻞ َواﻟَ ٌﺪ َوﻟﺪﻩ أَﻓ‬
Artinya: “Tiada pemberian pun yang lebih utama dari orang tua kepada
anaknya, selain pendidikan yang baik”. (H.R Ahmad). (Musnad
Ahmad juz 4, hlm. 14977).

Mendidik dan memberi tuntunan merupakan sebaik-baik pemberian yang

diberikan oleh orang tua. Karena orang tua sangat berperan penting dalam

pembentukan kepribadian dan pendidikan agama seorang anak. Hal ini tertuang

dalam firman Allah SWT dalam Qur’an Surat At Tahrim ayat 6:

          

           

Artinya; “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu


dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.

Melihat begitu pentingnya pendidikan akhlak yang dimulai dari masa

dini hingga masa yang akan datang dan untuk menumbuhkan akhlak yang

diajarkan oleh Rasulullah maka Muhammad Syakir Al-Iskandari menulis

sebuah kitab yang berisi nasehat tentang akhlak dan diberi nama Washoya Al-

Abaa Lil Abnaa’. Beliau lahir di Jurja’. Beliau merupakan seorang ulama besar

dan sekaligus seorang guru besar dari Al-Azhar. Kitab Washoya Al-Abaa Lil

3
Abnaa’ dapat diartikan sebagai kitab yang memudahkan seseorang untuk

memahami dan mengajarkan akhlak. Kitab ini menjelaskan akhlak-akhlak yang

harus dilaksanakan dan akhlak yang harus ditinggalkan. Kitab ini terdiri dari 52

halaman dan terbagi menjadi 20 bab.

Dengan demikian, penulis bermaksud mengkaji lebih jauh dalam sebuah

penelitian dengan judul “KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM

KITAB WASHOYA AL-ABA’ LIL ABNAA’ KARYA MUHAMMAD

SYAKIR AL-ISKANDARI”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab

Washoya Al-Abaa’ Lil Abnaa’?

2. Bagaimana relevansi konsep pendidikan akhlak dalam kitab Washoya Al-

Aba’ Lil Abnaa’ dengan konteks kekinian?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan konsep pendidikan akhlak dalam kitab Washoya Al-Aba’

Lil Abnaa’.

2. Menemukan relevansi konsep pendidikan akhlak dalam kitab Washoya Al-

Aba’ Lil Abnaa’ dengan konteks kekinian.

D. Kegunaan Penelitian

4
Dari penelitian ini diharapkan nantinya akan memberikan manfaat,

adapun manfaatnya sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Memberi kejelasan secara teoritis tentang konsep pendidikan akhlak

dalam kitab Washoya Al-Aba’ Lil Abnaa’.

b. Menambah dan memperkaya keilmuan di dunia pendidikan.

c. Memberi sumbangan data ilmiah di bidang pendidikan akhlak bagi

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam

di IAIN Salatiga.

2. Manfaat Praktis

Setelah proses penelitian diselesaikan, diharapkan hasil tulisan ini

dapat bermanfaat dalam memberikan gambaran yang jelas tentang konsep

pendidikan akhlak dalam kitab Washoya Al-Aba’ lil Abnaa’ dan

relevansinya terhadap zaman kekinian. Dengan demikian penulisan ini bisa

memberikan manfaat baik teoritis maupun praktis dalam dunia pendidikan,

yaitu wacana baru yang bisa dijadikan sebagai bahan renungan bersama

sesama praktisi pendidikan dalam memberikan cara pandang dan landasan

pijak dalam memahami bagaimana relevansi pendidikan akhlak dalam kitab

Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ untuk menghadapi kebutuhan zaman.

E. Metode Penelitian

5
1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kepustakaan

(library research), karena yang dijadikan objek kajian adalah hasil karya

tulis yang merupakan hasil pemikiran.

2. Sumber Data

a. Data primer diambil dari buku utamanya yaitu kitab Washoya Al-Aba’ Lil

Abnaa’ karya Muhammad Syakir Al-Iskandari.

b. Data Sekunder diambil dari buku-buku yang terkait dengan judul

penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data pustaka yaitu

membaca, mencatat serta mengolah bahan penelitian dari berbagai buku dan

karya ilmiah yang mendukung penelitian skripsi ini. Dengan mengutamakan

data primer.

4. Teknik Analisis Data

Melihat objek penelitian yang berupa buku-buku atau literatur, maka

penelitian ini menggunakan teknik analisa dengan cara deskriptif, filosofis

dan kontekstual.

a. Metode Deskriptif

Metode deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk

pengumpulan data untuk menguji atau menjawab objek yang di teliti

(Muhamad, 2008:18). Adapun tujuan dari metode ini yaitu untuk

6
membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematik,

komprehensif, faktual dan akurat tentang objek yang diteliti.

b. Metode Filosofis

Metode filosofis adalah metode penelitian pendidikan yang

meneliti, mengurai, melakukan analisa, mencari dan menemukan hal

baru, serta berusaha mengembangkannya secara maksimal (Muliawan,

2014:91).

c. Metode Kontekstual

Dalam kamus besar bahasa Indonesia konteks berarti apa yang ada

di depan dan di belakang (KKBI, 2005:521). Metode kontekstual adalah

metode yang digunakan untuk mencari, mengolah, dan menemukan

kondisi yang lebih konkret (terkait dengan kehidupan nyata). Metode ini

akan membantu penulis untuk mengaitkan antara isi yang ada di dalam

kitab Washoya Al-Aba’ Lil Abnaa’ dengan situasi dunia nyata dan

mendorong penulis untuk membuat hubungan antara isi yang ada dalam

kitab Washoya Al-Aba’ Lil Abnaa’ dengan penerapannya dalam

kehidupan kekinian.

F. Telaah Pustaka

Untuk menghindari terjadinya plagiasi, maka penulis memaparkan karya

ilmiah yang sudah ada. Selain itu telaah pustaka juga untuk melihat orisinilitas

skripsi.

7
Muhammad Irsyadi dengan skripsinya yang berjudul “Pendidikan

Kepribadian Anak Dalam Kitab Washoya Al aba’ Lil Abnaa Karya

Muhammad Syakir”. Berisi tentang kepribadian anak dan relevansinya

terhadap kehidupan era sekarang (http://perpus.iainsalatiga.ac.id

/resultDocDig.php?rd =2&keyword=washoya&by2=0&by=0, diakses pada 04

April 2017, 00.28)

Penulisan skripsi ini berbeda dengan skripsi yang diatas, kajian

difokuskan tentang konsep pendidikan akhlak secara umum dan dikaitkan

dengan zaman sekarang.

G. Penegasan Istilah

Untuk memudahkan atau menjaga agar tidak terjadi kesalahfahaman,

maka penulis kemukakan penegasan istilah dari judul skripsi berikut:

1. Konsep

Konsep adalah pokok pertama yang mendasari keseluruhan pemikiran

(Ensiklopedi Indonesia, 1991:1856). Selain itu ada juga yang mengartikan

bahwa konsep adalah rancangan, ide atau pemikiran yang diabstrakkan dari

peristiwa konkret (KBBI, 2005:588).

2. Pendidikan

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang

atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran dan latihan (KBBI,2003:204). Menurut Omar Mohammad al-

Toumy al-Syaebani pendidikan adalah usaha mengubah tingkah laku

8
individu dalam kehidupan masyarakatnya dan kehidupan alam sekitarnya

(Muhmidayeli, 2013:66).

Jadi dengan kata lain, pendidikan memiliki makna sentral sebagai

proses pencerdasan secara utuh dalam rangka mencapai apa yang di cita-

citakan

3. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan adalah sebagai alat untuk menentukan haluan

pendidikan yang terbagi pada tiga tahap, yaitu tujuan khusus (objectives),

tujuan umum (goals), dan tujuan akhir (aims) (Langgulung, 1995:21).

4. Unsur-unsur pendidikan

Menurut Muliawan (2014: 20) unsur-unsur pendidikan terdiri dari 5

unsur yaitu pendidik, anak didik, kurikulum, metode dan lembaga.

a. Pendidik

Pendidik dalam arti sederhana adalah semua orang yang dapat

membantu perkembangan kepribadian seseorang dan mengarahkannya

pada tujuan pendidikan (Jumali, 2004:39).

b. Anak didik

Anak didik ialah anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik

dari segi fisik maupun dari segi mental psikologi (Jumali, 2004:35).

c. Kurikulum

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai

tujuan, isi, tambahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai

9
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan

pendidikan tertentu (UU RI No 20, 2003: 7).

d. Metode

Ditinjau dari segi etimologis (bahasa), metode berasal dari bahasa

Yunani, yaitu “methodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata, yaitu

“metha” yang berarti melalui atau melewati, dan “hodos” yang berarti

jalan atau cara. Maka metode memiliki arti suatu jalan yang dilalui untuk

mencapai tujuan (Arifin, 1996 : 61).

e. Lembaga

Lembaga merupakan wadah untuk menampung semua yang terjadi

dalam proses belajar mengajar. Lembaga dapat diartikan juga sebagai

badan (organisasi) yang bermaksud melakukan sesuatu penyelidikan

keilmuan atau melakukan sesuatu usaha (KBBI, 2005:582).

5. Akhlak

Al Ghazali dalam kitab ihya’ Ulum al-Din menyatakan bahwa

pengertian akhlak adalah suatu keadaan dalam jiwa yang tetap yang

memunculkan suatu perbuatan secara mudah dan ringan tanpa perlu

pertimbangan dan analisa (Jamil, 2013:2)

6. Kitab Washoya Al-Abaa’ Lil Abnaa’

Kitab Washoya Al-Abaa’ Lil Abnaa’ yaitu kitab yang berisi tentang

akhlaq-akhlaq yang mulia ( yang diridhoi Allah ). Kitab ini ditulis oleh

seorang ulama’ yang bernama Muhammad Syakir Al-Iskandari, beliau

dilahirkan di Jurja’ pada 1866 M. Kitab yang berisi sebanyak 52 halaman

10
dan berisi sebanyak 20 bab ini sangat ringkas dan mudah dipelajari. Kitab

ini sangat dibutuhkan bagi setiap murid untuk mewujudkan cita-citanya.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran yang jelas dan menyeluruh sehingga

pembaca nantinya dapat memahami tentang isi skripsi ini dengan mudah, maka

penulis memberikan sistematika penulisan dengan penjelasan secara garis

besar. Skripsi ini terdiri dari lima bab yang masing-masing saling berkaitan

yaitu sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, telaah

pustaka, penegasan istilah, sistematika penulisan.

BAB II BIOGRAFI MUHAMMAD SYAKIR AL-ISKANDARI.

Pembahasan bab ini berisi tentang biografi intelektual tokoh Muhammad

Syakir Al-Iskandari, yang meliputi: biografi Muhammad Syakir Al-Iskandari,

situasi sosial politik menjelang kelahiran Muhammad Syakir Al-Iskandari,

karya pemikiran Muhammad Syakir Al-Iskandari, sistematika penulisan kitab

Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’.

BAB III LANDASAN TEORI TENTANG KONSEP PENDIDIKAN

AKHLAK DALAM KITAB WASHOYA AL-ABA’ LIL ABNAA’. Pada bab

ini dibahas pengertian konsep pendidikan akhlak, ruang lingkup pendidikan

akhlak, tujuan pendidikan akhlak, unsur-unsur pendidikan akhlak, metode

11
pendidikan akhlak, faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan akhlak, dan

macam-macam akhlak.

BAB IV ANALISIS KITAB WASHOYA AL ABA’ LIL ABNA’ DAN

RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB

WASHOYA AL-ABAA LIL ABNAA’ DI KAITKAN DENGAN

KONTEKS KEKINIAN. Pada bab ini dijelaskan pemikiran Muhammad

Syaki tentang konsep pendidikan akhlak dan relevansi konsep pendidikan

akhlak yang ada dalam kitab Washoya Al-Abaa Lil Abnaa’ yang di kaitkan

dengan konteks kekinian.

BAB V PENUTUP. Bab ini memuat kesimpulan penulis dari

pembahasan skripsi ini, saran-saran dan kalimat penutup yang sekiranya

dianggap penting dan daftar pustaka.

12
BAB II

BIOGRAFI MUHAMMAD SYAKIR AL-ISKANDARI

A. Situasi Sosial Politik Menjelang Kelahiran Muhammad Syakir Al-

Iskandari

Pada masa abad ke-19 (1800 M) bangsa Eropa telah mendominasi dunia.

Dalam abad ke 19 dan awal abad ke 20, didorong oleh kebutuhan ekonomi

industri terhadap bahan-bahan baku dan pemasarannya, juga oleh kompetisi

politik dan ekonomi satu sama lain, negara-negara Eropa menegakkan teritorial

dunia. Pada awal abad ke 20 kekuatan Eropa hampir menguasai seluruh dunia

Islam (Munthoha dkk., 2002: 83).

Albert Hourani mengatakan pada saat Negara Arab ditaklukan oleh

Prancis, membuat masyarakat Arab waktu itu tidak lagi hidup dalam keadaan

stabil serta tidak mapan pada sistem kebudayaannya. Sehingga, keperluan

mereka yang mendesak adalah bagaimana menggerakkan kekuatan agar

selamat dari dominasi bangsa lain. Kerajaan Usmani misalnya, harus

mengadopsi metode-metode baru dalam pengorganisasian militer, administrasi

dan kode-kode hukum pola Eropa. Begitu juga yang dilakukan oleh dua

penguasa otonomi dari propinsi kerajaan tersebut, Mesir dan Tunisia

(Munthoha dkk., 2002: 84).

Dalam perkembangan bidang pendidikan di Mesir yang sudah

terpengaruh oleh pendidikan Barat, madrasah di Mesir menjadi lembaga

pendidikan yang terpisah dari masjid. Hal ini terjadi karena model pendidikan

Barat yang klasikal dan memisahkan antara ilmu agama dan umum. Dengan

13
demikian, madrasah dipandang sebagai model pengajaran formal dari ilmu-ilmu

agama saja (Al Qur’an, hadist, akhlak, akidah dan fiqih).

Pada saat Mesir dibawah kekuasaan Usmaniyah Turki, kitab-kitab yang

berada di perpustakaan Mesir dipindahkan di Istanbul. Hal tersebut

menyebabkan Mesir menjadi mundur dalam ilmu pengetahuan dan pusat

pendidikan berpindah ke Istanbul. Pada masa Usmaniyah, pendidikan dan

pengajaran mengalami kemunduran, terutama di wilayah Mesir (Kodir: 2015:

130).

Disamping itu, kebudayaan terus dipertahankan, pemikiran-pemikiran

baru mulai bermunculan yang mencoba untuk menjelaskan sebab-sebab

kekuatan Eropa dan mengusulkan negeri-negeri Islam agar dapat mengadopsi

ide-ide Eropa tanpa kehilangan identitas dan kepercayaan diri. Sebagian besar

dari mereka adalah para lulusan sekolah-sekolah yang dibangun oleh

pemerintah maupun para misionaris asing. Surat kabar dan jurnal menjadi

media bagi mereka untuk mengekspresikan pemikiran-pemikirannya

(Munthoha dkk., 2002: 84).

Pada tahun 1881, muncul suatu gerakan menentang dominasi politik,

ekonomi dan budaya Eropa, tetapi karena kelihatan mengancam investasi asing,

gerakan ini mendorong Inggris melakukan invasi militer pada tahun 1882

(Rahnema, 1996: 127). Dalam hal ini agresi militer yang dilakukan Inggris

tersebut bertepatan dengan lahirnya Muhammad Syakir.

Keunggulan bangsa Barat dalam bidang industri, teknologi, tatanan

politik dan militer menjadi kekuatan pokok untuk menguasai bangsa-bangsa

14
muslim. Melihat penetrasi yang dilakukan bangsa Barat di Mesir pada akhir

abad 19 menunjukkan bahwa Mesir sebagai pusat Islam tidak mampu

menghadapi kekuatan bangsa Barat.

Keadaan politik yang labil menjadikan masyarakat Mesir pada umumnya

resah karena Islam dengan nilai-nilai ajaran yang luhur dan bermartabat

semakin tidak berdaya berhadapan dengan hegemoni pemerintah Barat. Dengan

demikian, iklim politik di Mesir pada tahun-tahun sebelum kelahiran

Muhammad Syakir dalam keadaan dominasi asing dan perlawanan masyarakat

Mesir terhadap dominasi asing.

B. Riwayat Muhammad Syakir Al-Iskandari

Beliau lahir di Jurja, Mesir pada pertengahan Syawal tahun 1282 H

bertepatan pada tahun 1866 M. dan wafat pada tahun 1939 M. Ayahnya

bernama Ahmad bin Abdil Qadir bin Abdul Warits (Bruinessen, 1995: 160).

Beliau berasal dari keluarga Ulayya, keluarga ini merupakan keluarga

paling kaya dan dikenal dermawan. Masa kecilnya hingga beranjak dewasa

dihabiskan di Jurja, mulai menghafal Al-Qur’an sampai belajar ilmu Hadist dan

bidang ilmu-ilmu lainnya. Karena pada saat itu kota Jurja termasuk kota yang

sudah berkembang pesat dalam bidang pendidikan. Muhammad Syakir Al-

Iskandari tidak menisbatkan nama kota Jurja di belakang namanya, namun lebih

dikenal dengan nama al-Iskandari. Nama al-Iskandari diambil dari nama sebuah

kota tempat beliau mengembangkan ilmunya, yaitu kota Iskandariyah di Mesir.

Beliau termasuk Min ba’dhil muhaddistin atau ahli hadis, memang bukan

15
karena periwayatannya terhadap hadis sebagaimana Imam Bukhori dan lainnya,

tapi karena bidang keilmuan yang digelutinya.

Beliau lahir dalam lingkungan Mazhab Hanafi, beliau menjadikan Imam

Hanafi sebagai teladan, yakni saat Imam Hanafi ditanya tentang

keberhasilannya memperoleh ilmu pengetahuan, beliau menjawab “saya tidak

pernah malas mengajarkan ilmu pengetahuan pada orang lain dan terus

berusaha menuntut ilmu”. Selain itu, sebagian warga Mesir adalah pengikut

Mazhab Hanafi. Madzhab Maliki mendominasi Mesir bagian atas, sedangkan

Syiah mendominasi Mesir bagian bawah.

Beliau dikenal sebagai seorang pembaharu Universitas Al-Azhar. Beliau

adalah mantan wakil rektor Universitas Al-Azhar (Taufik, 2002:172). Karirnya

dimulai dari menghafal Al-Qur'an dan belajar dasar-dasar studinya di Jurja,

Mesir, kemudian beliau rihlah (bepergian untuk menuntut ilmu) ke Universitas

Al-Azhar dan beliau belajar dari guru-guru besar pada masa itu, kemudian dia

dipercayai untuk memberikan fatwa pada tahun 1307 H. Beliau menduduki

jabatan sebagai ketua Mahkamah mudiniyyah al-qulyubiyyah dan tinggal di

sana selama tujuh tahun sampai beliau dipilih menjadi Qadhi (hakim) untuk

negeri Sudan pada tahun 1317 H. Beliau juga orang pertama yang menduduki

jabatan ini, dan orang yang pertama yang menetapkan hukum-hukum syar'i di

Sudan.

Kemudian pada tahun 1322 H, beliau ditunjuk sebagai guru bagi para

ulama-ulama Iskandariyyah. Hal ini bagi orang muslimin memunculkan orang-

orang yang menunjukkan umat supaya dapat mengembalikan kejayaan Islam,

16
beliau juga ditunjuk sebagai wakil bagi para guru Al-Azhar, kemudian beliau

menggunakan kesempatan pendirian Jam'iyyah Tasyni'iyyah pada tahun 1913

M.

Beliau berusaha untuk menjadi anggota organisasi tersebut, sebagai

pilihannya dari sisi pemerintah Mesir, dan dengan itulah beliau meninggalkan

jabatannya, serta enggan untuk kembali kepada satu bagianpun dari jabatan-

jabatan tersebut dan beliau tidak lagi berhasrat setelah itu kepada sesuatu yang

memikat dirinya.

Di dalam kitab Munjid fiil lughoh wal i’lam disebutkan Pada akhir

hayatnya beliau terbaring dirumahnya karena sakit lumpuh. Muhammad Syakir

menerimanya dengan sabar dan ikhlas atas apa yang diberikan oleh Allah SWT

dengan penuh keyakinan bahwa dirinya telah menegakkan apa yang telah di

perintah agama. Setelah sakit beberapa lama, pada tahun 1939 beliau wafat

(http://al-charish.blogspot.co.id/2012/06/syech-muhammad-syakir.html, diakses

pada 18 Januari 2017, 01.37 WIB)

C. Karya-karya Muhammad Syakir Al-Iskandari

Muhammad Syakir al-Iskandari merupakan ulama yang mumpuni dalam

berbagai bidang ilmu. Hal ini dapat diketahui melalui karya-karya beliau yang

mencakup berbagai bidang keilmuan. Diantara karya-karyanya dalam bidang

akhlak adalah Washoya al-abaa’ lil abnaa, dalam bidang ilmu Mantik beliau

berhasil menulis kitab Min al-Himayah ala Sayyadah, sedangkan kitab al-Idah

li al Matan Isauji adalah karyanya dalam bidang ilmu Hadist. (http://al-

17
charish.blogspot.co.id/2012/06/syech-muhammad-syakir.html, diakses pada 18

Januari 2017, 01.37 WIB).

Tidak banyak para pendahulu yang menelusuri sejarah Muhammad

Syakir al-Iskandari. Para ahli waris juga sangat sulit untuk ditelusuri karena

keberadaan penyusun yang tidak memungkinkan menelusuri sampai negara asal

atau tempat dimana beliau pernah berkiprah.

D. Sistematika Penulisan Kitab Washoya Al abaa’ Lil Abnaa

Secara garis besar penulisan kitab Washoya al Abaa’ lil Abnaa’ terbagi

menjadi beberapa wasiat akhlak yaitu:

BAB I: Nasihat guru kepada muridnya.

BAB II: Wasiat agar bertaqwa kepada Allah.

BAB III: Hak-hak Sang Pencipta Yang Maha Agung dan Rasulullah.

BAB IV: Hak dan kewajiban terhadap kedua orang tua.

BAB V: Hak dan kewajiban terhadap saudara teman.

BAB VI: Adab dalam mencari ilmu.

BAB VII: Adab belajar, mengkaji ulang dan berdiskusi.

BAB VIII: Adab olahraga dan berjalan di jalan umum.

BAB IX: Adab majelis dan ceramah.

BAB X: Adab makan dan minum.

BAB XI: Adab beribadah dan masuk masjid.

BAB XII: Keutamaan berbuat jujur.

BAB XIII: Keutamaan amanah.

18
BAB XIV: Keutamaan dalam ‘iffah.

BAB XV: Keutamaan Muruah (menjaga kehormatan diri), syahamah

(mencegah hawa nafsu) dan ‘izzatin nafsi (kemuliaan diri).

BAB XVI: Ghibah, namimah, dendam, iri hati, dan sombong

BAB XVII: Tobat, rasa takut, harapan dan kesabaran disertai syukur

BAB XVIII: Keutamaan beramal, bekerja disertai tawakal dan zuhud

BAB XIX: Keikhlasan niat untuk Allah Ta’ala dalam semua amal

BAB XX: Wasiat-wasiat terakhir

19
BAB III

LANDASAN TEORI

A. Konsep Pendidikan Akhlak

Kata “pendidikan” dalam bahasa Yunani, dikenal dengan nama

paedagogos yang berarti penuntun anak. Paedagogos ialah seorang pelayan

atau bujang dalam zaman Yunani kuno, yang pekerjaannya mengantar dan

menjemput anak-anak ke sekolah dan dari sekolah. Paedagogos berasal dari

kata paedos artinya anak, dan agogos artinya saya membimbing atau

memimpin (Purwanto, 1988:1).

Meskipun istilah pedagogik pada mulanya digunakan untuk konotasi

rendah (pelayan) pada akhirnya dipakai untuk pekerjaan mulia dan terhormat.

Pedagog ialah seorang yang tugasnya membimbing anak dalam pertumbuhan

ke arah yang dapat berdiri sendiri. Dalam bahasa arab disebut Mu’allim,

Mudarris atau Murabbi).

Menurut M. J. Koenen dan J. Endepols, pedagogic dalam bahasa Belanda

ditulis pedagogie. Menurut A. Broers, pedagogic diberi arti “Theory of

education” (Walidin, 2005: 5). Secara bahasa memang tidak dibedakan antara

Pedagogy dan pedagogik, akan tetapi dalam konteks kependidikan kedua

istilah itu dibedakan. Pedagogy mempunyai kecenderungan makna praktek dan

cara mengajar (applied), sedangkan pedagogic bermakna teori atau ilmu

mendidik. Soegarda Poerbakawatja menulis: pedagogy mempunyai dua arti:

1. Praktek dan cara mengajar

20
2. Ilmu pengetahuan mengenai prinsip-prinsip dan metode mengajar,

membimbing, mengawasi dengan sebutan pendidikan (Poerbakawadja,

1976: 212).

Konferensi Internasional I tentang Muslim Education menyimpulkan

pengertian pedagogi menurut Islam, yaitu keseluruhan pengertian yang

terkandung dalam tarbiyah, ta’lim dan ta’dib (Walidin, 2005:7).

Dalam kitab Washoya al Abaa’ lil Abnaa’ istilah tarbiyah (ً‫ )ﺗَﺮْ ِﺑ َﯿﺔ‬dan

ta’lim (‫ )ﺗَ ْﻌ ِﻠ ْﯿ ًﻢ‬disebut tiga belas (13) kali. Istilah tarbiyah dan ta’lim memiliki

makna spesifik dalam litelatur pendidikan Islam.

Istilah tarbiyah itu sedikitnya bisa memiliki arti tujuh macam, yaitu:

education (pendidikan), upbringing (asuhan), teaching (pengajaran),

instruction (perintah), pedagogy (pendidikan), breeding (pemeliharaan),

raising (peningkatan). Istilah tarbiyah itu sendiri berasal dari akar kata raba-

yarbu yang berarti “tumbuh” dan “berkembang” (Mas’ud, 2001: 57).

Semua arti itu sejalan dengan lafal yang digunakan oleh Al Qur’an untuk

menunjukkan proses pertumbuhan dan perkembangan kekuatan fisik, akal dan

akhlak. Hal ini diantaranya nampak dalam QS Al-Syu’ara: 18:

ِِ ِ ِ ْ‫ﻗَ َﺎل أَ َﱂ ﻧـُﺮﺑﱢﻚ ﻓِﻴﻨَﺎ وﻟِ ًﻴﺪا وﻟَﺒِﺜ‬


َ ‫ﺖ ﻓﻴﻨَﺎ ﻣ ْﻦ ﻋُ ُﻤ ِﺮَك ﺳﻨ‬
‫ﲔ‬ َ َ َ َ َ ْ
Artinya: "Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami,
waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama
kami beberapa tahun dari umurmu”

21
Ayat lain yang seirama maksud atau kandungannya adalah QS. Al-Isra: 24:

‫ﺻﻐِ ًﲑا‬ ‫ﺎح اﻟ ﱡﺬ ﱢل ِﻣ َﻦ اﻟﱠﺮ ْﲪَِﺔ َوﻗُ ْﻞ َر ﱢ‬ ِ ‫و‬


َ ‫ب ْار َﲪْ ُﻬ َﻤﺎ َﻛ َﻤﺎ َرﺑـﱠﻴَ ِﺎﱐ‬ َ َ‫ﺾ َﳍَُﻤﺎ َﺟﻨ‬
ْ ‫اﺧﻔ‬
ْ َ
Artinya: ”Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil".
Al Tabataba’i menafsirkan bahwa seorang anak supaya selalu mengingat

pengasuhan dan pembinaan dalam rangka mendidik (tarbiyah) yang dilakukan

orang tuanya sewaktu kecil. Oleh karena itu, seorang anak harus berdoa supaya

Allah memberikan rahmat kepada keduanya sebagaimana mereka berdua

memberikan kasih sayangnya dan mendidik pada waktu kecil. Jadi makna

tarbiyah tidak hanya berupa upaya pendidikan pada umumnya, tetapi

menembus pada aspek etika religius (Mas’ud, 2001: 58).

Dalam kitab Washoya al Aba’ lil Abnaa’, Muhammad Syakir

menggunakan istilah pendidikan dengan kata at-tarbiyah, karena anak-anak

sebagai subjek pendidikan yang masih tumbuh dan berkembang menuju

keadaan yang lebih baik. At-tarbiyah juga meliputi proses yang meliputi sikap

dan perilaku pada peserta didik, yang mempunyai semangat tinggi dalam

memahami dan menyadari kehidupannya sehingga terwujud ketakwaan, budi

pekerti dan pribadi yang luhur (Muhaimin, 1993: 129).

Secara bahasa kata akhlak diambil dari kosakata bahasa arab. Terdapat

dua pendapat mengenai kata akhlak. Pendapat pertama mengatakan bahwa kata

akhlak merupakan isim mashdar dari kata akhlaqa, yukhliqu, yang berarti al

thabi’ah (tabiat), al‘adat (kebiasaan), al muru’ah (peradaban baik) atau al din

22
(agama). Pendapat kedua menyatakan bahwa kata akhlak bukan merupakan

isim mashdar. Namun adalah isim jamid atau ghairu mustaq yakni kata benda

yang tidak memiliki akar kata karena bentuknya memang telah ada sedemikian

(Jamil, 2013: 2).

Secara istilah, terdapat beberapa pendapat ulama mengenai pengertian

akhlak. Istilah-istilah yang mereka kemukakan pada dasarnya memiliki

pengertian yang sama.

1. Ibn Miskawaih dalam bukunya Jamil (2013: 3) menyatakan bahwa akhlak

adalah keadaan jiwa yang mendorong kepada tindakan-tindakan tanpa

melalui pertimbangan pemikiran.

2. Al-Ghazali dalam bukunya Jamil (2013: 3) menyatakan bahwa pengertian

akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul

perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak memerlukan

pertimbangan pikiran. Imam al-Gazhali berpendapat bahwa suatu perbuatan

itu bisa disebut akhlak jika perbuatan tersebut dilakukan dengan spontan

atau tanpa pertimbangan karena sikap dan perbuatan yang sudah melekat

dalam pribadi menjadi watak. Batasan tentang perbuatan yang sudah

menjadi watak ini yang kemudian banyak disepakati sebagai salah satu ciri

akhlak.

Berdasarkan berbagai definisi yang telah disebutkan, maka dapat

diketahui bahwa perbuatan yang dikategorikan sebagai akhlak yang baik itu

haruslah memenuhi kriteria perulangan (kontinuitas) sehingga seseorang hanya

melakukan kebaikan sekali waktu saja tidak lantas dikatakan telah berakhlak

23
baik (Jamil, 2013: 3). Selain itu akhlak yang baik harus dilakukan tanpa ada

paksaan, apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan paksaan bukanlah

pencerminan dari akhlak.

Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Abuddin Nata,

sebagaimana dikutip oleh Jamil (2013: 4) bahwa setelah memperhatikan

berbagai definisi yang diberikan para ulama, maka ia melihat 5 ciri-ciri yang

dikandung dari sebuah pengertian akhlak, yaitu:

1. Akhlak merupakan perbuatan yang tertanam di dalam jiwa seseorang secara

kuat sehingga menjadi bagian dari pribadinya.

2. Akhlak tersebut dilakukan secara mudah tanpa memerlukan pemikiran.

3. Akhlak dilakukan tanpa paksaan atau tekanan dari luar diri seseorang.

4. Akhlak tersebut dilakukan dengan sungguh-sungguh.

5. Akhlak juga dilakukan karena ikhlas semata-mata mengharapkan ridha dari

Allah SWT dan bukan pujian manusia.

Dengan begitu dapat disimpulkan juga bahwa pendidikan akhlak

merupakan usaha yang secara sadar untuk membimbing dan mengarahkan

kehendak seseorang untuk mencapai tingkah laku yang mulia dan

menjadikannya sebagai kebiasaan.

B. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak secara global mengandung dua cakupan yaitu akhlak

terpuji dan akhlak tercela. Sedangkan ruang lingkup materi dan substansi

pendidikan akhlak meliputi: akhlak terhadap Tuhan Yang Maha Esa, akhlak

terhadap Rasul, akhlak terhadap sesama manusia dan akhlak terhadap

24
lingkungan. Atau bisa disimpulkan sebagai tuntutan tanggung jawab sebagai

individu, anggota masyarakat dan sebagai bagian dari umat (Zuriah, 2007:

173).

1. Akhlak terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Akhlak dalam lingkup ini diartikan sebagai sikap yang ditunjukkan

oleh manusia kepada Allah SWT. Sikap ini dimanifestasikan dalam bentuk

kepatuhan menjalankan segala perintah Allah SWT dan menjauhi

larangannya. Selain itu, manifestasi akhlak kepada Allah SWT juga

ditunjukkan dengan komitmen yang kuat untuk terus memperbaiki kualitas

keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya. Intinya semua perilaku seseorang

yang memiliki akhlak yang baik kepada Allah harus tercermin dalam

tingkah laku yang sesuai dengan syariat Allah SWT (Jamil, 2013:4).

Seseorang yang dianggap memiliki akhlak yang baik kepada Allah

pasti memiliki keinginan yang kuat tanpa paksaan untuk terus berupaya

menjadi seorang hamba yang patuh kepada penciptanya, sebaliknya

seseorang dianggap memiliki akhlak yang buruk kepada penciptanya jika ia

tidak memiliki keinginan untuk melakukan perintah Allah SWT.

2. Akhlak terhadap Rasul

Akhlak terhadap utusan Allah (Rasulullah) adalah menjalankan apa

yang telah diajarkannya. Sebagai umat Islam, tentu kita wajib beriman

kepada Rasulullah beserta risalah yang dibawanya. Untuk memupuk

keimanan, kita perlu mengetahui dan mempelajari sejarah hidup beliau,

25
sehingga dari situ kita dapat memetik banyak pelajaran dan hikmah

(Salamulloh, 2008: 33).

Oleh karena itu, sebagai umat Islam harus menaati dan meneladani

Rasul. Sebagaimana firman Allah dalam QS. An nisa ayat 80:

‫ﺎك َﻋﻠَْﻴ ِﻬ ْﻢ َﺣ ِﻔﻴﻈًﺎ‬


َ َ‫ﺎع اﻟﻠﱠ َﻪ َوَﻣ ْﻦ ﺗَـ َﻮﱠﱃ ﻓَ َﻤﺎ أ َْر َﺳ ْﻠﻨ‬ َ ‫َﻣ ْﻦ ﻳُ ِﻄ ِﻊ اﻟﱠﺮ ُﺳ‬
َ َ‫ﻮل ﻓَـ َﻘ ْﺪ أَﻃ‬
Artinya: “Barang siapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah
menaati Allah. Dan barang siapa yang berpaling (dari ketaatan
itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi
mereka”.

3. Akhlak terhadap sesama manusia

Akhlak terhadap Allah sebagai pencipta tidak bisa dipisahkan dari

akhlak menusia kepada manusia. Dalam konteks hubungan sebagai sesama

muslim, maka Rasulullah SAW mengumpamakan bahwa hubungan tersebut

sebagai sebuah anggota tubuh yang saling terkait, sebagaimana disebutkan

dalam hadist:

ْ ُ‫ إِ َذا ا ْﺷﺘَ َﻜﻰ ِﻣْﻨﻪُ ﻋ‬،‫ َﻣﺜَ ُﻞ ا ْﳉَ َﺴ ِﺪ‬،‫اﲪ ِﻬ ْﻢ‬


‫ﻀ ٌﻮﺗَ َﺪا َﻋﻰ‬ ُِ ‫ وﺗَـﺮ‬،‫ وﺗَـﻌﺎﻃُِﻔ ِﻬﻢ‬،‫ﻣﺜَﻞ اﻟْﻤ ْﺆِﻣﻨِﲔ ِﰲ ﺗَـﻮا ﱢد ِﻫﻢ‬
ََ ْ ََ ْ َ َ ُ ُ َ
ْ ‫اﳉَ َﺴ ِﺪ ﺑِﺎﻟ ﱠﺴ َﻬ ِﺮ َو‬
‫اﳊُ ﱠﻤﻰ‬ ْ ‫َﺳﺎﺋُِﺮ‬
Artinya:“Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai,
mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota
tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau
merasakan demam.” [HR. Muslim].

Akhlak terhadap sesama manusia juga harus ditunjukkan kepada

manusia yang non muslim dimana mereka tetap dipandang sebagai makhluk

Allah SWT yang harus disayangi. Penjabaran dari akhlak kepada manusia

bisa juga mencakup kepada berbagai aspek kehidupan lainnya. Secara lebih

rinci, menurut Hamzah Ya’qub yang menjadi lapangan pembahasan etika

Islam atau akhlak adalah:

26
a. Menyelidiki sejarah etika dan pelbagai teori lama dan baru tentang

tingkah laku manusia.

b. Membahas tentang cara-cara menghukum atau menilai baik dan

buruknya sesuatu pekerjaan.

c. Menyelidiki faktor-faktor penting yang mencetak, mempengaruhi dan

mendorong lahirnya tingkah laku manusia yang meliputi fitrahnya, adat

kebiasaannya, lingkungannya, kehendak dan cita-citanya, suara hatinya

dan motif yang mendorong dalam berbuat.

d. Menerangkan mana akhlak yang baik.

4. Akhlak terhadap lingkungan

Akhlak terhadap lingkungan adalah sikap seseorang terhadap

lingkungan (alam) di sekelilingnya. Sebagaimana diketahui bahwa Allah

SWT menciptakan lingkungan yang terdiri dari hewan, tumbuhan, air,

udara, tanah dan benda-benda lain yang terdapat di muka bumi. Semuanya

diciptakan Allah SWT untuk manusia. Pada dasarnya semua yang

diciptakan Allah tersebut diperuntukkan untuk kepentingan semua manusia

dalam rangka memudahkan dirinya dalam beribadah kepada Allah (Jamil:

2013: 6).

Manusia adalah makhluk Allah SWT sejak dahulu merasa mampu

melaksanakan amanah yang diberikan Allah SWT kepadanya baik dalam

bentuk peribadahan kepada Allah SWT maupun memelihara bumi dan

langit dari kerusakan yang dibuat oleh tangan mereka. Sebagaimana firman

Allah disebutkan dalam QS al Ahzab ayat 72:

27
         

         


Artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit,
bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul
amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu
amat zalim dan amat bodoh”.

Sedangkan di QS Al Qashah ayat 77, Allah SWT memberikan

peringatan kepada manusia untuk tidak melakukan kerusakan karena Allah

tidak menyukainya:

            

               

 
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan”.

Perhatian kepada lingkungan menempati posisi penting terlebih di era

modern. Hal ini dikarenakan kemajuan teknologi telah menyebabkan

eksploitasi yang massif terhadap sumber-sumber daya alam. Ada beberapa

sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui kembali seperti minyak dan

gas. Dengan demikian, pemanfaatan secara berlebih dan boros akan

menyebabkan dampak buruk jangka panjang bagi kehidupan manusia.

28
Potensi kerusakan ini dijelaskan dalam firman Allah SWT yaitu Surat

Ar-Ruum ayat 41:

           

   


Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar)”

C. Tujuan Pendidikan Akhlak

Mengacu pada definisinya, pendidikan akhlak bertujuan untuk

membentuk akhlak terpuji dan mulia agar terjadi keseimbangan dalam

kehidupan manusia seutuhnya dan sesuai dengan ajaran agama Islam.

Yakni, seimbang antara hubungan manusia dengan Tuhannya, dengan

sesama manusia, dengan alam maupun dengan dirinya sendiri, agar

seseorang bisa membedakan makna hak dan kewajiban.

Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam kitabnya Manhaj Tarbiyah Ibnu

Qayyim mengemukakan, bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah

merealisasikan ubudiyah kepada Allah SWT yang menjadi sebab utama

kebahagiaan manusia. Tidak ada kebahagiaan dan tidak ada keberuntungan

bagi manusia kecuali dengan menjauhkan diri dari akhlak yang tercela dan

menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji (Iqbal, 2015: 487).

Sedangkan dalam proses belajar mengajar pendidikan akhlak

bertujuan agar peserta didik mampu menggunakan pengetahuan, nilai, dan

keterampilan mata pelajaran itu sebagai wahana yang memungkinkan

29
tumbuh dan berkembangnya serta terwujudnya sikap dan perilaku peserta

didik yang konsisten dengan akhlak mulia.

D. Unsur-unsur pendidikan akhlak

Menurut Muliawan (2014: 20) unsur-unsur pendidikan terdiri dari 5

hal yaitu:

1. Pendidik

Dari segi bahasa, seperti yang dikutip Abudin Nata dari W.J.S.

Poerwadarminta, pengertian pendidik adalah orang yang mendidik.

Pengertian ini memberikan kesan bahwa pendidik adalah orang yang

melakukan kegiatan dalam bidang mendidik (Nata, 1997:61).

Pendidik memiliki peran sangat penting dalam pendidikan. Apabila

dikaji lebih dalam pendidik dalam pendidikan Islam adalah orang-orang

yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan

upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif

(rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (Mujib, 2006: 87).

Pendidik juga harus mempunyai tanggung jawab dalam perkembangan

jasmani dan rohani para peserta didik, agar mampu mencapai tingkat

kedewasaan dengan kemandiriannya dalam memenuhi tugas sebagai hamba

dan khalifah Allah SWT, serta mampu melakukan tugas sebagai makhluk

sosial dan sebagai makhluk individu yang bertaqwa.

Berbagai tanggung jawab yang paling menonjol dan diperhatikan oleh

Islam adalah tanggung jawab para pendidik terhadap individu-individu yang

berhak menerima pengarahan, pengajaran, pendidikan dari mereka (Ulwan,

30
1981: 143). Pada hakekatnya tanggung jawab tersebut adalah tanggung

jawab yang sangat besar. Baik disadari atau tidak, jika tanggung jawab

tersebut dilaksanakan secara sempurna dan penuh amanat, berarti seorang

pendidik telah ikut andil dalam membina masyarakat dan mencetak

individu-individu yang berkualitas.

Apabila dikaji lebih mendalam, dalam literatur kependidikan Islam

sebagaimana dijelaskan oleh Muhaimin (2004:209-213) bahwa, seseorang

yang memiliki tugas mendidik dalam arti pencipta, pemelihara, pengatur,

pengurus, dan memperbaharui (memperbaiki) kondisi peserta didik agar

berkembang potensinya, disebut “murabby”. Orang yang memiliki

pekerjaan sebagai murabby ini biasanya dipanggil dengan sebutan “Ustadz”.

Seorang pendidik atau ustadz memiliki tugas dan kompetensi yang melekat

pada dirinya antara lain:

a. Sebagai Mu’allim, berasal dari kata ‘ilm yang berarti menangkap hakekat

sesuatu. Dalam setiap ‘ilm mengandung dimensi teoritis dan amaliah, ini

mengandung makna bahwa seorang Mu’allim dituntut mampu

menjelaskan hakikat ilmu pengetahuan yang diajarkannya dan berusaha

membangkitkan siswa untuk mengamalkan dalam kehidupannya agar

bisa mendatangkan kemanfaatan dan menjauhi kemadlaratan.

b. Sebagai mursyid, artinya orang yang memiliki kedalaman spiritual atau

memiliki tingkat penghayatan yang mendalam terhadap nilai-nilai

keagamaan kepada anak didiknya, baik yang berupa etos ibadahnya, etos

31
kerjanya, etos belajarnya, maupun dedikasinya yang serba Lillahi Ta’ala

(karena mengharapkan ridha Allah semata).

c. Sebagai mudarris, artinya terhapus, hilang bekasnya, menghapus, melatih

atau mempelajari. Dilihat dari pengertian ini maka seorang mudarris

diharapkan mampu mencerdaskan anak didiknya, menghilangkan

ketidaktahuan atau kebodohan mereka, serta melatih keterampilan

mereka sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya. Pengetahuan

dan keterampilan seseorang akan cepat usang selaras dengan percepatan

kemajuan iptek dan perkembangan zaman, sehingga guru dituntut untuk

memiliki kepekaan intelektual dan informasi serta memperbaharui

pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan.

d. Sebagai Mu’addib, artinya apabila mu’addib sebagai isim fa’il dari kata

“addaba-yuaddibu-ta’diiban” yang berarti mendisiplinkan atau

menanamkan sopan santun. Maka seorang mu’addib adalah seseorang

yang memiliki kedisiplinan kerja yang dilandasi dengan etika, moral, dan

sikap yang santun, serta mampu menanamkannya kepada peserta didik

melalui contoh untuk di tiru oleh peserta didik.

2. Anak didik

Anak didik ialah anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik dari

segi fisik maupun dari segi mental psikologi (Jumali, 2004:35).

Istilah peserta didik jika dimaknai sebagai orang (anak) yang sedang

mengikuti proses kegiatan pendidikan atau proses belajar-mengajar untuk

32
menumbuh-kembangkan potensinya, maka dalam literatur bahasa Arab

yang sering digunakan oleh para tokoh pendidikan dalam islam, antara lain

ditemukan dengan nama sebagai berikut:

a. Muta’alim, mengandung makna sebagai orang yang sedang belajar

menerima atau mempelajari ilmu dari seorang mu’allim (pengajar ilmu)

melalui proses belajar-mengajar.

b. Mutarabby, mengandung makna sebagai orang (peserta didik) yang

sedang dijadikan sebagai sasaran untuk dididik dalam arti diciptakan,

dipelihara, diatur, diurus, diperbaiki, diperbaharui melalui kegiatan

pendidikan yang dilakukan secara bersama-sama dengan murabby

(pendidik).

c. Murid, adalah orang yang sedang berusaha belajar untuk mendalami ilmu

agama dari seorang mursyid melalui kegiatan pendidikan, sehingga

memiliki pengetahuan, pemahaman dan penghayatan spiritual yang

mendalam terhadap nilai-nilai keagamaan, memiliki ketaatan dalam

menjalankan ibadah, serta berakhlak mulia.

d. Daaris, adalah orang yang sedang berusaha belajar melatih

intelektualnya melalui proses pembelajaran sehingga memiliki

kecerdasan intelektual dan keterampilan. Pelatihan intelektual tersebut

dibina oleh seorang mudarris.

e. Muta’addib, adalah orang yang sedang belajar meniru, mencontoh sikap

dan perilaku yang sopan dan santun melalui kegiatan pendidikan dari

33
seorang mu’addib, sehingga terbangun dalam dirinya tersebut sebagai

orang yang berperadaban.

3. Kurikulum

Istilah kurikulum memiliki berbagai penafsiran yang dirumuskan oleh

pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum. Istilah kurikulum

berasal dari bahasa latin, yaitu “Curricule”, artinya jarak yang harus

ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah

jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan

untuk memperoleh ijazah. Dengan kata lain, kurikulum dianggap sebagai

jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu

perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu (Dakir, 2004:2).

Menurut Hendyat Soetopo dan Warsito Soemanto, kurikulum

diartikan sebagai tujuan pengajaran, pengalaman-pengalaman belajar, alat-

alat pelajaran dan cara-cara penilaian yang direncanakan dan digunakan

dalam pendidikan (Susilo, 2007:79)

Jadi, kurikulum ialah suatu program pendidikan dan pengalaman

belajar yang disusun secara sistematis atas dasar norma yang berlaku yang

dijadikan pedoman untuk mencapai tujuan pendidikan.

Menurut Hendyat Soetopo dan Warsito Soemanto (Susilo, 2007:83-

85) fungsi kurikulum dibagi menjadi 7 bagian yaitu:

a. Fungsi kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Bahwa

kurikulum merupakan suatu alat atau usaha untuk mencapai tujuan-

tujuan pendidikan yang diinginkan oleh sekolah yang dianggap cukup

34
tepat dan penting untuk dicapai. Dengan kata lain bila tujuan yang

diinginkan tidak tercapai maka orang cenderung untuk meninjau kembali

alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.

b. Fungsi kurikulum bagi anak. Maksudnya kurikulum sebagai organisasi

belajar tersusun yang disiapkan untuk siswa sebagai salah satu konsumsi

bagi pendidikan mereka dengan begitu diharapkan akan mendapat

sejumlah pengalaman baru yang kemudian hari dapat dikembangkan

seirama dengan perkembangan anak.

c. Fungsi kurikulum bagi guru. Ada tiga macam, yaitu:

1) Sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisir

pengalaman belajar bagi anak didik

2) Sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi terhadap perkembangan

anak dalam rangka menyerap sejumlah pengalaman yang diberikan.

3) Sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan pendididkan dan

pengajaran.

d. Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah dan pembina sekolah, dalam artian

kurikulum sebagai pedoman dalam mengadakan fungsi supervisi yaitu

memperbaiki situasi belajar, sebagai pedoman dalam menunjang situasi

belajar, memberikan bantuan kepada guru, sebagai pedoman untuk

mengembangkan kurikulum lebih lanjut dan sebagai pedoman

mengadakan evaluasi kemajuan belajar mengajar.

35
e. Fungsi kurikulum bagi orang tua murid. Maksudnya orang tua dapat turut

serta membantu usaha sekolah dalam memajukan putra putrinya. Bantuan

ini dapat melalui konsultasi kepada guru BK atau kepala sekolah.

f. Fungsi kurikulum bagi sekolah. Ada dua jenis yang berkaitan yaitu

keseimbangan proses pendidikan dan penyiapan tenaga guru.

g. Fungsi kurikulum bagi masyarakat dan pemakai lulusan sekolah.

Pemakaian lulusan ikut memberikan bantuan guna memperlancar

pelaksanaan program pendidikan yang membutuhkan kerja sama dengan

pihak luar dan memeberikan kritik atau saran yang membangun, dalam

rangka menyempurnakan program pendidikan di sekolah agar lebih

serasi dengan kebutuhan masyarakat dan lapangan kerja.

4. Metode

Ditinjau dari segi etimologis (bahasa), metode berasal dari bahasa

Yunani, yaitu “methodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata, yaitu “metha”

yang berarti melalui atau melewati, dan “hodos” yang berarti jalan atau cara.

Maka metode memiliki arti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan

(Arifin, 1996: 61).

Sedangkan bila ditinjau dari segi terminologis (istilah), metode dapat

dimaknai sebagai jalan yang ditempuh oleh seseorang supaya sampai pada

tujuan tertentu, baik dalam lingkungan atau perniagaan maupun dalam

kaitan ilmu pengetahuan dan lainnya (Arief, 2002: 87).

Artinya, metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah

ditetapkan. Keberhasilan implementasi pembelajaran sangat bergantung

36
pada cara pendidik menggunakan metode pembelajaran. Berkaitan dengan

pendidikan akhlak, ada beberapa metode yang bisa digunakan (Zuhriyah,

2011:65):

a. Metode Ceramah

Yaitu penuturan bahan pelajaran secara lisan. Pendidik

memberikan uraian atau penjelasan kepada sejumlah murid pada waktu

tertentu (terbatas) dan tempat tertentu. Dilaksanakan dengan bahasa lisan

untuk memberikan pengertian terhadap suatu masalah.

b. Metode Keteladanan

Melalui metode ini orang tua atau pendidik dapat memberi contoh

atau teladan bagaimana cara berbicara, bersikap, beribadah dan

sebagainya. Maka anak atau peserta didik dapat melihat, menyaksikan

dan menyakini cara sebenarnya sehingga dapat melaksanakannya dengan

lebih baik dan lebih mudah.

c. Metode Pembiasaan

Metode pembiasaan dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini

termasuk mengubah kebiasaan-kebiasaan negatif menjadi kebiasaan atau

perilaku positif. Dalam upaya menciptakan kebiasaan yang baik atau

positif ini dapat dilakukan dengan dua cara, antara lain ditempuh dengan

proses bimbingan dan latihan serta dengan cara mengkaji aturan-aturan

Tuhan yang terdapat dalam ayat yang bentuknya amat teratur.

Pembiasaan yang baik sangat penting bagi pembentukan watak

anak atau peserta didik dan juga akan terus berpengaruh pada anak itu

37
sampai hari tuanya. Menanamkan pembiasaan pada anak-anak terkadang

sukar dan memakan waktu lama. Akan tetapi segala sesuatu yang telah

menjadi kebiasaan akan sukar pula diubah. Maka dari itu, lebih baik

menjaga anak-anak atau peserta didik supaya mempunyai kebiasaan-

kebiasaan yang baik dari pada terlanjur memiliki kebiasaan-kebiasaan

yang tidak baik.

d. Metode Nasihat

Metode inilah yang sering digunakan oleh orang tua atau pendidik

terhadap anak atau peserta didik dalam proses pendidikannya. Memberi

nasihat tentang kebaikan sebenarnya menjadi kewajiban setiap muslim,

seperti dalam surat Al-Ashr ayat 3:

         
Artinya: “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh
dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran”

e. Metode Kisah atau Cerita

Adalah suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran dengan

menuturkan secara kronologis bagaimana terjadinya suatu hal, baik yang

sebenarnya maupun yang rekaan saja. Adapun tujuan yang diharapkan

melalui metode ini adalah agar anak atau peserta didik dapat memetik

hikmah dan mengambil pelajaran dari kisah-kisah yang disampaikan.

f. Metode Pemberian Hadiah dan Hukuman

Metode pemberian hadiah atau reward ini tujuannya memberikan

apresiasi kepada peserta didik karena telah melakukan tugas dengan baik

38
dan hadiah yang diberikan tidak harus berupa materi. Sedangkan

hukuman dimaksudkan untuk memberi efek jera kepada peserta didik

agar tidak mengulangi kesalahan-kesalahannya lagi.

5. Lembaga

Salah satu sistem yang memungkinkan proses pendidikan berlangsung

secara konsisten dan berkesinambungan dalam mencapai tujuan

pendidikan adalah intitusi atau kelembagaan. Tanpa adanya tempat,

kegiatan belajar tidak mungkin bisa dilakukan (Nata, 1997: 112).

Undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang pendidikan nasional,

mengatakan bahwa:

a. Suatu pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar

yang dilaksanakan di sekolah atau luar sekolah.

b. Satuan pendidikan yang disebut sekolah merupakan bagian dari

pendidikan yang berjenjang dan berkesinambungan.

c. Satuan pendidikan luar sekolah meliputi keluarga, kelompok

belajar, kursus dan satuan pendidikan yang sejenis.

Dari beberapa lembaga pendidikan yang ada, lembaga yang relevan

dalam pendidikan akhlak adalah sekolah, madrasah atau pondok pesantren.

E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendidikan Akhlak

Ada dua faktor utama yang mempengaruhi akhlak yaitu faktor internal

dan faktor eksternal (Ya’qub, 1991: 57).

1. Faktor Internal

39
Yang dimaksud dengan faktor internal adalah faktor yang datang dari

diri sendiri yaitu fitrah yang suci yang merupakan bakat bawaan sejak

manusia lahir dan mengandung pengertian tentang kesucian anak yang lahir

dari pengaruh-pengaruh luar, sebagaimana firman Allah dalam QS Ar ruum

ayat 30:

ِ ِ ‫ﻓَﺄَﻗِﻢ وﺟﻬﻚ ﻟِﻠﺪﱢﻳ ِﻦ ﺣﻨِ ًﻴﻔﺎ ﻓِﻄْﺮَة اﻟﻠﱠِﻪ اﻟﱠِﱵ ﻓَﻄَﺮ اﻟﻨﱠﺎس ﻋﻠَﻴـﻬﺎ ﻻ ﺗَـﺒ ِﺪ‬
‫ﱢﻳﻦ‬ َ ‫ﻳﻞ ﳋَﻠْ ِﻖ اﻟﻠﱠِﻪ َذﻟ‬
ُ ‫ﻚ اﻟﺪ‬ َ ْ َْ َ َ َ َ َ َ َْ َ ْ
ِ ‫اﻟْ َﻘﻴﱢ ُﻢ َوﻟَ ِﻜ ﱠﻦ أَ ْﻛﺜَـَﺮ اﻟﻨ‬
‫ﱠﺎس ﻻ ﻳَـ ْﻌﻠَ ُﻤﻮ َن‬
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui”

Dengan demikian setiap anak yang lahir ke dunia ini telah memiliki

keagamaan yang nantinya akan mempengaruhi dirinya.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi kelakuan atau

perbuatan manusia yang meliputi:

a. Pengaruh Keluarga

Setelah manusia lahir, maka akan terlihat jelas fungsi keluarga

dalam pendidikan, yaitu memberikan pengalaman kepada anak, baik

melalui pemeliharaan, pembinaan dan pengaruh yang menuju pada

terbentuknya tingkah laku yang diinginkan oleh orang tua.

Orang tua (keluarga) merupakan pusat kegiatan rohani bagi anak

yang pertama, baik itu tentang sikap, cara berbuat, cara berfikir itu akan

kelihatan. Keluarga sebagai pelaksana pendidikan yang akan

mampengaruhi dalam pembentukan akhlak yang mulia.

40
b. Pengaruh Sekolah

Sekolah merupakan lingkungan pendidikan yang kedua setelah

keluarga, di sana dapat mempengaruhi akhlak anak. Didalam sekolahan,

berlangsung beberapa bentuk dasar dari kelangsungan pendidikan pada

umumnya, yaitu pembentukan sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan yang

wajar, perangsang dari potensi-potensi anak, perkembangan dari

kecakapan pada umumnya belajar kerjasama dengan kawan sekelompok,

melaksanakan tuntunan atau contoh-contoh yang baik dan belajar

menahan diri demi kepentingan orang lain (Yunus, 1978:31).

c. Pengaruh Masyarakat

Masyarakat dalam pengertian sederhana adalah individu dalam

kelompok yang diikat dalam ketentuan negara, kebudayaan dan agama.

Lingkungan dan alam sekitar mempunyai pengaruh yang sangat

besar dalam membentuk akhlak. Lingkungan yang baik akan menarik

anak-anak untuk berakhlak baik. Sebaliknya, jika lingkungan yang jelek

maka akan menarik anak-anak untuk berakhlak jelek. Oleh karena itu,

haruslah pendidik memperlihatkan lingkungan yang berhubungan dengan

anak-anak di luar rumah tangga. Mereka akan mencontoh akhlak di

sekitar mereka dan ditirunya perkataan dan perbuatan mereka dengan

tiada disadarinya (Yunus, 1978:33).

Dengan demikian akhlak mulia membutuhkan pendidikan, baik dari

keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat dengan diterapkannya

kebiasaan-kebiasaan, latihan-latihan serta contoh-contoh yang baik sehingga

41
anak dapat memahami dan mengetahui berbagai corak kegiatan tingkah laku

lebih-lebih dalam pembentukan akhlak mulia.

F. Macam-Macam Akhlak

Akhlak dibagi menjadi dua jenis yaitu akhlak terpuji (mahmudah) dan

akhlak tercela (mazmumah) (Solihin, 2005: 111).

1. Akhlak Terpuji

Akhlak terpuji merupakan terjemah dari ungkapan bahasa arab akhlaq

mahmudah. Kata Mahmudah merupakan bentuk maf’ul dari kata hamida

yang berarti dipuji (Anwar, 2010: 87).

Akhlak terpuji mencakup karakter-karakter yang diperintahkan Allah

dan Rasul untuk dimiliki seperti:

a. Rasa belas kasihan dan lemah lembut. Akhlak ini berdasarkan tuntutan

Allah di dalam Al Qur’an surat Ali Imran ayat 159:

             

           

        


Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka
dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya”

b. Sikap dapat dipercaya dan mampu menepati janji (amanah). Tuntutan

sikap ini berdasar Al Qur’an surat Al Mu’minun ayat 8:

42
     
Artinya: “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang
dipikulnya) dan janjinya”

c. Manis muka dan tidak sombong. Tuntutan akhlak ini berdasar Al Qur’an

surat Luqman ayat 18:

              

  


Artinya: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia
(karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi
dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang sombong lagi membanggakan diri”

d. Tekun dan merendahkan diri dihadapan Allah. sikap ini berdasar Al

Qur’an surat Al Mu’minun ayat 2:

     


Artinya: “(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya”

e. Berbuat baik dan beramal shaleh. Sesuai dengan tuntutan Allah dalam Al

Qur’an surat Al Nisa’ ayat 124:

          

     


Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-
laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, Maka mereka
itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau
sedikitpun”

f. Sabar

Sabar yang dimaksud mencakup tiga hal yaitu:

43
1) Sabar dalam beribadah dan beramal shaleh.

2) Sabar untuk tidak melakukan maksiat dan mengikuti godaan duniawi

yang dilarang.

3) Sabar ketika tertimpa musibah.

Sikap tersebut terkandung dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 153:

           
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat
sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang sabar”

2. Akhlak Tercela

Kata madzmumah berasal dari bahasa arab yang artinya tercela. Segala

bentuk akhlak yang bertentangan dengan akhlak terpuji disebut akhlak

tercela. Akhlak tercela merupakan tingkah laku yang tercela yang dapat

merusak keimanan seseorang dan menjatuhkan martabatnya sebagai

manusia (Anwar: 2010: 121).

Akhlak tercela (mazmumah) yang diperintahkan oleh Allah untuk

ditinggalkan. Akhlak ini menyebabkan pelakunya mendapat kemurkaan dari

Allah dan dijauhkan dari kasih sayang-Nya.

Diantara akhlak-akhlak tercela yang dilarang dalam Al Quran adalah:

a. Bakhil. Larangan Allah terdapat dalam surat Al Lail ayat 8-10:

          
Artinya: “Dan Adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya
cukup.Serta mendustakan pahala terbaik. Maka kelak Kami
akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar”.

44
b. Suka berdusta. Dijelaskan dalam Al Quran surat Al Nisa ayat 112:

            

 
Artinya: “Dan Barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa,
kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah,
Maka Sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan
dosa yang nyata”.

c. Tidak menepati janji. Larangan ini termuat dalam surat Al Nisa ayat 107:

             

 
Artinya: “Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang
yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa”.

d. Ghibah. Termuat dalam Al Qur’an surat Al Hujurat ayat 12:

            

          

           

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-


sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu
dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan
janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang
diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang
sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang”.

45
e. Dzalim. Perbuatan dzalim dilarang Allah dalam Al Qur’an surat Al

Baqarah ayat 59:

          

       


Artinya: “lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan
(mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. sebab
itu Kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu dari langit,
karena mereka berbuat fasik”.

46
BAB IV

ANALISIS KITAB WASHOYA AL-ABA’ LIL ABNAA’ KARYA

MUHAMMAD SYAKIR AL-ISKANDARI

A. Konsep Pendidikan Akhlak Muhammad Syakir Al-Iskandari

Pendidikan akhlak mempunyai peranan penting dalam menentukan

kehidupan. Dilihat dari substansinya, manusia memiliki perilaku istimewa

yang tidak dimiliki oleh entitas-entitas lain di alam semesta sehingga manusia

merupakan entitas yang paling unggul. Oleh karena itu, pendidikan akhlak

dimaksudkan sebagai upaya pemeliharaan akhlak dan mengaplikasikan dalam

kehidupan sehar-hari.

Hal ini senada dengan penjelasan Muhammad Syakir tentang tujuan

pendidikan akhlak.

ِ ِ ‫ َزﻛِ ﱠﻲ اﻟْ َﻘ ْﻠ‬,‫ي اِْﻻ ْدر َاك‬ ِ ِ ِ ‫ﻳﺴﱡﺮِﱐ اَ ْن اَر َاك‬


ً ‫ب اْﻻَ ْﺧﻼَ ِق ُﳏَﺎ ﻓ‬
‫ﻀﺎ َﻋﻠَﻰ‬ َ ‫ ُﻣ َﻬ ﱠﺬ‬,‫ﺐ‬ َ ‫ﺻﺤْﻴ َﺢ اﻟْﺒْﻨـﻴَﺔ ﻗَ ِﻮ ﱠ‬ َ َ َُ
ِ ِ ِ ِ ِ
.‫ﻚ‬ َ ‫ َْﳏﺒُـ ْﻮﺑًﺎ ﻣ ْﻦ ا ْﺧ َﻮاﻧ‬,‫ﻒ اﻟْ ُﻤ َﻌﺎ َﺷَﺮِة‬ َ ‫ ﻟَﻄْﻴ‬,‫ﺶ ِﰲ اﻟْ َﻘ ْﻮِل‬ِ ‫اﻋﻠَﻰ اﻟْ ُﻔ ْﺤ‬ ِ ‫ْاﻻَ َد‬
َ ‫ ﺑَﻌْﻴ ًﺪ‬,‫اب‬
Aku merasa senang melihatmu dalam keadaan sehat tubuhmu, kuat
penalaranmu, bersih hatimu, lurus akhlakmu dengan memelihara
adab, jauh dari perkataan keji, ramah tamah dalam pergaulan dan
dicintai oleh saudara-saudaramu (teman-temanmu).

1. Unsur-Unsur Pendidikan

a. Pendidik

Pendidik didalam pendidikan memiliki peran sangat penting dalam

perkembangan anak didik. Selain sebagai orang yang bertanggung jawab

dalam pembelajaran, peran pendidik juga harus memiliki akhlak yang

47
baik yang bisa dicontoh oleh anak didik. Muhammad Syakir mengatakan

bahwa seorang pendidi harus memiliki sikap yang jujur.

ِ ِ ‫ﻚ ِﻣﻦ اﻟﻨ‬ ِِ ِ ِ َ‫ﻚ ﻧ‬ ِ ‫ﻳﺎﺑ‬


ُ ‫ﱠﺼﺎﺋ ِﺢ َو ْاﻋ َﻤ ْﻞ ﺑِﻪ ِ ْﰲ ُﺣ‬
‫ﻀ ْﻮ ِر ْى‬ َ َ َ ‫ﲔ ﻓَﺎَ ﻗْـﺒَ ُﻞ َﻣﺎ اُﻟْﻘْﻴﻪ َﻋﻠَْﻴ‬
ٌْ ‫ﺎﺻ ٌﺢ اَﻣ‬ َ َ‫ﲏ! ا ﱢﱐ ﻟ‬‫َُﱠ‬
َ ‫ﲔ ﻧَـ ْﻔ ِﺴ‬
.‫ﻚ‬ َْ ‫ﻚ َوﺑَـ‬ َ ِ‫ﲔ اَ َﺧ َﻮاﻧ‬
َ َ‫ﻚ َوﺑَـْﻴـﻨ‬ َْ ‫ﻚ َوﺑَـ‬
َ َ‫َوﺑَـْﻴـﻨ‬

“Wahai anakku, sesungguhnya aku adalah seorang pemberi nasihat


yang jujur bagimu. Maka, terimalah nasihat-nasihat yang kuberikan
kepadamu dan amalkanlah di hadapanku, diantara engkau dan saudara-
saudaramu serta terhadap dirimu sendiri” (Syakir, t.th: 3)

b. Anak didik

Anak didik adalah seseorang yang sedang mengikuti proses

kegiatan belajar mengajar dengan tujuan untuk mengembangkan potensi

yang dimilikinya. Sebagai anak didik harus memiliki akhlak yang baik

kepada seorang pendidik.

-‫ﺎك‬ َ ‫ ﻓَﺎِﻳﱠ‬,‫ﺐ اَْﻻ َﺳﺎﺗِ َﺬ ِة َواﻟْﻌُﻠَ َﻤ ِﺎء‬


ِ‫ﻀ‬ ِ ِ ِ ِ‫ﻳﺎ ﺑـﲏ َﻻ َﺷﻲء اَﺿﱡﺮ ﻋﻠَﻰ ﻃَﺎﻟ‬
َ ‫ﺐ اْﻟﻌ ْﻠ ِﻢ ﻣ ْﻦ َﻏ‬ َ َ َْ َْ ُ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫ﺐ‬
ُ‫ﻀ‬َ ‫ ﻓَﺎ ﱠن اَﻗَ ﱠﻞ َﻣﺎ ﻳـُْﻨﺘ ُﺠﻪُ َﻏ‬,ُ‫ﲔ اَْوﺗُﺴ ْﻲءَ ْاﻻَ َد ِب اََﻣ َﺎﻣﻪ‬
َْ ‫ﺐ اَ َﺣ َﺪاﻣ َﻦ اﻟْ ُﻤ َﺪ ِرﺳ‬ َ ‫ اَ ْن ﺗـُ ْﻐﻀ‬:‫ﲏ‬ ‫ﻳَﺎﺑـُ َﱠ‬
.ُ‫ْاﻻَ َﺳﺎﺗِ َﺬ ِةا ْﳊِْﺮَﻣﺎ ُن َواﻟْ َﻘ ِﻄْﻴـ َﻌﺔ‬
“Wahai anakku! Tiada sesuatu yang lebih membahayakan pelajar
daripada amarah para guru dan ulama. Oleh karena itu, wahai anakku,
Janganlah engkau membuat marah seorang pengajaratau bersikap
kurang sopan di depannya. Sekurang-kurangnya akibat yang ditimbulkan
oleh amarah para guru adalah terputus pelajaran dan pemutusan
hubungan”.

c. Metode

Keberhasilan dalam pembelajaran tergantung kepada cara pendidik

menggunakan metode pembelajaran. Muhammad Syakir menggunakan

beberapa metode dalam pembelajaran, yaitu:

48
1. Metode ceramah

‫ﺚ َوَﻻﺑﺎِﻟْ ُﻤﻨَﺎ ﻗَ َﺸ ِﺔ َﻣ َﻊ‬


ِ ‫اﺷﺮع ْاﻻُﺳﺘَﺎذُ َﰲ ﻗِﺮاء ِة اﻟﺪﱠر ِس ﻗَﻼَ ﺗَـﺘَ َﺸﺎ َﻏﻞ ﻋْﻨﻪ ﺑِﺎ ْﳊ ِﺪﻳ‬ ِ ‫ﻳﺎ ﺑـ‬
ْ َ َُ ْ ْ َ َ ْ ْ َ َ َ ‫ ا َذ‬,‫ﲏ‬ ‫َ ُ َﱠ‬
ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ
‫ﺎك اَ ْن ﺗَ ْﺸﻐَ َﻞ ﻓ ْﻜَﺮَك ﺑِ َﺸ ْﻲء اَ َﺧَﺮ ﻣ َﻦ‬َ ‫ﺻﻐَﺎءً ﺗَﺎ ًﻣﺎ َواﻳﱠ‬
ْ ‫ﺻ ِﻎ ا َﱃ َﻣﺎ ﻳَـ ُﻘ ُﻮ ﻟُﻪُ ْاﻻُ ْﺳﺘَﺎذُ ا‬ ْ َ‫ﻚ َوا‬ َ ِ‫ا ْﺧ َﻮاﻧ‬
.‫ﺲ اﻟﻨﱠـ ْﻔ ِﺴﻴﱠِﺔ اَﺛْـﻨَﺎءَ اﻟﺪ ْﱠر ِس‬ِ ‫ا ْﳍََﻮ ِاﺟ‬

“Wahai, anakku! Apabila guru mulai membaca pelajaran,


maka janganlah engkau mengabaikannya dengan berbicara
dan berdiskusi dengan teman-temanmu. Dengarkan baik-baik
apa yang dikatakan guru dan janganlah menyibukkan
pikiranmu dengan ssesuatu yang lain, berupa bisikan-bisikan
hati di tengah pelajaran”.

2. Metode keteladanan
ِ ِ ‫ﻳﺎﺑـﲏ! اِ َذا َﱂ ﺗَـﺘ‬
َ ‫ﱠﺨ ْﺬِﱐ ﻗُ ْﺪ َوًة ﻓَﺒِ َﻤ ْﻦ ﺗَـ ْﻘﺘَﺪ ْى؟ َو َﻋ َﻼ َم ُْﲡ ِﻬ ُﺪ ﻧَـ ْﻔ َﺴ‬
‫ﻚ ِﰲ ا ْﳉُﻠُ ْﻮ ِس‬ ْ ‫َ ُ َﱠ‬
‫اََﻣ ِﺎﻣﻲ؟‬
“Wahai, anakku! Apabila engkau tidak menjadikan aku
sebagai teladan, maka siapakah yang akan engkau teladani?
Untuk apa pula engkau paksakan dirimu duduk didepanku?”.

3. Metode nasihat

ِ َ‫ﺎﺻ ٍﺢ ﻓَﺎﻧَﺎ اَﺣ ﱡﻖ ﻣﻦ ﺗَـ ْﻘﺒﻞ ﻧ‬


‫ﺼْﻴ َﺤﺘَﻪُ اَﻧَﺎ اُ ْﺳﺘَﺎذُ َك‬ ِ َ‫ﺼﻴﺤ َﺔ ﻧ‬ ِ ِ ‫ﻳﺎﺑـ‬
َُ َْ َ َ ْ َ‫ﺖ ﺗَـ ْﻘﺒَ ُﻞ ﻧ‬
َ ‫ﲏ! ا ْن ُﻛْﻨ‬
‫َ ُ َﱠ‬
.‫ﻚ ِﻣ ﱢﲏ‬ َ ‫ﺻ َﻼ ِﺣ‬ َ ‫ﻚ َو‬َ ِ‫ص َﻋﻠَﻰ َﻣْﻨـ َﻔ َﻌﺘ‬ ِ َ ‫ﻚ وﻣﺮﱢﰉ روِﺣ‬
َ ‫ﻚ ﻻَ َﲡ ُﺪ اَ َﺣ ًﺪ اَ ْﺣَﺮ‬ ْ ُ َ ُ َ َ ‫َوُﻣ َﻌﻠﱢ ُﻤ‬
“Wahai, anakku! Jika engkau menerima nasihat dari seorang
penasihat, maka akulah yang lebih patut engkau terima
nasihatnya. Aku adalah guru dan pengajar serta pendidik
jiwamu. Engkau tidak akan mendapatkan seseorang yang lebih
mengharapkan manfaat dan kebaikan bagimu daripada aku”.

4. Metode kisah atau cerita


ِ ‫ ﰒُﱠ َﻛﺎ َن ﻳـﺘ‬,‫ﻳﺎﺑـﲏ َﻛﺎ َن اﻟﻨ ﱢﱠﱯ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻳـﺮ ﻋﻰ اﻟْﻐَﻨﻢ ﻗَـﺒﻞ اﻟﺒِﻌﺜ ِﺔ‬
‫ﱠﺠ ُﺮ‬ َ َ ْ َ ْ َ َ َ َْ ‫َ ُ َﱠ‬
ِ
.‫ﺖ ِﻇ ﱢﻞ ُرِْﳏ ِﻪ‬
َ ‫ﻚ َﺣ ﱠﱴ َﻛﺎ َن ِرْزﻗُﻪُ َْﲢ‬ َ ِ‫َﺣ ﱠﱴ ﺑُﻌ‬
َ ‫ َوَﻣﺎ َز َال َﻛ َﺬﻟ‬,‫ﺚ‬
“Wahai anakku, Nabi SAW menggembala kambing sebeu
diangkat menjadi Nabi. Kemudian beliau berdagang hingga
diutus sebagai Nabi dan tetap begitu hingga rezekinya berada
di bawah naungan tombaknya”.

49
5. Metode pemberian hadiah dan hukuman
ِ ‫ﺶ َﺷ ِﺪﻳ ُﺪاﻟْﻌِ َﻘ‬ ِ ‫ﻳﺎﺑـﲎ! اِ ﱠن رﺑﱠ‬
َ ‫ َواﺗﱠِﻖ َﻏ‬,‫ﲏ‬
ُ‫ﻀﺒَﻪ‬ ‫ﺎﺣ َﺬ ْرﻳَﺎﺑـُ َﱠ‬
ْ َ‫ ﻓ‬.‫ﺎب‬ ْ ِ ْ‫ﻚ َﺷﺪﻳْ ُﺪاﻟْﺒَﻄ‬ َ َ ‫َ ُ َﱠ‬
.ُ‫ ﻓَﺎِ ﱠن اﷲَ ﳝُْﻠِ ْﻰ ﻟِﻠﻈﱠ ِﺎﱂ َﺣ ﱠﱴ اِ َذااَ َﺧ َﺬﻩُ َﱂْ ﻳـُ ْﻔﻠِﺘْﻪ‬,ُ‫ﻚ ِﺣﻠْ ُﻤﻪ‬
َ ‫ َوَﻻﻳَـﻐُﱠﺮﻧﱠ‬,ُ‫َو ُﺳ ْﺨﻄَﻪ‬
"Wahai anakku, sesungguhnya ancaman dan siksa Rabbnu
sangat keras dan berat. Karena itu takutlah engkau anakku,
takutlah pada murka rabbmu jangan sampai sifat “Halim”
(kebijakan) Allah membujuk dirimu. “Sesungguhnya Allah
menangguhkan siksanya pada orang yang zalim sampai
dengan Allah menyiksanya, sehingga dia tidak dapat lepas dari
adzab yang pedih.” (Hadis ini “Syarif” diriwatkan oleh
Bhukhari, Muslim, Tirmizi, dan Ibnu Majah dari Abi Musa Al-
Asy’ari dari Nabi saw.). (Syakir, t.th: 5)

d. Lembaga

Suatu perilaku bisa dikatakan sebagai akhlak ketika sudah menjadi

watak, maka hal ini membutuhkan suatu proses yang panjang dan terus

menerus. Penanaman ini harus terus menerus diberikan dan berulang-

ulang agar terinternalisasi dan dapat diwujudkan dalam tindakan nyata

dan konkret. Proses tersebut bisa dilakukan di lembaga sekolah, pondok

pesantren atau masyarakat.

B. Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’

1. Akhlak Kepada Allah

Hubungan manusia dengan Allah adalah menjaga hak Allah, yaitu

disembah oleh semua makhluk, bahwasannya tidak ada Rabb maupun

Illah selain Dia (Hajjaj, 2013: 227). Seorang muslim harus menjaga

dirinya dari berbagai kenistaan dan dosa, sebab Allah maha melihat

segala sesuatu dalam keadaan apapun, bahkan apa yang ada dalam hati

sekalipun. Sebagaimana ditampakkan dalam QS. Al-Baqarah ayat 284:

50
              

        


       


Artinya: “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang
ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu
atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat
perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah
mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang
dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”

Muhammad Syakir juga menjelaskan dalam kitab Washoya al aba’ lil

abnaa:

ِ َِ ‫ﻚ وﻣﻄﱠﻠِﻊ ﻋﻠَﻰ‬ِ ِ ِ ِ ِ ‫ﻳﺎﺑـ‬


.‫ﻚ‬
َ ‫ﲨْﻴ ِﻊ اَ ْﻋ َﻤﺎﻟ‬ َ ٌ ُ َ َ ‫ﺻ ُﺪ ْوِرَك َوَﻣﺎ ﺗـُ ْﻌﻠﻨُﻪُ ﺑِﻠ َﺴﺎ ﻧ‬
ُ ‫ﻚ ﻳَـ ْﻌﻠَ ُﻢ َﻣﺎﺗُﻜﻨﱡﻪُ ِ ْﰱ‬
َ ‫ﲎ! ا ﱠن َرﺑﱠ‬
‫َ ُ َﱠ‬
“Wahai anakku, sesungguhnya Rabbmu mengetahui apa yang tersimpan
dalam hatimu, semua yang di ucapkan oleh lisanmu dan melihat
seluruh perbuatanmu” (Syakir, t.th: 5).
Dengan segala kenikmatan yang diberikan Allah, maka sebagai ungkapan

rasa syukur kita adalah dengan bertakwa kepada-Nya. yaitu menjalankan

perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

‫ َواَ ْن ﺗَ ُﻜ ْﻮ َن َﺷ ِﺪﻳْ َﺪ‬,‫ﺼ َﻔﺎ ﺗِِﻪ اﻟْ َﻜ َﻤﺎ ﻟِﻴﱠِﺔ‬


ِ ِ‫ﻚ ﺟﻞﱠ َﺷﺄﻧِِﻪ اَ ْن ﺗَـﻌ ِﺮﻓَﻪ ﺑ‬
ُ ْ
ِِ ِ ‫ﺐ ﻋﻠَﻴ‬
َ َ ‫ﻚ ﳋَﺎ ﻟﻘ‬
ِ
َ ْ َ ٍ ‫ﲎ! اَﱠو ُل َواﺟ‬
‫ﻳَﺎﺑـُ َﱠ‬
.‫ﺎب ﻧـَ َﻮ ِاﻫْﻴ ِﻪ‬
ِ َ‫اﺟﺘِﻨ‬ ِ ِ ِ ِ ِ َ‫ص ﻋﻠَﻰ ﻃ‬
ْ ‫ﺎﻋﺘﻪ ﺑِ ْﺎﻣﺘﺜَﺎل اََواﻣ ِﺮﻩِ َو‬
َ
ِ
َ ِ ‫اَ ْﳊ ْﺮ‬
“Wahai anakku, kewajibanmu yang pertama tehadap Allah Penciptamu yang
Maha Luhur dalam segala hal adalah mengetahui sifat-sifa-Nya yang
sempurna, dan bersungguh-bersungguh dalam taat pada-Nya dengan
melaksanakan segala perintah-Nya dan menjahui larangan-Nya. Hendaklah
engkau yakin dengan teguh dan mantap bahwa yang engkau pilih buatmu
sendiri. Jangan mengikuti hawa nafsu mengerjakan sesuatu yang tidak
berguna, dan taat pada makhluk, baik mulia ataupun hina (dalam
pandanganmu) sehingga menghalangi drimu untuk taat dan beribadah pada
Rabbmu” (Syakir, t.th: 8).

Jadi sudah menjadi kewajiban untuk menyembah dan mengesakan-Nya,

jika ada yang tidak mengenal Allah maka termasuk orang-orang yang zalim

51
dan mengingkari hak Allah, sehingga layak mendapat murka dan siksa dari

Allah.

,ُ‫ﻚ ِﺣﻠْ ُﻤﻪ‬ ِ ‫ﺶ َﺷ ِﺪﻳ ُﺪاﻟْﻌِ َﻘ‬ ِ ‫ﻳﺎﺑـﲎ! اِ ﱠن رﺑﱠ‬


َ ‫ َواﺗﱠِﻖ َﻏ‬,‫ﲏ‬
َ ‫ َوَﻻﻳَـﻐُﱠﺮﻧﱠ‬,ُ‫ﻀﺒَﻪُ َو ُﺳ ْﺨﻄَﻪ‬ ‫ﺎﺣ َﺬ ْرﻳَﺎﺑـُ َﱠ‬
ْ َ‫ ﻓ‬.‫ﺎب‬ ْ ِ ْ‫ﻚ َﺷﺪﻳْ ُﺪاﻟْﺒَﻄ‬ َ َ ‫َ ُ َﱠ‬
.ُ‫ﻓَﺎِ ﱠن اﷲَ ﳝُْﻠِ ْﻰ ﻟِﻠﻈﱠ ِﺎﱂ َﺣ ﱠﱴ اِ َذااَ َﺧ َﺬﻩُ َﱂْ ﻳـُ ْﻔﻠِﺘْﻪ‬
"Wahai anakku, sesungguhnya ancaman dan siksa Rabbnu sangat keras dan
berat. Karena itu takutlah engkau anakku, takutlah pada murka rabbmu
jangan sampai sifat “Halim” (kebijakan) Allah membujuk dirimu.
“Sesungguhnya Allah menangguhkan siksanya pada orang yang zalim sampai
dengan Allah menyiksanya, sehingga dia tidak dapat lepas dari adzab yang
pedih.” (Hadis ini “Syarif” diriwatkan oleh Bhukhari, Muslim, Tirmizi, dan
Ibnu Majah dari Abi Musa Al-Asy’ari dari Nabi saw.). (Syakir, t.th: 5)

Dari uraian tersebut pengarang menggunakan metode reward dan

punishment dalam menerangkan konsep taqwa kepada Allah SWT. Orang yang

tidak bertaqwa kepada Allah akan mendapat punishment yaitu murka dan siksa

dari Allah SWT.

2. Akhlak Kepada Rasul

Akhlak terhadap utusan Allah (Rasulullah) adalah menjalankan apa yang

telah diajarkannya. Sebagai umat Islam, tentu kita wajib beriman kepada

Rasulullah beserta risalah yang dibawanya. Untuk memupuk keimanan, kita

perlu mengetahui dan mempelajari sejarah hidup beliau, sehingga dari situ kita

dapat memetik banyak pelajaran dan hikmah (Salamulloh, 2008: 33).

Rasullulah adalah sosok yang wajib diteladani dalam segala hal yang

bersumber darinya, baik ucapan, perbuatan, maupun taqrir beliau. Segala

sesuatu yang diperintahkan Rasulullah mengandung kemaslahatan, hal ini

dikarenakan Rasulullah diutus oleh Allah untuk mengarahkan makhluknya

menuju kebahagiaan.

52
‫ ﻓَ ُﻜ ﱡﻞ اََو ِاﻣ ِﺮِﻩ َوﻧـَ َﻮ ِاﻫْﻴ ِﻪ ُﻣ ْﺴﺘَﻨِ َﺪةٌ اِ َﱃ‬,‫اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ َﻻ ﻳَـﻨْ ِﻄ ُﻖ َﻋ ِﻦ ا ْﳍََﻮى‬ ِ ‫ﻳﺎ ﺑـﲎ! اِ ﱠن رﺳﻮَل‬
ْ ُ َ ‫َ ُ َﱠ‬
ِ ِ ِ
   ) .ُ‫ﺷﺄْ ﻧُﻪ‬ َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ِﻣ ْﻦ ﻃَﺎ َﻋ ِﺔ اﻟﻠﻪ َﺟ ﱠﻞ‬ َ َ‫اﻟْ َﻮ ْﺣ ِﻰ اْﻻ َﳍ ﱢﻰ ﻓَﻄ‬
َ ُ‫ﺎﻋﺘُﻪ‬
(           
”Wahai anakku, sesungguhnya Rasulullah saw. Tidak pernah berbicara
mengikuti hawa nafsunya, setiap perintah dan larangannya adalah
berdasarkan wahyu Allah. Karena itu taat kepada Rasulullah merupakan
bagian ketaatan kepada Allah yang Maha Bijaksana: “Katakanlah, jika kamu
mencintai Allah, maka ikutillah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.”
(QS. Ali Imran: 31) (Syakir, t.th: 9).

3. Akhlak Kepada Orang Tua

Berbakti, taat dan berbuat baik kepada orang tua adalah suatu kewajiban

bagi setiap anak. Berbakti kepada orang tua merupakan faktor utama

diterimanya doa seseorang, juga merupakan amal saleh yang paling utama

yang dilakukan oleh seorang muslim (Anwar, 2010: 107).

Tidak dipungkiri kita hidup sebagai seorang muslim tidak lain karena

perantara keduanya. Pengorbanan orang tua saat anaknya masih kecil,

khususnya ibu dari mulai masa mengandung dan setelah beranjak kanak-kanak

dan seorang ayah yang ikhlas mencari nafkah untuk menghidupi keluarga.

‫ﺼ ﱠﺤﺘِ ِﻪ َوﻃَ َﻌ ِﺎﻣ ِﻪ َو َﺷَﺮاﺑِِﻪ َوَﻣ َﻼ‬ِ ِ‫ﺎق اَﺑـﻮﻳ ِﻪ ﻋﻠَﻴ ِﻪ و ْاﻋﺘِﻨَﺎ ِﻫ ِﻬﻤﺎ ﺑ‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ﻳﺎ ﺑـﲎ! اُﻧْﻈُﺮ اِ َﱃ اﻟﻄﱢْﻔ ِﻞ اﻟ ﱠ‬
َ َ ْ َ ْ َ َ ‫ﺼﻐ ْﲑ َوا َﱃ ا ْﺷ َﻔ‬ ْ ‫َ ُ َﱠ‬
ِ ِ ِِ ِِ ِِ
‫ﺖ َﻣْﺒـﻠَ َﻎ‬
َ ْ‫ﻚ َﺣ ﱠﱴ ﺑَـﻠَﻐ‬ َ ِ‫ ﺗَـ ْﻌﻠَ ْﻢ ﻣ َﻘ َﺪا ِر َﻣﺎ ﻗَﺎ َﺳﻰ اَﺑَـ َﻮ َاك ِ ْﰱ ﺗَـ ْﺮﺑِﻴَﺘ‬,‫ذﻩ ِﰱ ﻟَْﻴـﻠَﺘﻪ َوﻧـَ َﻬﺎ ِرِﻩ َو ِﺻ َﺤﺘﻪ َو َﺳ َﻘ ِﻤﻪ‬
.‫ﺎل‬ِ ‫اﻟﱢﺮﺟ‬
َ
“Wahai anakku, lihatlah kepada anak kecil dan kesayangan ayah ibunya
kepadanya serta perhatian keduanya terhadap kesehatan makanan, minuman
dan kesenangan di waktu malam dan siangnya, sehat dan sakitnya. Engkau
bisa mengetahui nagaimana ayah-ibumu mendidikmu dengan susah payah
hingga engkau mencapai tingkat dewasa” (Syakir, t.th: 10)

53
Dalam Al qur’an surat Luqman ayat 14 dijelaskan untuk merendahkan

diri terhadap keduanya, yakni memperlakukannya dengan lemah lembut dan

penuh kasih sayang.

           

     


Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan
lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu”

Bentuk berbakti kepada orang tua dengan cara menaati segala perintah

darinya, bersikap sopan kepadanya dan tidak berbicara kasar. Selain itu bentuk

berbakti kepada orang tua dengan cara mendoakan kebaikan bagi kedua orang

tua.

4. Akhlak Terhadap Saudara

Saudara yang dimaksud adalah saudara sesama muslim. Dalam hal ini

adalah teman dalam mencari ilmu. Tidak bersikap buruk terhadap sesama

teman. Saling menghargai dan saling membantu pada waktu pembelajaran, jika

seorang teman tidak bisa dalam suatu pelajaran maka sebaiknya untuk

mengajarinya (Syakir, t.th: 13).

Pada waktu dimajelis ilmu, jika ada teman yang belum mendapat tempat

duduk, sebaiknya kita berbagi tempat duduk dengannya. Sebagaimana firman

Allah dalam QS. Al-Mujadilah: 11 disebutkan:

‫ﻴﻞ اﻧْ ُﺸ ُﺰوا‬ِ ِ ‫ﱠ‬ ِِ ِ ِ ِ ِ‫ﱠ‬


َ ‫ﻴﻞ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ﺗَـ َﻔ ﱠﺴ ُﺤﻮا ﰲ اﻟْ َﻤ َﺠﺎﻟﺲ ﻓَﺎﻓْ َﺴ ُﺤﻮا ﻳَـ ْﻔ َﺴ ِﺢ اﻟﻠﻪُ ﻟَ ُﻜ ْﻢ َوإذَا ﻗ‬
َ ‫ﻳﻦ َآﻣﻨُﻮا إذَا ﻗ‬
َ ‫ﻳَﺎ أَﻳـﱡ َﻬﺎ اﻟﺬ‬
ِ ٍ ِ ِ‫ﱠ‬ ِ ِ‫ﱠ‬
ٌ‫ﻳﻦ أُوﺗُﻮا اﻟْﻌﻠْ َﻢ َد َر َﺟﺎت َواﻟﻠﱠﻪُ ﲟَﺎ ﺗَـ ْﻌ َﻤﻠُﻮ َن َﺧﺒِﲑ‬ َ ‫ﻓَﺎﻧْ ُﺸ ُﺰوا ﻳَـ ْﺮﻓَ ِﻊ اﻟﻠﱠﻪُ اﻟﺬ‬
َ ‫ﻳﻦ َآﻣﻨُﻮا ﻣﻨْ ُﻜ ْﻢ َواﻟﺬ‬

54
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah,
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Dalam hubungan terhadap sesama sebaiknya dilandasi dengan cinta

karena Allah dan persaudaraan seagama, kerja sama dan saling tolong

menolong dalam kenajikan dan ketakwaan, komitmen mendedikasikan

kebaikan bagi semua dan mencegah keburukan dari sesama teman serta

menghiasi diri dengan akhlak-akhlak yang mulia (Hajjaj, 2013: 263).

Apabila seorang teman meminta pertolongan kepada kita, sebaiknya kita

menolongnya dengan ikhlas. Karena jika sewaktu-waktu diri kita sedang dalam

kesulitan dan kita meminta pertolongan kepada teman, maka teman tersebut

juga akan menolong kita tanpa mengharap balasan dari kita.

5. Adab Sehari-hari

a. Adab Mencari Ilmu

Muhammad Syakir menyebut guru dengan sebutan kata Mu’allim yang

dituntut mampu menjelaskan hakikat ilmu pengetahuan yang diajarkannya dan

berusaha membangkitkan siswa untuk mengamalkan dalam kehidupannya agar

bisa mendatangkan kemanfaatan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya

mengembangkan intelektual muridnya, tetapi harus bisa memberikan

pengetahuan jiwa dan mengembangkan spiritual muridnya.

55
Muhammad syakir menyebutkan sifat terpenting yang harus dimiliki

seorang Mu’allim adalah sifat jujur. Karena seorang guru adalah teladan bagi

murid-muridnya.

ِ ِ ‫ﻚ ِﻣﻦ اﻟﻨ‬ ِِ ِ ِ َ‫ﻚ ﻧ‬ ِ ‫ﻳﺎﺑ‬


ُ ‫ﱠﺼﺎﺋ ِﺢ َو ْاﻋ َﻤ ْﻞ ﺑِﻪ ِ ْﰲ ُﺣ‬
َ َ‫ﻀ ْﻮ ِر ْى َوﺑَـﻴْـﻨ‬
‫ﻚ‬ َ َ َ ‫ﲔ ﻓَﺎَ ﻗْـﺒَ ُﻞ َﻣﺎ اُﻟْﻘْﻴﻪ َﻋﻠَْﻴ‬
ٌْ ‫ﺎﺻ ٌﺢ اَﻣ‬ َ َ‫ﲏ! ا ﱢﱐ ﻟ‬ ‫َُﱠ‬
.‫ﻚ‬ َ ‫ﲔ ﻧَـ ْﻔ ِﺴ‬ َ َ‫ﻚ َوﺑَـْﻴـﻨ‬
َْ ‫ﻚ َوﺑَـ‬ َ ِ‫ﲔ اَ َﺧ َﻮاﻧ‬
َْ ‫َوﺑَـ‬
“Wahai anakku, sesungguhnya aku adalah seorang pemberi nasihat yang jujur
bagimu. Maka, terimalah nasihat-nasihat yang kuberikan kepadamu dan
amalkanlah di hadapanku, diantara engkau dan saudara-saudaramu serta
terhadap dirimu sendiri” (Syakir, t.th: 3)

Sedangkan istilah murid dalam kitab ini menggunakan kata Muta’alim

yang mempunyai arti orang yang sedang belajar dan mempelajari ilmu dari

seorang Mu’alim. Sebagai Muta’alim harus bisa mematuhi apa yang

dinasihatkan dari seorang Mu’alim. Dengan cara mengamalkan nasihat-nasihat

di depan guru, orang-orang yang ada di kehidupannya (orang tua dan teman-

teman).

Kitab ini menekankan nasehat guru terhadap murid, karena keberhasilan

pendidikan sangat tergantung kepada seberapa besarnya peran guru dalam

mendidik para muridnya.

Di dalam kegiatan belajar-mengajar seorang murid harus bersungguh-

sungguh dan meninggalkan kegiatan yang tidak bermanfaat. Karena, waktu

sangat berharga bagi seorang yang menuntut ilmu. Waktu harus digunakan

dengan sebaik-baiknya yaitu dengan belajar atau mutholaah pelajaran yang

telah disampaikan oleh guru. Apabila mengalami kesulitan diharapkan tidak

malu untuk bertanya kepada teman atau guru secara langsung.

56
Seorang murid tidak boleh membuat seorang guru marah dengan sikap

murid yang tidak sopan terhadapnya. Pada waktu guru memberikan pelajaran

hendaknya seorang murid memperharikan dengan saksama, tidak boleh

bergurau atau berbicara dengan teman lainnya dan tidak menyibukkan pikiran

dengan sesuatu yang lain berupa bisikan-bisikan hati di tengan pelajaran.

.ُ‫ﺐ ﻓِْﻴ ِﻪ َﺧﻠْ َﻘﻪ‬ ِ ِ ‫ﻳﺎﺑـﲎ! ِزﻳـﻨَﺔُ اﻟْﻌِﻠْ ِﻢ اﻟﺘـﱠﻮاﺿﻊ و ْاﻷَدب ﻓَﻤﻦ ﺗَـﻮ‬
ّ ‫اﺿ َﻊ ﻟﻠّﻪ َرﻓَـ َﻌﻪ َو َﺣﺒﱠ‬
َ َ ْ َ ُ َ َ ُُ َ ْ ‫َ ُ َﱠ‬
“Wahai, Anakku! Perhiasan ilmu adalah tawadhu’ dan kesopanan. Maka
siapa yang bersikap tawadhu’ karena Allah, niscaya Dia mengangkat
derajatnya dan menjadikan dicintai oleh para makhluk-Nya” (Syakir, t.th: 16).

Sikap tawadhu’ terhadap guru sangatlah penting, karena manfaat suatu

ilmu salah satunya dengan menghormati guru. Doa guru menjadi bagian

penting dalam keberhasilan seorang murid, karena guru adalah orang tua kedua

setelah ayah dan ibu yang melahirkan.

b. Adab Belajar, Menghafal dan Berdiskusi

Dalam kitab ini sistem belajar kelompok merupakan sistem belajar

yang baik dan banyak membantu dalam menyelesaikan suatu pertanyaan.

Ketika satu teman tidak bisa, ada teman yang lain yang sudah memahami

pembelajaran. Jadi, dalam satu kelompok akan timbul saling transfer ilmu

antara satu dengan yang lain.

Dalam berdiskusi harus bisa menghormati antara satu dengan yang

lain. Jangan memandang diri sendiri lebih menguasai ilmu daripada teman

lain, sebab hal itu akan menimbulkan sikap sombong dan akan merendahkan

teman lain. Jika ada teman lain sedang berbicara untuk menjelaskan atau

menyampaikan pendapat, janganlah memotong pembicaraannya.

57
‫ﺐ َﻣ َﻊ ُزْﻣَﺮٍة ِﻣ ْﻦ اِ ْﺧ َﻮاﻧِِﻪ اِﱠﻻ َﻣﺎ َﻛﺎ َن َﻣ َﺪ ُاراﻟْ ُﻤ َﺤ َﺎوَرِة ﺑَـْﻴـﻨَـ ُﻬ ْﻢ َﻋﻠَﻰ اﻟْ ُﻤﻨَﺎﻇََﺮِة‬ ِ
ٌ ‫اﺟﺘَ َﻤ َﻊ ﻃَﺎﻟ‬ ْ ‫ﲎ! ﻗَـﻠﱠ ّﻤﺎ‬ ‫ﻳَﺎﺑـُ َﱠ‬
.‫ﺿ ِﺔ ِ ْﰱ اﻟْ َﻤ َﺴﺎﺋِ ِﻞ اﻟﱠِ ْﱴ ﻳَـ ْﻌ ِﺮﻓـُ ْﻮﻧَـ َﻬﺎ‬
َ ‫َواﻟْ ُﻤ َﻔ َﺎو‬
“Wahai anakku! Jarang sekali seorang pelajar berkumpul dengan
sekelompok temannya, melainkan dialog diantara mereka berlangsung
perdebatan dan diskusi mengenai masalah-masalah yang mereka ketahui”
(Syakir, t.th: 19).

Dalam suatu diskusi pasti akan terjadi saling menguatkan argumen-

argumen yang diajukan, tetapi sebaiknya dalam mempertahankan argumen

dan dalam perdebatan janganlah saling menjatuhkan antara satu dengan

yang lain.

c. Adab Olahraga dan Berjalan di Jalan

Disini seorang murid harus bisa memperhatikan dan meluangkan

waktu untuk berolahraga. Kesehatan merupakan pokok dari hampir seluruh

aktifitas fisik dan mental, jika badan sehat maka pikiranpun akan sehat.

Dalam Islam ditekankan agar manusia selalu sehat, kuat dan

menjauhkan diri dari hal-hal yang menyebabkan lemah dan sakit.

Sebagaimana dalam hadits disebutkan:

‫ﻒ َوِ ْﰲ ُﻛ ًﻞ َﺧﻴْـٌﺮ‬ ِ ‫ﺐ اِ َﱃ‬


ِ ‫اﷲ ِﻣﻦ اﻟْﻤ ْﺆِﻣ ِﻦ اﻟﻀﱠﻌِْﻴ‬ ‫اَﻟْ ُﻤ ْﺆِﻣ ُﻦ اﻟْ َﻘ ِﻮ ﱡ‬
‫ي َﺧْﻴـٌﺮ َواَ َﺣ ﱡ‬
ُ َ
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai oleh Allah dari pada
mukmin yang lemah, dan semuanya memiliki kebaikan. (HR. Imam Muslim
dengan sanadnya dari Abu Hurairah r.a).

Islam telah menunjukkan kepada manusia hal-hal yang membuatnya

kuat, seperti menjaga kebersihan, bersuci, renang, memanah dan olahraga-

olahraga yang lain (Mahmud, 2004: 136).

58
Dalam berolahraga sebaiknya memperhatikan tempatnya, yaitu

ditempat yang telah disediakan, bukan berolahraga di jalan umum, karena

akan mengganggu orang lain.

‫ﺿ ْﻮا اَ َﺣ ًﺪا ِﻣ َﻦ اﻟْ َﻤﺎ ﱠرِة ِﰱ‬ ِ ِ‫ﻳﺎﺑـﲎ! اِ َذا ﺧﺮﺟﺖ ﻟِﻠﱢﺮﻳﺎﺿ ِﺔ اوﻟِﻐَ ِﲑﻫﺎ ﻣﻊ اِﺧﻮاﻧ‬
ُ ‫ﻚ ﻓَﺎﻳﱠﺎ ُﻛ ْﻢ اَ ْن ﺗَـ ْﻌ َِﱰ‬
َ َ ْ َ َ َ ْ َ َ َ َ ْ ََ ‫َ ُ َﱠ‬
.‫ﺎت‬ ِ َ‫اﻟﻄﱡﺮﻗ‬
ُ
“Wahai anakku! Apabila engkau keluar untuk berolah raga atau keperluan
lain bersama teman-temanmu, janganlah kalian menghalangi orang yang
lewat di jalan” (Syakir, t.th: 20).

Setiap orang memiliki hak untuk lewat di jalan umum, oleh sebab itu,

dalam berjalan di jalan umum jangan berdesak-desakkan dan bergurau

karena akan membahayakan bagi orang lain, khusunya pengguna kendaraan.

Setiap anak harus menjaga sikap dan tingkah laku karena terkait dengan

almamater pendidikannya. Jika seorang anak melakukan sikap yang tidak

baik akan berakibat pada almamaternya yang dilihat jelek dengan

mengambil kesimpulan pada sikap anak tersebut.

Apabila di jalan ada orang yang mengganggu, janganlah membalasnya

tetapi harus dimaafkan dan mendoakan agar orang tersebut dimaafkan oleh

Allah SWT.

              


Artinya: “Dan Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa,
Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya
atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-
orang yang zalim” (QS. Asy-Syu’ara: 40)

59
d. Adab dalam Majelis dan Ceramah

Islam mengajarkan apabila melewati atau memasuki suatu majelis

dianjurkan untuk mengucap salam terlebih dahulu. Jangan memasuki suatu

majelis di mana majelis tersebut tidak mengundangmu. Tamu yang tidak

diundang tidak disukai banyak orang karena setiap mejelis mempunyai

kepentingan yang berbeda. Didalam majelis dianjurkan tidak menempati

tempat duduk yang mana disitu telah disediakan kepada orang tertentu.

Terlalu banyak berbicara, bercanda dan tertawa terbahak-bahak adalah

hal yang tidak baik, karena hal tersebut akan menghilangkan kehormatan.

‫ َواَﻗْﻠِ ْﻞ ِﻣ َﻦ اﻟْ ِﻤَﺰ ِاح ُﺟ ْﻬ َﺪ َك‬,‫ﺎس‬


ِ ‫ﺲ ﻓَﺎِﻧـﱠ َﻬﺎ ِﻣ ْﻦ اَ ْﺧ َﻼ ِق اﻟ ﱠﺴ َﻔﻠَ ِﺔ َوَر َﻋ ِﺎع اﻟﻨﱠ‬ َ ‫َواِﻳﱠ‬
ِ ِ‫ﺎك َواﻟْ َﻘ ْﻬ َﻘ َﻬ َﺔ ِﰱ اﻟْ َﻤ َﺠﺎﻟ‬
ِ ‫ﻓَﺎِ ﱠن َﻛﺜْـﺮِة اﻟْ ِﻤﺰ ِاح ﺗَ ْﺬﻫ‬
.‫ﻚ‬ َ ْ‫ﺎس َﻋﻠَﻴ‬ِ ‫ﺾ اﻟﻨﱠ‬ َ ‫ﺻ ُﺪ ْوَر ﺑَـ ْﻌ‬ ُ ‫ت‬ ْ ‫ﺐ ﺑِﺎْﻻ ْﺣِ َﱰ ِام َوُرّﲟَﺎ اَْو َﻏَﺮ‬ُ َ َ َ
“Janganlah engkau tertawa terbahak-bahak di majelis-majelis, karena
perbuatan itu termasuk akhlak orang-orang yang rendah dan tidak
bermoral. Kurangilah bercanda sedapat mungkin, karena banyak canda
dapat menghilangkan penghormatan dan dapat menjengkelkan sebagian
orang terhadapmu” (Syakir, t.th: 24)

e. Adab Makan dan Minum

Dalam menjaga kesehatan salah satunya dengan menjaga pola makan

dan jangan terlalu banyak makan. Makanlah apabila sudah merasa lapar.

Dalam hadist dijelaskan bahwa rasulullah melarang untuk makan dengan

berlebihan.

‫ َﻣﺎ َﻣ َﻼَ اﺑْ ُﻦ اََد َم ِو َﻋﺎءً َﺷًّﺮ ِاﻣ ْﻦ ﺑَﻄْﻨِ ِﻪ‬: ‫اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
ِ ‫ﻗَﺎ َل رﺳﻮ ُل‬
ُْ َ
“Tidaklah anak Adam (manusia) memenuhi suatu wadah itu lebih jelek dari
pada memenuhi wadah makannya (perutnya).” (Hadits Riwayat Imam
Ahmad, Tirmizi, Ibnu Majah dan Hakim dari Miqdah bin Ma’dikariba).

Adab dalam makan dimulai dan diakhiri dengan berdoa kepada Allah

SWT yang telah memberikan rizki berupa makanan, disamping itu tempat

60
makanan juga harus diperhatikan. Tempat makanan yang bersih dan suci

tidak akan menimbulkan penyakit, makan menggunakan tangan kanan dan

jangan memaki makanan. Karena makanan merupakan pemberian dari Allah

SWT.

‫ﺎك َوا ْﺷ ُﻜ ْﺮﻩُ َﻋﻠَﻰ ﻧِ َﻌ ِﻤ ِﻪ اﻟﱠِﱴ َﻻ‬ ِ ِ ْ َ‫اب ﻓ‬ ِ ‫ﺖ ِﻣﻦ اﻟﻄﱠﻌ ِﺎم واﻟ ﱠﺸﺮ‬ ِ
َ ‫ﺎﲪَﺪاﷲَ اﻟﱠﺬ ْى اَﻃْ َﻌ َﻤ‬
َ ‫ﻚ َو َﺳ َﻘ‬ َ َ َ َ َ ‫َوا َذا ﻓَـَﺮ ْﻏ‬
.‫ﻚ َواِْر َﺷ َﺎد َك‬ ِ ِ ‫ُﳛ‬
َ َ‫ َواﷲُ ﻳَـﺘَـ َﻮﱠﱃ ﻫ َﺪاﻳَـﺘ‬.‫ﺼْﻴـ َﻬﺎ اْ َﻟﻌ ﱡﺪ‬ ْ
“Apabila selesai makan dan minum,maka panjatkan puji bagi Allah yang
memberimu makan dan minum, dan panjatkan syukur kepada-Nya atas
segala nikmat-Nya yang tidak terhitung banyaknya. Semoga Allah
memberimu petunjuk dan bimbingan” (Syakir, t.th: 26)

f. Adab Ibadah dan di dalam Masjid

Sebagai seorang muslim kita diwajibkan untuk beribadah kepada

Allah SWT. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah QS. Adz-

Dzaariyaat ayat 56-58:

            

.            

Artinya: 56.Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku.
57.Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan aku
tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan.
58.Sesungguhnya Allah Dialah Maha pemberi rezki yang
mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.

Dalam bab ini di perintahkan untuk tidak meninggalkan sholat wajib

tepat pada waktunya dan berusaha untuk selalu shalat berjamaah. Apabila

adzan sudah berkumandang, hendaklah mengambil air wudhu dan masuk

kedalam masjid lalu duduk dengan tenang untuk menunggu iqamah. Dalam

mengerjakan shalat wajib juga di perintahkan untuk mengiringinya dengan

61
shalat qobliyah atau ba’diyah. Dalam beri’tikaf harus dalam keadaan suci

dan tidak boleh bergurau atau berbicara keras karena akan mengganggu

orang lain dalam beribadah kepada Allah SWT.

6. Akhlak Mahmudah (Terpuji) dan Akhlak Madzmumah (Tercela)

a. Akhlak Mahmudah (Terpuji)

1. Berkata Benar

Maksud akhlak terpuji ini adalah berlaku benar dan jujur, baik

dalam perkataan maupun dalam pernuatan. Benar dalam perkataan adalah

mengatakan keadaan yang sebenarnya dan benar dalam perbuatan adalah

mengerjakan sesuatu sesuai dengan petunjuk agama (Anwar, 2010: 102).

Berkata benar atau jujur adalah kewajiban bagi seorang murid

dimanapun dan dengan siapapun dirinya berada. Dalam kehidupan

sehari-hari apabila seorang murid tidak berlaku jujur (berbohong) maka

sifat tidak jujur tersebut akan menjadi kebiasaan.

,‫ﺚ َوَﻻ ِ ْﰱ َﻣ َﻘﺎٍل‬ ٍ ‫ ﻓَ َﻼ ﻳ َﻜﺎد ﻳﺼ ُﺪ ُق ِﰱ ﺣ ِﺪﻳ‬.‫ﻳﺎ ﺑـﲎ! اِ َذا َﻛ َﺬب اﻟْﻤﺮء ﻣﱠﺮةً ﺗَـﻌ ﱠﻮد ﻟِﺴﺎﻧُﻪ اﻟْ َﻜ ِﺬب‬
ْ َ ْ َُْ َ َ ُ َ َ َ َ َُْ َ ‫َ ُ َﱠ‬
‫ﰱ اُ ْﻛ ُﺬ ْوﺑٍَﺔ‬ِ َ ‫ﻚ َواِﻳﱠ‬
ْ ‫ﺎك اَ ْن ﺗَـ َﻘ َﻊ‬
ِ ِ ‫ص ﻋﻠَﻰ َﲢﱢﺮى اﻟ ﱢ‬
َ ِ‫ﺼ ْﺪ ِق ﻓْﻴ َﻤﺎ َْﳚ ِﺮ ْى َﻋﻠَﻰ ﻟ َﺴﺎ ﻧ‬ َ َ ِ ‫اﳊ ْﺮ‬
ِْ ‫ﻓَﺎﺣ ِﺮص ُﻛ ﱠﻞ‬
ْ ْ
ِ
َ ‫ﺎب ﻧَـ ْﻔ ِﺴ‬
.‫ﻚ‬ ُ ‫َوﻟَ ْﻮ َﻛﺎ َن ﻓْﻴـ َﻬﺎ َذ َﻫ‬
“Wahai, anakku! Apabila manusia berdusta sekali, lidahnya akan
terbiasa berdusta.Hampir dia tidak berkata benar dalam suatu
pembicaraan atau suatu perkataan. Maka, hendaklah engkau berusaha
berkata benar dalam perkataanmu dan jangan sampai engkau berdusta,
walaupun berakibat kehilangan nyawamu” (Syakir, t.th: 31).

Seorang pembohong berakibat tidak dipercaya dalam perkatannya.

Apabila seseorang sudah terbiasa berkata tidak benar maka perbuatan itu

akan menjadi kebiasaan. Setiap kebohongan akan mendapat balasan dari

62
Allah SWT sekalipun tidak ada seorangpun yang mengetahui tetapi Allah

Maha mengetahui apa yang dikerjakan makhluknya. Hal tersebut sejalan

dengan firman Allah dalam QS Ibrahim ayat 27:

         

          


Artinya: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan
Ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di
akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan
memperbuat apa yang Dia kehendaki”

2. Amanat

Pengertian amanat menurut bahasa adalah kesetiaan, ketulusan hati

atau kepercayaan. Amanat adalah suatu sifat dan sikap pribadi yang setia,

tulus hati dan jujur dalam melaksanakan sesuatu yang dipercayakan

kepadanya (Anwar, 2010: 100). Suatu amanat adalah suatu tugas berat

dan merupakan tanggung jawab bagi orang yang diberi kepercayaan.

Dalam QS An Nisa’ ayat 58 dijelaskan tentang kewajiban menjalankan

amanat:

           

              


Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya
Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat”.

63
Amanat adalah sifat yang dimiliki oleh Rasulullah. Sebagai

umatnya sebaiknya meneladani sifat tersebut. Amanat termasuk sifat

yang luhur dan kebalikannya adalah khianat, sifat buruk yang

menurunkan derajat manusia dimata sesama manusia maupun Allah

SWT. Dalam kehidupan sehari-hari jika ada seorang teman meminta

pertolongan untuk menjaga hartanya kepada kita, maka kita harus

menjaganya dan tidak boleh lalai, apalagi kita mengambilnya (Syakir,

t.th: 85).

Amanat tidak hanya dalam hal yang bersifat terlihat, tetapi dalam

hal menjaga rahasia atau aib seseorang kita harus bisa merahasiakannya.

Selain itu, pada waktu sekolah kita harus bisa menjaga amanat untuk diri

sendiri, contohnya pada waktu mengerjakan ujian, seorang murid tidak

boleh khianat atau mencontek buku secara sembunyi-sembunyi (Syakir,

t.th: 34).

3. Iffah

Iffah atau kesucian diri adalah melatih kekuatan syahwat dengan

kendali akal dan syariat (Mahmud, 2004: 30). Menerima keadaan diri

sendiri dan tidak mengharap apa yang dimiliki oleh orang lain

merupakan salah satu sifat dari Iffah.

Menjaga kesucian diri akan berakibat baik pada diri kita, orang lain

akan menghormati.

‫اﻻ ْﺣِ َﱰ ِام‬


ِْ ‫ﻚ اﻟْﻮﻗَﺎ ِر و‬ ِ ِ ‫ ﻓَﺎﺣﺘ ِﻔ ْﻆ ﺑِﺘ ِ ِ ِ ﱠ‬,‫ﻳﺎﺑـﲎ! اَﻟْﻌِﻔﱠﺔُ ﺗَﺎج ﻣﻦ َﻻ ﺗَﺎج ﻟَﻪ‬
َ َ َ ُ‫ﺎج اﻟْﻌﻔﱠﺔ اﻟﺬ ْى ﻳَ ْﻜﺴﺒ‬َ َْ ُ َ َْ ُ ‫َ ُ َﱠ‬
.‫ﺻ ِﺔ َواﻟْ َﻌﺎ ﱠﻣ ِﺔ‬ ْ ‫ِﻋْﻨ َﺪ‬
‫اﳋَﺎ ﱠ‬

64
“Wahai, anakku! Kesucian diri adalah mahkota bagi orang yang tidak
bermahkota. Maka peliharalah mahkota kesucian diri itu yang
menyebabkan dirimu berwibawa dan dihormati oleh orang-orang
terkemuka dan orang-orang awam” (Syakir, t.th: 36).

Menghindari perbuatan yang dilarang adalah cara menjaga

kesuciaan diri. Apabila berjalan di muka umum dan engkau melihat

wanita, janganlah engkau memandang dengan nafsu. Dianjurkan bagi

seorang murid untuk tidak berduaan dengan wanita kecuali mahramnya.

  


        
Artinya: ”Janganlah kamu mendekati perbuatan zina, sesungguhnya itu
adalah perbuatan keji dan seburuk-buruk jalan” (QS.Al
israa’: 32).

Sesungguhnya setan menggunakan kaum wanita sebagai perangkap

bagi orang-orang yang lemah imannya. Berdoalah agar Allah melindungi

dari godaan yang terkutuk dan tingkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT

(Syakir, t.th: 36)

4. Bertaubat

Taubat adalah pengakuan atas dosa yang telah diperbuat dengan

cara memohon ampunan kepada Allah dengan cara beristighfar,

menyesali perbuatannya dan tidak mengulanginya.

ِ ‫اﷲ" واَﻧْﺖ ﻣ‬ ِ ِ ‫ﻚ "ﺗـُﺒ‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ


‫ﺼﱞﺮ َﻋﻠَﻰ‬ ُ َ َ ‫ﺖ ا َﱃ‬ ُ ْ َ ‫ﲎ! َﺣﻘْﻴـ َﻘﺔُ اﻟﺘـ ْﱠﻮﺑَﺔ َو ْاﻻ ْﺳﺘ ْﻐ َﻔﺎ ِر َﻻاَ ْن ﺗَـ ُﻘ ْﻮ ُل ﺑِﻠ َﺴﺎﻧ‬ ‫ﻳَﺎﺑـُ َﱠ‬
‫ﺐ َﺧ ِﻄْﻴﺌَﺔٌ اُ ْﺧَﺮى ﺗَ ْﺴﺘَ ِﺤ ﱡﻖ‬ ِ ‫ اِ ﱠن اﻟﺘـﱠﻮﺑ َﺔ ﺑِﺎ ﻟﻠﱢﺴ‬.‫ُﳐَﺎﻟََﻔ ِﺔ ﻣﻮﻻَ َك‬
ِ ْ‫ﺎن ﺑِ ُﺪ ْو ِن ﻧَ َﺪٍم وَﻻ اَﻗْ َﻼ ٍع َﻋ ِﻦ اﻟ ﱠﺬﻧ‬
َ َ َْ َْ
.‫َﻋﻠَْﻴـ َﻬﺎ اﻟْﻌُ ُﻘ ْﻮﺑََﺔ‬
“Wahai anakku! Inilah hakikat tobat dan istighfar. Yaitu bukannya
engkau ucapkan dengan lisanmu: aku bertaubat kepada Allah, sementara
engkau tetap melawan Tuhanmu. Sesungguhnya bertaubat dengan lisan
tanpa penyesalan maupun berhenti dari dosa adalah dosa lain yang
patut mendapatkan hukuman” (Syakir, t.th: 43).

65
Bertaubat sangat dianjurkan bagi setiap orang, karena setiap

manusia pasti memiliki kesalahan. Manusia tidak sepantasnya berkecil

hati apabila telah melakukan banyak dosa, karena Allah maha

pengampun bagi orang yang mau meminta ampunan-Nya.

5. Tawakkul

Tawakkul adalah menyerahkan keputusan kepada Allah setelah apa

yang diharapkan sudah diusahakan secara maksimal. Tawakkul

merupakan kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah SWT untuk

mendapatkan kemaslahatan serta mencegah bahaya, baik menyangkut

urusan dunia maupun akhirat (Anwar, 2010: 93). Tawakkul juga berarti

membebaskan hati dari segala ketergantungan kepada selain Allah dan

menyerahkan keputusan segala sesuatu kepada-Nya.

ِ ‫ ﻳﺎﺑـﲎ! اَ ْن ﺗَﻈُ ﱠﻦ َﻛﻤﺎ ﻳﻈُ ﱡﻦ ﺑـﻌﺾ ْاﻻَ ْﻏﺒِﻴ ِﺎء اَ ﱠن اﻟﺘـﱠﻮﱡﻛﻞ ﻋﻠَﻰ‬- ‫ﺎك‬
‫اﷲ ُﻫ َﻮ ﺗَـ ْﺮُك اﻟْ َﻌ َﻤ ِﻞ‬ ِ
َ َ َ َ ُ َْ َ َ ‫اﻳﱠ َ َ ُ َﱠ‬
‫اﻻ ْﺳﺘِ ْﺴ َﻼِم ﻟِ ْﻼَﻗْ َﺪا ِر‬
ِْ ‫و‬
َ
“Wahai anakku, janganlah engkau berpendapat seperti orang-orang
yang bodoh yang mengatakan bahwa tawakal (berserah diri kepada
allah) ialah dengan meninggalkan usaha (bekerja) dan berserah begitu
saja kepada takdir (ketentuan Allah)” (Syakir, t.th: 47)

Jadi, tawakkul bukan berarti meniadakan ikhtiar atau

mengesampingkan usaha tetapi ketetapan Allah terkait erat dengan

ikhtiar makhluk-Nya. Sebagaimana Allah telah memerintahkan ikhtiar

(perintah terhadap lahiriah) dan tawakkul (perintah terhadap hati). Hal

tersebut ditampakkan dalam QS At Taubah ayat 105:

66
         

       


Artinya: Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya
serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan
kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan
yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu
apa yang telah kamu kerjakan”.

b. Akhlak Madzmumah (Tercela)

a. Ghibah

Menurut Al-Ghazali, ghibah adalah menuturkan sesuatu yang

berkaitan dengan orang lain, apabila penuturan itu sampai pada yang

bersangkutan, ia tidak menyukainya (Anwar, 2010: 134).

Ghibah berarti membicarakan aib orang lain pada saat orang

tersebut tidak ada ditempat pembicaraan. Terlebih jika hal tersebut

merupakan berita buruk, mestinya segera dicegah agar tidak menyebar

kepada orang lain. Hal tersebut berakibat reputasi orang yang digunjing

akan jatuh. Ia merasa tidak nyaman karena yang diketahui orang lain

tentang dirinya hanyalah perbuatan buruknya. Ia pun menjadi sulit untuk

menjalin hubungan dengan orang lain karena tidak lagi dihargai. Terlebih

hingga muncul dampak yang lebih luas, yaitu menjadi akar penyebab

terputusnya silaturahmi

ِ ِ َ ِ‫ﺐ ِذ ْﻛﺮ ﻋﻴـﻮﺑِﻚ ِﰱ َﻏﻴﺒﺘ‬ ِ ٍ ِ ِ ‫ﻳﺎﺑـ ﱠ‬


‫ﻚ‬
َ َ‫ﺼ ْﻮ َن ﻟ َﺴﺎ ﻧ‬ ُ ‫ﻚ َﳛ‬
ُ َ‫ﺐ اَ ْن ﺗ‬ َْ ْ َ ْ ُُ َ ‫ﺐ ﻓَ َﻜ َﻤﺎ َﻻ ُﲢ ﱡ‬ ٌ ‫ﲎ! ﻟ ُﻜ ﱢﻞ اﻧْ َﺴﺎن َﻋْﻴ‬ َُ َ
َ‫ﺐ اﻟْﻐِْﻴﺒَﺔ‬ ِ َ‫ﱠﺎس ِﰱ ﻏَﺒـﻴﺘِ ِﻬﻢ ﻓ‬
ْ ْ َ ْ ْ ِ ‫ب اﻟﻨ‬
َ ‫ﺎﺟﺘَﻨ‬ َ ‫َﻋ ْﻦ ﻋُﻴُـ ْﻮ‬
“Wahai, Anakku! Setiap manusia mempunyai aib, maka sebagaimana
engkau tidak suka aibmu disebut di saat engkau tidak ada, begitu pula
engkau harus menjaga lidahmu dari menyebut aib orang lain ketika dia
tidak ada. Oleh karena itu jauhilah ghibah (Syakir, t.th: 40).

67
Dan dijelaskan dalam firman Allah QS Al Hujurat ayat 12:

            

          

           
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-
sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu
dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan
janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang
diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang
sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang”.

b. Sombong

Sombong (takabur) adalah menganggap orang lain rendah dan

merasa dirinya paling tinggi. Merasa memiliki kesempurnaan baik

berkaitan dengan agama atau dunia. Berkaitan dengan agama, misalnya

takabur karena merasa paling dekat dengan Allah SWT dibandingkan

dengan yang lainnya. Berkaitan dengan dunia misalnya, merasa lebih

kaya atau terhormat dibandingkan dengan yang lainnya.

.‫ﻚ ﺑِﻨِ ْﻌ َﻤ ٍﺔ ﻓَﺎ ْﺷ ُﻜ ْﺮﻩُ َوَﻻ ﺗَـﺘَ َﻜﺒﱠـَﺮ َﻋﻠَﻰ َﺧﻠْ ِﻘ ِﻪ‬ ِ ‫ﻳﺎﺑـ‬
َ ‫ﲎ! ا َذا اَﻧْـ َﻌ َﻢ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ‬
‫َ ُ َﱠ‬

“Wahai, Anakku! Apabila Allah mengaruniaimu suatu nikmat, maka


bersyukurlah kepada-Nya dan jangan bersikap sombong terhadap
makhluknya” (Syakir, t.th: 42).

68
Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah QS Al A’raf ayat 146:

          

            

           

 
Artinya: “Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan
dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda
kekuasaan-Ku. mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka
tidak beriman kepadanya. dan jika mereka melihat jalan yang
membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya,
tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus
memenempuhnya. yang demikian itu adalah karena mereka
mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari
padanya”.

c. Dengki

Dengki adalah berharap akan hilangnya suatu nikmat dari

seseorang yang berhak mendapatkannya, yang terkadang disertai dengan

usaha untuk menghilangkan nikmat tersebut (Mahmud, 2004: 210). Sifat

tersebut adalah sifat yang tercela dan menandakan keburukan hati

pemiliknya. Sebagaimana dijelaskan dalam QS. An Nisa ayat 54:

            

      


Artinya: “Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad)
lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya?
Sesungguhnya Kami telah memberikan kitab dan Hikmah
kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan
kepadanya kerajaan yang besar”.

69
‫ﺎك َﻛ َﻤﺎ‬
َ َ‫ﻚ َﻻ ْﻋﻄ‬ َ َ‫ﺎك َﻋﻠَﻰ ﻧِ ْﻌ َﻤ ٍﺔ اَﻧْـ َﻌ َﻢ اﷲُ ِﻬﺑَﺎ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ ُد ْوﻧ‬
َ ‫ ﻓَـﻠَ ْﻮ َﺷﺎءَ َرﺑﱡ‬,‫ﻚ‬ َ ‫ﲎ! َﻻ َْﲢ ُﺴ ْﺪ اَ َﺧ‬‫ﻳَﺎ ﺑـُ َﱠ‬
.ُ‫اَ ْﻋﻄَﺎﻩ‬
“Wahai, Anakku! Janganlah engkau dengki kepada saudaramu atas
nikmat yang diberikan Allah kepadanya, bukannya engkau. Andaikata
Tuhanmu menghendaki, niscaya Dia telah memberimu sebagaimana Dia
memberinya” (Syakir, t.th: 41).

C. Relevansi Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab Washoya al Aba’ lil

Abnaa’ dikaitkan dengan Masa Kekinian.

Washoya Al Aba’ lil Abnaa’ kitab yang telah ditulis oleh Muhammad

Syakir, kitab ini merupakan warisan pendidikan yang sangat jarang dijumpai di

era sekarang ini. Didalamnya mengandung nasehat-nasehat tentang akhlak dan

adab sehari-hari dengan tujuan agar para peserta didik memiliki akhlak yang

baik dan bisa mengaplikasikan di kehidupannya. Relasi seorang guru dan

murid juga sangat diperhatikan dengan cara kedekatan dhohir maupun bathin

(saling mendoakan).

Seorang guru tidak hanya memberikan ilmu yang ada dalam pelajaran

saja tetapi ilmu jiwa atau spiritual bagi anak didiknya. Seorang guru ibarat

ayah bagi anak-anaknya karena guru selalu mengharapkan muridnya menjadi

manusia yang berguna untuk orang lain, khususnya bagi dirinya sendiri.

Seorang guru adalah penasehat bagi murid-muridnya dan juga sebagai suri

teladan bagi murid-muridnya, hendaknya seorang murid mengikuti apa yang

telah dinasehatkan oleh gurunya agar menjadi orang yang mulia.

Pada zaman sekarang akhlak kurang diperhatikan dalam dunia

pendidikan karena terkait dengan tantangan globalisasi yang semakin mewabah

70
dalam segala aspek kehidupan. Tantangan globalisasi bukan saja menjadi

penyebab runtuhnya nilai-nilai luhur bangsa, melainkan akan menghambat

regenerasi kepemimpinan yang berakhlak (Ilahi, 2014:27). Merosotnya

pendidikan akhlak juga disebabkan kurangnya perhatian tenaga pendidik,

keluarga dan masyarakat dalam menanamkan nilai-nilai akhlak dalam

kehidupan sehari-hari. Pendidikan yang ada sekarang tidak lain hanya

merupakan transfer ilmu saja dan belum menyentuh akar yang lebih mendalam

lagi, seperti pembentukan kepribadian pengembangan potensi diri dan mental

(Sutrisno, 2006: 5). Sedangkan keluarga dan masyarakat belum mampu

mengimplementasikan pendekatan keagamaan dan akhlak yang baik, sehingga

terkesan kehilangan kendali dalam merekontruksi nilai-nilai ilahiah dan nilai-

nilai sosial pada benak anak.

Disamping itu, globalisasi juga mengaburkan batas-batas budaya,

akibatnya macam-macam budaya dari berbagai negara mudah masuk dan ditiru

dengan perantara media massa. Oleh karena itu, dengan mudah masyarakat

mengikuti gaya, model, perilaku dan berbusana yang hakekatnya bertentangan

dengan akhlak mulia dan masyarakatpun belum bisa menyaring budaya barat

yang masuk dan kebanyakan menerima budaya tersebut tanpa perhitungan.

Misalnya, dalam hal berpakaian banyak dari masyarakat mengikuti model

busana barat yang kurang sopan dilihat karena tidak menutup aurat. Gaya

hidup yang hedonis dan kurang memperhatikan sisi agamanya.

Hubungan akhlak dengan pendidikan sangat erat yaitu dilihat dari tujuan

pendidikan yang mempunyai tujuan untuk membentuk perilaku lahir dan batin

71
manusia menuju arah yang lebih baik. Dengan akhlak yang baik, maka

seseorang akan menjadi lebih bertaqwa kepada Allah SWT, dan kebaikannya

akan terlihat dalam setiap tindakannya. Oleh sebab itu, kitab Washoya Al Aba’

Lil Abnaa’ sangat relevan untuk dijadikan pedoman dalam berakhlak yang baik

untuk menghadapi tantangan zaman. Dalam kitab ini, dijelaskan bagaimana

cara berakhlak terhadap Allah dan Rasul-Nya, berakhlak kepada orang tua,

barakhlak dalam kehidupan sehari-hari, mengetahui akhlak yang baik dan

buruk, serta berakhlak kepada masyarakat dalam menghadapi zaman kekiniaan.

Menurut penulis, relevansi kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ dalam

menghadapi zaman kekinian adalah dapat menjadi solusi dalam memperbaiki

akhlak di berbagai bidang, khususnya dalam menghadapi karakteristik zaman

sekarang. Dan sebaiknya akhlak ditanamkan dari masa dini agar kelak menjadi

generasi yang berakhlak mulia.

72
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan pengkajian yang telah penulis lakukan, maka

dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pendidikan Akhlak dalam Kitab Washoya Al aba’ lil Abnaa’

a. Nasehat Guru terhadap murid

Seorang guru adalah teladan bagi murid-muridnya. Guru harus

berperilaku dan mempunyai akhlak yang terpuji sebagai contoh bagi

muridnya. Seorang guru juga harus memberikan nasehat-nasehat yang

baik dan menjadi seorang murid berkewajiban melakukan nasehat-

nasehat yang diberikan oleh guru.

b. Akhlak kepada Allah dan Rasul

Akhlak seorang muslim dalam berakhlak kepada Allah adalah

menjaga hak Allah, yaitu menyembah dan mengesakan-Nya tanpa

menyekutukan-Nya dengan apa pun. Diantara kewajiban kita kepada

Allah adalah mengetahui sifat-sifat Allah untuk dapat diaplikasikan

dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk menjalankan segala perintah-

Nya. Adapun kewajiban terhadap utusan Allah (Rasulullah) adalah

menjalankan apa yang telah diajarkannya. Rasullulah adalah sosok yang

wajib diteladani dalam segala hal yang bersumber darinya, baik ucapan,

perbuatan, maupun taqrir beliau.

73
c. Akhlak kepada orang tua

Akhlak kepada orang tua adalah berbakti. Bentuk berbakti kepada

orang tua dengan cara mentaati segala perintah darinya, bersikap sopan

kepadanya dan tidak berbicara kasar. Selain itu bentuk berbakti kepada

orang tua dengan cara mendoakan kebaikan bagi kedua orang tua.

d. Akhlak terhadap saudara

Saudara disini adalah teman sesame muslim. Persaudaraan antar

teman harus dijaga, saling menghormati dan saling membantu dalam

mencari ilmu. Saling tanya jawab jika ada kesulitan dalam proses

pembelajaran.

e. Adab sehari-hari

Setiap perbuatan di dalamnya ada adab-adab nya agar perbuatan

yang dilakukan mendapat kebaikan. Dalam hal ini mencakup adab

mencari ilmu, adab belajar, menghafal dan berdiskusi, adab olahraga dan

berjalan di jalan, adab dalam majelis dan ceramah, adab makan dan

minum dan adab ibadah didalam masjid.

f. Akhlak terpuji dan tercela

Akhlak terpuji merupakan perbuatan dan perkataan baik yang

mengalir tanpa merasa terpaksa dari dalam diri seseorang. Akhlak terpuji

antara lain; berkata benar, amanah, iffah, bijaksana dan lain-lain.

Sedangkan akhlak tercela merupakan perbuatan dan perkataan buruk

yang mengalir tanpa merasa terpaksa yang keluar dari diri seseorang

74
disebut dengan akhlak tercela. Akhlak tercela antara lain; ghibah,

namimah, sombong, dan lain-lain.

2. Relevansi Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab Washoya dengan

Konteks Kekinian.

Hubungan akhlak dengan pendidikan sangat erat yaitu dilihat dari

tujuan pendidikan yang mempunyai tujuan untuk membentuk perilaku

lahir dan batin manusia menuju arah tertentu yang dikehendaki. Dengan

akhlak yang baik, maka seseorang akan menjadi lebih bertaqwa kepada

Allah SWT, dan kebaikannya akan terlihat dalam setiap tindakannya. Oleh

sebab itu, kitab Washoya Al Aba’ lil Abnaa’ sangat relevan untuk

dijadikan pedoman dalam berakhlak yang baik untuk menghadapi

tantangan zaman.

Dalam kitab ini, dijelaskan bagaimana cara berakhlak terhadap

Allah dan Rasul-Nya, berakhlak kepada orang tua, barakhlak dalam

kehidupan sehari-hari, mengetahui akhlak yang baik dan buruk, serta

berakhlak kepada masyarakat dalam menghadapi zaman kekiniaan.

Relevansi kitab Washoya al Aba’ lil Abnaa’ dalam menghadapi zaman

kekinian adalah dapat menjadi solusi dalam memperbaiki akhlak di berbagai

bidang, khususnya dalam menghadapi karakteristik zaman sekarang atau

kekiniaan.

75
B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah penulis uraikan di atas, maka untuk

menindak lanjuti dapat penulis kemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Proses pendidikan akhlak merupakan satuan pokok yang terintegrasi antara

semua komponen pendukung keberhasilan tujuan, baik dari guru, orang tua,

maupun lingkungan di mana anak tinggal. Oleh karena itu, semua

komponen harus memiliki visi dan misi serta komitmen yang sama dalam

mewujudkan anak didik yang berakhlak baik.

2. Orang tua sebagai penanggung jawab utama sekaligus yang diberikan

amanah oleh Allah, hendaknya meningkatkan kesadaran akan peranan dan

posisinya yang sangat penting dalam mendukung keberhasilan proses

pendidikan yang sedang berjalan.

3. Seorang pendidik harus selalu memberikan dan mengutamakan hal terbaik

dalam membimbing dan mengarahkan generasi penerus bangsa serta

memiliki kemampuan “meneladankan” nilai-nilai positif kepada peserta

didik.

4. Pergaulan antar sesama merupakan faktor yang bisa mempengaruhi

terhadap akhlak, maka dari itu pilihlah pergaulan yang sebaik-baiknya agar

menjadi baik pula.

5. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan

umumnya bagi pembaca. Penulis sadar bahwa dalam tulisan ini masih

banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, maka tidak lupa kritik serta

76
saran yang membangun senantiasa penulis harapkan demi sempurnanya

skripsi ini.

77
Daftar Pustaka

Anwar, Rosihan. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia.

Arifin.M. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Asmaran. 2002. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: P.T. Raja Grafindo.

Bruinessen, Martin Van. 1995. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi-
tradisi Islam di Indonesia. Bandung: Mizan.
Dakir. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Daryanto. 2001. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Ensiklopedi Nasional Indonesia. 1990. Jakarta: Cipta Adi Pustaka.

Hajjaj, Muhammad Fauqi. 2013. Tasawuf Islam & Akhlak. Jakarta: Amzah.

http://perpus.iainsalatiga.ac.id/resultDocDig.php?rd=2&keyword=washoya&by2=
0&by=0

http://al-charish.blogspot.co.id/2012/06/syech-muhammad-syakir.html

Iqbal, Abu Muhammad. 2015. Pemikiran Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Jamil. 2013. Akhlak Tasawuf. Ciputat: Referensi.

Jumali, Surtikanti, Taurat Aly, & sundar. 2004. Landasan Pendidikan. Surakarta:
Muhammadiyah University press.

Kodir, Abdul. 2015. Sejarah Pendidikan Islam dari Masa Rasulullah hingga
Reformasi di Indonesia.Bandung: CV Pustaka Setia.

Komarudin. 1993. Kamus Istilah Skripsi dan Tesis. Bandung: Penerbit Aksara.

Langgulung, Hasan.1995.Manusia dan Pendidikan, Suatu Analisa Psikologi dan


Pendidikan. Jakarta : Al-Husna Dzikra.

Mahmud, Ali Abdul Hamid. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani Press.

Mas’ud, Abdurrachman, Widodo Supriyono, dkk. 2001. Paradigma Pendidikan

Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

1
Muhamad. 2008. Metodologi Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitatif.
Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Muhmidayeli. 2011. Filsafat Pendidikan.Bandung: PT. Refika Aditama.

Mujib, Abdul, &Muhaimin. 1993. PemikiranPendidikan Islam. Bandung:


Trigenda Karya.

Mujib, Abdul dan Yusuf Mudzakkir. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Kencana.

Muliawan, Jasa Ungguh. 2014.Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta:


Penerbit Gava Media.
Munthoha, dkk. 2002. Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: UII Press.

Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Poerbakawadja, Soegarda. 1976. Enciklopedi Pendidikan. Jakarta: Gunung


Agung.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta:


Gema Media.
Purwanto, M.Ngalim. 1988. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung:
Remadja Karya.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa


Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Rahnema, Ali. 1996. Para Perintis Zaman Baru Islam. Bandung: Mizan.

Razak Nasruddin. 1973. Dienul Islam. Bandung: Alma’arif.

Salamulloh, M.Alaika. 2008. Akhlak Hubungan Vertikal. Yogyakarta: Pustaka


Insan Madani.

Solihin, M. 2005. Akhlak Tasawuf, Manusia Etika dan Makna Hidup. Bandung:
Nuansa.

Susilo, Muhammad Joko. 2007. KTSP Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan


Sekolah Menyongsongnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sutrisno. 2006. Revolusi Pendidikan Di Indonesia. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.


Syakir, Muhammad. T.th. Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’. Magelang: Salsabila.

2
Syakir, Muhammad. T.th. Wasiat Ayah Kepada Anak-anak. Surabaya: Salim
Nabhan.

Taufik, Abdullah. 2002. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Akar dan Awal.
Jakarta: PT Ikhtiar Baru Van Hoeve.

Ulwan, Abdullah Nasih. 1981. Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam.


Bandung: CV. Asy-syifa’.

UU RI No 20 Tahun 2003. 2003. Sistem Pendidika Nasional (Pasal 1 ayat 19).


Jakarta: CV.Mini Jaya Abadi.

Walidin, Warul. 2005. Konstelasi Pemikiran Pedagogik Ibnu Khaldun Perspektif


Pendidikan Modern.Yogyakarta: Taufiqiyah Sa’adah Banda Aceh dan
Suluh Press Yogyakarta.

Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif
Perubahan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
.

3
4
5
SURAT KETERANGAN KEGIATAN

(SKK)

Nama : Muhammad Sulkhan

NIM : 111-12-143

Fakultas/jurusan : FTIK / PAI (Pendidikan Agama Islam)

Dosen PA : Dra. Ulfah Susilawati, M.Si.

No. Nama Kegiatan Pelaksanaan Keterangan Nilai


1. OPAK STAIN 05-07 September Peserta
SALATIGA 2012 2012
dengan tema “
3
Progresifitas Kaum
Muda, Kunci Perubahan
Indonesia”
2. OPAK Jurusan Tarbiyah 08-09 September Peserta
STAIN SALATIGA 2012
2012 dengan tema
“Mewujudkan Gerakan
3
Mahasiswa Tarbiyah
sebagai Tonggak
Kebangkitan Pendidikan
Indonesia”
3. Orientasi Dasar 10 September 2012 Peserta
Keislaman dengan tema
“Membangun Karakter
2
Keislaman Bertaraf
Internasional di Era
Globalisasi Bahasa”
4. Seminar 11 September 2012 Peserta
Enterpreneurship dan
Perkoperasian 2012
dengan tema “Explore
Your Entrepreneurship
2
Talent” yang
diselenggarakan
MAPALA MITAPASA
dan KSEI STAIN
Salatiga
5. ACHIEVMENT 12 September 2012 Peserta
MOTIVATION 2
TRAINING dengan

6
AMT Bangun Karakter
Raih Prestasi
6. LIBRARY USER 13 September 2012 Peserta
EDUCATION
2
(Pendidikan Pemakai
Perpustakaan)
7. Piagam Penghargaan 21 Desember 2012 Panitia
Peringatan Hari Lahir
Pondok Pesantren Edi
Mancoro ke-23 dengan
3
tema “Mempererat
Kekeluargaan Santri
Untuk Mewujudkan Edi
Mancoro yang Madani”
8. Seminar Pendidikan 02 Mei 2013 Peserta
HMJ Tarbiyah STAIN
Salatiga dengan tema
2
“Menimbang Mutu dan
Kualitas Pendidikan di
Indonesia”
9. Piagam Penghargaan 4-5 Mei 2013 Panitia
PORS V dengan tema
“Membangun prestasi
dan Membangun 3
Persahabatan Melalui
Sportifitas dalam
Olahraga’
10. Asramanisasi Ramadhan 03 Agustus 2013 Panitia
1434 H dengan tema
“Asramanisasi sebagai
wasilah introspeksi diri 3
menuju berkah Illahi”
Pondok Pesantren Edi
Mancoro
11. Piagam Penghargaan 23 Oktober 2013 Peserta
Musabaqah Tilawatil
Qur’an (MTQ)
Mahasiswa V tingkat
mahasiswa, SMA se-
derajat dan pondok 2
pesantren se-Salatiga dan
sekitarnya dengan tema
“MTQ Wahana Apresiasi
untuk Mencetak Insan
Qur’ani”
12. Piagam Penghargaan 26 Desember 2013 Juara 1 4

7
Peringatan Hari Lahir Lomba
Pondok Pesantren Edi Puitisasi Al
Mancoro Ke-24 dengan Qur’an
tema “Santri Sebagai
Insan Religius yang
Mampu Membangun
Solidaritas
Bermasyarakat”
13. Piagam Penghargaan 26 Desember 2013 Panitia
Peringatan Hari Lahir
Pondok Pesantren Edi
Mancoro Ke-24 dengan
tema “Santri Sebagai 3
Insan Religius yang
Mampu Membangun
Solidaritas
Bermasyarakat”
14. Piagam Penghargaan 30 November-1 Panitia
“LPJ dan MUBES SSC Desember 2013 3
2013”
15. Piagam Penghargaan 17-26 Januari 2014 Panitia
Diklatsar V dengan tema
“Menumbuhkan
3
kedisiplinan, solidaritas
serta loyalitas dalam
organisasi dan olahraga”
16. Piagam Penghargaan 24-25 Maret 2014 Panitia
PORS VI STAIN 3
SPORT CLUB
17. PIAGAM 30-31 Maret 2014 Peserta
PENGHARGAAN
kegiatan Pelatihan
2
Manasik Haji oleh Biro
Pendidikan Pondok
Pesantren Edi Mancoro
18. Sertifikat GERAKAN 8 Juli 2014 Peserta
SANTRI MENULIS
Sarasehan Jurnalistik
Ramadhan 2014 oleh 2
Suara Merdeka di
Pondok Pesantren Edi
Mancoro
19. Asramanisasi Ramadhan 29 Juni-22 Juli 2014 Panitia
1435 H dengan tema
3
“Menyambut Indahnya
ramadhan Sucikan Hati

8
untuk Meraih Cinta
Illahi” oleh Pondok
Pesantren Edi Mancoro
20. Surat Keputusan 22 Juli 2014 Pengurus
Pengurus Organisasi
Santri PP Edi Mancoro 4
sebagai Biro PU masa
khidmat 2014-2015
21. “Workshop 22 Agustus 2014 Peserta
Enterpreneurship dengan
tema “Menanamkan
Nilai-Nilai Jiwa
Kewirausahaan 2
Mahasiswa yang Kreatif
dan Inovatif” yang
diselenggarakan KSEI
dan SSC”
22. SEMINAR NASIONAL 05 November 2014 Peserta
Hmj Syariah STAIN
Salatiga dengan tema
8
“Peran lembaga syariah
dengan adanya otoritas
jasa keuangan”
23. Gebyar Seni Qur’aniyy 06 November 2014 Peserta
(GSQ) Umum Ke-VI Se- Rebana
Jawa Tengah dengan
tema “Aktualisasi makna
5
dan Syi’ar Al-Qur’an
sebagai Sumber Inspirasi
oleh JQH Al-Furqon
STAIN Salatiga
24. Piagam Penghargaan 6-7 Desember 2014 Panitia
“LPJ dan MUBES SSC 3
2014’
25. “Haflah Akhirussanah 6 Juni 2015 Peserta
Khotmil Qur’an dan Haul
KH. Sholeh dan KH. 2
Ridwan Pondok
Pesantren Edi Mancoro”
26. Certificate of 08 Juni 2015 Enumerator
Appreciation in research
dissertation entitled of:
“student’s academic 2
achievement in relation
to academic motivation,
perception of parental

9
academic support and
role” at junior high
schools in Salatiga 2013
until 2014
27. Piagam Penghargaan atas 18 Januari-29 KKN IAIN
dedikasi dan pengabdian Februari 2016 Salatiga 3
di Desa Kajoran
28. Bedah Buku Ulama- 21 Februari 2016 Peserta
Ulama Aswaja Nusantara
yang Berpengaruh di
Negeri Hijaz oleh Amirul
2
Ulum diselenggarakan
oleh UPT Perpustakaan
Pondok Pesantren Edi
Mancoro
29. Sertifikat Training & 01-04 Maret 2016 Panitia
Field Trip dengan tema
“Peningkatan
Pemahaman di Pesantren
Berperspektif HAM dan
Islam”oleh Center for the
Study of Religion and
3
Culture (CRSC) UIN
Jakarta dan Konard-
Adenauer-Stiftung
(KAS) untuk Indonesia
dan Timor-Leste dengan
dukungan bantuan hibah
dari Uni Eropa (EU)
30. Sertifikat “Akhirussanah 14 Mei 2016 Panitia
dan Khotmil Qur’an V”
3
Pondok Pesantren Edi
Mancoro
31. Pesantren Ramadhan 06-18 Juni 2016 Pemateri
oleh TBB da TK Al 4
Qur’an Edi Mancoro
32. Asramanisasi Ramadhan 06 – 27 Juni 2016 Peserta
1437 H dengan tema
“Meningkatkan
Kreativitas,
2
intelektualitas, dan
spiritualitas di bulan
berkualitas” Pondok
Pesantren Edi Mancoro
33. Workshop Provinsi 1-3 November 2016 Panitia
5
dengan tema

10
11
12

Anda mungkin juga menyukai