Anda di halaman 1dari 66

3. 3.

Perhitungan Momen Puntir Poros

Poros ynag digunakan pada kopling ini akan mengalami beban puntir dan beban lentur,
namun yang paling besar adalah momen puntir akibat putaran, untuk itu maka digunakan poros
transmisi. Perhitungan kekuatan poros didasarkan pada momen puntir khususnya untuk poros
kopling.
Data yang diketahui ( dari brosur, lampiran 1 ) adalah :
Daya (P) : 7,3 PS
Putaran (n) : 8000 rpm
Maka daya yang direncanakan yang akan dialami poros adalah :
P = 7,3 . 0,746
= 5,44 KW.
Maka untuk meneruskan daya dan putaran ini, terlebih dahulu dihitung daya
perencanaannya (Pd).
Pd = fc . P
Di mana :
Pd = daya perencanaan
fc = faktor koreksi
P = daya masukan
Daya mesin (P) merupakan daya nominal output dari motor penggerak, daya inilah yang
ditransmisikan melalui poros dengan putaran tertentu.

Daya Yang Akan Ditransmisikan Fc


Daya rata-rata yang diperlukan 1,2 – 2,0
Daya maximum yang diperlukan 0,8 – 1,2
Daya Normal 1,0 – 1,5
Tabel. 3.1. Jenis-jenis faktor koreksi berdasarkan daya yang akan ditransmisikan.

Daya rata-rata merupakan besarnya daya-daya yang bekerja dibagi dengan jumlah daya yang
bekerja.
Daya naximum merupakan daya yang paling besar yang terjadi saat melakukan mekanisme.
Daya normal merupakan daya optimal yang dapat dihasilkan oleh mesin.

Dalam perancangan ini yang digunakan adalah daya maximum yang mungkin terjadi
pada saat start sehingga range faktor koreksinya adalah 0,8 – 1,2. Dalam hal ini dipilih besarnya
0,8 yang agak lebih kecil, karena juga akan memiliki faktor keamanan lainnya, seperti faktor
keamanan sesuai dengan jenis bahan, bentuk dan lain-lain.
Sehingga daya yang direncanakan adalah :
Pd = 1,08 . 5,44 kw
Pd = 5,87kw

Momen puntir (momen torsi rencana) yang dialami poros adalah :


Pd
Mp = 9,74 . 105 n

3.4. Pemilihan Bahan

87,8
Mp = 9,74 . 105
6000
= 14252,86 kg. mm
Dalam pemilihan bahan perlu diperhatikan beberapa hal seperti pada tabel berikut, dan
kita dapat menyesuaikan dengan yang kita butuhkan.
Tabel. 3.2. Batang baja karbon yang difinis dingin (Standar JIS)
Perlakuan Diameter Kekuatan Kekerasan
Lamban Panas (mm) Tarik
g (kg/mm2) HRC (HRB) HB

Dilunakkan 20 atau kurang 58 – 79 (84) – 23 -


21 – 80 53 – 69 (73) – 17 144
S35C-D –
216
Tanpa 20 atau kurang 63 – 82 (87) – 25 -
Dilunakkan 21 – 80 58 – 72 (84) – 19 160

225
Dilunakkan 20 atau kurang 65 – 86 (89) – 27 -
21 – 80 60 – 76 (85) – 22 166 -
S45C-D 238
Tanpa 20 atau kurang 71 – 91 12 – 30 -
Dilunakkan 21 – 80 66 – 81 (90) – 24) 183

253
S55C-D Dilunakkan 20 atau kurang 72 – 93 14 – 31 -
21 – 80 67 – 83 10 – 26 188

260
Tidak 20 atau kurang 80 – 101 19 – 34 -
Dilunakkan 21- 80 75 – 91 16 – 30 213 -
285
(Sularso, “Dasar-dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Pradya Pramita, Jakarta 1994)
Dalam pemilihan bahan perlu diketahui tegangan izinnya, yang dapat dihitung dengan
rumus :
p b
a = 9,74 x10 5 x (kg.mm)  663,02kg.mm
n S f 1 .S f 2

dimana : a .......................................................= tegangan geser izin (kg/mm2)


b = .................................................. kekuatan tarik bahan (kg/mm2)
Sf1 = faktor keamanan yang tergantung pada jenis bahan, dimana untuk bahan S-C
besarnya : 6,0.
Sf2 = faktor keamana yang bergantung dari bentuk poros, dimana harganya berkisar
antara 1,3 – 3,0.
Dalam perancangan ini bahan yang dipilih adalah bahan yang memiliki kekerasan
besar, karena poros ini akan mengalami beberapa aksi, seperti tekanan tumbuk, puntir, sehingga
dipilih jenis baja S55C-D dengan kekuatan tarik 83 Kg / mm2. Dan faktor keamanan diambil
yang besar, karena poros ini boleh dikatakan memiliki diameter yang kecil, sehingga supaya
seimbang diambil faktor keamanan 6,0. Dan faktor koreksi yang disesuaikan dengan bentuknya
berkisar 1,3 – 3,0, dimana bentuk poros dalam perencanaan ini memiliki spilne maka diambil
faktor koreksi yang sedang yakni 1,4 karena spilne ini sangat berpengaruh dalam penimbulan
puntiran khususnya pada bagian terluar poros.
Maka tegangan geser izin adalah :
................................................................................................................
83
a   9,88 kg / mm2
6 . 1,4

3.5. Perencanaan Diameter Poros


Diameter poros dapat diperoleh dari rumus :
1/ 3
 5,1 
................................................................... dp =  . Kt . Cb . Mp 
 a 
dimana : dp = diameter poros (mm)
a = tegangan geser izin (kg/mm2)
Kt = faktor koreksi tumbukan, harganya berkisar 1,5 – 3,0.
Cb = faktor koreksi untuk terjadinya kemungkinan terjadinya beban lentur, dalam
perencanaan ini diambil 1,2 karena diperkirakan tidak akan terjadi beban
lentur.
Mp = momen puntir yang ditransmisikan (kg.m)
Pada saat pertama (start) penghubungan poros input dengan poros output akan terjadi
tumbukan dan ini terjadi setiap penghubungan kedua poros tersebut, sehingga faktor koreksi
pada range 1,5 – 3,0 diambil KT = 2,8, supaya poros aman dari tumbukan.
Dan dalam mekanisme ini beban lentur yang terjadi kemungkinan adalah kecil karena poros
adalah relatif pendek, sehingga faktor koreksi untuk beban lentur Cb = 1,2. Dengan harga faktor
koreksi terhadap tumbukan diambil sebesar Kt = 2,8 maka diameter poros dapat ditentukan
sebagai berikut :
1
 5,1   5,1
3 
dp =  xktxcbxt =  x1,5 x1,0 x663,026
 6,1   6,1 
= 9,40 mm = 10 mm
3.6. Pemeriksaan Kekuatan Poros
Hasil diameter poros yang dirancang harus diuji kekuatannya. Pemeriksaan dapat
dilakukan dengan memeriksa tegangan geser yang terjadiakibat tegangan puntir yang dialami
poros. Jika tegangan geser lebih besar dari tegangan geser izin dari bahan tersebut, maka
perancangan tidak akan menghasilkan hasil yang baik, atau dengan kata lain perancangan adalah
gagal.
Besar tegangan geser yang timbul pada poros adalah :
5,1 16.Mp
g = xT (kg / mm)
ds 3
 .d 3
Dimana : g = Tegangan geser poros
T = momen puntur yang ditransmisikan (kg.mm)
dp = diameter poros (mm)
 T 
Tg = 5,1 3  kg / mm
 ds 
 663,02 
= 5,1 kg / mm  3,38kg / mm
 10 
3

Menurut hasil yang diperoleh dari perhitungan diatas, terlihat bahwa tegangan geser
yang terjadi adalah lebih kecil daripada tegangan geser yang diizinkan  p <  a. Dengan hasil ini
maka dapat disimpulkan bahwa poros ini aman untuk digunakan pada kopling yang dirancang
untuk memindahkan daya dan putaran yang telah ditentukan.

BAB IV
SPLINE

Spline berfungsi untuk meneruskan daya dan putaran dari poros komponen-komponen
lainnya. Fungsi spline pada dasarnya adalah sama dengan fungsi pasak, perbedaannya adalah
bahwa spline merupakan bagian dari poros, atau dengan kata lain menyatu dengan poros,
sedangkan pasak terpisah dari poros dan untuk pemasangannya diperlukan alur pada poros.
Selain itu jumlah spline untuk tiap poros adalah tertentu pada konstruksi yang diambil
berdasarkan standard SAE, sedangkan jumlah pasak ditentukan sesuai dengan kebutuhan yang
dianggap perlu oleh perancangnya.
Penggunaan spline adalah lebih beruntung dibanding pasak, karena spline lebih kuat
dan akan mengalami beban puntir yang merata pada seluruh bagian poros. Sedangkan pada pasak
yang akan mengalami tegangan adalah pasak itu sendiri karena terkonsentrasi pada pasak
tersebut.

4. 1. Perancangan Spline
Pemilihan Spline ditentukan berdasarkan standart SAE (Society Automotive
Engineering) pada kendaraan bermotor, mesin-mesin produksi, mesin-mesin perkakas dan lain-
lain.

Gambar 4. 1. Spline
Keterangan :
D = diameter luar spline
d = diameter dalam spline
h = tinggi spline
w = lebar spline L = panjang spline
Untuk berbagai kondisi pengoperasian spline telah ditetapkan ukurannya sesuai dengan
standart SAE, seperti pada tabel berikut :
Tabel 4-1. Spesifikasi spline untuk berbagai kondisi operasi (standard SAE)
Number Permanent Fit To Slide When To Slide When All
of Spline Not Under Load Under Load Fits
H D H D H D w
4 0,075D 0,850D 0,125D 0,750D - - 0,241
D
6 0,050D 0,900D 0,075D 0,850D 0,100D 0,800D 0,250
D
10 0,045D 0,910D 0,070D 0,860D 0,095D 0,810D 0,156
D
16 0,045D 0,910D 0,070D 0,860D 0,095D 0,810D 0,098

4. 2. Pemilihan Spline
Dalam perancangan kopling ini perlu diperhatikan jumlah spline yang akan jadi sangat
berpengaruh dalam penerusan daya. Jumlah spline akan mempengaruhi tegangan geser dan
tegangan tumbuk, dimana semakin banyak jumlah spline maka pemusatan daya akan terbagi
untuk tiap spline sehingga tegangan tumbukan dan tengangan geser akan semakin kecil.
Sesuai dengan diameter poros dan daya yang akan diteruskan, maka jumlah spline yang cocok
adalah 10, karena selain aman tidak berlebihan.
Sehingga dari tabel 4.1 diperoleh data sebagai berikut :
h = 0,095 D ; d = 0,810 D ; w = 0,156 D
Maka : d =10 mm
d 10
D= = = 12,3 mm/s. ................................................
0,810 0,810
Panjang spline diperoleh dari :

D 3 12,33
L= 2   18,6mm
d 10 2
Jari-jari rata-rata spline diperoleh dari :
rm = D + d = 37,04+30 = 16,76 mm
4 4

4. 3. Analisa Beban

Gaya yang bekerja pada spline adalah :


Mp = F . rm
Dimana :
Mp = momen pentir yang bekerja pada poros, dari perhitungan pada Bab. 3 diperoleh :
14252,86 Kg mm.
F = Gaya yang bekerja pada spline (Kg)
rm = jari-jari rata-rata spline (mm)
Maka diperoleh gayanya :
F = Mp = 14252,86 = 850,4 Kg
rm 16,76

4. 4. Pemilihan Bahan
Dalam pemilihan bahan spline adalah sama dengan bahan poros, karena spline adalah
menyatu dengan poros. Bahannya adalah 555C-D dengan kekuatan tarik maximum  b = 83
Kg/mm2

4. 5. Pemeriksaan Kekuatan Spline

Untuk memeriksa kekuatan spline, maka dapat dilakukan pada dua jenis kemungkinan
yang akan mengalami kegagalan, yaitu akibat tegangan tumbuk  t dan tegangan geser g.

a. Pemeriksaan Kegagalan Akibat Tegangan Tumbuk Spline

Tegangan tumbuk spline dapat diperoleh dari :


F
t =
i.h.l
di mana :
t = tegangan tumbuk ( kg/mm2 )
F = gaya yang bekerja pada spline ( kg )
i = jumlah spline
h = tinggi spline ( mm )
l = panjang spline ( mm )
Maka besar tegangan tumbuk yang bekerja adalah :
850,4
..................................................................................... t =
10  3,57  56,5

= 0,42 kg
mm 2
Sementara tegangan tumbuk izin dari pada bahan spline ini adalah :
b 83
ti = = = 8,3 kg
i 10 mm 2
Dari hasil perhitungan di atas, terlihat bahwa tegangan tumbuk izin adalah lebih besar
dari pada tegangan tumbuk yang terjadi pada spline ti > t .
Maka dapat disimpulkan bahwa rancangan ini aman dari tegangan tumbuk.

b. Pemeriksaan Kegagalan Akibat Tegangan Geser Pada Sline

Besarnya tegangan geser pada spline dapat diperoleh dari :


F
g =
i.w.l

di mana : g = tegangan geser ( kg )


mm 2
F = gaya yang bekerja pada spline (kg)
i = jumlah spline
w = lebar spline (mm)
l = panjang spline (mm)
Maka tegangan geser yang bekerja adalah :
850,4
g = = 0,26 kg
10  5,78  56,5 mm 2

Sedangkan tegangan geser izin untuk bahan tersebut adalah :


gi = 0,577 . ti
= 0,577 . 8,3

= 4,79 kg
mm 2
Dari perhitungan di atas terlihat bahwa tegangan geser izin lebih besar dibanding tegangan geser
yang timbul pada spline gi > g .
Maka dapat disimpulkan bahwa spline pada perancangan ini adalah aman dari tegangan geser.

BAB V
NAAF
Naaf adalah pasangan dari spline, di mana dimensinya adalah sama antara keduanya.
Tetapi, pada kondisi yang sebenarnya ada perbedaan ukuran yang kecil, meskipun analisa dan
perhitungannya sama. Perbedaan yang kecil ini akan menjadi sangat berpengaruh untuk
mesinyang memerlukan ketelitian yang tinggi atau pada mesin yang bekerja pada putaran tinggi.
Dengan pertimbangan di atas maka perhitungan naaf harus dihitung tersendiri tetapi tetap
berdasarkan perhitungan spline.
Pada perancangan naaf ini didasarkan pada standart SAE yang sama pada perancangan spline.

Gambar 5.
1. Naaf
Keterangan :
D = diameter luar naaf
d = diameter dalam naaf
w = lebar gigi naaf
h = tinggi gigi naaf
l = panjang naaf

5. 1. Perancangan Naaf

Berdasarkan data dari ukuran spline, maka ukuran untuk naaf adalah sebagai berikut :
h = 0,095 D
d = 0,810 D
w = 0,156 D
Dari data ukuran spline yang telah diketahui, lebar gigi naaf dapat diperoleh dari :
( .Ds )  (i.ws)
w =
i

di mana : w = lebar gigi naaf (mm)


Ds = diameter luar spline, dari perhitungan pada Bab 4 sebesar 37,04 mm
ws = lebar spline, dari perhitungan pada Bab 4 sebesar 5,78 mm
i = jumlah spline / gigi naaf, yaitu 10 buah
bn = tebal naaf
Maka :
(  37,04)  (10  5,78)
w =
10
= 5,86 mm.
Dengan memasukkan harga w = 5,86 mm ke data di atas diperoleh :
w 5,86
D = = = 37,57 mm.
0,156 0,156
h = 0,095 D = 0,095 . 37,57 = 3,62 mm
d = 0,810 D = 0,810 . 37,57 = 30,44 mm
bn = D-d = 37,57 – 30,44 = 7,13 mm
Sedangkan panjang naaf diperoleh dari :
D3 37,573
l = = = 57,23 mm.
d2 30,442
, dan jari-jari rata-rata naaf adalah :
Dd 37,57  30,44
rm = = = 17 mm.
4 4
5. 2. Analisa Beban

....................................................... Gaya yang bekerja pada naaf diperoleh dari :


Mp = F . rm
Di mana : Mp = momen puntir (dari Bab 3)
F = gaya yang bekerja pada naaf
rm = jari-jari rata-rata naaf (mm)
Maka :
Mp 14252,86
F = = = 838,4 kg.
rm 17

5. 3. Pemilihan Bahan Naaf

Dalam pemilihan bahan naaf adalah sama dengan bahan poros spline,yakni S55C-D dengan
kekuatan tarik  b = 83 Kg/mm2 .

5. 4. Pemeriksaan Kekuatan Naaf

Pemeriksaan kekuatan naaf dapat dilakukan pada dua kemungkinan seperti halnya pada spline,
yakni terhadap tegangan geser dan tegangan tumbuk.

a. Pemeriksaan Kegagalan Akibat Tegangan Tumbuk


................................ Besarnya tegangan tumbuk pada naaf dapat diperoleh dari :
F
t =
i.h.l
di mana : t = tegangan tumbuk (kg/mm2)
F = gaya yang bekerja pada naaf (kg)
i = jumlah gigi naaf, yaitu 10 buah
h = tinggi gigi naaf (mm)
l = panjang naaf (mm)
Maka besar tegangan tumbuk yang bekerja adalah :
838,4
t = = 0,404 kg/mm2
10  3,62  57,23
Dari perhitungan pada Bab 4 diperoleh tegangan tumbuk izin untuk bahan S55C-D adalah ti =
8,3 kg/mm2. Di mana harganya adalah jauh lebih besar dibandingkan dengan tegangan tumbuk
kerjanya, t < ti , sehingga naaf aman dari kegagalan akibat tegangan tumbuk.

b. Pemeriksaan Kegagalan Akibat Tegangan Geser


Besarnya tegangan geser pada naaf dapat diperoleh dari :
F
g =
i.w.l
di mana : g = tegangan geser (kg/mm2)
F = gaya yang bekerja pada naaf (kg0
i = jumlah gigi naaf, yaitu 10 buah
w = lebar gigi naaf (mm)
l = panjang naaf (mm)
Maka besar tegangan geser yang bekerja adalah :
838,4
g = = 0,249 kg/mm2
10  5,86  57,23

Dari perhitungan pada Bab 4 diperoleh tegangan geser izin untuk bahan S55C-D adalah gi =
4,79 kg/mm2, di mana harganya adalah jauh lebih besar dibandingkan dengan tegangan geser
kerjanya, g < gi sehingga naaf aman dari kegagalan akibat tegangan geser. Maka dapat
disimpulkan bahwa naaf aman digunakan pada perancangan ini.

BAB VI
PLAT GESEK

Plat gesek berfungsi untuk memindahkan daya dan putaran dari flyweel (roda penerus) ke poros
yang digerakkan (poros output). Transmisi daya dan putaran ini terjadi melalui gesekan antara
flyweel dengan plat gesek yang ditekan oleh plat penekan.
Berikut ini adalah sketsa dari plat gesek dan simbol-simbol yang digunakan.
Gambar 6. 1. Plat Gesek

Ket :
D = diameter luar plat gesek
d = diameter dalam plat gesek
a = tebal plat gesek

6. 1. Pemilihan Bahan Plat Gesek

Dalam pemilihan bahan plat gesek perlu diperhatikan koefisien gesek dari bahan yang akan
digunakan dan harus disesuaikan dengan kebutuhan. Koefisien  untuk berbagai permukaanplat
dapat dilihat pada tabel 6. 1 di bawah ini. Harga-harga koefisien gesek dalam tabel tersebut
ditentukan dengan perhitungan bidang gesek yang sudah agak menurun gesekannya, karena akan
digunakan untuk beberapa waktu, seta didasarkan atas harga tekanan yang diizinkan dan yang
dianggap baik.
Tabel 6. 1. Koefisien Gesekan antara berbagai permukaan, beserta tekanan yang diizinkan.

Bahan Permukaan Kontak  Pa (kg/mm2)


Kering Dilumasi
Besi cor dan besi cor 0,10 – 0,20 0,08 – 0,12 0,09 – 0,17
Besi cor dan perunggu 0,10 – 0,20 0,10 – 0,20 0,05 – 0,08
Besi cor dan asbes 0,35 - 0,65 - 0,007 – 0,07
Besi cor dan serat 0,05 - 0,11 0,05 – 0,10 0,005 – 0,03
Besi cor dan kayu - 0,10 – 0,35 0,02 – 0,03
(Joseph E. Shigley. Larry D. Mitchell dan Gandi Harahap <penerjemah>, “Perancangan
Teknik Mesin”, Edisi IV, Jilid 1, Erlangga, Jakarta, 1991).

Dalam perancangan plat gesek ini dipilih bahan besi cor dan asbes sebagai bahan flyweel dan
plat penekan.
Beberapa alasan pemilihan bahan imi adalah:
-. Pasangan besi cor dan asbes memiliki koefisien gesek yang tinggi.
-. Asbes memiliki daya tahan panas yang tinggi, yakni 2000 C.
Dari tabel 6. 1 koefisien gesek dan tekanan yang diizinkan untuk bahan besi cor dan asbes adalah
:  = 0,35 – 0,655
Pa = 0,007 – 0,07
Pemilihan plat kopling yang kering, selain koefisien yang tinggi dan tahan terhadap temperatur
tinggi, juga pada saat pelepasan antar kedua permukaan lebih mudah karena tidak lengket akibat
pelumasan.
Koefisien gesek yang diperlukan tidak perlu maximum, karena daya yang dihubungkan tidak
terlalu besar, maka diambil  = 0,4 dan tekanan yang timbulakan tersebar pada seluruh
permukaan, maka tekanan izin diambil Pa = 0,3 kg/mm2 = 2,943 N/mm2.

6. 2. Analisa Gaya dan Momen Gesek


Jika tekanan rata-rata pada plat gesek adalah P, maka besar gaya yang menimbulkan
tekanan dan momen gesek yang bekerja pada seluruh permukaan plat gesek berturut-turut adalah
:

Fp = . ( D2 – d2 ).P
4
(D  d )
Mg =  . F .
4
Di mana :
Fp = gaya yang menimbulkan tekanan pada plat gesek (kg)
Mg = momen gesek yang bekerja pada plat gesek (kg.mm)
D = diameter luar plat gesek (mm)
d = diameter dalam plat gesek (mm)
P = tekanan rata-rata pada bidang gesek, yaitu sebesar 0,49 kg/mm2
 = koefisien gesekan antara plat gesek dengan flyweel / plat penekan sebesar 0,3.
Karena bagian bidang gesek yang terlalu dekat pada sumbu poros hanya mempunyai
pengaruh yang kecil saja pada pemindahan momen, maka besarnya perbandingan d/D jarang
lebih kecil dari 0,3. Untuk perancangan plat gesek ini perbandingan d/D diambil sebesar 0,7.
Dengan memasukkan harga-harga yang diketahui ke persamaan di atas maka diperoleh gaya F
yang dinyatakan dalam D :

F = . [D2 – (0,7D)2] . P
4
0, 4
= . [D2 – 0,49D2] . 0,3
4
= 0,012 D2
Selanjutnya dengan memasukkan persamaan gaya di atas ke persamaan momen gesek maka
diperoleh :
D  0,7 D
Mg =  . (0,012 D2) .
4
1,7 D
= 0,55 . (0,012 D2) .
4

= 0,00204D3.
6. 3. Pemilihan Ukuran Plat Gesek

Untuk mentransmisikan daya dan putaran maka momen gesek Mg, harus lebih besar
atau sama dengan momen puntir yang bekerja pada poros, Mp = 14252,86 kg.mm. Dari hasil di
atas diperoleh :
Mg  Mp
0,00204D3  14252,86
D  216 mm.
Dalam perancangan ini diambil D = 220 mm, sehingga diperoleh :
d = 0,7D
d = 154 mm.
(D  d )
b= = 33 mm.
2
Dari hasil perhitungan di atas maka harga Fp dan Mg, dapat dicari :
Fp = 0.012D2 Mg = 0,00204D3
= 580,8 kg Mg = 21721,92 kgmm.

Untuk menentukan tebal plat gesek yang sesuai, terlebih dahulu dicari daya yang hilang
akibat gesekan yang dapat dicari sebagai berikut : besarnya daya yang hilang akibat gesekan
yang mana dapat diperoleh dari :
Mg.n.t.z.D3
Pg =
9,74.105..3600
Di mana :
Pg = daya hilang akibat gesekan (kw)
Mg = momen gesek yang bekerja pada plat gesek (kgmm)
n = keceptan sudut, dari data di brosur diketahui sebesar 6000 rpm
t = waktu penyambungan kopling, berkisar 1-3 sekon
z = jumlah kerja tiap jam atau jumlah penyambungan dan pemutusan tiap
jam.
Waktu penyambungan kopling t direncanakan 0,4 sekon karena untuk kendaraan ini
diperlukan waktu penghubungan yang singkat agar kendaraan bisa berjalan dalam waktu singkat.
Kendaraan biasanya sering melakukan penyambungan ataupun pemutusan daya, yang umumnya
digunakan dalam kota, sehingga direncanakan 50 kali penyambungan ataupun pemutusan untuk
tiap jamnya.
Dengan memasukkan harga-harga yang diketahui diperoleh :
21721,92  6000  0,4  30  2203
Pg =
9,74.105.3600
= 0,623 kw
= 0,85 Hp.
Selanjutnya tebal plat gesek dapat diperoleh dari :
lp .Pg
a =
Ag .Wk
di mana :
a = tebal plat gesek (cm)
lp = lama pemakaian plat gesek
Pg = daya hilang akibat gesekan (Hp)
Ag = luas bidang gesek dari plat gesek
W = kerja yang menyebabkan kerusakan, untuk bahan asbes dengan besi
cor harganya berkisar 4-8 jam/cm3.
Lama pemakaian direncanakan 8 jam per-harinya dan digunakan untuk jangka waktu 1 tahun
sehingga lp = 2920 jam, dan kerja yang dapat merusak plat gesek direncanakan 6 cm3/kg.mm3.
Karena kerja yang ditransmisikan kopling tidak terlalu besar, sehingga kerusakan pada plat akan
semakin lama.

Ag = . (D2 – d2)
4
3,14
= . (2202 – 1542)
4
= 193,79 cm2.
Maka tebal plat gesek yang direncanakan adalah :
2920  0,85
a =
193,79  6
= 2,1 cm
= 21 mm.

Sebagai kesimpulan ukuran-ukuran plat gesek yang dirancang adalah :


Diameter luar (D) = 220 mm
Diameter dalam (d) = 154 mm
Lebar (b) = 33 mm
Tebal (a) = 21 mm.

RODA GIGI
3.2. Perhitungan Poros
Dalam tugas perancangan ini spesifikasi yang dipilih adalah untuk kendaraan roda dua

yaitu transmisi roda gigi sepeda motor dengan data – data sebagai berikut :

Daya = 6,0kW

Putaran = 7500 rpm

Gigi Transmisi = 4 Kecepatan

Pola Pengoperasian =N–1–2–3–4

Menurut data – data tersebut diatas, maka daya rencana menurut persamaan 2.1. adalah :

Pd = P x fc

Dimana : Pd = Daya rencana

fc = Faktor keamanan, diambil 1,2

P = Daya nominal motor penggerak (kW)

Sehingga daya rencana

Pd = 6,0 x 1.2

= 7,2kW

Bila momen puntir atau disebut juga momen torsi rencana :


Pd
T = 9,74 x 105
n

= 9,74 x 105 7,44kw ∕ 7500 rpm

= 981,792 kw.mm

Dimana bahan poros direncanakan baja karbon, untuk konstruksi mesin dipilih (Jis 64501)

S 45 C, dengan kekuatan tarik (σB = 58 kg/mm2) jadi tegangan geser izin menurut

persamaan (2.3) adalah :

B
τ =
sf 1xsf 2

dimana : τa = tegangan geser izin

sf1 = faktor keamanan bahan (S 45 C), 6,0

sf2 = faktor keamanan konstruksi, diambil 2,1

maka,

58
τa =
6,0 x 2,1

= 4,6 kg/mm2

Sehingga diameter porosnya pada persamaan (24) adalah :

1/ 3
 5,1 
ds =  a xktxcbxT
 

dimana : kt = faktor koreksi akibat kejutan (1,0 – 1,5)

= 1,0 diambil

cb = faktor koreksi lenturan (1,2 – 2,3)

= 1,5

Maka :
1/ 3
 5,1 
ds =  4,6 x1,0 x1,5 x981,792
 

= 11,77 mm = 1,177 cm

Berdasarkan table standard diameter poroa diambil (ds = 12 mm) karena poros didukung

bantalan gelinding.

3.2.1 Pemeriksaan Kekuatan dan Keaman Konstruksi Poros


Berdasarkan tegangan geser izin
τa = 4,6 kg/mm2

Berdasarkan tegangan geser yang terjadi

T
τg = 5,1 x
ds 3

981,792kgmm
= 5,1 x
(12 mm) 3

= 2,89 kg/mm2

Berdasarkan perhitungan diatas, maka poros tersebut aman dipakai, karena tegangan geser

yang terjadi lebih kecil dari tegangan geser yang diizinkan.

τg = 2,89 kg/mm2 < τa = 4,6 kg/mm2

Tabel 3.1 Faktor – faktor koreksi daya yang ditransmiskan


Daya yang ditransmisikan fc
Daya rata – rata yang ditransmisikan 1,2 – 2.0
Daya maksimum yang diperlukan 0,8 – 1,2
Daya normal 1,0 – 1,5
Tabel 3.2 Diameter poros (Sularso, 1997) (satuan : mm)
4 10 *22,4 40 100 *224 400
24 (105) 240
11 25 42 110 250 420
260 440
4,5 *11,2 28 45 *112 280 450
12 30 120 300 460
*31,5 48 *315 480
5 *12,5 32 50 125 320 500
130 340 530
35 55
*5,6 14 *35,5 56 140 *355 560
(15) 150 360
16 16 38 60 160 380 600
(17) 170
*6,3 18 63 180 630
19 190
20 200
22 65 220
7 70
*7,1 71
75
8 80
85
9 90
95

Keterangan : 1. Tanda * menyatakan bahwa bilangan yang bersangkutan dipilih dari bilangan standar
2. Bilangan di dalam kurung hanya dipakai untuk pembagian dimana akan dipasang bantalan
gelinding.

3.3. Perencanaan Splain

Gambar 3.2 Splain


3.3.1 Perencanaan ukuran – ukuran utama splain

Splain terdapat pada konstruksi poros input dan poros output, yang berfungsi untuk

meneruskan daya dan putaran keroda gigi.

Untuk menghitung splain digunakan data dan persamaan sebagai berikut :

1. Panjang splain (L) = (1,5 – 5 ) . ds

= 2 . ds (direncanakan)

2. Tinggi splain (H) = 0,1 . ds

3. Lebar splain (W) = 0,5 . ds

4. Diameter splain (D) = ds + 2 H (diameter maximum splain)

5. Jumlah splain (n) = 8 buah (direncanakan)

Maka ;

L = 2 . 12 mm

= 24 mm

H = 0,1 . 12 mm

= 1,2 mm

W = 0,5 . 12 mm

= 6 mm

D = 12 mm + (2 . 12 mm)

= 36 mm

Jika torsi rencana poros adalah ( T = kg/mm2 ), dan diameter poros adalah ds (mm), maka gaya

tangensial pada permukaan poros adalah :

T
F =
ds / 2
981,792kg.mm
= = 163,63 kg.
12 mm / 2

3.3.2 Pemeriksaan kekuatan dan keamanan splain

Berdasarkan tegangan geser izin, dimana bahan splain sama dengan bahan poros, yaitu S

45 C, dimana σB = 58 kg/mm2 dengan faktor keamanan :

sf1 = 6

sf2 = 2,1 (diambil)

Maka

B
τg izin =
sf 1xsf 2

58kg / mm2
=
6 x 2,1

= 4,603 kg/mm2

Dan tegangan geser yang terjadi ;

F
τg =
WxL

163,63 kg
=
6mm x 24mm

= 1,13 kg/mm2

Dengan demikian konstruksi splain aman karena :

τgizin >τgterjadi. (4,603kg/mm2 > 1,13 kg/mm2)

3.4. Perencanaan Roda Gigi


Gambar 3.3. Nama bagian – bagian roda gigi

Untuk merencanakan roda gigi, terlebijh dahulu kita harus menentukan besarnya modul dari roda

gigi tersebut dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Mpd
m = 3
1,57 xxCxZ

dimana,

m = modul

Z = Jumlah gigi

 = koef. Pemasangan

C = konstanta bahan = 60 kg/cm2 = 0,6 kg/mm2

Mpd = Momen torsi rencana (981,792 kg.mm)

Tabel 3.3 Faktor Ketelitian Pemasangan Roda Gigi

Cara Pemasangan 
Dengan kolager dst 0 sampai 30

Pemasangan teliti 0 sampai 25

Pemasangan biasa 0 sampai 15

Tabel 3.4 Harga konstanta dari bahan

Bahan σB (kg/cm2) C (kg/cm2)


Besi tuang Bt 18 350 – 450 25
Besi tuang Bt 26 550 – 650 35
Besi tuang Bt 52 700 – 1000 35 – 65
Baja st 34 700 – 900 55
Baja st 42 800 – 950 60
Baja st 50 850 – 1100 70
Baja st 60 950 – 1200 85
Baja st 70 1200 – 1400 100

Tabel 3.5 Harga modul standart (JIS B 1701 – 1973) (satuan : mm)

Seri Seri Seri Seri Seri Seri


Ke - 1 Ke - 2 Ke – 3 Ke – 1 Ke - 2 Ke - 3
0,1 3,5
0,15 4 3,75
0,2 4,5
0,25 5
0,3 5,5
0,35 6 6,5
0,4 7
0,45 8
0,5 9
0,55 10
0,6 0,65 11
0,7 12
0,75 14
0,8 16
0,9 18
1 20
1,25 22
1,5 25
1,75 28
2 32
2,25 36
2,5 40
2,75 45
3
0,325 50

3.4.1 Perencanaan roda gigi pada kecepatan I


Gambar 4.2 Roda gigi pada kecepatan I

3.4.1.1 Perhitungan Modul

Pada kecepatan I direncanakan jumlah gigi Z1 = 52 gigi, maka modulnya dapat dihitung :

981,792 kg.mm
m = 3
1,57 x15x0,6 x 52

= 3
1,33

= 1,1 diambil m = 1,25 (sesuai dengan tabel modul)

m = 1,25

Ratio transmisi direncanakan (i) = 2,5 sehingga jumlah gigi pada gear H adalah:

ZH
i = .
Z1

ZH = i x Z1

= 2,5 x 52

= 130 gigi

3.4.1.2. Dimensi roda gigi pada kecepatan I :


1. Pinion A

a. Diameter Pitch (Dp 1) = Z1 x m

= 52 x 1,25

= 65 mm
b. Diameter Luar (Do 1) = Dp 1 + (2 x m)

= 104 + (2 x 1,25)

= 106,5 mm

c. Diameter Kaki (Di 1) = Dp 1 – (2 x 1,25 x m)

= 104 – (2 x 1,25 x 1,25)

= 100,875 mm

2. Gear H

a. Diameter Pitch (Dp H) = ZH x m

= 130 x 1,25

= 162,5mm

b. Diameter Luar (Do H) = Dp H + (2 x m)

= 162,5 + (2 x 1,25)

= 165 mm

c. Diameter Kaki (Di H) = Dp H – (2 x 1,25 x m)

= 162,5 – (2 x 1,25 x1,25)

= 1159,37 mm

3.4.1.3. Untuk tebal, lebar dan tinggi pinion dan gear direncanakan sama, yaitu :
 Lebar gigi (b) = (6 – 10)
= 6x2

= 12 mm

 Tinggi gigi (h) = 2,25 x m

= 2,25 x 1,25

= 2,81 mm
 Tebal gigi (t) = 0,55 x  x m

= 0,55 x  x 1,25

= 2,15 mm

3.4.1.4. Tegangan – tegangan yang terjadi :


a. Gaya yang bekerja (F) :
2T
F =
Dp1

2 x981,792kg.mm
=
65 mm

= 30,2 kg

b. Momen lentur yang terjadi (Mb 1) :

Mb 1 = F x h

= 30,2 kg x 2,81 mm

= 84,86 kg.mm

a. Tegangan lentur yang terjadi akibat momen lentur ( b )

Mb1
b = Wb = momen perlawanan 30unte
Wb

= 1 x b x h2
6

84,86kg.mm
b =
1 / 6.12 mm.(2,81mm) 2

2
= 5,37 kg mm

d. Tegangan geser yang terjadi (g ) :

F
g = A = Luas penampang gigi
A

=bxh
30,2 kg
g =
12mm.2,81mm

2
= 0,89 kg mm

3.4.1.5. Pemeriksaan Kekuatan Roda Gigi Pada Kecepatan I

Pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan antara tegangan yang terjadi dengan

tegangan izin bahan roda gigi tersebut. Apabila bahan roda gigi S45C, maka

B  58 kg mm2 dan faktor keamanan (v) = 8 – 10, untuk beban dinamis dua arah, diambil

v = 8, maka :

a. Tegangan lentur izin :

B
b i =
v

58 kg
b i = mm2
8
2
= 7,25 kg mm

Dari perhitungan sebelumnya didapat b terjadi = 5,37 kg mm , maka


2

b i > b terjadi (7,25 kg mm >5,37 kg mm ), sehingga konstruksi roda gigi aman


2 2

terhadap tegangan lentur yang terjadi.

b. Tegangan geser izin :

a = 0,8 x b i

2
= 0,8 x 7,25 kg mm

2
= 5,8 kg mm
Dari perhitungan sebelumnya didapat  g terjadi = 0,89 kg mm , maka
2

 a >  g terjadi (5,8 kg mm > 0,89 kg mm ), sehingga konstruksi roda gigi aman
2 2

terhadap tegangan geser yang terjadi.

3.4.2. Perencanaan Roda Gigi Pada Kecepatan II

Gambar 4.3 Roda gigi pada kecepatan II

3.4.2.1 Perhitungan Modul

Pada kecepatan II direncanakan jumlah gigi Z2 = 40 gigi, maka modulnya dapat dihitung

981,792kg.mm
m = 3
1,57 x15 x0,6 x 40

= 3
1,73

= 1,20 diambil m = 1,25 (sesuai dengan tabel modul)

m = 1,25

Perhitungan ini berdasarkan pada kecepatan I, sehingga :


 Z1  Z 2 
a =  xm
 2 

 52  40 
=  x1,25 = 57,5 mm
 2 

Maka jumlah gigi pada gear G :

a  2
ZG =   2
 m 

 57,5  2 
= 2
 2 

= 27,75 buah (dibulatkan menjadi 28)

3.4.2.2 Dimensi Roda Gigi Pada Kecepatan II :


1. Pinion B

a. Diameter Pitch (Dp 2) = Z2 x m

= 40 x1,25

= 50 mm

b. Diameter Luar (Do 2) = Dp 2 + (2 x m)

= 50 + (2 x1,25)

=52,5 mm

c. Diameter Kaki (Di 2) = Dp 2 – (2 x 1,25 x m)

= 50 – (2 x 1,25 x 1,25)

= 46,875 mm

2. Gear G
a. Diameter Pitch (Dp G) = ZG x m

= 28 x 2

= 60 mm

b. Diameter Luar (Do G) = Dp G + (2 x m)

= 60 + (2 x1,25)

= 62,5 mm

c. Diameter Kaki (Di G) = Dp G – (2 x 1,25 x m)

= 60 – (2 x 1,25 x1, 25)

= 56,875 mm

ZG
d. Maka ratio transmisi =
Z2

28
=
40

= 0,7

3. 4.2.3 Untuk tebal, lebar dan tinggi pinion dan gear direncanakan sama, yaitu :
 Lebar gigi (b) = (6 – 10) x m

= 7 x1,25

= 8,75 mm

 Tinggi gigi (h) = 2,25 x m

= 2,25 x 1,25

= 2,81 mm

 Tebal gigi (t) = 0,55 x  x m

= 0,55 x .3,14 x 1,25


= 2,15 mm

3.4.2.4 Tegangan – tegangan yang terjadi :

a. Gaya yang bekerja (F) :

2T
F =
Dp 2

2 x 981,792kg.mm
=
50mm

= 39,27 kg

b. Momen lentur yang terjadi (Mb 2) :

Mb 2 = F x h

= 39,27 kg x 2,81 mm

= 110,34 kg.mm

c. Tegangan lentur yang terjadi akibat momen lentur ( b )

Mb2
b = Wb = momen perlawanan puntir
Wb

= 1 x b x h2
6

110,34kg.mm
b =
1 / 6.18mm.(2,81mm) 2

2
= 4,65 kg mm

d. Tegangan geser yang terjadi (g ) :

F
g = A = Luas penampang gigi
A
=bxh

39,27kg
g =
8,75mm.2,81mm

2
= 1,60 kg mm

3.4.2.5 Pemeriksaan Kekuatan Roda Gigi Pada Kecepatan II

Pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan antara tegangan yang terjadi dengan

tegangan izin bahan roda gigi tersebut. Apabila bahan roda gigi S45C, maka

B  58 kg mm2 dan faktor keamanan (v) = 8 – 10, untuk beban dinamis dua arah, diambil v =

8, maka :

a. Tegangan lentur izin :

B
b i =
v

58 kg
b i = mm2
8
2
= 7,25 kg mm

Dari perhitungan sebelumnya didapat b terjadi = 4,65 kg mm , maka


2

b i > b terjadi (7,25 kg mm >4,65 kg mm ), sehingga konstruksi roda gigi aman


2 2

terhadap tegangan lentur yang terjadi.

b. Tegangan geser izin :

a = 0,8 x b i

2 2
= 0,8 x 7,25 kg mm = 5,8 kg mm

Dari perhitungan sebelumnya didapat  g terjadi = 1,60 kg mm , maka


2
 a >  g terjadi (5,8 kg mm > 1,60 kg mm ), sehingga konstruksi roda gigi aman
2 2

terhadap tegangan geser yang terjadi.

3.4.3. Perencanaan Roda Gigi Pada Kecepatan III

Gambar 4.4 Roda gigi pada kecepatan III

3.4.3.1 Perhitungan Modul


Pada kecepatan III direncanakan jumlah gigi Z3 = 36 gigi, maka modulnya dapat dihitung
:
981,792kg.mm
m = 3
1,57 x15 x0,6 x36

3
= 28,95

= 3,07 diambil m = 4 (sesuai dengan tabel modul)

m = 4
Maka jumlah gigi pada gear G :

a  2
ZF =   Z3
 m 

 57,5  2 
= 
 4 

= 14,87 buah

Maka diambil 15

3.4.3.2 Dimensi Roda Gigi Pada Kecepatan III:


1. Pinion C

a. Diameter Pitch (Dp 3) = Z3 x m

= 36 x 4

= 144 mm

b. Diameter Luar (Do 3) = Dp 3 + (2 x m)

= 144 + (2 x 4)

= 152 mm

c. Diameter Kaki (Di 3) = Dp 3 – (2 x 1,25 x m)

= 144 – (2 x 1,25 x 4)

= 134 mm

2. Gear F

a. Diameter Pitch (Dp F) = ZF x m

= 15 x 4

= 60 mm

b. Diameter Luar (Do F) = Dp F + (2 x m)

= 60 + (2 x 4)
= 68 mm

c. Diameter Kaki (Di F) = Dp F – (2 x 1,25 x m)

= 60 – (2 x 1,25 x 4)

= 50 mm

ZF
d. Maka ratio transmisi =
Z3

15
=
36

= 0,41

3.4.3.3 Untuk tebal, lebar dan tinggi pinion dan gear direncanakan sama, yaitu :
 Lebar gigi (b) = (6 – 10) x m

= 10 x 4

= 40 mm

 Tinggi gigi (h) = 2,25 x m

= 2,25 x 4

= 9 mm

 Tebal gigi (t) = 0,55 x  x m

= 0,55 x 3,14 x 4

= 6,90 mm

3.4.3.4 Tegangan – tegangan yang terjadi :


a. Gaya yang bekerja (F) :

2T
F =
Dp 3
2 x 981,792kg.mm
=
144mm

= 13,636 kg

b. Momen lentur yang terjadi (Mb 3) :

Mb 3 = F x h

= 13,636 kg x 9 mm

= 122,72kg.mm

c. Tegangan lentur yang terjadi akibat momen lentur ( b )

Mb3
b = Wb = momen perlawanan puntir
Wb

= 1 x b x h2
6

122,72 kg.mm
b =
1 / 6. 40 mm.(9mm) 2

2
= 2,04 kg mm

d. Tegangan geser yang terjadi (g ) :

F
g = A = Luas penampang gigi
A

=bxh

13,636 kg
g =
40 mmx9 mm
2
= 0,037 kg mm

3..4.3.5 Pemeriksaan Kekuatan Roda Gigi Pada Kecepatan III

Pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan antara tegangan yang terjadi dengan

tegangan izin bahan roda gigi tersebut. Apabila bahan roda gigi S45C, maka
B  58 kg mm2 dan faktor keamanan (v) = 8 – 10, untuk beban dinamis dua arah, diambil v =

8, maka :

a. Tegangan lentur izin :

B
b i =
v

58 kg
b i = mm2
8
2
= 7,25 kg mm

Dari perhitungan sebelumnya didapat b terjadi = 2,04 kg mm , maka


2

b i > b terjadi (7,25 kg mm >2,04 kg mm ), sehingga konstruksi roda gigi aman


2 2

terhadap tegangan lentur yang terjadi.

b. Tegangan geser izin :

a = 0,8 x b i

2
= 0,8 x 7,25 kg mm

2
= 5,8 kg mm

Dari perhitungan sebelumnya didapat  g terjadi = 0,037 kg mm , maka


2

 a >  g terjadi (5,8 kg mm > 0,037 kg mm ), sehingga konstruksi roda gigi aman
2 2

terhadap tegangan geser yang terjadi.

3.4.4. Perencanaan Roda Gigi Pada Kecepatan IV


Gbr 4.5 Roda gigi pada kecepatan IV

3. 4.4.1 Perhitungan Modul

Pada kecepatan IV direncanakan jumlah gigi Z4 = 24 gigi, maka modulnya dapat dihitung :

981,792 kg.mm
m = 3
1,57 x15 x0,6 x 24

3
= 2,895

= 1,42 diambil m = 1,5 (sesuai dengan tabel modul)

m = 1,5

Maka jumlah gigi pada gear E :

a  2
ZE =   Z4
 m 

 57,5  2 
=  
 1,5 

=39,66 buah

Maka diambil 39,66

3.4.4.2 Dimensi Roda Gigi Pada Kecepatan IV:


1. Pinion D
a. Diameter Pitch (Dp 4) = Z4 x m
= 24 x 1,5

= 36 mm

b. Diameter Luar (Do 4) = Dp 4 + (2 x m)

= 36 + (2 x 1,5)
= 39 mm

c. Diameter Kaki (Di 4) = Dp 4 – (2 x 1,25 x m)

= 36 – (2 x 1,25 x 1,5)

= 32,25 mm

2. Gear E

a. Diameter Pitch (Dp E) = ZE x m

= 39,66 x1,5

= 59,49mm

b. Diameter Luar (Do E) = Dp E + (2 x m)

= 59,49 + (2 x 1,5)

= 62,49 mm

c. Diameter Kaki (Di E) = Dp E – (2 x 1,25 x m)

= 59,49 – (2 x 1,25 x 1,5)

= 55,74 mm

ZE
d. Maka ratio transmisi =
Z4

39,66
=
24

= 1,65

3.4.4.3 Untuk tebal, lebar dan tinggi pinion dan gear direncanakan sama, yaitu :
 Lebar gigi (b) = (6 – 10) x m
= 10 x 2
= 20 mm

 Tinggi gigi (h) = 2,25 x m

= 2,25 x1,5
= 3,37 mm

 Tebal gigi (t) = 0,55 x  x m

= 0,55 x 3,14 x 1,5

= 2,59 mm

3..4.4.4 Tegangan – tegangan yang terjadi :


a. Gaya yang bekerja (F) :
2T
F =
Dp 4

2 x981,792 kg.mm
=
36mm

= 54,54 kg

b. Momen lentur yang terjadi (Mb 4) :

Mb 4 = F x h

= 54,54 kg x 3,37 mm

=183,79 kg.mm

c. Tegangan lentur yang terjadi akibat momen lentur ( b )

Mb4
b = Wb = momen perlawanan puntir
Wb

= 1 x b x h2
6

183,79kgmm
b =
1 / 6 . 20 mm x (3,37 mm) 2

2
= 4,85 kg mm
d. Tegangan geser yang terjadi (g ) :

F
g = A = Luas penampang gigi
A

=bxh

54,54kg
g =
20 mm x 3,37

2
= 0,8 kg mm

4.4.5 Pemeriksaan Kekuatan Roda Gigi Pada Kecepatan IV

Pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan antara tegangan yang terjadi dengan

tegangan izin bahan roda gigi tersebut. Apabila bahan roda gigi S45C, maka

B  58 kg mm2 dan faktor keamanan (v) = 8 – 10, untuk beban dinamis dua arah, diambil v =

8, maka :

a. Tegangan lentur izin :

B
b i =
v

58 kg
b i = mm2
8
2
= 7,25 kg mm

Dari perhitungan sebelumnya didapat b terjadi = 4,85 kg mm , maka


2

b i > b terjadi (7,25 kg mm >4,85 kg mm ), sehingga konstruksi roda gigi aman


2 2

terhadap tegangan lentur yang terjadi.

b. Tegangan geser izin :


a = 0,8 x b i

2
= 0,8 x 7,25 kg mm

2
= 5,8 kg mm

Dari perhitungan sebelumnya didapat  g terjadi = 0,8 kg mm , maka


2

 a >  g terjadi (5,8 kg mm > 0,8 kg mm ), sehingga konstruksi roda gigi aman
2 2

terhadap tegangan geser yang terjadi.

3.5. Pemilihan Bantalan


Gbr 5.1 Bantalan Radial

Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros bebeban, sehingga putaran ataupun

gerak translasi dapat berlangsung secara halus aman dan tahan lama.

3.5.1 Klasifikasi Bantalan

A. Atas Dasar Gerakan Bantalan Terhadap Poros

1. Bantalan Luncur

Pada bantalan ini terjadi gerakan luncur antara poros dan bantalan, karena permukaan

poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan perantaraan pelumas.

2. Bantalan Gelinding

Pada bantalan ini gesekan gelinding antara bagian yang berputar dengan diam melalui

elemen gelinding seperti bola (peluru) atau o bulat.

B. Atas Dasar Arah Beban Terhadap Sumbu Poros

1. Bantalan Radial

Arah beban yang ditumpu bantalan ini adalah tegak lurus terhadap sumbu poros.

2. Bantalan Aksial

Arah beban pada bantalan ini sejajar dengan sumbu poros.

3. Bantalan Gelinding Khusus


Bantalan ini dapat menumpu beban yang arahnya sejajar dan tegak lurus terhadap sumbu

poros.

3.5.2. Perhitungan Bantalan

5.2.1 Perhitungan Bantalan

1. besar gaya eqivalen yang bekerja pada bantalan dengan persamaan :

Pr = X x V x Fr + Y x Fa

Dimana :

Pr = beban eqivalen radial yang bekerja pada bantalan

X = 0,56 (tabel faktor X,Y)

Y = 1,45 (tabel faktor X,Y)

V = faktor rotasi (bila cincin dalam yang berputar, V = 1)

Fr = gaya radial

Fa = gaya aksial

A. gaya radial yang timbul pada poros

T
Fr =
0,5 xds

998,35kgmm
=
0,5 x14mm

= 142,62 kg

B. gaya aksial yang terjadi pada bantalan

Fa = Fr x tan 20° 20° = sudut kontak nominal pada bantalan

= 142,62 kg x tan 20°

= 51,909 kg

2. beban nominal spesifik yang terjadi (C):


fh
C = x Pr
fn

Dimana : C = Beban nominal spesifik

fh = faktor pemakaian/usia

fn = faktor putaran

A. Untuk faktor pemakaian (fh), dimana jenis bantalan yang digunakan adalah jenis

bantalan bola, maka :

Lh
fh 3 = atau
500

Lh
= 3
500

Dimana : Lh = usia pemakaian (apabila pemakaian direncanakan 8 jam)

Beban penuh

Lh = (5000 – 10.000)jam kerja

= 6000, diambil

6000
Maka, fh =3
500

= 2,29

B. Untuk faktor putaran (fn):

1/ 3
 33,3 
fn = 
 n 
1/ 3
 33,3 
fn = 
 8000 
= 0,160

Maka beban nominal spesifiknya adalah :


2,29
C = x115,03 kg
0,160
= 1646,36 kg.
Dari tabel bantalan harga yang sesuai adalah ( C = 1610 kg ), sehingga diperoleh dimensi utama

bantalan tersebut adalah :

 Nomor bantalan : 6305 (jenis terbuka)

 Diameter luar bantalan (D) : 62 mm

 Diameter dalam bantalan (d) : 25 mm

 Lebar bantalan (b) : 17 mm

 Radius tepi bantalan (r) : 2 mm

 Jumlah bantalan : 4 buah

C. Untuk umur bantalan sebenarnya :

 1610 
Lh =  x6000
 1646,36 

= 5867,47 jam
Konstruksi bekerja selama 8 jam per hari, maka :
5867,48 jam
Lh =
8 jam / hari

= 733,435 hari

3.6. Perhitungan Temperatur

Perhitungan temperatur penting dalam merencanakan elemen mesin, karena dalam sistem

transmisi roda gigi, bantalan dan poros bergerak saling bergesekan sehingga menimbulkan

panas. Dan panas tersebut akan menaikkan temperatur kerja dalam roda gigi. Oleh karena itu

peningkatan temperatur dapat dihitung dalam persamaan :


632 xNg
t =
xAg

Dimana : Ng = daya gesek

Mtxn
= atau
75

fkxfbxRmxn
Ng = 60
75

Dimana : t = peningkatan temperatur

 = faktor perpindahan panas

Ag = luas bidang gesek

Mt = momen torsi

n = 8000 rpm

Untuk radius bidang gesek (Rm) adalah :

Do  Di
Rm =
4

Dimana Do = diameter luar pinion (main shaft)

Di = diameter luar gear (counter shaft)

3.6.1 Perhitungan perubahan temperatur pada main shaft (pinion A) dan counter shaft (gear
H)

Do1  DoH
A. Untuk Rm =
4

36mm  76mm
=
4

= 28 mm = 28.10 3 m
fkxfbxRmxn
B. Daya gesek (Ng)= 60
75

Dimana fk = 0,02 (besi cor abu – abu)

fb = F1 = 46,265 kg

maka

0,02 x46,265x0,028x 8000


Ng = 60
75

= 0,046 Hp

C. Luas Bidang Gesek (Ag) Pada Main Shaft Dan Counter Shaft :

Agm =  x( Do12  ds 2 )  (2 xb1xh1xz1)


4

=  x(362  142 )  (2 x18mmx4,5mmx16)


4

= 3456 mm 2 = 0,3456 .10 2 m 2

Agc =  x(762  142 )  (2 x18mmx4,5mmx36)


4

= 8963 mm 2

Maka

Agtot = 3456 mm 2 + 8963 mm 2

= 12419 mm 2 = 1,2419.10 2 m 2

D. Untuk Mengetahui Koefisien Panas(  )Harus Diketahui Kecepatan Rata – Rata (V) :

2 xxnxRm
V =
60

2 xx8000 x 28.10 3
=
60

= 23.5 m
det
Tabel 6.1 Harga Koef. Panas Dan Kec Rata – Rata
Koefisien panas (  ) kkal 2 0 Kecepatan rata – rata (Vm) m
m c s
4,5 0
24 5
46 10
57 15
62 20
72 25
83 30
88 35
96 40
104 45
114 50
125 55
130 60

Dari tebel didapatkan harga V terletak antara koefisien panas 62 – 72 kkal dan kecepatan
m 2 c

rata- rata (V) = 20 – 25 m , maka dilakukan interpolasi, maka :


det

 25  23,5  
  72    x72  62
 25  20  

= 69 kkal
m 2 c

E. Perubahan Temperatur ( T ) :

632 x0,046
T =
1,2419.10 2 x69

= 29,60 C

F. Temperatur kerja (TK) :

TK = To + T To = suhu kamar (20 – 30 C )


diambil 25 C

TK = 25 C +29,69 C

= 54,69 C

Dimana, apabila antara baja bergesekan dengan baja temperatur izinnya ialah 200 C , maka TK

< TK izin, temperatur kerja memnuhi syarat.

3.6.2 Perhitungan perubahan temperatur pada main shaft (pinion B) dan counter shaft (gear
G)

Do 2  DoG
A. Untuk Rm =
4

76mm  68mm
=
4

= 36 mm = 36.10 3 m

fkxfbxRmxn
B. Daya gesek (Ng)= 60
75

Dimana fk = 0,02 (besi cor abu – abu)

fb = F2 = 20,56 kg

maka

0,02 x20,56 x0,036 x 8000


Ng = 60
75
= 0,0263 Hp

C. Luas Bidang Gesek (Ag) Pada Main Shaft Dan Counter Shaft :

Agm =  x( Do 2 2  ds 2 )  (2 xb2 xh2 xz2)


4

=  x(762  142 )  (2 x18mmx4,5mmx36)


4

= 8963 mm 2 = 0,8963 .10 2 m 2

Agc =  x(682  142 )  (2 x18mmx4,5mmx72)


4

= 7549,25 mm 2

Maka

Agtot = 8963 mm 2 + 7549,25 mm 2

= 16512,25 mm 2 = 1,6512.10 2 m 2

D. Untuk Mengetahui Koefisien Panas (  ) Harus Diketahui Kecepatan Rata – Rata (V) :

2 xxnxRm
V =
60

2 xx8000 x36.10 3
=
60

= 30,144 m
det

Dari tebel didapatkan harga V terletak antara koefisien panas 72 – 83 kkal dan kecepatan
m 2 c

rata- rata (V) = 25 – 30 m , maka dilakukan interpolasi, maka :


det

 30  30.144  
  83    x83  72
 30  25  
= 83,36 kkal
m 2 c

E. Perubahan Temperatur ( T ) :

632 x0,063
T =
1,6512.10 2 x83,36

= 12,08 C

F. Temperatur kerja (TK) :

TK = To + T To = suhu kamar (20 – 30 C )


diambil 25 C

TK = 25 C +12,08 C

= 37,08 C

Dimana, apabila antara baja bergesekan dengan baja temperatur izinnya ialah 200 C , maka TK

< TK izin, temperatur kerja memnuhi syarat.

3.6.3 Perhitungan perubahan temperatur pada main shaft (pinion C) dan counter shaft (gear
F)

Do3  DoF
A. Untuk Rm =
4

37,5mm  71,25mm
=
4

= 27,19 mm = 27,19.10 3 m

fkxfbxRmxn
B. Daya gesek (Ng)= 60
75

Dimana fk = 0,02 (besi cor abu – abu)


fb = F3 = 42,29 kg

maka

0,02 x42,29 x0,02719 x 8000


Ng = 60
75

= 0,0408 Hp

C. Luas Bidang Gesek (Ag) Pada Main Shaft Dan Counter Shaft :

Agm =  x( Do3 2  ds 2 )  (2 xb3xh3xz3)


4

=  x(37,52  142 )  (2 x12,5mmx2,813mmx28)


4

= 2497,06 mm 2

Agc =  x(71,252  142 )  (2 x12,5mmx2,813mmx55)


4

= 6871,01 mm 2

Maka

Agtot = 2497,06 mm 2 + 6871,01 mm 2

= 9368,06 mm 2 = 9,368.10 2 m 2

D. Untuk Mengetahui Koefisien Panas (  ) Harus Diketahui Kecepatan Rata – Rata (V) :

2 xxnxRm
V =
60

2 xx8000 x27,19.10 3
=
60

= 22,76 m
det

Dari tebel didapatkan harga V terletak antara koefisien panas 62 – 72 kkal dan kecepatan
m 2 c

rata- rata (V) = 20 – 25 m , maka dilakukan interpolasi, maka :


det
 25  22,76  
  72    x72  62
 25  20  

= 67,52 kkal
m 2 c

E. Perubahan Temperatur ( T ) :

632 x0,0408
T =
9,368.10 2 x67,52

= 40,76 C

F. Temperatur kerja (TK) :

TK = To + T To = suhu kamar (20 – 30 C )


diambil 25 C
TK = 25 C + 40,76 C

= 65,76 C

Dimana, apabila antara baja bergesekan dengan baja temperatur izinnya ialah 200 C , maka TK

< TK izin, temperatur kerja memnuhi syarat.

3.6.4 Perhitungan perubahan temperatur pada main shaft (pinion D) dan counter shaft (gear
E)
Do 4  DoE
A. Untuk Rm =
4

57 mm  52,5mm
=
4

= 27,38 mm = 27,38.10 3 m

fkxfbxRmxn
B. Daya gesek (Ng)= 60
75

Dimana fk = 0,02 (besi cor abu – abu)


fb = F4 = 27,42 kg

maka

0,02 x27,42 x0,02738x 8000


Ng = 60
75

= 0,025 Hp

C. Luas Bidang Gesek (Ag) Pada Main Shaft Dan Counter Shaft :

Agm =  x( Do 42  ds 2 )  (2 xb4 xh4 xz4)


4

=  x(572  142 )  (2 x15mmx3,375mmx36)


4

= 5260,59 mm 2

Agc =  x(52,52  142 )  (2 x15mmx3,375mmx33)


4

= 4635,03 mm 2

Maka

Agtot = 5260,59 mm 2 + 4635,03 mm 2

= 9895,62 mm 2 = 9,89562.10 2 m 2

D. Untuk Mengetahui Koefisien Panas (  ) Harus Diketahui Kecepatan Rata – Rata (V) :

2 xxnxRm
V =
60

2 xx8000 x 27,38.10 3
=
60

= 22,92 m
det

Dari tebel didapatkan harga V terletak antara koefisien panas 62 – 72 kkal dan kecepatan
m 2 c

rata- rata (V) = 20 – 25 m , maka dilakukan interpolasi, maka :


det
 25  22,96  
  72    x72  62
 25  20  

= 67.92 kkal
m 2 c

E. Perubahan Temperatur ( T ) :

632 x0,026
T =
9,89562.10 2 x 67.92

= 24,44 C

F. Temperatur kerja (TK) :

TK = To + T To = suhu kamar (20 – 30 C )


diambil 25 C

TK = 25 C + 24,44 C

= 49,44 C

Dimana, apabila antara baja bergesekan dengan baja temperatur izinnya ialah 200 C , maka TK

< TK izin, temperatur kerja memnuhi syarat.


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Dari hasil perhitungan yang dilakukan dari BAB I sampai dengan BAB III pada

perencanaan roda gigi ini dapat disimpulkan ukuran – ukuran utama roda gigi dari “YAMAHA

JUPITER Z, sebagai berikut :

 Daya = 8,8 HP

 Putaran = 8000 rpm

 Speed = 4 Kecepatan

 Pola pengoperasian = N – 1 – 2 – 3 – 4 – N

4.1.1. Ukuran utama poros


 Bahan poros = S45C; B  58 kg
mm2

 Diameter poros = 14 mm

4.1.2 Ukuran utama splain


Diameter luar (Do) = 16,8 mm

Diameter dalam (Di) = 14 mm

Panjang splain (L) = 56 mm

Tinggi splain (h) = 1,4 mm

Lebar splain (w) =7 mm

Jumlah splain (z) =8 buah


4.1.3 Ukuran – ukuran utama roda gigi :

4.1.3.1 Pada Kecepatan I

Modul (m) =2 mm

Tinggi gigi (h) = 4,5 mm

Panjang gigi (b) = 18 mm

Tebal gigi (t) = 3,45 mm

Teg. Lentur yang terjadi = 6,16 kg


mm2

Teg. Geser yang terjadi = 1,027 kg


mm2

A. Pinion A

Bahan roda gigi = S45C; B  58 kg


mm2

Jumlah gigi (Z1) = 12 buah

Diameter pitch (Dp1) = 24 mm

Diameter luar (Do1) = 28 mm

Diameter kaki (Di1) = 19 mm

B. Gear H

Bahan roda gigi = S45C; B  58 kg


mm2

Jumlah gigi (ZH) = 27 buah

Diameter pitch (DpH) = 54 mm

Diameter luar (DoH) = 58 mm

Diameter kaki (DiH) = 49 mm


4.1.3.2 Pada Kecepatan II
Modul (m) =2 mm

Tinggi gigi (h) = 4,5 mm

Panjang gigi (b) = 18 mm

Tebal gigi (t) = 3,45 mm

Teg. Lentur yang terjadi = 4,05 kg


mm2

Teg. Geser yang terjadi = 0,724 kg


mm2

A. Pinion B

Bahan roda gigi = S45C; B  58 kg


mm2

Jumlah gigi (Z2) = 17 buah

Diameter pitch (Dp2) = 34 mm

Diameter luar (Do2) = 38 mm

Diameter kaki (Di2) = 29 mm

B. Gear G

Bahan roda gigi = S45C; B  58 kg


mm2

Jumlah gigi (ZG) = 28 buah

Diameter pitch (DpG) = 56 mm

Diameter luar (DoG) = 60 mm

Diameter kaki (DiG) = 51 mm

4.1.3.3 Pada Kecepatan III


Modul (m) =2 mm
Tinggi gigi (h) = 4,5 mm

Panjang gigi (b) = 20 mm

Tebal gigi (t) = 3,454 mm

Teg. Lentur yang terjadi = 3,16 kg


mm2

Teg. Geser yang terjadi = 0,528 kg


mm2

A. Pinion C

Bahan roda gigi = S45C; B  58 kg


mm2

Jumlah gigi (Z3) = 21 buah

Diameter pitch (Dp3) = 42 mm

Diameter luar (Do3) = 46 mm

Diameter kaki (Di3) = 34 mm

B. Gear F

Bahan roda gigi = S45C; B  58 kg


mm2

Jumlah gigi (ZF) = 37 buah

Diameter pitch (DpF) = 74 mm

Diameter luar (DoF) = 78 mm

Diameter kaki (DiF) = 66 mm

4.1.3.4 Pada Kecepatan IV

Modul (m) = 1,5 mm

Tinggi gigi (h) = 4,5 mm

Panjang gigi (b) = 20 mm


Tebal gigi (t) = 3,454 mm

Teg. Lentur yang terjadi = 0,0446 kg


mm2

Teg. Geser yang terjadi = 0,336 kg


mm2

A. Pinion D

Bahan roda gigi = S45C; B  58 kg


mm2

Jumlah gigi (Z4) = 24 buah

Diameter pitch (Dp4) = 66 mm

Diameter luar (Do4) = 69 mm

Diameter kaki (Di4) = 63 mm

B. Gear E

Bahan roda gigi = S45C; B  58 kg


mm2

Jumlah gigi (ZE) = 44 buah

Diameter pitch (DpE) = 88 mm

Diameter luar (DoE) = 92 mm

Diameter kaki (DiE) = 80 mm

4.1.4 Ukuran – ukuran utama untuk bantalan

Nomor bantalan = 6305 (Jenis terbuka)

Diameter luar bantalan(D) = 62 mm

Diameter dalam bantaln(d) = 25 mm

Lebar bantalan (b) = 17 mm


Radius tepi bantalan (r) = 2 mm

Jumlah bantalan (z) = 4 buah

Umur bantalan (Lh) = 733,435 hari

Lama pemakaian = 8 jam

Anda mungkin juga menyukai