Bab 1-Bab 2
Bab 1-Bab 2
Pembimbing :
dr. Anggia C Lubis, Sp.JP
Disusun Oleh :
Elcia Melisa Dwisari Simatupang (130100173)
Tommy Tua Saut Baringin Nainggolan (130100101)
Tria Rizki Yusnita Hutasuhut (130100218)
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul
“STEMI”
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dr. Anggia C Lubis,
Sp.JP yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam
penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan
saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan laporan kasus
selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL...............................................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................................................vi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang........................................................................................................................1
1.2. Tujuan........................................................................................................................................2
1.3. Manfaat......................................................................................................................................2
2.3.2. Diagnosis......................................................................................................................9
2.3.2.1. Anamnesis........................................................................................................9
2.3.2.2. Pemeriksaan Fisik......................................................................... 10
2.3.2.3. Pemeriksaan Elektrokardiogram...............................................................10
2.3.2..4. Pemeriksaan Biomarker Kerusakan Jantung.................................12
2.3.3. Diagnosis Banding....................................................................................................12
2.3.4. Tatalaksana...................................................................................................................13
iii
2.3.6. Prognosis STEMI.......................................................................................................17
BAB 6 KESIMPULAN....................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................36
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
1
koroner akut dimana pasien mengalami ketidaknyamanan dada yang berhubungan
2,3
dengan non elevasi segmen ST iskemik yang transien atau permanen pada EKG.
Troponin T merupakan pertanda biokimia untuk penyakit infark miokard.
Pemeriksaan troponin sangat sensitif hingga dapat mendeteksi infark yang sulit dilihat
dari pemeriksaan patologis rutin. Troponin cepat meningkat ketika serangan terjadi dan
kadarnya bertahan lama setelah jejas terjadi. Peningkatan terus terjadi selama 7-14 hari.
2,3,4,6
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Umumnya pada dewasa jantung berukuran panjang 12cm, lebar 8cm-9cm dan
ketebalan 6cm. Berat jantung bervariasi pada wanita dan pria, dimana pada wanita berat
jantung normal adalah 230-280 gram sedangkan pada pria 248 - 340 gram. Anatomi
jantung dapat dibagi dua, yaitu anatomi luar dan dalam.
Jantung merupakan organ berotot yang terletak secara oblik pada sebelah kiri
garis mediastinum medialis dan diatas diafragma. Bagian depan jantung dibatasi oleh
sternum dan iga 3, 4 dan 5. Posisi jantung miring kedepan kiri dan apeks kordis berada
paling depan dekat linea medio-klavikular kiri dalam rongga dada. Bagian luar kedua
atrium dipisahkan oleh sulkus koronarius yang mengelilingi jantung. Pada sulkus ini
berjalan arteri koroner kanan dan arteri sirkumfleks setelah tdipercabangkan dari aorta.
Bagian luar kedua ventrikel dipisahkan oleh sulkus inter-ventrikular anterior di sebelah
depan, yang ditempati oleh arteri desendens anterior kiri, dan sulkus interventrikuler
posterior di sebelah benlakang yang dilewati oleh arteri desendens posterior.
Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu atrium kanan dan kiri, serta ventrikel kanan
dan kiri. Bagian kanan dan kiri dipisahkan oleh septum. Atrium kanan berfungsi sebagai
penampung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh. Atrium kiri berfungsi menerima
darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan mengalirkan darah tersebut ke paru-paru.
Ventrikel kanan berfungsi menerima darah dari atrium kanan dan memompakannya ke
paru-paru. Ventrikel kiri berfungsi untuk memompakan darah yang kaya oksigen ke
seluruh tubuh. Oleh yang demikian dinding ruang ventrikel lebih tebal dari dinding
ruang atrium.
3
Gambar 2.1. Anatomi Jantung
Perdarahan otot jantung berasal dari aorta melalui dua pembuluh darah koroner
utama yaitu arteri koroner kanan dan kiri. Kedua arteri ini keluar dari sinus valsava
aorta. Arteri koroner kiri berjalan di belakang arteri pulmonal sebagai arteri koroner kiri
utama sepanjang 1-2cm kemudian bercabang menjadi arteri sirkumfleks dan arteri
desendens anterior kiri. Arteri sirkumfleks berjalan pada sulkus atrio-ventrikuler ke
kanan bawah atau mengelilingi permukaan posterior jantung sedangkan arteri desenden
anterior kiri berjalan pada sulkus inter-ventrikuler sampai ke apeks.
Setelah keluar dari sinus valsalva aorta koroner kanan (RCA) berjalan dalam
sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah mencapai kruks. Cabang pertama adalah arteri
atrium anterior kanan yang memperdarahi nodus sino-atrial dan arteri desenden
posterior kanan yang mendarahi nodus atrio-ventrikuler.
Aliran darah balik dari otot jantung dan sekitarnya melalui vena koroner yang
berjalan berdampingan dengan arteri koroner, akan masuk kedalam atrium kanan
melalui sinus koronarius.
4
Gambar 2.2. Percabangan Arteri Koroner
5
2.2.2. Faktor Risiko
Menurut American Heart Association’s factor resiko Sindroma Koroner Akut
(SKA) dibagi menjadi 2. Faktor risiko yang tidak dapat diubah (nonmodifiable risk
factor)seperti ; Umur, jenis kelamin, ras dan keturunan. Sedangkan faktor risiko yang
dapat diubah (modifiable risk factor) seperti: riwayat merokok, kolestrol, hipertensi,
2,9
obesitas.
2,3,10
Non modifiable risk factor :
1. Usia
Risiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat dengan bertambahnya umur,
diatas 45 tahun pada pria dan diatas 55 tahun pada wanita. Dengan riwayat keluarga
yang memiliki penyakit jantung juga merupakan faktor risiko, termasuk penyakit
jantung pada ayah dan saudara pria yang didiagnosa sebelum umur 55 tahun, dan
pada ibu atau saudara perempuan yang didiagnosa sebelum umur 65 tahun.
2. Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih tinggi dari pada perempuan.Walaupun setelah
menopause, tingkat kematian perempuan akibat penyakit jantung meningkat, tapi
tetap tidak sebanyak tingkat kematian laki- laki akibat penyakit jantung.
3. Ras/Suku
Insidensi kematian pada PJK pada orang Asia yang tinggal di inggris lebih tinggi
dibandingkan dengan penduduk lokal, sedangkan angka yang rendah terdapat pada
ras Apro-Karibia.
2,3,10
Modifiable risk factor :
1. Merokok
Peran rokok dalam PJK, antara lain menimbulkan aterosklerosis, peningkatan
trombogenesis dan vasokontriksi, peningkatan tekanan darah, pemicu aritmia jantung,
meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan penurunan kapasitas pengangkutan
oksigen. Merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari bisa meningkatkan resiko 2-3
kali dibandingkan individu yang tidak merokok.Hal tersebut dapat terjadi karena rokok
mengandung nikotin dan karbon monoksida yang dapat mengurangi HDL dalam darah
dan meningkatkan LDL dalam darah sehingga merusak dinding arteri.
6
2. Hipertensi
Hipertensi menyebabkan peningkatan afterload yang secara tidak langsung akan
meningkatkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu hipertropi
ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya afterload yang pada akhirnya
meningkatkan kebutuhan jantung.
3. Kolestrol LDL
Kolestrol merupakan prasyarat terjadi penyakit koroner pada jantung. Kolestrol akan
berakumulasi di lapisan intima dan media pembuluh arteri koroner. Jika hal tersebut
terus berlangsung, maka akan terbentuk plak sehingga pembuluh arteri koroner yang
mengalami inflamasi atau terjadi penumpukan lemak akan mengalami aterosklerosis.
4. Obesitas
Pada umumnya, obesitas cenderung meningkatkan kadar kolestrol total dan
trigliserida dan menurunkan kadar HDL. Perubahan- perubahan ini meningkatkan
risiko terjadinya aterosklerosis.
12
2.2.3. Klasifikasi
Umumnya terdapat 3 tipe ACS, yaitu ST elevasi Miokard Infark (Q-wave),
Non-ST elevasi Miokard Infark (non-Q wave), Unstable angina (UA). STEMI dan Non-
STEMI secara tipikal dikarakteristik dengan peningkatan dan/atau penurunan pada
biomarker injury myocyte.
Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan indikator
kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini memerlukan tindakan
revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya;
secara medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi
koroner perkutan primer
7
2.2.4. Patofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah
koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan
penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh
proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya
trombosit (white thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah
koroner, baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat
pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang
menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner.
Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan
oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium
5,11,12
mengalami nekrosis (infark miokard).
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah
koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Akibat
dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium karena proses
hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel
(perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak
mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka mengalami SKA karena
obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria epikardial (Angina
Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat
diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan
(IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi,
takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai
plak aterosklerosis dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi
6,11,12
tidak memerlukan menunggu hasil peningkatan marker jantung.
8
pelepasan biomarker nekrosis miokardial yang subsekuen. Gambaran pada perubahan
awal EKG STEMI adalah gelombang T yang hiperakut yang merefleksi hiperkalemia
lokal diikuti dengan elevasi segmen ST pada lead yang merekan aktivitas listrik pada
13
regio miokardium yang terlibat.
2,9,10
2.3.2. Diagnosis
Diagnosis kerja infark miokard harus telah dibuat berdasarkan riwayat nyeri
dada yang berlangsung selama 20 menit atau lebih yang tidak membaik dengan
pemberian nitrogliserin. Adanya riwayat PJK dan penjalaran nyeri ke leher, rahang
bawah atau lengan kanan memperkuat dugaan ini. Pengawasan EKG perlu dilakukan
pada setiap pasien dengan dugaan STEMI. Diagnosis STEMI perlu dibuat sesegera
mungkin melalui perekaman dan interpretasi EKG 12 sadapan, selambat-lambatnya 10
menit dari saat pasien tiba untuk mendukung penatalaksanaan yang berhasil. Gambaran
EKG yang atipikal pada pasien dengan tanda dan gejala iskemia miokard yang sedang
berlangsung menunjukkan perlunya tindakan segera.
2.3.2.1. Anamnesis
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa dada yang tipikal
(angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal berupa rasa
tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area
interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung
intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal sering
disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak
napas, dan sinkop. Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di
daerah penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion), sesak napas
yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan
atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut
(>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun, atau demensia.
9
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada
pasien dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Pria
2. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit arteri perifer /
karotis)
3. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard, bedah
pintas koroner, atau IKP
4. Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia, diabetes
mellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga
10
persangkaan baru, elevasi segmen ST yang persisten (≥20 menit) maupun tidak persisten,
atau depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T. Penilaian ST elevasi
dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2 sadapan yang bersebelahan. Nilai ambang
elevasi segmen ST untuk diagnosis STEMI untuk pria dan perempuan pada sebagian besar
sadapan adalah 0,1 mV. Pada sadapan V1-V3 nilai ambang untuk diagnostik beragam,
bergantung pada usia dan jenis kelamin. Nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V1-3
pada pria usia ≥40 tahun adalah ≥0,2 mV, pada pria usia <40 tahun adalah ≥0,25 mV.
Sedangkan pada perempuan nilai ambang elevasi segmen ST di lead V1-3, tanpa
memandang usia, adalah ≥0,15 mV. Bagi pria dan wanita, nilai ambang elevasi segmen ST
di sadapan V3R dan V4R adalah ≥0,05 mV, kecuali pria usia <30 tahun nilai ambang ≥0,1
mV dianggap lebih tepat. Nilai ambang di sadapan V7-V9 adalah ≥0,5 mV.
Depresi segmen ST yang resiprokal, sadapan yang berhadapan dengan
permukaan tubuh segmen ST elevasi, dapat dijumpai pada pasien STEMI kecuali jika
STEMI terjadi di mid-anterior (elevasi di V3-V6). Pasien SKA dengan elevasi segmen
ST dikelompokkan bersama dengan LBBB (komplit) baru/persangkaan baru mengingat
pasien tersebut adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh karena itu pasien dengan EKG
yang diagnostik untuk STEMI dapat segera mendapat terapi reperfusi sebelum hasil
pemeriksaan marka jantung tersedia.
11
2.3.2.4. Pemeriksaan Biomarker Kerusakan Jantung
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase(CK) MB dan Troponin
T atau I dan dilakukan secara serial. Troponin harus digunakan sebagai petanda optimal
untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga
akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan Elevasi ST dan gejala IMA
(Infark Miokard Akut), terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung
pada pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas normal,
menunjukkan ada nekrosis jantung (miokard infark).
- CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis, dan
kardioversi elektrik juga dapat meningkatkan CKMB
- Troponin T : ada 2 jenis yaitu Troponin T dan Troponin I. Enzim ini meningkat setelah
2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam. Enzim cTn T
masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
17
2.3.3. Diagnosis Banding
Banyak penyakit yang menjadi diagnosis banding dari penyakit arteri
koronaria. Karena gejala klinis yang ditemukan adalah nyeri di dada, batuk, sesak
napas, maka tidak menutup kemungkinan penyakit yang berasal dari paru,
gastrointestinal, psikososial dapat menyebabkan gejala yang sama. Begitu banyak
penyakit yang memiliki gejala seperti ini, dan yang penulis tidak dapat membahasnya
satu persatu. Karena itu penulis mengambil yang paling mirip untuk dibahas disini.
Perikarditis adalah peradangan pada perikardium (kantung selaput jantung),
yang dimulai secara tiba-tiba dan sering menyebabkan nyeri. Peradangan menyebabkan
cairan dan produk darah (fibrin, sel darah merah dan sel darah putih) memenuhi rongga
perikardium. Perikarditis akut memiliki bermacam-macam penyebab, mulai dari infeksi
virus sampai kanker. Perikarditis akut juga bisa merupakan akibat dari efek samping
obat tertentu (misalnya antikoagulan, penisilin, prokainamid, fenitoin dan fenilbutazon).
Gejala perikarditis akut menyebabkan demam dan nyeri dada, yang menjalar ke
bahu kiri dan kadang ke lengan kiri. Nyerinya menyerupai serangan jantung, tetapi pada
perikarditis akut nyeri ini cenderung bertambah buruk jika berbaring, batuk atau bernafas
12
dalam. Perikarditis dapat menyebabkan tamponade jantung, suatu keadaan yang bisa
berakibat fatal.
2.3.4. Tatalaksana
2.3.4.1. Tatalaksana dan Langkah Awal
Berdasarkan langkah diagnostik tersebut di atas, dokter perlu segera
menetapkan diagnosis kerja yang akan menjadi dasar strategi penanganan selanjutnya.
Yang dimaksud dengan terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan
diagnosis kerja Kemungkinan SKA atau atas dasar keluhan angina di ruang gawat
14,15
darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marker jantung.
Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat
14,15
MONA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan.
1. Tirah baring
2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2 arteri
<95% atau yang mengalami distress respirasi
3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam pertama,
tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri.
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui
intoleransinya terhadap aspirin. Aspirin tidak bersalut lebih terpilih mengingat
absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat
5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
a.Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI yang direncanakan untuk
reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, atau
b. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75
mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi reperfusi menggunakan agen
fibrinolitik, penghambat reseptor ADP yang dianjurkan adalah clopidogrel)
6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang masih
berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat. Jika nyeri dada tidak hilang dengan satu
kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin
intravena diberikan pada pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga
13
dosis NTG sublingual dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN)
dapat dipakai sebagai pengganti.
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien yang
tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual.
14
Semua rumah sakit dan Sistem Emergensi Medis yang terlibat dalam
penanganan pasien STEMI harus mencatat dan mengawasi segala penundaan yang
terjadi dan berusaha untuk mencapai dan mempertahankan target kualitas berikut ini:
1. Waktu dari kontak medis pertama hingga perekaman EKG pertama ≤10 menit
2. Waktu dari kontak medis pertama hingga pemberian terapi reperfusi:
• Untuk fibrinolisis ≤30 menit
• Untuk IKP primer ≤90 menit (≤60 menit apabila pasien datang dengan awitan kurang
2
dari 120 menit atau langsung dibawa ke rumah sakit yang mampu melakukan IKP)
2,10,16
2.3.4.2. Terapi Referpusi
Terapi reperfusi segera, baik dengan IKP atau farmakologis, diindikasikan
untuk semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam dengan elevasi segmen ST
yang menetap atau Left Bundle Branch Block (LBBB) yang (terduga) baru. Terapi
reperfusi (sebisa mungkin berupa IKP primer) diindikasikan apabila terdapat bukti
klinis maupun EKG adanya iskemia yang sedang berlangsung, bahkan bila gejala telah
ada lebih dari 12 jam yang lalu atau jika nyeri dan perubahan EKG tampak tersendat.
Dalam menentukan terapi reperfusi, tahap pertama adalah menentukan ada
tidaknya rumah sakit sekitar yang memiliki fasilitas IKP. Bila tidak ada, langsung pilih
terapi fibrinolitik. BIla ada, pastikan waktu tempuh dari tempat kejadian (baik rumah
sakit atau klinik) ke rumah sakit tersebut apakah kurang atau lebih dari (2 jam). Jika
membutuhkan waktu lebih dari 2 jam, reperfusi pilihan adalah fibrinolitik. Setelah
fibrinolitik selesai diberikan, jika memungkinkan pasien dapat dikirim ke pusat dengan
fasilitas IKP.
Fibrinolisis merupakan strategi reperfusi yang penting, terutama pada tempat-
tempat yang tidak dapat melakukan IKP pada pasien STEMI dalam waktu yang
disarankan. Terapi fibrinolitik direkomendasikan diberikan dalam 12 jam sejak awitan
gejala pada pasien-pasien tanpa indikasi kontra apabila IKP primer tidak bisa dilakukan
oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit sejak kontak medis pertama.
Pada pasien-pasien yang datang segera (<2 jam sejak awitan gejala) dengan
infark yang besar dan risiko perdarahan rendah, fibrinolisis perlu dipertimbangkan bila
waktu antara kontak medis pertama dengan inflasi balon lebih dari 90 menit.
15
Gambar 2.5. Langkah-langkah Reperfusi
2,10
Jenis-jenis obat fibrinolitik adalah :
1. Streptokinase : Regimen 1,5 juta unit dilarutkan dalam 100 NaCl 0,9% atau
dekstrose 5% diberikan dalam 1 jam.Terapi dinyatakan berhasil bila dijumpai VES
(ventricular extrasystole) pada pantauan elektrokardiografi yang menandakan
lisisnya tromboemboli.
2. Tissue Plasminogen Activator (tPA) : Penggunaan tPA harus dipertimbangkan pada
pasien-pasien yang telah mendapatkan streptokinase dalam 2 tahun terakhir, alergi
terhadap streptokinase, hipotensi (TDS < 90 mmHg). Dosisnya 15 mg IV bolus
dilanjutkan 0,75 mg/kgBB selama 30 menit, kemudian 0,6 mg/kgBB selama 60 menit.
16
1. Gagal Jantung
Dalam fase akut dan subakut setelah STEMI, seringkali terjadi disfungsi
miokardium. Bila revaskularisasi dilakukan segera dengan IKP atau trombolisis,
perbaikan fungsi ventrikel dapat segera terjadi, namun apabila terjadi jejas
transmural dan/atau obstruksi mikrovaskular, terutama pada dinding anterior,
dapat terjadi komplikasi akut berupa kegagalan pompa dengan remodeling
patologis disertai tanda dan gejala klinis kegagalan jantung, yang dapat berakhir
dengan gagal jantung kronik.
2. Kongesti paru
Kongesti paru ditandai dispnea dengan ronki basah paru di segmen basal,
berkurangnya saturasi oksigen arterial, kongesti paru pada Roentgen dada dan
perbaikan klinis terhadap diuretik dan/atau terapi vasodilator.
3. Keadaan output rendah
Keadaan output rendah menggabungkan tanda perfusi perifer yang buruk dengan
hipotensi, gangguan ginjal dan berkurangnya produksi urin. Ekokardiografi
dapat menunjukkan fungsi ventrikel kiri yang buruk, komplikasi mekanis atau
infark ventrikel kanan.
4. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi dalam 6-10% kasus STEMI dan merupakan penyebab
kematian utama, dengan laju mortalitas di rumah sakit mendekati 50%. Kriteria
hemodinamik syok kardiogenik adalah indeks jantung 18 mmHg. Selain itu,
diuresis biasanya 90 mmHg. Syok kardiogenik biasanya dikaitkan dengan
kerusakan ventrikel kiri luas, namun juga dapat terjadi pada infark ventrikel
kanan. Baik mortalitas jangka pendek maupun jangka panjang tampaknya
berkaitan dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri awal dan beratnya regurgitasi
mitral.
17
resiko berdasarkan indikator klinis gagal jantung sebagai komplikasi infark miokard
2,9
akut dan ditujukan untuk memperkirakan tingkat mortalitas dalam 30 hari.
18