KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
Penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar” dengan lancar
materi kepada Saya. Tak lupa Saya ucapkan terima kasih kepada seluruh
teman angkatan 2016 yang juga telah saling memotivasi dan membantu
terselesainya proposal ini serta seluruh pihak yang tidak bisa penulis
penyusunan proposal penelitian ini, oleh sebab itu penyusun sangat terbuka
menerima kritik dan saran yang membangun untuk dijadikan bahan evaluasi.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
iii
2.2.1 Definisi .................................................................................... 12
iv
3.7.1 Variabel Penelitian .................................................................. 35
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR BAGAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
khususnya dihasilkan oleh fungi atau dihasilkan secara sintetik yang dapat
penggunaan antibiotik yang tidak perlu dan diagnostik yang tidak pasti.2
dosis yang tepat, tepat indikasi, tepat lama pemberian, tepat cara pemberian
Gyssen terhadap lama rawat inap masih sedikit, selain itu tidak adanya data
seperti demam tifoid yaitu dengan pemberian antibiotik. Menurut data World
1
Health Organization, memperkirakan angka insidensi di seluruh dunia sekitar
17 juta jiwa per tahun, angka kematian akibat demam tifoid mencapai
600.000 dan 70% terjadi di Asia. Di Indonesia sendiri, penyakit tifoid bersifat
lama rawat inap penderita demam tifoid di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar
2
1.2 Rumusan Masalah
3
1.4 Manfaat Penelitian
terhadap lama rawat inap penderita demam tifoid di Rumah Sakit Ibnu Sina
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antibiotik
khususnya dihasilkan oleh fungi atau dihasilkan secara sintetik yang dapat
1. Golongan Penisilin
5
Namun, mereka memiliki potensi yang rendah terhadap batang gram
negatif.
antipseudomonas)
6
a. Sefalosporin generasi pertama
negatif.
darah otak.
7
3. Golongan Kloramfenikol
dan aktif terhadap masing – masing bakteri gram positif dan negatif baik
yang aerob maupun anaerob. Mekanisme kerja dari golongan ini adalah
4. Golongan Tetrasiklin
empedu.
5. Golongan Makrolida
8
stafilokokus, dan korinebakterium. Aktifitas antibakterial eritromisin
6. Golongan Aminoglikosida
tuberkulosis.
tidak terbentuknya basa purin dan DNA pada bakteri. Mekanisme kerja
8. Golongan Fluorokuinolon
9
Golongan fluorokuinolon termasuk di dalamnya asam nalidixat,
dan Campilobacter.
sintesis dinding sel kemudian diikuti oleh basitrasin dan vankomisin dan
menyebabkan kerusakan dinding sel dan terjadinya lisis pada dinding sel
Obat yang termasuk kelompok ini adalah polimiksin, golongan polien dan
10
Contohnya : polimiksin akan merusak membrane sel setelah bereaksi
dari 2 subunit yaitu ribosom 30S dan 50S. Contohnya : Streptomisin akan
berikatan dengan kompleks 30S dan kode pada mRNA salah dibaca oleh
tRNA pada waktu sintesis protein dengan berbagai cara. Akibatnya akan
terbentuk protein yang abnormal dan non fungsional bagi sel mikroba
kuinolon.
11
Contohnya : rifampisin berikatan dengan enzim polymeraseRNA (pada
sub unit) sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim
tersebut.
2.2.1 Definisi
typhi (S. Typhi) atau Salmonella paratyphi (S. Paratyphi). Penyakit semula
dinamai demam tifolid karena kemiripan klinisnya dengan tifus. Namun pada
awal 1800an, demam tifoid telah dapat dengan jelas didefinisikan secara
Peyer dan kelenjar limfe mesenterium. Pada tahun 1869, karena letak
untuk membedakan demam tifoid dari tifus. Namun, sampai saat ini, baik
12
Di Afrika, gejala umum nontyphoidal invasif Penyakit Salmonella, yang
terlihat terutama pada pasien dengan infeksi HIV, malaria, dan malnutrisi,
2.2.2 Epidemiologi
minuman akibat kontaminasi tinja oleh pasien atau pembawa kronik penyakit
dan biakan.11
bagian Asia lainnya, Afrika, Amerika Latin, dan Oseania, kecuali Australia
dan Selandia Baru) dan rendah di bagian dunia lainnya. Insidens demam
13
enterik yang tinggi berkaitan dengan sanitasi yang kurang dan tidak adanya
perkotaan daripada pedesaan dan pada anak serta remaja. Faktor resiko
yang tercakup air atau es yang tercemar, banjir, makanan dan minuman yang
dibeli dari pedagang di pinggir jalan, buah dan sayuran mentah yang ditanam
di kebun yang disiram dengan air selokan, orang serumah yang sakit, tidak
mencuci tangan dan tidak ada akses ke toilet, serta bukti-bukti riwayat infeksi
(8%), Filipina (8%) dan Haiti (5%). Demikian juga, dar 356 kasus yang
dilaporkan di Amenka Serikat pada tahun 2003, sekitar 74% teriadi pada
14
peningkatan angka S. typhi dan S paratyphi MDR pada para pelancong.
dan diperoleh dari dalam negeri, sebagian besar bersifat sporadic, tetapi 7%
banyak kasus (saat ini sekitar 80%) berkaitan dengan orang AS yang lahir di
2.2.3 Etiologi
15
gejalanya lebih ringan dibanding dengan yang disebabkan oleh S. typhi.
Pada minggu pertama sakit, demam tifoid sangat sukar dibedakan dengan
demam tifoid atau karier Salmonella typhi. Mungkin tidak ada orang
Indonesia yang tidak pernah menelan bakteri ini. Bila hanya sedikit
tertelan, biasanya orang tidak menderita demam tifoid. Namun bakteri yang
sedikit demi sedikit masuk ke tubuh menimbulkan suatu reaksi serologi Widal
2.2.4 Patogenesis
melalui makanan dan minuman yang tercemar yang tertelan melalui mulut.
16
usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-
fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di
torasikus kuman yang terdapat didalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi
limpa.16
berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk lagi
Sebagian dari kuman ini dikeluarkan melalui feses dan sebagian lainnya
menembus usus lagi. Proses yang sama kemudian terjadi lagi, tetapi dalam
17
sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas
vaskular, gangguan mental, dan koagulasi. Sepsis dan syok septik dapat
limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus dan dapat
gejala yang timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam demam, gangguan
penyakit. Demam pada pasien demam tifoid disebut step ladder temperature
chart yang ditandai dengan demam timbul indisius, kemudian naik secara
18
bertahap tiap harinya dan 7 mencapai titik tertinggi pada akhir minggu
pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-4
demam turun perlahan secara lisis, kecuali apabila terjadi fokus infeksi
Demam lebih tinggi saat sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi
harinya. Pada saat demam sudah tinggi pada kasus demam tifoid dapat
disertai gejala sistem saraf pusat seperti kesadaran berkabut atau delirium
sedang tepi dan ujungnya kemerahan juga banyak dijumpai meteor ismus.
pada minggu kedua timbul diare. Diare hanya terjadi pada setengah dari
anak yang terinfeksi, sedangkan sembelit lebih jarang terjadi. Dalam waktu
badan, nyeri abdomen dan diare, menjadi berat. Dapat dijumpai depresi
19
mental dan delirium. Keadaan suhu tubuh tinggi dengan bradikardia lebih
dapat timbul pada kulit dada dan abdomen, ekstremitas dan punggung,
timbul pada akhir minggu pertama dan awal minggu kedua, ditemukan pada
40-80% penderita dan berlangsung singkat (2-3 hari). Jika tidak ada
komplikasi dalam 2-4 minggu, gejala dan tanda klinis menghilang namun
tetapi berlangsung lebih ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua
setelah suhu badan normal kembali. Terjadi sukar diterangkan seperti halnya
mendapat infeksi yang cukup berat. Menurut teori, relaps terjadi karena
persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya
relaps.19
20
2.2.6 Penegakan Diagnosis
klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari
hingga kematian.20
ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada
umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual,
epistaksis.20
Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hari
hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas
berupa demam, bradikardia relatif, lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi
1 derajat celcius tidak diikuti dengan peningkatan denyut nadi 8 kali per
menit.20
21
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang
molekuler21,22,23 :
1. Hematologi
2. Urinalisis
3. Kimia klinis
4. Imunoserologi
a. Widal
antigen bakteri Salmonella typhi atau paratyphi (reagen). Pada uji ini
hasil positif jika terjadi reaksi aglutinasi antara antigen dengan antibodi
22
yang disebut aglutinin. Oleh karena itu, antibodi jenis ini dikenal
sebagai febrile agglutinin. Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor
sehingga dapat memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil
darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum buruk, dan adanya
penyakit imun lain. Elisa Salmonella typhi atau paratyphi lgG dan lgM .
Uji ini lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji widal untuk
5. Mikrobiologi (kultur)
Gall culture atau biakan empedu merupakan gold standard untuk demam
tifoid. Jika hasil positif, diagnosis pasti untuk demam tifoid. Jika hasil
negatif, belum tentu bukan demam tifoid karena hasil biakan negatif palsu
dapat disebabkan jumlah darah terlalu sedikit (< dari 2 ml), darah tidak
dalam minggu ke-1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotik, dan sudah
vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui
23
karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (positif antara 27 hari, jika
belum ada ditunggu 7 hari lagi). Spesimen yang digunakan pada awal
sakit adalah darah kemudian untuk stadium lanjut atau carrier digunakan
6. Biologi molecular
dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi
tinggi. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh
2.2.8 Penatalaksanaan
Selain itu diperlukan pula tatalaksana komplikasi demam tifoid yang meliputi
24
pasien diawasi untuk mencegah dekubitus dan pnemonia orthostatik serta
a. Memberikan diet bebas yang rendah serat pada pasien tanpa gejala
meteorismus, dan diet bubur saring pada pasien dengan meteorismus. Hal
b. Cairan yang adekuat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.
demam enterik dan menurunkan angka kematian kasus menjadi <1%. Pilihan
25
Tabel 2.1 Terapi antibiotik pada dewasa11
golongan obat yang paling efektif dengan angka kesembuhan sekitar 98%
Namun, terapi florokuinolon dosis tinggi untuk demam enterik NAR dilaporkan
26
menyebabkan perlambatan penurunan demam dan peningkatan angka
demam enterik MDR, termasuk galur resisten fluorokuinolon dan NAR. Obat-
obat ini menurunkan demam dalam waktu sekitar 1 minggu, dengan angka
27
kegagalan sekitar 5-10%, angka fecal carriage <3%, dan angka kekambuhan
3-6%.11
perlu dirawat-inap dan diberi terapi suportif serta sefalosporin generasi ketiga
perlu diberikan selama minimal 10 hari atau 5 hari setelah demam reda. 11
diterapi dengan antibiotik oral yang sesuai selama 4-6 minggu. Terapi oral
(mis. batu empedu atau ginjal), eradikasi sering memerlukan baik terapi
yang terjadi selama pasien di rawat di rumah sakit. Keseluruhan hal ini
mempengaruhi kompleksitas dari pelayanan, lama rawat inap dan total biaya
rawat inap. Berat dan ringannya suatu penyakit juga mempengaruhi lamanya
perawatan. Lama rawat inap pasien juga dipengaruhi oleh faktor individu
sakit.24
28
Keterlambatan untuk segera mendapatkan pelayanan kesehatan yang
saat masuk rawat inap, hal ini juga dapat mempengaruhi lama rawat inap di
rumah sakit.24
melemahkan daya kerja antibiotik. Hal ini dapat terjadi dengan beberapa
cara, yaitu10 :
29
Enzim perusak antibiotik khusus terhadap golongan beta-laktam,
Escherichia coli yang mendapat terapi ampisilin (Acar and Goldstein, 1998).
secara duplikasi setiap 20-30 menit (untuk bakteri yang berbiak cepat),
Hal ini dapat disebarkan antar kuman sekelompok maupun dari satu
30
2.5 Kerangka Teori
Demam Tifoid
Gejala klinis:
- Demam
Pasien Rawat Inap
- Gangguan Saluran
Pencernaan
- Gangguan Kesadaran
Jenis Antibiotik
Eritromisin Makrolida
Streptomisi Aminoglikosida
n
Sulfatim Sulfonamida dan
Trimetropim
Ofloxaciln Fluorokuinolon
31
Keterangan :
Pasien Rawat
Inap Demam Antibiotik
Tifoid
Golongan
Jenis
Dosis
Lama Perawatan
= Variabel independen
= Variabel dependen
= Variabel Kontrol
32
BAB III
METODE PENELITIAN
yang diperoleh. Selain itu, desain cross sectional menjadi pilihan pada
berupa data sekunder, dimana data sekunder merupakan data yang berupa
rekam medik rigmen antibiotik yang digunakan pada pasien rawat inap
Penelitian ini bertempat di Rumah Sakit Ibnu Sina, Jl. Urip Sumohardjo
KM 5, Kota Makassar.
33
3.3 Populasi Penelitian
Dalam penelitian ini populasi adalah seluruh pasien demam tifoid yang
di rawat inap di Rumah Sakit Ibnu Sina Makasar pada bulan Juni-
inap demam tifoid di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar periode Juni-
Desember 2018.
diambil adalah seluruh pasien rawat inap demam tifoid yang termasuk
34
2. Pasien yang dirawat di Rumah Sakit Ibnu Sina bulan Juni-
Sina Makassar.
adalah pasien rawat inap demam tifoid dan variabel dependen adalah
35
Defenisi : Semua rekam medik yang akan diteliti adalah
2. Pengobatan Antibiotik
36
3.9 Teknik Pengumpulan Data
37
3.11 Alur Penelitian
Kesimpulan
38
DAFTAR PUSTAKA
5(5):324-337.
Rasional’ Grobogan.
Switzerland.
39
9. Pratiwi, Arilinia. 2018. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Terhadap
Jakarta:EGC;237-241
12. Effa EE, Lassi ZS, Critchley JA,dkk.Fluoroquinolon for treating typhoid
2011.
14. Buku Ajar Infeksi dan Pedaitric Tropik. IDAI Jakarta ; 2010.
16. Tim Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2007: 1752-1756
40
18. Jenson HB. Infectious diseases of the fetus and newborn
2004.
20. Tim Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2007: 1752-1756
21. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri
Infomedika.
23. Rampengan, T. H. (2007). Penyakit Infeksi Tropis pada Anak Edisi II.
Jakarta: EGC.
Tifoid;2006
27. Effa EE, dan Bukirwa H: Azitromycin to treat typhoid fever and
Rev;2008
41