Anda di halaman 1dari 13

PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014

“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

PENGARUH KONDISI LINGKUNGAN


TERHADAP KUALITAS AIRTANAH BEBAS
DI PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG
Rizka Maria1, Dedi Mulyadi1, Hilda Lestiana1, dan Khori Sugianti1
1
Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Email: rizka_maria@yahoo.com

ABSTRAK

Pencemaran airtanah terkait dengan faktor lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan
non-fisik. Faktor lingkungan fisik menyangkut kondisi lahan, kedalaman muka airtanah, batuan
penyusun dan hidrogeologi setempat. Faktor lingkungan non-fisik berkait dengan aktivitas
antropogenik. Daerah Pangalengan merupakan kawasan budidaya perkebunan dan peternakan di
Kabupaten Bandung. Aktivitas budidaya tersebut secara turun temurun sejak dahulu kala, kondisi ini
dikhawatirkan mempengaruhi kondisi kualitas airtanahnya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kualitas dan mengkaji pengaruh kondisi fisik – non fisik terhadap kualitas air tanah
bebas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menganalisa faktor fisik dan non fisik,
dengan melihat hubungan antara jarak perkebunan, jarak kandang dan jarak tangki septik dengan
sumur penduduk dikaitkan dengan hasil analisis kualitas airtanah, selain itu juga menggabungkan
parameter lingkungan geologi. Hasil dari penelitian ini adalah (1) Jarak antara sumur dengan tangki
septik berbanding lurus dengan konsentrasi nitrat dengan nilai R2 = 0.777, (2) Jarak antara sumur
dengan perkebunan berbanding lurus dengan konsentrasi nitrat dengan nilai R2 = 0.777 (3) Jarak
antara sumur dengan kandang ternak tidak mempengaruhi kualitas airtanah

Kata kunci : pencemaran airtanah, faktor fisik dan non fisik

ABSTRACT

Groundwater contamination associated with environmental factors, both physical environment and
non-physical environment. Physical environmental factors regarding the condition of the land, the
depth of water table, and hydrogeology. Non-physical environmental factors related to
anthropogenic activities. Pangalengan area is an area of plantation agriculture and livestock in
Bandung regency. The cultivation activities hereditary since time immemorial, this condition affects
the groundwater quality. Research aims to determine the quality and assess the influence of physical
conditions - non-physical to the quality of groundwater. The method used in this research is to
analyze the physical and non-physical factors, with the relationship between the distance of the
plantation, distance and distance septic tank enclosure with community wells associated with the
results of the analysis of groundwater quality, but it also incorporates the geological environment

577
ISBN: 978-979-8636-23-3

parameters. The results of this study are (1) The distance between the wells with septic tank is directly
proportional to the concentration of nitrate with R2 = 0.777, (2) The distance between the wells with
plantations is directly proportional to the concentration of nitrate with R2 = 0.721 (3) The distance
between the wells with cattle sheds do not affect the quality of groundwater.

Keywords: groundwater contamination, physical and non-physical factors

PENDAHULUAN

Air memiliki peranan yang vital dalam kehidupan makhluk hidup sehari-hari. Bagi manusia,

kebutuhan air menyangkut dua aspek, yaitu aspek kuantitas dan kualitas. Menurut Widyastuti (2006)

banyak faktor yang berpengaruh terhadap kualitas air baik alami maupun non alami (anthropogenic

factor). Faktor alami yang berpengaruh terhadap kualitas air adalah iklim, geologi, vegetasi, dan

waktu, sedangkan faktor non alami adalah manusia. Sudadi (2003) menjelaskan faktor alami artinya

bahwa unsur-unsur kimia yang ada dalam air tanah terjadi karena adanya interaksi antara airtanah

yang bersifat pelarut unsur kimia yang ada dalam batuan penyimpan airtanah (akuifer). Besarnya

kandungan unsur kimia sangat tergantung dengan lamanya interaksi serta bentuk dan ukuran

besarnya butir akuifer. Faktor alami yang lain adalah keadaan lingkungan terbentuknya akuifer.

Faktor non alami artinya bahwa masuknya unsur kimia tertentu ke dalam air tanah disebabkan karena

ada kaitannya dengan kegiatan manusia, misalnya pada daerah-daerah pertanian yang sering

menggunakan pupuk atau pestisida dengan kadar tinggi kemungkinan dapat mencemari

airtanahnya.Menurut Arsyad (2000) kualitas air menyatakan tingkat kesesuaian air untuk

dipergunakan bagi pemenuhan tertentu bagi kehidupan manusia, seperti untuk mengairi tanaman,

minuman ternak dan kebutuhan langsung untuk minum, mandi mencuci dan sebagainya. Kualitas air

ditentukan oleh kandungan sedimen tersuspensi dan bahan kimia yang terlarut di dalam air tersebut.

Pertambahan penduduk membawa konsekuensi terhadap peningkatan kebutuhan air. Selain itu

pertambahan penduduk juga menuntut sarana dan prasarana untuk mendukung segala aktivitasnya.

Seiring dengan berjalannya waktu, Kabupaten Bandung bagian Selatan terus mengalami

pertumbuhan yang pesat. Meningkatnya jumlah penduduk yang membawa konsekuensi berupa

meluasnya daerah permukiman. Meningkatnya tingkat kepadatan penduduk membawa konsekuensi

yang sangat serius terhadap kualitas airtanah. Hal ini berkaitan langsung dengan volume limbah

(terutama limbah rumah tangga) yang dihasilkan. Kecamatan Pangalengan merupakan salah satu

wilayah di Kabupaten Bandung yang memiliki sumber daya alam yang sangat potensial. Kesuburan

578
PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014
“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

tanahnya,potensi peternakan sapi dan hasil budidaya menjadi salah satu pendukung perekonomian

daerah ini. Namun akibat negatifnya adalah pencemaran air dari tangki septik, perkebunan dan

peternakan. Saat ini sebagian besar rumah tangga di Kecamatan Pangalengan mengelola limbah

MCK (mandi, cuci dan kakus) menggunakan septic tank. Dengan demikian, konstruksi septic tank

yang tidak memenuhi standar teknis akan berakibat langsung pada kualitas airtanah. Selanjutnya,

penurunan kualitas airtanah ini akan mendorong terjadinya degradasi kualitas lingkungan pada

umumnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lingkungan dan hidrogeologi terhadap kualitas

airtanah bebas, ditinjau dari sifat kimia (pH, nitrat, amonia, TSS dan COD), selanjutnya dicari

hubungan antara lingkungan fisik maupun lingkungan non-fisik. Faktor lingkungan fisik

menyangkut kondisi lahan, kedalaman muka airtanah, batuan penyusun dan hidrogeologi setempat.

Faktor lingkungan non-fisik berkait dengan aktivitas antropogenik. Penelitian ini diharapkan dapat

digunakan untuk menentukan pengaruh lingkungan fiasik dan non fisik terhadap kualitas airtanah di

Kecamatan Pangalengan, Kebupaten Bandung.

DAERAH PENELITIAN

Lokasi penelitian terletak di wilayah bagian selatan Kabupaten Bandung, di kecamatan Pangalengan

(Gambar 1). Daerah penelitian merupakan kawasan pegunungan yang terkenal akan kekayaan

sumber daya alamnya.

Kondisi Geologi

Batuan penyusun daerah Pangalengan berasal dari hasil erupsi/ endapan piroklastik Gunung

Pangalengan purba yang meletus besar (katalismik) menghasilkan suatu dataran Pangalengan dengan

Situ Cileunca sebagai bekas Kalderanya kemudian ditutupi oleh produk gunung berapi/ endapan

piroklastik yang berasal dari gunung berapi parasiter yang muncul di sekelilingnya yaitu Gunung

Windu, Gunung Wayang dan Gunung Malabar yang berumur lebih muda Kuarter Atas (Pistosen)

dengan sifat fisik batuan umumnya masih lepas-lepas (Bronto, 2006). Berdasarkan analisis peta

geologi lembar Pameungeuk (Alzwar, M, 1992), struktur geologi yang berkembang di wilayah

Kecamatan Pangalengan terlihat sebagai kelurusan-kelurusan sesar yang berarah tenggara-barat laut.

Dari segi hidrogeologi, tipe air tanah yang berada di daerah Pangelengan digolongkan dalam tipe

aquifer dengan produktifitas sedang dan penyebaran luas (Soetrisno,1983).

579
ISBN: 978-979-8636-23-3

Lokasi penelitian

Gambar 1. Lokasi Penelitian di wilayah Bandung Selatan

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ddilakukan secara deskriftif kualitatif dan melalui studi pustaka. Pengukuran

kualitas air yang dilakukan adalah pengukuran kualitas air dengan parameter fisika dengan

Amonium, Nitrat, COD dan TSS. Pengambilan sampel dilakukan pada air sumur gali yang yang

diduga dekat dengan sumber pencemar airtanah bebas. Selain sampel untuk analisis fisik dan kimia

airtanah, dilakukan penentuan lokasi pengukuran ketinggian muka airtanah untuk menentukan arah

aliran airtanah, sehingga diketahui arah persebaran pencemarannya, yaitu dengan cara mengukur

kedalaman muka airtanah pada beberapa sumur dan elevasi pada titik pengukuran di lapangan.

Kualitas air tanah sangat ditentukan oleh parameter-parameter yang terkandung didalamnya.

Parameter-parameter tersebut ditentukan oleh pemerintah yang disebut dengan baku mutu air.

Beberapa referensi tentang baku mutu air dapat digunakan sesuai dengan kemampuan pengelolaan

didaerah masing-masing. Sebagai salah satu yang dapat dijadikan acuan, yaitu Peraturan Pemerintah

R.I Nomor 82 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air.

580
PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014
“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

Salah satu sumber air bersih yang dimanfaatkan oleh masyarakat adalah sumur gali yang merupakan

bangunan penyadap air atau pengumpul air tanah dengan cara menggali. Kedalaman sumur bervariasi

antara 1 – 20 m dari permukaan tanah tergantung pada kedudukan muka air tanah setempat dan juga

morfologi daerah. Air tanah dari sumur gali dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga terutama

untuk minum, masak, mandi, dan mencuci. Menurut Kusnoputranto (1997), faktor-faktor yang

mempengaruhi pencemaran sumur gali adalah sebagai berikut:

1. Jenis sumber pencemar

Karakteristik limbah ditentukan oleh jenis sumber pencemar. Karakteristik limbah rumah tangga

berbeda dengan karakteristik limbah jamban/septic tank ataupun peternakan. Limbah jamban/septic

tank dan peternakan banyak mengandung bahan organik yang merupakan habitat bagi tumbuhnya

mikroorganisme. Perbedaan karakteristik limbah mempunyai pengaruh yang berbeda pula terhadap

kualitas bakteriologis air sumur gali.

2. Jumlah sumber pencemar

Semakin banyak sumber pencemar yang berada dalam jarak maksimal 10 meter, semakin besar

pengaruhnya terhadap penurunan kualitas bakteriologis air sumur gali. Hal ini disebabkan karena

semakin banyaknya bakteri yang mampu meresap ke dalam sumur.

3. Jarak sumber pencemar

Pola pencemaran air tanah oleh bakteri mencapai jarak +11 meter. Pembuatan sumur gali yang

berjarak kurang dari 11 meter dari sumber pencemar, mempunyai resiko tercemarnya air sumur oleh

perembesan air dari sumber pencemar.

4. Arah aliran air tanah

Pencemaran air sumur gali oleh bakteri koliform dipengaruhi arah aliran air tanah. Pergerakan air

tanah yang mengandung bakteri koliform mengarah ke sumur gali, menyebabkan air sumur gali

tercemar oleh bakteri koliform.

581
ISBN: 978-979-8636-23-3

5. Porositas dan permeabilitas tanah

Porositas dan permeabilitas tanah akan berpengaruh pada penyebaran bakteri koliform, mengingat

air merupakan alat transportasi bakteri dalam tanah. Makin besar porositas dan permeabilitas tanah,

makin besar kemampuan melewatkan air yang berarti jumlah bakteri yang dapat bergerak mengikuti

aliran tanah semakin banyak.

6. Curah hujan

Air hujan mengalir di permukaan tanah dapat menyebarkan bakteri koliform yang ada di permukaan

tanah. Meresapnya air hujan ke dalam lapisan tanah mempengaruhi bergeraknya bakteri koliform di

dalam lapisan tanah. Semakin banyak air hujan yang meresap ke dalam lapisan tanah semakin besar

kemungkinan terjadinya pencemaran.

Pada musim hujan tingkat Escherichia Coli meningkat hingga 700 koloni per 100 ml sampel air

dibandingkan dengan musim kemarau karena kemungkinan kontaminasi air sumur dengan limpahan

septic tank. Air dapat melarutkan berbagai bahan kimia yang berbahaya dan merupakan media

tempat hidup berbagai mikroba, maka tidak mengherankan bila banyak penyakit menular melalui air.

7. Konstruksi/bangunan fisik sumur.

Pembangunan sumur harus mengikuti standar kesehatan. Bangunan fisik sumur yang tidak

memenuhi standar akan mempermudah bakteri meresap dan masuk ke dalam sumur.

8. Jumlah pemakai

Sebagaimana dinyatakan pada stratifikasi Puskemas bahwa jumlah pemakai sumur individu adalah

5 jiwa. Makin banyak jumlah pemakai sumur berarti semakin banyak air diambil dari

sumur yang berarti berpengaruh juga terhadap merembesnya bakteri koliform ke dalam sumur.

Banyaknya jumlah pemakai sumur juga mempengaruhi kemungkinan terjadinya pencemaran sumur

secara kontak langsung antara sumber pencemar dengan air sumur, misalnya melalui ember atau tali

timba yang digunakan.

582
PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014
“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

9. Umur sumur

Sumur yang telah digunakan cukup lama dan volume air yang diambil relatif banyak, menyebabkan

aliran air tanah di sekitar sumur semakin mantap dan mendominasi. Selain itu sumber pencemar yang

ada di sekitar sumur juga semakin banyak sejalan dengan perkembangan aktivitas manusia. Hal ini

memberi peluang lebih besar terhadap merembesnya bakteri koliform dari sumber pencemar ke

dalam sumur. Sumur yang digunakan dalam waktu yang relatif lama lebih besar kemungkinan

mengalami pencemaran, karena selain bertambahnya sumber pencemar juga lebih mudahnya sumber

pencemar merembes ke dalam sumur mengikuti aliran air tanah yang berbentuk memusat ke arah

sumur.

10. Kedalaman permukaan air tanah

Kedalaman muka air tanah merupakan permukaan tertinggi dari air yang naik ke atas pada suatu

sumuran. Ketinggian permukaan air tanah antara lain dipengaruhi oleh jenis tanah, curah hujan,

penguapan, dan keadaan aliran terbuka (sungai). Kedalaman muka air tanah akan berpengaruh pada

penyebaran bakteri koliform secara vertikal. Pencemaran tanah oleh bakteri secara vertikal dapat

mencapai kedalaman 3 meter dari permukaan tanah.

11. Perilaku Masyarakat

Kebiasaan masyarakat membuat sumur tanpa bibir, bibir sumur tidak ditutup, mandi dan mencuci di

pinggir sumur akan menyebabkan air bekas mandi dan cuci sebagian mengalir kembali ke dalam

sumur dan menyebabkan pencemaran. Selain itu kebiasaan mengambil air sumur dan kebiasaan

membuang kotoran manusia juga ikut mempengaruhi.

Persyaratan kesehatan lokasi sumur gali menurut depkes RI (1992) sebagai berikut :

a. apabila sumber pencemaran terletak lebih tinggi dari sumur gali dan diperkirakan air tanah

mengalir ke sumur gali maka jarak minimal sumur gali terhadap sumber pencemaran adalah 11

meter

b. jika jarak sumber pencemaran sama/lebih rendah dari sumur gali maka jarak minimal sumur gali

terhadap sumber pencemaran adalah 9 meter

583
ISBN: 978-979-8636-23-3

c. sumber pencemaran adalah jamban, air kotor/comberan, tempat pembuangan sampah kandang

ternak dan sumber/saluran resapan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran sumur gali dapat dibagi menjadi dua

jenis yaitu faktor lingkungan dan non fisik. Faktor lingkungan fisik menyangkut kedalaman muka

airtanah, arah aliran air tanah, curah hujan, porositas dan permeabilitas tanah, Jenis sumber pencemar

, jumlah sumber pencemar, jarak sumber pencemar,umur sumur, konstruksi/bangunan fisik sumur.

Faktor lingkungan non-fisik berkait dengan aktivitas antropogenik yang meliputi: perilaku

masyarakat, jumlah pemakai.

Hasil data lapangan, analisis lingkungan dan analisis laboratorium kimia air, maka didapatkan

kondisi sanitasi di Kecamatan Pangalengan seperti pada Tabel 1.

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan diketahui ada tiga jenis sumber pencemar yaitu tangki

septik , kandang ternak (sapi), dan perkebunan yang berada pada radius kurang dari 10 meter. Ternak

berpotensi sebagai sumber pencemar karena membuang kotoran yang tidak dikelola dengan baik.

Limbah rumah tangga di daerah penelitian sebagian besar tidak dikelola dengan baik sehingga

berpotensi sebagai sumber pencemar. Limbah rumah tangga dibuang melalui selokan yang jaraknya

sangat dekat dengan sumur gali.

Kecamatan Pangalengan memiliki jenis tanah yang terdiri dari latosol,andosol, regosol, dan
litosol dengan porositas dan permeabilitas dalam kategori sedang - tinggi. Semakin besar porositas,
semakin banyak air yang dapat masuk ke dalam tanah, sedang semakin kecil permeabilitas semakin

kecil kemampuannya untuk meloloskan air ke dalam tanah (Asdak, 2007). Kedalaman permukaan

air sumur mempengaruhi gradient hidrolik. Semakin dalam permukaan air sumur gradient hidrolik

semakin besar yang mempengaruhi kecepatan gerakan air dalam tanah yang menuju ke arah sumur

(Asdak, 2007). Berdasarkan data curah hujan di Kecamatan Pangalengan mengacu pada datacurah

hujan di Kabupaten Bandung, rata-rata curah hujan tahunan 2743 mm/tahun dan merupakan curah

hujan tertinggi di KabupatenBandung.

584
PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014
“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

Tabel 1. Kimia air sumur gali dan kondisi lingkungan

Baku mutu
Kriteria KB-7 KB-8 KB-9 KB-10 KB-11 PP 82/2001,
kelas I
pH 5.57 5.01 5.19 5.93 5.42 6-9
TSS 08 138 148 54 194 50
Nitrat (NO3 -N) 6.69 38.07 40.57 6.23 23.61 10 (NO3-N)
Ammonium (NH4-N) 0.0244 2.71 0.233 0.0322 0.0274 0.5
COD 17.86 61.97 42.01 15.76 6.3 10
mat (m) 11.5 0.5 11.5 0.65 4.2
Usia sumur >20 >20 >20 >20 >20
Jenis sumber Tangki -Tangki Tangki -Tangki -Tangki
pencemar Septik Septik Septik Septik Septik
-Prkebunan - Prkebunan -Peternakan
Jumlah sumber
pencemar 1 3 1 3 2
Jarak tangki septik 8 1 3 10 2
(m)
Jarak dengan
perkebunan(m) 10 6 2 9 4
Jarak dengan kandang
(m) 10 9 8 7 5
Posisi sumber pencemar pencemar pencemar pencemar pencemar
pencemar sejajar dgn lebih tinggi sejajar dgn sejajar dgn lebih tinggi
sumur gali dr smr gali sumur gali sumur gali dr smr gali
Curah hujan 2743 2743 2743 2743 2743
Konstruksi fisik
sumur. Baik Baik Baik Baik Baik
Jumlah pemakai 5 10 6 5 15
Usia sumur >30 >25 >25 >10 >20
Kedalaman mat (m) 11.5 0.5 11.5 0.65 4.2
Perilaku Masyarakat MCK di MCK di MCK di MCK di MCK di
pinggir pinggir pinggir pinggir pinggir
sumur sumur sumur sumur sumur

Pengaruh Jarak Sumber Pencemar terhadap Kualitas Air Sumur Gali

Jarak sumber pencemar dikategorikan dalam 3 jenis yaitu jarak dengan tangki septik, perkebunan

dan peternakan. Jarak sumur gali yang dimaksud adalah jarak terdekat antara sumber pencemar

dengan sumur gali terukur (sampel) yang dinyatakan dalam satuan meter. Jarak horisontal dengan

sumber pencemar meliputi jarak sumur gali dengan tangki septik, kandang ternak dan perkebunan.

Menurut Departemen Kesehatan jarak minimal sumber pencemar dengan sumur gali adalah 10 m.

585
ISBN: 978-979-8636-23-3

Sumber pencemar yang berada lebih dari 10 m tidak mempengaruhi pencemaran terhadap air sumur

gali. Dalam penelitian ini jarak sumber pencemar yang dilakukan pengukuran kurang dari 10 meter,

sumber pencemar yang memiliki jarak lebih dari 10 meter tidak dilakukan pengukuran. Berikut hasil

korelasi pengaruh jarak sumber pencemar terhadap kualitas air sumur gali (Gambar 2, 3, 4 )

NO3-N - Tangki septik NH4-N - Tangki septik


60 4 y = -0.168x + 1.4117
konsentrasi (mg/lt)

y = -3.6624x + 40.613

Konsentrasi (mg/lt)
40 R² = 0.3182
R² = 0.7775
2
20 NO3-N - Tangki NH4-N - Tangki
0 septik 0 septik
. 0 5 10 15
0 5 10 15 Linear (NO3-N - Linear (NH4-N -
-2
Jarak tangki septik (m) Tangki septik) Jarak tangki septik (m) Tangki septik)

TSS - tangki septik COD - Tangki septik


300 y = 1.8854x + 119.35 80 y = -3.0197x + 43.275
konsentrasi (mg/lt)
konsentrasi (mg/lt)

200 R² = 0.0208 60 R² = 0.2766


Jarak tangki 40
100 septik (m) 20 COD - Tangki
0 0 septik
0 5 10 15 Linear (Jarak 0 10 20 Linear (COD -
Jarak tangki septik (m) tangki septik Jarak tangki septik (m) Tangki septik)
(m))

Gambar 2. Grafik korelasi jarak tangki septik dengan kualitas airtanah

NO3-N - jarak perkebunan NH4-N -jarak perkebunan


60 3
y = -4.176x + 48.925
Konsentrasi (mg/lt)

Konsentrasi (mg/lt)

y = -0.0312x + 0.7989
40 R² = 0.7211 2 R² = 0.0078
NO3-N - jarak
20 perkebunan 1 Amoniak -jarak
perkebunan
0 0
0 5 10 15 Linear (NO3-N - 0 5 10 15
jarak Linear (Amoniak -
Jarak perkebunan (m) Jarak perkebunan (m) jarak perkebunan)
perkebunan)

TSS- jarak perkebunan COD-jarak perkebunan


300 80
Konsentrasi (mg/lt)

y = -4.4286x + 155.86 y = -2.0246x + 41.332


Konsentrasi (mg/lt)

R² = 0.0819 60 R² = 0.0887
200
TSS- jarak 40 COD-jarak
100 perkebunan 20 perkebunan
0 0
0 5 10 15 Linear (TSS- 0 5 10 15 Linear (COD-
Jarak perkebunan (m) jarak Jarak perkebunan (m) jarak
perkebunan) perkebunan)

Gambar 3. Grafik korelasi jarak perkebunan dengan kualitas airtanah

586
PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014
“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

NO3-N - jarak kandang NH4-N - jarak kandang


60 3

Konsentrasi (mg/lt)
Konsentrasi (mg/lt)

40 y = -0.0051x + 23.074 2
R² = 4E-07 y = -0.0027x + 0.6265
20 NO3-N - jarak 1 R² = 2E-05
NH4-N - jarak
kandang kandang
0 0
0 5 10 15 Linear (NO3- 0 5 10 15 Linear (NH4-
Jarak kandang (m) N - jarak Jarak kandang (m) N - jarak
kandang) kandang)

TSS - jarak kandang COD - jarak kandang


250 80 y = 4.8547x -
Konsentrasi (mg/lt)

y = -15.108x + 246.24

Konsentrasi (mg/lt)
200 9.0869
R² = 0.3148 60
150 R² = 0.1684
40
100 TSS - jarak COD - jarak
kandang 20
50 kandang
0 Linear (TSS - 0
0 5 10 15 jarak kandang) 0 10 20
Jarak kandang (m) Jarak kandang (m)

Gambar 4. Grafik korelasi jarak kandang peternakan dengan kualitas airtanah

Berdasarkan analisis hubungan jarak sumur gali dengan sumber pencemar (tangki septik, perkebunan

dan peternakan), maka diketahui beberapa korelasi yang saling terkait yaitu :

1. Dari empat grafik diataskan didapatkan satu grafik yang berkorelasi dengan sumber pencemar

(tangki septik, perkebunan dan peternakan) yaitu kadar NO3-N, sedangkan nilai TSS, NH4-N

dan COD tidak berkorelasi. Hal ini dibuktikan dengan nilai R 2 yang lebih rendah dari 5.

2. Jarak antara sumur dengan tangki septik berbanding lurus.

Hal ini dibuktikan dengan hasil konsentrasi nitrat yang semakin tinggi pada sumur gali yang

dekat dengan tangki septik. Hasil nilai korelasi antara tangki septik dan tangki konsentrasi nitrat

yaitu R2 = 0.777.

3. Jarak antara sumur dengan perkebunan berbanding lurus.

Kondisi ini dibuktikan dengan hasil konsentrasi nitrat yang semakin tinggi pada sumur gali yang

dekat dengan perkebunan. Hasil nilai korelasi antara tangki septik dan perkebunan menghasilkan

konsentrasi nitrat yaitu R2 = 0.721

4. Jarak antara sumur dengan kandang ternak tidak mempengaruhi kualitas airtanah

Konsentrasi nitrat yang diatas ambang batas baku mutu terjadi di lokasi KB 8, KB 9, KB 11. Melihat

hasil analisis diatas maka diketahui bahwa tinggi konsentrasi nitrat di daerah Kec amatan

587
ISBN: 978-979-8636-23-3

Pangalengan dipengaruhi oleh jarak sumur gali dengan tangki septik dan perkebunan. Sedangkan

lokasi sampel air sumur gali yang jaraknya jauh dari tangki septik dan perkebunan, konsentrasi

nitratnya dibawah ambang batas baku mutu air minum terjadi pada KB 7 dan KB 10.

Meningkatnya kadar nitrat di daerah Pangalengan dipengaruhi kondisi sanitasi dan budidaya

pertanian. Pestisida dan pupuk berkontaminasi secara bersamaan dengan sistem tangki septik yang

menimbulkan dampak pada permukaan dan kualitas air tanah . Permukaan air dangkal dan kualitas

air tanah dipengaruhi oleh aktivitas manusia dan pola penggunaan lahan. Dengan demikian, penting

untuk dipelajari mengenai hubungan antara penggunaan lahan dengan kualitas air .

Konsentrasi nilai Ammonium (NH4 -N) di atas baku mutu terjadi di lokasi KB 8. Pada lokasi ini

posisi sumber pencemar pencemar lebih tinggi dari sumur gali, dengan jarak tangki septik dengan

sumur gali 1 m. Jumlah sumber pencemar disekitar sumur ada tiga tangki septik. Kemungkinan

konsentrasi nitrat yang tinggi berasal dari tangki septik.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis kimia airtanah dan faktor korelasi jarak sumur gali dengan sumber

pencemar, maka lingkungan dan kondisi sanitasi sangat mempengaruhi kualitas airtanah bebas.

Hubungan korelasi yang saling berkaitan adalah: (1) Semakin dekat sumur gali dengan tangki septik

maka konsentrasi nitrat semakin tinggi, (2) Semakin dekat sumur gali dengan perkebunan maka

konsentrasi nitrat semakin tinggi, (3) Hubungan jarak sumur gali dengan kandang peternakan tidak

terlalu signifikan sehingga kurang berpengaruh terhadap kualitas airtanah.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan peneliti yang terlibat dalam penelitian

“Pengembangan Teknologi Perbaikan Kualitas Airtanah Bebas Di Wilayah Tercemar Limbah

Domestik”, yang telah banyak membantu dan bekerja sama selama penelitian serta sumbang saran

dan pemikiran hingga terselesaikannya tulisan ini. Penulis juga mengucapkan terimaksih kepada Ir.

Sudaryanto, MT yang telah membimbing selama dalam proses penelitian hingga selesainya

penulisan ini. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dari

pengambilan data di lapangan, analisis laboratorium dan diskusi penelitian.

588
PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014
“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,

2007.

Arsyad S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Serial Pustaka IPB. Press.Bogor.

Alzwar, M.,Akbar,A.,danBachri,S.,1992.Geologi Lembar Garut dan Pameungpeuk, Jawa, Skala

1:100.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Bronto, Sutikno,2006. Fasies Gunung Api dan Aplikasinya. Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 2(1), 59 -

71.

Depkes RI., 1992. Undang-Undang Kesehatan (UU RI No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan).

Indonesian Legal Center Publishing. Jakarta

Kusnoputranto, H.1997, Kesehatan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1997.

Peraturan Pemerintah Nomer 82, Tahun 2001, Tentang Air Minum kelas I

Sumarno, I. G. Ismail dan Ph. Soetjipto.2000. Konsep Usahatani Ramah Lingkungan. Tonggak

Kemajuan Teknologi Produksi Tanaman Pangan. Prosiding Simposium Penelitian

Tanaman Pangan IV. Puslitbangtan, Bogor. p. 55-74.

Sudadi, Purwanto. 2003. Penentuan Kualitas Air Tanah Melalui Analisis Unsur Kimia Terpilih.

Buletin Geologi Tata Lingkungan, Volume 13, No.2 : 81-89.

Soetrisno, 1983, Peta Hidrogeologi Lembar Bandung, Jawabarat, Skala 1 : 100.000, Pusat Penelitian

dan Pengembangan Geologi, Bandung.

589

Anda mungkin juga menyukai