Anda di halaman 1dari 40

A) KONSEP DASAR PENYAKIT

1) DEFINISI

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana

trakea dan brokhi berespon dalam secara hiperaktif terhadapstimuli tertentu

(Smeltzer & Bare, 2013). Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya

respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi

adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah ubah, baik

secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Muttaqin, 2008).

Asma adalah wheezing berulang dan atau batuk persisten dalam keadaan

dimana asma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang

telah disingkirkan (Mansjoer, 2008). Asma adalah suatu penyakit yang dicirikan

oleh hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkhial terhadap berbagai jenis

rangsangan.

Asma Bronkhial adalah penyakit pernafasan objektif yang ditandai oleh

spasme akut otot polos bronkus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara dan

penurunan ventilasi alveolus. Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat

disimpulkan bahwa, Asma merupakan penyempitan jalan napas yang disebabkan

karena hipersensitivitas cabang cabang trakeobronkhial terhadap stimuli tertentu.

Sedangkan Asma Bronkhial merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas

obstruktif yang bersifat reversible, ditandai dengan terjadinya penyempitan

bronkus, reaksi obstruksi akibat spasme otot polos bronkus, obstruksi aliran udara,

dan penurunan ventilasi alveoulus dengan suatu keadaan hiperaktivitas bronkus

yang khas.
2) ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERNAFASAN

A. ANATOMI SISTEM PERNAFASAN

a). Hidung

Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama,

mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum

nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara,

debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.

b). Faring

Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan

pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di

belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.

Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan

dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke

depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama

istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke

belakang lubang esofagus).

c). Laring

Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak

sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian

vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal

tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang

biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang tulang rawan yang

berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring


d). Trakea

Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang

dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang

berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput

lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah

luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat

yang dilapisi oleh otot polos.

e). Bronkus

Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2

buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai

struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus

itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus

kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8

cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping

dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.Bronkus

bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli).

Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat

gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.

f). Paru-paru

Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari

gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembung alveoli ini terdiri dari

sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih

90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah
dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang

lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan) Paru-paru dibagi dua yaitu

paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus pulmo dekstra

superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.

Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior.

Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru

kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5

buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5

buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3

buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi

menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus. Di antara lobulus satu

dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah

getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam

lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang ini disebut

duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang

diameternya antara 0,2-0,3 mm. Letak paru-paru di rongga dada datarannya

menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian

tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan

terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura.

Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput dada

pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru.

Kedua pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar.

Antara keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru

dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang
berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan

antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.

Proses terjadi pernapasan

Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang

mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung

karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini

disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru

terjadi pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dan udara masuk kedalam darah

dan CO2 dikeluarkan dari darah secara osmosis. Kemudian CO2 dikeluarkan

melalui traktus respiratorius (jalan pernapasan) dan masuk kedalam tubuh melalui

kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian massuk ke serambi kiri jantung (atrium

sinistra) menuju ke aorta kemudian ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel sel),

di sini terjadi oksidasi (pembakaran). Sebagai sisa dari pembakaran adalah CO2 dan

dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke jantung (serambi kanan atau

atrium dekstra) menuju ke bilik kanan (ventrikel dekstra) dan dari sini keluar

melalui arteri pulmonalis ke jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus

lapisan epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa

metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui

traktus urogenitalis dan kulit.

Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi perjalanan

panjang menuju paru-paru (sampai alveoli). Pada laring terdapat epiglotis yang

berguna untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan tidak masuk ke

trakhea, sedangkan waktu bernapas epiglotis terbuka, begitu seterusnya. Jika


makanan masuk ke dalam laring, maka akan mendapat serangan batuk, hal tersebut

untuk mencoba mengeluarkan makanan tersebt dari laring.

Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi

(menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan inpirasi dan eskpirasi secara

bergantian, teratur, berirama, dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak refleks

yang terjadi pada otot-otot pernapasan. Refleks bernapas ini diatur oleh pusat

pernapasan yang terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh

karena seseorang dapat menahan, memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini

berarti bahwa refleks bernapas juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat

pernapasan sangat peka terhadap kelebihan kadar CO2 dalam darah dan kekurangan

dalam darah. Inspirai terjadi bila muskulus diafragma telah mendapat rangsangan

dari nervus frenikus lalu mengerut datar.

Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat rangsangan

kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar. Dengan demikian jarak

antara sternum (tulang dada) dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada

membesar maka pleura akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan

udara di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar.

Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan

menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga

dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong

keluar. Jadi proses respirasi atau pernapasan ini terjadi karena adanya perbedaan

tekanan antara rongga pleura dan paru-paru.


Pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas, rangka dada terbesar

bergerak, pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat pada rangka dada

yang lunak, yaitu pada orang-orang muda dan pada perempuan.

Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka ini

dinamakan pernapasan perut. Kebanyakan pada orang tua, Karena tulang rawannya

tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur yang

mengendap di dalamnya dan banyak ditemukan pada laki-laki.

B. FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN

Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia sangat

membutukan okigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen selama 4

menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tidak dapat diperbaiki lagidan

bisa menimbulkan kematian. Kalau penyediaan oksigen berkurang akan

menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis.

a). Pernapaan paru

Pernapasan paru adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida yang

terjadi pada paru-paru. Pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna,

oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernapas yang oksigen

masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler

pulmonar. Alveoli memisahkan okigen dari darah, oksigen menembus membran,

diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan ke

seluruh tubuh. Di dalam paru-paru karbondioksida merupakan hasil buangan yang

menembus membran alveoli. Dari kapiler darah dikeluarkan melalui pipa bronkus

berakhir sampai pada mulut dan hidung. Empat proses yang berhubungan dengan

pernapasan pulmoner :
1) Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara dalam alveoli

dengan udara luar.

2) Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke seluruh

tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.

3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah yang

tepat, yang bisa dicapai untuk semua bagian.

4) Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler karbondioksida lebih

mudah berdifusi dari pada oksigen. Proses pertukaran oksigen dan

karbondioksida terjadi ketika konsentrasi dalam darah mempengaruhi dan

merangsang pusat pernapasan terdapat dalam otak untuk memperbesar

kecepatan dalam pernapasan, sehingga terjadi pengambilan O2 dan

pengeluaran CO2 lebih banyak. Darah merah (hemoglobin) yang banyak

mengandunng oksigen dari seluruh tubuh masuk ke dalam jaringan, mengambil

karbondioksida untuk dibawa ke paru-paru dan di paru-paru terjadi pernapasan

eksterna.

2) Pernapasan sel

Transpor gas paru-paru dan jaringan

Selisih tekanan parsial antara O2 dan CO2 menekankan bahwa kunci dari

pergerakangas O2 mengalir dari alveoli masuk ke dalam jaringan melalui darah,

sedangkan CO2 mengalir dari jaringan ke alveoli melalui pembuluh darah.Akan

tetapi jumlah kedua gas yang ditranspor ke jaringan dan dari jaringan secara

keseluruhan tidak

cukup bila O2 tidak larut dalam darah dan bergabung dengan protein membawa O2

(hemoglobin). Demikian juga CO2 yang larut masuk ke dalam serangkaian reaksi
kimia reversibel (rangkaian perubahan udara) yang mengubah menjadi senyawa

lain. Adanya hemoglobin menaikkan kapasitas pengangkutan O2 dalam darah

sampai 70 kali dan reaksi CO2 menaikkan kadar CO2 dalam darah mnjadi 17 kali.

Pengangkutan oksigen ke jaringan

Sistem pengangkutan O2 dalam tubuh terdiri dari paru-paru dan sistem

kardiovaskuler. Oksigen masuk ke jaringan bergantung pada jumlahnya yang

masuk ke dalam paru-paru, pertukaran gas yang cukup pada paru-paru, aliran darah

ke jaringan dan kapasitas pengangkutan O2 dalam darah.Aliran darah bergantung

pada derajat konsentrasi dalam jaringan dan curah jantung. Jumlah O2 dalam darah

ditentukan oleh jumlah O2 yang larut, hemoglobin, dan afinitas (daya tarik)

hemoglobin.

Transpor oksigen melalui beberapa tahap yaitu :

1) Tahap I : oksigen atmosfer masuk ke dalam paru-paru. Pada waktu kita

menarik napas tekanan parsial oksigen dalam atmosfer 159 mmHg. Dalam

alveoli komposisi udara berbeda dengan komposisi udara atmosfer tekanan

parsial O2 dalam alveoli 105 mmHg.

2) Tahap II : darah mengalir dari jantung, menuju ke paru-paru untuk

mengambil oksigen yang berada dalam alveoli. Dalam darah ini terdapat

oksigen dengan tekanan parsial 40 mmHg. Karena adanya perbedaan

tekanan parsial itu apabila tiba pada pembuluh kapiler yang berhubungan

dengan membran alveoli maka oksigen yang berada dalam alveoli dapat

berdifusi masuk ke dalam pembuluh kapiler. Setelah terjadi proses difusi

tekanan parsial oksigen dalam pembuluh menjadi 100 mmHg


3) Tahap III : oksigen yang telah berada dalam pembuluh darah diedarkan

keseluruh tubuh. Ada dua mekanisme peredaran oksigen dalam darah yaitu

oksigen yang larut dalam plasma darah yang merupakan bagian terbesar

dan sebagian kecil oksigen yang terikat pada hemoglobin dalam darah.

Derajat kejenuhan hemoglobin dengan O2 bergantung pada tekanan parsial

CO2 atau pH. Jumlah O2 yang diangkut ke jaringan bergantung pada

jumlah hemoglobin dalam darah

4) Tahap IV : sebelum sampai pada sel yang membutuhkan, oksigen dibawa

melalui cairan interstisial lebih dahulu. Tekanan parsial oksigen dalam

cairan interstisial 20 mmHg. Perbedaan tekanan oksigen dalam pembuluh

darah arteri (100 mmHg) dengan tekanan parsial oksigen dalam cairan

interstisial (20 mmHg) menyebabkan terjadinya difusi oksigen yang cepat

dari pembuluh kapiler ke dalam cairan interstisial.

5) Tahap V : tekanan parsial oksigen dalam sel kira-kira antara 0 - 20 mmHg.

Oksigen dari cairan interstisial berdifusi masuk ke dalam sel. Dalam sel

oksigen ini digunakan untuk reaksi metabolism yaitu reaksi oksidasi

senyawa yang berasal dari makanan (karbohidrat, lemak, dan protein)

menghasilkan H2O, CO2 dan energi.

Reaksi hemoglobin dan oksigen

Dinamika reaksi hemoglobin sangat cocok untuk mengangkut

O2.Hemoglobin adalaah protein yang terikat pada rantai polipeptida,

dibentuk porfirin dan satu atom besi ferro. Masing-masing atom besi dapat
mengikat secara reversible (perubahan arah) dengan satu molekul O2. Besi

berada dalam bentuk ferro sehingga reaksinya adalah oksigenasi bukan

oksidasi.

Transpor karbondioksida

Kelarutan CO2 dalam darah kira-kira 20 kali kelarutan O2 sehingga

terdapat lebih banyak CO2 dari pada O2 dalam larutan sederhana. CO2

berdifusi dalam sel darah merah dengan cepat mengalami hidrasi menjadi

H2CO2 karena adanya anhidrase(berkurangnya sekresi kerigat) karbonat

berdifusi ke dalam plasma.

Penurunan kejenuhan hemoglobin terhadap O2 bila darah melalui

kapiler-kapiler jaringan.Sebagian dari CO2 dalam sel darah merah beraksi

dengan gugus amino dari protein, hemoglobin membentuk senyawa

karbamino (senyawa karbondioksida).

Besarnya kenaikan kapasitas darah mengangkut CO2 ditunjukkan

oleh selisih antara garis kelarutan CO2 dan garis kadar total CO2 di antara

49 ml CO2 dalam darah arterial 2,6 ml dalah senyawa karbamino dan 43,8

ml dalam CO2 (Syaifuddin, 2006).

2) ETIOLOGI

Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang

yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus.

Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non

imunologi. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan

Asma adalah:
1. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau

alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu bulu binatang.

2. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti

common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan

lingkungan dapat mencetuskan serangan.

3. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk

alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2013).

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya

serangan Asma Bronkhial yaitu :

a Faktor predisposisi

Genetik

Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui

bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi

biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena

adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma

Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas

saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.

b Faktor presipitasi

1. Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

a). Inhalan : yang masuk melalui saluran pernapasan Contoh : debu, bulu

binatang, serbuk bunga, spora jamur,bakteri dan polusi


b). Ingestan : yang masuk melalui mulut Contoh : makanan dan obat-

obataN

c). Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit Contoh :

perhiasan, logam dan jam tangan

2. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi

Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu

terjadinya serangan Asma. Kadang kadang serangan berhubungan dengan

musim, seperti musim hujan, musim kemarau

3. Stres

Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetusserangan Asma, selain

itu juga bisa memperberat serangan Asma yang sudah ada. Disamping

gejala Asma yang timbul harus segera diobati penderita Asma yang

mengalami stres ataugangguan emosi perlu diberi nasehat untuk

menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi

maka gejala belum bisa diobati.

4. Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan Asma.

Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja

di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.

Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

5. Olah raga atau aktifitas jasmani


Sebagian besar penderita Asma akan mendapat serangan jika melakukan

aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah

menimbulkan serangan Asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya

terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

3) PATOFISIOLOGI

Suatu serangan Asma merupakan akibat obstruksi jalan napas difus

reversible. Obstruksi disebabkan oleh timbulnya tiga reaksi utama yaitu

kontraksi otot-otot polos baik saluran napas, pembengkakan membran yang

melapisi bronki, pengisian bronki dengan mukus yang kental. Selain itu,

otot-otot bronki dan kelenjar mukusa membesar, sputum yang kental,

banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara

terperangkap didalam jaringan paru.Antibodi yang dihasilkan (IgE)

kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap

antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibody, menyebabkan

pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamine,

bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi

lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru

mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan

bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan mucus

yang sangat banyak. Selain itu, reseptor α- dan β- adrenergik dari sistem

saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor α- adrenergik

dirangsang, terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor

β- adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- dan β-

adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosine monofosfat


(cAMP). Stimulasi reseptor α- mengakibatkan penurunan cAMP, yang

mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel

mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor β-mengakibatkan peningkatan

tingkat cAMP yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan

menyebabakan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa

penyekatan β- adrenergik terjadi pada individu dengan Asma. Akibatnya,

asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan

konstriksi otot polos (Smeltzer & Bare, 2013).


4) PATHWAY ASMA

Ekstrinsik (inhaled alergi) Intrinsik (infeksi,psikososial,stress)

Bronchial mukosa menjadi Ig E Penurunan stimuli reseptor terhadap iritan


pada trakheobronkhial

Peningkatan mast cell pada


trakheobronkhial Hiperaktif non spesifik stimuli penggerak
dari cell mast

Stimulasi reflek reseptor syarat


parasimpati pada mukosa bronkhial Perangsang reflek reseptor
tracheobronkhial
Pelepasan histamin terjadi stimulasi pada
bronkhial smooth sehingga terjadi kontraksi Stimuli bronchial smooth dan kontraksi otot
bronkus bronkhiolus
Peningkatan permeabilitas vaskuler
akibat kebocoran protein dan cairan
dalam jaringan
Perubahan jaringan, peningkatan
Ig E dalam serum

Respon dinding bronkus

Hiperseksresi
Udema mukosa
mukosa
Bronkospasme
Bronkus menyempit Penumpukan sekret kental

Wheezing Ventilasi terganggu Sekret tidak keluar

Hipoksemia Batuk tidak efektif


Ketidak efektifan pola
nafas Gelisah
Bersihan jalan nafas
Gangguan pola tidur tidak efektif
Gangguan pertukaran gas

Kelemahan
Intoleransi aktivitas
5) KLASIFIKASI ASMA

Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan faal paru dapat ditentukan

klasifikasi (derajat) asma sebagai berikut :

Derajat Asma Gejala Gejala malam Faal Paru

I. Intermitten Bulanan ≤ 2 kali - VEP1 ≥80%

- Gejala <1x/minggu sebulan nilai prediksi

- Tanpa gejala di - APE ≥80 nilai

luar serangan terbaik

- Serangan singkat - Variabiliti APE

≤20%

II. Persisten - Gejala > 2 kali - VEP1 ≥80%

Ringan >1x/minggu, tetapi sebulan nilai prediksi

<1x/hari - APE ≥80 nilai

- Serangan dapat terbaik

menganggu - Variabiliti APE

aktivitas dan tidur 20%-30%

III. Persisten - Gejala setiap hari >1 - VEP1 60-80%

Sedang - Serangan x/seminggu nilai prediksi

menganggu - APE 60 - 80

aktivitas dan tidur nilai terbaik

- Variabiliti APE

>30%
- Membutuhkan

bronkodilator

setiap hari

IV. Persisten - Gejala terus Sering - VEP1 ≤80%

Berat menerus nilai prediksi

- Sering kambuh - APE ≤80 nilai

- Aktivitas fisik terbaik

terbatas - Variabiliti APE

>30%

( Depkes RI, 2009)

6) MANIFESTASI KLINIK

Gejala-gejala yang lazim muncul pada Asma Bronkhial adalah batuk,

dispnea, dan wheezing. Serangan seringkali terjadi pada malam hari. Asma

biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesakdalam dada, disertai

dengan pernapasan lambat,wheezing. Ekspirasi selalu lebih susah dan

panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien unutk duduk tegak dan

menggunakan setiap otot-otot aksesori pernapasan. Jalan napas yang

tersumbat menyebabkan dispnea. Serangan Asma dapat berlangsung dari 30

menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan. Meskipun

serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang lebih

berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup

(Smeltzer & Bare, 2013).


7) PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksan fisik penting terutama pemeriksaan pada paru untuk mengetahui

gangguan atau keabnormalan yang terjadi pada paru sehingga bisa

menimbulkan penyakit asma. Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat

ditemukan hal- hal sebagai berikut :

a. Inspeksi
- Malaise
- Bentuk dada
- Nafas tidak teratur
- Sianosis
- Penggunaan otot bantu nafas
b. Palpasi
- Nyeri dada
c. Perkusi
- Sonor
d. Auskultasi
- Suara nafas vesikuler melemah atau normal
- Ekspirasi memanjang
- Mengi
8) PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ATAU PENUNJANG

Pemeriksaan diagnostik sangat penting dilakukan agar dapat mengetahui

apakah ada perubahan bentuk atau fungsi bagian tubuh pasien terutama

pada organ penafasan. Melakukan pemeriksaan penunjang sesuai dengan

kebutuhan pasien seperti

a. Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dan hiperkapnia

b. Rontgen dada : pembesaran jantung dengan diafragma normal/ mendatar


c. Pemeriksaan fungsi paru : penurunan kapasitas vital (VC) dan volume

ekspirasi kuat (FEV), peningkatan volume residual (RV), kapasitas paru

total (TLC) normal atau sedikit meningkat

d. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit

9) PENATALAKSANAAN

1. Farmakologi

Pengobatan Asma diarahkan terhadap gejala gejala yang timbul saat

serangan, mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan pemeliharaan

keehatan optimal yang umum. Tujuan utama dari berbagai macam

pengobatan adalah pasien segera mengalami relaksasi bronkus. Terapi

awal, yaitu:

a Memberikan oksigen pernasal

b Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg atau

terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang

setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2 adrenergik

dapat secara subcutan atau intravena dengan dosis salbutamol 0,25 mg

dalam larutan dekstrose 5%

c Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat ini

dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.

d Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada

respon segera atau dalam serangan sangat berat

e Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk

didalamnya golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.


2. Pengobatan secara sederhana atau non farmakologis

Menurut doenges (2000) penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu:

a Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk

mengeluarkan sputum dengan baik

b Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik

c Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler

d Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari

e Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari

f Hindarkan pasien dari faktor pencetus

9) KOMPLIKASI

Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul adalah :

1. Pneumothoraks

Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang

dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat

menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan

napas.

2. Pneumomediastinum

Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, jugadikenal sebagai

emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di mediastinum.

Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan

oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru,

saluran udara atau usus ke dalam rongga dada .

3. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat

penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan

yang sangat dangkal.

4. Aspergilosis

Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan

tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga dapat

menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata.

Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.

5. Gagal napas

Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam

paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan

karbondioksida dalam sel-sel tubuh.

6. Bronkhitis

Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam

dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami

bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak).

Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya

mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena

sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir.

7. Fraktur iga

B) KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian (data subyektif dan obyektif)

A. Pengkajian
Dilakukan dengan melakukan anamnesa pada pasien. Data-data yang

dikumpulkan atau dikaji meliputi

1) Identitas Pasien

Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, unmur, jenis kelamin,

alamat rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan

terakhir, nomor registrasi, pekerjaan pasien dan nama penanggung

jawab

2) Status Kesehatan

a Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien

mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada

pasien asma didaptkan keluhan pada sistem respirasi

b Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dengan asma biasanya diawali dengan adaya tanda-tanda

sesak, sulit untuk bernafas. Perlu juga ditanyakan mulai kapan

keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk

menghilangkan keluhan-keluhan tersebut

c Riwayat Penyakit Terlebih Dahulu

Tanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit yang sama atau

penyakit menurun atau menular yang lain.

d Riwayat Penyakit Keluarga

e Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit

yang sama atau penyakit menurun

3) Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a Pola Manajemen Kesehatan Dan Persepsi Kebutuhan

Kaji pasien mengenai arti sehat dan sakit bagi pasien, pengetahuan

status kesehatan pasien saat ini

b Pola Metabolik-Nutrisi

Kaji pasien mengenai kebiasaan jumlah makanan dan kudapan, jenis

dan jumlah (maka dnan minuman), pola makan 3 hari terakhir atau

24 jam terakhir, porsi yang dihabiskan, nafsu makan

c Pola Eliminasi

Kebiasan pola buang air kecil : frekuensi, jumlah (cc), warna, bau,

nyeri. Nocturia, kemampuan mengontrol BAK, adanya perubahan

lain. Kebiasaan pola buang air besar : frekuensi, jumlah (cc), warna,

bau, nyeri, kemampuan mengontrol BAB, adanya perubahan lain

d Gerak Dan Aktivitas

Kaji pasien mengenai aktivitas kehidupan sehari hari, kemampuan

untuk merawat diri sendiri (berpakaian, mandi, makan kamar

mandi), mandiri, bergantung dengan keluarga, perlu bantuan,

penggunaan alat bantu (kruk,kaki tiga)

e Pola Istirahat Dan Tidur

Kaji pasien mengenai kebiasaan tidur sehari-hari (jumlah waktu

tidur, jam tidur dan bangun, ritual menjelang tidur,lingkungan tidur,

tingkat kesegaran) data pemeriksaan fisik (lesu, kantung mata,

keadaan umum,mengantuk)

f Pola Persepsi-Kognitif

Kaji pasien mengenai :


- Gambaran tentang indra khusus (penghlihatam, pemciuman,

pendengaran, perasa, peraba

- Penggunaan alat bantu indra

- Persepsi ketidaknyamanan nyeri (pengkajian nyeri secara

komperhensif berdasarkan PQRST)

- Keyakinan budaya terhadap nyeri

- Tingkat pengetahuan klien terhadap nyeri dan pengetahuan untuk

mengontrol dan mengatasi nyeri

- Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (ketidaknyamanan)

g Pola Konsep Diri-Persepsi Diri

Kaji pasien mengenai :

- Keadaan sosisal : pekerjaan, situasi keluarga, kelompok social

- Identitas personal : penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan dan

kelemahan yang dimiliki

- Keadaan fisik : segala sesuatu yang berkaitan dengan tubuh (yang

disukai atau tidak

- Harga diri : perasaan mengenai diri sendiri

- Ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan peran)

- Riwayat berhubungan dengan masalah fisik dan atau psikologi

- Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (mengurung dirim murung,

tidak mau berinteraksi)

h Pola Hubungan –Peran

Kaji pasien mengenai :

- Gambaran tentang peran berkaitan dengan keluarga, teman, kerja


- Kepuasaan atau ketidakpuasan menjalankan peran

- Efek terhadap status kesehatan

- Pentingnya keluarga

- Struktur dan dukungan keluarga

- Proses pengambilan keputusan keluarga

- Pola membesarkan anak

- Hubungan dengan orang lain

- Orang terdekat dengan pasien

- Data pemeriksaa fisik yang berkaitan

i Pola Reproduksi – Seksualitas

Kaji pasien mengenai :

- Masalah atau perhatian seksual

- Menstruasi, jumlah anak, jumah suami/istri

- Gambaran perilaku seksual (perilaku seksual dan reproduksi

- Efek terhadap kesehatan

- Riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik dan atau

psikologi

- Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU, genetalia, paydara,

rektum)

j Pola Toleransi – Koping

Kaji pasien mengenai :

- Sifat pencetus stress yang dirasakan baru- baru ini

- Tingkat stress yang dirasakan

- Gambaran respon umum dan khusus terhadap stress


- Strategi mengenai stress yang biasa digunakan dan keefektifannya

- Strategi koping yang biasa digunakan

- Pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen stress

- Hubungan antara manajemen stress dengan keluarga

k Pola Keyakinan- Nilai

Kaji pasien mengenai :

- Latar belakang budaya/etnik

- Status ekonomi, perilaku kesehatan yang berkaitan dengan

kelompok budaya/etnik

- Tujuan kehidupan bagi pasien

- Pentingnya agama/spiritualitas

- Dampak masalah kesehatan terhadap spiritualitas

- Keyakinan dalam budaya (mitos, kepercayaan,larangan, adat) yang

dapat mempengaruhi kesehatan

B. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum : Kaji keadaan umum pasien, tingkat kesadaran pasien,

kaji GCS

b. Tanda-tanda vital : Kaji suhu,nadi, pernafasan dan tekanan darah

c. Keadaan fisik :

a). Kepala dan leher :

- Kepala : Inspeksi kebersihan rambut, kesimetrisan bentuk kepala.

Palpasi adanya nyeri tekan, pembengkakan/penonjolan


- Leher : Inspeksi adanya lesi, kesimetrisan leher, pembesaran vena

jugularis, adanya pembengkakan. Palpasi adanya nyeri tekan,

pembesaran kelenjar tiroid

b). Mata : Inspeksi kesimetrisan mata, konjungtiva, sklera, pupil,

palpebra dan palapasi adanya nyeri tekan

c). Hidung : Inspeksi kesimetrisan bentuk hidung, kebersihan hidung,

pernafasan cuping hidung, pembengkakan. Palpasi adanya nyeri

tekan

d). Telinga : Inspeksi kesimetrisan bentuk telinga, adanya lesi,

pembengkakan, kebersihan telinga. Palpasi adanya nyeri tekan

e). Mulut : Inspeksi kesimetrisan bentuk mulut, mukosa bibir,

kelengkapan gigi, adanya caries dan stomatitis. Palpasi adanya nyeri

tekan disekitar mulut dan pipi

f). Dada : Inspeksi kesimetrisan bentuk dada, adanya lesi, adanya

pembengkakan, adanya hiperpigmentasi. Palpasi adanya nyeri tekan,

benjolan. Auskultasi suara jantung paru, kaji adanya suara tambahan

pada pernafasan dan jantung

g). Abdomen : Inspeksi adanya lesi, bentuk abdomen, pembengkakan.

Palpasi adanya nyeri tekan pada 9 regio, benjolan. Auskultasi suara

bising usus

h). Genetalia : Inspeksi bentuk genetalia, kebersihan genetalia, adanya

lesi, pembengkakan. Palpasi adanya benjolan dan nyeri tekan


i). Integumen : Inspeksi kelembapan, kebersihan, warna kulit, adanya

lesi, adanya hiperpigmentasi, adanya bekas luka. Kaji elastisitas

turgor kulit. Palpasi adanya nyeri tekan dan benjolan

j). Ekstermitas

- Atas : Inspeksi kesimetrisan bentuk tangan, adanya lesi. Palpasi

adanya nyeri tekan

- Bawah : Inspeksi kesimetrisan bentuk kaki, adanya

pembengkakan, adanya lesi. Palpasi adanya nyeri tekan, edema

k). Neurologis : Kaji status mental emosi pasien, kaji fungsi setiap saraf

kranial pasien, kaji pemeriksaan refleks seperti tricep bisep, patella,

babinski.

C. Pemeriksaan Penunjang

Melakukan pemeriksaan penunjang sesuai dengan kebutuhan pasien

seperti

e. Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dan hiperkapnia

f. Rontgen dada : pembesaran jantung dengan diafragma normal/ mendatar

g. Pemeriksaan fungsi paru : penurunan kapasitas vital (VC) dan volume

ekspirasi kuat (FEV), peningkatan volume residual (RV), kapasitas paru

total (TLC) normal atau sedikit meningkat

h. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit : dapat sedikit mengkati

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan

produksi secret
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

ventilasi perfusi

4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kegelisahan

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

E. RENCANA KEPERAWATAN

No. Tujuan dan Intervensi Rasional

Dx kriteria hasil

1. Setelah diberikan 1. Monitor vital sign dan 1. Mengetahui keadaan umum

asuhan keperawatan monitor kemampuan pasien dan mengetahui

selama 3x 24 jam pasien untuk batuk efektif kemampuan batuf efektif

diharapkan bersihan 2. Lakukan fisioterapi dada pasien

jalan nafas kembali 3. Ajarkan pasien untuk 2. Meningkatkan efisiensi

normal dengan melakukan batuk efektif pernafasan dan ekspansi

kreteria hasil : 4. Anjurkan pasien banyak paru

1. Jalan nafas bersih minum air hangat 3. Memberikan pengetahuan

2. Pasien bisa 5. Kolaborasi pemberian yang benar dan sesuai

melakukan batuk obat dan humadifikasi prosedur tentang cara batuk

efektif dan seperti nebulizer efektif

mengeluarkan 4. Membantu mempermudah

sputum pasie untuk mengeluarkan

sekret
3. Tidak ada suara 5. Memberikan nebulizer

tambahan pada berisikan obat combiven

paru dengan dosis 2,5 ml untuk

mengencerkan secret

2 Setelah diberikan 1. Monitor tekanan darah, 1. Mengetahui tekanan darah,

asuhan keperawatan nadi, suhu, dan status nadi, suhu, dan status

selama 3x 24 jam pernafasan dengan tepat. pernafasan dengan tepat

diharapkan pola 2. Berikan posisi fowler/ 2. Memberikan posisi nyaman

pernafasan pasien semi fowler. dan mengurangi sesak

kembali efektif 3. Berikan oksigen sesuai 3. Mengurangi rasa sesak

dengan kreteria hasil : program dan pantau pulse pasien

1. Tidak ada oximetry 4. Memusatkan kembali

penggunaan otot 4. Anjurkan pasien untuk perhatian dan

bantu nafas melakukan distraksi nafas meningkatkan koping

2. Pasien melapokan dalam. 5. Mengurangi rasa sesak

sesak berkurang 5. Kolaborasi pemberian pasien dan meningkatkan

3. Menunjukkan jalan bronkodilator rasa nyaman pasien

nafas yang paten

(irama nafas dan

frekuensi

pernafasan dalam

rentang normal,

tidak ada suara


nafas yang

abnormal).

3 Setelah diberikan 1. Monitor irama dan laju 1. Mengetahui irama dan laju

asuhan keperawatan pernafasan. pernafasan

selama 3x 24 jam 2. Beri posisi fowler/ semi 2. Memberikan kenyamanan

diharapkan status fowler untuk dan mengurangi sesak nafas

pernafasan pasien memaksimalkan ventilasi 3. Memusatkan kembali

kembali normal 3. Intruksikan pasien untuk perhatian dan

dengan kreteria hasil : menggunakan teknik meningkatkan koping

1. Menunjukan jalan distraksi nafas dalam 4. Meningkatkan pengetahuan

nafas yang paten 4. Berikan informasi tentang pasien mengenai penyakit

(pasien tidak proses penyakit yang dideritanya

merasa sesak) 5. Kolaborasi pemberian 5. Memberikan oksigen

2. Pernafasan dalam terapi oksigen dengan konsentrasi 3 liter

rentang normal 16- untuk memenuhi

24x.menit kekurangan oksigen

4 Setelah diberikan 1. Miitor keadaan umum dan 1. Mengetahui keadaan umum

asuhan keperawatan vital sign pasien

selama 3x 24 jam 2. Kaji pola tidur 2. Untuk mengetahui

diharapkan pasien 3. Kaji fungsi pernafasan kemudahan dalam tidur

dapat istirahat tidur (buyi nafas, kecepatan, 3. Untuk mengetahui tingkat

kriteria hasil : dan irama) kgelisahan


1. Melaporkan pasien 4. Ciptakan suasana nyaman, 4. Untuk memberikan suasana

dapat istirahat tidur kurangi atau hilangkan yang tenang pada pasien

6-7 jam perhari distraksi lingkungan dan dan meningkatkan

2. Tidak menunjukan gangguan tidur kenyamanan

perilaku gelisah 5. Batasi pengunjung selama 5. Untuk memberikan

3. Mempertahankan periode istirahat yang suasana yang tenang pada

pola tidur yang optimal pasien dan meningkatkan

memberikan energi 6. Ajarkan relaksasi distraksi kenyamanan

cukup untuk 7. Kolaborasi pemberian 6. Untuk mengurangi

menjalani aktivitas obat dengan dokter kegelisahan dan

mengurangi ketegangan

otot pasien

7. Untuk memberika obat

pasien sesuai terapi

5 Setelah diberikan 1. Kaji faktor penyebab 1. Untuk mengetahui faktor

asuhan keperawatan kelelahan yang menyebabkan pasien

selama 3x 24 jam 2. Monitor pola tidur dan kelelahan

diharapkan pasien lamanya tidur pasienn 2. Untuk mengatahuo pola

bisa beraktifitas 3. Bantu klien untuk tidur pasien

dengan kriteria hasil : mengidentifikasi aktivitas 3. Untuk mengetahui batas

1. Pasien tampak yang mampu dilakukan aktivitas yang dapat

tidak lemah 4. Berikan massage ringan dilakukan pasien

ke tubuh pasien
2. Pasien bisa 5. Anjurkan pasien untuk 4. Memberikan kenyamanan

beraktivitas secara beristirahat dan tidak dan mengurangi ketegangan

mandiri melakukan aktivitas berat otot pasien

6. Kolaborasi dengan dokter 5. Untuk mengurangi resiko

untuk pemberian terapi jatuh dan meningkatkan

energi pasien

6. Memberikan pasien obat

sesuai terapi

F. IMPLEMENTASI

(Menyesuaikan Intervensi)

G. EVALUASI

No dx Evaluasi

1. S : Evaluasi perasaan atau keluhan yang dikeluhkan pasien

secara subjektif setelah diberikan implementasi

- Pasien mengatakan mampu melakukan batuk efektif

- Pasien mengatakan tidak adanya sekret pada jalan nafas

O : Evaluasi keadaan pasien dengan pengamatan dari perawat

secara objektif

- Pasien tampak mampu melakukan batuk efektif

- Jalan napas pasien tampak bersih

A : Analisa masalah klien oleh perawat setelah mengetahui

respon secara subjektif dan objektif. Apakah masalah


teratasi, masalah teratasi sebagian atau masalah belum

teratasi

P : Perencanaan selanjutnya yang akan diberikan kepada pasien.

Apakah perencanaan keperawatan dipertahankan,

perencanaan keperawatan dimodifikasi atau melanjutkan

perencanaan keperawatan yang lainnya

- Pertahankan intervensi keperawatan

2. S : Evaluasi perasaan atau keluhan yang dikeluhkan pasien

secara subjektif setelah diberikan implementasi

- Pasien mengatakan bisa bernafas dengan lega dan tidak

mengeluh sesak

O : Evaluasi keadaan pasien dengan pengamatan dari perawat

secara objektif

- Pasien tampak tidak sesak dan tidak ada penggunaan otot

bantu nafas

A : Analisa masalah klien oleh perawat setelah mengetahui

respon secara subjektif dan objektif. Apakah masalah

teratasi, masalah teratasi sebagian atau masalah belum

teratasi

P : Perencanaan selanjutnya yang akan diberikan kepada pasien.

Apakah perencanaan keperawatan dipertahankan,

perencanaan keperawatan dimodifikasi atau melanjutkan

perencanaan keperawatan yang lainnya


- Pertahankan intervensi keperawatan

3. S : Evaluasi perasaan atau keluhan yang dikeluhkan pasien

secara subjektif setelah diberikan implementasi

- Pasien mengatakan tidak sesak

O : Evaluasi keadaan pasien dengan pengamatan dari perawat

secara objektif

- Pasien tampak tidak sesak dan pernafasan dalam rentang

normal

A : Analisa masalah klien oleh perawat setelah mengetahui

respon secara subjektif dan objektif. Apakah masalah

teratasi, masalah teratasi sebagian atau masalah belum

teratasi

P : Perencanaan selanjutnya yang akan diberikan kepada pasien.

Apakah perencanaan keperawatan dipertahankan,

perencanaan keperawatan dimodifikasi atau melanjutkan

perencanaan keperawatan yang lainnya

- Pertahankan intervensi keperawatan

4. S : Evaluasi perasaan atau keluhan yang dikeluhkan pasien

secara subjektif setelah diberikan implementasi

- Pasien mengatakan bisa istirahat tidur dengan nyaman

O : Evaluasi keadaan pasien dengan pengamatan dari perawat

secara objektif

- Pasien tidak tampak lesu dan gelisah


A : Analisa masalah klien oleh perawat setelah mengetahui

respon secara subjektif dan objektif. Apakah masalah

teratasi, masalah teratasi sebagian atau masalah belum

teratasi

P : Perencanaan selanjutnya yang akan diberikan kepada pasien.

Apakah perencanaan keperawatan dipertahankan,

perencanaan keperawatan dimodifikasi atau melanjutkan

perencanaan keperawatan yang lainnya

- Pertahankan intervensi keperawatan

5. S : Evaluasi perasaan atau keluhan yang dikeluhkan pasien

secara subjektif setelah diberikan implementasi

- Pasien mengatakan bisa melakukan aktivitas secara

mandiri

O : Evaluasi keadaan pasien dengan pengamatan dari perawat

secara objektif

- Pasien tampak bisa melakukan aktivitas secara mandiri

A : Analisa masalah klien oleh perawat setelah mengetahui

respon secara subjektif dan objektif. Apakah masalah

teratasi, masalah teratasi sebagian atau masalah belum

teratasi

P : Perencanaan selanjutnya yang akan diberikan kepada pasien.

Apakah perencanaan keperawatan dipertahankan,


perencanaan keperawatan dimodifikasi atau melanjutkan

perencanaan keperawatan yang lainnya

- Pertahankan intervensi keperawatan


DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria., et al. 2016. Nursing interventions classificiation (NIC) edisi


ke-6. Elseiver (Singapore) Pte.Ltd
Smeltzer & Bare. 2013. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Brunner&
Suddarth Vol. 1 Edisi 8. Jakarta: EGC
Depkes RI, 2009. InfoDATIN : You Can Control Asma. Jakarta: Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan RI
Depkes RI. 2002. Keputusan Menkes RI No.1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang
Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta
H. Syaifuddin, AMK. 2011. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi
untuk Keperawatan & Kebidanan edisi 4. Jakarta: EGC
Mansjoer, A.dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:
Salemba Medika
Moorhead, Sue., et al. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) edisi ke-5.
Elseiver (Singapore) Pte.Ltd
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika
Nursalam, Laily, H. Wulan Purnama. 2009. Faktor Resiko Asma dan Perilaku
Pencegahan Berhubungan Dengan Tingkat Kontrol Penyakit Asma.
Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga, Vol 4 No.1, hlm 9
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT ASMA BRONKHIAL DI


RUANG MS INTERNA RSUP SANGLAH

OLEH:

SILMA SAHARA PUTRI 17.321.2762

A11-B

PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRAMEDIKA BALI

TAHUN 2018/2019

Anda mungkin juga menyukai