Anda di halaman 1dari 17

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN

WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

Oleh : Yurisal D. Aesong

Pendahuluan

Berdasarkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 (UUD 1945) Pasal 33 Ayat (3) menetapkan bahwa “ bumi dan air dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”, dari ketentuan tersebut

sudah semestinya bahwa negara tidak hanya sekedar menguasai dan

menggunakan, akan tetapi menguasai dan menggunakan dalam pengertian luas

juga harus dapat mengelola demi sebesarnya kemakmuran rakyat Indonesia.

Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Jo

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah, maka

daerah pun diberi kewenangan dalam menjalankan otonomi seluasnya-luasnya,

kecuali urusan yang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat, dalam Pasal 18A

Ayat (2) menyatakan bahwa “ hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfatan

sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan

pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan

undang-undang”, karena itu, dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 Tentang Pemerintahan Daerah mempertegas kewenangan tersebut, dimana

dalam Ayat (1) menyebutkan bahwa “daerah yang memiliki wilayah laut

diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut”.

Pasal 1 Angka (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 64

Tahun 2010 Tentang Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

1
menerangkan bahwa “pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

merupakan suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan

pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil antar sektor, antara

pemerintah dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara

ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat”.

Berdasarkan hal tersebut, apabila dilihat secara geografis, Indonesia ialah

negara dengan persentase sebagian besar wilayahnya merupakan perairan yang

tergugus pulau-pulau besar dan kecil. Seperti diketahui bersama bahwa Indonesia

merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 13.466

pulau, dan panjang garis pantai mencapai 95.181 km serta luas wilayah laut

mencakup 70 persen dari total luas wilayah Indonesia.

Secara geografis letak kepulauan Indonesia sangat strategis yakni di

daerah tropis yang diapit oleh dua benua (Asia dan Australia), dua samudera

(Pasifik dan India), serta merupakan pertemuan tiga lempeng besar di dunia

(Eurasia, India-Australia dan Pasifik) menjadikan kepulauan Indonesia dikaruniai

kekayaan sumberdaya kelautan yang berlimpah, baik berupa sumber daya hayati

dan non-hayati, maupun jasa-jasa lingkungan, karena itu Indonesia merupakan

suatu karakteristi unik yang di dalamnya terdapat jutaan potensi sumber daya

alam yang bisa termanfaatkan untuk kepentingan bangsa dan anak cucu bangsa

yang akan datang.

Pengelolaan serta pengembangan wilayah pesisir dan laut merupakan isu

dan bahasan yang merupakan suatu keharusan yang dilakukan sekarang,

sebelumnya (semasa orde baru), pengembangan wilayah pesisir dan lautan tidak

2
memperoleh perhatian yang cukup akibat interaksi keputusan politik yang

dilandasi kepentingan agraris semata, namun, dalam tahun-tahun terakhir disadari

bahwa aset dan sumber daya pesisir dan lautan memiliki peluang yang terlalu

besar untuk ditinggalkan.

Sejak tahun 1982, berdasarkan hukum laut internasional Uniteds Nation

Convention on the Law of The Sea (UNCLOS), luas lautan Indonesia mencapai

5,8 juta kilometer persegi termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 2,7

kilometer persegi. Aset tersebut belum termanfaatkan secara optimal, terbukti

pendapatan ekonomi kelautan (data 1992) hanya 24 persen Produk Domestik

Bruto (PDB). Di negara-negara yang asetnya lebih kecil, seperti Inggris, Jepang,

Taiwan, dan Denmark, sektor kelautannya menyumbang lebih dari 40 persen

PDB. Berdasarkan data tersebut, berapa potensi kelautan kita yang tidak

termanfaatkan dari tahun ke tahun, yang harusnya bisa mensejahterakan

masyarakat kita terutama masyarakat pesisir yang terindikasi sebagai masyarakat

pinggiran dan miskin.

Sementara itu, secercah harapan mulai muncul dengan dimasukkannya

sektor maritim dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) pada tahun 1999,

dibentuknya Departemen Eksplorasi Lautandan Perikanan (DELP), konsep

institusi baru yang bertanggungjawab dalam pembangunan lautan dan perikanan,

kemudian dibentuknya Kementrian Kelautan dan Perikanan, serta telah

diundangkannya Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil merupakan awal fase baru pengembangan

wilayah laut dan pesisir untuk kepentingan masyarakat, terutama masyarakat

pesisir untuk meningkatkan kesejahteraannya.

3
Berdasarkan pendekatan secara ekologis, wilayah pesisir (coastal zone)

mencakup semua wilayah yang merupakan kawasan pertemuan antara daratan dan

lautan, ke arah darat meliputi bagian daratan baik kering maupun terendam air

yang masih dipengaruhi oleh proses-proses yang berkaitan dengan laut atau sifat-

sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin, dan ke arah laut

kawasan pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami

yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang

disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan

pencemaran.

Wilayah pesisir tersebut mempunyai nilai yang strategis karena

mengandung potensi sumber daya pesisir baik sumber daya hayati dan non hayati,

serta jasa-jasa lingkungan yang sangat rentan terhadap berbagai perubahan akibat

pembangunan. Demikian pula rentan terhadap bencana alam yang kemungkinan

dapat terjadi di wilayah pesisir yang berupa gelombang pasang (tsunami), banjir,

erosi dan badai. Wilayah pesisir memiliki arti strategis, karena merupakan

wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang berkesinambungan. Di

wilayah pesisir ini terdapat sumber daya pesisir berupa sumberdaya alam dan jasa

lingkungan yang sangat kaya. Kekayaan sumberdaya pesisir tersebut

menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk mengeksploitasinya dan

berbagai instansi berkepentingan untuk meregulasi pemanfaatannya. Sumber daya

tersebut dapat dibagi dalam empat kategori, yaitu :

1. Sumber daya dapat pulih (renewable resources) seperti sumberdaya ikan,

mangrove dan terumbu karang.

4
2. Sumber daya tidak dapat pulih (non-renewable resources) seperti

sumberdaya mineral, pasir laut dan garam.

3. Jasa lingkungan kelautan (enviromental services ) seperti wisata bahari,

transportasi laut dan energi kelautan seperti Ocean Thermal Energy

Conversion (OTEC), serta

4. Benda berharga tenggelam.

Wilayah pesisir terdapat berbagai ekosistem alami yang mempunyai fungsi

masing-masing yang berlainan, yaitu misalnya hutan bakau, padang lamun,

estuaria, delta, dan terumbu karang. Selain dimanfaatkan sebagai sumber daya

alam pesisir, ekosistem tersebut juga mempunyai fungsi ekologis yang penting

yaitu sebagai pelindung pantai, pengatur luapan banjir, sebagai tempat untuk

mengendapnya sedimen atau bahan pencemar dan tempa berlindung serta

berkembangnya jenis-jenis biota yang mempunyai potensi ekonomi yang tinggi.

Demikian pula ada yang berfungsi sebagai pengatur sumber air tawar dan

rembesan air laut ke arah darat.

Dipandang sebagai suatu “ruang”, wilayah pesisir merupakan wadah

kehidupan manusia dan makluk hidup lainnya, yang mengandung potensi sumber

daya pesisir yang bersifat terbatas. Sebagai wadah, wilayah pesisir memang

terbatas dalam hal besaran wilayahnya, sedangkan sebagai sumber daya terbatas

mengenai daya dukungnya, dalam fungsinya untuk budidaya, besaran wilayah

pesisir mengandung berbagi potensi pemanfaatan dalam berbagai sektor kegiatan

ekonomi.

Umumnya wilayah pesisir digunakan sebagai wadah berbagai aktivitas

manusia dengan intensitas yang tinggi. Hal itu misalnya untuk permukiman,

5
kawasan industri, pertanian, pertambakan, pelabuhan, rekreasi dan pariwisata,

pertambangan, pembangkit tenaga listrik, dan konservasi sumberdaya alam, dan di

laut pantai digunakan untuk media pelayaran dan untuk penangkapan ikan, serta

sumber daya alam hayati lainnya. Masing-masing kegiatan tersebut belum tentu

dapat saling menguntungkan, bahkan justru dapat merugikan satu sama lain,

karena itu wilayah pesisir di samping sebagai “pusat kegiatan” juga dapat menjadi

“pusat konflik atau benturan” antara kepentingan sektor yang satu dengan sektor

lainnya, oleh karena itu perlu dipertegas pada suatu pengaturan yang rigid

mengatur masalah pesisir dan sumber dayanya untuk kepentingan masyarakat

pesisir pada khususnya.

Wilayah pesisir, yang merupakan peralihan dari ekosistem darat dan laut,

merupakan kawasan yang kaya potensi disatu sisi namun di sisi lain rentan

terhadap pengaruh dan perubahan, baik perubahan alami maupun akibat aktivitas

manusia. Salah satu pendekatan untuk mengatasi persoalan tersebut ialah dengan

mengimplementasikan konsep pengelolaan pesisir secara terpadu dan

berkelanjutan, yang dikenal dengan Pengelolaan Pesisir Terpadu (Integrated

Coastal Management) atau yang sekarang ini lebih dikenal dengan Pengelolaan

Pesisir dan laut Terpadu (Integrated Coastal and Ocean Management).

A. Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan dan Pengembangan

Sumber Daya Alam

Berdasarkan UUD 1945 daerah diberi kewenangan untuk mengurus dan

memanfaatkan serta mengelola sumber daya yang ada di daerahnya, hal tersebut

diatur dalam Pasal 18A Ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa “ hubungan

keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya

6
lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan

secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang”.

Berdasarkan hal tersebut, dalam Penjelasan Umum Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004, bahwa pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahannya menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk

mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan

pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.

Penggunaan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan

kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang

menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Daerah

memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan,

peningkatan peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan

pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Sesuai dengan isi Pasal 10 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1999 Jo Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah,

bahwa dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan maka pemerintah dalam hal

ini pemerintah pusat dapat menyelenggarakan sendiri ataupun dapat melimpahkan

sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat pemerintah atau wakil

pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah

dan/atau pemerintahan desa. Kewenangan pemerintah daerah provinsi itu sendiri

dapat lagi dibagi menjadi kewenangan wajib dan kewenangan bersifat pilihan,

sebagaimana yang disebutkan dalam pasal berikut :

7
1. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi

merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi:

a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan.

b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang.

c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

d. Penyediaan sarana dan prasarana umum.

e. Penanganan bidang kesehatan.

f. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial.

g. Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota.

h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota.

i. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk

lintas kabupaten/kota.

j. Pengendalian lingkungan hidup.

k. Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota.

l. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil.

m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan.

n. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota.

o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan

oleh kabupaten/kota, dan

p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-

undangan (Pasal 13 Undang-undang Pemerintahan Daerah).

2. Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan

pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan

8
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi

unggulan daerah yang bersangkutan.

Pengaturan lebih jelas dan terperinci mengenai kewenangan pemerintah

Provinsi terdapat di dalam Pasal 13 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun

2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Pusat,

Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, yang menjelaskan urusan

wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan

dalam skala provinsi yang meliputi :

1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan.

2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang.

3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

4. Penyediaan sarana dan prasarana umum.

5. Penanganan bidang kesehatan.

6. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia

potensial.

7. Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota.

8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota.

9. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk

lintas kabupaten/kota.

10. Pengendalian lingkungan hidup.

11. Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota.

12. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil.

13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan.

9
14. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas

kabupaten/kota.

15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat

dilaksanakan oleh kabupaten/kota, dan

16. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-

undangan.

Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan

pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan

daerah yang bersangkutan.

Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, Pemerintah Pusat belum pernah memberikan otonomi yang

nyata dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir di wilayah pesisir. Status Quo

kewenangan daerah ini tidak menjadi perhatian Pemerintah, karena kegiatan

ekonomi yang berlangsung di wilayah pesisir dilakukan berdasarkan pendekatan

sektoral yang menguntungkan instansi sektoral dan usaha tertentu.

Pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan merupakan bagian

dari rencana pembangunan yang akan dilakukan oleh pemerintah sesuai Rencana

Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005-2025, tertuang dalam

Bab II – huruf I yang mengatur mengenai Sumber daya Alam dan Lingkungan

Hidup, dalam Bab II-huruf I dinyatakan bahwa sumber daya alam dan lingkungan

hidup memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal pembangunan dan sekaligus

sebagai penopang sistem kehidupan.

10
Adapun jasa-jasa lingkungan meliputi keanekaragaman hayati, penyerapan

karbon, pengaturan secara alamiah, keindahan alam, dan udara bersih merupakan

penopang kehidupan manusia. Arah pembangunan untuk mengembangkan potensi

sumber daya kelautan menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang

RPJP Nasional ialah pendayagunaan dan pengawasan wilayah laut yang sangat

luas. Arah pemanfaatannya harus dilakukan melalui pendekatan multisektor,

integratif, dan komprehensif agar dapat meminimalkan konflik dan tetap menjaga

kelestariannya. Mengingat kompleksnya permasalahan dalam pengelolaan

sumberdaya laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil, pendekatan keterpaduan dalam

kebijakan dan perencanaan menjadi prasyarat utama dalam menjamin

keberlanjutan proses ekonomi, sosial, dan lingkungan sesuai dengan prinsip-

prinsip yang terdapat dalam integrated coastal management .

B. Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil

Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 Angka (1) Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2010 Tentang Mitigasi Bencana di Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil bahwa “pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-

pulau kecil merupakan suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan

pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil antar sektor, antara

pemerintah dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara

ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat”.

Kemudian pada Angka (2) dan (3) peraturan pemerintah tersebut,

dijelaskan bahwa “wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat

11
dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Pulau Kecil adalah

pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer

persegi) beserta kesatuan ekosistemnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juga diatur mengenai

pengelolaan dan pemanfaatan wilayah laut oleh daerah, dimana dalam Pasal 18

menyebutkan bahwa :

1) Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk

mengelola sumber daya di wilayah laut.

2) Daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di

bawah dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

3) Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a) eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut.

b) pengaturan administratif.

c) pengaturan tata ruang.

d) penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh

daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah.

e) ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan

f) ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.

4) Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling jauh 12 (dua belas) mil

laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah

12
perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah

kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota.

5) Apabila wilayah laut antara 2 (dua) provinsi kurang dari 24 (dua puluh

empat) mil, kewenangan untuk mengelola sumber daya. Di wilayah

laut dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari

wilayah antar 2 (dua) provinsi tersebut, dan untuk kabupaten/kota

memperoleh 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi

dimaksud.

6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tidak

berlaku terhadap penangkapan ikan oleh neIayan kecil.

7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3),

ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-

perundangan.

Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan bagian dari sumber daya

alam yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan

yang dikuasai oleh negara, yang perlu dijaga kelestariannya dan dimanfaatkan

untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik bagi generasi sekarang maupun

bagi generasi yang akan datang.

Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki keragaman potensi sumber

daya alam yang tinggi, dan sangat penting bagi pengembangan sosial, ekonomi,

budaya, lingkungan, dan penyangga kedaulatan bangsa, oleh karena itu perlu

dikelola secara berkelanjutan dan berwawasaan global, dengan memperhatikan

aspirasi dan partisipasi masyarakat, dan tata nilai bangsa yang berdasarkan norma

hukum nasional.

13
Berdasarkan hal tersebut, secara khusus pengelolaan wilayah pesisir dan

pulau-pulau kecil diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 Tentang

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dimana dalam Pasal 5

mengatur mengenai proses pengelolaan yaitu “meliputi kegiatan perencanaan,

pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian terhadap interaksi manusia dalam

memanfaatkan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta proses alamiah

secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan Masyarakat dan

menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Adapun pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau

kecil, dalam hubungannya dengan ekosistem disekitarnya yaitu :

Tipe Penjelasan Kemampuan Potensi Ancaman


Ekosistem Jasa Pengelolaan/
Pemanfaatan
Dipantai terbuka, Bisa sebagai Rekreasi Perusakan
Pantai jauh dari muara tempat Konservasi habitat
berpasir sungai (estuari) bersarang Tambang pasir
penyu Tumpahan
minyak
Pantai Terbuka kena Kaya Rekreasi Erosi pantai
berbatu ombak biodiversitas

Terumbu Diperairan jernih, Sangat Konservasi Tangkapan ikan


karang perairan dangkal, produktif, Pariwisata berlebih, racun
kedalaman 200 m; tempat berbiak, Perikanan ikan,
sangat peka berlindung Perlindungan pemboman,
kekeruhan, ikan2, kerapu, pantai, pulau- penambangan
kenaikan suhu, tuna, kakap, pulau kecil dari karang, erosi
pencemaran, udang, penyu, gelombang dari
sedimentasi; Jika biota laut lain, besar dan penggundulan
terumbu karang rumput laut kenaikan muka vegetasi di
hidup sehat meluas, laut. darat
pertanda banyak
ikan tuna.

Padang Terdapat diantara Sangat Sumber Tangkapan ikan


lamun terumbu karang dan produktif, makanan, berlebih,
rumput laut mangrove (bakau) tempat berbiak, farmasi, perusakan
tumbuh, kosmetik, karang dan
berlindung industri biotek mangrove,
ikan, udang, dan sumber pencemaran

14
kepiting dan energi biofuel. minyak,
biota laut lain, sedimentasi
kaya nutrisi
alami
Pantai Terdapat disekitar Produktivitas Konservasi Perusakan
berlumpur muara sungai biologis tinggi, habitat,
(estuari), atau delta- kaya siklus pencemaran
delta nutrisi. minyak.
Estuari/ Pertemuan air tawar Sangat Jalur pelayaran, Sampah,
delta dan laut (perairan produktif, kaya Akuakultur, Pencemaran
payau) nutrisi, berbiak Perikanan Banjir,
ikan, udang, tradisionil Sedimentasi.
kepiting,
Mangrove Terdapat disekitar Kaya udang, Sumber kayu Tumpahan
(hutan muara sungai, kepiting, untuk minyak,
bakau) tempat berlumpur, udang; tempat konstruksi, Pestisida-pupuk
bau sulfur, beberapa reklamasi dari pertanian,
perangkap debris mamalia, reptil, lahan, Pembabatan
sampah, kaya burung; akuakultur, kayu
nutrisi, pencegah produksi primer pariwisata, mangrove,
erosi, pelindung sangat tinggi industri biotek Pembukaan
pantai dan tambak
perlindungan berlebihan
bentuk pantai
Hutan rawa Sepenuhnya Siklus nutrisi Sumber kayu, Tumpahan
pasang mangrove atau tinggi, tempat rumah minyak
surut didominasi makan ikan, tradisional. Pestisida-pupuk
tumbuhan nipah udang, kepting Reklamasi berlebih dari
saat pasang lahan basah, pertanian,
naik. tempat Pembabatan
Perangkap akuakultur dan nipah/bakau
sedimen sumber gula
atau bioethanol
Laguna Agak tertutup, Produktivitas Pariwisata, Pencemaran
sedikit terbuka, ikan, udang, Navigasi,
jalan masuk dari kepiting, Tangkap ikan,
laut dapat berubah- tempat berbiak Budidaya.
ubah secara alami
biota laut lain
Pulau- Terdiri dari gosong Masing-masing Pariwisata Air tanah
Pulau karang, pulau pulau dianggap Pemukiman minim, intrusi
Kecil karang muncul, mempunyai Stasiun air laut; limbah;
atol, vulkanik; ekosistem unik. pengamat penduduk
pulau benua; Pertanian padat;
Ukuran luas kurang subsisten Penebangan
dari 2000 km2. Marikultur vegetasi,
Jumlah seluruh Sumber Pemanasan
Indonesia > 17000 bioindustri Global,
ragam pulau-pulau. masa depan, lenyapnya
termasuk pulau-
biofood & pulau kecil
biofuel. akibat kenaikan

15
muka laut 15-
19 mm/tahun.

Penutup

Pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang

merupakan kewenangan pemerintahan daerah atas pelimpahan dari pemerintah

pusat, sebagaimana amanat undang-undang, sudah seharusnya dikelola dan

digunakan sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat Indonesia, namun dalam

proses pengelolaan dan pemanfaatannya harus tetap menjaga keseimbangan

ekosistem, keanekaragaman, dan ancaman/dampak yang dapat diakibatkan dari

pengelolaan tersebut, serta kiranya ada kerjasama, komunikasi, maupun

koordinasi dari pemerintah, masyarakat maupun setiap stakeholders yang terkait.

Daftar Pustaka

Antara News, Garis Pantai RI Terpanjang Keempat Di Dunia, Diakses dari http://
www. antaranews.com/view/?i=1235451241&c=WBM&s=, pada tanggal
22 Januari 2013.

Apriliani Soegiarto, Pemanfaatan Sumber Daya Alam Laut Menjelang Tahun


2000 Di Dalam Strategi Kelautan, Penerbit Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta.

Edi Agus Kurniawan, Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Berbasis


Masyarakat Berdasarkan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007, Diakses
dari http:// ridesncamp. blogspot. com/2012/01/normal-0-false-false-false-
en-us-x-none.html, pada tanggal 22 Januari 2013.

Dina Sunyowati, Pengaturan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut di Indonesia,


Fakultas Hukum, Universitas Airlangga.

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Pengelolaan


Sumberdaya Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil, Diakses dari http://
www. kkp. go.id/ index. php/ arsip/c/ 8142/KONFERENSI-NASIONAL-
VIII-Pengelolaan-Sumberdaya-Pesisir-Laut-dan-Pulau-pulau-Kecil-22-24-
Oktober-2012/, pada tanggal 21 Januari 2013.

16
Maria Maya Lestari, Analisa Hukum Terhadap Perlindungan Wilayah Pesisir
Dan Pulau-Pulau Kecil Ditinjau Dari Kewenangan Daerah, Tesis,
Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2011.

Noorsalam R. Nganro dan Gede Suantika, Urgensi Ecosystem Approach Dalam


Pengelolaan Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Di Indonesia, Round Table
Discussion Majelis Guru Besar – Institut Teknologi Bandung, 24-25 Juli
2009.

National Geographic Indonesia, Hanya Ada 13.466 Pulau di Indonesia, Diakses


dari http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/02/hanya-ada-13466-
pulau-di-indonesia, pada tanggal 22 Januari 2013.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2010 Tentang


Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang


Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 32 Tahun


2004 Jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan
Daerah.

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan


Pulau-Pulau Kecil.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka


Panjang (RPJP) Nasional 2005-2025, Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4700.

17

Anda mungkin juga menyukai