Disusun Oleh :
dr. Istiya Putri Lestari
Pembimbing:
dr. Faisal Sinurat, M.Ked (PD), Sp.PD
Pendamping :
dr. M. Alfian Nasion
dr. Dinaili Maili
Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia
Nya sehingga laporan kasus yang berjudul “Demam Berdarah Dengue dan Perdarahan
Saluran Cerna Bagian Atas” ini dapat penulis selesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak membantu
menyusun makalah ini, khususnya kepada dr. Faisal Sinurat, M.Ked (PD), Sp.PD selaku
pembimbing kemudian dr. M. Alfian Nasion dan dr. Dinaili Maili selaku pendamping dan
juga kepada rekan-rekan dokter Internsip.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai masukan untuk perbaikan
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
dalam menambah pengetahuan dan pemahaman terutama tentang Demam Berdarah
Dengue dan Perdarahan Saluran Cerna Atas.
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh
virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1,
DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, melalui perantara gigitan vektor nyamuk Aedes aegypti
Spektrum klinis bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile
illness), demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) sampai demam berdarah
Beberapa tahun terakhir, kasus demam berdarah dengue (DBD) seringkali muncul di
musim pancaroba. Karena itu, masyarakat perlu mengetahui penyebab penyakit DBD,
mengenali tanda dan gejalanya, sehingga mampu mencegah dan menanggulangi dengan
baik. Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat penderita DBD di 34
provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang dan 641 diantaranya meninggal dunia. Angka
tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yakni tahun 2013 dengan jumlah
penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah kasus meninggal sebanyak 871 penderita.2
Pada saat seseorang terjangkit demam berdarah dengue (DBD), fase pertama yang
terjadi disebut fase demam dengan timbulnya gejala demam yang berlangsung selama 2
sampai 7 hari. Setelah itu akan masuk ke dalam fase kritis dimana pada saat ini terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan kebocoran plasma. Fase kritis ini
berlangsung antara 1-2 hari. Apabila kebocoran plasma berhenti dan reabsorbsi dimulai,
hal ini menunjukkan fase kritis yang berakhir dan masuk ke fase konvalesens. Pada kasus
lain yang tidak mendapat tatalaksana adekuat saat fase kritis cenderung akan mengalami
2
Expanded dengue syndrome merupakan suatu manifestasi klinis yang tidak lazim
terjadi pada penderita demam dengue atau demam berdarah dengue yang melibatkan
beberapa organ target. Expanded dengue syndrome dapat meyebabkan kematian pada
penderita dengue. Penyulit infeksi berupa kelebihan cairan sedangkan manifesatasi klinis
yang tidak lazim ialah ensefalopati dengue, perdarahan hebat, infeksi ganda, kelainan
Penatalaksanaan DBD dibagi menjadi 3 kelompok. Pada kelompok pasien tanpa tanda
bahaya, perawatan dapat dilakukan dirumah, pasien tirah baring dan pastikan hidrasi baik.
Pada kelompok kedua dengan tanda bahaya atau adanya komorbid. Pada kelompok ketiga
dengan gejala berat perlu perawatan emergensi antara lain rawat di intensive care.4
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Demam
Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan
ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti dan dapat juga ditularkan oleh nyamuk Aedes
Albopictus.
Nyamuk ini tersebar luas di rumah-rumah, sekolah dan tempat-tempat umum lainnya
seperti tempat ibadah, restoran, kantor, balai desa dan lain-lain sehingga setiap keluarga
Penyakit DBD ditandai dengan: Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas,
Infeksi virus dengue merupakan infeksi virus mosquito bone yang paling cepat
menyebar di seluruh dunia. Infeksi virus ini banyak ditemukan di kawasan asia tenggara
yang merupakan negara endemik dengue fever. Semenjak tahun 2000 angka kematian
akibat dengue mencapai rata-rata 1%. Namun, di indonesia angka kematian mencapai 3-
5%
4
Di negara indonesia sendiri, pada tahun 2017 jumlah kasus DBD yang dilaporkan
sebanyak 68.407 dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 49 orang. Jumlah ini menurun
dibandingkan tahun 2016 dengan kasus sebanyak 204.171 dengan jumlah kematian 1.589
orang. Jawa timur merupakan urutan pertama daerah dengan jumlah kasus DBD terbanyak
Penyebab utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue, yang merupakan
virus dari famili Flaviviridae. Terdapat 4 jenis virus dengue yang diketahui dapat
menyebabkan penyakit demam berdarah. Keempat virus tersebut adalah DEN-1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4. Gejala demam berdarah baru muncul saat seseorang yang pernah
terinfeksi oleh salah satu dari empat jenis virus dengue mengalami infeksi oleh jenis virus
Sistem imun yang sudah terbentuk di dalam tubuh setelah infeksi pertama justru akan
mengakibatkan kemunculan gejala penyakit yang lebih parah saat terinfeksi untuk ke dua
kalinya. Seseorang dapat terinfeksi oleh sedikitnya dua jenis virus dengue selama masa
5
hidup, namun jenis virus yang sama hanya dapat menginfeksi satu kali akibat adanya
3.1.4 Klasifikasi
WHO mengklasifikasikan infeksi dengue menjadi 3 besar yaitu demam yang tidak
terklasifikasikan, demam dengue, dan demam berdarah dengue (DBD). DBD memiliki 4
syndrome (DSS).4
6
Gambar dibawah ini merupakan kriteria WHO 20124
Patogenesis Demam Berdarah Dengue belum diketahui dengan pasti. Namun ada
beberapa teori yang diperkirakan berperan dalam munculnya tanda dan gejala pada
penyakit ini. Terdapat tiga sistem organ yang diperkirakan berperan dalam patogenesis
DBD, yakni sistem imun, hati, dan sel endotel pembuluh darah. Selain itu, respon imun
penjamu yang diturunkan (faktor genetik) juga berperan dalam manifestasi klinis yang
ditimbulkan.6
Virus dengue diinjeksikan oleh nyamuk Aedes ke aliran darah. Virus ini secara tidak
langsung mengenai sel epidermis dan dermis sehingga menyebabkan sel Langerhans dan
keratinosit terinfeksi. Sel sel yang terinfeksi ini bermigrasi ke nodus limfe, dimana
makrofag dan monosit kemudian direkrut dan menjadi target infeksi berikutnya.
Selanjutnya terjadi amplifikasi infeksi dan virus tersebar melalui darah (viremia primer).
7
Viremia primer ini menginfeksi makrofag jaringan beberapa organ seperti limpa, sel hati,
sel endotel, dan sumsum tulang. Infeksi makrofag, hepatosit, dan sel endotel
Sel-sel yang terinfeksi kebanyakan mati melalui apoptosis dan hanya sedikit yang
sistem fibrinolitik dan koagulasi. Bergantung kepada luasnya infeksi pada sumsum tulang
dan kadar IL-6,IL-8, IL-10, dan IL-18, hemopoesis ditekan sehingga menyebabkan
terjadi akibat supresi sumsum tulang, destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit
Trombosit memiliki interaksi yang dekat dengan sel endotel. Sejumlah trombosit
tromboglobulin, dan PF4 (tromosit faktor 4). Koagulopati terjadi karena interkasi virus
dengan endotel yang memicu disfungsi endotel (jalur ekstrinsik) dan aktivasi faktor Xia
(jalur intrinsik). Namun sel endotel memiliki tropisme tersendiri terhadap virus dengue.
Bersama dengan tingginya kadar virus dalam darah, trombositipenia, serta disfungsi
dan respon imun seluler terhadap virus dengue. Antibodi spesifik (IgM) bereaksi silang
vaskular dan koagulopati. Sedangkan antibodi IgG berperan dalam peningkatan jumlah
8
Gambar 3.2 Hipotesis infeksi sekunder
Infeksi sekunder oleh serotipe yang berbeda memicu peningkatan aktivitas antibodi
spesifik terhadap infeksi pertama. Antibodi ini memediasi serotipe virus dengue lain untuk
berikatan dengan reseptor Fc-gamma pada makrofag sehingga saat virus berada dalam
makrofag tidak dapat dicerna dengan baik. Akibatnya virus semakin bereplikasi dan infeksi
semakin berlanjut, sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengueyang berbeda,
respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi
limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit,
proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini
dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti
9
dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam
rongga serosa.8
Setelah periode inkubasi, penyakit demam berdarah dengue terjadi melalui 3 fase
10
3.1.6 Diagnosis Demam Berdarah Dengue
11
3.1.6.1 Anamnesis
4. Gejala gastrointestinal, seperti: mual, muntah, nyeri perut (biasanya di ulu hati atau di
5. Kadang disertai juga dengan gejala lokal, seperti: nyeri menelan, batuk, pilek.
6. Pada kondisi syok, rasa lemah, gelisah, atau mengalami penurunan kesadaran.4
Pemeriksaan fisik yang bisa ditemui pada demam berdarah dengue, antara lain ;
3. Perdarahan mukosa
5. Hepatomegali
6. Splenomegali
7. Untuk mengetahui terjadi kebocoran plasma, diperiksa tanda-tanda efusi pleura dan
asites.
Syok Terkompensasi
4
Tanda dan gejala syok terkompensasi :
- Takikardi
- Takipnea
12
- Tekanan nadi < 20 mmHg
- Kulit dingin
- Anak gelisah
Syok Dekompensasi
4
Tanda dan gejala syok dekompensasi :
- Takikardi
- Hipotensi
- Pernafasan kusmaull
- Sianosis
- Profound shock: nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur
13
Expanded Dengue syndrome (EDS)
ditemukan pada penyakit dengue secara umum. EDS juga disebut sebagai isolated
organopathy yang merupakan manifesatasi klinis dengan keterlibatan organ spesifik seperti
hati, ginjal, otak, maupun jantung. Kondisi ini, biasanya terjadi pada pasien demam
berdarah dengue karena terkait dengan koinfeksi, komorbid, atau komplikasi dari syok
berkepanjangan.
14
3.1.6.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Trombositopenia (≤ 100.000/μL).
- peningkatan hematokrit (Ht) ≥ 20% dari nilai standar data populasi menurut umur
- Hipoalbuminemia, hipoproteinemia
2. Serologi Dengue
Virus dengue ditubuh pasien hanya bisa terdeteksi 2-3 hari saat onset demam dan
berakhir 4-7 hari setelah timbulnya penyakit. Selama periode ini, asam nuclead dan
antigen virus dapat terdeteksi. Respons antibodi terhadap infeksi dapat muncul
dengan berbagai jenis imunoglobulin dan isotipe imunoglobulin IgM dan IgG dapat
Antibodi IgM dapat terdeteksi 3-5 hari setelah timbulnya penyakit, naik dengan cepat
dua minggu kemudian dan dapat menurun bahkan tidak terdeteksi setelah 2-3 bulan.
Sedangkan antibodi IgG terdeteksi dengan titer yang rendah pada akhir minggu
pertama, kemudian meningkat dan tetap untuk periode yang lebih lama (selama
bertahun-tahun.
15
Terdapat dua kriteria diagnosis laboratoris, yaitu:
(1) Probable dengue, apabila diagnosis klinis diperkuat oleh hasil pemeriksaan serologi
(2) Confirmed dengue, apabila diagnosis klinis diperkuat dengan deteksi genome virus
Dengue dengan pemerikaan RT-PCR, antigen dengue pada pemeriksaan NS1, atau
apabila didapatkan serokonversi pemeriksaan IgG dan IgM (dari negatif menjadi
4
positif) pada pemeriksaan serologi berpasangan.
16
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue
1. Anjuran rehidrasi per oral dengan larutan rehidrasi oral, jus buah, dan minuman lain
yang mengandung eletrolit dan gula untuk menggantikan cairan yang hilang melalui
2. Beri paracetamol untuk demam tinggi jika pasien merasa tidak nyaman. Interval
pemberian paracetamol sebaiknya tidak kurang dari 6 jam. Jangan berikan aspirin,
ibuprofen atau NSAID lainnya karena dapat merangsang terjadinya gastritis atau
perdarahan.
3. Bawa ke rumah sakit apabila : tidak ada perbaikan klinis, nyeri perut hebat, muntah
terus-menerus, akral dingin dan lembab, letargi atau gelisah, perdarahan ( contoh :
BAB warna hitam atau muntah seperti kopi), tidak BAK selama lebih dari 4-6 jam.
17
Group B, adalah pasien yang sebaiknya dirujuk untuk penanganan rumah sakit.
1. Periksa hematokrit sebelum memulai terapi cairan. Berikan cairan isotonis seperti NaCl
0,9%, RL, atau lauratan hartman. Mulailah dengan 5-7 ml/kgBB/jam selama 1-2 jam
lalu kurangi menjadi 3-5 ml/kgBB/jam selama 2-4 jam, dan lalu kurangi menjadi 2-3
2. Periksa ulang keadaan klinis dan hematokrit. Jika hematokrit tetap sama atau
meningkat sedikit, maka lanjutkan pemberian cairan dengan kecepatan sama 2-3
ml/kgBB/jam selama 2-4 jam lagi. Jika tanda vital memburuk dan hematokrit
meningkat cepat maka naikan cairan menjadi 5-10 ml/kgBB/jam selama 1-2jam.
Periksa ulang keadaan klinis, hematokrit, dan kaji ulang pemberian cairan.
dan urine ouput sekitar 0,5 ml/kgBB/jam. Cairan IV biasanya diperlukan 24-48 jam.
Kurangi cairan IV secara bertahap bila laju plasma leakage menurun ketika mendekati
akhir fase kritis. Hal ini diindikasikan dengan adekuatnya urine ouput dan/ atau intake
oral adekuat, atau hematokrit menurun dibawah nilai batas pasien stabil.
4. Pasien dengan tanda bahaya (warning signs) harus dipantau oleh tenaga kesehatan
hingga periode risiko berakhir. Balance cairan perlu dipertahankan. Parameter yang
harus dipantau adalah tanda vital dan perfusi perifer (pantau tiap 1-4 jam hingga pasien
melewati fase kritis), urine output (tiap 4-6 jam), hematokrit (sebelum dan sesuadah
terapi cairan, lalu tiap 6-12 jam), glukosa darah, dan fungsi organ lain (seperti ginjal,
18
Untuk pasien dengue dengan kondisi penyerta dan masalah sosial tanpa tanda bahaya
(warning signs) :
1. Kondisi penyerta antara lain kehamilan, usia tua, diabetes melitus dan masalah sosial
2. Berikan cairan peroral. Jika tidak dapat ditoleransi, berikan cairan IV dengan NaCl
0,9% atau RL dengan atau tanpa dextrose dengan kecepatan rumatan. Untuk pasien
obesitas, gunakan kalkulasi berdasarkan berat badan ideal. Pasien dapat diberikan
cairan peroral beberapa jam setelah pemberian cairan IV. Oleh karena itu, pemberian
cairan harus terus direvisi. Berikan volume minimal yang diperlukan untuk
3. Pasien sebaiknya dipantau oleh tenaga kesehatan untuk pola suhu, intake dan
kehilangan cairan, urine output (volume dan frekuensi), tanda bahaya, hematokrit, sel
darah putih, serta platelet. Pemeriksaan lab lain (seperti fungsi hepar, ginjal) juga dapat
Kalkulasi kebutuan cairan rumatan normal dapat menggunakan formula Holiday Segar:
Untuk pasien overweight atau obesitas, gunakan berat badan ideal untuk perhitungan
19
Group C, adalah pasien dengan dengue berat yang memerlukan penangan darurat
1. Resusitasi cairan dengan kristaloid isotonik secepatnya sangat penting untuk menjaga
volume ekstravaskular saat periode kebocoran plasma atau larutan koloid pada keadaan
syok hipotensi. Pantau hematokrit sebelum dan sesudah resusitasi. Tujuan akhir dari
resusitasi cairan adalah meningkatkan sirkulasi sentral dan perifer (takikardi berkurang,
tekanan darah dan nadi meningakt, ekstremitas tidak pucat dan hangat, CRT < 3 detik)
dan meningkatkan perfusi organ (level kesadaran membaik, urine output > 0,5
20
Tatalaksana Dengue Shock Syndrom
21
3.1.8.2 Tatalaksana Demam Berdarah Dengue berdasarkan PPK Dokter Pelayanan
Primer 20149
22
3.1.9 Konseling dan Edukasi
1. Pinsip konseling pada demam berdarah dengue adalah memberikan pengertian kepada
pasien dan keluarganya tentang perjalanan penyakit dan tata laksananya, sehingga
pasien dapat mengerti bahwa tidak ada obat/medikamentosa untuk penanganan DBD,
terapi hanya bersifat suportif dan mencegah perburukan penyakit. Penyakit akan
6. Tidak tampak distress pernafasan yang disebabkan efusi pleura atau asites
Apabila masih rendah namun klinis baik, pasien boleh pulang dengan nasihat jangan
melakukan aktivitas yang memudahkan untuk mengalami trauma selama 1-2 minggu
(sampai trombosit normal). trombosit akan kembali ke kadar normal dalam waktu 3-5
hari.6
23
3.2 Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
3.2.1 Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian atas (PSCBA) adalah kehilangan darah dari
saluran cerna atas, di mana saja, mulai dari esofagus sampai dengan duodenum (dengan
bawah epitel atau kerusakan pada jaringan mukosa, submukosa hingga lapisan muskularis
mukosa dengan garis tengah lebih atau sama dengan 5 mm dari suatu daerah saluran cerna
Perdarahan ulkus peptikum (PUP), adalah perdarahan saluran cerna bagian atas yang
Erosi adalah kerusakan jaringan yang hanya terbatas pada lapisan mukosa.6
24
3.2.3 Patofisiologi
Sebagian besar ulkus, timbul pada saat mekanisme pertahanan normal diganggu atau
ditekan oleh gangguan mukosa yang hebat sehingga mengalahkan mekanisme protektif
saluran cerna atas. Gangguan yang paling sering didapatkan adalah oleh karena infeksi H.
Penyebab yang lebih jarang termasuk hipersekresi asam lambung (sindrom Zollinger-
Ellison), hiperplasia sel-G antral dan mastositosis. Infeksi virus seperti herpes simplex dan
sitomegalovirus, kelainan inflamasi seperti penyakit Crohn’s atau sarkoidosis, serta trauma
radiasi dapat menyebabkan ulserasi saluran cerna, termasuk lambung dan duodenum.13
3.2.4 Diagnosis
3.2.4.1 Anamnesis
1. Hematemesis
25
Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna atas, yang
2. Hematochezia
Keluarnya darah dari rectum yang diakibatkan perdarahan saluran cerna bagian bawah,
tetapi dapat juga dikarenakan perdarahan saluran cerna bagian atas yang sudah berat.
3. Melena
Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan darah bercampur asam
perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bagian kanan dapat juga menjadi sumber
lainnya.13
Tanda dan gejala nonspesifik termasuk nausea, vomitus, nyeri epigastrik, fenomena
vasovagal, dan sinkop, serta adanya penyakit komorbid tersering (misalnya diabetes
melitus, penyakit jantung koroner, stroke, penyakit ginjal kronik dan penyakit arthritis) dan
Evaluasi status hemodinamik (denyut nadi dan tekanan darah), laju respirasi,
kesadaran, konjungtiva pucat, waktu pengisian kapiler melambat, dan stigmata sirosis
hepatis, merupakan tanda utama yang harus segera dikenali. Takikardi saat istirahat dan
hipotensi ortostatik menandakan banyaknya darah yang hilang. Perhatikan adanya keluaran
urin yang rendah, bibir kering, dan vena jugular kolaps. Pemeriksaan fisik harus menilai
adanya defans muskuler, nyeri tekan lepas, skar bekas operasi, dan stigmata penyakit hepar
kronik. Pemeriksaan rektum dilakukan untuk menilai warna feses. Spesimen feses perlu
Pemasangan NGT dan inspeksi aspirat dapat digunakan pada penilaian awal kasus.
Aspirat warna merah terang, pasien memerlukan pemeriksaan endoskopi segera baik untuk
26
evaluasi maupun perawatan intensif. Jika cairan aspirat berwarna seperti kopi, maka
diperlukan rawat inap dan pemeriksaan endoskopi dalam 24 jam pertama. Meskipun
1. Pemeriksaan laboratorium
fungsi hemostasis, fungsi hati dan kimia dasar yang berhubungan dengan status
(setiap 6-8 jam) agar dapat dilakukan antisipasi transfusi secara lebih tepat serta untuk
prothrombin time (PT), partial thromboplastin time (PTT), international normalized ratio
(INR), tes fungsi hepar, serta tes golongan darah dan crossmatch.14
2. Endoskopi diagnostik
diagnosis > 90%. Waktu yang paling tepat untuk pemeriksaan endoskopi tergantung pada
derajat berat dan dugaan sumber perdarahan. Dalam 24 jam pertama pemeriksaan
perdarahan yang terus berlangsung, gagal dihentikan dengan terapi suportif membutuhkan
pemeriksaan endoskopi dini (urgent endoscopy) untuk diagnosis dan terapi melalui teknik
endoskopi.15
juga untuk menentukan aktivitas perdarahan. Forest membuat klasifikasi perdarahan ulkus
peptikum atas dasar penemuan endoskopi yang bermanfaat untuk menentukan tindakan
selanjutnya.14
27
Tabel 2 Klasifikasi Aktivitas Perdarahan Ulkus Peptikum Menurut Forest13
Aktivitas Perdarahan Kriteria endoskopi
Forest Ia Perdarahan aktif - Perdarahan arteri menyembur
Forest II Perdarahan berhenti dan masih - Gumpalan darah pada dasar tukak atau
terdapat sisa perdarahan terlihat pembuluh darah
Forest III Perdarahan berhenti tanpa sisa - Lesi tanpa tanda sisa perdarahan
perdarahan
3.2.5 Tatalaksana
Tindakan umum terhadap pasien diutamakan untuk menjaga Airway, breathing, dan
circulation. Pemasangan nasogastric tube (NGT) dilakukan pada perdarahan yang diduga
mencegah aspirasi, dekompresi, dan menilai perdarahan sehingga tidak diperlukan pada
3.2.5.2 Resusitasi/Transfusi
Bila sudah dalam keadaan hemodinamik tidak stabil atau dalam keadaan renjatan,
maka proses resusitasi cairan (cairan kristaloid atau koloid) harus segera dimulai tanpa
menunggu data pendukung lainnya. Pilihan akses, jenis cairan resusitasi, kebutuhan
transfuse darah, tergantung derajat perdarahan dan kondisi klinis pasien. Cairan kristaloid
dengan akses perifer dapat diberikan pada perdarahan ringan sampai sedang tanpa
gangguan hemodinamik. Cairan koloid diberikan jika terjadi perdarahan yang berat
sebelum transfuse darah bisa diberikan. Pada keadaan syok dan perlu monitoring ketat
pemberian cairan, diperlukan akses sentral. Target resusitasi adalah hemodinamik stabil,
28
produksi urin cukup (>30 cc/jam), tekanan vena sentral 5-10 CmH2O, kadar Hb tercapai
(8-10 gr%).
Kapan tranfusi darah di berikan sifatnya sangat individual, tergantung jumlah darah
yang hilang, perdarahan masih aktif atau sudah berhenti, lamanya perdarahan berlangsung,
dan akibat klinik perdarahan tersebut. Indikasi transfuse darah pada perdarahan saluran
2. Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1 liter atau
lebih
yang masif berhenti. Tapi pada umumnya diberikan istirahat mutlak lebih kurang 2
terhenti. Setelah 24-48 jam perdarahan berhenti, dapat diberikan makanan cair.
perdarahan SCBA non variseal. Beberapa studi melaporkan efektifitas PPI dalam
menghentikan perdarahan karena ulkus peptikum dan mencegah perdarahan berulang. PPI
memiliki dua mekanisme kerja yaitu menghambat H+K+ATPase dan enzim karbonik
asam lambung dihambat dan pH lambung meningkat. Hambatan pada pada enzim karbonik
29
meningkatkan aliran darah mukosa lambung. PPI yang tersedia di Indonesia antara lain
PPI intravena mampu mensupresi asam lebih kuat dan lama tanpa mempunyai efek
samping toleransi. Studi Randomized Controlled Trial (RCT) menunjukkan PPI efektif jika
diberikan dengan dosis tinggi intravena selama 72 jam setelah terapi endoskopi pada
perdarahan pada ulkus dengan stigmata endoskopi risiko tinggi misalnya, lesi tampak
endoskopi adalah 80 mg bolus diikuti dengan 8 mg/jam infuse selama 72 jam dilanjutkan
dengan terapi oral. Pada pasien dengan stigmata endoskopi risiko rendah PPI oral dosis
tinggi direkomendasikan. PPI oral diberikan selama 6-8 minggu setelah pemberian
intravena, atau bisa lebih lama diberikan jika ada infeksi Helicobacter pylori atau
30
31
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 09-11-1973
Umur : 46 Tahun
Alamat : Durian Luncuk
Agama : Islam
No. CM : 14.52.01
Tanggal Masuk : 2 Maret 2019
Tanggal keluar : 5 Maret 2019
2.2 ANAMNESA
Seorang pasien laki-laki berumur 46 tahun masuk IGD, rujukan dari Puskesmas
Durian Luncuk
Keluhan utama : Demam Sejak 4 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, demam tinggi, tidak berkeringat,
tidak menggigil, dan hilang timbul.
Keluar bintik-bintik merah (+) ditungkai
Gusi berdarah (+) sejak 3 hari yang lalu. Sebanyak ½ sendok makan
Nyeri perut terutama di ulu hati sejak 2 hari yang lalu, hilang timbul.
Nyeri pada seluruh persendian sejak 4 hari yang lalu
Nyeri kepala sejak 4 hari yang lalu
Muntah sejak 2 hari yang lalu, frekuensi >5 kali/ hari, jumlah ¼ gelas aqua/kali,
berisi sisa makanan dan minuman, tidak menyemprot.
Nafsu makan menurun
32
Pasien telah dirawat di Puskesmas durian luncuk selama 1 hari. Test rumple leed di
puskesmas (+). Pasien mendapatkan IVFD RL 20 Tpm, ranitidin inj 50 mg/ml/12
jam, ondansetron 4 mg/ml /12 jam, ketorolac inj /12 jam, ciprofloxasin 1 g/ 12 jam,
Paracetamol tab 3x1m dan Antasid tab 3x1
33
Auskultasi : SP: vesikuler
ST: rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : teraba ictus cordis di 1 jari medial dari linea mid
clavicula sinistra RIC V
Perkusi : batas jantung atas RIC II, kanan Linea Sternalis
Dextra, kiri 1 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi : irama teratur, gallop (–) murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Normal, tidak ada pembasaran
Palpasi : Supel, Nyeri tekan epigastrium (+), hepar permukaan rata, pinggir
tajam, konsistensi kenyal, lien tidak teraba
Perkusi :tympani
Auskultasi : bising usus positif normal
Alat kelamin : laki-laki, tidak ditemukan kelainan
Ekstremitas :
Atas : akral hangat, perfusi baik, refleks fisiologis ada +/+ normal,
refleks patologis -/- ptekhie: +/+, Ekimosi -/-, purpura -/-
Bawah : akral hangat, perfusi baik, refleks fisiologis ada +/+ normal,
refleks patologis -/-, ptekhie: +/+, Ekimosi -/-, purpura -/-
Punggung : tidak ditemukan kelainan
Alat kelamin : tidak ditemukan kelainan,
Anus : colok dubur tidak dilakukan
Rumple Leede : (+)
34
Leukosit 2,83x103 3,5-10,0 103/mm3
Trombosit 34x103 150-450 103/mm3
GDS 91 mg/dL
NS1 +
Kesimpulan : Leukopenia, trombositopenia,
2.5 Diagnosa
Expanded dengue syndrome
2.6 Terapi
1. IVFD RL 40 Tpm (makro),
2. Inj Ranitidin 50 mg/ml/12 jam
3. Inj Ondansetron 4 mg/ml /12 jam
4. Paracetamol tab 3x500 mg
5. Sucralfat syr 3x C1
2.7 Planning
- Kontrol Vital Sign
- Cek DL
2.8 Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam
35
Tanggal Follow up
2 Maret 2019 S/ demam hari ke-4, nyeri epigastrium (+), Mual (+), Muntah (+), ptechie
21.00 WIB (+), gusi berdarah (+), BAK (+) N, BAB (+) N.
O/
KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 110/700 86 20 37◦C
Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Abdomen : Supel, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) N
Ekskremitas: Akral hangat
A/ expanded dengue syndrom.
P/
1. Diet ML TKTP
2. IVFD RL 40 Tpm,
3. Inj Omeprazol 40 mg/ml /24 jam
4. Inj Ondansetron 4 mg/ml /12 jam
5. Paracetamol tab 3x500 mg
6. Sucralfat syr 3xCI
Rencana: cek DL/ 12 jam
Hemoglobin : 17,3 g/dl
Hematokrit : 52,8%
Eritrosit : 6,73X106 mm3
Leukosit : 4820 mm3
Trombosit: 38.000 mm3
3 Maret 2019 S/ demam hari ke-5, nyeri epigastrium (+), Mual (+), Muntah (+), ptechie
07.00 WIB (+), gusi berdarah (+), BAK (+) N, BAB (+) hitam 1 x, Akral hangat
O/
KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 130/70 90 20 37◦C
Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Abdomen : Distensi, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) N
Ekskremitas: Akral hangat, ptechie di kedua kaki
36
Cr: 0,7 mg/dl (0,6-1,2 mg/dl)
SGOT: 187 µ/l (<33 µ/l)
SGPT: 114 µ/l (<35 µ/l)
USG Abdomen: tidak ada kelainan
Hasil laboratorium:
Hemoglobin : 15,1 g/dl
Hematokrit : 46,2%
Eritrosit : 5,96X106 mm3
Leukosit : 4.980 mm3
Trombosit: 26.000 mm3
4 Maret 2019 S/ demam hari ke-6, nyeri epigastrium (+), Mual (+), Muntah (-), ptechie
07.00 WIB (+) berkurang, gusi berdarah (+) berkurang, BAK (+) N, BAB hitam.
O/
KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 130/70 86 20 37◦C
Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Abdomen : Distensi, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) N
Ekskremitas: Akral hangat, ptechie di kedua kaki
A expanded dengue syndrom+perdarahan saluran cerna bagian atas ec
stress ulcer
P/
1. Pasang NGT
2. Diet Via NGT
3. NGT Alir
4. IVFD RL 40 Tpm,
5. Inj Pantoprazole 40 mg /12 jam
6. Inj Ondansetron 4 mg /12 jam
7. Paracetamol tab 3x500 mg
8. Sucralfat syr 3xCI
9. Inj Asam tranexamat 500 mg /8 jam
10. Inj Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam (ST) dalam 50 cc NaCl 0,9 habis
dalam 60 menit
11. Transfusi Whole Blood 1 kantong
Rencana: cek DL/ 12 jam
Hasil laboratorium:
Hemoglobin : 14,4 g/dl
Hematokrit : 43,6%
Eritrosit : 5,67X106 mm3
Leukosit : 3.130 mm3
Trombosit: 15.000 mm3
5 Maret 2019 S/ demam hari ke-7, nyeri epigastrium (+), Mual (-), Muntah (-), ptechie
07.00 WIB (+) berkurang, gusi berdarah (+) berkurang, BAK (+) N, BAB hitam.
O/
KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 130/70 86 20 37◦C
Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Abdomen : Distensi, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) N
Ekskremitas: Akral hangat, ptechie di kedua kaki
37
A/ expanded dengue syndrom+perdarahan saluran cerna bagian atas ec
stress ulcer
P/
1. Pasang NGT
2. Diet Via NGT
3. NGT Alir
4. IVFD RL 40 Tpm,
5. Inj Pantoprazole 40 mg /12 jam
6. Inj Ondansetron 4 mg /12 jam
7. Paracetamol tab 3x500 mg
8. Sucralfat syr 3x1cth
9. Inj Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam (ST) dalam 50 cc NaCl 0,9 habis
dalam 60 menit
Rencana: cek DL/ 12 jam
Hasil laboratorium:
Hemoglobin : 13,9 g/dl
Hematokrit : 41,7%
Eritrosit : 5,45X106 mm3
Leukosit : 2,9 mm3
Trombosit: 31.000 mm3
6 Maret 2019 S/ demam hari ke-8, nyeri epigastrium (+), Mual (-), Muntah (-), ptechie
07.00 WIB (+) berkurang, gusi berdarah (+) berkurang, BAK (+) N, BAB hitam.
O/
KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 130/70 86 20 37◦C
Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Abdomen : Distensi, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) N
Ekskremitas: Akral hangat, ptechie di kedua kaki
38
Leukosit : 2,9 mm3
Trombosit: 31.000 mm3
39
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien ini mengeluhkan demam tinggi sejak 4 hari yang lalu. Demam merupakan
respon tubuh ketika terjadinya inflamasi, dimana mikroorganisme yang masuk ke dalam
tubuh memiliki suatu zat yang dikenal dengan pirogen eksogen. Dengan masuknya pirogen
ini, tubuh akan mengaktifkan sistem imunitas. Sistem ini akan mengeluarkan zat kimia
berupa interleukin-1 (pirogen endogen), dan akan merangsang sel endotel hipotalamus
mengeluarkan substansi asam arakidonat. Asam ini keluar dengan bantuan enzim
memerintahkan otot rangka berkontraksi guna menghasilkan panas tubuh. Kontraksi ini
tubuh, panas yang berlebihan akan dikeluarkan melalui evaporasi berupa keringat.
Peningkatan suhu tubuh 1°C akan menyebabkan pengeluaran keringat yang cukup banyak
sehingga mampu membuang panas tubuh yang dihasilkan dari metabolisme basal 10 kali
lebih besar. Pengeluaran keringat merupakan salah satu mekanisme tubuh ketika suhu
Gejala lain yang dirasakan pasien berupa nyeri di seluruh persendian dan nyeri
kepala. Gejala itu disebabkan oleh peningkatan produksi IFN-γ yang berlebihan sehingga
menimbulkan efek toksik pada otot dan persendian. Gejala khas yang terdapat pada pasien
adanya manifestasi perdarahan yaitu keluar bintik-bintik pada kulit, gusi berdarah, dan
40
melena. Hal itu terjadi karena penurunan jumlah trombosit sehingga menyebabkan
kerapuhan kapiler.
dengue, komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sel endotel dan aktivasi sistem
phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan
Ranitidin inj 50 mg/ml/12 jam, Ondansetron 4 mg/ml /12 jam, Paracetamol tab 3x1, dan
Sucralfat syr 3x1cth. Berdasarkan Guidline WHO 2009 untuk tatalaksana demam berdarah
dengue terlebih dahulu pasien dikategorikan ke dalam Group sesuai gejala dan tanda klinis
yang ditemui, ada tidaknya tanda bahaya, dan kondisi penyerta serta masalah sosial. Pasien
ini dikategorikan ke dalam group B yaitu DBD dengan tanda bahaya. Tatalaksana pasien
5-7 ml x 70 kg = 350 – 490 ml/ jam untuk 2 jam pertama = 800 ml/ 2 jam atau 133 tpm
3-5ml x 70 kg = 210 – 350 ml/jam selama 4 jam selanjutnya = 1000 ml/ 4 jam = 2
- Periksa ulang keadaan klinis dan hematokrit, klinis membaik dan hematokrit tetap
sama atau meningkat sedikit. Lanjutkan pemberian cairan dengan kecepatan sama 2-3
ml/kgBB/jam
41
2-3 ml x 70 kg = 140 – 210 ml/ jam untuk 18 jam selanjutnya = 5 kolf/ 18 jam =40 tpm
- Jika urine ouput dan/ atau intake oral adekuat, atau hematokrit menurun dibawah nilai
batas pasien stabil, Kurangi cairan IV secara bertahap. Dan setelah 24 jam cairan IV
dapat diberhentikan.
- Pantau tanda vital dan perfusi perifer (tiap 1-4 jam hingga pasien melewati fase kritis),
urine output (tiap 4-6 jam), hematokrit (sebelum dan sesudah terapi cairan, lalu tiap 6-
12 jam), glukosa darah, dan fungsi organ lain (seperti ginjal, hepar, koagulasi, dll)
Pada hari ke 5 pasien mengalami BAB hitam (melena) saat dilakukan pemeriksaan
fisik terjadi distensi abdomen dan nyeri tekan epigastrium. Pasien diduga mengalami
perdarahan saluran cerna bagian atas. Pasien dipasang NGT bertujuan untuk mencegah
aspirasi dan dekompresi pada pasien. Melena terjadi akibat darah bercampur dengan asam
lambung.
Pada pasien ini didiagnosis Expanded dengue syndrome dimana pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan peningkatan nilai SGOT SGPT. Hal ini menunjukan bahwa sudah
Expanded dengue syndrome adalah infeksi dengue dengan manifestasi lazim/jarang yang
keterlibatan organ seperti hati, ginjal, otak, maupun jantung yang berhubungan dengan
Untuk terapi simptomatik demam pada pasien dapat diberikan Paracetamol 3x 500 –
1000 mg. Obat pilihan pada pasien ini adalah omeprazol dan pantoprazol. Obat ini
golongan PPI yang dapat menurunkan asam lambung dan meningkatkan PH pada lambung.
PPI yang diberikan secara intravena mampu mensupresi asam lebih kuat dan lama tanpa
mempunyai efek samping toleransi mampu mensupresi asam lebih kuat dan lama tanpa
42
mempunyai efek samping toleransi. Asam tranexamat diberikan pada pasien guna untuk
menghentikan perdarahan.
pasien dan keluarganya diberikan pengertian tentang perjalanan penyakit dan tata
laksananya, sehingga pasien dapat mengerti bahwa tidak ada obat/medikamentosa untuk
penanganan DBD, terapi hanya bersifat suportif dan mencegah perburukan penyakit.
Penyakit akan sembuh sesuai dengan perjalanan alamiah penyakit. Selanjutnya diberikan
edukasi modifikasi gaya hidup yaitu melakukan kegiatan 3M: menguras, mengubur,
menutup, serta meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan bergizi
43
BAB V
KESIMPULAN
disebabkan oleh virus dangue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty.
2. Penyakit DBD ditandai dengan: Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas,
4. Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah kehilangan darah dari saluran cerna atas,
di mana saja, mulai dari esofagus sampai dengan duodenum (dengan batas anatomik di
5. Sebagian besar ulkus, timbul pada saat mekanisme pertahanan normal diganggu atau
ditekan oleh gangguan mukosa yang hebat sehingga mengalahkan mekanisme protektif
pemeriksaan endoskopi selain menemukan penyebab serta asal perdarahan, juga untuk
utama dalam pengobatan perdarahan SCBA non variseal adalah PPI. PPI yang tersedia
esomeprazole.
44
DAFTAR PUSTAsdfKA
1. Pudjiadi AH, dkk. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak indonesia jilid 1. Edisi
ke-1. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.
2. Departemen Kesehatan. Demam berdarah biasanya mulai meningkat di januari. 2019.
Diunduh dari http://www.depkes.go.id , pada tanggal 25 maret 2019, jam 15.00 WIB.
3. Mayetti. Hubungan Gambaran Klinis dan Laboratorium Sebagai Faktor Risiko Syok
Pada Demam Berdarah Dengue. Sari Pediatri 2010;11(5):367-73.
4. World Health Organization, 2012. Handbook For Clinical Management of Dengue.
Geneva : World Health Organization.
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pedoman tatalaksana klinis infeksi
dengue di sarana pelayanan kesehatan. Jakarta.
8. Chen K, Pohan HT, Sinto R, 2009. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam
Berdarah Dengue. Leading Article, Medicinus; Scientific Journal of Pharmaceutical
Development and Medical Aplication, 22(1) : 3-7.
11. BJ Waleleng TW, F Wibowo. Tukak Duodenum. 1 ed. Jakarta: Interna Publishing;
2011.
12. Sanusi IA. Tukak lambung. 1 ed. Jakarta: Interna Publishing; 2011.
14. Gralnek IM, Dumonceau JM, Kuipers EJ, Lanas A, Sanders DS, Kurien M, et al.
Diagnosis and management of nonvariceal upper gastrointestinal hemorrhage:
European Society of Gastrointestinal Endoscopy (ESGE) Guideline. Endoscopy.
2015;47(10):1-46. doi: 10,.1055/s-0034-1393172.
45