Anda di halaman 1dari 46

Laporan Kasus

EXPANDED DENGUE SYNDROME DAN PERDARAHAN SALURAN


CERNA BAGIAN ATAS

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani


Internsip di RSUD Haji Abdoel Madjid Batoe Kabupaten Batanghari

Disusun Oleh :
dr. Istiya Putri Lestari

Pembimbing:
dr. Faisal Sinurat, M.Ked (PD), Sp.PD

Pendamping :
dr. M. Alfian Nasion
dr. Dinaili Maili

RSUD HAJI ABDOEL MADJID BATOE


KABUPATEN BATANGHARI
PROVINSI JAMBI
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia
Nya sehingga laporan kasus yang berjudul “Demam Berdarah Dengue dan Perdarahan
Saluran Cerna Bagian Atas” ini dapat penulis selesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak membantu
menyusun makalah ini, khususnya kepada dr. Faisal Sinurat, M.Ked (PD), Sp.PD selaku
pembimbing kemudian dr. M. Alfian Nasion dan dr. Dinaili Maili selaku pendamping dan
juga kepada rekan-rekan dokter Internsip.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai masukan untuk perbaikan
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
dalam menambah pengetahuan dan pemahaman terutama tentang Demam Berdarah
Dengue dan Perdarahan Saluran Cerna Atas.

Muara Bulian, 14 Oktober 2019

Penulis

1
BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh

virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1,

DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, melalui perantara gigitan vektor nyamuk Aedes aegypti

(Stegomiya aegypti) atau Aedes albopictus (Stegomiya albopictus).1

Spektrum klinis bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile

illness), demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) sampai demam berdarah

dengue disertai syok (dengue shock syndrome = DSS).1

Beberapa tahun terakhir, kasus demam berdarah dengue (DBD) seringkali muncul di

musim pancaroba. Karena itu, masyarakat perlu mengetahui penyebab penyakit DBD,

mengenali tanda dan gejalanya, sehingga mampu mencegah dan menanggulangi dengan

baik. Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat penderita DBD di 34

provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang dan 641 diantaranya meninggal dunia. Angka

tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yakni tahun 2013 dengan jumlah

penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah kasus meninggal sebanyak 871 penderita.2

Pada saat seseorang terjangkit demam berdarah dengue (DBD), fase pertama yang

terjadi disebut fase demam dengan timbulnya gejala demam yang berlangsung selama 2

sampai 7 hari. Setelah itu akan masuk ke dalam fase kritis dimana pada saat ini terjadi

peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan kebocoran plasma. Fase kritis ini

berlangsung antara 1-2 hari. Apabila kebocoran plasma berhenti dan reabsorbsi dimulai,

hal ini menunjukkan fase kritis yang berakhir dan masuk ke fase konvalesens. Pada kasus

lain yang tidak mendapat tatalaksana adekuat saat fase kritis cenderung akan mengalami

kondisi perburukan dan pasien akan mengalami syok.3

2
Expanded dengue syndrome merupakan suatu manifestasi klinis yang tidak lazim

terjadi pada penderita demam dengue atau demam berdarah dengue yang melibatkan

beberapa organ target. Expanded dengue syndrome dapat meyebabkan kematian pada

penderita dengue. Penyulit infeksi berupa kelebihan cairan sedangkan manifesatasi klinis

yang tidak lazim ialah ensefalopati dengue, perdarahan hebat, infeksi ganda, kelainan

ginjal dan miokarditis.

Penatalaksanaan DBD dibagi menjadi 3 kelompok. Pada kelompok pasien tanpa tanda

bahaya, perawatan dapat dilakukan dirumah, pasien tirah baring dan pastikan hidrasi baik.

Pada kelompok kedua dengan tanda bahaya atau adanya komorbid. Pada kelompok ketiga

dengan gejala berat perlu perawatan emergensi antara lain rawat di intensive care.4

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Demam Berdarah Dengue

3.1.1 Definisi Demam Berdarah Dengue

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang

disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Demam

Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan

ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti dan dapat juga ditularkan oleh nyamuk Aedes

Albopictus.

Nyamuk ini tersebar luas di rumah-rumah, sekolah dan tempat-tempat umum lainnya

seperti tempat ibadah, restoran, kantor, balai desa dan lain-lain sehingga setiap keluarga

dan masyarakat mengandung risiko untuk ketularan penyakit DBD.

Penyakit DBD ditandai dengan: Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas,

berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari, manifestasi perdarahan, termasuk uji

Tourniquet positif, trombositopeni (jumlah trombosit ≤ 100.000/μl), hemokonsentrasi

(peningkatan hematokrit ≥ 20%), disertai dengan atau tanpa perbesaran hati.5

3.1.2 Epidemiologi demam berdarah dengue

Infeksi virus dengue merupakan infeksi virus mosquito bone yang paling cepat

menyebar di seluruh dunia. Infeksi virus ini banyak ditemukan di kawasan asia tenggara

yang merupakan negara endemik dengue fever. Semenjak tahun 2000 angka kematian

akibat dengue mencapai rata-rata 1%. Namun, di indonesia angka kematian mencapai 3-

5%

4
Di negara indonesia sendiri, pada tahun 2017 jumlah kasus DBD yang dilaporkan

sebanyak 68.407 dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 49 orang. Jumlah ini menurun

dibandingkan tahun 2016 dengan kasus sebanyak 204.171 dengan jumlah kematian 1.589

orang. Jawa timur merupakan urutan pertama daerah dengan jumlah kasus DBD terbanyak

di indonesia sedangakan provinsi jambi menempati urutan 24.3

3.1.3 Etiologi Demam Berdarah Dengue

Penyebab utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue, yang merupakan

virus dari famili Flaviviridae. Terdapat 4 jenis virus dengue yang diketahui dapat

menyebabkan penyakit demam berdarah. Keempat virus tersebut adalah DEN-1, DEN-2,

DEN-3, dan DEN-4. Gejala demam berdarah baru muncul saat seseorang yang pernah

terinfeksi oleh salah satu dari empat jenis virus dengue mengalami infeksi oleh jenis virus

dengue yang berbeda.6

Sistem imun yang sudah terbentuk di dalam tubuh setelah infeksi pertama justru akan

mengakibatkan kemunculan gejala penyakit yang lebih parah saat terinfeksi untuk ke dua

kalinya. Seseorang dapat terinfeksi oleh sedikitnya dua jenis virus dengue selama masa

5
hidup, namun jenis virus yang sama hanya dapat menginfeksi satu kali akibat adanya

sistem imun tubuh yang terbentuk.6

3.1.4 Klasifikasi

WHO mengklasifikasikan infeksi dengue menjadi 3 besar yaitu demam yang tidak

terklasifikasikan, demam dengue, dan demam berdarah dengue (DBD). DBD memiliki 4

derajat menurut keparahan penyakitnya, derajat 3 dan 4 merupakan dengue shock

syndrome (DSS).4

Tabel 1. Grading demam berdarah dengue4

DF/DHF Grade Gejala Laboratoris


DF Demam dan diikuti dengan gejala: Leukopenia ≤5000
- Sakit kepala Trombositopenia <150.000
- Nyeri retro orbita Peningkatan hematojrit 5-10%
- Myalgia Tidak ada kebocoran plasma
- Atralgia
- Tidak ada kebocoran plasma
DHF I Demam, dengan dua atau lebih Trombositopenia < 100.000
gejala; nyeri kepala, nyeri retro- Peningkatan hematokrit ≥ 20%
orbita, myalgia/arthralgia. Ditambah
dengan tes tourniquet positif.
DHF II Demam, dengan dua atau lebih Trombositopenia < 100.000
gejala; nyeri kepala, nyeri retro- Peningkatan hematokrit ≥ 20%
orbita, myalgia/arthralgia. Ditambah
dengan perdarahan spontan.
DHF III Demam, dengan dua atau lebih Trombositopenia < 100.000
gejala; nyeri kepala, nyeri retro- Peningkatan hematokrit ≥ 20%
orbita, myalgia/arthralgia. Ditambah
dengan tes tourniquet positif dan/
atau perdarahan spontan, dan tanda-
tanda kegagalan sirkulasi (nadi cepat
& lemah, hipotensi, dan kelemahan).
DHF IV Shock dengan tekanan darah yang Trombositopenia < 100.000
tidak terukur dan nadi tidak teraba. Peningkatan hematokrit ≥ 20%

6
Gambar dibawah ini merupakan kriteria WHO 20124

Gambar 3.1 Klasifikasi kasus dengue dan tingkat keparahannya

3.1.5 Patogenesis dan Patofisiologi Demam Berdarah Dengue

Patogenesis Demam Berdarah Dengue belum diketahui dengan pasti. Namun ada

beberapa teori yang diperkirakan berperan dalam munculnya tanda dan gejala pada

penyakit ini. Terdapat tiga sistem organ yang diperkirakan berperan dalam patogenesis

DBD, yakni sistem imun, hati, dan sel endotel pembuluh darah. Selain itu, respon imun

penjamu yang diturunkan (faktor genetik) juga berperan dalam manifestasi klinis yang

ditimbulkan.6

Virus dengue diinjeksikan oleh nyamuk Aedes ke aliran darah. Virus ini secara tidak

langsung mengenai sel epidermis dan dermis sehingga menyebabkan sel Langerhans dan

keratinosit terinfeksi. Sel sel yang terinfeksi ini bermigrasi ke nodus limfe, dimana

makrofag dan monosit kemudian direkrut dan menjadi target infeksi berikutnya.

Selanjutnya terjadi amplifikasi infeksi dan virus tersebar melalui darah (viremia primer).

7
Viremia primer ini menginfeksi makrofag jaringan beberapa organ seperti limpa, sel hati,

sel endotel, dan sumsum tulang. Infeksi makrofag, hepatosit, dan sel endotel

mempengaruhi hemostatis dan respon imun pejamu terhadap virus dengue.6

Sel-sel yang terinfeksi kebanyakan mati melalui apoptosis dan hanya sedikit yang

melalui nekrosis. Nekrosis mengakibatkan pelepasan produk toksik yang mengaktivasi

sistem fibrinolitik dan koagulasi. Bergantung kepada luasnya infeksi pada sumsum tulang

dan kadar IL-6,IL-8, IL-10, dan IL-18, hemopoesis ditekan sehingga menyebabkan

penurunan trombogenisitas darah. Produk toksik yang menyebabkan peningkatan

koagulasi dan konsumsi trombosit sehingga terjadi trombositopenia. Trombositopenia juga

terjadi akibat supresi sumsum tulang, destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit

akibat pengikatan fragmen C3a, dan terdapatnya antibodi.6

Trombosit memiliki interaksi yang dekat dengan sel endotel. Sejumlah trombosit

fungsional diperlukan untuk mempertahankan stabilitas vaskular. Gangguan fungsi

trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-

tromboglobulin, dan PF4 (tromosit faktor 4). Koagulopati terjadi karena interkasi virus

dengan endotel yang memicu disfungsi endotel (jalur ekstrinsik) dan aktivasi faktor Xia

(jalur intrinsik). Namun sel endotel memiliki tropisme tersendiri terhadap virus dengue.

Bersama dengan tingginya kadar virus dalam darah, trombositipenia, serta disfungsi

trombosit, keempat faktor ini menyebabkan peningkatan kerapuhan kapiler yang

bermanifestasi sebagai ptekie, memar, dan perdarahan mukosa saluran cerna.6

Pada waktu yang bersamaan, infeksi menstimulasi berkembangnya antibodi spesifik

dan respon imun seluler terhadap virus dengue. Antibodi spesifik (IgM) bereaksi silang

dengan endoteliosit, plasmin, dan trombosit, memperkuat peningkatan permeabilitas

vaskular dan koagulopati. Sedangkan antibodi IgG berperan dalam peningkatan jumlah

titer virus pada infeksi sekunder.6

8
Gambar 3.2 Hipotesis infeksi sekunder

Infeksi sekunder oleh serotipe yang berbeda memicu peningkatan aktivitas antibodi

spesifik terhadap infeksi pertama. Antibodi ini memediasi serotipe virus dengue lain untuk

berikatan dengan reseptor Fc-gamma pada makrofag sehingga saat virus berada dalam

makrofag tidak dapat dicerna dengan baik. Akibatnya virus semakin bereplikasi dan infeksi

semakin berlanjut, sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengueyang berbeda,

respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi

limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit,

proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini

mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi

sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas

dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti

9
dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam

rongga serosa.8

Setelah periode inkubasi, penyakit demam berdarah dengue terjadi melalui 3 fase

yaitu fase febris, kritis, dan recovery/ pemulihan.4

Gambar 3.3 Perjalanan penyakit DBD

10
3.1.6 Diagnosis Demam Berdarah Dengue

Ini merupakan manifestasi klinik menurut WHO:

11
3.1.6.1 Anamnesis

1. Demam tinggi, mendadak, terus menerus selama 2 – 7 hari.

2. Manifestasi perdarahan, seperti: bintik-bintik merah di kulit, mimisan, gusi berdarah,

muntah berdarah, atau buang air besar berdarah.

3. Gejala nyeri kepala, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital.

4. Gejala gastrointestinal, seperti: mual, muntah, nyeri perut (biasanya di ulu hati atau di

bawah tulang iga)

5. Kadang disertai juga dengan gejala lokal, seperti: nyeri menelan, batuk, pilek.

6. Pada kondisi syok, rasa lemah, gelisah, atau mengalami penurunan kesadaran.4

3.1.6.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang bisa ditemui pada demam berdarah dengue, antara lain ;

1. Suhu > 37,5 derajat celcius

2. Ptekie, ekimosis, purpura

3. Perdarahan mukosa

4. Rumple Leed (+)

5. Hepatomegali

6. Splenomegali

7. Untuk mengetahui terjadi kebocoran plasma, diperiksa tanda-tanda efusi pleura dan

asites.

8. Hematemesis atau melena4

Syok Terkompensasi
4
Tanda dan gejala syok terkompensasi :

- Takikardi

- Takipnea

12
- Tekanan nadi < 20 mmHg

- CRT > 2 detik

- Kulit dingin

- Produksi urin menurun < 1 mL/kgBB/jam

- Anak gelisah

Syok Dekompensasi
4
Tanda dan gejala syok dekompensasi :

- Takikardi

- Hipotensi

- Nadi cepat dan kecil

- Pernafasan kusmaull

- Sianosis

- Kulit lembab dan dingin

- Profound shock: nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur

13
Expanded Dengue syndrome (EDS)

Merupakan manifestasi klinis infeksi virus dengue yang tidak biasa

ditemukan pada penyakit dengue secara umum. EDS juga disebut sebagai isolated

organopathy yang merupakan manifesatasi klinis dengan keterlibatan organ spesifik seperti

hati, ginjal, otak, maupun jantung. Kondisi ini, biasanya terjadi pada pasien demam

berdarah dengue karena terkait dengan koinfeksi, komorbid, atau komplikasi dari syok

berkepanjangan.

14
3.1.6.3 Pemeriksaan Penunjang

1. Darah perifer lengkap, yang menunjukkan:

a. Trombositopenia (≤ 100.000/μL).

b. Leukopenia < 4000/μL.

c. Kebocoran plasma yang ditandai dengan:

- peningkatan hematokrit (Ht) ≥ 20% dari nilai standar data populasi menurut umur

- Ditemukan adanya efusi pleura, asites

- Hipoalbuminemia, hipoproteinemia

2. Serologi Dengue

Virus dengue ditubuh pasien hanya bisa terdeteksi 2-3 hari saat onset demam dan

berakhir 4-7 hari setelah timbulnya penyakit. Selama periode ini, asam nuclead dan

antigen virus dapat terdeteksi. Respons antibodi terhadap infeksi dapat muncul

dengan berbagai jenis imunoglobulin dan isotipe imunoglobulin IgM dan IgG dapat

menjadi nilai diagnostik dalam demam berdarah.

Antibodi IgM dapat terdeteksi 3-5 hari setelah timbulnya penyakit, naik dengan cepat

dua minggu kemudian dan dapat menurun bahkan tidak terdeteksi setelah 2-3 bulan.

Sedangkan antibodi IgG terdeteksi dengan titer yang rendah pada akhir minggu

pertama, kemudian meningkat dan tetap untuk periode yang lebih lama (selama

bertahun-tahun.

15
Terdapat dua kriteria diagnosis laboratoris, yaitu:

(1) Probable dengue, apabila diagnosis klinis diperkuat oleh hasil pemeriksaan serologi

anti dengue, dan

(2) Confirmed dengue, apabila diagnosis klinis diperkuat dengan deteksi genome virus

Dengue dengan pemerikaan RT-PCR, antigen dengue pada pemeriksaan NS1, atau

apabila didapatkan serokonversi pemeriksaan IgG dan IgM (dari negatif menjadi
4
positif) pada pemeriksaan serologi berpasangan.

16
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue

3.1.7.1 Tatalaksana Demam Berdarah Dengue berdasarkan Guidline WHO 20124

Gambar 3.4 Penggolongan tatalaksana kasus DBD

Group A, adalah pasien yang mungkin dapat dirawat di rumah

1. Anjuran rehidrasi per oral dengan larutan rehidrasi oral, jus buah, dan minuman lain

yang mengandung eletrolit dan gula untuk menggantikan cairan yang hilang melalui

demam dan muntah

2. Beri paracetamol untuk demam tinggi jika pasien merasa tidak nyaman. Interval

pemberian paracetamol sebaiknya tidak kurang dari 6 jam. Jangan berikan aspirin,

ibuprofen atau NSAID lainnya karena dapat merangsang terjadinya gastritis atau

perdarahan.

3. Bawa ke rumah sakit apabila : tidak ada perbaikan klinis, nyeri perut hebat, muntah

terus-menerus, akral dingin dan lembab, letargi atau gelisah, perdarahan ( contoh :

BAB warna hitam atau muntah seperti kopi), tidak BAK selama lebih dari 4-6 jam.

17
Group B, adalah pasien yang sebaiknya dirujuk untuk penanganan rumah sakit.

Untuk pasien dengue dengan tanda bahaya (warning signs) :

1. Periksa hematokrit sebelum memulai terapi cairan. Berikan cairan isotonis seperti NaCl

0,9%, RL, atau lauratan hartman. Mulailah dengan 5-7 ml/kgBB/jam selama 1-2 jam

lalu kurangi menjadi 3-5 ml/kgBB/jam selama 2-4 jam, dan lalu kurangi menjadi 2-3

ml/kgBB/jam atau kurang, bergantung dari respon klinis.

2. Periksa ulang keadaan klinis dan hematokrit. Jika hematokrit tetap sama atau

meningkat sedikit, maka lanjutkan pemberian cairan dengan kecepatan sama 2-3

ml/kgBB/jam selama 2-4 jam lagi. Jika tanda vital memburuk dan hematokrit

meningkat cepat maka naikan cairan menjadi 5-10 ml/kgBB/jam selama 1-2jam.

Periksa ulang keadaan klinis, hematokrit, dan kaji ulang pemberian cairan.

3. Berikan cairan IV minimal yang diperlukan untuk mempertahankan perfusi adekuat

dan urine ouput sekitar 0,5 ml/kgBB/jam. Cairan IV biasanya diperlukan 24-48 jam.

Kurangi cairan IV secara bertahap bila laju plasma leakage menurun ketika mendekati

akhir fase kritis. Hal ini diindikasikan dengan adekuatnya urine ouput dan/ atau intake

oral adekuat, atau hematokrit menurun dibawah nilai batas pasien stabil.

4. Pasien dengan tanda bahaya (warning signs) harus dipantau oleh tenaga kesehatan

hingga periode risiko berakhir. Balance cairan perlu dipertahankan. Parameter yang

harus dipantau adalah tanda vital dan perfusi perifer (pantau tiap 1-4 jam hingga pasien

melewati fase kritis), urine output (tiap 4-6 jam), hematokrit (sebelum dan sesuadah

terapi cairan, lalu tiap 6-12 jam), glukosa darah, dan fungsi organ lain (seperti ginjal,

hepar, koagulasi, dll)

18
Untuk pasien dengue dengan kondisi penyerta dan masalah sosial tanpa tanda bahaya

(warning signs) :

1. Kondisi penyerta antara lain kehamilan, usia tua, diabetes melitus dan masalah sosial

seperti tinggal sendiri, tempat tinggal jauh dari rumah sakit

2. Berikan cairan peroral. Jika tidak dapat ditoleransi, berikan cairan IV dengan NaCl

0,9% atau RL dengan atau tanpa dextrose dengan kecepatan rumatan. Untuk pasien

obesitas, gunakan kalkulasi berdasarkan berat badan ideal. Pasien dapat diberikan

cairan peroral beberapa jam setelah pemberian cairan IV. Oleh karena itu, pemberian

cairan harus terus direvisi. Berikan volume minimal yang diperlukan untuk

mempertahankan perfusi adekuat dan urine ouput. Cairan IV biasanya hanya

diperlukan 24-48 jam.

3. Pasien sebaiknya dipantau oleh tenaga kesehatan untuk pola suhu, intake dan

kehilangan cairan, urine output (volume dan frekuensi), tanda bahaya, hematokrit, sel

darah putih, serta platelet. Pemeriksaan lab lain (seperti fungsi hepar, ginjal) juga dapat

dilakukan, bergantung dari gambaran klinis dan fasilitas rumah sakit.

Kalkulasi kebutuan cairan rumatan normal dapat menggunakan formula Holiday Segar:

1. 4 ml/kgBB/jam untuk 10 kg pertama

2. Ditambah 2 ml/kgBB/jam untuk 10 kg kedua

3. Ditambah 1 ml/kgBB/jam untuk sisa berat badan

Untuk pasien overweight atau obesitas, gunakan berat badan ideal untuk perhitungan

cairan rumatan normal

Ideal Body Weight :

1. Wanita : 45,5 kg + 0,91 (TB – 152,4) cm

2. Pria : 50,0 kg + 0,91 (TB – 152,4) cm

19
Group C, adalah pasien dengan dengue berat yang memerlukan penangan darurat

dan rujukan darurat.

1. Resusitasi cairan dengan kristaloid isotonik secepatnya sangat penting untuk menjaga

volume ekstravaskular saat periode kebocoran plasma atau larutan koloid pada keadaan

syok hipotensi. Pantau hematokrit sebelum dan sesudah resusitasi. Tujuan akhir dari

resusitasi cairan adalah meningkatkan sirkulasi sentral dan perifer (takikardi berkurang,

tekanan darah dan nadi meningakt, ekstremitas tidak pucat dan hangat, CRT < 3 detik)

dan meningkatkan perfusi organ (level kesadaran membaik, urine output > 0,5

ml/kgBB/jam, asidosis metabolik menurun).

20
Tatalaksana Dengue Shock Syndrom

1. Algoritme penanganan syok terkompensasi

Gambar 3.5 Tatalaksana syok terkompensasi

2. Algoritme penanganan syok dekompensasi

Gambar 3.6 Tatalaksana syok hipotensi

21
3.1.8.2 Tatalaksana Demam Berdarah Dengue berdasarkan PPK Dokter Pelayanan

Primer 20149

1. Terapi simptomatik dengan analgetik antipiretik (Parasetamol 3 x 500- 1000 mg).

2. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi

- Alur penanganan pasien dengan demam dengue/demam berdarah dengue, yaitu:

pemeriksaan penunjang Lanjutan

- Pemeriksaan Kadar Trombosit dan Hematokrit secara serial

Gambar 3.6 Tatalaksana demam berdarah dengue

22
3.1.9 Konseling dan Edukasi

1. Pinsip konseling pada demam berdarah dengue adalah memberikan pengertian kepada

pasien dan keluarganya tentang perjalanan penyakit dan tata laksananya, sehingga

pasien dapat mengerti bahwa tidak ada obat/medikamentosa untuk penanganan DBD,

terapi hanya bersifat suportif dan mencegah perburukan penyakit. Penyakit akan

sembuh sesuai dengan perjalanan alamiah penyakit.

2. Modifikasi gaya hidup

a. Melakukan kegiatan 3M: menguras, mengubur, menutup.

b. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan bergizi dan

melakukan olahraga secara rutin.9

3.1.10 Kriteria Pulang Rawat

Kriteria pulang pada pasien yang dirawat adalah sebagai berikut:

1. Tidak demam minimal 24 jam tanpa terapi antipiretik

2. Nafsu makan membaik

3. Perbaikan klinis yang jelas

4. Jumlah urin cukup

5. Minimal 2-3 hari setelah syok teratasi

6. Tidak tampak distress pernafasan yang disebabkan efusi pleura atau asites

7. Jumlah trombosit >50.000/mm3.

Apabila masih rendah namun klinis baik, pasien boleh pulang dengan nasihat jangan

melakukan aktivitas yang memudahkan untuk mengalami trauma selama 1-2 minggu

(sampai trombosit normal). trombosit akan kembali ke kadar normal dalam waktu 3-5

hari.6

23
3.2 Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas

3.2.1 Definisi

Perdarahan saluran cerna bagian atas (PSCBA) adalah kehilangan darah dari

saluran cerna atas, di mana saja, mulai dari esofagus sampai dengan duodenum (dengan

batas anatomik di ligamentum Treitz), dengan manifestasi klinis berupa hematemesis,

melena, hematoskezia atau kombinasi.10

Ulkus peptikum adalah keadaan terputusnya kontinuitas mukosa, yang meluas di

bawah epitel atau kerusakan pada jaringan mukosa, submukosa hingga lapisan muskularis

mukosa dengan garis tengah lebih atau sama dengan 5 mm dari suatu daerah saluran cerna

atas yang langsung berhubungan dengan cairan asam lambung/pepsin.11,12

Perdarahan ulkus peptikum (PUP), adalah perdarahan saluran cerna bagian atas yang

disebabkan oleh ulkus peptikum.

Erosi adalah kerusakan jaringan yang hanya terbatas pada lapisan mukosa.6

3.2.2 Faktor Risiko

Gambar 3.7 proporsi faktor risiko ulkus peptikum

24
3.2.3 Patofisiologi

Ulkus peptikum merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara faktor-faktor yang

menyebabkan kerusakan dengan sistem pertahanan mukosa.13

Gambar 3.8 Sistem pertahanan mukosa saluran cerna atas

Sebagian besar ulkus, timbul pada saat mekanisme pertahanan normal diganggu atau

ditekan oleh gangguan mukosa yang hebat sehingga mengalahkan mekanisme protektif

saluran cerna atas. Gangguan yang paling sering didapatkan adalah oleh karena infeksi H.

pylori dan penggunaan obat anti-inflamasi non steroid (OAINS).

Penyebab yang lebih jarang termasuk hipersekresi asam lambung (sindrom Zollinger-

Ellison), hiperplasia sel-G antral dan mastositosis. Infeksi virus seperti herpes simplex dan

sitomegalovirus, kelainan inflamasi seperti penyakit Crohn’s atau sarkoidosis, serta trauma

radiasi dapat menyebabkan ulserasi saluran cerna, termasuk lambung dan duodenum.13

3.2.4 Diagnosis

3.2.4.1 Anamnesis

Gejala klinis perdarahan saluran cerna: Ada 3 gejala khas, yaitu:

1. Hematemesis

25
Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna atas, yang

berwarna coklat merah atau “coffee ground”.

2. Hematochezia

Keluarnya darah dari rectum yang diakibatkan perdarahan saluran cerna bagian bawah,

tetapi dapat juga dikarenakan perdarahan saluran cerna bagian atas yang sudah berat.

3. Melena

Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan darah bercampur asam

lambung; biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna bagian atas, atau

perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bagian kanan dapat juga menjadi sumber

lainnya.13

Tanda dan gejala nonspesifik termasuk nausea, vomitus, nyeri epigastrik, fenomena

vasovagal, dan sinkop, serta adanya penyakit komorbid tersering (misalnya diabetes

melitus, penyakit jantung koroner, stroke, penyakit ginjal kronik dan penyakit arthritis) dan

riwayat penggunaan obat-obatan harus diketahui.13

3.2.4.2 Pemeriksaan Fisik

Evaluasi status hemodinamik (denyut nadi dan tekanan darah), laju respirasi,

kesadaran, konjungtiva pucat, waktu pengisian kapiler melambat, dan stigmata sirosis

hepatis, merupakan tanda utama yang harus segera dikenali. Takikardi saat istirahat dan

hipotensi ortostatik menandakan banyaknya darah yang hilang. Perhatikan adanya keluaran

urin yang rendah, bibir kering, dan vena jugular kolaps. Pemeriksaan fisik harus menilai

adanya defans muskuler, nyeri tekan lepas, skar bekas operasi, dan stigmata penyakit hepar

kronik. Pemeriksaan rektum dilakukan untuk menilai warna feses. Spesimen feses perlu

diambil untuk tes darah samar.14

Pemasangan NGT dan inspeksi aspirat dapat digunakan pada penilaian awal kasus.

Aspirat warna merah terang, pasien memerlukan pemeriksaan endoskopi segera baik untuk
26
evaluasi maupun perawatan intensif. Jika cairan aspirat berwarna seperti kopi, maka

diperlukan rawat inap dan pemeriksaan endoskopi dalam 24 jam pertama. Meskipun

demikian aspirat normal tidak dapat menyingkirkan PSMBA.13

3.2.4.3 Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium penunjang awal ditujukan untuk menilai kadar hemoglobin,

fungsi hemostasis, fungsi hati dan kimia dasar yang berhubungan dengan status

haemodinamik. Pemeriksaan kadar haemoglobin dan hematokrit dilakukan secara serial

(setiap 6-8 jam) agar dapat dilakukan antisipasi transfusi secara lebih tepat serta untuk

memantau lajunya proses perdarahan. ureum darah, kreatinin, hitung trombosit,

prothrombin time (PT), partial thromboplastin time (PTT), international normalized ratio

(INR), tes fungsi hepar, serta tes golongan darah dan crossmatch.14

2. Endoskopi diagnostik

Endoskopi merupakan pemeriksaan pilihan utama untuk diagnosis, dengan akurasi

diagnosis > 90%. Waktu yang paling tepat untuk pemeriksaan endoskopi tergantung pada

derajat berat dan dugaan sumber perdarahan. Dalam 24 jam pertama pemeriksaan

endoskopi merupakan standar perawatan yang direkomendasikan. Pasien dengan

perdarahan yang terus berlangsung, gagal dihentikan dengan terapi suportif membutuhkan

pemeriksaan endoskopi dini (urgent endoscopy) untuk diagnosis dan terapi melalui teknik

endoskopi.15

Tujuan pemeriksaan endoskopi selain menemukan penyebab serta asal perdarahan,

juga untuk menentukan aktivitas perdarahan. Forest membuat klasifikasi perdarahan ulkus

peptikum atas dasar penemuan endoskopi yang bermanfaat untuk menentukan tindakan

selanjutnya.14

27
Tabel 2 Klasifikasi Aktivitas Perdarahan Ulkus Peptikum Menurut Forest13
Aktivitas Perdarahan Kriteria endoskopi
Forest Ia Perdarahan aktif - Perdarahan arteri menyembur

Forest Ib Perdarahan aktif - Perdarahan merembes

Forest II Perdarahan berhenti dan masih - Gumpalan darah pada dasar tukak atau
terdapat sisa perdarahan terlihat pembuluh darah

Forest III Perdarahan berhenti tanpa sisa - Lesi tanpa tanda sisa perdarahan
perdarahan

3.2.5 Tatalaksana

Tujuan utama pengelolaan PSMBA adalah stabilisasi hemodinamik, menghentikan

perdarahan, mencegah perdarahan ulang dan menurunkan mortalitas.13

3.2.5.1 Terapi dini

Tindakan umum terhadap pasien diutamakan untuk menjaga Airway, breathing, dan

circulation. Pemasangan nasogastric tube (NGT) dilakukan pada perdarahan yang diduga

masih berlangsung disertai dengan gangguan hemodinamik. NGT bertujuan untuk

mencegah aspirasi, dekompresi, dan menilai perdarahan sehingga tidak diperlukan pada

semua pasien dengan perdarahan.13

3.2.5.2 Resusitasi/Transfusi

Bila sudah dalam keadaan hemodinamik tidak stabil atau dalam keadaan renjatan,

maka proses resusitasi cairan (cairan kristaloid atau koloid) harus segera dimulai tanpa

menunggu data pendukung lainnya. Pilihan akses, jenis cairan resusitasi, kebutuhan

transfuse darah, tergantung derajat perdarahan dan kondisi klinis pasien. Cairan kristaloid

dengan akses perifer dapat diberikan pada perdarahan ringan sampai sedang tanpa

gangguan hemodinamik. Cairan koloid diberikan jika terjadi perdarahan yang berat

sebelum transfuse darah bisa diberikan. Pada keadaan syok dan perlu monitoring ketat

pemberian cairan, diperlukan akses sentral. Target resusitasi adalah hemodinamik stabil,

28
produksi urin cukup (>30 cc/jam), tekanan vena sentral 5-10 CmH2O, kadar Hb tercapai

(8-10 gr%).

Kapan tranfusi darah di berikan sifatnya sangat individual, tergantung jumlah darah

yang hilang, perdarahan masih aktif atau sudah berhenti, lamanya perdarahan berlangsung,

dan akibat klinik perdarahan tersebut. Indikasi transfuse darah pada perdarahan saluran

cerna dipertimbangkan pada keadaan seperti ini:

1. Perdarahan dalam keadaan hemodinamik tidak stabil

2. Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1 liter atau

lebih

3. Perdarahan baru atau masi berlangsung dengan hemoglobin 10 % g atau hematokrit

<30 % Terdapat tanda-tanda oksigenasi jaringan yang menurun.

Istirahat sangat dianjurkan, sekurang-kurangnya selama 3 hari setelah perdarahan

yang masif berhenti. Tapi pada umumnya diberikan istirahat mutlak lebih kurang 2

minggu. Pada saat-saat tersebut perlu diperhatikan hygiene penderita.14

Dianjurkan berpuasa sekurang – kurangnya sampai 24 jam setelah perdaran

terhenti. Setelah 24-48 jam perdarahan berhenti, dapat diberikan makanan cair.

3.2.5.3 Terapi obat

Proton Pump inhibitor (PPI) merupakan pilihan utama dalam pengobatan

perdarahan SCBA non variseal. Beberapa studi melaporkan efektifitas PPI dalam

menghentikan perdarahan karena ulkus peptikum dan mencegah perdarahan berulang. PPI

memiliki dua mekanisme kerja yaitu menghambat H+K+ATPase dan enzim karbonik

anhidrase mukosa lambung manusia. Hambatan pada H+K+ATPase menyebabkan sekresi

asam lambung dihambat dan pH lambung meningkat. Hambatan pada pada enzim karbonik

anhidrase terjadi perbaikan vaskuler, peningkatan mikrosirkulasi lambung, dan

29
meningkatkan aliran darah mukosa lambung. PPI yang tersedia di Indonesia antara lain

omeprazol, lansoprazole, pantoprazole, rabeprazole, dan esomeprazole.

PPI intravena mampu mensupresi asam lebih kuat dan lama tanpa mempunyai efek

samping toleransi. Studi Randomized Controlled Trial (RCT) menunjukkan PPI efektif jika

diberikan dengan dosis tinggi intravena selama 72 jam setelah terapi endoskopi pada

perdarahan pada ulkus dengan stigmata endoskopi risiko tinggi misalnya, lesi tampak

pembuluh darah dengan atau tanpa perdarahan akut. 13

Dosis rekomendasi omeprazol untuk stigmata resiko tinggi pada pemeriksaan

endoskopi adalah 80 mg bolus diikuti dengan 8 mg/jam infuse selama 72 jam dilanjutkan

dengan terapi oral. Pada pasien dengan stigmata endoskopi risiko rendah PPI oral dosis

tinggi direkomendasikan. PPI oral diberikan selama 6-8 minggu setelah pemberian

intravena, atau bisa lebih lama diberikan jika ada infeksi Helicobacter pylori atau

penggunaan regular aspirin, OAINS dan obat antiplatelet.13

30
31
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 09-11-1973
Umur : 46 Tahun
Alamat : Durian Luncuk
Agama : Islam
No. CM : 14.52.01
Tanggal Masuk : 2 Maret 2019
Tanggal keluar : 5 Maret 2019

IDENTITAS Penanggung Jawab


Nama ibu kandung : Ny. Liza
Alamat : Simpang Aurgading
Hubungan : Keponakan

2.2 ANAMNESA
Seorang pasien laki-laki berumur 46 tahun masuk IGD, rujukan dari Puskesmas
Durian Luncuk
Keluhan utama : Demam Sejak 4 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
 Demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, demam tinggi, tidak berkeringat,
tidak menggigil, dan hilang timbul.
 Keluar bintik-bintik merah (+) ditungkai
 Gusi berdarah (+) sejak 3 hari yang lalu. Sebanyak ½ sendok makan
 Nyeri perut terutama di ulu hati sejak 2 hari yang lalu, hilang timbul.
 Nyeri pada seluruh persendian sejak 4 hari yang lalu
 Nyeri kepala sejak 4 hari yang lalu
 Muntah sejak 2 hari yang lalu, frekuensi >5 kali/ hari, jumlah ¼ gelas aqua/kali,
berisi sisa makanan dan minuman, tidak menyemprot.
 Nafsu makan menurun

32
 Pasien telah dirawat di Puskesmas durian luncuk selama 1 hari. Test rumple leed di
puskesmas (+). Pasien mendapatkan IVFD RL 20 Tpm, ranitidin inj 50 mg/ml/12
jam, ondansetron 4 mg/ml /12 jam, ketorolac inj /12 jam, ciprofloxasin 1 g/ 12 jam,
Paracetamol tab 3x1m dan Antasid tab 3x1

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Pasien tidak pernah mengeluhkan penyakit yang sama
Riwayat penyakit keluarga :
 Tidak ada keluarga yang mengalami keluhhan seperti pasien
Riwayat Kebiasaan Sosial :
 Tidak ada kebiasaan pasien yang berhubungan dengan penyakit yang dialami.

2.3 Pemeriksaan fisik :


Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : sadar
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 86 x/ menit
Nafas : 20x/ menit
Suhu : 38,2 oC
Tinggi Badan : 172 cm Berat Badan : 70 kg
Kulit : Akral hangat, rumple leed test positif pada volar lengan bawah
Kepala : bentuk simetris, ukuran normocephal
Rambut : hitam lebat
Mata : konjungtiva tidak anemis , sklera tidak ikterik
Telinga & Hidung : tidak ada kelainan, epistaksis tidak ada.
Mulut : mukosa bibir dan mulut basah, tonsil T1-T1 tidak hiperemis,
faring tidak hiperemis. Tampak gusi berdarah (+)
Leher : tidak ada pembesaran KGB,tidak ada pembesaran tiroid.
Dada
Paru-paru :
Inspeksi : simetris, normochest, retraksi tidak ada, ketinggalan bernafas (-)
Palpasi : fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

33
Auskultasi : SP: vesikuler
ST: rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : teraba ictus cordis di 1 jari medial dari linea mid
clavicula sinistra RIC V
Perkusi : batas jantung atas RIC II, kanan Linea Sternalis
Dextra, kiri 1 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi : irama teratur, gallop (–) murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Normal, tidak ada pembasaran
Palpasi : Supel, Nyeri tekan epigastrium (+), hepar permukaan rata, pinggir
tajam, konsistensi kenyal, lien tidak teraba
Perkusi :tympani
Auskultasi : bising usus positif normal
Alat kelamin : laki-laki, tidak ditemukan kelainan

Ekstremitas :
Atas : akral hangat, perfusi baik, refleks fisiologis ada +/+ normal,
refleks patologis -/- ptekhie: +/+, Ekimosi -/-, purpura -/-
Bawah : akral hangat, perfusi baik, refleks fisiologis ada +/+ normal,
refleks patologis -/-, ptekhie: +/+, Ekimosi -/-, purpura -/-
Punggung : tidak ditemukan kelainan
Alat kelamin : tidak ditemukan kelainan,
Anus : colok dubur tidak dilakukan
Rumple Leede : (+)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Lab Darah Lengkap (2/03/2019)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 18,3 11,5-16,5 g/dl
Hematokrit 56,8 35-55 %
Eritrosit 7,18x106 3,50 – 5,50 103/mm3

34
Leukosit 2,83x103 3,5-10,0 103/mm3
Trombosit 34x103 150-450 103/mm3
GDS 91 mg/dL
NS1 +
Kesimpulan : Leukopenia, trombositopenia,
2.5 Diagnosa
Expanded dengue syndrome

2.6 Terapi
1. IVFD RL 40 Tpm (makro),
2. Inj Ranitidin 50 mg/ml/12 jam
3. Inj Ondansetron 4 mg/ml /12 jam
4. Paracetamol tab 3x500 mg
5. Sucralfat syr 3x C1

2.7 Planning
- Kontrol Vital Sign
- Cek DL
2.8 Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam

35
Tanggal Follow up
2 Maret 2019 S/ demam hari ke-4, nyeri epigastrium (+), Mual (+), Muntah (+), ptechie
21.00 WIB (+), gusi berdarah (+), BAK (+) N, BAB (+) N.
O/
KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 110/700 86 20 37◦C
Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Abdomen : Supel, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) N
Ekskremitas: Akral hangat
A/ expanded dengue syndrom.
P/
1. Diet ML TKTP
2. IVFD RL 40 Tpm,
3. Inj Omeprazol 40 mg/ml /24 jam
4. Inj Ondansetron 4 mg/ml /12 jam
5. Paracetamol tab 3x500 mg
6. Sucralfat syr 3xCI
Rencana: cek DL/ 12 jam
Hemoglobin : 17,3 g/dl
Hematokrit : 52,8%
Eritrosit : 6,73X106 mm3
Leukosit : 4820 mm3
Trombosit: 38.000 mm3
3 Maret 2019 S/ demam hari ke-5, nyeri epigastrium (+), Mual (+), Muntah (+), ptechie
07.00 WIB (+), gusi berdarah (+), BAK (+) N, BAB (+) hitam 1 x, Akral hangat
O/
KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 130/70 90 20 37◦C
Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Abdomen : Distensi, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) N
Ekskremitas: Akral hangat, ptechie di kedua kaki

A/ expanded dengue syndrom+perdarahan saluran cerna bagian atas ec


stress ulcer
P/
1. Pasang NGT
2. Diet Via NGT
3. NGT alir
4. IVFD RL 40 Tpm,
5. Drip pantoprazole 80 mg dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam
60 menit
6. Inj Ondansetron 4 mg/ml /12 jam
7. Inj Asam tranexamat 500 mg /8 jam
8. Inj Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam (ST)
9. Transfusi trombosit 5 kantong @50 CC
10. Paracetamol tab 3x500 mg
11. Sucralfat syr 3xCI
Rencana: cek DL/ 12 jam, FL, Ur/Cr, SGOT/SGPT/HbsAg, USG
Abdomen, dan foto thorax PA
Ur: 21,7 mg/dl (30-60 mg/dl)

36
Cr: 0,7 mg/dl (0,6-1,2 mg/dl)
SGOT: 187 µ/l (<33 µ/l)
SGPT: 114 µ/l (<35 µ/l)
USG Abdomen: tidak ada kelainan
Hasil laboratorium:
Hemoglobin : 15,1 g/dl
Hematokrit : 46,2%
Eritrosit : 5,96X106 mm3
Leukosit : 4.980 mm3
Trombosit: 26.000 mm3

4 Maret 2019 S/ demam hari ke-6, nyeri epigastrium (+), Mual (+), Muntah (-), ptechie
07.00 WIB (+) berkurang, gusi berdarah (+) berkurang, BAK (+) N, BAB hitam.
O/
KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 130/70 86 20 37◦C
Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Abdomen : Distensi, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) N
Ekskremitas: Akral hangat, ptechie di kedua kaki
A expanded dengue syndrom+perdarahan saluran cerna bagian atas ec
stress ulcer
P/
1. Pasang NGT
2. Diet Via NGT
3. NGT Alir
4. IVFD RL 40 Tpm,
5. Inj Pantoprazole 40 mg /12 jam
6. Inj Ondansetron 4 mg /12 jam
7. Paracetamol tab 3x500 mg
8. Sucralfat syr 3xCI
9. Inj Asam tranexamat 500 mg /8 jam
10. Inj Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam (ST) dalam 50 cc NaCl 0,9 habis
dalam 60 menit
11. Transfusi Whole Blood 1 kantong
Rencana: cek DL/ 12 jam
Hasil laboratorium:
Hemoglobin : 14,4 g/dl
Hematokrit : 43,6%
Eritrosit : 5,67X106 mm3
Leukosit : 3.130 mm3
Trombosit: 15.000 mm3

5 Maret 2019 S/ demam hari ke-7, nyeri epigastrium (+), Mual (-), Muntah (-), ptechie
07.00 WIB (+) berkurang, gusi berdarah (+) berkurang, BAK (+) N, BAB hitam.
O/
KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 130/70 86 20 37◦C
Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Abdomen : Distensi, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) N
Ekskremitas: Akral hangat, ptechie di kedua kaki

37
A/ expanded dengue syndrom+perdarahan saluran cerna bagian atas ec
stress ulcer
P/
1. Pasang NGT
2. Diet Via NGT
3. NGT Alir
4. IVFD RL 40 Tpm,
5. Inj Pantoprazole 40 mg /12 jam
6. Inj Ondansetron 4 mg /12 jam
7. Paracetamol tab 3x500 mg
8. Sucralfat syr 3x1cth
9. Inj Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam (ST) dalam 50 cc NaCl 0,9 habis
dalam 60 menit
Rencana: cek DL/ 12 jam

Hasil laboratorium:
Hemoglobin : 13,9 g/dl
Hematokrit : 41,7%
Eritrosit : 5,45X106 mm3
Leukosit : 2,9 mm3
Trombosit: 31.000 mm3

6 Maret 2019 S/ demam hari ke-8, nyeri epigastrium (+), Mual (-), Muntah (-), ptechie
07.00 WIB (+) berkurang, gusi berdarah (+) berkurang, BAK (+) N, BAB hitam.
O/
KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 130/70 86 20 37◦C
Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Abdomen : Distensi, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) N
Ekskremitas: Akral hangat, ptechie di kedua kaki

A/ expanded dengue syndrom+perdarahan saluran cerna bagian atas ec


stress ulcer
P/
1. Pasang NGT
2. Diet Via NGT
3. NGT Alir
4. IVFD RL 40 Tpm,
5. Inj Pantoprazole 40 mg /12 jam
6. Inj Ondansetron 4 mg /12 jam
7. Paracetamol tab 3x500 mg
8. Sucralfat syr 3x1cth
9. Inj Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam (ST) dalam 50 cc NaCl 0,9 habis
dalam 60 menit
Rencana: cek DL/ 12 jam
Hasil laboratorium:
Hemoglobin : 13,9 g/dl
Hematokrit : 41,7%
Eritrosit : 5,45X106 mm3

38
Leukosit : 2,9 mm3
Trombosit: 31.000 mm3

39
BAB IV

ANALISIS KASUS

Pasien ini mengeluhkan demam tinggi sejak 4 hari yang lalu. Demam merupakan

respon tubuh ketika terjadinya inflamasi, dimana mikroorganisme yang masuk ke dalam

tubuh memiliki suatu zat yang dikenal dengan pirogen eksogen. Dengan masuknya pirogen

ini, tubuh akan mengaktifkan sistem imunitas. Sistem ini akan mengeluarkan zat kimia

berupa interleukin-1 (pirogen endogen), dan akan merangsang sel endotel hipotalamus

mengeluarkan substansi asam arakidonat. Asam ini keluar dengan bantuan enzim

fosfolipase A2, dan akan memicu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Prostaglandin

dengan bantuan enzim siklooksigenase (COX) akan mempengaruhi kerja termostat

hipotalamus, sehingga suhu tubuh akan meningkat (di atas normal).

Ketidakseimbangan pengeluaran dan pemasukan panas di dalam tubuh akan

menyebabkan termostat teraktivasi untuk berusaha menyeimbangkannya dengan cara

memerintahkan otot rangka berkontraksi guna menghasilkan panas tubuh. Kontraksi ini

merupakan mekanisme dari menggigil. Saat demam terjadi peningkatan metabolisme

tubuh, panas yang berlebihan akan dikeluarkan melalui evaporasi berupa keringat.

Peningkatan suhu tubuh 1°C akan menyebabkan pengeluaran keringat yang cukup banyak

sehingga mampu membuang panas tubuh yang dihasilkan dari metabolisme basal 10 kali

lebih besar. Pengeluaran keringat merupakan salah satu mekanisme tubuh ketika suhu

meningkat melampaui ambang kritis.

Gejala lain yang dirasakan pasien berupa nyeri di seluruh persendian dan nyeri

kepala. Gejala itu disebabkan oleh peningkatan produksi IFN-γ yang berlebihan sehingga

menimbulkan efek toksik pada otot dan persendian. Gejala khas yang terdapat pada pasien

adanya manifestasi perdarahan yaitu keluar bintik-bintik pada kulit, gusi berdarah, dan

40
melena. Hal itu terjadi karena penurunan jumlah trombosit sehingga menyebabkan

kerapuhan kapiler.

Trombositopenia diduga disebabkan oleh depresi fungsi megakariosit dan

peningkatan destruksi trombosit. Peningkatan destruksi trombosit disebabkan oleh virus

dengue, komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sel endotel dan aktivasi sistem

pembekuan darah. Agregasi trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di

phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan

trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi

trombositopenia sedangkan peningkatan hematokrit menandakan telah terjadinya

kebocoran plasma pada pasien.

Tatalaksana medikamentosa yang diberikan saat di IGD adalah IVFD RL 40 Tpm,

Ranitidin inj 50 mg/ml/12 jam, Ondansetron 4 mg/ml /12 jam, Paracetamol tab 3x1, dan

Sucralfat syr 3x1cth. Berdasarkan Guidline WHO 2009 untuk tatalaksana demam berdarah

dengue terlebih dahulu pasien dikategorikan ke dalam Group sesuai gejala dan tanda klinis

yang ditemui, ada tidaknya tanda bahaya, dan kondisi penyerta serta masalah sosial. Pasien

ini dikategorikan ke dalam group B yaitu DBD dengan tanda bahaya. Tatalaksana pasien

dengan group B dapat diberikan cairan RL:

- Mulai dengan 5-7 ml/kgBB/jam selama 1-2 jam,

5-7 ml x 70 kg = 350 – 490 ml/ jam untuk 2 jam pertama = 800 ml/ 2 jam atau 133 tpm

- kurangi menjadi 3-5 ml/kgBB/jam selama 2-4 jam

3-5ml x 70 kg = 210 – 350 ml/jam selama 4 jam selanjutnya = 1000 ml/ 4 jam = 2

kolf/ 4 jam atau 83 tpm

- Periksa ulang keadaan klinis dan hematokrit, klinis membaik dan hematokrit tetap

sama atau meningkat sedikit. Lanjutkan pemberian cairan dengan kecepatan sama 2-3

ml/kgBB/jam

41
2-3 ml x 70 kg = 140 – 210 ml/ jam untuk 18 jam selanjutnya = 5 kolf/ 18 jam =40 tpm

- Jika urine ouput dan/ atau intake oral adekuat, atau hematokrit menurun dibawah nilai

batas pasien stabil, Kurangi cairan IV secara bertahap. Dan setelah 24 jam cairan IV

dapat diberhentikan.

- Pantau tanda vital dan perfusi perifer (tiap 1-4 jam hingga pasien melewati fase kritis),

urine output (tiap 4-6 jam), hematokrit (sebelum dan sesudah terapi cairan, lalu tiap 6-

12 jam), glukosa darah, dan fungsi organ lain (seperti ginjal, hepar, koagulasi, dll)

Pada hari ke 5 pasien mengalami BAB hitam (melena) saat dilakukan pemeriksaan

fisik terjadi distensi abdomen dan nyeri tekan epigastrium. Pasien diduga mengalami

perdarahan saluran cerna bagian atas. Pasien dipasang NGT bertujuan untuk mencegah

aspirasi dan dekompresi pada pasien. Melena terjadi akibat darah bercampur dengan asam

lambung.

Pada pasien ini didiagnosis Expanded dengue syndrome dimana pada pemeriksaan

laboratorium didapatkan peningkatan nilai SGOT SGPT. Hal ini menunjukan bahwa sudah

terjadi kelainan fungsi hati pada pasien.

Expanded dengue syndrome adalah infeksi dengue dengan manifestasi lazim/jarang yang

ddilaporkan dari berbagai negara termasuk Indonesia. Manifestasi klinis berupa

keterlibatan organ seperti hati, ginjal, otak, maupun jantung yang berhubungan dengan

infeksi dengue dengan atau tidak ditemukannya tanda kebocoran plasma.

Untuk terapi simptomatik demam pada pasien dapat diberikan Paracetamol 3x 500 –

1000 mg. Obat pilihan pada pasien ini adalah omeprazol dan pantoprazol. Obat ini

golongan PPI yang dapat menurunkan asam lambung dan meningkatkan PH pada lambung.

PPI yang diberikan secara intravena mampu mensupresi asam lebih kuat dan lama tanpa

mempunyai efek samping toleransi mampu mensupresi asam lebih kuat dan lama tanpa

42
mempunyai efek samping toleransi. Asam tranexamat diberikan pada pasien guna untuk

menghentikan perdarahan.

Sebagai tatalaksana komprehensif maka pasien diberikan konseling edukasi. Kepada

pasien dan keluarganya diberikan pengertian tentang perjalanan penyakit dan tata

laksananya, sehingga pasien dapat mengerti bahwa tidak ada obat/medikamentosa untuk

penanganan DBD, terapi hanya bersifat suportif dan mencegah perburukan penyakit.

Penyakit akan sembuh sesuai dengan perjalanan alamiah penyakit. Selanjutnya diberikan

edukasi modifikasi gaya hidup yaitu melakukan kegiatan 3M: menguras, mengubur,

menutup, serta meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan bergizi

dan melakukan olahraga secara rutin.

43
BAB V
KESIMPULAN

1. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang

disebabkan oleh virus dangue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty.

2. Penyakit DBD ditandai dengan: Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas,

berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari, manifestasi perdarahan, termasuk uji

Tourniquet positif, trombositopeni (jumlah trombosit ≤ 100.000/μl), hemokonsentrasi

(peningkatan hematokrit ≥ 20%), disertai dengan atau tanpa perbesaran hati

3. Tujuan terapi hanya bersifat suportif dan mencegah perburukan penyakit.

4. Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah kehilangan darah dari saluran cerna atas,

di mana saja, mulai dari esofagus sampai dengan duodenum (dengan batas anatomik di

ligamentum Treitz),4 dengan manifestasi klinis berupa hematemesis, melena,

hematoskezia atau kombinasi.

5. Sebagian besar ulkus, timbul pada saat mekanisme pertahanan normal diganggu atau

ditekan oleh gangguan mukosa yang hebat sehingga mengalahkan mekanisme protektif

saluran cerna atas.

6. Pemeriksaan penunjang untuk menunjang diagnosis adalah endoskopi. Tujuan

pemeriksaan endoskopi selain menemukan penyebab serta asal perdarahan, juga untuk

menentukan aktivitas perdarahan

7. Tujuan utama pengelolaan PSMBA adalah stabilisasi hemodinamik, menghentikan

perdarahan, mencegah perdarahan ulang, dan menurunkan mortalitas. Obat pilihan

utama dalam pengobatan perdarahan SCBA non variseal adalah PPI. PPI yang tersedia

di Indonesia antara lain omeprazol, lansoprazole, pantoprazole, rabeprazole, dan

esomeprazole.

44
DAFTAR PUSTAsdfKA

1. Pudjiadi AH, dkk. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak indonesia jilid 1. Edisi
ke-1. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.
2. Departemen Kesehatan. Demam berdarah biasanya mulai meningkat di januari. 2019.
Diunduh dari http://www.depkes.go.id , pada tanggal 25 maret 2019, jam 15.00 WIB.
3. Mayetti. Hubungan Gambaran Klinis dan Laboratorium Sebagai Faktor Risiko Syok
Pada Demam Berdarah Dengue. Sari Pediatri 2010;11(5):367-73.
4. World Health Organization, 2012. Handbook For Clinical Management of Dengue.
Geneva : World Health Organization.
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pedoman tatalaksana klinis infeksi
dengue di sarana pelayanan kesehatan. Jakarta.

6. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT, 2009. Demam Berdarah Dengue. Di


dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke-5, Sudoyo AW, Setiyohadi B, Aiwi I,
Simadibrata M, Setiati S (Eds). Jakarta : Interna Publishing.

7. World Health Organization, 1997. Dengue Haemorrhagic Fever: Diagnosis, Treatment,


Prevention and control. Geneva, 1997

8. Chen K, Pohan HT, Sinto R, 2009. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam
Berdarah Dengue. Leading Article, Medicinus; Scientific Journal of Pharmaceutical
Development and Medical Aplication, 22(1) : 3-7.

9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Panduan Praktik Klinis bagi


Dokter di Pelayanan Kesehatan Primer, hal : 66-72. Jakarta : Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

10. Djojoningrat D. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (Hematemesis Melena). 1


ed.Jakarta: Interna Publishing; 2011

11. BJ Waleleng TW, F Wibowo. Tukak Duodenum. 1 ed. Jakarta: Interna Publishing;
2011.

12. Sanusi IA. Tukak lambung. 1 ed. Jakarta: Interna Publishing; 2011.

13. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia. 2012. Konsensus Nasional Penatalaksanaan


Perdarahan Saluran Cerna Atas Non Varises di Indonesia. Jakarta: PT Astra Zeneca
Indonesia

14. Gralnek IM, Dumonceau JM, Kuipers EJ, Lanas A, Sanders DS, Kurien M, et al.
Diagnosis and management of nonvariceal upper gastrointestinal hemorrhage:
European Society of Gastrointestinal Endoscopy (ESGE) Guideline. Endoscopy.
2015;47(10):1-46. doi: 10,.1055/s-0034-1393172.

45

Anda mungkin juga menyukai