Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DM GANGRENE

DI RUANG MAWAR RSD BALUNG

APLIKASI KLINIK KEPERAWATAN

oleh :

Agista Edo Stiawan

NIM 172310101202

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2020

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan aplikasi klinis yang dibuat oleh:

Nama : Agista Edo Stiawan

NIM : 172310101202

Judul : Asuhan Keperawatan pada Klien dengan DM Gangrene di Ruang Rawat


Inap Mawar Rumah Sakit Daerah Balung

telah diperiksa dan disetujui oleh pembmbing pada:

Hari :

Tanggal :

Jember, Januari 2020

Pembimbing Ruangan, Pembimbing Akademik,

( ) ( )

NIP. NIP.

Kepala Ruangan,

( )

NIP.

ii
DAFTAR ISI

APLIKASI KLINIK KEPERAWATAN ................................................................. i


LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
KONSEP TEORI .................................................................................................... 1
1.1. Definisi ..................................................................................................... 1
1.2. Epidemiologi ........................................................................................... 1,
1.3. Etiologi ..................................................................................................... 1
1.4. Klasifikasi ................................................................................................. 2
1.5. Patofisiologi.............................................................................................. 3
1.6. Manifestasi Klinis..................................................................................... 4
1.7. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................ 5
1.8. Penatalaksanaan Farmakologis dan Non Farmakologis ........................... 6
BAB II ..................................................................................................................... 8
PATHWAY ............................................................................................................. 8
BAB III ................................................................................................................... 9
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN ................................................. 9
3.1. Diagnosa Keperawatan ........................................................................... 15
3.2. Intervensi ................................................................................................ 15
DAFTAR ISI ......................................................................................................... 20

iii
BAB I
KONSEP TEORI

1.1. Definisi
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronik dan tidak menular
dengan resiko tinggi yang mengakibatkan masalah serius diseluruh dunia (Liu
et al, 2009). Menurut Riskesdas (2013) DM adalah penyakit gangguan
metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar gula didalam darah
(hiperglikemia) yang disebabkan oleh gangguan fungsional pankreas dalam
menghasilkan insulin serta kualitas insulin yang kurang baik dalam melakukan
fungsinya. Menurut Federasi DiabetesInternasional (IDF) Indonesia berada di
peringkat ketujuh dengan prevalensi diabetes tertinggi (Aditama, 2013).
Sedangkan menurut WHO prevalensi DM di Indonesia meningkat dari 8,4 juta
pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta pada tahun 2030. Riskesdas (2013)
peningkatan tersebut terjadi sesuai dengan bertambahnya usia, namun mulai
umur 65 tahun keatas cinderung menurun dan lebih tinggi terjadi pada
perempuan dari pada laki-laki. Gangren adalah kondisi serius yang muncul
ketika banyak jaringan tubuh mengalami nekrosis atau mati. Kondisi ini terjadi
setelah seseorang mengalami luka, infeksi, atau masalah kesehatan kronis yang
memengaruhi sirkulasi darah (Wardani, 2017).

1.2. Epidemiologi
WHO menyatakan kasus diabetes di Asia akan naik samapai 90% dalam
20 tahun ke depan (Riskesdes, 2009). Di Indonesia berdasarkan hasil Riskedes
(2009) dari 24417 responden berusia >15tahun, 10,2% mengalami toleransi
glukosa terganggu (kadar glukosa) 140-200 mgdl setelah puasa selama 4 jam
diberikan beban glukosa sebanyak 75 gram, Beberapa hal yang dihubungkan
dengan faktor resiko diabetes melitus adalah obesitas, hipertensi, kurangnya
aktivitas fisik dan rendahnya konsumsi sayur dan buah (Riskesdes, 2009).
Berdasarkan laporan rumah sakit dan puskesmas, prevelensi diabetes mellitus
tergantung insulin di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008 sebesar 0.16
(Riskesdes, 2009). Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien Diabetes
Mellitus yaitu komplikasi akut seperti Hipoglikemi, Ketoasidosis Diabetik
(KAD), Hiperglikemia dan komplikasi menahun atau jangka panjang yang
dapat dialami oleh pasien DM antara lain Makroangiopati: Penyakit arteri
coroner, Vaskuler perifer, Serebrovaskuler dan Mikroangiopati: Ratinopati
Diabetik, Nefropati diabetic, Neuropati diabetic (Parkeni, 2011; ADA, 2013).

1.3. Etiologi
1.3.1. Diabetes Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat
menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya

1
memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang
dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
a. Kelainan sel beta pankreas, yaitu berkisar dari hilangnya sel beta
sampai kegagalan sel beta melepas insulin.
b. Faktor-faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain
agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan
karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas serta
kehamilan.
c. Gangguan sistem imunitas yang dilakukan oleh autoimunitas yang
disertai pembentukan sel-sel antibodi antipankreatik dan
mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian
peningkatan kepekaan sel beta terhadap virus.
d. Kelainan insulin, yaitu terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap
insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran
sel yang responsir terhadap insulin.
1.3.2. Gangren Kaki Diabetik
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik
dibagi menjadi dua yaitu faktor endogen dan faktor eksogen, yaitu:
a. Faktor endogen :
1 Genetik, metabolik
2 Angiopati diabetik
3 Neuropati diabetik
b. Faktor eksogen :
1 Trauma
2 Infeksi
3 Obat

1.4. Klasifikasi
1.4.1. Diabetes Mellitus
a. DM Tipe I (IDDM)
Penderita sangat bergantung terhadap insulin karena terjadi proses
autoimun yang menyerang insulinnya dan merupakan jenis DM yang
diturunkan (inherited).
b. DM Tipe II (NIDDM)
DM ini dipengaruhi oleh faktor keturunan maupun factor lingkungan.
Seseorang mempunyai risiko yang besar untuk menderita NIDDM
jika orang tuanya adalah penderita DM dan menganut gaya hidup
yang salah.
c. DM Gestasional
DM jenis ini cenderung terjadi pada wanita hamil dan dalam
keluarganya terdapat anggota yang juga menderita DM. Faktor
risikonya adalah kegemukan atau obesitas.

2
d. DM Sekunder
Merupakan DM yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom lain
(pancreatitis, kelainan hormonal, dan obat-obatan).
1.4.2. Gangren Kaki Diabetik
Menurut Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam
tingkatan yaitu :
Derajat 0 : Tidak terdapat lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “
claw,callus”.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

1.5. Patofisiologi
1.5.1. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan
salah satu efek utama akibat kurangnya insulin, sebagai berikut:
a. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang
mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 –
1200 mg/dl.
b. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang
menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai
dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
c. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh, yaitu pasien yang
mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar
glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan.
Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal normal
(konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml), akan timbul
glikosuria karena tubulus-tubulus renalis tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis
osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium,
klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi
dan timbul polidipsi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan
energi sehingga pasien menjadi cepat lelah dan mengantuk yang
disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga
berkurangnya penggunaan karbohidrat sebagai energi. Hiperglikemia
yang lama menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis
dan perubahan pada saraf perifer sehingga memudahkan terjadinya
gangren.

3
1.5.2. Gangren Kaki Diabetik
Terdapat dua teori mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat
hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
a. Teori Sorbitol, yaitu hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan
kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport
glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan
termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian
dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi
sorbitol.
b. Teori Glikosilasi, yaitu hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya
glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa
lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat
menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor utama
yaitu angiopati, neuropati dan infeksi.

1.6. Manifestasi Klinis


Menurut Maryunani (2015), secara praktis gambaran klinis kaki diabetes dapat
digolongkan sebagai berikut:
Golongan Gambaran Klinis
Kaki neuropati a. Pada keadaan ini, terjadi kerusakan somatik, baik
sensorik maupun motorik, serta saraf autonom, tetapi
sirkulasi masih utuh.
b. Pada pemeriksaan:
1. Kaki teraba hangat.
2. Teraba denyut nadi.
3. Kurang rasa/baal (neuropati somatik).
4. Kulit menjadi kering (neuropati autonom).
5. Bila terjadi luka, luka akan lama sembuhnya.
Kaki iskemia a. Dikenal dengan istilan lain, yaitu neuroschaematic foot.
b. Keadaan ini hampir selalu disertai neuropati dengan
berbagai macam stadium.
c. Pada pemeriksaan, ditemukan:
1. Kaki teraba dingin.
2. Nadi sulit teraba.
3. Sering menunjukkan rasa nyeri saat istirahat (rest
pain).
4. Dapat terlihat ulkus/luka akibat tekanan lokal yang
akhirnya menjadi gangren.

Manifestasi klinis dari ulkus diabetik juga dapat diketahui dari hal-hal berikut
(Maryunani, 2015).
Riwayat a. Keluhan kaki terasa dingin, paresthesia, atau seperti
terbakar.
b. Kehilangan sensasi pada kaki.
c. Umum terjadi pada penderita DM.

4
Lokasi Bagian tubuh yang mengalami tekanan: Metatarsal, jari-
jari kaki, dan tumit.
Dasar Ulkus Bervariasi: Ringan – berat. Ulkus dapat mengenai tendon,
fasia, kapsul sendi, atau hingga ke tulang.
Gambaran Ulkus Ditutupi oleh callus, membentuk trowongan.
Bila disertai infeksi bakteri Osteomyelitis.
Capillary Refilling Normal, bila tidak kombinasi arterial disease.
Time
Gambaran Kulit Umumnya ditutupi oleh callus.
Sekitar
ABI* Doppler Normal bila tidak kombinasi dengan arterial desease.
Ultrasono-graphy

1.7. Pemeriksaan Penunjang


1.7.1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah : lekositosis mungkin menandakan adanya abses
atau infeksi lainnya pada kaki. Penyembuhan luka dihambat oleh
adanya anemia. Adanya insufisiensi arterial yang telah ada, keadaan
anemia menimbulkan nyeri saat istirahat.
b. Profil metabolik : pengukuran kadar glukosa darah, glikohemoglobin
dan kreatinin serum membantu untuk menentukan kecukupan regulasi
glukosa dan fungsi ginjal.
c. Pemeriksaan laboratorium vaskuler noninvasif : Pulse Volume
Recording (PVR) atau plethymosgrafi.
1.7.2. Pemeriksaan Radiologis
a. Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan
demineralisasi dan sendi Charcot serta adanya osteomielitis.
b. Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance
Imanging (MRI): meskipun pemeriksa yang berpengalaman dapat
mendiagnosis abses dengan pemeriksaan fisik, CT scan atau MRI
dapat digunakan untuk membantu diagnosis abses apabila pada
pemeriksaan fisik tidak jelas.
c. Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya
hasil false positif dan false negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan
99mTc-IabeIed ciprofolxacin sebagai penanda (marker) untuk
osteomielitis.
d. Arteriografi konvensional: apabila direncanakan pembedahan
vaskuler atau endovaskuler, arteriografi diperlukan untuk
memperlihatkan luas dan makna penyakit atherosklerosis. Resiko
yang berkaitan dengan injeksi kontras pada angiografi konvensional
berhubungan dengan suntikan dan agen kontras.

5
1.8. Penatalaksanaan Farmakologis dan Non Farmakologis
1.8.1. Diet
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita DM diarahkan untuk mencapai
tujuan berikut:
a. Mencukupi semua unsure makanan essensial (misalnya vitamin dan
mineral)
b. Mencapai dan mempertahankan berat badan (BMI) yang sesuai.
Penghitungan
BMI=BB (kg)/(TB (m))2
BMI normal wanita = 18,5 – 22,9 kg/m2
BMI normal pria = 20 – 24,9 kg/m2
c. Memenuhi kebutuhan energy
d. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-
cara yang aman dan praktis
e. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
1.8.2. Oalahraga
a. Olahraga atau latihan fisik dilakukan sebagai berikut:
1. 5 – 10’ pemanasan
2. 20 – 30’ latihan aerobic (75 – 80% denyut jantung maksimal)
3. 15 – 20’ pendinginan
b. Namun sebaiknya dalam berolahraga juga memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Jangan lakukan latihan fisik jika glukosa darah >250 mg/dL
2. Jika glukosa darah <100 mg/dLsebelum latihan, maka sebaiknya
makan camilan dahulu
3. Rekomendasi latihan bagi penderita dengan komplikasi
disesuaikan dengan kondisinya
4. Latihan dilakukan 2 jam setelah makan
5. Pada klien dengan gangrene kaki diabetic, tidak dianjurkan untuk
melakukan latihan fisik yang terlalu berat
c. Pengobatan untuk gangren
1. Kering
a) Istirahat di tempat tidur
b) Kontrol gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik
c) Tindakan amputasi untuk mencegah meluasnya gangrene, tapi
dengan indikasi yang sangat jelas
d) Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obat-
obat anti platelet agregasi (aspirin, diprydamol, atau
pentoxyvilin)
2. Basah
a) Istirahat di tempat tidur

6
b) Kontrol gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik
c) Debridement
d) Kompres dengan air hangat, jangan dengan air panas atau dingin
e) Beri “topical antibiotic”
f) Beri antibiotic yang sesuai kultur atau dengan antibiotic
spectrum luas
g) Untuk neuropati berikan pyridoxine (vit B6) atau neurotropik
lain
h) Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obat-
obat anti platelet agregasi (aspirin, diprydamol, atau
pentoxyvilin)
3. Pembedahan
a) Amputasi segera
b) Debridement dan drainase, setelah tenang maka tindakan yang
dapat diambil adalah amputasi atau skin/arterial graft
d. Obat
1. Obat Hipoglikemik Oral (OHD)
2. Insulin, dengan indikasi:
a) Ketoasidosis, koma hiperosmolar, dan asidosis laktat
b) DM dengan berat badan menurun secara cepat
c) DM yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi
berat, dll)
d) DM gestasional
e) DM tipe I
f) Kegagalan pemakaian OHD

7
BAB II
PATHWAY

Pankreas rusak (sel β)

Defisiensi Insulin

Glukagon Penyerapan glukosa oleh sel Gangguan Rasa Nyaman

Glukoneogenesis Hiperglikemia

Gangguan Mobilitas Fisik


Gangguan sirkulasi pembuluh
Lemak
darah

Gangguan Integritas Kulit dan/


Ketonomia Ketogenesis Suplai darah ke jaringan perifer atau jaringan

Mual muntah
pH
Luka tidak sembuh Resiko infeksi

Defisit Nutrisi
8
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
Pengkajian merupakan proses yang terstruktur dan sistematis, mulai dari
pengumpulan data, verifikasi data, dan komunikasi data tentang klien.Terdapat 2
fase dalam melakukan pengkajian yaitu pengumpuan data dari klien dan keluarga,
tenaga kesehatan, dan analisa data untuk diagnose keperawatan.
I. Identitas Klien
Identitas klien yang terdiri dari nama , umur, suku/bangsa, status perkawinan,
agama, pendidikan, alamt, nomor registrasi.
II. Riwayat Kesehatan
1. Diagnosa medik
2. Keluhan utama
Biasanya klien mengalami nyeri mual muntah, kurangnya nafsu makan,
kelelahan dan konstipasi
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat kesehatan terdahulu
a. Penyakit yang pernah dialami
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin
ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang
b. Alergi (obat, makanan, plester, dll)
c. Imunisasi
d. Kebiasaan / pola hidup / life style
e. Obat – obatan yang digunakan
5. Riwayat penyakit keluarga

Genogram :

Laki-laki

Perempuan

9
Meninggal

Tinggal dalam satu rumah

Pasien

III. Pengkajian 11 fungsi Gordon


1. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Mendeskripsikan pola kesehatan dan kesejahteraan klien dan bagaimana
kesehatan dikelola. Termasuk persepsi individu tentang status kesehatan
dan relevansinya dengan kegiatan saat ini dan perencanaan masa depan.
Juga termasuk manajemen risiko kesehatan individu dan kesehatan umum
perawatan perilaku, seperti praktek-praktek keselamatan dan kepatuhan
terhadap promosi kegiatan kesehatan mental dan fisik, resep medis atau
perawat, dan tindak lanjut perawatan.
2. Pola nutrisi/ metabolik (ABCD) (saat sebelum sakit dan saat di rumah
sakit)
Antropometri
Sebelum MRS Saat di Rumah Sakit
BB = BB =
TB = TB =
IMT = IMT =
Biomedical sign: Interpretasi : Clinical Sign : Interpretasi :
Diet Pattern (intake makanan dan cairan): Sebelum MRS:
Ketika MRS : Interpretasi
3. Pola eliminasi: (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
Keterangan Sebelum MRS Setelah MRS
BAK
Frekuensi, jumlah, warna, bau,
karakter, berat jenis, alat bantu,
BAB
Frekuensi, jumlah, warna, bau,
karakter, alat bantu, kemandirian,
keluhan, gangguan BAB
4. Pola aktivitas & latihan (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
Kemampuan beraktivitas klien, pengkajian kemampuan ADL (Indeks
Katz, Barthel, atau yang lainnya), tipe aktivitas, kecukupan energi untuk
beraktivitas, termasuk aktivitas perawatan diri, olahraga. Biasanya pada
pasien Ileus Obstruktif akan mengalami nyeri dibagian abdomen.
Aktivitas harian (Activity Daily Livings)
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum
Toileting

10
Berpakaian
Mobilitas di tempat tidur
Berpindah
Ambulasi / ROM
Ket: 0: tergantung total, 1: dibantu petugas dan alat, 2: dibantu petugas,
3: dibantu alat, 4: mandiri

Status Oksigenasi :
Masalah pernapasan seperti hipoksia, hipoksemia, hypercapnea, batuk,
termasuk dampak aktivitas terhadap pernapasan
Fungsi kardiovaskuler :
Masalah aktivitas dan dampaknya terhadap kesehatan jantung, termasuk
keluhan dada berdebar setelah beraktivias, perubahan denyut jantung
selama aktivitas, pucat selama aktivitas
Terapi oksigen :
Penggunaan oksigen tambahan untuk meningkatkan energi yang
dibutuhkan saat beraktivitas.
5. Pola tidur & istirahat (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
Istirahat dan Tidur Sebelum sakit Saat di rumah sakit
Durasi
Gangguan tidur
Lain-lain
Fokus pada kebiasaan tidur, istirahat, relaksasi, gangguan tidur, keletihan,
dan respon terhadap gangguan tidur, lama tidur (siang dan malam),
termasuk penggunaan obat-obatan untuk memicu tidur. Pada umumnya
klien akan mengalami gangguan tidur karena kondisinya.
6. Pola kognitif & perceptual Fungsi Kognitif dan Memori :
Kemampuan fungsional kognitif seperti bahasa, memori, penilaian, dan
pengambilan keputusan
Fungsi dan keadaan indera :
Kecukupan sensorik, seperti penglihatan, pendengaran, rasa, sentuhan,
dan bau, dan kompensasi atau prostesis yang saat ini digunakan. Laporan
persepsi rasa sakit dan bagaimana rasa sakit yang dikelola.
7. Pola persepsi diri
Sikap individu dalam memandang diri sendiri baik yang disadari maupun
tidak, mencakup persepsi masa lalu, sekarang, dan masa depan, termasuk
bagaimana gambaran dan perasaan tentang bentuk dan ukuran tubuhnya.
Ideal Diri :
Persepsi individu tentang perilakunya yang sesuai standar pribadi tentang
cita-citanya.
Harga diri :
Penilaian individu terhadap hasil yang telah dicapainya melalui analisis
perilaku individu.

11
Peran Diri :
Pola perilaku yang dimiliki individu terhadap sikap nilai dan aspirasi yang
diharapkannya berdasarkan posisinya dalam bermasyarakat.
Identitas diri :
Kesadaran yang dimiliki individu akan dirinya sendiri yang bersumber
pada pengamatan dan penilaian selama tahap perkembangan yang sudah
dilalui sebagai kesimpulan semua aspek konsep diri yang utuh.
8. Pola seksualitas & reproduksi Pola seksualitas
Kepuasan atau ketidakpuasan dengan aspek seksualitas yang dimiliki.
Kepuasan yang dirasakan individu atau laporan gangguan dalam
seksualitasnya, termasuk aktivitas seksual (aktif, pasif, dan digital).
Fungsi reproduksi
Pola reproduksi, tahap reproduksi wanita (premenopause atau
pascamenopause) dan setiap masalah yang dirasakan. Termasuk fungsi
fertilisasi pada pasien.
9. Pola peran & hubungan
Menjelaskan peran pasien dalam keluarga dan hubungannya dengan
orang lain, siapa pengambil keputusan dalam keluarga, apakah keluarga
berperan dalam tanggung jawab terhadap pasien, apakah anggota
keluarga kooperatif dengan pasien. Kepuasan atau ketidakpuasan dalam
menjalankan perannya, pekerjaan, serta hubungan sosial.
10. Pola manajemen koping-stres
Menjelaskan pola koping umum dan efektivitas pola dalam hal toleransi
stres. Termasuk cadangan individu atau kapasitas untuk menolak
tantangan untuk integritas diri, cara penanganan stres, keluarga atau
sistem pendukung lainnya, dan kemampuan yang dirasakan untuk
mengelola situasi penuh tekanan. Bagaimana mekanisme koping yang
dimiliki pasien ketika mengalami stress
11. Sistem nilai & keyakinan
Data mengenai pola nilai-kepercayaan menjelaskan pola nilai, tujuan,
atau keyakinan (termasuk spiritual) yang memandu pilihan atau
keputusan. Apa yang dianggapi penting dalam hidup, kualitas hidup, dan
setiap konflik yang dirasakan dalam nilai-nilai, keyakinan, atau harapan
yang terkait dengan kesehatan. Termasuk kebiasaan dan praktik
keagamaan atau ibadah pasien
Pemeriksaan fisik head to toe
Keadaan umum: (DKKD, 2018)
Penampilan atau kondisi pasien secara umum akibat penyakit atau
keadaan yang dialami pasien.
Tanda vital:
-Tekanan Darah : mm/Hg
-Nadi : X/mnt

12
-RR : X/mnt
-Suhu : C
Normalnya klien akan mengalami penurunan ataupun peningkatan pada
tanda- tanda vitalnya.
1. Kepala
Rambut kepala: kuantitas, penyebaran, tekstur, warna; Kulit kepala: lesi,
ketombe, kutu, benjolan; Tengkorak: ukuran, kontur, lekukan bila ada
trauma; Wajah: keadaan kulit wajah, kesimetrisan, lesi, ekspresi, rambut
pada wajah. Apabila klien tanpa ada komplikasi yang lain maka kepala
akan normal, kecuali pada wajah, wajah akan tampak pucat, lemas serta
terlihat meringis menahan nyeri. (Azmi, 2016).
2. Mata
Pemeriksaan bola mata, kelopak mata, konjungtiva sclera umumnya
anaemis, lebar dan kesimetrisan refleks pupil terhadap cahaya,
ketajaman penglihatan, gangguan penglihatan, alat bantu penglihatan,
adanya nyeri tekan atau benjolan, lapang pandang (Azmi, 2016).
3. Telinga
Mulai daun telinga ke telinga bagian dalam hingga fungsi pendengaran,
bentuk daun telinga, lesi, serumen, nyeri tekan pada tragus, telinga tengah
apakah ada cairan, serumen, benjolan atau tanda peradangan, keadaan
membrane timpani seperti warna, bentuk dan keutuhannya, fungsi
pendengaran dengan tes bisik atau menggunakan garpu tala (rinne, weber,
swabach).
4. Hidung
Bentuk hidung, kesimetrisan, septum nasi, serumen/sekret, benjolan,
tanda radang, kelenturan, nyeri, palpasi pada 4 sinus (frontalis,
etmoidalis, spenoidalis, maksilaris), potensi hidung (kelancaran
hembusan napas disetiap lubang hidung), termasuk fungsi pengidu
5. Mulut
Mukosa bibir pada umumnya akan kering dan pucat, warna bibir
(cyanosis/tidak), massa/benjolan, bentuk bibir, bau mulut dan kebersihan,
lesi mukosa (stomatitis), kebersihan gigi, gusi, karies, gigi berlubang, gigi
palsu, kesimetrisan lidah, kebersihan lidah, lesi, kesimetrisan uvula,
pembesaran dan tanda peradangan pada tonsil.
6. Leher
Bentuk dan kesimetrisan, adanya benjolan (konsistensi, bentuk, ukuran),
letak trakea, kesimetrisan, tekanan vena jugularis, bising arteri karotis
7. Dada
Jantung
Inspeksi : penampakan ictus cordis Palpasi : perabaan pada ictus
cordis
Perkusi : penentuan letak dan batas jantung

13
Auskultasi : bunyi jantung, irama jantung dan bising jantung Paru-paru
Inspeksi : Bentuk dada, kesimetrisan dada, gerakan
dada/napas, pelebaran vena dada, penggunaan otot bantu
pernapasan
Palpasi : nyeri tekan, benjolan, gerakan dinding thoraks, ekspansi
paru, fokal fremitus
Perkusi : menentukan batas paru dan kelainan pada paru/thoraks,
normalnya sonor
Auskultasi : suara pernapasan, suara tambahan pernapasan
8. Abdomen
Inspeksi : Keadaan kulit, permukaan kulit, bentuk perut, gerakan dinding
perut, keadaan umbilicus
Auskultasi : bising dan peristaltic usus, bunyi gerakan cairan, bising
pembuluh darah. Pada umumnya akan mengalami kenaikan suara bising
usus (Azmi, 2016).
Perkusi : tanda pembesaran organ, adanya udara dan cairan bebas,
penentuan batas dan tanda pembesaran hepar.
Palpasi : ketegangan otot, nyeri tekan abdomen terasa tergantung dengan
perlukaan pada lambung, massa, keadaan hepar, lien, ginjal, pemeriksaan
ascites, ketok ginjal.
9. Genetalia dan Anus
Genetalia laki-laki :
penyebaran dan pertumbuhan rambut pubis, inspeksi bentuk, ukuran,
kelainan pada penis, kebersihan, keadaan uretra, skrotum, nyeri tekan,
elastisitas, dan palpasi skrotum, hernia.
Genetalia perempuan :
Penyebaran dan pertumbuhan rambut pubis, inspeksi lesi dan benjolan,
labia mayora, labia minora, klitoris, vagina, uretra, serumen, kebersihan,
kelainan pada vulva/vagina.
Anus :
lesi, benjolan, pelebaran vena, kebersihan, colok dubur.
10. Ekstremitas
Ektremitas atas dan bawah
Bentuk, ukuran, kesimetrisan otot, atripi, kontraktur, tremor, tonus,
spasme otot, kekuatan otot, kelainan pada ekstremitas, deformitas, massa,
peradangan, fraktur, peradangan sendi, mobilitas atau rentang gerak
sendi.
5 5
5 5
11. Kulit dan kuku
Kulit
Warna kulit, tektur kulit, elastisitas/turgor, akral, kebersihan,

14
kelembaban, tekstur, kelainan kulit, seperti lesi, derajat edema, nyeri
tekan, termasuk inspeksi distribusi pertumbuhan rambut.
Kuku
Warna kuku, bentuk, elastisitas, lesi, tanda radang, kebersihan,
panjang/pendeknya, CRT
12. Keadaan Lokal
Keadaan pada saat mengkaji pasien

Pemeriksaan Penunjang & Laboratorium


Jenis Nilai normal Hasil (Tanggal/Jam)
No
pemeriksaan Nilai Satuan
Semua hasil
pemeriksaan
laboratorium
pasien

3.1. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis atas respon pasien,
keluarga, atau komunitas terhadap kesehatan dan proses kehidupan aktual atau
potensial. Berikut adalah diagnosa keperawatan klien menurut SDKI :
1. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan (D.129) b.d diabetet melitus d.d kurang
terpapar informasi tentang upaya mempertahankan atau melindungi
integritas jaringan
2. Gangguan Rasa Nyaman (D.0074) b.d penyakit kronis d.d gelisah,
mengeluh sulit tidur, dan postur tubuh berubah
3. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054) b.d trauma d.d nyeri, kecemasan, dan
keengganan melakukan pergerakan
4. Defisit Nutrisi (D.0019) b.d kurangnya asupan makanan d.d nafsu makan
menurun
5. Resiko Infeksi (D.0142) b.d diabetes miletus d.d pemyakit kronis

3.2. Intervensi

Diagnosa Tujuan dan Kriteria


No Intervensi
Keperawatan Hasil

1. Gangguan Setelah dilakukan Edukasi Perawatan Diri


Integritas tindakan keperawatan (I.12420)
Kulit/Jaringan selama 2 x 24 jam 1. Rencanakan strategi
(D.129) b.d menunjukkan kriteria edukasi, termasuk tujuan
diabetet melitus hasil yang realistis
d.d kurang 2. Ciptakan edukasi interaktif
terpapar Penyembuhan Luka untuk memicu partisipasi
informasi tentang (L.14130) aktif selama edukasi

15
upaya 1. Jaringan graniulasi 3. Berikan penguatan yang
mempertahankan ditingkatkan dari positif terhadap kemampuan
atau melindungi skala 1 (menurun) ke yang didapat
integritas skala 3 (sedang) 4. Ajarkan perawatan diri,
jaringan 2. Bau tidak sedap di praktik perawatan diri, dan
turunkan dari skala 1 aktivitas kehidupan sehari-
(meningkat) ke skala hari
3 (sedang) 5. Anjurkan mengulang
kembali informasi edukasi
tentang perawatan mandiri

Edukasi Perawatan Kulit (I.


12426)
1. Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan
2. Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
3. Berikan kesempatan untuk
bertanya
4. Anjurkan melapor jika ada
lesi kulit yang tidak biasa
2. Gangguan Rasa Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08328)
Nyaman tindakan keperawatan 1. Observasi Irdentifikasi
(D.0074) b.d selama 2 x 24 jam lokasi, karakteristik, durasi,
penyakit kronis menunjukkan kriteria frekuensi, kualitas,
d.d gelisah, hasil Intensitas nyeri
mengeluh sulit 2. Identifikasi skala nyeri
tidur, dan postur Tingkat Nyeri 3. Identifikasi respons nyeri
tubuh berubah (L.08066) non verbal
5. Gelisah diturunkan 4. Identifikasi faktor yang
dari skala 2 (cukup memperberat dan
meningkat) ke skala 4 memperingan nyerl
(cukup menurun) 5. Identifikasi pengetahuan
6. Kesulitan tidur dan keyaninan tentang
diturunkan dari skala nyeri
2 (cukup meningkat) 6. Identifikasi pengaruh
ke skala 4 (cukup budaya terhadap respon
menurun) nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Terapi Relaksasi (I.09326)


1. Ciptakan lingkungan tenang
dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika
memungkinkan

16
2. Berikan infomasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
3. Gunakan pakaian longgar
4. Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan
berirama
5. Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan
medis lain, jika sesuai
3. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Ambulansi
Mobilitas Fisik tindakan keperawatan (I.06171)
(D.0054) b.d selama 2 x 24 jam 1. Identifikasi adanya nyeri
trauma d.d nyeri, menunjukkan kriteria atau keluhan fisik lainnya
kecemasan, dan hasil 2. Identifikasi toleransi fisik
keengganan melakukan ambulasi
melakukan Toleransi Aktivitas 3. Monitor frekuensi jantung
pergerakan (L.05047) dah tekanan darah sebelum
10. Kekuatan memulai ambulasi
tubuh bagian bawah 4. Monitor kondisi umum
ditingkatkan dari selama melakukan
skala 2 (cukup ambulasi
menurun) ke skala 4 5. Fasilitasi aktivitas ambulasi
(cukup meningkat) dengan bantu (mis. tongkat,
11. Perasaan lemah kruk)
diturunkan dari skala 6. Fasilitasi melakukan
2 (cukup menurun) mobilisasi fisik, jika perlu
ke skala 3 (sedang) 7. Libatkan keluarga untuk
12. Warna Kulit membantu pasien dalam
ditingkatkan dari meningkatkan ambulasi
skala 1 (memburuk)
ke skala 3 (sedang) Edukasi Latihan Fisik
(I.12389)
1. Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan
2. Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
3. Berikan kesempatan untuk
bertanya
4. Ajarkan latihan pemanasan
dan pendinginan yang tepat
5. Ajarkan teknik
menghindari cedera saat
berolahraga

17
4. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi (I.03119)
(D.0019) b.d tindakan keperawatan 1. Lakukan oral hygiene
kurangnya selama 2 x 24 jam sebelum makan, jika perlu –
asupan makanan menunjukkan kriteria 2. Fasilitasi menentukan
d.d nafsu makan hasil pedoman diet (mis.
menurun piramida makanan)
Nafsu Makan 3. Sajikan makanan secara
(L.03024) menarik dar suhu yang
1. Asupan Nutrisi sesuai
ditingkatkan dari 4. Berikan makanan tinggi
skala 1 (menurun) ke serat untuk mencegah
skala 3 (sedang) konstipasi
2. Asupan nutrisi 5. Berikan makanan tinggi
ditingkatkan dari kalori dan tinggi protein
skala 2 (cukup 6. Berikan suplemen
menurun) ke skala 4 makanan, jika perlu
(cukup meningkat) 7. Hentikan pemberian makan
3. Stimulasi untuk melalui selang nasogatrik
Makan di tingkatkat jika asupan oral dapat
dari skala 2 (cukup ditoleransi
menurun) ke skala 4
(cukup meningkat) Konseling Nutrisi (I.03094)
1. Sepakati lama waktu
pemberian konseling
2. Tetapkan tujuan jangka
pendek dan jangka panjang
yang realistis
3. Gunakan standar nutrisi
sesuai program diet dalam
mengevaluasi kecukupan
asupan makanan
4. Pertimbangkan faktor-
faktor yang mempengaruhi
pemenuhan kebutuhan gizi
(mis. usia, tahap
pertumbuhan dan
perkembangan, penyakit)
5. Resiko Infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi (I.14539)
(D.0142) b.d tindakan keperawatan 1. Jelaskan tanda dan gejala
diabetes miletus selama 2 x 24 jam infeksi
d.d pemyakit menunjukkan kriteria 2. Ajarkan cara mencuci
kronis hasil tangan dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
Integritas Kulit dan 4. Ajarkan cara memeriksa
Jaringan (L.14125) kondisi luka atau luka
8. Perfusi Jaringan operasi
ditingkatkan dari 5. Anjurkan meningkatkan
skala 1 (menurun) ke asupan nutrisi
skala 3 (sedang) 6. Anjurkan meningkatkan
9. Nyeri diturunkan asupan cairan
dari skala 2 (cukup
meningkat) ke skala Perawatan Luka (I.14564)
4 (cukup menurun)

18
10. Nekrosis 1. Lepaskan balutan dan
diturunkan dari skala plester secara perlahan
2 (cukup meningkat) 2. Cukur rambut di sekitar
ke skala 4 (cukup daerah luka, jika perlu
menurun) 3. Bersihkan dengan cairan
NaCl atau pembersih
nontoksik, sesuai
kebutuhan
4. Bersihkan jaringan nekrotik
5. Berikan salep yang sesuai
ke kulit/lesi, jika perlu –
6. Pasang balutan sesuai jenis
luka
7. Pertahankan teknik steril
saat melakukan perawatan
luka

19
DAFTAR ISI

Liwun, G. H. E. 2019. Pengaruh dukungan keluarga terhadap tingkat kepatuhan


penderita DM dalam melakukan kunjungan rawat luka gangren (Doctoral
dissertation, Widya Mandala Catholic University Surabaya).
Nabhani, N., & Widiyastuti, Y. 2017. Pengaruh Madu Terhadap Proses
Penyembuhan Luka Gangren Pada Pasien Diabetes Mellitus. Profesi
(Profesional Islam): Media Publikasi Penelitian, 15(1), 69.
Nabhani, N., & Widyastuti, Y. 2018. Hubungan Usia dengan Respon Madu
terhadap Proses Penyembuhan Luka Gangren pada Pasien Diabetes
Mellitus. Proceeding of The URECOL, 222-226.
Rosa, S. K. D., Udiyono, A., Kusariana, N., & Saraswati, L. D. 2019. FAKTOR-
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TIMBULNYA GANGREN
PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD KRMT
WONGSONEGORO SEMARANG. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal),
7(1), 192-202.
Wardani, S. R. 2017. Gambaran pengetahuan tentang pencegahan luka DM: pada
anggota keluarga pasien DM .Bachelor's thesis, UIN Syarif Hidayatullah.
Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.
Wijaya, A., Aditiawati, A., & Saleh, I. 2016. Akurasi Pemeriksaan HbA1c dalam
Mendeteksi Gangguan Toleransi Glukosa pada Anak dan Remaja Obes
dengan Riwayat Orang Tua DM Tipe 2. Sari Pediatri, 17(1), 17-20.

20

Anda mungkin juga menyukai