Anda di halaman 1dari 8

RELEVANSI LEGITIMASI MORAL BAGI

KESEJAHTERAAN RAKYAT INDONESIA

Oleh :

Riana Dwi Puspitasari

(51418041)

PRODI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA MADIUN

2018
ABSTRAK

Negara Indonesia saat ini mempunyai beberapa macam legitimasi pemerintahan.


Tidak semua legitimasi ini memiliki intesitas yang sama, dimana ada legitimasi yang harus
ada seperti legitimasi politis dan kontitusional dan ada juga legitimasi yang sifatnya
pendukung seperti legitimasi moral, religius dan kultural. Beberapa legitimasi tersebut sangat
penting bagi Indonesia, salah satunya legitimasi moral. Legitimasi moral dapat diartikan
apabila seorang pemimpin berwewenang, mengambil keputusan atupun kebijakan,
masyarakat dapat mengakui, menerima bahkan dapat menolak kebijakan yang diambil oleh
pemimpin tersebut. Oleh karena itu, dukungan moral dari masyarakat dapat memperkuat
jalannya pemerintahan juga dapat mensejahterakan rakyat Indonesia karena keputusan
mereka di perhatikan. Moral sendiri berkaitan dengan sesuatu yang baik dan buruk. Moral
yang baik ataupun buruk tergantung nurani dan budi pekerti yang dimiliki masing-masing
individu. Moral ini selain berdampak pada individu juga memungkinkan berdampak pada
orang lain. Jika seorang pemimpin mempunyai citra yang bersih tidak melakukan korupsi dan
berempati pada rakyat maka dukungan serta pertujuan dari kebijakan yang diambil oleh
seorang pemimpin akan senantiasa disetujui.

Kata Kunci : legitimasi moral, kesejahteraan, rakyat


1. Pendahuluan

Legitimasi merupakan hal yang sangat penting dan menjadi pembahasan dimana Plato
dan Aristoteles menyatakan bahwa negara memerlukan legitimasi yang mutlak untuk untuk
mendidik rakyat dengan nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral ini terbentuk dari pribadi individu
masing-masing, karena setiap orang memiliki pemahaman yang berbeda-beda maka moral
yang dimiliki setiap orang juga berbeda-beda. Moral sendiri berkaitan dengan sesuatu yang
baik dan yang buruk.

Legitimasi moral pun memperhatikan andil rakyat dalam memutuskan sesuatu hal.
Dimana ketika seorang pemimpin membuat keputusan ataupun kebijakan rakyat bisa
menolak ataupun menerima keputusan tersebut. Dalam hal ini seorang pemimpin ataupun
pemerintah harus bisa berempati pada rakyat dengan cara memberi perlindungan hak dasar
mansuia terutama kaum yang dianggap lemah. Pada saat ini pemerintah kurang tanggap dan
kurang memahami keinginan masyarakat lewat bentuk protes mereka. Seharusnya pemerintah
harus cepat dan tanggap dalam memahami keinginan dan keresahan yang dirasakan oleh
rakyat.

Pada saat ini banyak kasus yang berkaitan dengan kehilangan legitimasi moralnya
seperti kasus korupsi dikarenakan sudah di cap moralnya tidak baik. Padahal seharusnya para
tokoh politik bisa menjadi panutan bagi rakyatnya bukan malah memberi contoh buruk yang
tidak pantas untuk ditiru. Korupsi sendiri telah banyak dijumpai di negara kita yaitu negara
Indonesia, bahkan sudah biasa ketika kita melihat kasus korupsi yang sedang hangat
diberitakan. Para tokoh politik pun pada akhirnya memikirkan kesengan pribadinya sendiri
tanpa berpikir apa yang telah dikorupsi itu merupakan uang rakyat. Mereka tidak berpikir
dengan tindakan dan perbuatannya akan merugikan dirinya sendiri baik diwaktu sekarang
atau di masa depan. Mereka akan kehilangan legitimasi moral nya dan kurang dipercaya lagi
mengemban tanggung jawab dikemudian hari.

Kesegeraan dalam menanggapi tuntutan rakyat harus dipertegas. Jika perlindungan


dan kesejahteraan yang harusnya didapat oleh rakyat Indonesia kurang diperhatikan itu
merupakan gambaran pemimpin kurang berhasil bertanggung jawab.
2. Moral di Kehidupan Negara Indonesia

Pancasila merupakan landasan dan dasar negara Indonesia yang mengatur


seluruh struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Dalam pemerintahan Indonesia
masih banyak hal yang belum sesuai dengan nilai-nilai yang terkadung didalam
Pancasila. Bagi bangsa Indonesia sendiri, Pancasila merupakan sumber nilai dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Isi Pancasila pun harus
diamalalkan dalam kehidupan sehari-hari karena mengandung nilai moral yang baik
dan dapat dijadikan pedoman hidup dalam berbangsa dan bernegara. Lima sila yang
terkandung dalam Pancasila berisi Ketuhanan yang maha Esa, kemanusiaan yang adil
dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijasanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Pancasila sendiri dibuat oleh bapak Presiden pertama Indonesia
yaitu Ir. Soekarno yang dengan hebatnya membuat dasar negara Indonesia.

2.1. Perbedaan Moral dan Etiket

Moral dan etiket bukanlah hal yang sama, namun banyak orang yang
beranggapan bahwa itu merupakan hal yang sama. Moral memiliki pengertian sebuah
tata laku atau perbuatan yang berasal dari kesadaran indvidu atau diri sendiri dalam
berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Penilaian baik buruknya
seseorang selain berdampak pada individu juga berdampak pada organisasi atupun
masyarakat. Contohnya seseorang telah melakukan hal yang buruk seperti pencurian,
yang menilai baik buruknya perilaku seperti itu adalah masyarakat sendiri. Moral
tersebut akan dinilai apakah dapat diterima atau tidak dalam kehidupan
bermasyarakat.

Etiket mempunyai pengertian suatu kebiasaan yang diterima pada sebuah


keadaan kelompok atau masyarakat tertentu. Etika juga menilai baik buruknya sebuah
akal pikiran seseorang yang kemudian menjadi tindakan. Contoh etika dalam
kehidupan sehari-hari yaitu etika dalam berantri, berantri harus sesuai dengan urutan
tidak menyerobot atau mendahului orang yang sudah berantri terlebih dahulu. Etika
seseorang akan bergantung pada normal yang berlaku.
3. Kurangnya Kesadaran Pengamalan Pancasila

Bukan hal baru ketika orang kurang mengamalkan isi Pancasila dalam
tindakan dan perilaku sehari-hari. Nilai Pancasila sekarang ini bergeser dikarenakan
oleh nilai dan budaya barat yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Pancasila
adalah dasar negara yang harus dijadikan pedoman segala aspek dalam kehidupan
generasi muda. Namun kenyataannya generasi muda Indonesia belum mengamalkan
Pancasila padahal mereka adalah penerus bangsa di masa depan, kebanyakan
sekarang lebih mementingkan diri sendiri dan menjadi masyarakt yang individual. Ini
disebabkan oleh kurang aktifnya pembinaan moral yang dilakukan di rumah maupun
di masyarakat. Moral sendiri harus dipelajari sedari kecil agar supaya kelak ketika
sudah dewasa bisa menentukan baik dan buruknya sesuatu hal.

4. Kasus Soeharto yang Mengakibatkan Hilangnya Legitimasi Moral

Soeharto merupakan Presiden indonesia yang telah menjabat selama 32 tahun.


Namun, kekuasaan Soeharto harus jatuh pada tahun 1998 yang disebabkan karena
adanya krisis ekonomi dan meningkatnya inflasi yang terjadi di Indonesia. Legitimasi
moral dan konstitusional bukan dua hal yang terpisah namun tetap bisa dibedakan.
Seorang disebut presiden apabila mendapat mandat kekuasaan yang memberinya
legitimasi politik untuk memerintah. Legitimasi moral berupa dukungan persetujuan
yang diberikan seluruh lapisan masyarakat.

Masyarakat memilih seorang presiden melalui pemilihan umum (pemilu)


dimana dalam pelaksanaan pemilu rakyat bebas memilih dan menentukan seseorang
yang pantas dan layak menjadi pemimpin negara dan bertanggung jawab serta tidak
lalai dari tugas dan tidak melupakan visi serta misi pada saat masa kampanye.
Presiden yang sudah terpilih pun bisa jadi kurang pas atau kurang tepat maupun
kurang bertanggung jawab. Pilihan masyarakat atas presiden dibuktikan apabila
presiden juga menikmati dukungan dari rakyat. Legitimasi ini disebut legitimasi
moral. Karena legitimasi ini berkaitan erat dengan adanya konstitusi, dimana untuk
memastikan agar jaminan perlindungan keamanan dan kesejahteraan ralyat Indonesia.
Jika pada suatu saat rakyat menemui permasalahan karena hal tertentu namun negara
kurang bisa mengatasinya dan tidak mampu menjamin keamanan, peelindungan serta
kesejahteraan rakyatnya dan rakyat melakukan protes karena hak nya tidak terpenuhi
dan merasa kurang sejahtera, rakyat bisa melakukan bentuk protes kepada para
pemimpin karena tidak bisa menjamin kesejahteraan masyarakatnya, maka
pemerintah yang berangkutan dalam hal tersebut akan kehilangan legitimasi
moralnya.

Pada saat Soeharto mengundurkan diri itu diakibatkan karena Soeharto haya
memiliki legitimasi konstitusional saja, tapi beliau tidak mempunyai legitimasi moral
dimana kedua hal itu merupakan syarat seoran presiden agar bisa memimpin dan
berkuasa atas negaranya. Oleh sebab itulah pemerintahan Soeharto mundur karena
kurangnya dukungan moral dari masyarakat. Ketegasan dalam menanggapi protes
rakyat pernah dikatakan oleh Muhammad Yamin dalam sidang rancangan UUD 1945
tanggal 15 Juli 1945, beliau mengingatkan seluuh anggota sidang untuk memperkuat
perlindungan rakyat Indonesia. Presiden Soeharto mundur membutikan bahwa
seorang presiden bisa tetap memimpin dan berkuasa apabila mendapat legitimasi
konstitusional dan juga legitimasi moral.

4.1. Hal yang Terjadi Apabila Pemimpin Mendapat Dukungan Moral dari Rakyat

Beda keadaan dari kasus mundurnya pemerintah Soeharto setelah 32 tahun


memimpin jika pemerintah atupun seorang pemimpin bisa menjalankan mandat yang
akan dipertanggung jawabkan kepada dirinya dengan baik dan tidak melanggar
sesuatu hal yang bisa menurunkan penilaian rakyat terhadap pemimpinnya maka
rakyatpun akan senantiasa memberi dukungan terhadap keputusan yang akan diambil.
Sekarang ini banyak kasus para pemimpin melakukan tindakan korupsi yang tidak
hanya merugikan diri sendiri namun juga merugikan negara. Namun jika seorang
pemimpin memberi contoh yang baik kepada rakyat, memberi perlindungan dan
kesejahteraan bagi kehidupan rakyatnya serta menanggapi dengan tegas dan segera
mengambil tindakan yang tepat apabila rakyat mulai mengeluarkan bentuk protesnya
terhadap ketidakpuasan terhadap sesuatu hal dan juga para pemimin harus
mempunyai rasa empati terhadap nasib rakyat yang dipimpinnya
5. Legitimasi Moral Bagi Kesejahteraan Rakyat Indonesia

Kesejahteraan merupakan hal yang diinginkan rakyat dalam kehidupan


bernegara. Apabila pemimpin bersikap baik dan mampu mengemban tanggung
jawabnya maka rakyat senantiasa mendukung keputusannya dan jalannya
pemerintahan bisa berjalan dengan lancar. Karena pada umumnya legitimasi moral
lebih berupa dukungan, persetujuan dan kerjasama dari rakyat yang ditampilkan
secara konret. Rakyat merasa sejahtera apabila suaranya didengarkan dan ditanggapi
bukan malah diabaikan atau kurang segera ditanggapi. Memiliki pemimpin yang
peduli dan jaga merasa empati pada rakyatnya itulah yang diharapkan. Pemimpin
yang peduli pada nasib rakyatnya bukan hanya peduli pada dirinya sendiri dan
mengabaikan tanggung jawab dalam tugasnya sebagai pemimpin.

Karena jika seorang pemimpin baik dan peduli pada nasib dan masalah yang
dirasakan rakyatnya maka hidup akan terasa nyaman, pemenuhan hak-hak rakyat juga
dipenuhi dalam segi keadilan maupun segi ekonomi maka kesejahteraan rakyat akan
mudah tercapai dan terpenuhi.

Penutup

Mendirikan sebuah negara pasti mempunyai suatu tujuan. Salah satu tujuannya
yaitu pemenuhan kebutuhan masyarakatnya. Pemimpin harus bisa memberi
perlindungan dan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Dengan memenuhi kebutuhan
masyrakatnya maka rakyat akan memberi dukungan, perssetujuan, dan kerjasama
yang baik atas sesuatu keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin. Oleh karena
itu, dukungan moral dari masyrakat dapat memperkuat jalannya suatu pemerintahan
Daftar Rujukan

Buku

Dewantara, A. (2017). Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini.

Internet

http://ciputrauceo.net/blog/2016/9/2/perbedaan-budi-pekerti-moral-dan-etika

https://id.m.wikipedia.org/wiki/legitimasi

https://arya-comunity.blogspot.com/2011/04/contoh-kasus-legitimasi-pemerintahan.html?
m=1

Anda mungkin juga menyukai