Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh :
Risa 1710711029
Nur Fitria 1710711049
Valery Oktavia 1710711051
Latifah Khusnul Khotimah 1710711056
Nada Naflah 1710711058
Nurhidayah P 1710711113
Niasa 1710711130
2. Palpasi
Merupakan metode pemeriksaan pasien dengan menggunakan ‘sense of touch’
Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan
penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari atau tangan. Palpasi dibagi
menjadi dua jenis yakni, palpasi ringan dan palpasi dalam. Palpasi ringan dilakukan
dengan memberi tekanan lembut pada kulit dan jaringan dapat mendeteksi area-area
ketidakteraturan dan nyeri tekan. Palpasi dalam dilakukan dengan menekan jaringan
untuk mengkaji kondisi organ dibawahnya.
Cara pemeriksaan :
1. Posisi pasien bisa tidur, duduk atau berdiri
2. Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman
3. Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering
4. Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
5. Lakukan Palpasi dengan sentuhan perlahan-lahan dengan tekanan ringan
6. Palpasi daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan menandakan kelainan.
7. Lakukan Palpasi secara hati-hati apabila diduga adanya fraktur tulang.
8. Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah.
9. Rasakan dengan seksama kelainan organ/jaringan, adanya nodul, tumor
bergerak/tidak dengan konsistensi padat/kenyal, bersifat kasar/lembut,
ukurannya dan ada/tidaknya getaran/ trill, serta rasa nyeri raba / tekan.
10. Catatlah hasil pemeriksaan yang didapat.
3. Perkusi
Perkusi merupakan suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi
getaran/ gelombang suara yang dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian tubuh
yang diperiksa.
Ada 2 metode perkusi yakni perkusi secara langsung dan tidak langsung. Metode
langsung melibatkan pengetukan permukaan tubuh
secara langsung dengan satu atau dua jari. Metode
tidak langsung (gambar disamping) dilakukan
dengan menempatkan jari tengah tangan non-
dominan diatas permukaan tubuh, dengan telapak
tangan dan jari-jari tangan yang lain tidak berada
dipermukaan kulit lalu ujung jari tengah tangan
dominan mengetuk bagian dendi dari tangan non
dominan.
Cara pemeriksaan :
1. Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian yang akan
diperiksa
2. Pastikan pasien dalam keadaan rilex
3. Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
4. Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering.
5. Lakukan perkusi secara seksama dan sistimatis yaitu dengan :
•Metode langsung
•Metode tidak langsung
6. Bandingkan atau perhatikan bunyi yang dihasilkan oleh perkusi.
a. timpani mempunyai intensitas keras, nada tinggi, waktu agak lama dan
kualitas seperti drum (lambung).
b. resonan mempunyai intensitas menengah, nada rendah, waktu lama, kualitas
bergema (paru normal).
c. hipersonar mempunyai intensitas amat keras, waktu lebih lama, kualitas
ledakan (empisema paru).
d. pekak mempunyai intensitas lembut sampai menengah, nada tinggi, waktu
agak lama kualitas seperti petir (hati).
4. Auskultasi
Aukultasi dalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan
suara yang dihasilkan oleh tubuh. Alat yang digunakan ialah stetoskop. Perawat
yang melakukan auskultasi membutuhkan konsentrasi dan latihan mendengarkan
bunyi-bunyi normal pada organ agar bisa menjadi suatu patokan dalam pemeriksaan.
Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi :
1. Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran permenit.
2. Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar.
3. Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/ lemahnya suara
4. Kualitas yaitu warna nada/ variasi suara.(meliputi suara tiupan atau gemuruh)
Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :
•Rales, adanya masalah pada bagian alveolus.
•Ronchi, adanya masalah dibagian bronkus paru-baru. Nafas terdengan sangat
rendah.
•Wheezing, terdengar seperti ngiiiik, dan terjadi pada penderita asma.
•Pleura Friction Rub, adanya masalah pada bagian pleura. Terdengar seperti
dengkuran.
A. KEPALA
Kepala yang normal tampak tegak dan berada di garis tengah tubuh. Pada wajah,
perhatikan kelopak mata, alis mata, lipatan nasolabial, serta bentuk dan kesimetrisan
mulut. Periksa ukuran, bentuk, dan kontur tulang kepala. Umumnya tulang tampak
bulat dengan penonjolan area frontalis anterior dan oksipitalis posterior.
Pemeriksaan yang dilakukan pada kulit kepala dan rambut adalah inspeksi dan
palpasi. Berikut ini adalah pemeriksaan pada kulit kepala dan rambut.
a. Inspeksi
Lihat kebersihan kulit kepala, apakah ada ketombe, kutu kepala, warna rambut,
persebaran rambut kepala, dan bentuk kepala. Bentuk kepala dipengaruhi oleh ras,
penyakit, dan lingkungan
b. Palpasi
Rasakan adanya massa pada kepala, adanya perubahan kontur tengkorak , atau
diskontinuitas tengkorak. Tanyakan apakah klien merasa nyeri, minta klien untuk
menunjukkan dan jangan lanjutkan palpasi.
Terdapat saraf :
Nervus Trigeminus (n. V)
Sensorik cabang oftalmikus (pemeriksaan rasa raba) :
Sebagai perangsang dapat digunakan sepotong kapas,kertas atau kain
yang ujungnya diusahakan sekecil mungkin. Hindarkan adanya tekanan atau
pembankitan rasa nyeri.usapkan kapas trsbut pada bagian dahi, kening dan
bandingkan bagian-bagian yang simetris.
3. Tinggi alis : Perhatikan apakah sama antara tinggi alis kiri dan kanan.
5. Bersiul : Melihat apakah penderita dapat bersiul atau tidak, ini dalam
rangka untuk menilai persarafan pada bibir, sering ada penderita yang
memang tidak tau bersiul.
10. Sekresi air liur : Menilai banyaknya produksi air liur, kemudian melihat
apakah penderita sering ngiler ( air liur keluar dari mulut).
Fungsi saraf nervus pada umumnya juga menilai kesamaan antara kiri
dan kanan, sering juga terjadi kelumpuhan pada kedua sisi.
Penilaian
NO. Uraian
1 2 3 4
A. FASE PRE ORIENTASI
1) Persiapan alat-alat :
a. Sarung tangan
B. FASE ORIENTASI
1. Salam dan memperkenalkan diri
2. Validasi pasien :
a. Nama pasien
b. Tanggal lahir pasien
3. Menjelaskan maksud dan tujuan serta
meminta izin pada pasien untuk bersedia
diperiksa
4. Memberi pasien posisi yang nyaman
5. Bersikap ramah dan sopan dengan pasien
C. FASE KERJA
1. Menjelaskan kepada klien
2. Mencuci tangan
3. Menjaga privasi
4. Posisikan klien dengan duduk, kepala
tegak lurus dan diam
5. Bila memakai wig atau rambut palsu
harus dilepas
6. Lakukan pengamatan: ukuran, bentuk dan
posisi kepala terhadap tubuh, normal
kepala tegak lurus dan digaris tengah
tubuh, tulang kepala umumnya bulat
dengan tonjolan frontal dibagian anterior
dan oksipital di bagian posterior
7. Lakukan palpasi kepala apakah ada nodul,
tumor dengan cara merotasikan ujung jari
kebawah dari garis tengah kulit kepala
dengan lembut dan kemudian kesisi
samping kepala. Kulit kepala diatas tulang
normalnya halus dan elastis
8. Pada neonatus palpasi ringan fontanel
anterior dan posterior, ukuran, bentuk dan
tekstur. Fontanel normal datar dan
berbatas jelas. Fontanel posterior tertutup
pada umur 2 bulan dan fontanel anterior
tertutup pada usia 12-18 bulan, adanya
deformis tulang kepala dapat disebabkan
trauma, kepala besar (makromegali) dapat
disebabkan kelebihan hormon
pertumbuhan. Pada bayi kepala besar
dapat disebabkan kelainan kongenital,
hidrosepalus
D. FASE TERMINASI
Evaluasi validasi :
1. Observasi perawat terhadap pasien setelah
dilakukan tindakan
2. Rencana tindak lanjut untuk pasien
3. Merapikan alat yang telah digunakan
4. Berpamitan dengan pasien setelah selesai
melakukan tindakan
E. DOKUMENTASI
Sikap perawat :
1. Sopan
2. Ramah
3. Hati-hati
Rambut yang ada pada tubuh: rambut terminal (rambut panjang, kasar, tebal
yang mudah terlihat pada kulit kepala, aksila, pubis, dan janggut) dan rambut
vellus (rambut kecil, lembut, halus dan terdapat diseluruh tubuh kecuali telapak
tangan dan kaki). Inspeksi kondisi dan distribusi rambut serta integritas kulit
kepala dengan pencahayaan yang baik.
Amati distribusi normal pertumbuhan rambut pria dan wanita. Pada pubertas
terjadi perubahan jumlah dan distribusi rambut. Klien dengan gangguan hormon
mengalami distribusi dan pertumbuhan rambut di bibir atas, dagu, dan pipi dengan
rambut vellus yang menjadi semakin kasar di seluruh tubuh. Bagi beberapa orang,
perubahan pertumbuhan rambut memengaruhi citra tubuh dan kenyamanan emosional
secara negatif.
Penilaian
NO. Uraian
1 2 3 4
A. FASE PRE ORIENTASI
1) Persiapan alat-alat :
b. Sarung tangan
B. FASE ORIENTASI
1. Salam dan memperkenalkan diri
2. Validasi pasien :
a. Nama pasien
b. Tanggal lahir pasien
3. Menjelaskan maksud dan tujuan serta
meminta izin pada pasien untuk bersedia
diperiksa
4. Memberi pasien posisi yang nyaman
5. Bersikap ramah dan sopan dengan pasien
C. FASE KERJA
1. Menjelaskan kepada klien
2. Mencuci tangan
3. Menjaga privasi
4. Posisikan klien dengan duduk, kepala
tegak lurus dan diam agar seluruh rambut
dapat di periksa dengan mudah dan rambut
palsu dilepas
9. Tanyakan pada klien apakah rambutnya
mudah rontok, adanya perubahan warna,
gangguan pertumbuhan rambut,
penggunaan shampo atau produk lain
perawatan rambut, alat pengeriting dan
menjalani kemoterapi
10. Lakukan inspeksi rambut: penyebaran,
ketebalan, tekstur dan lubrikasi. Rambut
biasanya tersebar merata, tidak terlalu
kering, tidak terlalu berminyak dan liat
11. Lakukan palpasi dengan menggunakan
sarung tangan, sisihkan rambut untuk
melihat karakteristik kulit kepala
12. Perhatikan lesi, luka, erupsi, dan pustular
pada kulit kepala dan folikel rambut
13. Perhatikan adanya kutu kepala (yang
tumbuhnya kecil berwarna putih keabuan),
kutu kepiting berkaki merah dan telur kutu
(seperti partikel oval ketombe)
14. Laukan penarikan ringan pada rambut,
kerontokan rambut dapat terjadi akibat
penyakit kulit kepala, gangguan fungsi
tubuh seperti demam, pemberian anastesi
atau menerima pengobatan kemoterapi, dll.
D. FASE TERMINASI
Evaluasi validasi :
1. Tanyakan perasaan pasien setelah
dilakukan tindakan
2. Observasi perawat terhadap pasien setelah
dilakukan tindakan
3. Rencana tindak lanjut untuk pasien
4. Merapikan alat yang telah digunakan
5. Berpamitan dengan pasien setelah selesai
melakukan tindakan
E. DOKUMENTASI
Sikap perawat :
1. Sopan
2. Ramah
3. Hati-hati
B. MATA
Pemeriksaan mata mencangkup pengkajian ketajaman penglihatan, lapangan
pandang, pergerakan otot ekstraokular, dan struktur luar dan dalam.
• Ketajaman Penglihatan
Cara termudah mengkaji penglihatan dekat adalah dengan meminta klien
menbaca huruf cetak dengan pencahayaan yang cukup. Pastikan klien
mengerti bahasa yang diucapkan dan dibaca. Untuk mengetahui bahwa klien
tidak buta huruf, Anda dapat meminta mereka untuk membaca tulisan dengan
suara keras. Pengkajian penglihatan jauh membutuhkan kartu Snellen (poster
keras atau layar proyeksi). Minta klien duduk atau berdiri 6m (20 kaki) dari
kartu dan membacanya dengan kedua mata. Lalu minta klien membaca huruf
dengan tiap mata (satu mata klien ditutup). Klien tifdaj boleh menekan mata
yang sedang ditutup. Catat garis terkecil yang dapat dibaca klien dengan benar
dan carat ketajaman penglihatan untuk garis tersebut.
Jika klien buta huruf, gunakan kartu E atau kartu dengan obyek yang
mudah dikenali. Klien diminta menyebutkan arah huruf E atau nama obyek.
Jika klien tidak dapat membaca huruf terbesar pada kartu Snellen, periksa
dengan mengacungkan jari atau penglihatan cahaya. Acungkan tangan 30cm
(1 kaki) dari wajah klien dan minta klien menyebutkan jumlah jari yang
diacungkan. Untuk melihat persepsi cahaya, arahkan sinar ke mata klien lalu
matikan.
• Pergerakan Otot Ekstraokular
Klien duduk atau berdiri 60cm dari anda. Acungkan jari dengan jarak 15-
30cm dari mata klien. Minta klien untuk tidak menggerakkan kepala dan
mengikuti pergerakan jari dengan mata saja. Klien harus melihat ke kanan,
kiri serta diagonal atas dan bawah, dan diagonal kanan maupun kiri. Gerakkan
jari dengan perlahan dalam lapangan pandang yang normal. Saat klien melihat
ke tiap arah, amati gerakan paralel mata, posisi kelopak atas terhadap iris dan
adanya gerakan abnormal.
• Lapangan Pandang
Klien berdiri atau duduk dengan jarak 60cm dari anda setinggi mata. Klien
menutup sebelah mata dan melihat ke mata anda yang tepat didepannya (mata
yang berlawanan dari mata klien). Tutup mata sebelah anda sehingga
lapangan pandang anda akan sama dengan klien. Gerakan jari dari kejauhan
yang sama dari anda dan klien diluar lapangan pandang, lalu gerakan
memasuki lapangan pandang. Tanyakan pada klien mulai kapan ia dapat
melihat jari.
• Struktur Mata Eksternal
Amati posisi antara kedua mata. Normalnya mereka paralel satu sama lain.
Alis mata
Normalnya kedua alis tampak simetris. Minta klien menaik
turunkan alis mata. Mereka akan naik dan turun secara simetris.
Kelopak mata
Inspeksi posisi, warna, permukaan, kondisi dan arah bulu mata dan
kemampuan klien untuk membuka, menutup dan berkedip. Untuk
menginspeksi permukaan kelopak atas, minta klien untuk menutup
matanya. Angkat kedua alis perlahan dengan ibu jari dan jari telunjuk
untuk merengangkan kulit. Kelopak normal tampak mulus dan berwarna
sama dengan kulit.
Aparatus lakrimal
Palpasi kelenjar dengan perlahab untuk mendeteksi nyeri tekan.
Normalnya anda tidak dapat meraba kelenjar.
Konjungtiva dan sklera
Tarik kedua kelopak dengan ibu jari dan jari mata. Tarikkedua
kelopak ibu jari dan jari telunjuk di orbita bawah dan atas. Minta klien
melihat ke atas, bawah dan samping. Klien biasanya akan berkedip
sehingga pemeriksaan menjadj sulit. Inspeksi warna, tekstur, dan adanya
edema atau lesi. Konjungtiva normal tidak menderita eritema.
Kornea
Saat klien melihat lurus ke depan, inspeksi kejernihan dan tekstur
kornea sambil menyinari permukaan kornea dari sudut miring. Kornea
normal tampak berkilau, transparan dan mulus.
Terdapat saraf : Nervus Trigeminus (n. V)
Refleks kornea
Pasien diminta melirik ke atas atau ke samping supaya mata jangan
berkedip bilamana korneanya hendak disentuh oleh seutas kapas.
Goreskan pada kornea dengan ujung seutas kapas pada satu sisi
membangkitkan kedipan kelopak mata atas reflektorik secara bilateral
Ptosis
Untuk menilai m. levator palpebrae pasien disuruh memejamkan matanya,
kemudian ia disuruh membuka matanya. Waktu pasien membuka matanya jita
tahan gerakanini dengan memegang ( menekan enteng) pada kelopak mata.
Dengan demikian dapat dinilai kekuatan mengangkat kelopak mata. Pada
pemeriksaan ini untuk meniadakan tenaga kompensasi dari m. frontalis perlu
diberikan tekanan pada alis mata dengan tangan satu lagi.
Kedipan
Penderita diminta untuk mengedipkan mata.
Membuka dan menutup mata
Penderita diminta untuk membuka dan menutup mata.
Pupil
Bentuk: perhatikan bentuk ppupil apakah bundar dan datar tepinya atau tidak.
Ukuran: perhatikan besar pupil pada mata kiri dan kanan apakah sama besar atau
tidak.
Perbandingan: membandingkan pupil pada kedua bola mata
R.cahaya langsung dan tidak langsung: pada pemeriksaan ini pasien disuruh
melihat jauh setelah itu mata kita senter dan lihat apakah ada reaksi pada pupil.
Pada keadaan normal pupil mengecil. Bila demikian halnya, disebut reaksi
cahaya langsung positif. Kemudian perhatikan pula pupil mata yang satunya lagi,
apakah pupilnya ikut mengecil oleh penyinaran mata yang lainnya itu. Bila
demikian, disebut reaksi cahaya tidak lagsung positif.
Deviasi konjugae
Perhatikan kedudukan bolamata apakah mata menonjol atau seolah-olah masuk
kedalam.
m.rectus lateralis, m.rectus medialis, m.rectus superior, m.rectus inferior,
m.obliques superior, m.obliques inferior.
Penderita disuruh mengikuti jari-jari pemeriksa yang digerakkan kearah lateral,
medial bawah, bawah dan kearah yang miring, yaitu: atas-lateral, bawah medial,
atas-medial, bawah-lateral. Perhatikan apakah mata pasien dapat mengikutinya
dan perhatikan bagaimana gerakan bola mata, apakah lancar dan mulus atau
kaku.
Nervus Vagus (N X)
Refleks Okulokardiac bila kita tekan enteng biji mata akan mengakibatkan
berkurangnya detak jantung. Refleks ini dapat digunakan sebagai petunjuk
adanya kepekaan vagus. Refleks ini tidak terdapat pada paralisis nervus vagus
sedangkan pada orang yang vagotonik reflex ini meningkat.
Penilaian
NO. Uraian
1 2 3 4
A. FASE PRE ORIENTASI
1. Persiapan alat-alat :
Meja periksa
Tempat duduk/Bed
Sarung tangan
Masker
Pen Light
Koran/Majalah
Snellen Chart/E chart
Format Pengkajian
B. FASE ORIENTASI
1. Salam dan memperkenalkan diri
2. Validasi pasien :
3. Nama pasien
4. Tanggal lahir pasien
5. Menjelaskan maksud dan tujuan serta
meminta izin pada pasien untuk bersedia
diperiksa
6. Mendapatkan data tentang keadaan pasien
secara lengkap
7. Memberi pasien posisi yang nyaman
8. Bersikap ramah dan sopan dengan pasien
FASE KERJA
1. Menjelaskan kepada klien
2. Mencuci tangan
3. Menjaga privasi
4. Lakukan pengkajian membaca dekat:
pastikan cukup pencahayaan dan pastikan
apakah klien memakai alat bantu baca dan
bisa membaca, kemudian minta klien
untuk
membaca koran atau majalah dengan jarak
30 cm
5. Lakukan pengkajian membaca jauh:
a. Gunakan lembar pemeriksaan
snellen
b. Pastikan cukup pencahayaan
c. Posisi klien berdiri atau duduk
dengan jarak 20 kaki (6,1 meter )
dari lembar
snellen
d. Minta klien untuk membaca huruf
pada lembar snellen dengan
mata terbuka ulangi dengan satu
mata ditutup
e. Tentukan baris terkecil dimana
klien bisa membaca seluruh huruf
dengan benar.
6. Lakukan pengkajian dengan menghitung
jari: Uji masing-masing mata untuk
menghitung jari yang diacungkan
pemeriksa dengan jarak 30 cm dari wajah
klien
7. Lakukan pengkajian dengan uji cahaya :
Sinari mata klien dengan senter kecil dan
padamkan, tanyakan apakah klien melihat
cahaya.
8. Lakukan pengkajian lapang
pandang/penglihatan dengan cara :
a. Posisi duduk atau berdiri 2 kaki
(60cm) jauhnya,
berhadapan dengan ketinggian
mata sejajar pemeriksa.
b. Klien menutup satu mata, mata
yang lain menatap mata pemeriksa
c. Pemeriksa menutup satu mata yang
berlawanan arah, satu mata melihat
klien
d. Gerakkan jari dengan jarak
sebanding panjang lengan diluar
lapang penglihatan
e. Minta klien untuk mengatakan bila
melihat jari pemeriksa.
f. Perlahan tarik jari pemeriksa
mendekat.
g. Ulangi prosedur pada sisi lain.
Selalu harus membandingkan titik
dimana pemeriksa melihat jari
tersebut memasuki lapang
penglihatan pemeriksa dan titik
dimana klien melihatnya.
h. Ulangi prosedur dengan keempat
arah pada mata lainnya.
9. Lakukan pengkajian gerakan ekstraokuler
a. Posisi klien duduk atau berdiri 2
kaki (60 cm) jauhnya, berhadapan
dengan pemeriksa.
b. Minta klien mengikuti gerak jari
dengan kedua mata, kepala tetap
pada posisi menghadap pemeriksa.
c. Gerakkan jari dengan lembut dan
perlahan melalui delapan arah
tatapan utama.
d. Jaga agar jari tetap dalam lapang
penglihatan normal
e. Observasi gerak paralel mata
D. FASE TERMINASI
Evaluasi validasi :
1. Observasi perawat terhadap pasien setelah
dilakukan tindakan
2. Rencana tindak lanjut untuk pasien
3. Merapikan alat yang telah digunakan
4. Berpamitan dengan pasien setelah selesai
melakukan tindakan
E. DOKUMENTASI
Sikap perawat :
4. Sopan
5. Ramah
6. Hati-hati
B. FASE ORIENTASI
6. Salam dan memperkenalkan diri
7. Validasi pasien :
c. Nama pasien
d. Tanggal lahir pasien
8. Menjelaskan maksud dan tujuan
serta meminta izin pada pasien
untuk bersedia diperiksa
Mendapatkan data tentang
keadaan pasien secara
lengkap
9. Memberi pasien posisi yang
nyaman
10. Bersikap ramah dan sopan dengan
pasien
C. FASE KERJA
1. Menjelaskan kepada klien
2. Mencuci tangan
3. Menjaga privasi
POSISI DAN KESELARASAAN
4. Lakukan inspeksi posisi mata dalam
perbandingan antara satu dan
lainnya
ALIS MATA
5. Lakukan inspeksi alis untuk
ukuran. distribusi dan tekstur
rambut
6. Minta klien untuk menaikkan dan
menurunkan alis mata, amati
pergerakannya
DAERAH ORBITAL
7. Lakukan Inspeksi terhadap edema,
kemerahan, dan kondsi jaringan
lunak dibawah orbital
KELOPAK ATAS MATA
8. Inspeksi posisi dan warna kelopak
mata, edema dan benjolan
9. Minta klien untuk menutup dan
membuka mata secara normal,
amati kemampuannya
10. Inspeksi permukaan kelopak mata
atas dengan meminta klien
menutup mata, jika terjadi lesi catat
ukuran, bentuk, penyebaran dan
pengeluaran cairan.
BULU MATA
11. Perhatikan posisi bulu mata,
normalnya melengkung ke atas
KELOPAK MATA BAWAH
12. Minta klien untuk membuka mata,
perhatikan frekwensi reflek
berkedip
13. Inspeksi permukaan kelopak mata,
edema dan benjolan, jika ada lesi
catat ukuran, bentuk, penyebaran
dan pengeluaran cairan.
APARATUS LAKRIMAL
14. Inspeksi daerah kelenjar lakrimal
pada dinding luar atas
anterior tulang orbital terhadap
edema dan kemerahan.
15. Palpasi dengan lembut area kelenjar
untuk mendeteksi nyeri.
16. Inspeksi duktus lakrimal, periksa
adanya edema dan pengeluaran air
mata yang berlebihan.
KONJUNGTIVA SKLERA
17. Tarik lembut kelopak mata untuk
menginspeksi konjungtiva bulbar,
yang menutup daerah permukaan
terbuka bola mata sampai tepi
kornea
18. Inspeksi warna konjungtiva, edema
dan lesi.
KORNEA
19. Inspeksi kejernihan dan tekstur
kornea
20. Lakukan uji sensitifitas kornea
dengan cara mendekatkan kapas ke
salah satu mata klien perhatikan
kedipan
PUPIL DAN IRIS
21. Inspeksi keadaan luar iris dan
perhatikan kelainan tepinya
22. Inspeksi ukuran, bentuk,
keselarasan pupil dan reaksi
terhadap cahaya
23. Uji reflek pupil terhadap cahaya
secara langsung dengan
menyorotkan penlight ke arah pupil
lalu perhatikan ukuran pupil ketika
kena cahaya, normalnya pupil
mengecil.
D. FASE TERMINASI
Evaluasi validasi :
1. Observasi perawat terhadap pasien
setelah dilakukan tindakan
2. Rencana tindak lanjut untuk pasien
3. Merapikan alat yang telah
digunakan
4. Berpamitan dengan pasien setelah
selesai melakukan tindakan
5.
E. DOKUMENTASI
Sikap perawat :
1. Sopan
2. Ramah
3. Hati-hati
C. TELINGA
• Aurikula
Klien duduk dengan nyaman, lalu mulailah inspeksi ukuran, bentuk, simetri,
penanda, posisi dan warna aurikula. Aurikula normal memiliki ukuran dan tinggi
yang sama.
• Saluran Telingan dan Gendang Telinga
Periksa struktur telinga luar dan tengah denga otoskop. Pastikan klien
tidak menggerakkan kepala selama pemeriksaan untuk menghindari kerusakan
saluran dan membran timpani.
• Ketajaman Pendengaran
Pada keadaan normal, klien merespons tanpa meminta pengulangan
pertanyaan yang terlalu sering. Jika adanya ketulian, perijsa respons klien
terhadap bisikan. Periksa satu telinga dengan telinga lain yang ditutup dengan jari
klien. Minta klien mengerakkan jari tersebut ke atas dan ke bawah selama
pemeriksaan. Dengan jarak berdiri sejauh 30 sampai 60cm dari telinga yang
diperiksa, tutup mulut sehingga klien tidak dapat membaca bibir. Setelah
membuang napas, berbisiklah dengan lembut ke arah telinga yang tidak ditutup
dengan menyebutkan angka acak atau suku kata yang jelas.
Terdapat saraf :
Nervus Vestibulo Cochlearis ( N. VIII)
Komponenen tes suara berbisik:
a. Tes schawabach : tes ini membandingkan pendengaran pemeriksa dengan
penderita, menggunakan garpu tala. Garpu tala dibunyikan dan ditempatkan di
dekat telinga penderita, setelah penderita tidak mendengarkan bunyi lagi
garpu tala dipindahkan di dekat telinga pemeriksa ( telinga pemeriksa
normal). Bila masih terdengar bunyi di telinga penderita, maka dikatakan
scawabach lebih pendek untuk konduksi udara.
Kedua, garpu tala setelah dibunyikan di taruh pada tulang mastoid, lakukan
seperti diatas. Ini untuk menilai konduksi tulang.
b. Tes Rinne : tes ini untuk membandingkan konduksi tulang dan konduksi
udara, pada orang normal konduksi udara lebih,baik daripada konduksi tulang,
hal ini didapat pada juga pada tuli perspektif, kecuali pada tuli konduktif.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara, membunyikan garpu tala kemudian
diletakkan pada tulang mastoid penderita, apabila sudah tidak terdengar garpu
tala segera dipindahkan ke talinga. Jika masih terdengar suara maka konduksi
udara ebih baik dari konduksi tulang dalam hal ini rinne positif.
c. Tes Webber : garpu tala dibunyikan, di tekan pada dahi penderita, tepat di
tengah. Penderita disuruh untuk mendengarkan telinga mana yang berbunyi
lebih keras, pada orang normal bunyi tersebut sama antara telinga kiri dan
kanan. Pada tuli saraf, bunyi lebih keras pada telinga yang sehat, sedangkan
pada tuli konduktif bunyi lebih keras pada telinga yang tuli.
Gangguan pada saraf Nervus Vestibulo Cochlearis:
▪ Vertigo : keluhan yang sering ditemukan oleh penderita dengan gangguan system
vestibuler, ini merupakan rasa bergerak( penderita merasa bahwa sekitarnya
bergerak atau dirinya bergerak) dan biasanya disertai oleh rasa tidak stabil dan
kehilangan keseimbangan.
▪ Romberg test : penderita disuruh berdiri dengan satu kaki dan kaki yang lain
berada di depan jari-jari yang lain, lengan di depan dada dan mata kemudian
ditutup. Tes ini untuk menilai adanya disfungsi pada system vestibuler., orang
normal mampu berdiri dalam posisi Romberg selama 30 detik atau lebih.
▪ Nistagmus spontan : melihat adanya gerakan bola mata yang tidak terkontrol.
▪ Nistagmus kalori : timbul bila melirik ke suatu arah. Dingin bergerak ke sisi
kontralateral; panas bergerak ke sisi ipsilateral.
▪ Nistagmus posisional: timbul bila terjadi perubahan posisi kepala.
▪ Tinnituas : menanyakan apakah penderita sering mendengar suara2 lain.
NO URAIAN PENILAIAN
. 0 1 2
A Fase Pre Orientasi
1. Persiapan Perawat
a. Perawat membaca status pasien
Perawat membaca SOP tentang Pemeriksaan fisik telinga
2. Persiapan Alat
a. Meja kursi
b. Ruang pemeriksaan sesuai standart minimal 3 x 4 m
c. Bed pemeriksaan sesuai standart :
Tinggi : 70 cm
Lebar : 70 cm
Panjang : 2 m
d. Bantal, sprei, perlak, stik laken, selimut
e. Tempat cuci tangan (wastafel + kran dengan air
mengalir) dan sabun cuci tangan
f. Handuk
g. Alat tulis
h. Tissue gulung
i. Kartu status
j. Formulir rujukan (Umum, Askes, JPS)
k. Kertas resep
l. Jas medis putih
m. Masker
n. Tempat sampah
o. Lampu
p. Arloji berjarum detik
B Fase Orientasi
1. Salam Menyapa
2. Memperkenalkan diri pemeriksa
3. Menanyakan dengan sopan dan ramah
4. Falidasi klien
5. Jelaskan prosedur tindakan yang akan kita lakukan
6. Berikan privasi pada klien
(Tutup sampiran,untuk tetap memberikan privaci pada klien)
C Fase Kerja
1. Cuci tangan.
2. Pakai sarung tangan
Buka bak instrument dengan tangan kiri, ambil sarung tangan
dengan menggunakan tangan kanan kemudian pasangkan pada
tangan kanan, ingat prinsip steril. Pindahkan sarung tangan ke
tangan kiri kemudian pertahankan / pegang luar dari sarung
tangan yang telah dilipat sebagian kemudian masukan tangan
kanan kedalam sarung tangan. Ambil sarung tangan yang
satunya dengan tangan kanan pegang masukkan tangan kiri ke
dalam sarung tangan.
3. Inspeksi dan palpasi telinga luar
1. Bantu klien dalam posisi duduk, jika memungkinkan
2. Posisi pemeriksa menghadap ke sisi telinga yang dikaji
3. Atur pencahayaan dengan menggunakan otoskop, lampu
kepala, atau sumber cahaya lain sehingga tangan pemeriksa
bebas bekerja( Bila tidak ada otoskop bisa menggunakan
spekulum).
4. Inspeksi telinga luar terhadap posisi, warna, ukuran, bentuk,
higiene, adanya lesi/massa, dan kesimetrisan. Bandingkan
dengan hasil normal
5. Lakukan palpasi dengan memegang telinga menggunakan jari
telunjuk dan jempol
6. Palpasi kartilago telinga luar secara sistematis, yaitu dari
jaringan lunak ke jaringan keras dan catat jika ada nyeri
7. Lakukan penekanan pada area tragus ke dalam dan tulang
telinga di bawah daun telinga
8. Bandingkan telinga kiri dan telinga kanan
9. Inspeksi lubang pendengaran eksternal dengan cara berikut :
Pada orang dewasa, pegang daun telinga/heliks dan
perlahan-lahan tarik daun telinga ke atas dan ke belakang
sehingga lurus dan menjadi mudah diamati
Pada anak-anak, tarik daun telinga ke bawah
10. Periksa adanya peradangan, perdarahan, atau kotoran/serumen
pada lubang telinga.
4. Pemeriksaan pendengaran
1. Menggunakan bisikan
Atur posisi klien berdiri membelakangi pemeriksa pada
jarak 4 – 6 m
Instruksikan klien untuk menutup salah satu telinga yang
tidak diperiksa “bu,,,tolong tutup telinga yang satunya??”
Bisikkan suatu bilangan, misal “tujuh enam”
Minta klien untuk mengulangi bilangan yang didengar
Periksa telinga lainnya dengan cara yang sama
Bandingkan kemampuan mendengar telinga kanan dan kiri
klien
2. Menggunakan arloji
Ciptakan suasana ruangan yang tenang
Pegang arloji dan dekatkan ke telinga klien
Minta klien untuk memberitahu pemeriksa jika ia
mendengar detak arloji
Pindahkan posisi arloji perlahan-lahan menjauhi telinga
dan minta klien untuk memberitahu pemeriksa jika ia tidak
mendengar detak arloji. Normalnya, klien masih
mendengar sampai jarak 30 cm dari telinga
3. Menggunakan garpu tala
Pemeriksaan RINNE
Untuk membandingkan hantaran udara dan hantaran
tulang pada telinga yang diperiksa.
Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke
telapak tangan atau buku jari tangan yang berlawanan
Letakkan tangkai garpu tala pada prosesus mastoideus
klien
Anjurkan klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia tidak
merasakan getaran lagi
Angkat garpu tala dan dengan cepat tempatkan di depan
lubang telinga klien 1 – 2 cm dengan posisi garpu tala
pararel terhadap lubang telinga luar klien
Instruksikan klien untuk memberi tahu apakah ia masih
mendengar suara atau tidak
Catat hasil pemeriksaan pendengaran tersebut
(Rinne positif jika pasien masih dapat mendengar, negatif jika
pasien tidak dapat mendengar).
Pemeriksaan WEBER
Untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan
telinga kanan.
Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak
atau buku jari tangan yang berlawanan
Letakkan tangkai garpu tala di tengah puncak kepala
klien
Tanyakan pada klien apakah bunyi terdengar sama jelas
pada kedua telinga atau lebih jelas pada salah satu telinga
Catat hasil pemeriksaan pendengaran tersebut
Pemeriksaan SCHWABACH
Membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan
pemeriksa yang pendengarannya normal
Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke
telapak tangan atau buku jari tangan yang berlawanan
Letakkan tangkai garpu tala pada prosesus mastoideus
klien
Anjurkan klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia tidak
merasakan getaran lagi
Bila sudah tidak mendengar letakkan tangkai garpu tala
pada prosesus mastoideus pemeriksa
Ulangi pada pemeriksa untuk pemeriksaan selanjutnya bila
pemeriksa tidak mendengar
(Bila pemeriksa dapat mendengar schwabach memendek,bila
saat dilakukan pengulangan yang diperiksa adalah
pemeriksa,dan hasilnya klien dapat mendengar schwabach
memanjang,bila saat diulangi tidak mendengar brati sama
dengan pemeriksa/Normal).
5. Membuka priva (Membuka sampiran,karena tindakan sudah
selesai)
D Fase Terminasi
- Evaluasi keadaan klien
- SOAP
- RTL
E Dokumentasi
- Sikap
1. Sopan
2. Ramah
3. Hasil
SINUS
Sinus diperiksa dengan palpasi. Palpasi sinus frontalis dilakukan dengan menekan ke
arah atas menggunakan ibu jari dan dibawah alis mata klien.
Refleks Sinus Carotid dengan cara menekan sinus carotis dengan tangan pada
percabangan arteri karotis komunis. Efek yang akan terjadi pada penderita yang
peka adalah menurunnya nadi, curah jantung, tekanan darah, dan timbulnya
vasodilatasi. Dalam keadaan patologis tekanan pada bifurkasio arteri karotis
komunis dapat menyebabkan vertigo, pucat, hilang kesadaran, dan kejang-kejang.
NO URAIAN PENILAIAN
. 0 1 2
A Fase Pre Orientasi
1. Persiapan Perawat
a. Perawat membaca status pasien
b. Perawat membaca SOP tentang Pemeriksaan fisik
hidung
2. Persiapan Alat
a. Otoskop
b. Speculum hidung
c. Cermin kecil
d. Lampu
B Fase Orientasi
1. Jelaskan pada pasien tujuan tindakan yang akan dilakukan
2. Atur lingkungan sekitar pasien.
C Fase Kerja
1. Cuci tangan
2. Pakai sarung tangan
3. Pasien diposisikan untuk duduk.
4. Pemeriksa duduk menghadap pasien.
5. Inpeksi dan Palpasi hidung bagian luar dan inpeksi sinus.
1) Atur penerangan dan amati hidung bagian luar dari sisi
depan, samping dan sisi atas. Perhatikan bentuk atau tulang
hidung dari ketiga sisi ini.
2) Lanjutkan dengan melakukan palpasi hidung luar dan catat
bila ditemukan ketidaknormalan kulit atau tulang hidung.
3) Kaji mobilitas septum hidung.
4) Palpasi sinus maksilaris, frontalis dan etmoidalis,
perhatikan terhadap adanya nyeri tekan.
6. Inpeksi hidung bagian dalam
1) Atur lampu sehingga sesuai untuk menerangi lubang hidung
2) Elevasikan ujung hidung pasien dengan cara menekan
hidung secara ringan dengan ibu jari, kemudian amati
bagian anterior lubang hidung.
3) Amati posisi septum hidung dan kemungkinan adanya
perfusi.
4) Amati bagian turbin inferior
5) Pasang speculum hidung pada lubang hidung sehingga
rongga hidung dapat diamati.
6) Untuk memudahkan pengamatan pada dasar hidung maka
atur posisi kepala sedikit menengadah.
7) Dorong kepala menengadah sehingga bagian atas rongga
hidung mudah diamati
8) Amati bentuk dan posisi septum, kartilago dan dinding -
dinding rongga hidung serta sepaput lender pada rongga
hidung (warna, sekresi, bengkak)
9) Bila sudah selesai, lepaskan speculum dengan hati - hati.
10) Untuk pemeriksaan hidung bagian dalam bisa digunakan
otoskop yang dilengkapi dengan speculum dan kaca
pembesar.
7. Pengkajian patensi hidung (dilakukan bila dicurigai adanya
sumbatan atau deformitas pada rongga hidung bagian bawah)
1) Duduk dihadapan pasien
2) Gunakan satu tangan untuk menutup satu lubang hidung
pasien, suruh pasien menghembuskan uadra dari lubang
hidung yang tidak ditutup dan rasakan hembusan udara
tersebut. Normalnya udara dapat dirasakan dengan jelas.
3) Kaji pada lubang satunya. Anjurkan pasien meniupkan
udara dengan mulut tertutup.
8. Catat hasil pemeriksaan
D Fase Terminasi
a. Evaluasi keadaan klien
b. SOAP
c. RTL
E Dokumentasi
a. Sikap
b. Sopan
c. Ramah
d. Hasil
• Palatum
Minta klien mendongkakkan kepala dan membuka mulut untuk menginspeksi
palatum keras dan lunak. Palatum keras terletak di anterior dan palatum lunak
berada di posterior di depan faring.
• Faring
Minta klien mendongakkan kepala, buka mulut, dan mengucapkan “Ah”
sementara anda menempatkan ujung spekulum lidah pada sepertiga tengah lidah.
Jaringan faring normal tampak merah muda dan mulus, serta terhidrasi baik.
Terdapat saraf :
Nervus Glosofaringeus (N IX)
a. Refleks faring : pasien disuruh membuka mulut kemuadian rangsang
dinding faring dengan tongue spatel, akan terlihat faring terangkat dan
lidah ditarik (refleks positif). Bila kita rangsang dengan cukup keras akan
membangkitkan refleks muntah yang juga dapat menilai kerusakan nervus
IX dan X.
b. Disfagia : pasien disuruh menelan, tanyakan apakah pasien dapat menelan
atau sulit ataupun tidak bisa sama sekali.
c. Deviasi uvula : pasien disuruh membuka mulut kemudian lihat uvula,
apakah ada deviasi atau tidak. Apabila ada maka uvula akan tertarik ke
arah bagian yang tidak lumpuh.
d. Vernest Rindeau Phenomena
e. Neuralgia Glossofaringeus : penderita mengalami rasa nyeri yang hebat
pada daerah yang dipersarafi nervus ini, yaitu di kerongkongan, tonsil dan
telinga.
f. Sensorik orofarings
g. Hipogensia : berkurangnya daya pengecapan pada orang tua, SGB.
h. Agensia : hilangnya daya pengecapan pada leukemia, tumor do fossa
crania, trauma capitis.
i. Paragensia daya pengecapan yg abnormal lesi destruktif di ulkus.
Nervus Vagus (N X)
a. Refleks Faring.
b. Disfagia.
c. Afonia dalam pemeriksaan ini yang dinilai adalah suaranya normal atau
berkurang, dengan cara menyebutkan huruf dalam alphabetical mis,
aaaaa….
d. Disfonia sama dengan pemeriksaan diatas, namum penderita tidak dapat
mengeluarkan suara sama sekali.
e. Paralisis faring kelumpuhan faring
f. Sensorik Laringofaring
g. Refleks Okulokardiac bila kita tekan enteng biji mata akan mengakibatkan
berkurangnya detak jantung. Refleks ini dapat digunakan sebagai petunjuk
adanya kepekaan vagus. Refleks ini tidak terdapat pada paralisis nervus
vagus sedangkan pada orang yang vagotonik reflex ini meningkat.
h. Refleks Sinus Carotid dengan cara menekan sinus carotis dengan tangan
pada percabangan arteri karotis komunis. Efek yang akan terjadi pada
penderita yang peka adalah menurunnya nadi, curah jantung, tekanan
darah, dan timbulnya vasodilatasi. Dalam keadaan patologis tekanan pada
bifurkasio arteri karotis komunis dapat menyebabkan vertigo, pucat,
hilang kesadaran, dan kejang-kejang.
i. Peristaltik Usus dengan cara mendengar bunyi usus menggunakan
stetoskop, kemudian nilai bunyi tersebut apakah kuat, lemah atau tidak ada
sama sekali.
Penilaian
NO. Uraian
1 2 3 4
A. FASE PRE ORIENTASI
1. Persiapan alat-alat :
Meja periksa
Tempat duduk/Bed
Sarung tangan
Masker
Pen Light
Sudip Lidah/Penekan Lidah
Kopi, Gula, Garam dan Cuka
B. FASE ORIENTASI
1. Salam dan memperkenalkan diri
2. Validasi pasien :
3. Nama pasien
4. Tanggal lahir pasien
5. Menjelaskan maksud dan tujuan serta
meminta izin pada pasien untuk
bersedia diperiksa
6. Mendapatkan data tentang keadaan
pasien secara lengkap
7. Memberi pasien posisi yang nyaman
8. Bersikap ramah dan sopan dengan
pasien
C. FASE KERJA
1. Menjelaskan kepada klien
2. Mencuci tangan
3. Menjaga privasi
4. Inspeksi bibir terhadap warna,
tekstur, hydrasi, garis luar dan
lesi. Minta klien untuk membuka
dan sedikit merelaksasikan
mulutnya. Tarik lembut bibir ke
bawah menjauhi gigi dengan
menggunakan sarung tangan,
kemudian ulangi inspeksi untuk
bibir atas
5. Minta klien untuk mengatupkan gigi
dan tersenyum untuk
mengobservasi oklusi gigi
6. Inspeksi mukosa mulut (pipi
sebelah dalam) dengan meminta
klien membuka mulut, tarik pipi
dengan menggunakan penekan
lidah. Gunakan senter kecil untuk
mengamati mukosa posterior
7. Inspeksi gusi terhadap warna,
edema, retraksi, perdarahan, dan
lesi. Palpasi kekuatan gusi.
8. Inspeksi dan hitung jumlah gigi.
Perhatikan keadaan luarnya, adanya
karies gigi, warna gigi.
9. Minta klien merelaksasikan mulut
dan mengeluarkan lidahnya.
Menggunakan senter kecil, inspeksi
lidah terhadap warna, ukuran,
tekstur, posisi, gerakkan, adanya
lesi atau pelapisan.
10. Minta klien mengangkat lidah dan
menggerakkan dari sisi ke sisi.
11. Untuk mengamati permukaan lidah
dan dasar mulut, minta klien
mengangkat lidah dengan
meletakkan ujung lidah di belakang
gigi insisor seri depan.Inspeksi
warna, pembengkakkan, dan lesi
seperti nodul atau kista.
12. Untuk pemeriksaan faringeal minta
klien untuk mengangkat kepala
sedikit kebelakang, membuka mulut
dan berkata ”ah” . Tempatkan
penekan lidah pada dua pertiga
lidah. Gunakan senter kecil untuk
menginspeksi tonsil, uvula, palatum
molle, dan faring posterior. Inspeksi
terhadap inflamasi, lesi, edema,
petekie, eksudat, dan gerakkan dari
palatum lunak.
13. Periksa pengecapan lidah dengan
memberikan rasa manis, asin, pahit,
dan minta klien untuk menyebutkan
rasa tersebut.
D. FASE TERMINASI
Evaluasi validasi :
1. Observasi perawat terhadap pasien
setelah dilakukan tindakan
2. Rencana tindak lanjut untuk pasien
3. Merapikan alat yang telah
digunakan
4. Berpamitan dengan pasien setelah
selesai melakukan tindakan
E. DOKUMENTASI
Sikap perawat :
1. Sopan
2. Ramah
3. Hati-hati
F. LEHER
• Otot Leher
Minta klien memfleksikan leher ke depan sehingga dagu ke arah dada,
hiperesktensi leher ke belakang, dan gerakkan kepala ke tiap sisi dan samping dengan
telinga bergerak ke arah bahu. Leher normalnya bergerak dengan nyaman.
• Nodus Limfa
Dengan dagu
dinaikkan dan kepala
sedikit miring, pertama
inspeksi area dmana
nodus limfa
terdistribusi dan
bandingkan kedua sisi.
Nodus normal tidak
akan terlihat. Inspeksi
dan palpasi kedua sisi
leher untuk
perbandingan. Selama
palpasi anda dapat
menghadap atau
berdiri di samping
klien. Dengan bantalan jari ketiga jari tengah tiap tangan, palpasi perlahab dalam
gerakan rotasi nodus. Nodus limfa yang normal tidak dapat dipalpasi dengan mudah.
• Kelenjar Tiroid
Minta klien melakukan hiperekstensi leher yang akan membuat kulit lebih ketat
untuk visualisasi yang lebih baik. Minta klien menelan sambil mengamati leher karena
tindakan ini dapat memvisualisasikan pembesaran tiroid. Tiroid yang normal tidak
dapat tervisualisasi.
• Trakhea
Minta klien untuk duduk atau berbaring selama palpasi. Tentukan posisi trakhea
dengan palpasi di penonjolan suprasternal, gerakkan ibu jari dan telunjuk ke tiap sisi
samping. Perhatikan apakah jari bergeser ke lateral.
Standar Operasional Prosedur (SOP): Pemeriksaan Fisik Leher
Penilaian
NO. Uraian
1 2 3 4
A. FASE PRE ORIENTASI
1. Persiapan alat-alat :
Meja periksa
Tempat duduk/Bed
Sarung tangan
Masker
B. FASE ORIENTASI
1. Salam dan memperkenalkan diri
2. Validasi pasien :
a. Nama pasien
b. Tanggal lahir pasien
3. Menjelaskan maksud dan tujuan serta
meminta izin pada pasien untuk
bersedia diperiksa
A. Tujuan dilakukan
pemeriksaan fisik adalah
untuk mendapatkan data
tentang keadaan pasien
secara lengkap
4. Memberi pasien posisi yang nyaman
5. Bersikap ramah dan sopan dengan
pasien
C. FASE KERJA
1. Menjelaskan kepada klien
2. Mencuci tangan
3. Menjaga privasi
4. Minta klien untuk duduk
menghadap pemeriksa, observasi
kesimetrisan otot-otot leher,
keselarasan trakea, dan setiap
pemadatan samar pada dasar leher
5. Minta klien untuk memfleksikan
leher dengan dagu ke dada,
hiperekstensikan leher sedikit ke
belakang dan gerakkan
menyamping ke masing-masing
sisi (untuk menguji otot-otot
sternocleidomastoideus dan
trapezius)
6. Dengan dagu terangkat dan kepala
tertarik sedikit ke belakang .
Inspeksi nodus terhadap edema,
erithema, atau adanya garis merah
memanjang.
7. Inspeksi leher bawah diatas kelenjar
tiroid untuk ada tidaknya massa dan
kesimetrisan.
8. Minta klien untuk mengekstensikan
leher dan menelan
9. Untuk palpasi, gunakan bantalan
ketiga jari tengah dan palpasi
masing-masing jaringan limfe
dengan gerakkan memutar. Periksa
setiap nodus dengan urutan sebagai
berikut: nodus oksipital pada dasar
tengkorak, nodus aurikel posterior
di atas mastoideius, nodus
preaurikular tepat di depan telinga,
nodus tonsiliar pada sudut
mandibula, nodus submaksilaris,
dan nodus submental pada garis
tengah belakang ujung mandibula.
10. Bandingkan kedua sisi leher:
Periksa ukuran, bentuk, garis luar,
gerakkan, konsistensi dan nyeri.
11. Lanjutkan dengan mempalpasi
nodus servikal superfisial, posterior
dan dalam serta nodus
suprakavikular.
12. Palpasi trakea terhadap posisi
tengahnya dengan memegang
dengan ibu jari dan jari telunjuk di
masing-masing sisi suprasternal
13. Palpasi kelenjar tiroid, posisi dari
belakang minta klien menundukkan
dagu
14. Tempatkan dua jari dari masing-
masing tangan tepat di bawah
kartilago krikoid.
15. Dengan lembut gunakan dua jari
untuk menggerakkan trakea ke satu
sisi dan minta klien untuk menelan.
16. Palpasi badan lobus, kemudian tepi
lateral dari kelenjar. Ulangi
prosedur untuk lobus yang
berlawanan.
D. FASE TERMINASI
Evaluasi validasi :
1. Observasi perawat terhadap pasien
setelah dilakukan tindakan
2. Rencana tindak lanjut untuk pasien
3. Merapikan alat yang telah digunakan
4. Berpamitan dengan pasien setelah
selesai melakukan tindakan
E. DOKUMENTASI
Sikap perawat :
1. Sopan
2. Ramah
3. Hati-hati
Pemeriksaan Fisik bagian Saraf :
Nervus Asesorius (N. IX)
a. Merotasikan kepala
Pasien disuruh menoleh ke kanan. Kita tahan dengan tangan kita yang
ditempatkan di dagu. Dengan demikian dapat dinilai kekuatan otot
sternokleidomastoideus kiri.
b. Mengangkat bahu
Tempatkan tangan kita di atas bahu penderita. Penderita disuruh mengangkat
bahu dan kita tahan. Dapat dinilai kekuatan otot. Tenaga otot kiri kanan
dibandingkan.
c. Atrofi scapula
Perhatikan keadaan scapula
d. Atrofi m. sternokleidomastoideus
Perhatikan keadaan otot sternokleidomastoideus dalam keadaan istirahat
e. Atrofi m. trapezius
Perhatikan keadaan otot trapezius dalam keadaan istirahat
B. Jantung
Posisi :
1. Duduk tegang dan condong ke depan (baik untuk semua area dan murmur bernada
tinggi), supinasi (baik untuk semua area), dan berbaring pada sisi kiri (baik untuk
semua area; posisi terbaik untuk mendengar suara bernada rendah pada diastole).
2. Berbaring dengan kepala ditinggikan 15-30 cm.
a. Insfeksi : Amati precordial jantung, pulsasi apeks cordis, aorta, pulmonal,
trikuspidalis, ephygastrik, dan pulsasi denyut vena jugularis. Normal : Bentuk
dasar dan simetris pada kedua sisi, tidak ada denyut vena pada precordial.
b. Palpasi : Pulsasi daerah aorta, pulmo, dan trikuspidalis. Letak dan lebar
daerah mitral. Besar denyutan. Normal : Impuls apical sebagai ketukan kecil di
area berdiameter 1-2 cm di apeks, denyutan teraba.
c. Auskultasi : Di daerah pulmonal, aorta, trikusmitral, bising aorta, bunyi
jantung, suara tambahan dan murmur.
Normal : Irama regular (ritmis) berfrekuensi 60-100X/menit. Di daerah mitral
dan trikuspidalis S1 akan lebih tinggi dari S2. Di daerah pulmonal dan aorta
intensitas S1 akan lebih rendah dari S2.
a) Ikuti pola sistematik dimulai dari area aorta dan menggeser stetoskop pada
tiap lokasi anatomis.
b) Identifikasi suara S1 dan S2. Pada frekuensi normal, S1 terjadi setelah
penghentian diastolic yang lama dan mendahului penghentian sistolik
pendek. S1 bernada tinggi, terdengar redup, dan paling baik didengar di
apeks. Jika sulit mendengar S1, sesuaikan dengan pulsasi karotis. S2
mengikuti penghentian sistolik pendek dan mendahului penghentian
diastolic panjang; paling baik di dengar pada area aortik.
c) Untuk mengkaji ritme jantung yang tidal teratur, bandingkan frekuensi
apical dan radial untuk menentukan adanya deficit pulsasi.
d) Murmur adalah suara meniup terus menerus yang terdengar di awal,
pertengahan, atau akhir sistole atau diastole.
d. Perkusi : Perubahan suara perkusi untuk menentukan batas jantung.
Penilaian
NO. Uraian
1 2 3 4
A. Fase Pre Orientasi
D. Persiapan alat
1. Handscoon
2. Penggaris
3. Stetoskop
4. Ballpoint
5. Lembar dokumentasi
B Fase Orientasi
1. Memberikan salam
2. Sebutkan nama petugas & dinas
3. Memanggil pasien dengan namanya &
gelang tanggal lahir
4. Menjelaskan prosedur
5. Menjelaskan tujuan tindakan pada pasien
a. Mengetahui kelancaran pernapasan.
b. Mengetahui garis batas dada untuk
menentukan batas paru dan
keberadaan tulang rusuk.
c. Mengetahui tempat nyeri atau adanya
perubahan.
C. Fase Kerja
1. Inspeksi
a. Bentuk dan kesimetrisan dada dari
sudut pandang posterior dan lateral,
bandingkan diameter anteroposterior
dengan diameter transversum/lateral.
3. Perkusi
1. Lakukan perkusi secara sistematis
dimulai dari atas klavikula pada ruang
supraklavikular dilanjutkan kebawah
hingga mencapai diafragma
4. Auskultasi
a Letakkanlah stetoskop pada seluruh
dinding thorax secara sistematis dan
bergantian, pada sela iga dinding thorax
sebelah kanan ke sela iga dinding thorax
sebelah kiri, dimulai dari thorax sebelah
atas, tengah dan bawah pada dinding
thorax anterior.
b Mintalah pasien untuk melakukan
inspirasi dan ekspirasi, lalu
dengarkanlah dengan seksama suara
nafas yang terdengar.
c Lakukan teknik pemeriksaan auskultasi
yang sama, pada dinding thorax
posterior.
D. FASE TERMINASI
Evaluasi validasi :
a. Observasi perawat terhadap pasien
setelah dilakukan tindakan
b. Rencana tindak lanjut untuk pasien
c. Merapikan alat yang telah digunakan
d. Berpamitan dengan pasien setelah
selesai melakukan tindakan
E. DOKUMENTASI
Sikap perawat :
a. Sopan
b. Ramah
c. Hati-hati
SOP PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG
Penilaian
NO. Uraian
1 2 3 4
A. Fase Pre Orientasi
E. Persiapan alat
1. Handscoon
2. Penggaris
3. Stetoskop
4. Ballpoint
5. Lembar dokumentasi
B. Fase Orientasi
a. Memberikan salam
b. Sebutkan nama petugas & dinas
c. Memanggil pasien dengan namanya &
gelang tanggal lahir
d. Menjelaskan prosedur
e. Menjelaskan tujuan tindakan pada pasien
f. Mengetahui ke normalan bunyi dan
denyut jantung.
g. Mengetahui tempat nyeri atau adanya
perubahan.
C Fase Kerja
1. Inspeksi
Identifikasi impuls apical dgn cara
memiringkan pasien ke kiri. Catat : letak
impuls, diameter, amplitudo (normalnya
biasanya spt ketukan). Catatan : pada
hipertrofi ventrikel kiri amplitudo terus
menerus, pada gagal jantung kongestif
menyebar
2. Palpasi
Palpasi impuls ventrikel kanan pada
parasternum kiri dan area epigastrik
(kuatnya impuls diduga pembesaran
ventrikel kanan)
3. Perkusi
a Batas kiri jantung : lakukan perkusi dari
arah lateral ke medial. Perubahan antara
bunyi sonor dari paru-paru ke redup
relatif kita tetapkan sebagai batas
jantung kiri. Normalnya : Atas : ICS II
kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang
jantung)
Bawah: ICS V kiri agak ke medial linea
midklavikularis kiri ( tempat iktus) .
4. Auskultasi
Auskultasi jantung dengan menggunakan
stetoskop pada area yang ditunjukkan
pada gambar. Gunakan diafragma
stetoskop untuk bunyi nada tinggi (mis :
bunyi S1 & S2), sedangkan bel stetoskop
untuk bunyi nada
rendah pada batas
sternum kiri bawah
dan apeks.
Normalnya pada
auskultasi jantung
terdengar bunyi S1
& S2. Bunyi
abnormal adalah S3
dan S4.
Penilaian
NO
Uraian 3 4
. 1 2
A. Fase Pre Orientasi
F. Persiapan alat
1. Handscoon
2. Penggaris
3. Stetoskop
4. Ballpoint
5. Lembar dokumentasi
B Fase Orientasi
1. Memberikan salam
2. Sebutkan nama petugas & dinas
3. Memanggil pasien dengan namanya &
gelang tanggal lahir
4. Menjelaskan prosedur
5. Menjelaskan tujuan tindakan pada pasien
6. Mengetahui adanyasel kanker atau tumor.
C Fase Kerja
1. Inspeksi
a Amati ukuran, kesimetrisan dan kontur
atau bentuk payudara.
1) Amati kulit pada payudara untuk
melihat adanya perubahan warna atau
hiperpigmentasi, bengkak/edema,
2) Amati areola untuk mengetahui
ukuran, bentuk, kesimetrisan, warna ,
karakteristik permukaan dan adanya
massa ataun lesi
3) Amati putting untuk mengetahui
ukuran, bentuk, posisi, warna, lesi dan
rabas (pengeluaran cairan abnormal).
b. Tentukan adanya retraksi dengan
meminta klien :
1) Meletakkan kedua lengan di samping
2) Meletakkan kedua lengan menekan
pinggul
3) Mengangkat lengan ke atas kepala
4) Mengangkat lengan ke samping,
badan membungkuk ke depan
2. Palpasi
1) Palpasi nodus limfe aksilaris,
subklavikular dan supraklavikular pada
saat klien duduk lengan klien abduksi
dan bertumpu pada lengan atas perawat
• Kelompok pectoralis
• Kelompok lateralis
• Kelompok subskapularis
• Umbilikus
Posisi, bentuk, warna, dan tana inflamasi, rabas, atau massa yang menonjol.
Normalnya umbilikus datar atau cekung.
• Kontur dan Simetrisitas
Perawat menginspeksi kontur, kesimetrisan, dan permukaan abdomen,
memperhatikan adanya massa, penonjolan atau distensi
• Pembesaran Organ atau Massa
Organ-organ yang membesar di rongga abdomen bagian atas (misalnya hati atau
limpa) dapat menurun ke rongga iga sehingga menyebabkan tonjolan.
• Gerakan atau Pulsasi
Perawat harus mengingat bahwa pria bernapas secara abdomen dan wanita bernafas
secara kostal.
2. Palpasi
Palpasi umumnya dilakukan untuk mendeteksi area-area nyeri tekan pada abdomen dan
mencatat kualitas distensi abdomen atau massa. Adapun penggunaan palpasi yang
digunakan untuk organ-organ spesifik seperti hati. Palpasi yang digunakan adalah palapsi
ringan dan dalam. Perawat mengkaji:
• Hati
Hati terdapat di kuadran kanan atas dan di bawah rongga iga. Perawat menggunakan
palpasi dalam untuk mencari tepi bawah hati. Teknik ini mendeteksi bertujuan untuk
mendeteksi pembesaran hati.
• Pulsasi Aortik
Dilakukan dengan mempalpasi ibu jaridan jari telunjuk secara mendalam ke
abdomen bagian atas, tepat disebelah kirigaris tengah. Pulpasi normalnya
ditransmisikan ke atas. Jika terdapat pembesaran aorta karena aneurisma (dilatasi
setempat dinding pembuluh darah), pulsasi melebar ke arah literal.
3. Perkusi
Dilakukan untuk mengetahui letak organ-organ yang berada di bawahnya, tulang dan
massa dan membantu mengungkapkan adanya udara di dalam lambung dan usus.
• Organ dan Massa
Timpani biasanya mendominasi karena adanya udara di dalam lambung dan usus.
Perkusi pekak terdengar sebagai bunyi bernad sedang sampai tinggi yang terdengar
di atas massa padat seperti hati, limpa,pankreas, ginjal, dan kandung kemih.
• Ukuran Hati
Perkusi memungkinkan perawat mengidentifikasi batas-batas hati guna mendeteksi
adanya pembesaran organ.
• Nyeri Tekan pada Ginjal
Perawat memperkusi bagian posterior sudut kostovertebra di garis skapula untuk
mengetahui apakah ginjal itu meradang atau tidak.
4. Auskultasi
Dilakukan untuk mendengarkan bising usus dari mobilitas usus dan untuk mendeteksi
bunyi vaskuler.
• Mobilitas Usus (peristalsis)
Merupakan fungsi normal usus halus dan usu besar. Bising usus merupakan bunyi
lintasan udara dan cairan yang diciptakan oleh peristalsis tersebut.
• Bunyi Vaskuler
Normalnya tidak ada bunyi vaskuler yang terdengar di aorta (garis tengah abdomen)
atau arteri femoral (kuadran bawah).
SOP PEMERIKSAAN ABDOMEN
.
I. TUJUAN
Setelah melakukan praktikum berikut mahasiswa mampu :
1. Melakukan pemeriksaan abdomen secara inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi
2. Melakukan pemeriksaan hepar
3. Melakukan pemeriksaan sphleen
4. Mengidentifikasi abnormalitas pada abdomen
Nilai
No. Tindakan
1 2 3
PERSIAPAN
1. Persiapan alat
1. Stetoskop
2. Bak instrumen
3. Sarung tangan/handscoen
4. Kassa steril
5. Selimut
6. Tissue
7. Bullpen
8. Bengkok
9. Lembar dokumentasi
2. Persiapan perawat :
1. Memperkenalkan diri
2. Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
3. Memberi posisi nyaman pada klien
4. Informed Concent
3. Persiapan lingkungan :
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman
2. Gunakan sketsel saat melakukan prosedur
4. Persiapan klien :
Atur posisi klien senyaman mungkin dan sesuai kebutuhan
pemeriksaan.
PELAKSANAAN
5. Perawat mencuci tangan
6. Meletakkan alat di dekat klien
7. Memakai handscoen
A. INSPEKSI
8. Posisikan pasien supine (telentang) dengan nyaman
9. Buka baju pasien,bantu/minta pasien untuk turunkan celana
hingga simfisis
10. Tutup dada dan daerah simfisis pasien menunakan selimut
11. Amati permukaan abdomen (rata, abdominal frog,
scapoid/cekung) kesimetrisan abdomen, kulit (warna, lesi,
penyebaran pembuluh darah vena), gerakan dinding abdomen
(gelombang peristaltik, pulsasi), umbilikus, pembesaran
organ, massa
B. AUSKULTASI
1) MENDENGARKAN PERISTALTIK USUS
12. Letakkan diafragma stetoskop pada kuadran kiri bawah
dinding abdomen (sesuaikan dengan gambar) pada abdomen
pasien
13. Dengarkan suara peristaltik usus, hitung selama 1 menit
• Normal dewasa : 5 – 35x/menit
• Normal anak : 5 – 15 x/menit
2) MENDENGARKAN SUARA PEMBULUH DARAH
14. Letakkan diafragma stetoskop, dengarkan bising yang muncul
• Misalnya “bruit” hepatik terdengar pada karsinoma hepar
C. PALPASI
15. Lakukan palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke
dalam (jika pasien mengeluhkan nyeri, sebaiknya diperiksa
paling akhir)
16. Jika dinding abdomen tegang, minta pasien untuk menekuk
lutut. Tekan daerah muskulus rectus abdominalis, minta
pasien nafas dalam (muskulus rectus relaksasi maka ada
spasme volunter, jika kontraksi/kaku maka itu spasme sejati)
Penilaian
NO. Uraian
1 2 3
PERSIAPAN
1 Persiapan alat
1. Stetoskop
2. Bak instrumen
3. Sarung tangan/handscoen steril
4. Kassa steril
5. Selimut
6. Penggaris
7. Bullpen
8. Lembar dokumentasi
2 Persiapan perawat :
1. Memperkenalkan diri
2. Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
3. Memberikan posisi yang nyaman pada Klien
4. Informed coscent
3 Persiapan lingkungan :
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman
2. Gunakan sketsel saat melakukan prosedur
4 Persiapan klien :
Atur posisi klien senyaman mungkin dan sesuai kebutuhan
pemeriksaan.
5 Mengucapkan Basmallah
6 Perawat mencuci tangan
7 Meletakkan alat di dekat klien
8 Memakai handscoen bersih
9 Memposisikan pasien supine (telentang)
10 Buka baju pasien,bantu/minta pasien untuk turunkan
celana hingga simfisis
11 Tutup dada dan daerah simfisis pasien dengan selimut
12 Buat garis imajiner dari midclavikula ke arcus costa
kemudian hubungkan umbilicus, bagi menjadi 3 bagian
Buat garis imajiner pada processus xypoideus menuju
umbilicus, bagi menjadi 3 bagian pada anak dan 2
bagian pada anak > 5 tahun dan dewasa
13 Melakukan palpasi pada tepi hepar sambil memotivasi
pasien untuk inspirasi (tepi yang keras menunjukkan
sirosis). Perhatikan adanya nyeri tekan dan massa.
14 Mengukur jaraknya dari margin kosta pada garis mid
klavikula. Dengan cara melakukan perkusi dari atas
(ICS 2 midklavikula dextra) ke arah bawah sampai
didapatkan perubahan suara dari sonor ke dullness,
berikan tanda menggunakan bolpoint.
Kemudian perkusi dari abdomen bagian bawah ke atas
sampai didapatkan perubahan suara dari timpani ke
dullness, berikan tanda. Ukur jarak tersebut. Nilai
normalnya 6-12 cm.
B. SPLENOMEGALI
19 Melakukan perabaan pada limpa (limpa normalnya tidak
teraba) dengan posisi pasien :
a. Supine dengan kedua kaki fleksi
1. Pemeriksa mengambil sampel terlebih dahulu dari bagian luar serviks atau
ektoserviks
2. Spatula plastik diputar 360 dari permukaan serviks
3. Setelah spatula ditarik pemeriksa meratakan spesimen secara tipis diatas slide
kaca.
4. Perawat menyemprot spesimen dengan fiksatif sitologi dan memberi label.
5. Ambil sel endoserviks menggunakan cytobrush.
6. Cytobrush dimasukkan kedalam os servikal dan dirotasi satu putaran penuh.
7. Spesimen kemudian dioleskan pada slide secara merata.
8. Sekali lagi spesimen disemprot dan diberi label. Jika terdapat becak darah
merupakan hal yang normal.
• Genetalia Pria
a. Persiapan Klien
Klien berbaring telentang, dengan dada, abdomen, dan tungkai bawah di
selimuti. Gunakan sarung tangan sekali pakai dan lakukan teknik inspeksi dan
palpasi. Bantu klien rileks selama pemeriksaan untuk menghindari rasa malu dan
cemas klien. Batasi diskusi tentang aktivitas seksual klien.
b. Maturitas Seksual
Perawat memulai dengan mengkaji kematangan seksual klien, mencatat
ukuran dan bentuk penis dan testis, warna dan tekstur kulit skrotum, dan karakter
serta distribusi rambut pubis. Perawat menginspeksi kulit yang menutupi genitalia
untuk adanya kutu, ruam, ekskoriasi, atau lesi.
c. Pemeriksaan Fisik Genitalia Pria
Karakteristik yang harus diperiksa pada penis yaitu perawat menginspeksi
struktur penis, termasuk batang, korona, prepusium, glans, dan meatus uretra.
Menginspeksi adanya rabas pada meatus uretra dan memeriksa adanya lesi pada
glans.
• Selama inspeksi klien diminta untuk mengejan. Manuver ini membantu agar
hernia lebih mudah dilihat.
• Perawat menyelesaikan pemeriksaan dengan mempalpasi nodus limfe inguinalis.
• Adanya abnormalitas dapat mengindikasikan infeksi lokal atau sistemik atau
penyakit metastatik.
VIII. PEMERIKSAAN FISIK MOSKULOSKELETAL
Pemeriksaan ini dilakukan saat memandikan atau memposisikan klien.
Pemeriksaan ini berfokus pada rentang gerak sendi, tonus dan kekuatan otot, dan
kondisi sendi dan otot. Saat pemeriksaan klien dapat mengambil posisi duduk,
supinasi, pronasi atau berdiri. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui mobilitas,
kekuatan otot, dan gangguan-gangguan pada daerah tertentu.
1. Inspeksi
Normalnya klien berjalan dengan kedua tangan mengayun di samping dan
kepala memimpin. Lansia berjalan dengan langkah yang lebih kecil dan basis
sandaran yang lebih lebar. Sedangkan abmormalitas postur yang umum adalah
lordosis, kifosis, dan skoliosis.
Penilaian
NO. Uraian
1 2 3 4
A FASE PRE ORIENTASI
-mengecek file (catatan medis atau keperawatan)
Persiapan alat:
1. Meja periksa
2. Tempat duduk
3. Sarung tangan
4. Masker
B FASE ORIENTASI
1.memberikan salam dan memperkenalkan diri
Inspeksi umum
Inspeksi gaya berjalan klien dan bagian tubuh anterior,
posterior dan lateral postur klien pada saat klien ke
ruang (pada saat klien tidak menyadari sifat observasi,
gaya berjalan akan lebih alami)
Nilai normal :
Klien harus berjalan dengan kedua lengan
bergerak bebas disisinya
Kepala mendahuli tubuh
Kedua ibu jari mengarah tepat kedepan.
Observasi ekstrimitas
Lakukan observasi ekstrimitas dengan cara mengkaji
ukuran keseluruhan, adanya deformitas secara kasar,
pembesaran tulang, kesejajaran, dan kesimetrisan.
(Keselarasan, panjang terhadap posisi tubuh. Harus
terdapat kesimetrisan bilateral dalam panjang, lingkar,
kesejajaran dan posisi serta jumlah lipatan kulit)
D FASE TERMINASI
1. Evaluasi validasi
B FASE ORIENTASI
1.memberikan salam dan memperkenalkan diri
2.Validasi pasien (Pasien Safety)
-peningkatan komunikasi yang efektif
-berikan penjelasan kepada pasien tentang tindakan
yang akan dilakukan
-Posisikan klien posisi yang sesuai (duduk, supinasi,
berdiri)
Palpasi Umum
Lakukan palpasi secara perlahan di seluruh tulang,
sendi, dan otot sekitar dalam pemeriksaan yang
lengkap dengan teknik feel, moving, dan measuring.
Catat adanya panas, nyeri tekan, edema, atau
resistensi terhadap tekanan.
Cara pemeriksaan :
a. Leher (sternokleidomastoideus
Letakkan tangan dengan menatap pada rahang atas
klien. Minta klien memiringkan kepala melawan
tahanan tersebut.
b. Bahu (tapezius)
Letakkan tangan di atas garis tengah bahu klien,
beri tekanan. Minta klien mengangkat bahunya
melawan tekanan tesebut
c. Siku:
Bisep
Tarik ke bawah lengan atas pada saat klien
berusaha memfleksikan lengannya tsb
Trisep
Pada saat klien memfleksikan lengan, beri tekanan
pada lengan atas. Minta klien untuk
mengencangkan lengan.
d. Pinggul
Kuadriseps
Pada saat klien duduk, beri tekanan ke bawah pada
paha. Minta klien untuk mengangkat tungkai dari
meja
Gastroknemius
Klien duduk, menahan garas tungkai yang fleksi.
Minta klien untuk mengencangkan tungkai
melawan tekanan tersebut.
Nilai :
0 : Tidak ada bukti kontraktilitas (0 %)
1 : Sedikit kontraktilitas, tidak ada gerakan (10 % dari
normal)
2 : Rentang gerak penuh, gravitasi tidak ada (25 %
dari normal)
3 : Rentang gerak penuh dengan gravitasi (50 % dari
normal)
4 : Rentang gerak penuh melawan gravitasi, beberapa
resistensi (75 % dari normal)
5 : Rentang gerak penuh melawan gravitasi, resistensi
penuh (100 % normal)
D FASE TERMINASI
2. Evaluasi validasi
S: tanyakan perasaan pasien setelah dilakukan
tindakan
Tema :
Waktu :
Tempat :
E DOKUMENTASI
3. Dokumentasi
4. Sikap:
-sopan
-ramah
-hati-hati
∑total poin
1. Memori
3. Berfikir Abstrak
Menginterprestasikan ide atau konsep - konsep abstrak mencerminkan
kapasitas berfikir abstrak. Tingkat fungsi yang lebih tinggi diperlukan oleh
seseorang untuk menjelaskan peribahasa seperti “Bagai air di daun talas”.
klien dengan gangguan mental cenderung akan menginterprestasikan frase
tersebut secara harafiah atau hanya memfrasakan kembali kata - kata tersebut.
4. Asosiasi
Tingkat fungsi intelektual yang lebih tinggi lainnya melibatkan
menemukan kesamaan atau hubungan antar konsep. Beagle adalah sejenis
anjing sedangkan Siames adalah sejenis kucing. Perawat menyebutkan konsep
- konsep yang berhubungan dan meminta klien mengidentifikadi hubungan
antar konsep - konsep tersebut. Pertanyaan harus sesuai dengan tingkat
kecerdasan klien.
5. Penilaian
Penilaian membutuhkan pembandingan dan evaluasi fakta dan ide - ide
untuk memahami keterkaitan keduanya dan untuk membentuk suatu
kesimpulan yang tepat. Dengan mengkaji penilaian perawat juga mengukur
kemampuan untuk mengatur proses berfikir. Tes yang lebih sederhana akan
melibatkan pengajuan pertanyaan apa yang akan klien lakukan jika berada
dalam situasi seperti dikunci di rumah atau tiba - tiba sakit ketika sedang
sendiri di rumah.
6. Pemeriksaan Motorik
Pengkajian fungsi motorik mencakup pemgukuran yang sama yang
dilakukan selama pemeriksaan muskuloskletal. Selain itu, dikaji juga fungsi
serebelar. Serebelum mengoordinasi aktivitas motorik dengan menghasilkan
gerakan yang halus, stabil dan efisien dari sekelompok otot.
- Kaji cara berjalan dan keseimbangan
- Romberg test
- Tes pronasi dan supinasi
- Pemeriksaan heel to shin test
Koordinasi
Tes koordinasi
- Tes menggambar lingkaran
- Tes menulis nama
- Tes mengambil gelas
Tes koordinasi
Tes telunjuk hidung
Pasien disuruh menutup mata dan meluruskan lengannya kesamping,
kemudian disuruh mneyentuh hidungnya dengan telunjuk. Pada lesi serebral
telunjuk tidak sampai di hidung tapi melewati sampai ke pipi.
Tes hidung-telunjuk-hidung
Pasien disuruh menunjuk hidung, kemudian telunjuk pemeriksa dan hidung
secara berulang-ulang.
Tes telunjuk-telunjuk
Pasien disuruh merentang kan kedua lengan ke samping sambil menutup
mata. Kemudian disuruh mempertemukan jari-jari tengahnya
kedapan.lengan disisi lesi akan ketinggalan dan jari sisi sehat melampaui
garis tengah.
Tes tumit lutut ibu jari
Pasien berbaring dengan kedua tungkai diluruskan, kemudian disuruh
menempatkan tumit pada lutut kaki yang lain. Kemudian meluncurkan
kakinya kebawah sampai ke ibu jari kaki lainnya.
Tes Koordinasi
3. Pemeriksaan Sensorik
Jaras sensori sistem saraf pusat meliputi sensori nyeri, suhu, posisi, vibrasi dan
akhirnya sentuhan lokal yang halus. Normalnya seseorang klien memiliki respons
motorik terhadap suatu stimulus yang dites. Perawat dapat mengkaji saraaf sensori
mayor dengan mengetahui zona dermaton sensori. Pemeriksaan dilakukan dengan
memberikan stimulus secara acak pada bagian tubuh klien dapat berupa
- Stereognosis test
sentuhan ringan : kapas, tumpul dan tajam, suhu,getaran, identifikasi objek tanpa
melihat objek
- Graphesthesia test
merasakan tulisan ditangan
- Topognosis test
kemampuan mengidentifikasi bagian tubuh yang diberi sentuhan dengan menutup
mata
4. Refleks
memunculkan reaksi refleks memungkinkan perawat utnuk mengkaji integritas
jaras sensorik dan motorik dari arkus refleks dan segmen medula spinalisspesifik.
Pengkajian refleks tidak menentukan fungsi pusat araf yang lebih tingg
Dua kategori refleks normal adalah refleks tendon profunda, dimunculkan dengan
sedikit meregangkan otot dan mengetuk tendon, dan refleks kutaneus, dimunculkan
dengan menstimulasi kulit secara superfisial. Refleks dinilai sebagai berikut:
0 Tidak ada respons
1+ normal rendah dengan sedikit kontraksi otot
2+ normal dengan keduatan otot yang dapat terlihat dan gerakan lengan atau tungkai
3+ lebih cepat dari noemal; tidak mengindikasikan penyakit
4+ hiperaktif dan sangat cepat; seringkali berhubungan dengan gangguan medula
spinalis.
Perawat memposikan ekstremitas untuk sedikit meregangkan otot yang akan
diperiksa. Pada refleks dipegang dengan ibu jari dan telunjuk perawat sehingga dapat
mengayun bebas dan mengetuk tendon dengan cepat.
Pengkajian refleks
JENIS PROSEDUR REFLEKS
NORMAL
Biseps - Fleksikan lengan klien ke atas sampai sudut Fleksi lengan
45 derajat pada siku dengan telapak tangan pada siku
menghadap ke bawah.
- Letakkan ibu jari anda di fosa antekubital
dibagian dasar tendon biseps dan jari - jari
anda di atas otot biseps.
- Ketuk tendon biseps dengan palu refleks.
Triseps - Fleksikan lengan klien pada siku, tahan Ekstensi pada
lengan di depan dada, atau tahan lengan secara siku
horizontal dan biarkan lengan bawah melemas
- Ketuk tendon triseps tepat di atas siku
Patelar - Minta klien duduk dengan tungkai Ekstensi tungkai
menggantung bebas di atas meja atau kursi bawah
Atau minta klien berbaring telentang dan
topang lutut dalam posisi fleksi 90 derajat.
Ketuk dengan cepat tendon patelar tepat di
bawah patella.
Achilles - Minta klien mengambil posisi yang sama Plantar fleksi
dengan refleksi patelar. Sedikit dari telapak
dorsirefleksikan pergelangan kaki klien
dengan memegang jari - jari kaki di telapak
tangan anda.
- Ketuk tendon Achilles tepat di atas tumit
pada meleolus pergelangan kaki.
Plantar - Minta klien berbaring telentang dengan Fleksi Plantar
tungkai lurus dan kaki rileks. pada semula jari
- Ambil ujung pegangan palu refleks dan kaki
usapkan pada bagian lateral dari telapak dan
tumit sampai ke bola kaki
- Melintasi bola kaki ke arah ibu jari.
Gluteal - MInta klien ke posisi miring Kontraksi
- Regangkan bokong dan sedikit stimulasi area sfingter anal
perianal dengan aplikator kapas.
Abdominal - Minta klien berdiri atau berbaring telentang Kontraksi otot
- Usap kulit abdomen dengan lidi kapas di atas rektus abdominus
tepi lateral otot rektus abdominus ke arah garis dengan menarik
tengah umbilikus,
- Ulangi tes pada setiap kuadaran abdomen. daerah yang
terstimulasi.
2. R. tendon triseps
Sikap: lengan bawah difleksikan di sendi siku dan sedikit dipronasikan.
Stimulasi: ketukan pada tendon otot triseps.
Respons: ekstensi lengan bawah di sendi siku
3. R. periosteum radialis
Sikap: lengan bawah setengah difleksikan di sendi siku dan tangan sedikit dipronasikan.
Stimulasi: ketukan pada periosteum jung distal os radii.
Respons: fleksi lengan bawah di siku dan supinasi lengan/tangan.
4. R. periosteum ulnaris
Sikap: lengan bawah setengah ditekukkan di sendi siku dan sikap tangan antara pronasi
dan supinasi.
Stimulasi: ketukan pada periosteum prosesus stiloideus.
Respons: pronasi tangan karena kontraksi otot pronator kwadratus.
5. R. tendon lutut
Sikap: pasien duduk dengan kedua kakinya digantung/ pasien duduk dengan kedua
kakinya ditapakkan di atas lantai/ pasien berbaring terlentang dengan tungkainya
difleksikan di sendi lutut.
Stimulasi: ketukan pada tendon patela.
Respons: tungkai bawah ekstensi.
6. R. tendon achiles
Sikap: tungkai ditekukkan di sendi lutut dan kaki didorsofleksikan/ pasien berlutut di atas
tempat periksa dengan kedua kaki bebas.
Stimulasi: ketukan pada tendon Achilles
Respons: plantarfleksi kaki.
REFLEKS FISIOLOGIS
1. R. kremaster
Penggoresan dengan pensil, ujung gagang palu refleks terhadap kulit paha bagian medial
akan dijawab dengan elevasi testis ipsilateral.
2. R. plantar
Penggoresan terhadap kulit telapak kaki akan menimbulkan plantarfleksi kaki dan semua
jari kaki pada kebanyakan orang yang sehat. Respons yang abnormal terdiri dari ekstensi
serta pegembangan jari-jari kaki dan elevasi ibu jari kaki
.REFLEKS PATOLOGIS
1. Refleks babinsky : Penderita disuruh berbaring dan istirahat dengan tungkai diluruskan.
Kita pegang pergelangan kaki supaya kaki tetap pada tempatnya. Untuk merangsang
dapat digunakan kayu geretan atau benda yang agak runcing. Goresan harus dilakukan
perlahan, jangan sampai mengakibatkan rasa nyeri sebab hal ini dapat menimbulkan
reflex menarik kaki. Goresan dilakukan pada telapak kaki bagian lateral, mulai dari tumit
menuju pangkal jari. Jika reaksi positif, ktia dapat gerakan dorsofleksi ibu jari, yang
dapat disertai gerak mekarnya jari-jari lainnya.
4. Refleks Oppenheim: mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior. Arah
mengurut ke bawah (distal).. (+) : fleksi jari-jari kaki.
5. Refleks Garda : Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian melepaskannya
sekonyong-konyong.
7. Refleks Bing : dibangkitkan dengan memberikan rangsang tusuk pada kulit yang
menutupi metatarsal kelima.
8. Refleks Rossalino : mengetuk basis telapak kaki (jari kaki depan). (+) : fleksi jari-jari
kaki.
Tangan penderita kita pegang pada pergelangan dan jari-jarinya disuruh fleksi-enteng-
kan. Kemudian jari tengah penderita kita jepit diantara telunjuk dan jari tengah kita.
Dengan ibu jari kita “gores-kuat” (snap) ujung jari tengah penderita. Hal ini
mengakibatkan fleksi jari telunjuk, serta fleksi dan aduksi ibu jari, bila reflex positif.
Kadang juga disertai fleksi jari lainnya.
11. Refleks Mayer : Pasien disuruh men-supinasikan tangannya, telapak tangan ke atas, dan jari-
jari di-fleksi-enteng-kan serta ibu jari di fleksi-enteng-kan dan diabduksikan. Tangannya kita
pegang, kemudian dengan tangan yang satu lagi kita tekukkan jari 3 dan 4 pada falang proksimal
dan menekannya pada telapak tangan (fleksi). Pada orang normal, hal ini mengakibatkan aduksi
dan oposisi ibu jari disertai fleksi pada persendian metakarpofalangeal, dan ekstensi di
persendian interfalang ibu jari.
12. Refleks Leri : kita pegang lengan bawah pasien yang disupinasi serta difleksi sedikit.
Kemudian kita tekukkan dengan kuat (fleksi) hari-jari serta pergelangannya. Pada orang
normal, gerakan ini akan diikuti oleh fleksi lengan bawah dan legnan atas, dan kadang-
kadang juga disertai aduksi lengan atas. Reflex ini negated bila terdapat lesi pyramidal.
Tidak adanya reflex ini dinyatakan sebagai gejala leri positif.
REFLEKS REGRESI
1. Refleks pegang (graps) :
Gores telapak tangan tangan digenggam
2. Refleks isap (suck) :
Sentuhan bibir (+) gerakan seolah menetek
3. Refleks monyong (snoot) :
Perkusi bibir atas (+) bibir menjungur/kontraksi otot sekitar mulut
4. Refleks glabella :
Pukulan singkat pada glabela atay sekitar daerah supraorbitalis mengakibatkan kontraksi
singakt kedua otot orbikularis okuli. Pada lesi perifer nervus fasialis. Reflex ini berkurang
atau negative, sedangkan pad sindrom Parkisnon reflex ini sering meninggi. Pusat reflex
ini terletak di pons.
5. Refleks palmo metal :
(+) kontraksi otot mentalis/orbicularis oris ipsilateral, dengan gores kulit telapak tangan
bagian luar.
Penilaian
NO. Uraian
1 2 3 4
A Fase Pre Orientasi
3. Persiapan Perawat
a. Perawat membaca status pasien
b. Perawat membaca SOP tentang
pemeriksaan fisik sistem persyarafan
2. Persiapan pasien
a. Refleks hammer
b. Garputala
c. Kapas dan lidi
d. Penlight atau senter kecil
e. Opthalmoskop
f. Jarum steril
g. Tonngue spatel
h. Tabung berisi air hangat dan air dingin
I. Objek yang dapat disentuh seperti peniti
atau uang receh
J. Bahan-bahan beraroma tajam seperti
kopi, vanilla atau parfum
k. Bahan-bahan yang berasa asin, manis
atau asam seperti garam, gula, atau cuka
l. sarung tangan
B Fase Orientasi
- Salam
- Sebut nama perawat & jam dinas
- Tanyakan nama klien & gelang pengenal,
tanggal lahir & dokter yang bertanggung
jawab atas klien
- Menjelaskan tujuan tindakan
C Fase Kerja
Pemeriksaan status mental
1. Amati cara berpakaian klien, postur tubuh
klien, ekspresi wajah dan kemampuan bicara,
intonasi, keras lembut, pemilihan kata dan
kemudahan berespon terhadap pertanya
2. 2. memeriksa reflex membuka mata dengan
benar
3. 3. memeriksa reflex verbal dengan benar
4. 4. memeriksa reflex motorik dengan benar
5. 5. menilai hasil pemeriksaan
Pemeriksaan saraf cranial
1. 1. Lakukan pemeriksaan dengan menutup
sebelah lubang hidung klien dan dekatkan bau-
bauan seperti kopi dengan mata tertutup klien
diminta menebak bau tersebut. Lakukan untuk
lubang hidung yang satunya.
2. 2. Catat kelainan pada mata seperti katarak dan
infeksi sebelum pemeriksaan. Periksa ketajaman
dengan membaca, perhatikan jarak baca atau
menggunakan snellenchart untuk jarak jauh
3. 3. Pada mata diobservasi apakah ada odema
palpebra, hiperemi konjungtiva, dan ptosis
kelopak mata
4. 4. Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh
kulit wajah daerah maxilla, mandibula dan frontal
dengan mengguanakan kapas, jarum, benda panas
dan dingin. Minta klien mengucapkan ya bila
merasakan sentuhan, lakukan kanan dan kiri.
5. 5. Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi
kapas ke air garam dan sentuhkan ke ujung lidah,
minta klien mengidentifikasi rasa ulangi untuk
gula dan asam
6. 6. fungsi mootorik dengan meminta klien
tersenyum, bersiul, mengangkat kedua al;is
berbarengan, menggembungkan pipi. Lihat
kesimetrisan kanan dan kiri. Periksa kekuatan
otot bagian atas dan bawah, minta klien
memejampan mata kuat-kuat dan coba untuk
membukanya, minta pula klien utnuk
menggembungkan pipi dan tekan dengan kedua
jari.
7. 7. cabang vestibulo dengan menggunakan test
pendengaran mengguanakan weber test dan
rhinne test
8. 8. Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan
ovula dan palatum, normal bila uvula terletak di
tengan dan palatum sedikit terangkat.
9. 9. Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien
menggerakkan kedua bahu secara bersamaan dan
observasi kesimetrisan gerakan.
10.10. Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah
kekiri dan ke kanan, observasi kesimetrisan
gerakan lidah
Pemeriksaan Motorik
1. 1. Lakukan romberg test
Lakukan pemeriksaan jari hidung dengan mata
terbuka dan tertutup, evaluasi perbedaan yang
terjadi.
2. Reflex
1. 1. Biseps: Klien diminta duduk dengan rilekx
dan meletakkan kedua lengan diatas paha,
dukung lengan bawah klien dengan tangan non
dominan, letakkan ibujari lengan non dominan
diatas tendon bisep, pukulkan refleks hammer
pada ibu jari, observasi kontraksi otot biseps
(fleksi siku)
2. 2. Triseps: Minta klien duduk, dukung siku
dengan tangan non dominan, pukulkan refleks
hammer pada prosesus olekranon, observasi
kontraksi otot
3. 3. Triseps (ekstensi siku)
4. 4. Brachioradialis: Minta klien duduk dan
meletakkan kedua tangan di atas paha dengan
posisi pronasi, pukulkan hammer diatas tendon
(2-3 inchi dari pergelangan tangan), observasi
fleksi dan supinasi telapak tangan.
5. 5. Patelar: Minta klien duduk dengan lulut
digantung fleksi, palpasi lokasi patella (interior
dari patella), pukulkan reflek hammer, perhatikan
ekstensi otot quadriceps
6. 6. Tendon archiles: Pegang telapak kaki klien
dengan tangan non dominant, pukul tendon
archiles dengan mengguanakan bagian lebar
refleks hammer, obsvasi plantar leksi telapak kaki
7. 7. Plantar: Minta klien tidur terlentang dengan
kedua tungkai sedikit eksternal rotasi, stimulasi
telapak kaki klien dengan ujung tajam refleks
hammer mulai dari tumit kearah bagain sisi luar
telapak kaki, observasi gerakan telapak kaki
(normal jika gerakan plantar fleksi dan jari-jari
kaki fleksi).
8. 8. Abdomen: minta klien tidur terlentang,
sentuhkan ujung aplikator ke kulit di bagian
abdomen mulai dari arah lateral ke umbilical,
observasi kontraksi otot abdomen, lakuakan
prosedur tersebut pada keempat area abdomen.
TAHAP TERMINASI
- Melepas handscoon
- Mencuci tangan
- Mencatat hasil pemeriksaan dalam lembar
catatan keperawatan.
- Berpamitan dengan klien
D Fase Terminasi
- Evaluasi keadaan klien
- SOAP
- RTL
E Dokumentasi
- Sikap
4. Sopan
5. Ramah
• Hasil