Anda di halaman 1dari 90

PEMERIKSAAN FISIK

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas


mata kuliah Keperawatan Dasar II

Dosen Pengampu: Ns. Sang Ayu Adyani, M.Kep

Disusun oleh :

Risa 1710711029
Nur Fitria 1710711049
Valery Oktavia 1710711051
Latifah Khusnul Khotimah 1710711056
Nada Naflah 1710711058
Nurhidayah P 1710711113
Niasa 1710711130

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
2017
I. Pengertian Pemeriksaan Fisik
Tinjauan sistem tubuh dari kepala sampai kaki untuk memperoleh informasi objektif
tentang klien, sehingga adapat dilakukan pengkajian klinis

Tujuan Definitif Pemeriksaan Fisik


 Mengetahui riwayat kesehatan
 Menegakkan diagnosis dan rencana asuhan keperawatan
 Menangani masalah klien
 Evaluasi asuhan keperawatan

II. Prinsip Etik dalam Pemeriksaan Fisik


1. Selalu meminta kesediaan / ijin pada klien untuk setiap pemeriksaan
2. Jagalah privasi klien
3. Pemeriksaan harus seksama dan sistematis
4. Jelaskan apa yang akan dilakukan sebelum pemeriksaan
5. Beri instruksi spesifik yang jelas
6. Berbicaralah yang komunikatif
7. Ajaklah pasien untuk bekerja sama dalam pemeriksaan
8. Perhatikanlah ekspresi/bahasa non-verbal dari pasien

III. Pemeriksaan Fisik secara Inspeksi, Palpasi, Auskultasi, dan Perkusi


1. Inspeksi
Inspeksi adalah proses observasi. Inspeksi merupakan metode pemeriksaan pasien
dengan melihat langsung seluruh tubuh pasien atau hanya bagian tertentu yang
diperlukan dengan menggunakan ‘sense of sign’ baik melalui mata telanjang atau
alat bantu penerangan (lampu/pen light). Perawat menginspeksi bagian tubuh untuk
mendeteksi karakteristik normal tanda fisik yang signifikan.
Prinsip inspeksi:
a. Pastikan tersedia pencahayaan yang baik.
b. Posisikan dan panjangkan bagian tubuh sedemikian rupa sehingga semua
permukaan dapat dilihat.
c. Inspeksi setiap area untuk ukuran, bentuk, warna, kesimetrisan, posisi, dan
abnormalitas.
d. Jika mungkin, bandingkan setiap area yang diinspeksi dengan area yang sama
disisi tubuh yang berlawanan.
e. Gunakan lampu tambahan (penlight) untuk menginspeksi rongga tubuh.
f. Jangan terburu-buru ketika melakukan inspeksi. Beri perhatian pada hal-hal
detail.

2. Palpasi
Merupakan metode pemeriksaan pasien dengan menggunakan ‘sense of touch’
Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan
penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari atau tangan. Palpasi dibagi
menjadi dua jenis yakni, palpasi ringan dan palpasi dalam. Palpasi ringan dilakukan
dengan memberi tekanan lembut pada kulit dan jaringan dapat mendeteksi area-area
ketidakteraturan dan nyeri tekan. Palpasi dalam dilakukan dengan menekan jaringan
untuk mengkaji kondisi organ dibawahnya.

Cara pemeriksaan :
1. Posisi pasien bisa tidur, duduk atau berdiri
2. Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman
3. Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering
4. Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
5. Lakukan Palpasi dengan sentuhan perlahan-lahan dengan tekanan ringan
6. Palpasi daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan menandakan kelainan.
7. Lakukan Palpasi secara hati-hati apabila diduga adanya fraktur tulang.
8. Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah.
9. Rasakan dengan seksama kelainan organ/jaringan, adanya nodul, tumor
bergerak/tidak dengan konsistensi padat/kenyal, bersifat kasar/lembut,
ukurannya dan ada/tidaknya getaran/ trill, serta rasa nyeri raba / tekan.
10. Catatlah hasil pemeriksaan yang didapat.
3. Perkusi
Perkusi merupakan suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi
getaran/ gelombang suara yang dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian tubuh
yang diperiksa.
Ada 2 metode perkusi yakni perkusi secara langsung dan tidak langsung. Metode
langsung melibatkan pengetukan permukaan tubuh
secara langsung dengan satu atau dua jari. Metode
tidak langsung (gambar disamping) dilakukan
dengan menempatkan jari tengah tangan non-
dominan diatas permukaan tubuh, dengan telapak
tangan dan jari-jari tangan yang lain tidak berada
dipermukaan kulit lalu ujung jari tengah tangan
dominan mengetuk bagian dendi dari tangan non
dominan.
Cara pemeriksaan :
1. Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian yang akan
diperiksa
2. Pastikan pasien dalam keadaan rilex
3. Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
4. Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering.
5. Lakukan perkusi secara seksama dan sistimatis yaitu dengan :
•Metode langsung
•Metode tidak langsung
6. Bandingkan atau perhatikan bunyi yang dihasilkan oleh perkusi.
a. timpani mempunyai intensitas keras, nada tinggi, waktu agak lama dan
kualitas seperti drum (lambung).
b. resonan mempunyai intensitas menengah, nada rendah, waktu lama, kualitas
bergema (paru normal).
c. hipersonar mempunyai intensitas amat keras, waktu lebih lama, kualitas
ledakan (empisema paru).
d. pekak mempunyai intensitas lembut sampai menengah, nada tinggi, waktu
agak lama kualitas seperti petir (hati).
4. Auskultasi
Aukultasi dalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan
suara yang dihasilkan oleh tubuh. Alat yang digunakan ialah stetoskop. Perawat
yang melakukan auskultasi membutuhkan konsentrasi dan latihan mendengarkan
bunyi-bunyi normal pada organ agar bisa menjadi suatu patokan dalam pemeriksaan.
Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi :
1. Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran permenit.
2. Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar.
3. Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/ lemahnya suara
4. Kualitas yaitu warna nada/ variasi suara.(meliputi suara tiupan atau gemuruh)
Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :
•Rales, adanya masalah pada bagian alveolus.
•Ronchi, adanya masalah dibagian bronkus paru-baru. Nafas terdengan sangat
rendah.
•Wheezing, terdengar seperti ngiiiik, dan terjadi pada penderita asma.
•Pleura Friction Rub, adanya masalah pada bagian pleura. Terdengar seperti
dengkuran.

IV. Pemeriksaan Kepala dan Leher

A. KEPALA
Kepala yang normal tampak tegak dan berada di garis tengah tubuh. Pada wajah,
perhatikan kelopak mata, alis mata, lipatan nasolabial, serta bentuk dan kesimetrisan
mulut. Periksa ukuran, bentuk, dan kontur tulang kepala. Umumnya tulang tampak
bulat dengan penonjolan area frontalis anterior dan oksipitalis posterior.
Pemeriksaan yang dilakukan pada kulit kepala dan rambut adalah inspeksi dan
palpasi. Berikut ini adalah pemeriksaan pada kulit kepala dan rambut.
a. Inspeksi
Lihat kebersihan kulit kepala, apakah ada ketombe, kutu kepala, warna rambut,
persebaran rambut kepala, dan bentuk kepala. Bentuk kepala dipengaruhi oleh ras,
penyakit, dan lingkungan
b. Palpasi
Rasakan adanya massa pada kepala, adanya perubahan kontur tengkorak , atau
diskontinuitas tengkorak. Tanyakan apakah klien merasa nyeri, minta klien untuk
menunjukkan dan jangan lanjutkan palpasi.
Terdapat saraf :
 Nervus Trigeminus (n. V)
Sensorik cabang oftalmikus (pemeriksaan rasa raba) :
Sebagai perangsang dapat digunakan sepotong kapas,kertas atau kain
yang ujungnya diusahakan sekecil mungkin. Hindarkan adanya tekanan atau
pembankitan rasa nyeri.usapkan kapas trsbut pada bagian dahi, kening dan
bandingkan bagian-bagian yang simetris.

Sensorik cabang maksilaris


Sebagai perangsang dapat digunakan sepotong kapas,kertas atau kain
yang ujungnya diusahakan sekecil mungkin. Hindarkan adanya tekanan atau
pembankitan rasa nyeri.usapkan kapas tersebut pada bagian pipi kemudian
bandingkan antara yang kiri dan kanan
Sensorik cabang madibularis :
Sebagai perangsang dapat digunakan sepotong kapas,kertas atau kain
yang ujungnya diusahakan sekecil mungkin. Hindarkan adanya tekanan atau
pembankitan rasa nyeri.usapkan kapas trsbut pada bagian
mandibula kemudian bandingkan antara yang kiri dan kanan.
 Nervus Facialis (N.VII)

1. Kerutan dahi : Menyuruh penderita mengangkat alis dan mengerutkan


dahi, kemudian lihat apkah bias atau tidak, apabila bias lihat kesamaan
antara kiri dan kanan.

2. Sudut mata : Menyuruh penderita memejamkan mata, perhatikan sudut


yang dibentuk, apakah sama atau tidak.

3. Tinggi alis : Perhatikan apakah sama antara tinggi alis kiri dan kanan.

4. Lipatan nasolabial : Menilai apakah ada deviasi pada sulkus

5. Bersiul : Melihat apakah penderita dapat bersiul atau tidak, ini dalam
rangka untuk menilai persarafan pada bibir, sering ada penderita yang
memang tidak tau bersiul.

6. Menggembungkan pipi : Untuk menilai kekuatan pada otot di pipi,


apakah penderita dapat menahan udara di dalam mulut atau tidak.
7. Memperlihatkan gigi geligi : Untuk melihat adanya kelumpuhan pada
bibir serta untuk melihat apakah ada deviasi (mnecong) pada saat
penderita disuruh memperlihatkan gigi.

8. Pengecapan 2/3 lidah depan : Menilai sensoris penderita terutama pada


lidah, apakah dapa merasakan rangsangan atau tidak.

9. Hiperaskuis : pendengaran yang luar biasa peka. Ambang pendengaran


menurun perasaan kurang enak, baik suara yang terdengar disertai
nyeri di telinga maupun bulu kuduk leher merinding.

10. Sekresi air liur : Menilai banyaknya produksi air liur, kemudian melihat
apakah penderita sering ngiler ( air liur keluar dari mulut).

Fungsi saraf nervus pada umumnya juga menilai kesamaan antara kiri
dan kanan, sering juga terjadi kelumpuhan pada kedua sisi.

Standar Operasional Prosedur (SOP): Tulang Kepala

Penilaian
NO. Uraian
1 2 3 4
A. FASE PRE ORIENTASI
1) Persiapan alat-alat :
a. Sarung tangan

B. FASE ORIENTASI
1. Salam dan memperkenalkan diri
2. Validasi pasien :
a. Nama pasien
b. Tanggal lahir pasien
3. Menjelaskan maksud dan tujuan serta
meminta izin pada pasien untuk bersedia
diperiksa
4. Memberi pasien posisi yang nyaman
5. Bersikap ramah dan sopan dengan pasien
C. FASE KERJA
1. Menjelaskan kepada klien
2. Mencuci tangan
3. Menjaga privasi
4. Posisikan klien dengan duduk, kepala
tegak lurus dan diam
5. Bila memakai wig atau rambut palsu
harus dilepas
6. Lakukan pengamatan: ukuran, bentuk dan
posisi kepala terhadap tubuh, normal
kepala tegak lurus dan digaris tengah
tubuh, tulang kepala umumnya bulat
dengan tonjolan frontal dibagian anterior
dan oksipital di bagian posterior
7. Lakukan palpasi kepala apakah ada nodul,
tumor dengan cara merotasikan ujung jari
kebawah dari garis tengah kulit kepala
dengan lembut dan kemudian kesisi
samping kepala. Kulit kepala diatas tulang
normalnya halus dan elastis
8. Pada neonatus palpasi ringan fontanel
anterior dan posterior, ukuran, bentuk dan
tekstur. Fontanel normal datar dan
berbatas jelas. Fontanel posterior tertutup
pada umur 2 bulan dan fontanel anterior
tertutup pada usia 12-18 bulan, adanya
deformis tulang kepala dapat disebabkan
trauma, kepala besar (makromegali) dapat
disebabkan kelebihan hormon
pertumbuhan. Pada bayi kepala besar
dapat disebabkan kelainan kongenital,
hidrosepalus

D. FASE TERMINASI
Evaluasi validasi :
1. Observasi perawat terhadap pasien setelah
dilakukan tindakan
2. Rencana tindak lanjut untuk pasien
3. Merapikan alat yang telah digunakan
4. Berpamitan dengan pasien setelah selesai
melakukan tindakan
E. DOKUMENTASI
Sikap perawat :
1. Sopan
2. Ramah
3. Hati-hati

A.1 Pemeriksaan rambut dan kulit kepala

Rambut yang ada pada tubuh: rambut terminal (rambut panjang, kasar, tebal
yang mudah terlihat pada kulit kepala, aksila, pubis, dan janggut) dan rambut
vellus (rambut kecil, lembut, halus dan terdapat diseluruh tubuh kecuali telapak
tangan dan kaki). Inspeksi kondisi dan distribusi rambut serta integritas kulit
kepala dengan pencahayaan yang baik.

Inspeksi. Selama melakukan inspeksi, anda harus memisahkan bagian


rambut tertentu untuk melihat abnormalitas. Jika ada kemungkinan lesi atau kutu,
kenakan sarung tangan bersih untuk terhindar dari infeksi.

Jenis lesi kulit primer

1. Makula : Perubahan rata, tidak


terpalpasi pada warna kulit, ukuran
<1cm (misal: frecle)
2. Papula : Elevasi terpalpasi,
bulat, padat pada kulit, ukuran <1cm
(misal: tahi lalat dengan elevasi)
3. Nodul: Massa padat dengan
elevasi, lebih dalam dan terfiksasi
dibandingkan papula (misal: kutil)
4. Tumor : Massa padat melewati
jaringan subkutan, ukuran >1-2cm
(misal:epitelioma)
5. Wheal : Area elevasi ireguler atau edema lokal superfisial;ukuran bervariasi (misal:
reaksi alergi dan gigitan nyamuk)
6. Vesikel : Elevasi bulat pada kulit yang berisi cairan serous, ukuran <1cm (misal:
herpes simpleks dan cacar air)
7. Pustula : Elevasi bulat pada kulit, menyerupai vesikel namun berisi pus; ukuran
bervariasi (misal: jerawat)
8. Ulkus : Hilangnya permukaan kulit sampai semis dan sering berdarah dan
meninggalkan jaringan parut; ukuran bervariasi (misal: ulkus stasis vena)
9. Atrofi : Penipisan kulit disertai kehilangan lekukan kulit normal, kulit tampak
mengilat dan transparan; ukuran bervariasi (misal: insufisiensi arterial)

Pertama, lakukan inspeksi warna, distribusi, kuantitas, ketebalan, tekstur dan


lubrikasi rambut tubuh. Rambut kulit kepala tampak kasar atau halus; keriting atau atau
lurus; berkilau, halus, dan lentur. Sambil memisahkan sekelompok rambut kepala,
amati warna dan kekasarannya. Variasi warna berkisar dari pirang sampai hitam sampai
kelabu dan terkadang menunjukan perubahan akibat keramas atau pengecatan. Pada
lansia, rambut tampak kelabu suram, putih, atau kuning. Rambut juga menipis pada
kepala, aksila, dan pubis. Pria lansia sering kehilangan rambut wajah, sedangkan wanita
lansia memperoleh rambut pada dagu dan di atas bibir.

Amati distribusi normal pertumbuhan rambut pria dan wanita. Pada pubertas
terjadi perubahan jumlah dan distribusi rambut. Klien dengan gangguan hormon
mengalami distribusi dan pertumbuhan rambut di bibir atas, dagu, dan pipi dengan
rambut vellus yang menjadi semakin kasar di seluruh tubuh. Bagi beberapa orang,
perubahan pertumbuhan rambut memengaruhi citra tubuh dan kenyamanan emosional
secara negatif.

Beberapa perubahan terjadi karena ketebalan, tekstur, dan lubrikasi rambut


kepala. Gangguan penyakit demam atau kulit kepala dapat mengakibatkan kerontokan
rambut. Penyakit tiroid dapat mengubah kondisi rambut menjadi halus dan rapuh.
Alopesia, hilang atau menipisnya rambut, biasanya bersifat genetik dan terkait dengan
diabetes, tiroiditis, bahkan menopause. Gizi buruk menyebabkan rambut tipis, suram,
kering. Minyak dari kelenjar sebasea melubrikasi rambut. Rambut dengan minyak yang
berlebih dihubungkan dengan stimulasi hormon androgen. Rambut kering dan rapuh
timbul sering penuaan dan penggunaan agen kimia berlebihan.

Jumlah rambut di ekstremitas terkadang berkurang seiiring penuaan. Insufisiensi


arterial paling sering ditemukan pada ekstremitas bawah. Kenali adanya lesi di kulit
kepala yang terkadang tersembunyi oleh rambut yang tebal. Kulit kepala normal
tampak halus dan tidak elastis dengan warna yang merata.

Inspeksi folikel rambut kepala dan pubisyang cermat dapat memperlihatkan


kutu atau arasit lainnya. Tiga jenis kutu adalah Padiculus humanus capitis (kutu
kepala), pedikulushumanus corporis (kutu badan), pediculus pubis (kutu pubis). Kutu
kepala dan pubis menempelkan telurnya ke rambut. Telur tampak sebagai partikel oval
seperti ketombe. Kutu kepala dan badan berukuran sangat kecil dengan badan berwarna
putih keabu-abuan. Kutu pubis berwarna merah.
Standar Operasional Prosedur (SOP): Pemeriksaan Rambut dan
Kulit Kepala

Penilaian
NO. Uraian
1 2 3 4
A. FASE PRE ORIENTASI
1) Persiapan alat-alat :
b. Sarung tangan
B. FASE ORIENTASI
1. Salam dan memperkenalkan diri
2. Validasi pasien :
a. Nama pasien
b. Tanggal lahir pasien
3. Menjelaskan maksud dan tujuan serta
meminta izin pada pasien untuk bersedia
diperiksa
4. Memberi pasien posisi yang nyaman
5. Bersikap ramah dan sopan dengan pasien
C. FASE KERJA
1. Menjelaskan kepada klien
2. Mencuci tangan
3. Menjaga privasi
4. Posisikan klien dengan duduk, kepala
tegak lurus dan diam agar seluruh rambut
dapat di periksa dengan mudah dan rambut
palsu dilepas
9. Tanyakan pada klien apakah rambutnya
mudah rontok, adanya perubahan warna,
gangguan pertumbuhan rambut,
penggunaan shampo atau produk lain
perawatan rambut, alat pengeriting dan
menjalani kemoterapi
10. Lakukan inspeksi rambut: penyebaran,
ketebalan, tekstur dan lubrikasi. Rambut
biasanya tersebar merata, tidak terlalu
kering, tidak terlalu berminyak dan liat
11. Lakukan palpasi dengan menggunakan
sarung tangan, sisihkan rambut untuk
melihat karakteristik kulit kepala
12. Perhatikan lesi, luka, erupsi, dan pustular
pada kulit kepala dan folikel rambut
13. Perhatikan adanya kutu kepala (yang
tumbuhnya kecil berwarna putih keabuan),
kutu kepiting berkaki merah dan telur kutu
(seperti partikel oval ketombe)
14. Laukan penarikan ringan pada rambut,
kerontokan rambut dapat terjadi akibat
penyakit kulit kepala, gangguan fungsi
tubuh seperti demam, pemberian anastesi
atau menerima pengobatan kemoterapi, dll.
D. FASE TERMINASI
Evaluasi validasi :
1. Tanyakan perasaan pasien setelah
dilakukan tindakan
2. Observasi perawat terhadap pasien setelah
dilakukan tindakan
3. Rencana tindak lanjut untuk pasien
4. Merapikan alat yang telah digunakan
5. Berpamitan dengan pasien setelah selesai
melakukan tindakan
E. DOKUMENTASI
Sikap perawat :
1. Sopan
2. Ramah
3. Hati-hati

B. MATA
Pemeriksaan mata mencangkup pengkajian ketajaman penglihatan, lapangan
pandang, pergerakan otot ekstraokular, dan struktur luar dan dalam.
• Ketajaman Penglihatan
Cara termudah mengkaji penglihatan dekat adalah dengan meminta klien
menbaca huruf cetak dengan pencahayaan yang cukup. Pastikan klien
mengerti bahasa yang diucapkan dan dibaca. Untuk mengetahui bahwa klien
tidak buta huruf, Anda dapat meminta mereka untuk membaca tulisan dengan
suara keras. Pengkajian penglihatan jauh membutuhkan kartu Snellen (poster
keras atau layar proyeksi). Minta klien duduk atau berdiri 6m (20 kaki) dari
kartu dan membacanya dengan kedua mata. Lalu minta klien membaca huruf
dengan tiap mata (satu mata klien ditutup). Klien tifdaj boleh menekan mata
yang sedang ditutup. Catat garis terkecil yang dapat dibaca klien dengan benar
dan carat ketajaman penglihatan untuk garis tersebut.
Jika klien buta huruf, gunakan kartu E atau kartu dengan obyek yang
mudah dikenali. Klien diminta menyebutkan arah huruf E atau nama obyek.
Jika klien tidak dapat membaca huruf terbesar pada kartu Snellen, periksa
dengan mengacungkan jari atau penglihatan cahaya. Acungkan tangan 30cm
(1 kaki) dari wajah klien dan minta klien menyebutkan jumlah jari yang
diacungkan. Untuk melihat persepsi cahaya, arahkan sinar ke mata klien lalu
matikan.
• Pergerakan Otot Ekstraokular
Klien duduk atau berdiri 60cm dari anda. Acungkan jari dengan jarak 15-
30cm dari mata klien. Minta klien untuk tidak menggerakkan kepala dan
mengikuti pergerakan jari dengan mata saja. Klien harus melihat ke kanan,
kiri serta diagonal atas dan bawah, dan diagonal kanan maupun kiri. Gerakkan
jari dengan perlahan dalam lapangan pandang yang normal. Saat klien melihat
ke tiap arah, amati gerakan paralel mata, posisi kelopak atas terhadap iris dan
adanya gerakan abnormal.
• Lapangan Pandang
Klien berdiri atau duduk dengan jarak 60cm dari anda setinggi mata. Klien
menutup sebelah mata dan melihat ke mata anda yang tepat didepannya (mata
yang berlawanan dari mata klien). Tutup mata sebelah anda sehingga
lapangan pandang anda akan sama dengan klien. Gerakan jari dari kejauhan
yang sama dari anda dan klien diluar lapangan pandang, lalu gerakan
memasuki lapangan pandang. Tanyakan pada klien mulai kapan ia dapat
melihat jari.
• Struktur Mata Eksternal
Amati posisi antara kedua mata. Normalnya mereka paralel satu sama lain.
 Alis mata
Normalnya kedua alis tampak simetris. Minta klien menaik
turunkan alis mata. Mereka akan naik dan turun secara simetris.
 Kelopak mata
Inspeksi posisi, warna, permukaan, kondisi dan arah bulu mata dan
kemampuan klien untuk membuka, menutup dan berkedip. Untuk
menginspeksi permukaan kelopak atas, minta klien untuk menutup
matanya. Angkat kedua alis perlahan dengan ibu jari dan jari telunjuk
untuk merengangkan kulit. Kelopak normal tampak mulus dan berwarna
sama dengan kulit.
 Aparatus lakrimal
Palpasi kelenjar dengan perlahab untuk mendeteksi nyeri tekan.
Normalnya anda tidak dapat meraba kelenjar.
 Konjungtiva dan sklera
Tarik kedua kelopak dengan ibu jari dan jari mata. Tarikkedua
kelopak ibu jari dan jari telunjuk di orbita bawah dan atas. Minta klien
melihat ke atas, bawah dan samping. Klien biasanya akan berkedip
sehingga pemeriksaan menjadj sulit. Inspeksi warna, tekstur, dan adanya
edema atau lesi. Konjungtiva normal tidak menderita eritema.
 Kornea
Saat klien melihat lurus ke depan, inspeksi kejernihan dan tekstur
kornea sambil menyinari permukaan kornea dari sudut miring. Kornea
normal tampak berkilau, transparan dan mulus.
Terdapat saraf : Nervus Trigeminus (n. V)

Refleks kornea
Pasien diminta melirik ke atas atau ke samping supaya mata jangan
berkedip bilamana korneanya hendak disentuh oleh seutas kapas.
Goreskan pada kornea dengan ujung seutas kapas pada satu sisi
membangkitkan kedipan kelopak mata atas reflektorik secara bilateral

 Pupil dan iris


Amati ukuran, bentuk, kesamaan, akomodasi dan reaksi cahaya
pada pupil. Pupil normal tampak hitam, bulat, reguler, dan sama
ukurannya pada kedua mata. Periksa refleks pupil pada ruang temaram.
Saat klien melihat lurus ke depan, arahkan sinar ke pupil. Jika klien
melihat sinar, akan terdapat reaksi akomodasi palsu. Pupil yang disinari
langsung akan berkontriksi dan pupil sebelahnya akan ikut berkontriksi.
Amati kecepatan dan kesamaan refleks kedua pupil. Dalam keadaan
terang, pupil mata orang dewasa normalnya berdiameter 2-4 mm dan
melebar menjadi 4-8 mm jika berada di kegelapan. Pupil di kedua bola
mata pun biasanya berukuran sama. Namun terkadang, ada juga orang
yang mempunyai kelainan pada pupil mata. Mulai dari ukurannya yang
tidak sama, tidak bisa melebar ketika gelap, hingga tidak mengecil dalam
keadaan terang atau melihat benda dalam jarak dekat.

• Struktur Mata Internal


Perawat ahli menggunakan oftalmoskop untuk menginspeksi fundus,
yang mencangkup retina, koroid, papil optik, makula, fovea sentralis, dan
pembuluh darah retina. Klien yang membutuhkan pemeriksaan ini adalah
penderita diabetes, hipertensi dan kelainan intrakranial.
Pada Mata terdapat saraf :

 Nervus optikus (N II)


Visus
Jenis tes: Tes hitung jari
Penglihatan diperiksa dengan jalan membandingkan ketajaman penglhatan
pasien dengan pemeriksa. (dalam hal ini ketajaman penglihatan pemeriksa
tentulah harus normal dan biasanya memeng demikian. Kalau tidak,
pemeriksa telah mengkoreksinya, misalnya dengan kacamata atau telah
mengetahui kekurangannya.) pasien disuruh menghitung berapa jari yang
ditunjukan oleh pemeriksa.
Pengenalan warna
Jenis tes: Benang warna
Pasien:pasien disuruh untuk mengenali warna benang yang telah disediakan
oleh pemeriksa.
Lapangan penglihatan
Jenis tes:tes konfrontasi
Penderita disuruh duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa dengan
jarak kira-kira 1 meter. Jika kita hendak memeriksa mata kanan, maka mata
kiri penderita harus ditutup, misalnya dengan tangan kanan atau kertas,
sedangkanpemeriksa harus menutup mata kanannya. Kemudian penderita
disuruh melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus selalu
melihat ke mata kanan penderita. Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari
tangannya dibidang pertengahan antara pemeriksa dengan penderita. Gerakan
yang dilakukan dari arah luar kedalam.jika penderita mulai melihat gerakan
jari-jari pemeriksa, ia hahrus memberitahu, dan hal ini dibandingkan dengan
pemeriksa,apakah iapun telah melihatnya. Bila sekiranya ada gangguan
kampus penglihatan, maka pemeriksa akan lebihdahulu melihat gerakan
tersebut. Gerakan jari tangan ini dilakuakan dari semua jurusan dan masing-
masing mata harus diperiksa.
Lapangan fundus
Jenis tes: funduskopi
Pasien disuruh melihat jauh kedepan atau memfiksasi matanya pada benda
yang terletak jauh di depan. Pasien jangan menggerakknan bola mata, namun
ia boleh mengedip. Kemudian fokukan mata anda pada retina dengan
menggunakan lensa oftalmoskop yang sesuai bila pasien menderita kelainan
refraksi.
 Nervus okulomotorius, troklearis, abduscen (N III, IV, VI)
Retraksi kelopak mata atas
Kelopak mata atas yang terlampau banyak berelevasi yaitu menjadi ciut
sehingga meninggalkan putih sclera diantara tepi kelopak mata atas dan limbus
atas dari kornea.

Ptosis
Untuk menilai m. levator palpebrae pasien disuruh memejamkan matanya,
kemudian ia disuruh membuka matanya. Waktu pasien membuka matanya jita
tahan gerakanini dengan memegang ( menekan enteng) pada kelopak mata.
Dengan demikian dapat dinilai kekuatan mengangkat kelopak mata. Pada
pemeriksaan ini untuk meniadakan tenaga kompensasi dari m. frontalis perlu
diberikan tekanan pada alis mata dengan tangan satu lagi.
Kedipan
Penderita diminta untuk mengedipkan mata.
Membuka dan menutup mata
Penderita diminta untuk membuka dan menutup mata.
Pupil
Bentuk: perhatikan bentuk ppupil apakah bundar dan datar tepinya atau tidak.
Ukuran: perhatikan besar pupil pada mata kiri dan kanan apakah sama besar atau
tidak.
Perbandingan: membandingkan pupil pada kedua bola mata
R.cahaya langsung dan tidak langsung: pada pemeriksaan ini pasien disuruh
melihat jauh setelah itu mata kita senter dan lihat apakah ada reaksi pada pupil.
Pada keadaan normal pupil mengecil. Bila demikian halnya, disebut reaksi
cahaya langsung positif. Kemudian perhatikan pula pupil mata yang satunya lagi,
apakah pupilnya ikut mengecil oleh penyinaran mata yang lainnya itu. Bila
demikian, disebut reaksi cahaya tidak lagsung positif.
Deviasi konjugae
Perhatikan kedudukan bolamata apakah mata menonjol atau seolah-olah masuk
kedalam.
m.rectus lateralis, m.rectus medialis, m.rectus superior, m.rectus inferior,
m.obliques superior, m.obliques inferior.
Penderita disuruh mengikuti jari-jari pemeriksa yang digerakkan kearah lateral,
medial bawah, bawah dan kearah yang miring, yaitu: atas-lateral, bawah medial,
atas-medial, bawah-lateral. Perhatikan apakah mata pasien dapat mengikutinya
dan perhatikan bagaimana gerakan bola mata, apakah lancar dan mulus atau
kaku.

 Nervus Vagus (N X)
Refleks Okulokardiac bila kita tekan enteng biji mata akan mengakibatkan
berkurangnya detak jantung. Refleks ini dapat digunakan sebagai petunjuk
adanya kepekaan vagus. Refleks ini tidak terdapat pada paralisis nervus vagus
sedangkan pada orang yang vagotonik reflex ini meningkat.

Standar Operasional Prosedur (SOP): Pemeriksaan Fisik Fungsi Mata

Penilaian
NO. Uraian
1 2 3 4
A. FASE PRE ORIENTASI
1. Persiapan alat-alat :
 Meja periksa
 Tempat duduk/Bed
 Sarung tangan
 Masker
 Pen Light
 Koran/Majalah
 Snellen Chart/E chart
 Format Pengkajian
B. FASE ORIENTASI
1. Salam dan memperkenalkan diri
2. Validasi pasien :
3. Nama pasien
4. Tanggal lahir pasien
5. Menjelaskan maksud dan tujuan serta
meminta izin pada pasien untuk bersedia
diperiksa
6. Mendapatkan data tentang keadaan pasien
secara lengkap
7. Memberi pasien posisi yang nyaman
8. Bersikap ramah dan sopan dengan pasien

FASE KERJA
1. Menjelaskan kepada klien
2. Mencuci tangan
3. Menjaga privasi
4. Lakukan pengkajian membaca dekat:
pastikan cukup pencahayaan dan pastikan
apakah klien memakai alat bantu baca dan
bisa membaca, kemudian minta klien
untuk
membaca koran atau majalah dengan jarak
30 cm
5. Lakukan pengkajian membaca jauh:
a. Gunakan lembar pemeriksaan
snellen
b. Pastikan cukup pencahayaan
c. Posisi klien berdiri atau duduk
dengan jarak 20 kaki (6,1 meter )
dari lembar
snellen
d. Minta klien untuk membaca huruf
pada lembar snellen dengan
mata terbuka ulangi dengan satu
mata ditutup
e. Tentukan baris terkecil dimana
klien bisa membaca seluruh huruf
dengan benar.
6. Lakukan pengkajian dengan menghitung
jari: Uji masing-masing mata untuk
menghitung jari yang diacungkan
pemeriksa dengan jarak 30 cm dari wajah
klien
7. Lakukan pengkajian dengan uji cahaya :
Sinari mata klien dengan senter kecil dan
padamkan, tanyakan apakah klien melihat
cahaya.
8. Lakukan pengkajian lapang
pandang/penglihatan dengan cara :
a. Posisi duduk atau berdiri 2 kaki
(60cm) jauhnya,
berhadapan dengan ketinggian
mata sejajar pemeriksa.
b. Klien menutup satu mata, mata
yang lain menatap mata pemeriksa
c. Pemeriksa menutup satu mata yang
berlawanan arah, satu mata melihat
klien
d. Gerakkan jari dengan jarak
sebanding panjang lengan diluar
lapang penglihatan
e. Minta klien untuk mengatakan bila
melihat jari pemeriksa.
f. Perlahan tarik jari pemeriksa
mendekat.
g. Ulangi prosedur pada sisi lain.
Selalu harus membandingkan titik
dimana pemeriksa melihat jari
tersebut memasuki lapang
penglihatan pemeriksa dan titik
dimana klien melihatnya.
h. Ulangi prosedur dengan keempat
arah pada mata lainnya.
9. Lakukan pengkajian gerakan ekstraokuler
a. Posisi klien duduk atau berdiri 2
kaki (60 cm) jauhnya, berhadapan
dengan pemeriksa.
b. Minta klien mengikuti gerak jari
dengan kedua mata, kepala tetap
pada posisi menghadap pemeriksa.
c. Gerakkan jari dengan lembut dan
perlahan melalui delapan arah
tatapan utama.
d. Jaga agar jari tetap dalam lapang
penglihatan normal
e. Observasi gerak paralel mata
D. FASE TERMINASI
Evaluasi validasi :
1. Observasi perawat terhadap pasien setelah
dilakukan tindakan
2. Rencana tindak lanjut untuk pasien
3. Merapikan alat yang telah digunakan
4. Berpamitan dengan pasien setelah selesai
melakukan tindakan
E. DOKUMENTASI
Sikap perawat :
4. Sopan
5. Ramah
6. Hati-hati

Standar Operasional Prosedur (SOP): Pemeriksaan Fisik Struktur Luar


Mata
Penilaian
NO. Uraian
1 2 3 4
A. FASE PRE ORIENTASI
1. Persiapan alat-alat :
 Meja periksa
 Tempat duduk/Bed
 Sarung tangan
 Masker
 Pen Light

B. FASE ORIENTASI
6. Salam dan memperkenalkan diri
7. Validasi pasien :
c. Nama pasien
d. Tanggal lahir pasien
8. Menjelaskan maksud dan tujuan
serta meminta izin pada pasien
untuk bersedia diperiksa
 Mendapatkan data tentang
keadaan pasien secara
lengkap
9. Memberi pasien posisi yang
nyaman
10. Bersikap ramah dan sopan dengan
pasien

C. FASE KERJA
1. Menjelaskan kepada klien
2. Mencuci tangan
3. Menjaga privasi
POSISI DAN KESELARASAAN
4. Lakukan inspeksi posisi mata dalam
perbandingan antara satu dan
lainnya
ALIS MATA
5. Lakukan inspeksi alis untuk
ukuran. distribusi dan tekstur
rambut
6. Minta klien untuk menaikkan dan
menurunkan alis mata, amati
pergerakannya
DAERAH ORBITAL
7. Lakukan Inspeksi terhadap edema,
kemerahan, dan kondsi jaringan
lunak dibawah orbital
KELOPAK ATAS MATA
8. Inspeksi posisi dan warna kelopak
mata, edema dan benjolan
9. Minta klien untuk menutup dan
membuka mata secara normal,
amati kemampuannya
10. Inspeksi permukaan kelopak mata
atas dengan meminta klien
menutup mata, jika terjadi lesi catat
ukuran, bentuk, penyebaran dan
pengeluaran cairan.
BULU MATA
11. Perhatikan posisi bulu mata,
normalnya melengkung ke atas
KELOPAK MATA BAWAH
12. Minta klien untuk membuka mata,
perhatikan frekwensi reflek
berkedip
13. Inspeksi permukaan kelopak mata,
edema dan benjolan, jika ada lesi
catat ukuran, bentuk, penyebaran
dan pengeluaran cairan.
APARATUS LAKRIMAL
14. Inspeksi daerah kelenjar lakrimal
pada dinding luar atas
anterior tulang orbital terhadap
edema dan kemerahan.
15. Palpasi dengan lembut area kelenjar
untuk mendeteksi nyeri.
16. Inspeksi duktus lakrimal, periksa
adanya edema dan pengeluaran air
mata yang berlebihan.
KONJUNGTIVA SKLERA
17. Tarik lembut kelopak mata untuk
menginspeksi konjungtiva bulbar,
yang menutup daerah permukaan
terbuka bola mata sampai tepi
kornea
18. Inspeksi warna konjungtiva, edema
dan lesi.
KORNEA
19. Inspeksi kejernihan dan tekstur
kornea
20. Lakukan uji sensitifitas kornea
dengan cara mendekatkan kapas ke
salah satu mata klien perhatikan
kedipan
PUPIL DAN IRIS
21. Inspeksi keadaan luar iris dan
perhatikan kelainan tepinya
22. Inspeksi ukuran, bentuk,
keselarasan pupil dan reaksi
terhadap cahaya
23. Uji reflek pupil terhadap cahaya
secara langsung dengan
menyorotkan penlight ke arah pupil
lalu perhatikan ukuran pupil ketika
kena cahaya, normalnya pupil
mengecil.

D. FASE TERMINASI
Evaluasi validasi :
1. Observasi perawat terhadap pasien
setelah dilakukan tindakan
2. Rencana tindak lanjut untuk pasien
3. Merapikan alat yang telah
digunakan
4. Berpamitan dengan pasien setelah
selesai melakukan tindakan
5.
E. DOKUMENTASI
Sikap perawat :
1. Sopan
2. Ramah
3. Hati-hati

C. TELINGA
• Aurikula
Klien duduk dengan nyaman, lalu mulailah inspeksi ukuran, bentuk, simetri,
penanda, posisi dan warna aurikula. Aurikula normal memiliki ukuran dan tinggi
yang sama.
• Saluran Telingan dan Gendang Telinga
Periksa struktur telinga luar dan tengah denga otoskop. Pastikan klien
tidak menggerakkan kepala selama pemeriksaan untuk menghindari kerusakan
saluran dan membran timpani.
• Ketajaman Pendengaran
Pada keadaan normal, klien merespons tanpa meminta pengulangan
pertanyaan yang terlalu sering. Jika adanya ketulian, perijsa respons klien
terhadap bisikan. Periksa satu telinga dengan telinga lain yang ditutup dengan jari
klien. Minta klien mengerakkan jari tersebut ke atas dan ke bawah selama
pemeriksaan. Dengan jarak berdiri sejauh 30 sampai 60cm dari telinga yang
diperiksa, tutup mulut sehingga klien tidak dapat membaca bibir. Setelah
membuang napas, berbisiklah dengan lembut ke arah telinga yang tidak ditutup
dengan menyebutkan angka acak atau suku kata yang jelas.

Terdapat saraf :
 Nervus Vestibulo Cochlearis ( N. VIII)
Komponenen tes suara berbisik:
a. Tes schawabach : tes ini membandingkan pendengaran pemeriksa dengan
penderita, menggunakan garpu tala. Garpu tala dibunyikan dan ditempatkan di
dekat telinga penderita, setelah penderita tidak mendengarkan bunyi lagi
garpu tala dipindahkan di dekat telinga pemeriksa ( telinga pemeriksa
normal). Bila masih terdengar bunyi di telinga penderita, maka dikatakan
scawabach lebih pendek untuk konduksi udara.
Kedua, garpu tala setelah dibunyikan di taruh pada tulang mastoid, lakukan
seperti diatas. Ini untuk menilai konduksi tulang.
b. Tes Rinne : tes ini untuk membandingkan konduksi tulang dan konduksi
udara, pada orang normal konduksi udara lebih,baik daripada konduksi tulang,
hal ini didapat pada juga pada tuli perspektif, kecuali pada tuli konduktif.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara, membunyikan garpu tala kemudian
diletakkan pada tulang mastoid penderita, apabila sudah tidak terdengar garpu
tala segera dipindahkan ke talinga. Jika masih terdengar suara maka konduksi
udara ebih baik dari konduksi tulang dalam hal ini rinne positif.
c. Tes Webber : garpu tala dibunyikan, di tekan pada dahi penderita, tepat di
tengah. Penderita disuruh untuk mendengarkan telinga mana yang berbunyi
lebih keras, pada orang normal bunyi tersebut sama antara telinga kiri dan
kanan. Pada tuli saraf, bunyi lebih keras pada telinga yang sehat, sedangkan
pada tuli konduktif bunyi lebih keras pada telinga yang tuli.
Gangguan pada saraf Nervus Vestibulo Cochlearis:
▪ Vertigo : keluhan yang sering ditemukan oleh penderita dengan gangguan system
vestibuler, ini merupakan rasa bergerak( penderita merasa bahwa sekitarnya
bergerak atau dirinya bergerak) dan biasanya disertai oleh rasa tidak stabil dan
kehilangan keseimbangan.
▪ Romberg test : penderita disuruh berdiri dengan satu kaki dan kaki yang lain
berada di depan jari-jari yang lain, lengan di depan dada dan mata kemudian
ditutup. Tes ini untuk menilai adanya disfungsi pada system vestibuler., orang
normal mampu berdiri dalam posisi Romberg selama 30 detik atau lebih.
▪ Nistagmus spontan : melihat adanya gerakan bola mata yang tidak terkontrol.
▪ Nistagmus kalori : timbul bila melirik ke suatu arah. Dingin bergerak ke sisi
kontralateral; panas bergerak ke sisi ipsilateral.
▪ Nistagmus posisional: timbul bila terjadi perubahan posisi kepala.
▪ Tinnituas : menanyakan apakah penderita sering mendengar suara2 lain.

SOP PEMERIKSAAN FISIK TELINGA

NO URAIAN PENILAIAN
. 0 1 2
A Fase Pre Orientasi
1. Persiapan Perawat
a. Perawat membaca status pasien
Perawat membaca SOP tentang Pemeriksaan fisik telinga

2. Persiapan Alat
a. Meja kursi
b. Ruang pemeriksaan sesuai standart minimal 3 x 4 m
c. Bed pemeriksaan sesuai standart :
 Tinggi : 70 cm
 Lebar : 70 cm
 Panjang : 2 m
d. Bantal, sprei, perlak, stik laken, selimut
e. Tempat cuci tangan (wastafel + kran dengan air
mengalir) dan sabun cuci tangan
f. Handuk
g. Alat tulis
h. Tissue gulung
i. Kartu status
j. Formulir rujukan (Umum, Askes, JPS)
k. Kertas resep
l. Jas medis putih
m. Masker
n. Tempat sampah
o. Lampu
p. Arloji berjarum detik

SARANA MEDIS UNTUK PEMERIKSAAN KEPALA


a. Trolley instrumen
b. Sarung tangan (jika terdapat luka/lesi)
c. Bak instrument
d. Garpu tala
e. Spekulum telinga
f. Otoskop telinga

B Fase Orientasi
1. Salam Menyapa
2. Memperkenalkan diri pemeriksa
3. Menanyakan dengan sopan dan ramah
4. Falidasi klien
5. Jelaskan prosedur tindakan yang akan kita lakukan
6. Berikan privasi pada klien
(Tutup sampiran,untuk tetap memberikan privaci pada klien)
C Fase Kerja
1. Cuci tangan.
2. Pakai sarung tangan
Buka bak instrument dengan tangan kiri, ambil sarung tangan
dengan menggunakan tangan kanan kemudian pasangkan pada
tangan kanan, ingat prinsip steril. Pindahkan sarung tangan ke
tangan kiri kemudian pertahankan / pegang luar dari sarung
tangan yang telah dilipat sebagian kemudian masukan tangan
kanan kedalam sarung tangan. Ambil sarung tangan yang
satunya dengan tangan kanan pegang masukkan tangan kiri ke
dalam sarung tangan.
3. Inspeksi dan palpasi telinga luar
1. Bantu klien dalam posisi duduk, jika memungkinkan
2. Posisi pemeriksa menghadap ke sisi telinga yang dikaji
3. Atur pencahayaan dengan menggunakan otoskop, lampu
kepala, atau sumber cahaya lain sehingga tangan pemeriksa
bebas bekerja( Bila tidak ada otoskop bisa menggunakan
spekulum).
4. Inspeksi telinga luar terhadap posisi, warna, ukuran, bentuk,
higiene, adanya lesi/massa, dan kesimetrisan. Bandingkan
dengan hasil normal
5. Lakukan palpasi dengan memegang telinga menggunakan jari
telunjuk dan jempol
6. Palpasi kartilago telinga luar secara sistematis, yaitu dari
jaringan lunak ke jaringan keras dan catat jika ada nyeri
7. Lakukan penekanan pada area tragus ke dalam dan tulang
telinga di bawah daun telinga
8. Bandingkan telinga kiri dan telinga kanan
9. Inspeksi lubang pendengaran eksternal dengan cara berikut :
 Pada orang dewasa, pegang daun telinga/heliks dan
perlahan-lahan tarik daun telinga ke atas dan ke belakang
sehingga lurus dan menjadi mudah diamati
 Pada anak-anak, tarik daun telinga ke bawah
10. Periksa adanya peradangan, perdarahan, atau kotoran/serumen
pada lubang telinga.

4. Pemeriksaan pendengaran
1. Menggunakan bisikan
 Atur posisi klien berdiri membelakangi pemeriksa pada
jarak 4 – 6 m
 Instruksikan klien untuk menutup salah satu telinga yang
tidak diperiksa “bu,,,tolong tutup telinga yang satunya??”
 Bisikkan suatu bilangan, misal “tujuh enam”
 Minta klien untuk mengulangi bilangan yang didengar
 Periksa telinga lainnya dengan cara yang sama
 Bandingkan kemampuan mendengar telinga kanan dan kiri
klien
2. Menggunakan arloji
 Ciptakan suasana ruangan yang tenang
 Pegang arloji dan dekatkan ke telinga klien
 Minta klien untuk memberitahu pemeriksa jika ia
mendengar detak arloji
 Pindahkan posisi arloji perlahan-lahan menjauhi telinga
dan minta klien untuk memberitahu pemeriksa jika ia tidak
mendengar detak arloji. Normalnya, klien masih
mendengar sampai jarak 30 cm dari telinga
3. Menggunakan garpu tala
 Pemeriksaan RINNE
Untuk membandingkan hantaran udara dan hantaran
tulang pada telinga yang diperiksa.
 Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke
telapak tangan atau buku jari tangan yang berlawanan
 Letakkan tangkai garpu tala pada prosesus mastoideus
klien
 Anjurkan klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia tidak
merasakan getaran lagi
 Angkat garpu tala dan dengan cepat tempatkan di depan
lubang telinga klien 1 – 2 cm dengan posisi garpu tala
pararel terhadap lubang telinga luar klien
 Instruksikan klien untuk memberi tahu apakah ia masih
mendengar suara atau tidak
 Catat hasil pemeriksaan pendengaran tersebut
(Rinne positif jika pasien masih dapat mendengar, negatif jika
pasien tidak dapat mendengar).

 Pemeriksaan WEBER
Untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan
telinga kanan.
 Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak
atau buku jari tangan yang berlawanan
 Letakkan tangkai garpu tala di tengah puncak kepala
klien
 Tanyakan pada klien apakah bunyi terdengar sama jelas
pada kedua telinga atau lebih jelas pada salah satu telinga
 Catat hasil pemeriksaan pendengaran tersebut

(Bila klien mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan


disebut lateralisasi ke kanan , Normal bila antara sisi kanan
dan kiri sama kerasnya).

 Pemeriksaan SCHWABACH
Membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan
pemeriksa yang pendengarannya normal
 Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke
telapak tangan atau buku jari tangan yang berlawanan
 Letakkan tangkai garpu tala pada prosesus mastoideus
klien
 Anjurkan klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia tidak
merasakan getaran lagi
 Bila sudah tidak mendengar letakkan tangkai garpu tala
pada prosesus mastoideus pemeriksa
 Ulangi pada pemeriksa untuk pemeriksaan selanjutnya bila
pemeriksa tidak mendengar
(Bila pemeriksa dapat mendengar schwabach memendek,bila
saat dilakukan pengulangan yang diperiksa adalah
pemeriksa,dan hasilnya klien dapat mendengar schwabach
memanjang,bila saat diulangi tidak mendengar brati sama
dengan pemeriksa/Normal).
5. Membuka priva (Membuka sampiran,karena tindakan sudah
selesai)

6. Atur posisi pasien ke posisi semula


7. Melakukan evaluasi tindakan
8. Merapikan peralatan
9. Merapikan peralatan membuang sampah kedalam bak
sampah medis
10. Mencuci tangan

D Fase Terminasi
- Evaluasi keadaan klien
- SOAP
- RTL
E Dokumentasi
- Sikap
1. Sopan
2. Ramah
3. Hasil

D. Hidung dan Sinus


 HIDUNG
Saat menginspeksi hidung luar, perhatikan bentuk, ukuran, kulit, warna, dan
adanya deformitas atau inflamasi. Hidung yang normal tampak mulus dan simetris dengan
warna yang sama dengan wajah.
Letakkan satu jari pada sisi hidung klien dan tutup salah satu lubang hidung. Minta
klien untuk bernapas dengan mulut tertutup, ulangi prosedur untuk lubang hidung yang
lainnya.
Untuk melihat septum dan konka, minta klien untuk mendongakkan kepala. Sinari
septum dan perhatikan susunan, perforasi atau pendarahan. Septum normal terletak
dekat dengan garis tengah dan lebih tebal pada bagian anterior. Mukosa normal tampak
merah muda dan lembap tanpa lesi.
Terdapat saraf :
 Nervus olfaktorius (N I)
a. Hiposmia : berkurangnya penciuman
b. Anosmia : hilangnya penciuman
c. Hiperosmia : meningkatnya kemampuan menghidu
d. Parosmia : gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak sesuai
seperti minyak kayu putih tercium sebagai bau bawang goreng
e. Halusnasi olfaktorius : biasanya berbentuk bau yang tidak sedap, dapat
dijumpai pada serangan epilepsi yang berasal dari girus unsinat pada lobus
temporal dan sering disertai gerak mengecap-ngecap.
Cara pemeriksaan:
Periksa lubang hidung apakah ada sumbatan atau kelainan setempat,
misalnya ingus atau polip. Hal ini dapat mengurangi ketajaman penciuman. Zat
pengetes yang digunakan sebaiknya zat yang dikenal sehari-hari, misalnya
kopi, teh, tembakau, jeruk.
Jangan menggunakan zat yang dapat merangsang mukosa hidung seperti
mentol, amoniak, alkohol dan cuka. Zat pengetes didekatkan ke hidung pasien
dan disuruh ia menciumnya. Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan
jalan menutup lubang hidung yang lainnnya dengan tangan.

 SINUS
Sinus diperiksa dengan palpasi. Palpasi sinus frontalis dilakukan dengan menekan ke
arah atas menggunakan ibu jari dan dibawah alis mata klien.

Terdapat saraf karnial Nervus Vagus (N X) :

Refleks Sinus Carotid dengan cara menekan sinus carotis dengan tangan pada
percabangan arteri karotis komunis. Efek yang akan terjadi pada penderita yang
peka adalah menurunnya nadi, curah jantung, tekanan darah, dan timbulnya
vasodilatasi. Dalam keadaan patologis tekanan pada bifurkasio arteri karotis
komunis dapat menyebabkan vertigo, pucat, hilang kesadaran, dan kejang-kejang.

SOP PEMERIKSAAN FISIK HIDUNG

NO URAIAN PENILAIAN
. 0 1 2
A Fase Pre Orientasi
1. Persiapan Perawat
a. Perawat membaca status pasien
b. Perawat membaca SOP tentang Pemeriksaan fisik
hidung
2. Persiapan Alat
a. Otoskop
b. Speculum hidung
c. Cermin kecil
d. Lampu

B Fase Orientasi
1. Jelaskan pada pasien tujuan tindakan yang akan dilakukan
2. Atur lingkungan sekitar pasien.

C Fase Kerja
1. Cuci tangan
2. Pakai sarung tangan
3. Pasien diposisikan untuk duduk.
4. Pemeriksa duduk menghadap pasien.
5. Inpeksi dan Palpasi hidung bagian luar dan inpeksi sinus.
1) Atur penerangan dan amati hidung bagian luar dari sisi
depan, samping dan sisi atas. Perhatikan bentuk atau tulang
hidung dari ketiga sisi ini.
2) Lanjutkan dengan melakukan palpasi hidung luar dan catat
bila ditemukan ketidaknormalan kulit atau tulang hidung.
3) Kaji mobilitas septum hidung.
4) Palpasi sinus maksilaris, frontalis dan etmoidalis,
perhatikan terhadap adanya nyeri tekan.
6. Inpeksi hidung bagian dalam
1) Atur lampu sehingga sesuai untuk menerangi lubang hidung
2) Elevasikan ujung hidung pasien dengan cara menekan
hidung secara ringan dengan ibu jari, kemudian amati
bagian anterior lubang hidung.
3) Amati posisi septum hidung dan kemungkinan adanya
perfusi.
4) Amati bagian turbin inferior
5) Pasang speculum hidung pada lubang hidung sehingga
rongga hidung dapat diamati.
6) Untuk memudahkan pengamatan pada dasar hidung maka
atur posisi kepala sedikit menengadah.
7) Dorong kepala menengadah sehingga bagian atas rongga
hidung mudah diamati
8) Amati bentuk dan posisi septum, kartilago dan dinding -
dinding rongga hidung serta sepaput lender pada rongga
hidung (warna, sekresi, bengkak)
9) Bila sudah selesai, lepaskan speculum dengan hati - hati.
10) Untuk pemeriksaan hidung bagian dalam bisa digunakan
otoskop yang dilengkapi dengan speculum dan kaca
pembesar.
7. Pengkajian patensi hidung (dilakukan bila dicurigai adanya
sumbatan atau deformitas pada rongga hidung bagian bawah)
1) Duduk dihadapan pasien
2) Gunakan satu tangan untuk menutup satu lubang hidung
pasien, suruh pasien menghembuskan uadra dari lubang
hidung yang tidak ditutup dan rasakan hembusan udara
tersebut. Normalnya udara dapat dirasakan dengan jelas.
3) Kaji pada lubang satunya. Anjurkan pasien meniupkan
udara dengan mulut tertutup.
8. Catat hasil pemeriksaan
D Fase Terminasi
a. Evaluasi keadaan klien
b. SOAP
c. RTL
E Dokumentasi
a. Sikap
b. Sopan
c. Ramah
d. Hasil

E. MULUT DAN FARING


Gunakan senter dan spekulum lidah. Kenakan sarung tangan bersih. Minta klien
untuk berbaring atau duduk. Rongga mulut dapat diperiksa sambil melakukan oral
hygiene. Terdapat saraf :
 Nervus Trigeminus (n. V)
M. Masseter dan M. Temporalis
Diperiksa dengan menyuruh mengatupkan mulut kuat-kuat kemudian dipalpasi.
Setelah itu pemeriksa memaksa membuka mulut yang terkatup dengan jalan
menarik dagu.
M. Pterygoideus :
pasien disuruh membuka mulut perlahan-lahan, kemudian perhatikan mulut
miring atau lurus. Lalu gerakkan rahang ke kanan-kiri dan tes dengan melawan
dorongan pada dagunya.
• BIBIR
Lihat keadaan bibir dari ujung ke ujung. Normalnya bibir tampak merah muda,
lembap, simetris dan mulus.

• Mukosa oral, gigi, dan gusi


Minta klien untuk merapatkan gigi dan terseyum untuk melihat susunan gigi.
Untuk melihat permukaan gigi posterior, minta klien membuka mulut. Gunakan
spekulum lidah untuk menyingkirkan bibir dan pipi. Perhatikan warna gigi dan
adanya karies gigi, tartar dan lokasi ekatraksi. Perhatikan mukosa mulut dalam
dengan meminta klien membuka mulut dan rileks, lalu menarik bibir bawah
menjauhi gigi. Untuk menginspeksi mukosa bukal, minta klien membuka mulut,
lalu secara perlahan tarik pipi dengan spekulum lidah atau menggunakan sarung
tangan. Perhatikan permukaan mukosa dari kanan ke kiri dari atas ke bawah.
Mukosa normal tampak berkilau, merah muda dan lembut mulus dan lembap.
Inspeksi gusi untuk melihat warna, edema, dll dengan menarik pipi. Gusi sehat
tampak merah muda, mulus dan lembap serta membungkus gigi dengan ketat.

• Lidah dan Dasar Mulut


Untuk memeriksa mobilitas lidah, minta klien menganggkat lidah dan
mengerakkannya ke samping. Lidah harus dapat bergerak bebas. Dengan senter,
periksa warna, ukuran, posisi, tekstur, dan lesi pada lidah. Lidah normal tampak
merah, merah suram, lembap, kasar pada permukaan atas dan mulus pada
pinggirannya.
Permukaan bawah lidah dan dasar mulut mengandung banyak pembuluh darah.
Klien mengangkat lidah dengan meletakkan ujungnya pada palatum di belakang
insisivus atas. Inspeksi warna, pembekakan dan lesi.
Terdapat saraf :
 Nervus Hipoglosus (N. XII)
1. Mengeluarkan lidah
Penderita disuruh mengeluarkan lidah.
2. Deviasi lidah
Sudut mulut diangkat, lidah dikeluarkan. Perhatikan apakah juluran
lidahnya mencong. Pada parese satu sisi, lidah dijulurkan mencong ke sisi
yang lumpuh.
3. Atrofi lidah
Suruh penderita membuka mulut, perhatikan besar lidah dalam keadaan
istirahat.
4. Fasikulasi lidah
Dilihat apakah ada fasikulasi (pola abnormal tidak ritmik, kontraksi tidak
terorganisasi dari serabut otot yang melintang pada permukaan
lidah). Diamati saat lidah istirahat, diikuti rangsangan langsung pada lidah
5. Kekuatan lidah menekan pipi.
Penderita disuruh menekan lidah pada pipinya. Jari kita ditekan pada pipi
sebelah luar.jika terdapat parese lidah bagian kiri, lidah tidak dapat
ditekankan ke pipi sebelah kanan, tetapi ke sebelah kiri dapat.

• Palatum
Minta klien mendongkakkan kepala dan membuka mulut untuk menginspeksi
palatum keras dan lunak. Palatum keras terletak di anterior dan palatum lunak
berada di posterior di depan faring.

• Faring
Minta klien mendongakkan kepala, buka mulut, dan mengucapkan “Ah”
sementara anda menempatkan ujung spekulum lidah pada sepertiga tengah lidah.
Jaringan faring normal tampak merah muda dan mulus, serta terhidrasi baik.
Terdapat saraf :
 Nervus Glosofaringeus (N IX)
a. Refleks faring : pasien disuruh membuka mulut kemuadian rangsang
dinding faring dengan tongue spatel, akan terlihat faring terangkat dan
lidah ditarik (refleks positif). Bila kita rangsang dengan cukup keras akan
membangkitkan refleks muntah yang juga dapat menilai kerusakan nervus
IX dan X.
b. Disfagia : pasien disuruh menelan, tanyakan apakah pasien dapat menelan
atau sulit ataupun tidak bisa sama sekali.
c. Deviasi uvula : pasien disuruh membuka mulut kemudian lihat uvula,
apakah ada deviasi atau tidak. Apabila ada maka uvula akan tertarik ke
arah bagian yang tidak lumpuh.
d. Vernest Rindeau Phenomena
e. Neuralgia Glossofaringeus : penderita mengalami rasa nyeri yang hebat
pada daerah yang dipersarafi nervus ini, yaitu di kerongkongan, tonsil dan
telinga.
f. Sensorik orofarings
g. Hipogensia : berkurangnya daya pengecapan pada orang tua, SGB.
h. Agensia : hilangnya daya pengecapan pada leukemia, tumor do fossa
crania, trauma capitis.
i. Paragensia daya pengecapan yg abnormal lesi destruktif di ulkus.
 Nervus Vagus (N X)
a. Refleks Faring.
b. Disfagia.
c. Afonia dalam pemeriksaan ini yang dinilai adalah suaranya normal atau
berkurang, dengan cara menyebutkan huruf dalam alphabetical mis,
aaaaa….
d. Disfonia sama dengan pemeriksaan diatas, namum penderita tidak dapat
mengeluarkan suara sama sekali.
e. Paralisis faring kelumpuhan faring
f. Sensorik Laringofaring
g. Refleks Okulokardiac bila kita tekan enteng biji mata akan mengakibatkan
berkurangnya detak jantung. Refleks ini dapat digunakan sebagai petunjuk
adanya kepekaan vagus. Refleks ini tidak terdapat pada paralisis nervus
vagus sedangkan pada orang yang vagotonik reflex ini meningkat.
h. Refleks Sinus Carotid dengan cara menekan sinus carotis dengan tangan
pada percabangan arteri karotis komunis. Efek yang akan terjadi pada
penderita yang peka adalah menurunnya nadi, curah jantung, tekanan
darah, dan timbulnya vasodilatasi. Dalam keadaan patologis tekanan pada
bifurkasio arteri karotis komunis dapat menyebabkan vertigo, pucat,
hilang kesadaran, dan kejang-kejang.
i. Peristaltik Usus dengan cara mendengar bunyi usus menggunakan
stetoskop, kemudian nilai bunyi tersebut apakah kuat, lemah atau tidak ada
sama sekali.

Standar Operasional Prosedur (SOP): Pemeriksaan Fisik Mulut dan Faring

Penilaian
NO. Uraian
1 2 3 4
A. FASE PRE ORIENTASI
1. Persiapan alat-alat :
 Meja periksa
 Tempat duduk/Bed
 Sarung tangan
 Masker
 Pen Light
 Sudip Lidah/Penekan Lidah
 Kopi, Gula, Garam dan Cuka

B. FASE ORIENTASI
1. Salam dan memperkenalkan diri
2. Validasi pasien :
3. Nama pasien
4. Tanggal lahir pasien
5. Menjelaskan maksud dan tujuan serta
meminta izin pada pasien untuk
bersedia diperiksa
6. Mendapatkan data tentang keadaan
pasien secara lengkap
7. Memberi pasien posisi yang nyaman
8. Bersikap ramah dan sopan dengan
pasien

C. FASE KERJA
1. Menjelaskan kepada klien
2. Mencuci tangan
3. Menjaga privasi
4. Inspeksi bibir terhadap warna,
tekstur, hydrasi, garis luar dan
lesi. Minta klien untuk membuka
dan sedikit merelaksasikan
mulutnya. Tarik lembut bibir ke
bawah menjauhi gigi dengan
menggunakan sarung tangan,
kemudian ulangi inspeksi untuk
bibir atas
5. Minta klien untuk mengatupkan gigi
dan tersenyum untuk
mengobservasi oklusi gigi
6. Inspeksi mukosa mulut (pipi
sebelah dalam) dengan meminta
klien membuka mulut, tarik pipi
dengan menggunakan penekan
lidah. Gunakan senter kecil untuk
mengamati mukosa posterior
7. Inspeksi gusi terhadap warna,
edema, retraksi, perdarahan, dan
lesi. Palpasi kekuatan gusi.
8. Inspeksi dan hitung jumlah gigi.
Perhatikan keadaan luarnya, adanya
karies gigi, warna gigi.
9. Minta klien merelaksasikan mulut
dan mengeluarkan lidahnya.
Menggunakan senter kecil, inspeksi
lidah terhadap warna, ukuran,
tekstur, posisi, gerakkan, adanya
lesi atau pelapisan.
10. Minta klien mengangkat lidah dan
menggerakkan dari sisi ke sisi.
11. Untuk mengamati permukaan lidah
dan dasar mulut, minta klien
mengangkat lidah dengan
meletakkan ujung lidah di belakang
gigi insisor seri depan.Inspeksi
warna, pembengkakkan, dan lesi
seperti nodul atau kista.
12. Untuk pemeriksaan faringeal minta
klien untuk mengangkat kepala
sedikit kebelakang, membuka mulut
dan berkata ”ah” . Tempatkan
penekan lidah pada dua pertiga
lidah. Gunakan senter kecil untuk
menginspeksi tonsil, uvula, palatum
molle, dan faring posterior. Inspeksi
terhadap inflamasi, lesi, edema,
petekie, eksudat, dan gerakkan dari
palatum lunak.
13. Periksa pengecapan lidah dengan
memberikan rasa manis, asin, pahit,
dan minta klien untuk menyebutkan
rasa tersebut.

D. FASE TERMINASI
Evaluasi validasi :
1. Observasi perawat terhadap pasien
setelah dilakukan tindakan
2. Rencana tindak lanjut untuk pasien
3. Merapikan alat yang telah
digunakan
4. Berpamitan dengan pasien setelah
selesai melakukan tindakan

E. DOKUMENTASI
Sikap perawat :
1. Sopan
2. Ramah
3. Hati-hati

F. LEHER
• Otot Leher
Minta klien memfleksikan leher ke depan sehingga dagu ke arah dada,
hiperesktensi leher ke belakang, dan gerakkan kepala ke tiap sisi dan samping dengan
telinga bergerak ke arah bahu. Leher normalnya bergerak dengan nyaman.

• Nodus Limfa
Dengan dagu
dinaikkan dan kepala
sedikit miring, pertama
inspeksi area dmana
nodus limfa
terdistribusi dan
bandingkan kedua sisi.
Nodus normal tidak
akan terlihat. Inspeksi
dan palpasi kedua sisi
leher untuk
perbandingan. Selama
palpasi anda dapat
menghadap atau
berdiri di samping
klien. Dengan bantalan jari ketiga jari tengah tiap tangan, palpasi perlahab dalam
gerakan rotasi nodus. Nodus limfa yang normal tidak dapat dipalpasi dengan mudah.

• Kelenjar Tiroid
Minta klien melakukan hiperekstensi leher yang akan membuat kulit lebih ketat
untuk visualisasi yang lebih baik. Minta klien menelan sambil mengamati leher karena
tindakan ini dapat memvisualisasikan pembesaran tiroid. Tiroid yang normal tidak
dapat tervisualisasi.

• Trakhea
Minta klien untuk duduk atau berbaring selama palpasi. Tentukan posisi trakhea
dengan palpasi di penonjolan suprasternal, gerakkan ibu jari dan telunjuk ke tiap sisi
samping. Perhatikan apakah jari bergeser ke lateral.
Standar Operasional Prosedur (SOP): Pemeriksaan Fisik Leher

Penilaian
NO. Uraian
1 2 3 4
A. FASE PRE ORIENTASI
1. Persiapan alat-alat :
 Meja periksa
 Tempat duduk/Bed
 Sarung tangan
 Masker

B. FASE ORIENTASI
1. Salam dan memperkenalkan diri
2. Validasi pasien :
a. Nama pasien
b. Tanggal lahir pasien
3. Menjelaskan maksud dan tujuan serta
meminta izin pada pasien untuk
bersedia diperiksa
A. Tujuan dilakukan
pemeriksaan fisik adalah
untuk mendapatkan data
tentang keadaan pasien
secara lengkap
4. Memberi pasien posisi yang nyaman
5. Bersikap ramah dan sopan dengan
pasien

C. FASE KERJA
1. Menjelaskan kepada klien
2. Mencuci tangan
3. Menjaga privasi
4. Minta klien untuk duduk
menghadap pemeriksa, observasi
kesimetrisan otot-otot leher,
keselarasan trakea, dan setiap
pemadatan samar pada dasar leher
5. Minta klien untuk memfleksikan
leher dengan dagu ke dada,
hiperekstensikan leher sedikit ke
belakang dan gerakkan
menyamping ke masing-masing
sisi (untuk menguji otot-otot
sternocleidomastoideus dan
trapezius)
6. Dengan dagu terangkat dan kepala
tertarik sedikit ke belakang .
Inspeksi nodus terhadap edema,
erithema, atau adanya garis merah
memanjang.
7. Inspeksi leher bawah diatas kelenjar
tiroid untuk ada tidaknya massa dan
kesimetrisan.
8. Minta klien untuk mengekstensikan
leher dan menelan
9. Untuk palpasi, gunakan bantalan
ketiga jari tengah dan palpasi
masing-masing jaringan limfe
dengan gerakkan memutar. Periksa
setiap nodus dengan urutan sebagai
berikut: nodus oksipital pada dasar
tengkorak, nodus aurikel posterior
di atas mastoideius, nodus
preaurikular tepat di depan telinga,
nodus tonsiliar pada sudut
mandibula, nodus submaksilaris,
dan nodus submental pada garis
tengah belakang ujung mandibula.
10. Bandingkan kedua sisi leher:
Periksa ukuran, bentuk, garis luar,
gerakkan, konsistensi dan nyeri.
11. Lanjutkan dengan mempalpasi
nodus servikal superfisial, posterior
dan dalam serta nodus
suprakavikular.
12. Palpasi trakea terhadap posisi
tengahnya dengan memegang
dengan ibu jari dan jari telunjuk di
masing-masing sisi suprasternal
13. Palpasi kelenjar tiroid, posisi dari
belakang minta klien menundukkan
dagu
14. Tempatkan dua jari dari masing-
masing tangan tepat di bawah
kartilago krikoid.
15. Dengan lembut gunakan dua jari
untuk menggerakkan trakea ke satu
sisi dan minta klien untuk menelan.
16. Palpasi badan lobus, kemudian tepi
lateral dari kelenjar. Ulangi
prosedur untuk lobus yang
berlawanan.
D. FASE TERMINASI
Evaluasi validasi :
1. Observasi perawat terhadap pasien
setelah dilakukan tindakan
2. Rencana tindak lanjut untuk pasien
3. Merapikan alat yang telah digunakan
4. Berpamitan dengan pasien setelah
selesai melakukan tindakan
E. DOKUMENTASI
Sikap perawat :
1. Sopan
2. Ramah
3. Hati-hati
Pemeriksaan Fisik bagian Saraf :
 Nervus Asesorius (N. IX)
a. Merotasikan kepala
Pasien disuruh menoleh ke kanan. Kita tahan dengan tangan kita yang
ditempatkan di dagu. Dengan demikian dapat dinilai kekuatan otot
sternokleidomastoideus kiri.
b. Mengangkat bahu
Tempatkan tangan kita di atas bahu penderita. Penderita disuruh mengangkat
bahu dan kita tahan. Dapat dinilai kekuatan otot. Tenaga otot kiri kanan
dibandingkan.
c. Atrofi scapula
Perhatikan keadaan scapula
d. Atrofi m. sternokleidomastoideus
Perhatikan keadaan otot sternokleidomastoideus dalam keadaan istirahat
e. Atrofi m. trapezius
Perhatikan keadaan otot trapezius dalam keadaan istirahat

V. PEMERIKSAAN FISIK DADA


A. Thorax dan Paru
Prosedur Pelaksanaan
1. Infeksi : Kesimetrisan dada, bentuk dada, gerakan napas, tanda-tanda sesak napas, dan
pelebaran vena dada. Normal : Bentuk simetris, gerak napas simetris, tidak ada
penggunaan otot saat bernapas dan retraksi interkostae, tidak ada pelabaran vena.
2. Palpasi (Daerah thorax dan punggung) : Nyeri, benjolan, gerak napas, daya
kembang paru, dan perbedaan getaran suara. Normal : Tidak ada nyeri atau benjolan,
gerak napas normal.
3. Perkusi (Bagian intercostal dan daerah paru) : Batas paru dan suara perkusi.
Normal : Batas Paru
o Bagian atas : Fossa supraklavikularis kanan-kiri.
o Bagian bawah : paru kiri lebih tinggi. Suara perkusi paru /sonor/resonan
“dug”.
4. Auskultasi (Trakea, Bronkus, dan Paru) : Suara napas dan adanya suara tambahan.
Normal :
a. Trakea brobkhial : Inspirasi lebih keras dari dan pendek dari ekspirasi.
b. Bronkhovesikuler : Suara di daerah bronchus (coste 2-4 diatas sternum),
inspirasi seperti vesikuler, ekspirasi seperti trac-bronchial.
c. Vesikuler : suara di daerah paru, nada rendah inspirasi dan ekspirasi tidak
terputus.
Normal suara tambahan bersih dan tidak ada suara tambahan. Suara Napas
Adventisius (Tambahan)
Berikut jenis suara napas normal

B. Jantung
Posisi :
1. Duduk tegang dan condong ke depan (baik untuk semua area dan murmur bernada
tinggi), supinasi (baik untuk semua area), dan berbaring pada sisi kiri (baik untuk
semua area; posisi terbaik untuk mendengar suara bernada rendah pada diastole).
2. Berbaring dengan kepala ditinggikan 15-30 cm.
a. Insfeksi : Amati precordial jantung, pulsasi apeks cordis, aorta, pulmonal,
trikuspidalis, ephygastrik, dan pulsasi denyut vena jugularis. Normal : Bentuk
dasar dan simetris pada kedua sisi, tidak ada denyut vena pada precordial.
b. Palpasi : Pulsasi daerah aorta, pulmo, dan trikuspidalis. Letak dan lebar
daerah mitral. Besar denyutan. Normal : Impuls apical sebagai ketukan kecil di
area berdiameter 1-2 cm di apeks, denyutan teraba.
c. Auskultasi : Di daerah pulmonal, aorta, trikusmitral, bising aorta, bunyi
jantung, suara tambahan dan murmur.
Normal : Irama regular (ritmis) berfrekuensi 60-100X/menit. Di daerah mitral
dan trikuspidalis S1 akan lebih tinggi dari S2. Di daerah pulmonal dan aorta
intensitas S1 akan lebih rendah dari S2.
a) Ikuti pola sistematik dimulai dari area aorta dan menggeser stetoskop pada
tiap lokasi anatomis.
b) Identifikasi suara S1 dan S2. Pada frekuensi normal, S1 terjadi setelah
penghentian diastolic yang lama dan mendahului penghentian sistolik
pendek. S1 bernada tinggi, terdengar redup, dan paling baik didengar di
apeks. Jika sulit mendengar S1, sesuaikan dengan pulsasi karotis. S2
mengikuti penghentian sistolik pendek dan mendahului penghentian
diastolic panjang; paling baik di dengar pada area aortik.
c) Untuk mengkaji ritme jantung yang tidal teratur, bandingkan frekuensi
apical dan radial untuk menentukan adanya deficit pulsasi.
d) Murmur adalah suara meniup terus menerus yang terdengar di awal,
pertengahan, atau akhir sistole atau diastole.
d. Perkusi : Perubahan suara perkusi untuk menentukan batas jantung.

C. Payudara dan Aksila


Posisi klien berbaring atau duduk dengan tangan menggantung/dinaikan keatas/ada
dipinggang.
Prosedur pelaksaan :
a. Inspeksi : Ukuran, warna, cairan, arah putting, kesimetrisan, bentuk, lesi, edema,
atau inflamasi.
Normal : Payudara biasanya berada pada iga ke-3 sampai ke-6 dengan putting
sejajar rongga iga ke-4. Aerola normal berbentuk bulat atau oval dan hamper
secara bilateral. Warna memiliki rentan dari merah muda sampai coklat. Putting
mengarah kearah yang simetris, tampak eversi, dan tidak memiliki cairan.
b.Palpasi : Kondisi jaringan payudara (kelenjar, ligamen fibrosis, dan lemak), nodus
limfa, nyeri tekan, lokasi, diameter, bentuk, konsistensi, dan mobilitas.
Normal : Nodus limfa tidak bias dipalpasi, jika terdapat tapi kecil dan lunak, jika
tekan putting dapat menjadi tegak dengan pengerutan areola., tidan ada nyeri
tekan.

SOP PEMERIKSAAN FISIK MELIPUTI THORAX DAN PARU

Penilaian
NO. Uraian
1 2 3 4
A. Fase Pre Orientasi
D. Persiapan alat
1. Handscoon
2. Penggaris
3. Stetoskop
4. Ballpoint
5. Lembar dokumentasi
B Fase Orientasi
1. Memberikan salam
2. Sebutkan nama petugas & dinas
3. Memanggil pasien dengan namanya &
gelang tanggal lahir
4. Menjelaskan prosedur
5. Menjelaskan tujuan tindakan pada pasien
a. Mengetahui kelancaran pernapasan.
b. Mengetahui garis batas dada untuk
menentukan batas paru dan
keberadaan tulang rusuk.
c. Mengetahui tempat nyeri atau adanya
perubahan.
C. Fase Kerja
1. Inspeksi
a. Bentuk dan kesimetrisan dada dari
sudut pandang posterior dan lateral,
bandingkan diameter anteroposterior
dengan diameter transversum/lateral.

(Bentuk dada barrel


chest/pada penyakit paru
(Bentuk dada normal) obstruktif kronik, terjadi
peningkatan diameter
anteroposterior)

(Bentuk dada pigeon


chest terjadi pada (Bentuk dada pigeon chest
kifoskoliosis) terjadi pada kifoskoliosis)

b. Kesejajaran spina. Minta klien berdiri,


dari posisi lateral dan belakang (ketika
inspeksi dari belakang, minta klien
membungkuk) amati 3 lengkung
normal : servikal, thorakal, lumbal.
2. Palpasi
a) Taktil Fremitus
1. Letakkan permukaan ujung
jari/bagian ulnar tangan pada dada
posterior klien, dimulai didekat apex
paru
2. Minta klien mengulangi beberapa
kata, missal : “ tujuh puluh tujuh “
3. Ulangi 2 langkah diatas, geser kedua
tangan berurutan sampai bagian
dasar paru (sesuai gambar)
4. Bandingkan fremitus pada kedua
paru dan fremitus antara area apex
dan basis paru (normalnya sama
antara kanan dan kiri)

b) Palpasi dada untuk mengetahui adanya


ekspansi dinding dada :
1. Letakkan kedua telapak tangan, dan
ibu jari secara simetris pada masing
masing tepi iga, sedangkan jari-jari
lainnya menjulur sepanjang sisi lateral
lengkung iga.
2. Kedua ibu jari harus saling berdekatan
di garis tengah, dan sedikit diangkat.
Agar dapat bergerak bebas secara
simetris saat pasien inspirasi.
3. Lakukan pada thorax anterior dan
posterior. Thorax posterior mulai area
bawah (low), tengah (mid), atas (hi).
Minta klien mengambil nafas dalam,
amati pergerakan kedua tangan.
Bila terdapat kelainan pada salah satu sisi
thorax, ekspansi dada pada sisi tersebut akan
berkurang, sehingga gerakan kedua ibu jari
menjadi tidak simetris.

3. Perkusi
1. Lakukan perkusi secara sistematis
dimulai dari atas klavikula pada ruang
supraklavikular dilanjutkan kebawah
hingga mencapai diafragma

Posisi tangan saat perkusi :


Letakkan tangan non dominan di atas
permukaan tubuh yang akan dilakukan perkusi.
ujung jari tengah dari tangan dominan
(pleksor) memukul dasar persendian
pleksimeter (tgn non dominan)

2. Perkusi batas paru-hepar


1) Tentukan garis pedoman
pemeriksaan yaitu garis
midklavikula kanan.
2) Lakukan perkusi pada sela-sela
iga, di sepanjang garis
midklavikula kanan dari atas ke
bawah.
3) Bandingkan perubahan bunyi
ketukan yang terdengar.
4) Lakukan perkusi secara bergantian
pada sela iga dinding thorax
sebelah kanan, ke sela iga dinding
thorax sebelah kiri, dimulai dari
thorax sebelah atas, tengah dan
bawah pada dinding thorax
posterior.
5) Batas paru-hati relatif.
6) Perkusi sela iga ke-4 dan ke-5,
terjadi perubahan bunyi ketukan
dari sonor menjadi sonor
memendek.
7) Batas paru-hati absolut.
8) Bandingkan prubahan bunyi
ketukan yang terdengar. Pada
perkusi sela iga ke-5 dan ke-6,
terjadi perubahan bunyi ketukan
dari sonor memendek menjadi
pekak (beda).
3. Mintalah pasien untuk menyilangkan
kedua lengannya di dada, dengan
kedua telapak tangan diletakkan pada
masing-masing bahu secara
kontralateral.

4. Auskultasi
a Letakkanlah stetoskop pada seluruh
dinding thorax secara sistematis dan
bergantian, pada sela iga dinding thorax
sebelah kanan ke sela iga dinding thorax
sebelah kiri, dimulai dari thorax sebelah
atas, tengah dan bawah pada dinding
thorax anterior.
b Mintalah pasien untuk melakukan
inspirasi dan ekspirasi, lalu
dengarkanlah dengan seksama suara
nafas yang terdengar.
c Lakukan teknik pemeriksaan auskultasi
yang sama, pada dinding thorax
posterior.

D. FASE TERMINASI
Evaluasi validasi :
a. Observasi perawat terhadap pasien
setelah dilakukan tindakan
b. Rencana tindak lanjut untuk pasien
c. Merapikan alat yang telah digunakan
d. Berpamitan dengan pasien setelah
selesai melakukan tindakan
E. DOKUMENTASI
Sikap perawat :
a. Sopan
b. Ramah
c. Hati-hati
SOP PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG

Penilaian
NO. Uraian
1 2 3 4
A. Fase Pre Orientasi
E. Persiapan alat
1. Handscoon
2. Penggaris
3. Stetoskop
4. Ballpoint
5. Lembar dokumentasi
B. Fase Orientasi
a. Memberikan salam
b. Sebutkan nama petugas & dinas
c. Memanggil pasien dengan namanya &
gelang tanggal lahir
d. Menjelaskan prosedur
e. Menjelaskan tujuan tindakan pada pasien
f. Mengetahui ke normalan bunyi dan
denyut jantung.
g. Mengetahui tempat nyeri atau adanya
perubahan.
C Fase Kerja
1. Inspeksi
Identifikasi impuls apical dgn cara
memiringkan pasien ke kiri. Catat : letak
impuls, diameter, amplitudo (normalnya
biasanya spt ketukan). Catatan : pada
hipertrofi ventrikel kiri amplitudo terus
menerus, pada gagal jantung kongestif
menyebar

2. Palpasi
Palpasi impuls ventrikel kanan pada
parasternum kiri dan area epigastrik
(kuatnya impuls diduga pembesaran
ventrikel kanan)
3. Perkusi
a Batas kiri jantung : lakukan perkusi dari
arah lateral ke medial. Perubahan antara
bunyi sonor dari paru-paru ke redup
relatif kita tetapkan sebagai batas
jantung kiri. Normalnya : Atas : ICS II
kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang
jantung)
Bawah: ICS V kiri agak ke medial linea
midklavikularis kiri ( tempat iktus) .

b Batas kanan jantung : dilakukan dari


arah lateral ke medial. agak sulit
menentukan batas jantung kanan karena
letaknya agak jauh dari dinding depan
thorak. Normalnya :
Atas : ICS II kanan
linea parasternalis
kanan
Bawah : ICS III-IV
kanan,di linea
parasternalis kanan.

4. Auskultasi
Auskultasi jantung dengan menggunakan
stetoskop pada area yang ditunjukkan
pada gambar. Gunakan diafragma
stetoskop untuk bunyi nada tinggi (mis :
bunyi S1 & S2), sedangkan bel stetoskop
untuk bunyi nada
rendah pada batas
sternum kiri bawah
dan apeks.
Normalnya pada
auskultasi jantung
terdengar bunyi S1
& S2. Bunyi
abnormal adalah S3
dan S4.

S1 terjadi karena penutupan katup mitral &


trikuspidalis. Sedangkan S2 terjaadi karena
penutupan katup semilunar aorta dan arteri
pulmonal.
D. FASE TERMINASI
Evaluasi validasi :
e. Observasi perawat terhadap pasien
setelah dilakukan tindakan
f. Rencana tindak lanjut untuk pasien
g. Merapikan alat yang telah digunakan
h. Berpamitan dengan pasien setelah
selesai melakukan tindakan
E. DOKUMENTASI
Sikap perawat :
a. Sopan
b. Ramah
c. Hati-hati

SOP PEMERIKSAAN FISIK PAYUDARA DAN AKSILA

Penilaian
NO
Uraian 3 4
. 1 2
A. Fase Pre Orientasi
F. Persiapan alat
1. Handscoon
2. Penggaris
3. Stetoskop
4. Ballpoint
5. Lembar dokumentasi
B Fase Orientasi
1. Memberikan salam
2. Sebutkan nama petugas & dinas
3. Memanggil pasien dengan namanya &
gelang tanggal lahir
4. Menjelaskan prosedur
5. Menjelaskan tujuan tindakan pada pasien
6. Mengetahui adanyasel kanker atau tumor.
C Fase Kerja
1. Inspeksi
a Amati ukuran, kesimetrisan dan kontur
atau bentuk payudara.
1) Amati kulit pada payudara untuk
melihat adanya perubahan warna atau
hiperpigmentasi, bengkak/edema,
2) Amati areola untuk mengetahui
ukuran, bentuk, kesimetrisan, warna ,
karakteristik permukaan dan adanya
massa ataun lesi
3) Amati putting untuk mengetahui
ukuran, bentuk, posisi, warna, lesi dan
rabas (pengeluaran cairan abnormal).
b. Tentukan adanya retraksi dengan
meminta klien :
1) Meletakkan kedua lengan di samping
2) Meletakkan kedua lengan menekan
pinggul
3) Mengangkat lengan ke atas kepala
4) Mengangkat lengan ke samping,
badan membungkuk ke depan

2. Palpasi
1) Palpasi nodus limfe aksilaris,
subklavikular dan supraklavikular pada
saat klien duduk lengan klien abduksi
dan bertumpu pada lengan atas perawat

(palpasi nodus (palpasi nodus (palpasi nodus


supraklavikular) subklavikular) aksila)

2) Palpasi 3 nodus aksila lainnya di area :

• Kelompok pectoralis
• Kelompok lateralis
• Kelompok subskapularis

3) Apabila pasien mengeluhkan adanya


benjolan pada salah satu payudara, awali
pemeriksaan pada payudara yang normal.
4) Minta klien berbaring kemudian
merentangkan lengan dan meletakkan
tangannya dibelakang kepala.
5) Letakkan bantal kecil atau gulungan
handuk dibawah bahu klien.
6) Gunakan permukaan ketiga ujung jari
bagian tengah dan buat gerakan memutar
secara perlahan pada payudara
7) Pilih salah satu dari kedua pola dibawah ini :
a. Hand of the clock
b.Pola garis-garis vertical

8) Mulai dari salah satu titik palpasi dan


gerakkan ketiga ujung jari secara
sistematis sampai pada titik akhir untuk
meyakinkan bahwa semua permukaan
payudara sudah dikaji.
9) Beri perhatian khusus pada area
kuadran luar atas dan ekor Spence.

10) Jika ditemukan massa catat (lokasi,


ukuran, bentuk, konsistensi, mobilitas,
kulit dibawah benjolan, putting, nyeri
tekan).
11) Ajarkan klien mengenai teknik
pemeriksaan payudara mandiri dan
rapikan klien dan peralatan yang
digunakan
D. FASE TERMINASI
Evaluasi validasi :
1. Observasi perawat terhadap pasien setelah
dilakukan tindakan
2. Rencana tindak lanjut untuk pasien
3. Merapikan alat yang telah digunakan
4. Berpamitan dengan pasien setelah selesai
melakukan tindakan
E. DOKUMENTASI
Sikap perawat :
1. Sopan
2. Ramah
3. Hati-hati

VI. PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya


kelainanorgan/sistem dalam bagian perut. Pemeriksaan fisik abdomen dilakukan dengan
4 cara yaitu:
1. Inspeksi
Dilakukan untuk mengetahui kesimetrisan dinding perut saat respirasi, mengkaji:
• Kulit
Perawat menginspeksi kulit abdomen untuk warna, adanya jaringan parut, pola vena,
lesi, dan guratan-guratan.

• Umbilikus
Posisi, bentuk, warna, dan tana inflamasi, rabas, atau massa yang menonjol.
Normalnya umbilikus datar atau cekung.
• Kontur dan Simetrisitas
Perawat menginspeksi kontur, kesimetrisan, dan permukaan abdomen,
memperhatikan adanya massa, penonjolan atau distensi
• Pembesaran Organ atau Massa
Organ-organ yang membesar di rongga abdomen bagian atas (misalnya hati atau
limpa) dapat menurun ke rongga iga sehingga menyebabkan tonjolan.
• Gerakan atau Pulsasi
Perawat harus mengingat bahwa pria bernapas secara abdomen dan wanita bernafas
secara kostal.
2. Palpasi
Palpasi umumnya dilakukan untuk mendeteksi area-area nyeri tekan pada abdomen dan
mencatat kualitas distensi abdomen atau massa. Adapun penggunaan palpasi yang
digunakan untuk organ-organ spesifik seperti hati. Palpasi yang digunakan adalah palapsi
ringan dan dalam. Perawat mengkaji:
• Hati
Hati terdapat di kuadran kanan atas dan di bawah rongga iga. Perawat menggunakan
palpasi dalam untuk mencari tepi bawah hati. Teknik ini mendeteksi bertujuan untuk
mendeteksi pembesaran hati.
• Pulsasi Aortik
Dilakukan dengan mempalpasi ibu jaridan jari telunjuk secara mendalam ke
abdomen bagian atas, tepat disebelah kirigaris tengah. Pulpasi normalnya
ditransmisikan ke atas. Jika terdapat pembesaran aorta karena aneurisma (dilatasi
setempat dinding pembuluh darah), pulsasi melebar ke arah literal.

3. Perkusi
Dilakukan untuk mengetahui letak organ-organ yang berada di bawahnya, tulang dan
massa dan membantu mengungkapkan adanya udara di dalam lambung dan usus.
• Organ dan Massa
Timpani biasanya mendominasi karena adanya udara di dalam lambung dan usus.
Perkusi pekak terdengar sebagai bunyi bernad sedang sampai tinggi yang terdengar
di atas massa padat seperti hati, limpa,pankreas, ginjal, dan kandung kemih.
• Ukuran Hati
Perkusi memungkinkan perawat mengidentifikasi batas-batas hati guna mendeteksi
adanya pembesaran organ.
• Nyeri Tekan pada Ginjal
Perawat memperkusi bagian posterior sudut kostovertebra di garis skapula untuk
mengetahui apakah ginjal itu meradang atau tidak.
4. Auskultasi
Dilakukan untuk mendengarkan bising usus dari mobilitas usus dan untuk mendeteksi
bunyi vaskuler.
• Mobilitas Usus (peristalsis)
Merupakan fungsi normal usus halus dan usu besar. Bising usus merupakan bunyi
lintasan udara dan cairan yang diciptakan oleh peristalsis tersebut.
• Bunyi Vaskuler
Normalnya tidak ada bunyi vaskuler yang terdengar di aorta (garis tengah abdomen)
atau arteri femoral (kuadran bawah).
SOP PEMERIKSAAN ABDOMEN
.
I. TUJUAN
Setelah melakukan praktikum berikut mahasiswa mampu :
1. Melakukan pemeriksaan abdomen secara inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi
2. Melakukan pemeriksaan hepar
3. Melakukan pemeriksaan sphleen
4. Mengidentifikasi abnormalitas pada abdomen

II. KONSEP TEORI


Pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi.
Pemeriksaan ini berbeda dengan tahapan pemeriksaan pada organ lain. Auskultasi
dilakukan terlebih dahulu sebelum palpasi dan perkusi, agar hasil pemeriksaan lebih
akurat karena belum dilakukan manipulasi pada abdomen. Pembagian topografi abdomen
dapat di amati pada gambar dibawah ini :

Nilai
No. Tindakan
1 2 3
PERSIAPAN
1. Persiapan alat
1. Stetoskop
2. Bak instrumen
3. Sarung tangan/handscoen
4. Kassa steril
5. Selimut
6. Tissue
7. Bullpen
8. Bengkok
9. Lembar dokumentasi
2. Persiapan perawat :
1. Memperkenalkan diri
2. Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
3. Memberi posisi nyaman pada klien
4. Informed Concent

3. Persiapan lingkungan :
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman
2. Gunakan sketsel saat melakukan prosedur
4. Persiapan klien :
Atur posisi klien senyaman mungkin dan sesuai kebutuhan
pemeriksaan.
PELAKSANAAN
5. Perawat mencuci tangan
6. Meletakkan alat di dekat klien
7. Memakai handscoen
A. INSPEKSI
8. Posisikan pasien supine (telentang) dengan nyaman
9. Buka baju pasien,bantu/minta pasien untuk turunkan celana
hingga simfisis
10. Tutup dada dan daerah simfisis pasien menunakan selimut
11. Amati permukaan abdomen (rata, abdominal frog,
scapoid/cekung) kesimetrisan abdomen, kulit (warna, lesi,
penyebaran pembuluh darah vena), gerakan dinding abdomen
(gelombang peristaltik, pulsasi), umbilikus, pembesaran
organ, massa

B. AUSKULTASI
1) MENDENGARKAN PERISTALTIK USUS
12. Letakkan diafragma stetoskop pada kuadran kiri bawah
dinding abdomen (sesuaikan dengan gambar) pada abdomen
pasien
13. Dengarkan suara peristaltik usus, hitung selama 1 menit
• Normal dewasa : 5 – 35x/menit
• Normal anak : 5 – 15 x/menit
2) MENDENGARKAN SUARA PEMBULUH DARAH
14. Letakkan diafragma stetoskop, dengarkan bising yang muncul
• Misalnya “bruit” hepatik terdengar pada karsinoma hepar

C. PALPASI
15. Lakukan palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke
dalam (jika pasien mengeluhkan nyeri, sebaiknya diperiksa
paling akhir)
16. Jika dinding abdomen tegang, minta pasien untuk menekuk
lutut. Tekan daerah muskulus rectus abdominalis, minta
pasien nafas dalam (muskulus rectus relaksasi maka ada
spasme volunter, jika kontraksi/kaku maka itu spasme sejati)

17. 1) PALPASI BIMANUAL


(dilakukan dengan 2 tangan, untuk memeriksa organ dalam)
Letakkan tangan kiri di pinggang kanan atau kiri pasien, dan
tangan kanan pada bagian depan dinding abdomen

18. 2) PEMERIKSAAN BALLOTTEMENT


memberikan tekanan yang mendadak pada dinding abdomen
dan dengan cepat tangan ditarik kembali
19. Amati gerakan/pantulan abdomen (cairan asites akan
berpindah untuk sementara sehingga massa yang membesar
dalam rongga abdomen dapat terasa saat memantul)
20 Letakkan satu tangan pada satu sisi perut pasien
21. Tangan yang lain mendorong/menekan sisi perut yang
berlawanan
22. Rasakan adanya tekanan gelombang cairan pada tangan
pertama
D. PERKUSI

23 Tentukan bagian abdomen yang akan dilakukan perkusi


24. Tempatkan telapak tangan kiri pada bagian yang akan di
perkusi. Lakukan perkusi sesuai urutan gambar di bawah ini.

25. Ketuk punggung jari telunjuk/tengah tangan kiri dengan jari


telunjuk/tengah tangan kanan
26. Dengarkan suara yang ditimbulkan (perkusi abdomen normal
adalah timpani, hati berbunyi redup/dullness)
1) PEMERIKSAAN SHIFTING DULLNESS
27. Miringkan pasien ke kanan
28. Perkusi abdomen bagian atas dan bawah
(atas terdengan timpani, bawah redup)
29. Miringkan pasien pada sisi yang berlawanan
(akan terdengar yang semula redup akan berubah menjadi
timpani)
30. Rapikan alat-alat yang telah digunakan
31. Rapikan dan berikan posisi yang nyaman pada Klien
32. Perawat menyampaikan informasi hasil pemeriksaan kepada
Klien/keluarga dan mengkomunikasikan tindakan sudah
selesai.
33. Perawat melepaskan handscoen dan mencuci tangan
34. Mendokumentasikan hasil pemeriksaan di status Klien dan
merapikan baju Klien
35. Evaluasi :
• Klien bersih, rapi dan nyaman
• Tempat tidur rapi
• Perawat mampu menyipulkan hasil pengkajian inspeksi,
palpasi, auskultasi dan perkusi
• Perawat mampu menyimpulkan apakah ada pembesaran
organ dalam, berapa suara bising usus klien, dll .

Penilaian
NO. Uraian
1 2 3
PERSIAPAN
1 Persiapan alat
1. Stetoskop
2. Bak instrumen
3. Sarung tangan/handscoen steril
4. Kassa steril
5. Selimut
6. Penggaris
7. Bullpen
8. Lembar dokumentasi
2 Persiapan perawat :
1. Memperkenalkan diri
2. Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
3. Memberikan posisi yang nyaman pada Klien
4. Informed coscent
3 Persiapan lingkungan :
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman
2. Gunakan sketsel saat melakukan prosedur

4 Persiapan klien :
Atur posisi klien senyaman mungkin dan sesuai kebutuhan
pemeriksaan.
5 Mengucapkan Basmallah
6 Perawat mencuci tangan
7 Meletakkan alat di dekat klien
8 Memakai handscoen bersih
9 Memposisikan pasien supine (telentang)
10 Buka baju pasien,bantu/minta pasien untuk turunkan
celana hingga simfisis
11 Tutup dada dan daerah simfisis pasien dengan selimut
12  Buat garis imajiner dari midclavikula ke arcus costa
kemudian hubungkan umbilicus, bagi menjadi 3 bagian
 Buat garis imajiner pada processus xypoideus menuju
umbilicus, bagi menjadi 3 bagian pada anak dan 2
bagian pada anak > 5 tahun dan dewasa
13 Melakukan palpasi pada tepi hepar sambil memotivasi
pasien untuk inspirasi (tepi yang keras menunjukkan
sirosis). Perhatikan adanya nyeri tekan dan massa.
14  Mengukur jaraknya dari margin kosta pada garis mid
klavikula. Dengan cara melakukan perkusi dari atas
(ICS 2 midklavikula dextra) ke arah bawah sampai
didapatkan perubahan suara dari sonor ke dullness,
berikan tanda menggunakan bolpoint.
 Kemudian perkusi dari abdomen bagian bawah ke atas
sampai didapatkan perubahan suara dari timpani ke
dullness, berikan tanda. Ukur jarak tersebut. Nilai
normalnya 6-12 cm.

15 Rapikan alat-alat yang telah digunakan


16 Rapikan dan berikan posisi yang nyaman pada klien
17 Mendokumentasikan hasil pemeriksaan di status Klien dan
merapikan baju Klien
18 Evaluasi :
 Klien bersih, rapi dan nyaman
 Tempat tidur rapi
 Perawat mampu menyipulkan hasil pengkajian apakah
ada pembesaran hepar atau tidak

B. SPLENOMEGALI
19 Melakukan perabaan pada limpa (limpa normalnya tidak
teraba) dengan posisi pasien :
a. Supine dengan kedua kaki fleksi

b. Posisi pasien berbaring miring ke kanan dengan posisi kedua


tungkai fleksi pada pinggang dan lutut

20 Lakukan perabaan pada limpa (limpa normalnya tidak


teraba)
21 Rapikan alat-alat yang telah digunakan
22 Rapikan dan berikan posisi yang nyaman pada klien
23 Perawat Mengucapkan “Hamdallah” kemudian
menyampaikan informasi hasil pemeriksaan kepada
klien/keluarga dan mengkomunikasikan tindakan sudah
selesai.
24 Perawat melepaskan handscoen dan mencuci tangan
25 Mendokumentasikan hasil pemeriksaan di status klien dan
merapikan baju klien
26 Evaluasi :
 Klien bersih, rapi dan nyaman
 Tempat tidur rapi
 Perawat mampu menyipulkan hasil pengkajian
apakah ada pembesaran limpa atau tidak

VII. PEMERIKSAAN FISIK GENETALIA


• Genetalia Wanita
a. Persiapan Klien
- Menyiapkan alat – alat khusus
- Meminta klien untuk berkemih terlebih dahulu
- Bantu klien untuk melakukan posisi litotomi
- Berikan selimut segi empat pada klien
b. Pemeriksaan Genitalia Wanita Eksternal
Karakteristik yang harus diperiksa pada labia mayora, yaitu kulit
perineum halus, bersih, dan sedikit lebih gelap dari kulit yang lain. Membran
mukosa tampak merah muda dan lembab. Labia mayora bisa membuka atau
menutup dan tampak kering atau lembab. Pada wanita yang setelah melahirkan
labia mayora terpisah, menyebabkan labia mayora lebih menonjol. Pada wanita
menopause labia mayora menipis lalu menjadi atrofi.
Karakteristik yang harus diperiksa pada struktur eksternal lainnya
yaitu labia minora lebih tipis daripada labia mayora. Jaringan harus terasa lunak
pada saat palpasi. Klitoris berukuran panjangnya kurang lebih 2cm dan lebar
0.5cm. Mencari adanya atrofi, inflamasi, atau adesi.
Karakteristik yang harus diperiksa pada orifisium uretra sebagai
berikut. Orifisium uretra harus utuh tanpa adanya inflamasi. Meatus uretra berada
di anterior orifisium vagina dan berwarna merah muda. Pada wanita yang sudah
melahirkan, lubang ke kanal vagina seringkali melebar ke atas. Mencari adanya
rabas, polip, atau fistula.
Karakteristik yang harus diperiksa pada orifisium vagina, diantaraya
mencari adanya inflamasi, edema, perubahan warna, rabas, dan lesi. Jaringan
bersifat lembab. Himen berada tepat di dalam introitus.
Karakteristik yang harus diperiksa pada kelenjar skene dan kelenjar
Bartholin yaitu melihat apakah adanya rabas atau tidak, rasa nyeri saat kelenjar
skene ditekan. Jika rabas keluar, catat warna, bau, dan konsistensi serta ambil
kulturnya. Mendeteksi apakah ada inflamasi dibagian posterior introitus.
Menginspeksi adanya penonjolan dinding posterior pada dinding vagina. Melihat
apakah terdapat prolaps pada dinding vagina dan kandung kemih dan
menginspeksi tonus otot.
Karakteristik yang harus diperiksa pada anus adalah mencari
adanya lesi dan hemoroid dan apabila terdapat lesi, tawarkan perineal hygiene
pada klien.
Karakteristik yang harus diperiksa pada orifisium uretra yaitu
orifisium uretra harus utuh tanpa adanya inflamasi.Meatus uretra berada di
anterior orifisium vagina dan berwarna merah muda.Pada wanita yang sudah
melahirkan, lubang ke kanal vagina seringkali melebar ke atas. Mencari adanya
rabas, polip, atau fistula.

Karakteristik yang harus diperiksa pada orifisium vagina yaitu


mencari adanya inflamasi, edema, perubahan warna, rabas, dan lesi. Jaringan
bersifat lembab serta himen berada tepat di dalam introitus.
c. Pemeriksaan Pada Papanicolaou Smear
Pap smear merupakan tes skrining tanpa nyeri untuk kanker serviks, berikut
langkah-langkahnya :

1. Pemeriksa mengambil sampel terlebih dahulu dari bagian luar serviks atau
ektoserviks
2. Spatula plastik diputar 360 dari permukaan serviks
3. Setelah spatula ditarik pemeriksa meratakan spesimen secara tipis diatas slide
kaca.
4. Perawat menyemprot spesimen dengan fiksatif sitologi dan memberi label.
5. Ambil sel endoserviks menggunakan cytobrush.
6. Cytobrush dimasukkan kedalam os servikal dan dirotasi satu putaran penuh.
7. Spesimen kemudian dioleskan pada slide secara merata.
8. Sekali lagi spesimen disemprot dan diberi label. Jika terdapat becak darah
merupakan hal yang normal.

• Genetalia Pria
a. Persiapan Klien
Klien berbaring telentang, dengan dada, abdomen, dan tungkai bawah di
selimuti. Gunakan sarung tangan sekali pakai dan lakukan teknik inspeksi dan
palpasi. Bantu klien rileks selama pemeriksaan untuk menghindari rasa malu dan
cemas klien. Batasi diskusi tentang aktivitas seksual klien.
b. Maturitas Seksual
Perawat memulai dengan mengkaji kematangan seksual klien, mencatat
ukuran dan bentuk penis dan testis, warna dan tekstur kulit skrotum, dan karakter
serta distribusi rambut pubis. Perawat menginspeksi kulit yang menutupi genitalia
untuk adanya kutu, ruam, ekskoriasi, atau lesi.
c. Pemeriksaan Fisik Genitalia Pria
Karakteristik yang harus diperiksa pada penis yaitu perawat menginspeksi
struktur penis, termasuk batang, korona, prepusium, glans, dan meatus uretra.
Menginspeksi adanya rabas pada meatus uretra dan memeriksa adanya lesi pada
glans.

Berikut langkah –langkah cara memeriksa penis :


1. Batang dipalpasi diantara ibu jari dan dua jari pertama untuk mendeteksi
adanya area area nyeri tekan.
2. Jika inspeksi dan palpasi sudah selesai, prepusium ditarik ke bawah kembali ke
tempat asalnya.

Berikut langkah –langkah cara memeriksa skrotum :


• Perawat menginspeksi ukuran skrotum, bentuk, dan kesimetrisannya sambil
mengobservasi adanya lesi dan edema.
• Testis dan epididimis dipalpasi secara perlahan dengan ibu jari dan dua jari
pertama. Keduanya harus sensitif terhadap kompresi ringan, dan terasa lembut
dan kenyal serta bebas dari nodul.
• Ukuran, bentuk, dan konsistensi organ harus dicatat.
• Klien harus ditanyakan tentang adanya nyeri tekan yang tidak wajar.
• Perawat melanjutkan palpasi vas deferens secara terpisah lalu catat adanya
nodul atau pembengkakan.

Berikut langkah –langkah cara cincin dan kanal inguinalis :

• Selama inspeksi klien diminta untuk mengejan. Manuver ini membantu agar
hernia lebih mudah dilihat.
• Perawat menyelesaikan pemeriksaan dengan mempalpasi nodus limfe inguinalis.
• Adanya abnormalitas dapat mengindikasikan infeksi lokal atau sistemik atau
penyakit metastatik.
VIII. PEMERIKSAAN FISIK MOSKULOSKELETAL
Pemeriksaan ini dilakukan saat memandikan atau memposisikan klien.
Pemeriksaan ini berfokus pada rentang gerak sendi, tonus dan kekuatan otot, dan
kondisi sendi dan otot. Saat pemeriksaan klien dapat mengambil posisi duduk,
supinasi, pronasi atau berdiri. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui mobilitas,
kekuatan otot, dan gangguan-gangguan pada daerah tertentu.
1. Inspeksi
Normalnya klien berjalan dengan kedua tangan mengayun di samping dan
kepala memimpin. Lansia berjalan dengan langkah yang lebih kecil dan basis
sandaran yang lebih lebar. Sedangkan abmormalitas postur yang umum adalah
lordosis, kifosis, dan skoliosis.

SOP Pemeriksaan Fisik Muskuloskeletal dengan Inspeksi

Penilaian
NO. Uraian
1 2 3 4
A FASE PRE ORIENTASI
-mengecek file (catatan medis atau keperawatan)
Persiapan alat:
1. Meja periksa
2. Tempat duduk
3. Sarung tangan
4. Masker

B FASE ORIENTASI
1.memberikan salam dan memperkenalkan diri

2.Validasi pasien (Pasien Safety)


-peningkatan komunikasi yang efektif
-berikan penjelasan kepada pasien tentang tindakan
yang akan dilakukan
-Posisikan klien posisi yang sesuai (duduk, supinasi,
berdiri)

3.Sebutkan tujuan SOP


Mengenali adanya masalah dari data kesehatan pasien
dan melakukan penanganan lanjutan.
C FASE KERJA

- Lakukan hygiene tangan

Inspeksi umum
Inspeksi gaya berjalan klien dan bagian tubuh anterior,
posterior dan lateral postur klien pada saat klien ke
ruang (pada saat klien tidak menyadari sifat observasi,
gaya berjalan akan lebih alami)

Nilai normal :
Klien harus berjalan dengan kedua lengan
bergerak bebas disisinya
Kepala mendahuli tubuh
Kedua ibu jari mengarah tepat kedepan.

Lakukan tes garis lurus :


Minta klien berjalan pada sebuah garis lurus, minta
klien berdiri, kemudian perhatikan cara berdiri dan
postur tubuh klien.

Nilai normal berdiri :


Posisi berdiri tegak, panggul dan bahu berada dalam
keselarasan. Harus ada kontur yang merata di bahu,
setingkat scapula dan krista iliaka, kesejajaran kepala
dengan lipatan gluteal, dan kesimetrisan ekstremitas.

Pada saat berjalan, lakukan observasi terhadap :


Gaya berjalan
Gerakan ektrimitas
Adanya penegangan pada kaki

Nilai normal gaya berjalan :


Lengan mengayun bebas di kedua sisi dan kepala dan
wajah mendahului tubuh. Lansia seringkali berjalan
dengan langkah yang lebih kecil dan dasar penompang
yang lebih lebar.

Observasi penampilan klien secara keseluruhan


Pada saat klien duduk, posisikan kepala pada posisi
tegak. beberapa derajat cekungan bahu merupakan hal
yang normal. Lansia cenderung membungkuk, postur
membungkuk ke arah depan, dengan pinggul dan lulut
fleksi dan lengan membungkuk pada siku, mengangkat
tinggi lengan. Observasi klien dari samping, meliputi
lengkung tubuh dan penahan berat badan.
a. Kaji penyangga serta stabilitas penahan berat badan
b. Kaji lengkung : Servikal, Torakal, dan Lumbal
c. Kaji adanya deformitas (lordosis, kifosis, skoliosis)
- Kifosis atau bungkuk adalah perburukan
kurvatura posterior spinal thorak.
- Lordosis atau swayback adalah peningkatan
kurvatura lumbar.
- Scoliosis adalah Peningkatan kurvatura spinal
lateral disebut

Pembandingan Tinggi Badan


Lakukan pengukuran tinggi badan. Kaji adanya
penurunan tinggi badan, bandingkan dengan berat
badan sebelumnya, jika ada penurunan TB, curigai
adanya :
a. Osteoporosis
b. Fraktur vertebra/ kolaps
c. Penuaan

Inspeksi Kulit dan Jaringan sub kutan


Lakukan inspeksi terhadap kulit dan jaringan sub kutan
dibawah otot, tulang dan sendi terhadap: warna yang
tidak normal, pembengkakan, dan adanya massa ?
Normal : jaringan mengikuti bentuk bagian tubuh
tanpa pembengkakan dan massa)

Observasi ekstrimitas
Lakukan observasi ekstrimitas dengan cara mengkaji
ukuran keseluruhan, adanya deformitas secara kasar,
pembesaran tulang, kesejajaran, dan kesimetrisan.
(Keselarasan, panjang terhadap posisi tubuh. Harus
terdapat kesimetrisan bilateral dalam panjang, lingkar,
kesejajaran dan posisi serta jumlah lipatan kulit)

Lepas sarung tangan dan buang ke tempat sampah


Posisikan klien dalam posisi yang nyaman
1. Cuci tangan

D FASE TERMINASI
1. Evaluasi validasi

S: tanyakan perasaan pasien setelah dilakukan


tindakan

O: observasi perawat terhadap pasien setelah


melakukan tindakan

RTL (Rencana Tindak Lanjut) artinya memberikan pr


kepada pasien
-membuat kontrak
Tema :
Waktu :
Tempat :
E DOKUMENTASI
1. Dokumentasi
2. Sikap:
-sopan
-ramah
-hati-hati
2. Palpasi
Lakukan palpasi secara perlahan pada bagian tulang, sendi dan otot. Amati
adanya panas, nyeri tekan, adema, dan tahanan terhadap tekanan.

3. Rentang gerak sendi


ROM adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan
pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing – masing persendiannya sesuai
gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif.

Terminologi untuk Posisi Rentang Gerak


Istiliah Rom Contoh gerak
Fleksi Pergerakan yang mengurangi sudut antara Sikut, jari, lutut
kedua tulang yang bergabung; pembengkokan
ekstremitas.
Ekstensi Pergerakan yang menambah dua sudut antara Sikut, jari, lutut
kedua tulang yang bergabung.
Hiperekstensi Pergerakkan yang anggota tubuh di luar posisi Kepala
ekstensi istirahat normalnya.
Pronasi Pergerakan anggota tubuh sehingga permukaan Tangan, lengan
depan (ventral) menghadap ke bawah. bawah
Supinasi Pergerakan anggota tubuh sehingga permukaan Tangan lengan bawah
depan (ventral) menghadap ke atas.
Abduksi Pergerakan ekstremitas menjauhi garis tengah Kaki, lengan, jari
tubuh
Rotasi internal Rotasi sendi ke dalam Lutut, pinggang
Rotasi eksternal Rotasi sendi ke luar Lutut, pinggang
Eversi Putaran anggota tubuh menjauhi garis tengah Kaki
Inversi Putaran anggota tubuh mendekati garis tengah Kaki
Dorsifleksi Fleksi kaki dan jarinya ke atas Kaki
Plantar fleksi Pembengkokan jari kaki darn jarinya ke bawah kaki

4. Tonus dan kekuatan otot


Perhatikan tonus otot yaitu tahanan otat saat anda menggerakan ekstremitas yang
rileks secara pasif sepanjang rentang geraknya. Tonus normal menimbulkan resistensi
ringan terhadap gerakan sepanjang jangkauan. Pada hipertonisitas (peningkatan tonus
otot) anda akan merasakan tahan cukup kuat pada pergerakan sendi pasif sedangkan
otot pada hipotonisitas terasa lembut.

SOP Pemeriksaan Fisik dengan Palpasi Otot,


Pengkajian Tonus otot dan Kekuatan Otot
Penilaian
NO. Uraian
1 2 3 4
A FASE PRE ORIENTASI
-mengecek file (catatan medis atau keperawatan)
Persiapan alat:
1. Meteran (pita ukur)
2. Goniometer
3. Masker

B FASE ORIENTASI
1.memberikan salam dan memperkenalkan diri
2.Validasi pasien (Pasien Safety)
-peningkatan komunikasi yang efektif
-berikan penjelasan kepada pasien tentang tindakan
yang akan dilakukan
-Posisikan klien posisi yang sesuai (duduk, supinasi,
berdiri)

3.Sebutkan tujuan SOP


Mengenali adanya masalah dari data kesehatan pasien
dan melakukan penanganan lanjutan.
C FASE KERJA

-Lakukan hygiene tangan

Palpasi Umum
Lakukan palpasi secara perlahan di seluruh tulang,
sendi, dan otot sekitar dalam pemeriksaan yang
lengkap dengan teknik feel, moving, dan measuring.
Catat adanya panas, nyeri tekan, edema, atau
resistensi terhadap tekanan.

Lakukan pengkajian rentang gerak sendi


Catat adanya nyeri, keterbatasan mobilitas, gerakan
spastic, ketidakstabilan sendi, kekakuan dan
kontraktur)
a. Fleksi : gerakan mengurangi sudut antara dua
tulang yang bersambungan; menekuk anggota
gerak, contoh : siku, jari tangan, lutut
b. Ekstensi : gerakan meningkatkan sudut antara dua
tulang yang bersambungan, contoh : Siku, jari
tangan, lutut
c. Hiperekstensi : gerakan bagian tubuh melewati
posisi ekstensi istirahat normal. Cotoh : kepala
d. Pronasi : gerakan bagian tubuh sehingga
permukaan depan atau ventralnya menghadap ke
bawah, contoh : lengan tangan
e. Supinasi : gerakan bagian tubuh sehingga
permukaan depan atau ventralnya menghadap ke
atas, contoh : lengan tangan
f. Abduksi : gerakan ekstremitas menjauh dari garis
tengah tubuh, contoh : tungkai, lengan, jari tangan
g. Adduksi : gerakan ekstremitas ke arah garis
tengah tubuh, contoh : tungkai, lengan, jari tangan
h. Rotasi internal : rotasi sendi kearah dalam,
contoh : lutut, pinggul
i. Rotasi eksternal : rotasi sendi kearah dalam,
contoh : lutut, pinggul
j. Dorsofleksi : fleksi jari kaki dan telapak kaki ke
atas, contoh : telapak kaki
k. Plantar fleksi : fleksi jari kaki dan telapak kaki ke
bawah, contoh : telapak kaki

Lakukan pengkajian tonus otot


Klien diminta untuk membiarkan ekstremitasnya
rileks atau menggantung
Topang dan pegang ekstrimitas dengan tangan
pemeriksa kemudian digerakkan melewati rentang
gerak normalnya.
Nilai :
Tonus normal : adanya resistensi ringan dan merata
pada gerakan di seluruh rentang.
Hipotonusitas : otot terasa lembek
Hipertonusitas : otot mengalami peningkatan tonus
adanya gerakan pasif tiba-tiba terhadap sendi dihadapi
dengan resistensi yang cukup kuat.

Lakukan pengkajian kekuatan otot


Posisikan dalam posisi stabil, bandingkan pasangan
otot yang simetris. Lengan pada sisi dominan
normalnya lebih kuat dari pada lengan pada sisi non
dominan. Pada lansia kehilangan massa otot
menyebabkan kelemahan bilateral, tetapi kekuatan
otot lebih besar pada lengan atau tungkai yang
dominant.

Minta klien untuk merilekskan otot yang akan


diperiksa dan tidak menggerakkan sendi tersebut

Lakukan pemberian tekanan secara bertahap pada


kelompok otot (missal ekstensi siku)

Minta klien menahan tekanan yang diberikan oleh


perawat dengan mencoba melawan tahanan tersebut
(missal fleksi siku) sampai diintruksikan untuk
berhenti

Identifikasi adanya kelemahan, jika ada bandingkan


ukuran otot dengan bagian otot lain yang sama dengan
mengukur lingkar tubuh otot dengan pita ukur. Otot
yang mengalami atrofi (penurunan ukuran) dapat
terasa lunak dan liat.

Cara pemeriksaan :
a. Leher (sternokleidomastoideus
Letakkan tangan dengan menatap pada rahang atas
klien. Minta klien memiringkan kepala melawan
tahanan tersebut.
b. Bahu (tapezius)
Letakkan tangan di atas garis tengah bahu klien,
beri tekanan. Minta klien mengangkat bahunya
melawan tekanan tesebut
c. Siku:
Bisep
Tarik ke bawah lengan atas pada saat klien
berusaha memfleksikan lengannya tsb
Trisep
Pada saat klien memfleksikan lengan, beri tekanan
pada lengan atas. Minta klien untuk
mengencangkan lengan.
d. Pinggul
Kuadriseps
Pada saat klien duduk, beri tekanan ke bawah pada
paha. Minta klien untuk mengangkat tungkai dari
meja
Gastroknemius
Klien duduk, menahan garas tungkai yang fleksi.
Minta klien untuk mengencangkan tungkai
melawan tekanan tersebut.
Nilai :
0 : Tidak ada bukti kontraktilitas (0 %)
1 : Sedikit kontraktilitas, tidak ada gerakan (10 % dari
normal)
2 : Rentang gerak penuh, gravitasi tidak ada (25 %
dari normal)
3 : Rentang gerak penuh dengan gravitasi (50 % dari
normal)
4 : Rentang gerak penuh melawan gravitasi, beberapa
resistensi (75 % dari normal)
5 : Rentang gerak penuh melawan gravitasi, resistensi
penuh (100 % normal)

Lepas sarung tangan dan buang ke tempat sampah


Posisikan klien dalam posisi yang nyaman
Cuci tangan

D FASE TERMINASI
2. Evaluasi validasi
S: tanyakan perasaan pasien setelah dilakukan
tindakan

O: observasi perawat terhadap pasien setelah


melakukan tindakan

RTL (Rencana Tindak Lanjut) artinya memberikan pr


kepada pasien
-membuat kontrak

Tema :
Waktu :
Tempat :

E DOKUMENTASI
3. Dokumentasi
4. Sikap:
-sopan
-ramah
-hati-hati

∑seluruh nilai = ∑poin benar × 100%

∑total poin

IX. PEMERIKSAAN FISIK SARAF

A. Status Mental dan Emosional

Terdapat alat pengkajian khusus untuk mengkaji status mental klien.

The Mini-Mental Scale Examination (MMSE)

1. Orientasi terhadap waktu


“Tanggal berapakah sekarang ?”
2. Registrasi
“Dengarkan dengan baik. Saya akan mengucapkan tiga kata. Harap anda ulangi
setelah berhenti. Siap? Mari kita mulai...
RUMAH (berhenti), MOBIL (berhenti), DANAU (berhenti). Sekarang ulangi
kata-kata tersebut.”(ulangi sampai lima kali, tetapi hanya berikan skor pada
percobaan pertama)
3. Penamaan
“Apakah ini?” (Menunjuk kepada pulpen/pensil)
4. Membaca
“Bacalah perintah ini dan lakukan perintah yang tertulis.” (Menunjukkan kata-
kata pada formulir stimulus).
1. Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran ada secara terus menerus, dari terjaga penuh, waspada,
dan kooperatif sampai tidak berespon terhadap segala bentuk stimulus eksternal.
Klien yang sadar penuh berespons terhadap pertanyaan secara spontan. Semakin
menurun kesadaran, klien dapat menunjukkan iranilitas, memendeknya rentang
perhatian, atau ketidakmampuan bekerja sama.
a. Tingkat Kesadaran Kualitatif

Compos Mentis Baik/Sempurna

Apatis Perhatian berkurang

Somnolent Mudah tertidur, walaupun sedang diajak bicara

Sopor Dgn. Rangsangan kuat masih memberi respon gerakan

Soporo coma Hanya tinggal reflek kornea

b. Tingkat Kesadaran Kuantitatif

GCS (Glascow Coma Scale)


- Respon Motorik (6)
- Respon Bicara (5)
- Respon Mata (4)

• Respon membuka mata:


- Spontan………………………..4
- Terhadap stimulus verbal……...3
- Terhadap stimulus nyeri………2
- Tidak ada respon………………1
• Respon motorik :
- Mengikuti perintah……………6
- Dapat melokalisasi nyeri………5
- Fleksi (menarik)……………….4
- Fleksi abnormal……………….3
- Extensi………………………..2
- Tidak ada respon……………..1
• Respon Verbal:
- Orientasi waktu, tempat, dan orang baik…………………..5
- Berbicara dengan bingung………………………………...4
- Berkata-kata dengan tidak jelas………………………...3
- Berguman………………………………………………....2
- Tidak ada respon……………………………………… 1

2. Perilaku dan Penampilan


Perilaku,alam perasaan hygine kerapihan dan pilihan pakaian
mengungkapkan informasi penting tentang status mental. Perawat harus
perseptif terhadap sikapdan tindakan selama seluruh pengkajian fisik.
Perawat mencatat perilaku verbal dan non verbal.pilihan dan kesesuaian
berpakaian dapat mencerminkan latar belakang sosial ekonomi atau cita rasa
pribadi selain defisiensi konsep diri atau perawatan diri. Perawat
menghindari sikap menghakimi dan memfokuskan pengkajian pada
kesesuaian berpakaian dengan cuaca.
3. Bahasa
Keampuan individu memahami pembicaraan atau kata-kata tertulis
dan mengekspresikan diri melalui tulisan kata-kata, atau bahasa tubuh
merupakan fungsi dari kortek serebri. Perawat mengkaji perubahan
infleksi suara, nada, dan cara berbicara klien. Beberapa teknik pengkajian
sederhana mencangkup yang berikut ini :
a. Menanyakan pada klien nama benda yang dikenal yang ditunjuk
oleh perawat
b. Meminta klien untuk berespon terhadap perintah sederhana baik
verbal maupun tertulis seperti “berdiri” atau “duduk” .
c. Meminta klien membaca dengan kerasa kalimat-kalimat sederhana.
Normalnya klien menyembutkan nama benda dengan benar,
mengikuti perintah, dan mencoba kalimat dengan benar.
B. Fungsi Intelektual

1. Memori

• Perawat mengkaji ingatan sekarang, pertengahan, dan masa lalu. Seringkali


,asalah dengan ingatan menjadi jelas pada saat klien mengumpulkan data
riwayat keperawatan. Untuk mengkaji ingatan segera, perawat meminta
klien mengulangi serangkaian angka (mis. 7,4,1) sesuai urutan atau dalam
urutan kebalikan. Perawat secara bertahap meningkatkan jumlah angka
tersebut (mis. 7,4,1,8,6) sampai klien gagal mengulang kata tersebut dengan
benar.
• Perawat menanyakan apakah ingatan klien dapat diuji. Kemudian berkata
dengan jelas dan perlahan nama tiga benda yang tidak berhubungan. Setelah
klien mengucapka ketiganya, klien diminta untuk mengulangi setiap nama
benda tersebut. Kemudian, di akhir pengkajian, perawat meminta klien
untuk mengulangi kembali ketiga kata tersebut.
• Untuk mengkaji ingatan di masa lalu perawat dapat meminta klien
mengingat - ingat nama gadis ibunya, tanggal lahir, atau tangan khusus
dalam sejarahnya. Lebih baik jika pertanyaan yang diajukan adalah
pertanyaan terbuka bukan pertanyaan sederhana (ya/tidak). klien harus
segera mengingat informasi -informasi semacam itu. Pada klien lansia
perawat tidak boleh menginterprestasikan kehilangan pendengaran sebagai
konfusi.
2. Pengetahuan
Perawat dapat mengkaji pengetahuan dengan menanyakan pada klien apa
yang mereka ketahui tentang penyakit mereka atau alasan mencari layanan
kesehatan. Dengan mengkaji pengetahuan perawat menentukan kemampuan
klien untuk belajar atau mengerti.

3. Berfikir Abstrak
Menginterprestasikan ide atau konsep - konsep abstrak mencerminkan
kapasitas berfikir abstrak. Tingkat fungsi yang lebih tinggi diperlukan oleh
seseorang untuk menjelaskan peribahasa seperti “Bagai air di daun talas”.
klien dengan gangguan mental cenderung akan menginterprestasikan frase
tersebut secara harafiah atau hanya memfrasakan kembali kata - kata tersebut.
4. Asosiasi
Tingkat fungsi intelektual yang lebih tinggi lainnya melibatkan
menemukan kesamaan atau hubungan antar konsep. Beagle adalah sejenis
anjing sedangkan Siames adalah sejenis kucing. Perawat menyebutkan konsep
- konsep yang berhubungan dan meminta klien mengidentifikadi hubungan
antar konsep - konsep tersebut. Pertanyaan harus sesuai dengan tingkat
kecerdasan klien.
5. Penilaian
Penilaian membutuhkan pembandingan dan evaluasi fakta dan ide - ide
untuk memahami keterkaitan keduanya dan untuk membentuk suatu
kesimpulan yang tepat. Dengan mengkaji penilaian perawat juga mengukur
kemampuan untuk mengatur proses berfikir. Tes yang lebih sederhana akan
melibatkan pengajuan pertanyaan apa yang akan klien lakukan jika berada
dalam situasi seperti dikunci di rumah atau tiba - tiba sakit ketika sedang
sendiri di rumah.

C. Pemeriksaan Sistem Saraf

Tes saraf okulomotor mengukur respons pupil. Pengukuran yang


digunakan untuk mengkaji integritas organ didalam kepala dan leher juga
mengkaji fungsi saraf otak.

5. Pemeriksaan saraf karnial


Persiapan Alat
- Refleks hammer
- Garputala
- Kapas dan lidi
- Penlight atau senter kecil
- Opthalmoskop
- Jarum steril
- Spatel tongue
- 2 tabung berisi air hangat dan air dingin
- Objek yang dapat disentuh seperti peniti atau uang receh
- Bahan-bahan beraroma tajam seperti kopi, vanilla atau parfum
- Bahan-bahan yang berasa asin, manis atau asam seperti garam, gula, atau cuka
- Baju periksa
- Sarung tangan

6. Pemeriksaan Motorik
Pengkajian fungsi motorik mencakup pemgukuran yang sama yang
dilakukan selama pemeriksaan muskuloskletal. Selain itu, dikaji juga fungsi
serebelar. Serebelum mengoordinasi aktivitas motorik dengan menghasilkan
gerakan yang halus, stabil dan efisien dari sekelompok otot.
- Kaji cara berjalan dan keseimbangan
- Romberg test
- Tes pronasi dan supinasi
- Pemeriksaan heel to shin test
Koordinasi
Tes koordinasi
- Tes menggambar lingkaran
- Tes menulis nama
- Tes mengambil gelas
Tes koordinasi
Tes telunjuk hidung
Pasien disuruh menutup mata dan meluruskan lengannya kesamping,
kemudian disuruh mneyentuh hidungnya dengan telunjuk. Pada lesi serebral
telunjuk tidak sampai di hidung tapi melewati sampai ke pipi.
Tes hidung-telunjuk-hidung
Pasien disuruh menunjuk hidung, kemudian telunjuk pemeriksa dan hidung
secara berulang-ulang.
Tes telunjuk-telunjuk
Pasien disuruh merentang kan kedua lengan ke samping sambil menutup
mata. Kemudian disuruh mempertemukan jari-jari tengahnya
kedapan.lengan disisi lesi akan ketinggalan dan jari sisi sehat melampaui
garis tengah.
Tes tumit lutut ibu jari
Pasien berbaring dengan kedua tungkai diluruskan, kemudian disuruh
menempatkan tumit pada lutut kaki yang lain. Kemudian meluncurkan
kakinya kebawah sampai ke ibu jari kaki lainnya.

Tes Koordinasi

1. Tes pronasi supinasi


Penderita membolak-balikkan tangan kirilalu tangan kanan pelan-pelan lalu
cepat secara bersamaan. Dinilai apakah canggung melakukan gerakan atau
tidak.

2. Tes knee pat


3. Tes Romberg jatuh ke
Pada tes ini penderita berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang
lainnya; tumit kaki yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lainnya
(tandem). Lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup. Tes ini
berguna menilai adanya disfungsi sistem vestibuler. Orang yang normal
mampu berdiri dalam sikap Romberg yang dipertajam selama 30 detik atau
lebih.
4. Tes meluruskan tanganleksi lengan
Meluruskan kedua lengan dengan mata tertutup
5. Rebound phenomena
Keadaan di mana tidak mampu menghentikan gerakan tepat waktu.
Penderita fleksi lengan di sendi siku pemeriksa menahan gerakan
fleksi/melepaskan.
(+) bila ada gerakan fleksi yang terkontrol sehinga bisa menampar
pipi gangguan serebelar.
GAIT
1. Ataksia
Tidak tegap dan tidak terkoordinasi dengan lebar ke arah luar.
2. Hemiplegik
Penderita berjalan dengan kaki diputar, panggul diangkat oleh karena kaki tidak
dorsofleksi.
3. Antalgik
Pincang yang dilakukan untuk menghindari nyeri; pantat bergoyang berlebihan.
4. Tabetik
Gaya jalan ataksia yang menyertai tabes dorsalis.
5. Fastinatina
Gaya berjalan yang kaku dan bersimpangsiur karena gerakan berjalannya
disertai gerakan involunter kedua tungkai yang bersifat atetotik sehingga
penderita tanpa sengaja bergerak dengan langkah cepat, pendek/berjingkat =
paralysis = paralysis agitans.
6. Scissor
Penderita berjalan dengan tungkai kaki adduksi, menyilang saling berganti di
depan.
7. Dimping
Berjalan dengan tungkai yang sakit dengan hati-hati/langkah pendek, tungkai
sehat berjalan cepat.
8. Tradelenburg
Badan miring ke samping tiap langkah kelemahan n. Gluteus medius.
9. Spastic
Gaya jalan tungkai dipegang bersama gerak kaku, jari kaki tidak kena
tanah.
10. Waddling
Berjalan dengan langkah yang lambat, seperti bebek.
11. Steppaged
12. Parkinson
Langkah menggeser pendek / diseret. Tubuh bagian atas fleksi sedikit ke
depan; tungkai fleksi sedikit pada sendi lutut dan panggul; kedua lengan
melilit pada samping badan dalam posisi fleksi di siku dan pergelangan
tangan.

13. Jiggling (lobbing)


Penderita berjalan dengan tubuh yang terguncang
14. Histerikal
Penderita berjalan dengan gaya aneh.
- Sulit untuk perawat menjelaskan tes yang digunakan untuk mengukur
koordinasi. Untuk menghindari kebingungan perawat mendemontrasikan
setiap manuver dan kemudian meminta klien mengulanginya setelah
menentukan bahwa mobilitas mereka normal dan mereka secara fisik
melakukan gerakan - gerakan yang diperlukan. Perawat mengobservasi
kelancaran dan keseimbangan gerakan.
- Untuk mengkaji fungsi motorik halus perawat minta klien untuk
mengkstensikan lengan ke samping dan secara bergantian menyentuhkan
jari telunjuk ke hidung (pertama dengan mata terbuka), kemudian dengan
mata tertutup.
- Dalam keadaan duduk, klien mulai menepuk - nepuk lutut dengan kedua
tangan. Kemudian klien secara bergantian memutar telapak tangan dan
bagian belakang tangan sambil terus menepuk - nepuk.
KESEIMBANGAN
Perawat dapat menggunakan salah satu atau kedua tes berikut ini untuk
mengkaji keseimbangan dan fungsi motorik kasar.
1. Minta klien melakukan tes Romberg dengan posisi berdiri kaki rapat, lengan di
samping, kedua mata terbuka dan tertutup. Sambil melindungi keselamatan
klien dengan berdiri di samping, observasi adanya ayunan tubuh. Sedikit
ayunan merupakan hal yang normal. Klien normalnya tidak berubah cara
berdirinya.
2. Minta klien menutup mata, dengan lengan lurus di samping dan berdiri dengan
satu kaki bergantian. Secara normal keseimbangan dapat dipertahankan selama
5 detik dengan sedikit goyangan.
3. Minta klien untuk berjalan di atas garis lurus dengan menempatkan tumit satu
kaki langsung di depan jari dari kaki satunya.

Pemeriksaan Kekuatan Otot


Banyak cara untuk mengenal kekuatan motorik pasien, secara kuantitatif
digunakan sistim skor
5 = normal
4 = mampu melakukan gerakan normal, tapi tidak bisa melawan tahanan
maksimal pemeriksa
3 = mampu melakukan gerakan mengangkat ekstermitas / badan, tapi tidak
bisa melawan tahanan sedang
2 = mampu melakukan gerakan dua sendi atau lebih, tidak bisa melawan
tahanan minimal
1 = hanya bisa menggerakan ujung jari
0 = tidak bisa menggerakan sama sekali

3. Pemeriksaan Sensorik
Jaras sensori sistem saraf pusat meliputi sensori nyeri, suhu, posisi, vibrasi dan
akhirnya sentuhan lokal yang halus. Normalnya seseorang klien memiliki respons
motorik terhadap suatu stimulus yang dites. Perawat dapat mengkaji saraaf sensori
mayor dengan mengetahui zona dermaton sensori. Pemeriksaan dilakukan dengan
memberikan stimulus secara acak pada bagian tubuh klien dapat berupa
- Stereognosis test
sentuhan ringan : kapas, tumpul dan tajam, suhu,getaran, identifikasi objek tanpa
melihat objek
- Graphesthesia test
merasakan tulisan ditangan
- Topognosis test
kemampuan mengidentifikasi bagian tubuh yang diberi sentuhan dengan menutup
mata

4. Refleks
memunculkan reaksi refleks memungkinkan perawat utnuk mengkaji integritas
jaras sensorik dan motorik dari arkus refleks dan segmen medula spinalisspesifik.
Pengkajian refleks tidak menentukan fungsi pusat araf yang lebih tingg
Dua kategori refleks normal adalah refleks tendon profunda, dimunculkan dengan
sedikit meregangkan otot dan mengetuk tendon, dan refleks kutaneus, dimunculkan
dengan menstimulasi kulit secara superfisial. Refleks dinilai sebagai berikut:
0 Tidak ada respons
1+ normal rendah dengan sedikit kontraksi otot
2+ normal dengan keduatan otot yang dapat terlihat dan gerakan lengan atau tungkai
3+ lebih cepat dari noemal; tidak mengindikasikan penyakit
4+ hiperaktif dan sangat cepat; seringkali berhubungan dengan gangguan medula
spinalis.
Perawat memposikan ekstremitas untuk sedikit meregangkan otot yang akan
diperiksa. Pada refleks dipegang dengan ibu jari dan telunjuk perawat sehingga dapat
mengayun bebas dan mengetuk tendon dengan cepat.
Pengkajian refleks
JENIS PROSEDUR REFLEKS
NORMAL
Biseps - Fleksikan lengan klien ke atas sampai sudut Fleksi lengan
45 derajat pada siku dengan telapak tangan pada siku
menghadap ke bawah.
- Letakkan ibu jari anda di fosa antekubital
dibagian dasar tendon biseps dan jari - jari
anda di atas otot biseps.
- Ketuk tendon biseps dengan palu refleks.
Triseps - Fleksikan lengan klien pada siku, tahan Ekstensi pada
lengan di depan dada, atau tahan lengan secara siku
horizontal dan biarkan lengan bawah melemas
- Ketuk tendon triseps tepat di atas siku
Patelar - Minta klien duduk dengan tungkai Ekstensi tungkai
menggantung bebas di atas meja atau kursi bawah
Atau minta klien berbaring telentang dan
topang lutut dalam posisi fleksi 90 derajat.
Ketuk dengan cepat tendon patelar tepat di
bawah patella.
Achilles - Minta klien mengambil posisi yang sama Plantar fleksi
dengan refleksi patelar. Sedikit dari telapak
dorsirefleksikan pergelangan kaki klien
dengan memegang jari - jari kaki di telapak
tangan anda.
- Ketuk tendon Achilles tepat di atas tumit
pada meleolus pergelangan kaki.
Plantar - Minta klien berbaring telentang dengan Fleksi Plantar
tungkai lurus dan kaki rileks. pada semula jari
- Ambil ujung pegangan palu refleks dan kaki
usapkan pada bagian lateral dari telapak dan
tumit sampai ke bola kaki
- Melintasi bola kaki ke arah ibu jari.
Gluteal - MInta klien ke posisi miring Kontraksi
- Regangkan bokong dan sedikit stimulasi area sfingter anal
perianal dengan aplikator kapas.
Abdominal - Minta klien berdiri atau berbaring telentang Kontraksi otot
- Usap kulit abdomen dengan lidi kapas di atas rektus abdominus
tepi lateral otot rektus abdominus ke arah garis dengan menarik
tengah umbilikus,
- Ulangi tes pada setiap kuadaran abdomen. daerah yang
terstimulasi.

REFLEKS PATOLOGIS (TENDON dan PERISOSTEUM)

1. R. tendon biseps brachialis


Sikap lengan : setengah ditekuk di sendi siku.
Stimulasi: ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon otot biceps.
Stimulasi: fleks lengan di siku.

2. R. tendon triseps
Sikap: lengan bawah difleksikan di sendi siku dan sedikit dipronasikan.
Stimulasi: ketukan pada tendon otot triseps.
Respons: ekstensi lengan bawah di sendi siku

3. R. periosteum radialis
Sikap: lengan bawah setengah difleksikan di sendi siku dan tangan sedikit dipronasikan.
Stimulasi: ketukan pada periosteum jung distal os radii.
Respons: fleksi lengan bawah di siku dan supinasi lengan/tangan.

4. R. periosteum ulnaris
Sikap: lengan bawah setengah ditekukkan di sendi siku dan sikap tangan antara pronasi
dan supinasi.
Stimulasi: ketukan pada periosteum prosesus stiloideus.
Respons: pronasi tangan karena kontraksi otot pronator kwadratus.

5. R. tendon lutut
Sikap: pasien duduk dengan kedua kakinya digantung/ pasien duduk dengan kedua
kakinya ditapakkan di atas lantai/ pasien berbaring terlentang dengan tungkainya
difleksikan di sendi lutut.
Stimulasi: ketukan pada tendon patela.
Respons: tungkai bawah ekstensi.

6. R. tendon achiles
Sikap: tungkai ditekukkan di sendi lutut dan kaki didorsofleksikan/ pasien berlutut di atas
tempat periksa dengan kedua kaki bebas.
Stimulasi: ketukan pada tendon Achilles
Respons: plantarfleksi kaki.

REFLEKS FISIOLOGIS

1. R. kremaster
Penggoresan dengan pensil, ujung gagang palu refleks terhadap kulit paha bagian medial
akan dijawab dengan elevasi testis ipsilateral.

2. R. plantar
Penggoresan terhadap kulit telapak kaki akan menimbulkan plantarfleksi kaki dan semua
jari kaki pada kebanyakan orang yang sehat. Respons yang abnormal terdiri dari ekstensi
serta pegembangan jari-jari kaki dan elevasi ibu jari kaki

.REFLEKS PATOLOGIS

1. Refleks babinsky : Penderita disuruh berbaring dan istirahat dengan tungkai diluruskan.
Kita pegang pergelangan kaki supaya kaki tetap pada tempatnya. Untuk merangsang
dapat digunakan kayu geretan atau benda yang agak runcing. Goresan harus dilakukan
perlahan, jangan sampai mengakibatkan rasa nyeri sebab hal ini dapat menimbulkan
reflex menarik kaki. Goresan dilakukan pada telapak kaki bagian lateral, mulai dari tumit
menuju pangkal jari. Jika reaksi positif, ktia dapat gerakan dorsofleksi ibu jari, yang
dapat disertai gerak mekarnya jari-jari lainnya.

2. Refleks Chaddock : rangsang diberikan dengan jalan menggoreskan bagian lateral


maleolus.

3. Refleks Gordon : rangsang dengan memencet (mencubit) otot betis.

4. Refleks Oppenheim: mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior. Arah
mengurut ke bawah (distal).. (+) : fleksi jari-jari kaki.
5. Refleks Garda : Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian melepaskannya
sekonyong-konyong.

6. Refleks Schaefer : Memencet (mencubit) tendon Achilles.

7. Refleks Bing : dibangkitkan dengan memberikan rangsang tusuk pada kulit yang
menutupi metatarsal kelima.

8. Refleks Rossalino : mengetuk basis telapak kaki (jari kaki depan). (+) : fleksi jari-jari
kaki.

9. Refleks Bectherev : mengetok dorsal basis jari kaki

10. Refleks Hoffman Trommer :

Tangan penderita kita pegang pada pergelangan dan jari-jarinya disuruh fleksi-enteng-
kan. Kemudian jari tengah penderita kita jepit diantara telunjuk dan jari tengah kita.
Dengan ibu jari kita “gores-kuat” (snap) ujung jari tengah penderita. Hal ini
mengakibatkan fleksi jari telunjuk, serta fleksi dan aduksi ibu jari, bila reflex positif.
Kadang juga disertai fleksi jari lainnya.

11. Refleks Mayer : Pasien disuruh men-supinasikan tangannya, telapak tangan ke atas, dan jari-
jari di-fleksi-enteng-kan serta ibu jari di fleksi-enteng-kan dan diabduksikan. Tangannya kita
pegang, kemudian dengan tangan yang satu lagi kita tekukkan jari 3 dan 4 pada falang proksimal
dan menekannya pada telapak tangan (fleksi). Pada orang normal, hal ini mengakibatkan aduksi
dan oposisi ibu jari disertai fleksi pada persendian metakarpofalangeal, dan ekstensi di
persendian interfalang ibu jari.

12. Refleks Leri : kita pegang lengan bawah pasien yang disupinasi serta difleksi sedikit.
Kemudian kita tekukkan dengan kuat (fleksi) hari-jari serta pergelangannya. Pada orang
normal, gerakan ini akan diikuti oleh fleksi lengan bawah dan legnan atas, dan kadang-
kadang juga disertai aduksi lengan atas. Reflex ini negated bila terdapat lesi pyramidal.
Tidak adanya reflex ini dinyatakan sebagai gejala leri positif.

REFLEKS REGRESI
1. Refleks pegang (graps) :
Gores telapak tangan tangan digenggam
2. Refleks isap (suck) :
Sentuhan bibir (+) gerakan seolah menetek
3. Refleks monyong (snoot) :
Perkusi bibir atas (+) bibir menjungur/kontraksi otot sekitar mulut
4. Refleks glabella :
Pukulan singkat pada glabela atay sekitar daerah supraorbitalis mengakibatkan kontraksi
singakt kedua otot orbikularis okuli. Pada lesi perifer nervus fasialis. Reflex ini berkurang
atau negative, sedangkan pad sindrom Parkisnon reflex ini sering meninggi. Pusat reflex
ini terletak di pons.
5. Refleks palmo metal :
(+) kontraksi otot mentalis/orbicularis oris ipsilateral, dengan gores kulit telapak tangan
bagian luar.

SOP PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERSYARAFAN

Penilaian
NO. Uraian
1 2 3 4
A Fase Pre Orientasi
3. Persiapan Perawat
a. Perawat membaca status pasien
b. Perawat membaca SOP tentang
pemeriksaan fisik sistem persyarafan
2. Persiapan pasien
a. Refleks hammer
b. Garputala
c. Kapas dan lidi
d. Penlight atau senter kecil
e. Opthalmoskop
f. Jarum steril
g. Tonngue spatel
h. Tabung berisi air hangat dan air dingin
I. Objek yang dapat disentuh seperti peniti
atau uang receh
J. Bahan-bahan beraroma tajam seperti
kopi, vanilla atau parfum
k. Bahan-bahan yang berasa asin, manis
atau asam seperti garam, gula, atau cuka
l. sarung tangan

B Fase Orientasi
- Salam
- Sebut nama perawat & jam dinas
- Tanyakan nama klien & gelang pengenal,
tanggal lahir & dokter yang bertanggung
jawab atas klien
- Menjelaskan tujuan tindakan
C Fase Kerja
Pemeriksaan status mental
1. Amati cara berpakaian klien, postur tubuh
klien, ekspresi wajah dan kemampuan bicara,
intonasi, keras lembut, pemilihan kata dan
kemudahan berespon terhadap pertanya
2. 2. memeriksa reflex membuka mata dengan
benar
3. 3. memeriksa reflex verbal dengan benar
4. 4. memeriksa reflex motorik dengan benar
5. 5. menilai hasil pemeriksaan
Pemeriksaan saraf cranial
1. 1. Lakukan pemeriksaan dengan menutup
sebelah lubang hidung klien dan dekatkan bau-
bauan seperti kopi dengan mata tertutup klien
diminta menebak bau tersebut. Lakukan untuk
lubang hidung yang satunya.
2. 2. Catat kelainan pada mata seperti katarak dan
infeksi sebelum pemeriksaan. Periksa ketajaman
dengan membaca, perhatikan jarak baca atau
menggunakan snellenchart untuk jarak jauh
3. 3. Pada mata diobservasi apakah ada odema
palpebra, hiperemi konjungtiva, dan ptosis
kelopak mata
4. 4. Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh
kulit wajah daerah maxilla, mandibula dan frontal
dengan mengguanakan kapas, jarum, benda panas
dan dingin. Minta klien mengucapkan ya bila
merasakan sentuhan, lakukan kanan dan kiri.
5. 5. Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi
kapas ke air garam dan sentuhkan ke ujung lidah,
minta klien mengidentifikasi rasa ulangi untuk
gula dan asam
6. 6. fungsi mootorik dengan meminta klien
tersenyum, bersiul, mengangkat kedua al;is
berbarengan, menggembungkan pipi. Lihat
kesimetrisan kanan dan kiri. Periksa kekuatan
otot bagian atas dan bawah, minta klien
memejampan mata kuat-kuat dan coba untuk
membukanya, minta pula klien utnuk
menggembungkan pipi dan tekan dengan kedua
jari.
7. 7. cabang vestibulo dengan menggunakan test
pendengaran mengguanakan weber test dan
rhinne test
8. 8. Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan
ovula dan palatum, normal bila uvula terletak di
tengan dan palatum sedikit terangkat.
9. 9. Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien
menggerakkan kedua bahu secara bersamaan dan
observasi kesimetrisan gerakan.
10.10. Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah
kekiri dan ke kanan, observasi kesimetrisan
gerakan lidah
Pemeriksaan Motorik
1. 1. Lakukan romberg test
Lakukan pemeriksaan jari hidung dengan mata
terbuka dan tertutup, evaluasi perbedaan yang
terjadi.
2. Reflex
1. 1. Biseps: Klien diminta duduk dengan rilekx
dan meletakkan kedua lengan diatas paha,
dukung lengan bawah klien dengan tangan non
dominan, letakkan ibujari lengan non dominan
diatas tendon bisep, pukulkan refleks hammer
pada ibu jari, observasi kontraksi otot biseps
(fleksi siku)
2. 2. Triseps: Minta klien duduk, dukung siku
dengan tangan non dominan, pukulkan refleks
hammer pada prosesus olekranon, observasi
kontraksi otot
3. 3. Triseps (ekstensi siku)
4. 4. Brachioradialis: Minta klien duduk dan
meletakkan kedua tangan di atas paha dengan
posisi pronasi, pukulkan hammer diatas tendon
(2-3 inchi dari pergelangan tangan), observasi
fleksi dan supinasi telapak tangan.
5. 5. Patelar: Minta klien duduk dengan lulut
digantung fleksi, palpasi lokasi patella (interior
dari patella), pukulkan reflek hammer, perhatikan
ekstensi otot quadriceps
6. 6. Tendon archiles: Pegang telapak kaki klien
dengan tangan non dominant, pukul tendon
archiles dengan mengguanakan bagian lebar
refleks hammer, obsvasi plantar leksi telapak kaki
7. 7. Plantar: Minta klien tidur terlentang dengan
kedua tungkai sedikit eksternal rotasi, stimulasi
telapak kaki klien dengan ujung tajam refleks
hammer mulai dari tumit kearah bagain sisi luar
telapak kaki, observasi gerakan telapak kaki
(normal jika gerakan plantar fleksi dan jari-jari
kaki fleksi).
8. 8. Abdomen: minta klien tidur terlentang,
sentuhkan ujung aplikator ke kulit di bagian
abdomen mulai dari arah lateral ke umbilical,
observasi kontraksi otot abdomen, lakuakan
prosedur tersebut pada keempat area abdomen.
TAHAP TERMINASI
- Melepas handscoon
- Mencuci tangan
- Mencatat hasil pemeriksaan dalam lembar
catatan keperawatan.
- Berpamitan dengan klien
D Fase Terminasi
- Evaluasi keadaan klien
- SOAP
- RTL
E Dokumentasi
- Sikap
4. Sopan
5. Ramah
• Hasil

Anda mungkin juga menyukai