Anda di halaman 1dari 20

BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH

(MAKALAH)

Dosen Pembimbing :

Disusun oleh :

1. RIKA YULIANTI 1814401087


2. RYO RAMMANDA 1814401088
3. MARTIN ALVIAN 1814401089
4. MUHAMAD TAUFIQ 1814401100

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG


KARANG PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan
penyertaannya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah tentang “BBLR” kami juga
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung dalam menyusun
makalah ini. Penyusunan makalah ini telah kami selesaikan dengan lancar,tetapi kami
menyadari bahwa penyusunan tugas makalah ini masih jauh dari kata sempurna,jadi kami
mohon untuk memberikan masukan,kritik,dan saran yang membangun demi perbaikan
dalam penyusunan tugas makalah ini. Akhir kata kami berharap tugas ini sangat berguna dan
membantu menyumbangkan pengetahuan tentang mata kuliah asuhan neonatus bayi dan
balita khususnya bagi mahasiswa Kebidanan.

Padang,desember 2014

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bayi lahir dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu factor resiko yang
mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Selain itu
bayi berat lahir rendah dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh
kembang selanjutnya, sehingga membutahkan biaya perawatan yang tinggi Bayi berat lahir
rendah (BBLR) adalah salah satu hasil dari ibu hamil yang menderita energy kronis dan akan
mempunyai status gizi buruk. BBLR berkaitan dengan tingginya angka kematian bayi dan
balita, juga dapat berdampak serius pada kualitas generasi mendatang, yaitu akan
memperlambat pertumbuhan dan perkambangan anak, serta berpengaruh pada penurunan
kecerdasan. Salah satu indicator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat adalah
angka kematian bayi (AKB). Angka kematian bayi di Indonesia saat ini masih tergolong tinggi,
maka kematian bayi di Indonesia tercatat 510 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2003. Ini
memang bukan gambaran yang indah karena masih tergolong tinggi bila di bandingkan
dengan Negara-negara di ASEAN. Penyebab kematian bayi terbanyak karena kelahiran bayi
berat lahir rendah (BBLR), sementara itu prevalensi BBLR pada saat ini diperkirakan 7-14%
yaitu sekitar 459.200-900.000 bayi ( depkes RI 2005) Menurut perkiraan WHO, pada tahun
1995 hampir semua 98% dari 5 juta kematian neonatal di Negara berkembang atau
berpenghasilan rendah. Lebih dari 2/3 kematian adalah BBLR yaitu berat badan kurang dari
2500 gram. Secara global diperkirakan terdapat 25 juta persalinan per tahun dimana 17%
diantaranya adalah BBLR dan hampir semua terjadi di Negara berkembang.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan BBLR ?
2. Apa penyebab BBLR ?
3. Bagaimana tanda – tanda klinis BBLR ?
4. Apa saja komplikasi pada BBLR ?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada BBLR ?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada BBLR ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan BBLR
2. Untuk mengetahui etiologi BBLR
3. Untuk mengetahui tanda – tanda klinis BBLR
4. Untuk mengetahui komplikasi pada BBLR
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada BBLR
6. Untuk megetahui pentalaksanaan pada BBLR

1.4 Manfaat
1. Mahasiswa mengerti apa yang dimaksud dengan BBLR
2. Mahasiswa mengerti etiologi BBLR
3. Mahasiswa mengerti tanda – tanda klinis BBLR
4. Mahasiswa mengerti komplikasi pada BBLR
5. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan diagnostik pada BBLR
6. Mahasiswa mengetahui pentalaksanaan pada BBLR
DAFTAR ISI
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah kondisi di mana bayi memiliki berat badan kurang
dari 2,5 kilogram saat dilahirkan. Kondisi ini bisa disebabkan oleh beragam hal. Bayi yang
berat badan lahirnya rendah rentan mengalami gangguan kesehatan, sehingga memerlukan
perawatan ekstra. Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan, terdapat 6,2% bayi yang
terlahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) di Indonesia. BBLR sering terjadi pada bayi
yang lahir prematur (sebelum memasuki usia kehamilan 37 minggu). Secara fisik, bayi yang
memiliki berat badan lahir rendah terlihat kurus, memiliki sedikit jaringan lemak tubuh, dan
kepalanya terlihat lebih besar atau tidak proporsional. Kebanyakan bayi dengan berat badan
lahir rendah yang lahir cukup bulan tidak mengalami gangguan kesehatan di kemudian hari.
Tapi jika BBLR terjadi pada bayi prematur, maka dapat muncul beberapa komplikasi berikut
ini:
 Gangguan pernapasan
 Infeksi
 Kadar gula darah rendah (hipoglikemia)
 Sindrom kematian bayi mendadak (SIDS)
 Berat badan sulit bertambah
 Hambatan tumbuh kembang
 Kedinginan atau hipotermia
 Bayi kuning
 Gangguan makan atau kesulitan untuk menyusui

Jika tidak mendapatkan perawatan yang memadai, bayi dengan berat badan lahir rendah
yang mengalami berbagai komplikasi di atas akan berisiko tinggi mengalami kecacatan,
bahkan kematian.

 Klasifikasi BBLR
a.Berdasarkan BB lahir

1.BBLR : BB < 2500gr

2.BBLSR : BB 1000-1500gr

3.BBLESR : BB <1000 gr

b.Berdasarkan umur kehamilan

1. Prematur
Adalah bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat
badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut Neonatus Kurang
Bulan – Sesuai Masa Kehamilan ( NKB- SMK).

2.Dismaturitas.
Adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa
kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term.

Dismatur ini dapat juga:

 Neonatus Kurang Bulan – Kecil untuk Masa Kehamilan (NKB- KMK),


 Neonatus Cukup Bulan-Kecil Masa Kehamilan ( NCB-KMK ),
 Neonatus Lebih Bulan-Kecil Masa Kehamilan ( NLB- KMK )

2.2 Penyebab
Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan atau meningkatkan risiko seorang bayi terlahir
dengan berat badan yang kurang. Beberapa faktor tersebut meliputi:
 Terlahir dari ibu yang memiliki masalah kesehatan selama hamil, misalnya
preeklamsia, tekanan darah tinggi, atau kekurangan gizi.
 Infeksi selama kehamilan.
 Adanya kelainan genetik atau cacat bawaan lahir pada bayi.
 Terlahir dari ibu dengan berat badan kurang selama kehamilan.
 Usia ibu saat hamil kurang dari 17 tahun atau lebih dari 35 tahun.
 Kehamilan kembar.

Selain itu, ibu yang memiliki gaya hidup yang tidak sehat, seperti merokok, mengonsumsi
alkohol, dan menggunakan narkoba juga lebih berisiko melahirkan bayi dengan berat badan
yang rendah.
Oleh karena itu, ibu hamil perlu menghindari berbagai faktor risiko di atas, serta rutin
menjalani pemeriksaan kehamilan ke dokter kandungan untuk mencegah dan
mengantisipasi kemungkinan bayi terlahir dengan BBLR.

1) Faktor Ibu

– Gizi saat hamil kurang

– Umur < 20 tahun / lebih 35 tahun

– Jarak kehamilan dan bersalin terlalu dekat.

– Ibu pendek, tinggi badan < 145 cm

– Penyakit menahun ibu, hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah, perokok dan

narkotik.
2) Faktor kehamilan

– Kehamilan hidramnion

– Hamil ganda

– Perdarahan antepartum

– Komplikasi kehamilan, pre eklamsi, KPD

3) Faktor janin

– Cacat bawaan

– Infeksi dalam rahim

– Gangguan metabolisme pada janin.

2.3 Tanda – tanda klinis


 Gambaran klinis BBLR secara umum adalah :
– Berat kurang dari 2500 gram

– Panjang kurang dari 45 cm

– Lingkar dada kurang dari 30 cm

– Lingkar kepala kurang dari 33 cm

– Umur kehamilan kurang dari 37 minggu

– Kepala lebih besar

– Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang

– Otot hipotonik lemah

– Pernapasan tak teratur dapat terjadi apnea

– Eksremitas : paha abduksi, sendi lutut / kaki fleksi-lurus


– Kepala tidak mampu tegak

– Pernapasan 40 – 50 kali / menit

– Nadi 100 – 140 kali / menit

 Gambaran klinis BBLR secara khusus adalah


1. Tanda-tanda Bayi Prematur
2. BB kurang dari 2500 gr, PB kurang dari 45 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm,
lingkar dada kurang 30 cm.

2. Umur kehamilan kurang dari 37 mg.


3. Kepala relatif lebih besar dari pada badannya.
4. Rambut tipis dan halus, ubun-ubun dan sutura lebar.
5. Kepala mengarah ke satu sisi.
6. Kulit tipis dan transparan, lanugo banyak, lemak subkutan kurang,
sering tampak peristaltik usus.

7. Tulang rawan dan daun telinga imatur.


8. Puting susu belum terbentuk dengan baik.
9. Pergerakan kurang dan lemah.
10. Reflek menghisap dan menelan belum sempurna.
11. Tangisnya lemah dan jarang, pernafasan masih belum teratur.
12. Otot-otot masih hipotonis sehingga sikap selalu dalam keadaan kedua paha abduksi,
sendi lutut dan pergelangan kaki fleksi atau lurus.

13. Genetalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh labia mayora (pada
wanita),
dan testis belum turun (pada laki laki).

1. Tanda-tanda pada Bayi Dismatur


2. Preterm sama dengan bayi premature
3. Term dan post term :
 Kulit pucat atau bernoda, keriput tipis.
 Vernik caseosa sedikit/kurang atau tidak ada.
 Jaringan lemak di bawah kulit sedikit.
 Pergerakan gesit, aktif dan kuat.
 Tali pusat kuning kehijauan.
 Mekonium kering.
 Luas permukaan tubuh relatif lebih besar dibandingkan B

2.4 Panduan Merawat Bayi dengan Berat Badan Rendah


Hampir seluruh bayi dengan berat badan lahir rendah perlu dirawat di ruangan perawatan
intensif untuk bayi baru lahir (NICU). Perawatan ini akan disesuaikan dengan kondisi bayi,
berat badan lahirnya, dan seberapa parah masalah kesehatan yang dideritanya. Di ruangan
tersebut bayi akan mendapatkan perawatan khusus, seperti dihangatkan dalam inkubator,
diberikan cairan dan obat-obatan melalui infus, serta diberikan nutrisi sesuai dengan
kebutuhannya. Perawatan ini dilakukan hingga kondisi bayi membaik dan stabil, berat
badannya meningkat, serta dokter menyatakan bahwa bayi dapat dirawat di rumah. Setelah
bayi boleh pulang ke rumah, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam
perawatan bayi dengan berat badan lahir rendah. Hal-hal tersebut mencakup kebersihan,
asupan ASI dan nutrisi, serta lingkungan yang nyaman untuk bayi. Berikut ini adalah
beberapa hal yang perlu dilakukan saat merawat bayi dengan berat badan lahir rendah:

1. Memberikan ASI sesuai jadwal

ASI merupakan nutrisi terbaik bagi bayi selama enam bulan pertama kehidupannya. Jadi,
sangat disarankan untuk memberikan ASI yang cukup kepada bayi dengan
BBLR. Perlu diingat, jangan memberikan asupan lain selain ASI atau susu formula kepada
bayi di bawah usia 6 bulan. Bayi dengan berat badan lahir rendah sebaiknya minum ASI
setiap tiga jam atau bahkan dua jam sekali. Jika perlu, bangunkan bayi untuk menyusu bila
dia sedang tertidur.

2. Bersentuhan langsung dengan bayi

Bayi yang lahir prematur memiliki jaringan lemak yang tipis, sehingga ia akan kesulitan
mempertahankan suhu tubuhnya tetap hangat. Bersentuhan langsung dan menggendong
bayi dengan metode kangguru bisa membantu menjaga kehangatan tubuh bayi.
Selain itu, menggendong bayi dengan metode kangguru juga memberikan manfaat lain,
seperti:
 Meningkatkan berat badan bayi
 Mengatur denyut jantung dan pernapasan bayi
 Membantu bayi tidur lebih nyenyak
 Membuat bayi lebih tenang dan nyaman

3. Menemani bayi tidur

Tidur bersama Si Kecil memudahkan Bunda dalam memberikan ASI pada malam hari. Tetapi
perlu diingat, tidur bersama bayi bukan berarti harus berada di ranjang yang sama. Bunda
bisa mendekatkan tempat tidur Si Kecil di sebelah ranjang Bunda. Selain itu, pastikan untuk
selalu menempatkan bayi tidur dalam posisi terlentang.
4. Memantau pertumbuhan dan perkembangan bayi

Gangguan tumbuh kembang adalah salah satu komplikasi yang cukup banyak terjadi pada
bayi dengan berat badan lahir rendah. Oleh karena itu, pastikan Bunda membawa Si Kecil
ke dokter anak secara teratur, agar dokter bisa memantau kondisinya dan mendeteksi
kemungkinan adanya masalah tumbuh kembang sejak dini.

5. Melengkapi imunisasi bayi

Bayi prematur dengan berat badan lahir rendah memiliki sistem kekebalan tubuh yang
lemah, sehingga rentan terkena penyakit infeksi. Untuk mencegah terjadinya hal ini,
pastikan jadwal imunisasi Si Kecil lengkap dan pemberiannya sesuai waktu yang dianjurkan
dokter.

6. Meluangkan waktu lebih banyak bersama bayi

Bayi dengan berat badan lahir rendah perlu senantiasa berada dalam kondisi yang optimal
dan lingkungan yang kondusif, agar bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. Bunda dapat
mendukung tumbuh kembangnya dengan meluangkan waktu untuk menggendong atau
mengajaknya bermain. Pilihlah permainan yang sesuai usia Si Kecil.

7. Jangan merasa segan untuk mencari bantuan

Merawat bayi dengan BBLR memerlukan usaha ekstra. Hal ini tentu tidak mudah, apalagi
dengan kondisi tubuh Bunda yang masih membutuhkan pemulihan setelah melahirkan.
Agar tidak kewalahan, Bunda bisa meminta bantuan ibu atau mertua setidaknya selama 40
hari pertama setelah melahirkan. Dengan begitu, Bunda dapat beristirahat untuk
mempercepat pemulihan dan Si Kecil tetap terawat dengan baik.
Selain beberapa langkah di atas, Bunda juga perlu meluangkan waktu untuk melakukan
kegiatan yang Bunda sukai, serta berolahraga jika sudah merasa siap. Hal tersebut dapat
mengurangi stres dan membuat Bunda tetap bersemangat dalam merawat Si Kecil.

2.5 Komplikasi pada BBLR


1. Pada prematur yaitu :
 Sindrom gangguan pernapasan idiopatik disebut juga penyakit membran hialin
karena pada stadium terakhir akan terbentuk membran hialin yang melapisi alveoulus
paru.
 Pneumonia Aspiras:i Disebabkan karena infeksi menelan dan batuk belum sempurna,
sering ditemukan pada bayi prematur.
 Perdarahan intra ventikule: Perdarahan spontan diventikel otot lateral biasanya
disebabkan oleh karena anoksia otot. Biasanya terjadi kesamaan dengan pembentukan
membran hialin pada paru. Kelainan ini biasanya ditemukan pada atopsi.
 Hyperbilirubinemi: Bayi prematur lebih sering mengalami hyperbilirubinemia
dibandingkan dengan bayi cukup bulan. Hal ini disebabkan faktor kematangan hepar
sehingga konjungtiva bilirubium indirek menjadi bilirubium direk belum sempurna.
 Masalah suhu tubuh: Masalah ini karena pusat pengeluaran nafas badan masih
belum sempurna. Luas badan bayi rel atif besar sehingga penguapan bertambah. Otot
bayi masih lemah, lemak kulit kurang, sehingga cepat kehilangan panas badan.
Kemampuan metabolisme panas rendah, sehingga bayi BBLR perlu diperhatikan agar
tidak terlalu banyak kehilangan panas badan dan dapat dipertahankan sekitar (36,5 –
37,5 0C) (Manuaba, 1998 : 328

2. Pada bayi Dismatur


Pada umumnya maturitas fisiologik bayi ini sesuai dengan masa gestasinya dan sedikit
dipengaruhi oleh gangguan-gangguan pertumbuhan di dalam uterus. Dengan kata lain, alat-
alat dalam tubuhnya sudah berkembang lebih baik bila dibandingkan dengan bayi dismatur
dengan berat yang sama. Dengan demikian bayi yang tidak dismatur lebih mudah hidup di
luar kandungan. Walaupun demikian harus waspada akan terjadinya beberapa komplikasi
yang harus ditangani dengan baik. (Wiknjosastro H, 2007 Hal. 782). Aspirasi mekonium yang
sering diikuti pneumotaritas Ini disebabkan stress yan sering dialami bayi pada persalinan.

1. Usher (1970) melaporkan bahwa 50% bayi KMK mempunyai hemoglobin yang tinggi
yang mungkin disebabkan oleh hipoksia kronik di dalam uterus.
2. Hipoglikemia terutama bila pemberian minum terlambat agaknya hipoglikemia ini
disebabkan oleh berkurangnya cadangan glikogen hati dan meningginya metabolisme
bayi.
3. Keadaan lain yang mungkin terjadi ; asfiksia, perdarahan paru yang pasif, hipotermia,
cacat bawaan akibat kelainan kromosom (sindrom down’s, turner dan lain-lain) cacat
bawaan oleh karena infeksi intrauterine dan sebagainya.
Adapun komplikasi pada BBLR jika bayi dismatur adalah, sebagai berikut :

1. Suhu tubuh yang tidak stabil


2. Gangguan pernafasan yang sering menimbulkan penyakit berat pada BBLR
3. Gangguan alat pencernaan dan problema nutrisi
4. Ginjal yang immature baik secara otomatis maupun fungsinya.
5. Perdarahan mudah terjadi karena pembuluh darah yang rapuh.
6. Gangguan immunologic. (Wiknjosastro H, 2007, Hal. 776)

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


– Pemeriksaan glucose darah terhadap hipoglikemia

– Pemantauan gas darah sesuai kebutuhan

– Titer Torch sesuai indikasi

– Pemeriksaan kromosom sesuai indikasi


– Pemantauan elektrolit

– Pemeriksaan sinar X sesuai kebutuhan ( missal : foto thorax ).

2.7 Penatalaksanaan
1.Prematuritas murni

Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan dan
perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di luar uterus maka perlu
diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan dan bila perlu oksigen,
mencegah infeksi serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi.

a.Pengaturan suhu badan bayi prematuritas/ BBLR

Bayi prematuritas dengan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia,
karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik, metabolismenya
rendah dan permukaan badan relatif luas oleh karena itu bayi prematuritas harus dirawat di
dalam inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim. Bila bayi dirawat dalam
inkubator maka suhu bayi dengan berat badan , 2 kg adalah 35 derajat celcius dan untuk
bayi dengan berat badan 2-2,5 kg adalah 33-34 derajat celcius. Bila inkubator tidak ada bayi
dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas, sehingga
panan badannya dapat dipertahankan

b.Makanan bayi prematur

Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung kecil, enzim pencernaan
belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3-5 gr/kg BB dan kalori 110 kal/kg BB sehingga
pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan
didahului dengan menghisap cairan lambung. Refleks menghisap masih lemah,sehingga
pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi frekwensi yang lebih sering. ASI
merupakan makanan yang paling utama,sehingga ASI lah yang paling dahulu diberikan. Bila
faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok
perlahan-lahan atau dengan memasang sonde menuju lambung. Permulaan cairan diberikan
sekitar 50-60 cc/kg BB/ hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cc/kg BB/ hari.

c.Menghindari infeksi

Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih
lemah,kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan anti bodi belum sempurna.
Oleh karena itu, upaya preventif sudah dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak
terjadi persalinan prematuritas ( BBLR). Dengan demikian perawatan dan pengawasan bayi
prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan baik.
2. Dismaturitas (KMK)
3. Pengaturan suhu bayi dismatur mudah dan cepat sekali menderita hipotermia bila
berada dilingkungan yang dingin kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh
bayi yang relatif lebih luas bila dibandingkan dengan berat badan, kurangnya jaringan
lemak dibawah kulit dan kekurangan lingkungan yang cukup hangat untuk bayi dan
dalam keadaan istirahat, konsumsi oksigen paling sedikit, sehingga suhu tubuh bayi
setiap normal. Bila bayi dirawat didalam incubator, maka suhunya untuk bayi dengan BB
2 – 2,5 kg adalah 34 0C. jika ditempat pertolongan tidak ada incubator maka bayi di
bungkus bayi dan meletakkan botol-botol hangat di sekitarnya atau dengan memasang
lampu petromaks di dekat tempat tidur bayi
4. Pemberian minum (Wiknjosastro H, 2007)
Pada bayi dismatur reflek isap, telan dan batuk belum sempurna, kapasitas lambung
masih sedikit, daya enzim pencernaan terutama lipase masih kurang. Prinsip pemberian
minum ialah early feeding yaitu minum sesudah berumur 2jam untuk mencegah
penurunan berat badan, hipglikemia, dan hiperbilirubinemia. Pemberian minum sesuai
jumlah kebutuhan

5. Perlindungan terhadap infeksi (Wiknjosastro H, 2007, hal. 783)

1) Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterine serta


menemukan gangguan pertumbuhan misalnya dengan pemeriksaan
ultrasonografi.
2) Memeriksa kadar gula darah dengan dextrostik atau di laboratorium. Bila terbuka
adanya hipoglikemia harus segera diatasi.
3) Pemeriksaan hematokrit dan mengobati hiperviskositasnya.
4) Melakukan tracheal – washing pada bayi yang diduga akan menderita aspirasi
mekonium.

6. Perawatan bayi dengan metode kanguru


Dengan mengenakan popok dan tutup kepala pada bayi baru lahir kemudian, bayi
diletakkan diantara payudara ibu dan ditutup baju ibu yang berfungsi sebagai kantung
kanguru. Posisi bayi tegak ketika ibu berdiri atau duduk dan tengkurap atau miring ketika
ibu berbaring. (Perinasia, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, Depkes RI dan
Health Service Program – USAID, 2008).

BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2012-2016
Indri Hartiningrum1 , Nurul Fitriyah2 1,2Departemen Biostatistika dan Kependudukan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Jl. Mulyorejo Kampus C Unair Surabaya 601115 Alamat
orespondensi: Indri Hartiningrum Email: indri.hartiningrum05@yahoo.co.id

ABSTRACT LBW
classified as one of children health problems in Indonesia which impacts Infant Mortality Rate (IMR).
According to Riskesdas 2010, LBW in Indonesia was noted approximately 11,1%, while in East Java
was noted approximately 10,1%. This study aims for knowing a pattern of LBW on the 5 years latest
in the East Java since that LBW is regarded as the public health indicator because it affects bigger for
the children’s life in further. This study was descriptive research within quantitative approach using
the secondary source from Health Profile of East Java Province during 2012 until 2016. Based on this
method, city has a large number of LBW patience are Madiun (8.6%), Situbondo (5%) and
Bondowoso (4.6%). Pattern of LBW cases in East Java were fluctuative and did not change to better
yet. In conclusion, 3 cities who have the high percentage number of LBW was caused an illness
during the women’s pregnant and the lack of knowledge about the nutrition proposition. It showed
that the program who done by the government for decreasing the number of LBW in East Java was
not efficient yet, so, it is needed an intervention in advance. Keywords: LBW (Low Birth Weight),
pregnant mother, mortality ABSTRAK Salah satu masalah kesehatan anak yang masih terjadi di
Indonesia yaitu BBLR karena Angka Kematian Bayi (AKB) sebagian besar disebabkan oleh BBLR.
Berdasarkan Laporan Nasional Riskesdas tahun 2010 kejadian BBLR di Indonesia sebesar 11,1%
sedangkan Provinsi Jawa Timur juga mengalami kejadian BBLR yang cukup tinggi yaitu sebesar 10,1%.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tren kejadian BBLR 5 tahun terakhir di Provinsi Jawa
Timur, melihat bahwa kejadian BBLR dianggap sebagai indikator kesehatan masyarakat karena
memiliki dampak besar bagi kehidupan anak di masa depan. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif dengan pendekatan kuantitatif menggunakan data sekunder dari Laporan Profil Kesehatan
Provinsi Jawa Timur tahun 2012-2016. Berdasarkan analisa deskriptif Kabupaten/Kota dengan
kejadian BBLR tinggi diantaranya yaitu Kota Madiun (8,6%), Kabupaten Situbondo (5%) dan
Kabupaten Bondowoso (4,6%). Tren Kejadian BBLR di Provinsi Jawa Timur selama 5 tahun terakhir
mengalami fluktuatif dan belum menampakkan perubahan yang lebih baik. Kesimpulannya adalah 3
Kabupaten/Kota memiliki persentase kejadian BBLR yang tinggi disebabkan karena adanya
gangguan/penyakit yang menyertai ibu hamil dan pengetahuan yang kurang mengenai asupan gizi.
Hal tersebut menunjukan bahwa program yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan kejadian
BBLR di Provinsi Jawa Timur belum cukup efektif sehingga diperlukan intervensi lebih lanjut.

PENDAHULUAN
BBLR merupakan salah satu masalah kesehatan yang memerlukan perhatian di berbagai negara
terutama pada negara berkembang atau negara dengan sosio-ekonomi rendah. WHO (World Health
Organization) mendefinisikan BBLR sebagai bayi yang lahir dengan berat ≤ 2500 gr. WHO
mengelompokkan BBLR menjadi 3 macam, yaitu BBLR (1500–2499 gram), BBLSR (1000- 1499 gram),
BBLER (< 1000 gram). WHO juga mengatakan bahwa sebesar 60–80% dari Angka Kematian Bayi (AKB)
yang terjadi, disebabkan karena BBLR. BBLR memiliki risiko lebih besar untuk mengalami morbiditas
dan mortalitas daripada bayi lahir yang memiliki berat badan normal. Masa kehamilan yang kurang
dari 37 minggu dapat menyebabkan terjadinya komplikasi pada bayi karena pertumbuhan organ-
organ yang berada dalam tubuhnya kurang sempurna. Kemungkinan yang terjadi akan lebih buruk
bila berat bayi semakin endah. Semakin rendah berat badan bayi, maka semakin penting untuk
memantau perkembangannya di minggu-minggu setelah kelahiran. Berat bayi saat lahir merupakan
penentu yang paling penting untuk menentukan peluang bertahan, pertumbuhan, dan
perkembangan di masa depannya. Ibu yang selalu menjaga kesehatannya dengan mengkonsumsi
makanan bergizi dan menerapkan gaya hidup yang baik akan melahirkan bayi yang sehat, sebaliknya
ibu yang mengalami defisiensi gizi memiliki risiko untuk melahirkan BBLR. BBLR tidak hanya
mencerminkan situasi kesehatan dan gizi, namun juga menunjukkan tingkat kelangsungan hidup, dan
perkembangan psikososialnya. Bayi dengan BBLR memiliki risiko lebih tinggi mengalami kematian,
keterlambatan petumbuhan dan perkembangan selama masa kanak-kanak dibandingkan dengan bayi
yang tidak BBLR (Rajashree, 2015). Bayi BBLR memiliki peluang lebih kecil untuk bertahan hidup.
Ketika mereka bertahan hidup, mereka lebih rentan terhadap penyakit hingga mereka dewasa. BBLR
cenderung mengalami gangguan perkembangan kognitif, retardasi mental serta lebih mudah
mengalami infeksi yang dapat mengakibatkan kesakitan atau bahkan kematian. Dampak lain yang
muncul pada orang dewasa yang memiliki riwayat BBLR yaitu beresiko menderita penyakit
degeneratif yang dapat menyebabkan beban ekonomi individu dan masyarakat (Pramono, 2009).
Berdasarkan data dari World Health Rangkings tahun 2014 dari 172 negara di dunia, Indonesia
menempati urutan ke 70 yang memiliki presentase kematian akibat BBLR tertinggi yaitu sebesar
10,69%. Tingkat kelahiran di Indonesia pada tahun 2010 sebesar 4.371.800 dengan kejadian BBLR
sebesar 15,5 per 100 kelahiran hidup atau 675.700 kasus prematur dalam 1 tahun (WHO, 2013).
Pada tahun 2010, kejadian BBLR di Indonesia sebesar 11,1% sedangkan Provinsi Jawa Timur juga
mengalami kejadian BBLR yang cukup tinggi yaitu sebesar 10,1% (Kemenkes RI, 2010). BBLR dapat
disebabkan oleh 2 hal yaitu kelahiran prematur atau kelahiran saat usia kehamilan ≤ 37 minggu dan
IUGR yang biasa disebut terganggunya pertumbuhan janin. BBLR dapat menyebabkan kesakitan
bahkan kematian. Menetapkan penyebab BBLR antara prematur atau IUGR (Intra Uterine Growth
Restriction) merupakan hal yang penting karena tingkat kematian antara kedua kondisi tersebut
berbeda secara signifikan (Astria, et.al., 2016). Sutan, et.al., (2014) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa BBLR dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti faktor ibu (status gizi, umur, paritas, status
ekonomi), riwayat kehamilan buruk (pernah melahirkan BBLR, aborsi), asuhan antenatal care yang
buruk, keadaan janin. Wanita dengan status ekonomi rendah cenderung memiliki asupan makanan
yang tidak memadai, sanitasi tempat tinggal yang buruk, dan kemampuan untuk mencari perawatan
selama kehamilan yang kurang sehingga dapat mempengaruhi berat lahir bayi mereka (Perera &
Manzur, 2014). Usia ibu ≤ 15 tahun memiliki risiko tinggi untuk melahirkan bayi dengan berat rendah.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran kejadian BBLR selama 5 tahun terakhir di
Provinsi Jawa Timur.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian bersifat non
reaktif karena menggunakan data sekunder dari Laporan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun
2012– 2016.

HASIL PENELITIAN
Hasil olah statistik antara bayi lahir hidup dengan Kabupaten/Kota dalam lima tahun terakhir (2012–
2016) telah disajikan dalam bentuk diagram batang yang dapat dilihat pada gambar 1. Bayi lahir
hidup di Provinsi Jawa Timur apabila ditotal selama 5 tahun terakhir yaitu sebesar 2.971.951 jiwa.
Kabupaten/Kota yang memiliki angka bayi lahir hidup tertinggi diantaranya yaitu Kota Surabaya
(213.097 jiwa), Kabupaten Malang (206.204 jiwa) dan Kabupaten Jember (181.955 jiwa).
Kabupaten/Kota yang memiliki angka bayi lahir hidup rendah diantaranya Kota Mojokerto (10.270
jiwa), Kota Blitar (10.632 jiwa), Kota Batu (15.606 jiwa). Hasil olah statistik antara kejadian BBLR
dengan Kabupaten/Kota dalam 5 tahun terakhir (2012–2016) telah disajikan dalam bentuk diagram
batang dan dapat dilihat pada gambar 2. Kejadian BBLR di Provinsi Jawa Timur apabila ditotal selama
5 tahun terakhir yaitu sebesar 2,8%. Kabupaten/Kota dengan angka kejadian BBLR yang relatif jauh
dengan angka kejadian BBLR Provinsi Jawa Timur, diantaranya Kota Madiun (8,6%), Kabupaten
Situbondo (5%), dan Kabupaten Bondowoso (4,6%). Kabupaten/Kota yang memiliki angka kejadian
BBLR rendah, diantaranya Kabupaten Sidoarjo (1,2%), Kabupaten Bangkalan (1,4%), dan Kabupaten
Lamongan (1,8%). Berdasarkan data yang terdapat pada laporan Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Timur, maka dilakukan pengolahan data kemudian menganalisis data tersebut untuk mengetahui
tren kejadian BBLR di Provinsi Jawa Timur dari tahun 2012–2016 seperti yang telah disajikan dalam
bentuk grafik pada gambar 3. Gambar 3 menunjukkan bahwa tren kejadian BBLR selama 5 tahun
terakhir mengalami fluktuatif dan mengalami penurunan yang signifikan pada tahun 2014 (3,3%)
menjadi (0,3%) pada tahun 2015. Tahun 2016 kejadian BBLR mengalami peningkatan yang lebih
besar jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar (3,6%). Tentunya hal tersebut
sangat memprihatinkan melihat peningkatan yang terjadi lebih dari 2 kali lipat dibandingkan tahun
sebelumnya.
PEMBAHASAN
Kejadian BBLR di Provinsi Jawa Timur Hasil olah statistik yang terdapat pada grafik diatas
menunjukkan bahwa dari 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur yang memiliki angka bayi lahir hidup
tertinggi yaitu Kota Surabaya, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Jember. Sedangkan pada gambar 2
menunjukkan bahwa dari 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur yang memiliki persentase tinggi kejadian
BBLR diantaranya adalah Kota Madiun, Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Bondowoso.
Berdasarkan Laporan Profil Kesehatan dari Kota Madiun, Kabupaten Situbondo, dan Kabupaten
Bondowoso pada tahun 2015 dan 2014 tersebut penyebab kejadian BBLR memiliki kesamaan yaitu
disebabkan karena adanya suatu gangguan atau penyakit yang menyertai ibu hamil seperti anemia,
Kekurangan Energi Kronis (KEK), preeklamsia/eklamsia, gemelli (kehamilan ganda) dan lainnya
sehingga mengakibatkan bayi lahir sebelum waktunya dengan berat kurang dari 2500 gram.
Pendidikan bagi ibu hamil tentang gizi seimbang, perawatan bayi dengan BBLR, menyusui bayi secara
eksklusif diberikan pada waktu pelaksanaan kelas ibu hamil ditujukan untuk menekan angka
kematian bayi oleh karena BBLR. Pemberian asupan gizi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)
perlu di sosialisasikan dan lebih ditingkatkan pelaksanaannya pada masyarakat guna kelangsungan
hidup bayi agar menjadi generasi yang sehat dan cerdas (Kemenkes RI, 2017) Penyebab tingginya
BBLR di 3 Kabupaten/Kota di Jawa Timur sejalan dengan hasil penelitian Merzaila (2012) yang
mengatakan bahwa ibu hamil yang mengalami anemia berisiko 4 kali lebih besar untuk melahirkan
BBLR. Kejadian anemia yang dialami ibu hamil akan meningkat seiring bertambahnya usia kehamilan.
Hal tersebut dapat terjadi karena terdapat ketidakseimbangan antara jumlah plasma darah dan sel
darah merah yang terdapat pada tubuh ibu hamil. Ketidakseimbangan tersebut dapat dilihat dari
turunnya kadar hemoglobin (Hb). Saat usia kehamilan memasuki trimester 3 maka tubuh
membutuhkan asupan zat besi yang lebih banyak karena pada saat tersebut janin mengalami
pertumbuhan yang lebih cepat, sehingga apabila terjadi ketidakseimbangan dalam tubuh yang
ditandai oleh rendahnya kadar Hb maka akan berpengaruh pada jalannya oksigen dalam rahim
kemudian merusak kondisi intrauterin tertutama plasenta sehingga terlihat tidak sebagaimana
mestinya yang dapat menyebabkan terganggunya perkembangan janin sehingga ibu melahirkan anak
dengan BBLR. Hb pada ibu hamil dikatakan rendah apabila dan nutrisi yang dibutuhkan selama
kehamilan dapat terpenuhi untuk menghindari terjadinya BBLR. Kebutuhan energi dan protein yang
tidak tercukupi pada ibu hamil dapat mengakibatkan terjadinya KEK. Ibu hamil yang mengalami KEK
berisiko melahirkan anak dengan BBLR dari pada ibu yang tidak mengalami KEK. KEK juga merupakan
penyebab tidak langsung kematian ibu. Ibu hamil yang memiliki Lingkar Lengan Atas (LILA) < 23,5cm,
sebaiknya diberikan makanan tambahan karena beresiko mengalami KEK (Kemenkes RI, 2017). Hal ini
karena ibu hamil yang kekurangan energi tidak memiliki simpanan zat gizi untuk menyuplai
kebutuhan fisiologi kehamilan seperti kelainan pada hormon dan volume darah untuk janin sehingga
pertumbuhan dan perkembangan janin dapat terganggu sehingga lahir dengan BBLR. Perlunya
penyuluhan terkait penyakit KEK pada ibu-ibu yang baru menikah supaya lebih memperhatikan
kondisi fisiknya sebelumnya hamil seperti asupan gizi yang terpenuhi dan memiliki LILA yang cukup.
Ibu yang memiliki LILA < 23,5 cm disarankan untuk meningkatkan asupan gizi serta menunda
kehamilannya terlebih dahulu supaya risiko untuk melahirkan BBLR rendah. Ibu hamil yang telah
mengalami KEK sebaiknya disarankan untuk meningkatkan asupan gizi dengan mengkonsumsi
makanan yang tinggi kalori dan protein (Suryati, 2014). Penelitian Darmayanti (2015) menjelaskan
bahwa ibu hamil yang menderita KEK memiliki peluang sebesar 2,8 kali untuk melahirkan bayi
dengan berat badan rendah. Berdasarkan laporan profil kesehatan dari 3 kabupaten/kota telah
ditemukan kejadian BBLR yang disebabkan oleh preeklamsi pada ibu hamil. Ibu dengan preeklamsi
akan mengalami perubahan fisiologi diantaranya plasenta dan uterus yang mengalami perubahan
dimana aliran darah yang menurun pada plasenta dapat menyebabkan terganggunya fungsi plasenta.
Plasenta yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya dapat menyebabkan janin kekurangan gizi
sehingga memiliki resiko untuk lahir dengan berat badan rendah (BBLR) (Lapidus, 2010). Gemelli atau
kehamilan ganda merupakan masalah kesehatan yang memiliki risiko tinggi terhadap kelangsungan
hidup ibu dan bayi. Kehamilan ganda dapat menyebabkan tingginya kejadian IUGR (Intra Uterine
Growth Restriction). Berat badan kehamilan kembar seringkali lebih rendah daripada kehamilan
tunggal karena persalinan yang terjadi sebelum cukup bulan. Uterus yang mengalami penegangan
berlebihan biasanya karena besarnya janin, adanya 2 plasenta, serta air ketuban yang berlebih
sehingga dapat menyebabkan terjadinya persalinan 3 minggu sebelum cukup bulan.
Ketidaknyamanan fisik seperti pembengkakan pada kaki, sesak nafas, anemia, punggung terasa sakit,
dan plasenta previa dapat terjadi pada ibu yang mengalami kehamilan ganda sehingga dibutuhkan
perawatan yang lebih intensif. Pada kehamilan ganda ibu membutuhkan nutrisi yang tinggi. Jika
terjadi kekurangan nutrisi maka pertumbuhan janin akan terhambat (Ladewig, 2013). Fadlun &
Achmad (2011) mengemukakan bahwa kehamilan kembar lebih berisiko untuk mengalami gangguan
seperti penegangan uterus yang berlebihan yang disebabkan karena besarnya ukuran janin,
terdapatnya dua plasenta dan air ketuban yang berlebihan sehingga menyebabkan kelahiran
prematur. Hal tersebut menunjukkan bahwa kehamilan kembar (gemeli) lebih berisiko mengalami
BBLR daripada kehamilan tunggal. Peran seorang wanita terutama Ibu sangat penting dalam
menjaga, memperhatikan dan merawat kesehatan keluarganya seperti menyiapkan makanan bergizi
setiap hari, bertanggung jawab terhadap kebersihan rumah serta menciptakan pola hidup sehat baik
secara jasmani, rohani maupun sosial. Terutama pada masa 1000 HPK, bagi wanita yang tengah
mempersiapkan kehamilan, penting bagi mereka untuk mengetahui tentang gizi seimbang mulai dari
awal kehamilan sampai anak usia dua tahun agar bayi lahir sehat serta terhindar dari kejadian BBLR
(Widyastuti, et.al., 2009). Kerjasama kedua orang tua supaya dapat menciptakan pola hidup yang
sehat sangat diperlukan. Kabupaten/Kota yang memiliki persentase rendah kejadian BBLR adalah
Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Lamongan. Berdasarkan Laporan Profil
Kesehatan dari 3 Kabupaten/Kota tersebut, kejadian BBLR rendah disebabkan karena meningkatnya
cakupan pelayanan antenatal care dan status gizi ibu hamil yang baik. Hal tersebut menunjukkan
bahwa masyarakat telah menyadari bahwa pentingnya memperhatikan kebutuhan gizi selama hamil
serta melakukan pemeriksaan antenatal care secara teratur. Hal tersebut juga tidak lepas dari kerja
keras dari petugas kesehatan yang telah melakukan penyuluhan terhadap masyarakat tentang
pentingnya melakukan pemeriksaan antenatal care dan pentingnya memperhatikan asupan gizi saat
kehamilan.
Tren Kejadian BBLR di Provinsi Jawa Timur
Selama masa kehamilan, ibu harus memeriksakan kehamilannya secara teratur pada fasilitas
kesehatan terdekat supaya dapat memantau perkembangan janin sehingga dapat melahirkan bayi
yang sehat baik secara jasmani maupun rohani. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 97 Tahun
2014 yang mengemukakan bahwa selama masa kehamilan, seorang ibu harus memperoleh
pelayanan antenatal minimal 4 kali dengan rincian masing-masing 1 kali pada usia kehamilan
memasuki trimester I dan trimester II, kemudian 2 kali pada trimester III. Hasil statistik pada tabel 2
menunjukkan bahwa tren kejadian BBLR tahun 2012-2016 mengalami fluktuatif. Terjadi peningkatan
pada tahun 2015 dimana persentase kejadian BBLR sebesar 0,3% menjadi sebesar 3,6% pada tahun
2016. Tren peningkatan yang terjadi setiap tahun dapat berdampak pada terjadinya peningkatan
angka kesakitan dan angka kematian neonatal di Provinsi Jawa Timur. Perlunya suatu kebijakan yang
efektif supaya dapat menurunkan angka kejadian BBLR. Hambatan yang masih ditemukan pada
lapangan saat melakukan upaya penurunan angka kejadian BBLR adalah perilaku masyarakat
setempat yang tidak mendukung upaya penurunan angka kejadian BBLR seperti tidak melakukan
pemeriksaan kehamilan (antenatal care) secara rutin. Cakupan K4 selama 6 tahun terakhir hanya
sebesar 73%- 80,44% yang artinya belum pernah mencapai target nasional yaitu sebesar 94% (Dinkes
Kabupaten Situbondo, 2015). Antenatal Care berperan penting dalam mencegah dan mendeteksi
komplikasi yang terjadi terhadap ibu dan bayi termasuk resiko BBLR. Pelayanan antenal care
merupakan salah satu program kesehatan masyarakat khususnya program KIA (Aja, 2014). Apabila
BBLR tidak mendapat penanganan dengan benar maka dapat berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan kognitifnya di masa depan. Pengetahuan masyarakat yang rendah tentang bayi risiko
tinggi tertutama BBLR juga menjadi hambatan untuk menurunkan angka kejadian BBLR (Dinkes
Kabupaten Situbondo, 2015). Pengetahuan yang rendah cenderung memiliki kebiasaan atau pola
hidup yang buruk seperti makan makanan yang tidak bergizi, memeriksakan kehamilan hanya apabila
ada keluhan, mencari dan memilih penolong persalinan yang murah seperti ke dukun tanpa
mengetahui akibat dari pertolongan persalinan yang menggunakan alat tidak steril. Sebaliknya,
pengetahuan yang tinggi dapat menunjang perilaku hidup sehat. Pengetahuan sangat diperlukan
dalam semua hal terutama kesehatan karena pengetahuan adalah sebuah proses dalam mencapai
suatu perilaku kesehatan. Notoadmodjo (2010) mengatakan bahwa perubahan perilaku atau
tindakan tersebut dilihat berdasarkan pengetahuan dan kesadaran melalui pengalaman yang dilalui
sehingga diharapkan menjadi pembelajaran untuk lebih baik kedepannya. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pentingnya pengetahuan seseorang mengenai masalah kesehatan terutama BBLR. Hambatan
lain yang masih terjadi dalam upaya menurunkan angka kejadian BBLR yaitu kurangnya dukungan
dan partisipasi tenaga kesehatan karena banyak yang tidak mematuhi SOP. Dukungan dan partisipasi
yang kurang disebabkan karena belum semua tenaga kesehatan mengikuti pelatihan mengenai
manajemen BBLR (Dinkes Kabupaten Situbondo, 2015). Pelatihan mengenai managemen BBLR bagi
tenaga kesehatan dapat memberikan banyak dampak positif terutama bila pelatihan tersebut
diadakan secara teratur. Tenaga kesehatan menjadi lebih kompeten dalam menangani kasus BBLR.
Ibu yang memiliki bayi dengan kondisi BBLR tentunya memerlukan dukungan orang sekitar terutama
dukungan tenaga kesehatan dalam merawat bayi terutama masa awal setelah persalinan. Dukungan
yang dapat diberikan oleh tenaga kesehatan yaitu dukungan edukasi seperti cara merawat bayi yang
mengalami BBLR, dukungan emosional seperti memberikan semangat dan motivasi supaya ibu tidak
putus asa atau khawatir dalam merawat bayinya, dan dukungan sarana prasarana seperti alat khusus
yang digunakan untuk bayi yang mengalami BBLR. Mendapat dukungan oleh orang sekitar akan
membuat si ibu menjadi lebih percaya diri dalam merawat anak. Hambatan lain yang menyebabkan
tingginya angka kejadian BBLR yaitu perilaku dan budaya dari masyarakat setempat yang tidak
mendukung upaya penurunan AKB seperti pengambilan keputusan yang terlambat (Dinkes
Kabupaten Situbondo, 2015). Selain itu masih adanya kepercayaan masyarakat terhadap orang yang
dituakan. Hasil penelitian Khasanah (2011) menyatakan bahwa disadari atau tidak, faktor
kepercayaan budaya setempat serta pengetahuan masyarakat seperti pantangan perilaku yang tidak
boleh dilakukan saat hamil (kepercayaan mengenai wanita hamil yang duduk di pintu rumah akan
susah melahirkan) maupun makanan yang tidak boleh dimakan saat hamil (memakan ikan dapat
menyebabkan ASI menjadi amis) atau kebiasaan lain dapat memberikan dampak bagi kesehatan ibu
dan janin baik dampak positif maupun negatif. Kepercayaan pantang terhadap makanan yang
sebenarnya dibutuhkan bagi ibu hamil dapat menyebabkan ibu kehilangan zat gizi yang berkualitas
serta beresiko untuk timbulnya berbagai penyakit seperti anemia, KEK dan lain sebagainya. Status
ekonomi juga berperan penting terhadap pengetahuan dan informasi yang didapat dalam
menghadapi kehamilan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kejadian BBLR di Provinsi Jawa Timur
dalam 5 tahun terakhir yaitu sebesar 2,8%. Kabupaten/Kota yang kejadian BBLRnya jauh dari rata-
rata, diantaranya Kota Madiun (8,6%), Kabupaten Situbondo (5%), dan Kabupaten Bondowoso
(4,6%). Berdasarkan Laporan Profil Kesehatan dari 3 Kabupaten/Kota tersebut menyatakan bahwa
angka kejadian BBLR yang tinggi disebabkan karena adanya gangguan atau penyakit yang menyertai
ibu hamil seperti anemia, gemelli, preeklamsi/eklamsi dan lainnya. Tren Kejadian BBLR di Provinsi
Jawa Timur dalam 5 tahun terakhir mengalami fluktuatif dan belum menampakkan perubahan yang
lebih baik. Terjadi peningkatan pada tahun 2015 dimana persentase kejadian BBLR sebesar 0,3%
menjadi sebesar 3,6% pada tahun 2016.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masa neonatus dan beberapa minggu sesudahnya masih merupakan masa yang rawan
karena disamping kekebalan yang masih kurang juga gejala penyakit spesifik. Pada periode-
periode tersebut tidak dapat dibedakan/sulit dibedakan dengan penyakit lain sehingga sulit
dideteksi pada usia minggu-minggu pertama kelainanyang timbul banyak yang berkaitan
dengan masa kehamilan/proses persalinan sehingga perlu penanganan segera dan khusus.

Bayi lahir dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu factor resiko yang
mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Selain itu
bayi berat lahir rendah dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh
kembang selanjutnya, sehingga membutahkan biaya perawatan yang tinggi.

3.2 Saran
1. Meningkatkan pengawasan pada bayi baru lahir dengan BBLR.
2. Menambah informasi dan pengetahuan tentang asuhan kebidanan pada bayi baru
lahir dengan BBLR.

3. Meningkatkan pelayanan pada bayi baru lahir dengan BBLR.

DAFTAR PUSTAKA

Ballantyne, et al. (201). Rick of developmental delay: comparison of late preterm and full
term canadian infants at age 12 months. Early human development. 101, pp. 27-32.
Gagneuer, A., pinquier, D., dan quach, C. (20150. Immunization of preterm infants. Human
vaccines dan immunotherapeutics. 11(11), pp. 2556-2563.

 Mochtar, Rustam.1998, synopsis obstetric. Jakarta :EGC


 Yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo, 2007. Buku acuan nasional pelayanan
 kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta
 Wong, donna,L.2004 . Pedoman klinis keperawatan pediatric. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai