Tugas 3
Tugas 3
DEFINISI
Distosia adalah waktu persalinan yang memanjang karena kemajuan persalinan yang
terhambat. Persalinan lama, disebut juga distosia, di definisikan sebagai persalinan yang abnormal
1. Kelainan tenaga (his). His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan
kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak. dapat diatasi
2. Kalalnan janin. Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan karena kelaman dalam
3. Kelainan jalan lahir. Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa menghalangi kemayuan
1. Inersia uteri
Di sini his hersifat hiasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan Iebih da‘
hulu daripada bagian-bagian lain, pcranan fundus tetap menoniol. Kelainannya terietak dalam hal
kontraksi uterus lebih aman, singkat, dan jarang dari pada biasa. Keadaan umum pcndcrita
biasanya baik dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban masih umh umumnya tidak
berbahaya, baik bagi ibu maupun janin, kecuali persalinan berlangsung terlalu lama; d'lam hal
terakhir ini morbiditas ibu dan mortalitas janin baik. Keadaan ini dinamakan inersia uteri primer
atau hypotonic uterine contraction. Kalau timbul set telah berlangsung his kuat untuk waktu yang
lama, dan hal itu dinamakan inersia uten‘ sekunder. Karena dewasa ini persalinan tidak dibiarkan
berlangsung demikian lama 'sehingga dapat menimbulkan kelclahan Uterus, maka inersia uteri
sekunder scperti dit gambarkan di bawah jarang ditemukan, kccuali pada ibu yang tidak diberi
pcngawasan baik waktu persalinan. Dalam menghadapi inersia Uteri, harus diadakan penilaian
yang saksama untuk menentukan sikap yang harus diambil. Jangan dilakukan tindakan yang
tergesa-gesa untuk mempercepat lahirnya janin. Tidak dapat diberikan waktu yang pasti, yang
dapat dipakai sebagai pegangan untuk membuat diagnosis inersia uteri atau untuk memulai terapi
aktif.
Diagnosis inersia uteri paling sulit ditegakkan pada masa laten. Kontraksi uterus yang
disert'ai dengan rasa nyeri, tidak cukup untuk meniadi dasar utama diagnosis bahwa persalinan
sudah dimulai. Untuk sampai pada kesimpulan ini diperlukan kenyataan bahwa sebagai akibat
kontraksi itu terjadi perubahan pada scrviks yakni pendataran dan/atau pembukaan. Kesalahan
yang sering dibuat ialah mengobati seorang penderita untuk inersia uteri padahal persalinan belum
His terlampau kuat atau disebut juga bypertonic uterine contraction. Walaupun pada
golongan coordinated bypertonic uterine contraction bukan merupakan pcnyebab died tosia.
Namun, hal ini dibicarakan juga di sini dalam subbab kelainan his. His yang terr lalu kuat dan
terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang sangat singkat. Partus yang
sudah selesai kurang dari 3 jam dinamakan partus presipitatus yang ditandai oleh sifat his yang
nomial, tonus otot di luar his ‘juga biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his. Bahaya partus
presipitatus bagi ibu iaiah terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir, khususnya vagina dan
perineum. Bayi bisa mengalami perdarahan dalam tengkorak karena bagian tersebut mcngalami
Batas antara bagian atas dan segmen bawah rahim atau lingkaran retraksi menjadi gangat
jelas dan meninggi. Dalam kcadaan demikian lingkaran ini dinamakan lingkaran retraksi patologik
atau lingkaran Bandl. Ligamenta rotunda menjadi tegang serta lebih teraba, penderita merasa nyeri
terus-menerus dan menjadi gelisah. Akhimya, apa.bdfq ndak diberi pertolongan, regangan segmen
bawah uterus melampaui kekuatan Janngan sehingga dapat menyebabkan terjadinya ruptura uteri.
Di samping itu, tonus uterus yang menaik mcnycbabkan rasa nyeri yang lcbih hens dan
lama bagi ibu dapat pula menyebabkan hipoksia pad: janin. His jcnis ini yang disehut scbagai
inmordinated hypertonic uterine contraction. Kadang-kadang pada pen Salinan lama dcngan
kctuban yang sudah lama pecah, kelainan his ini menycbabkan spasmus sirkulcr sctempat,
schingga teriadi penyempiun kavum uteri pada tempat itu\ Ini dinamakar lingkaran kontraksi atau
lingkaran konsrriksi. Sccara teoritis lingkam‘ ini dapat terjadi di mam-mam, tctapi biasanya
ditemukan pad: batas antara bagian atas dcngan segmen bawah Uterus. Lingkaran konsrriksi tidak
dapat dikctahui dengah pcmcriksaan dalam, kccuali kalau pembukaan sudah lengkap, schingga
tangan dapat dimasukkan kc dalam kavum uteri. Oleh sebab itu, jika pcmbukaan belum lcngkap)
biasanya tidak mungkin mengcnal kelainan ini dengan pasa. Ada kalanya pcrsalinan tidak maju
karena kelainan pad: serviks yang dinamakan disrosia servikaiis. Kclainan ini bisa primer atau
sekunder. Distosia scrvikalis dinamakan primer kalau scrviks lidak membuka karena tidak
mengadakan rclaksasi bcrhubung dcngan incoordinate uterine action. Pcnderita biasanya seorang
primigravida. Kala I mcnjadi lama. dan dapat diraba jelas pinggir serviks yang kaku. Kalau
keadaan ini dibiarkan, maka tckanan menerus dapat menyebabkan nekrosis iaringan serviks dan
dapat mcngakibatkan lcpas. nya bagian tengah serviks sccara sirkulcr. Distosia servikalis sekundcr
disebabkan olch kelainan organik pads serviks, misalnya karena iaringan parut atau karena
karsinoma" Dcngan his kuat serviks bisa robek dan robckan ini dap'it menialar kc bagian bawah
uterus. Oleh karena itu, sctiap ibu yang pemah operasi pada serviks, selalu harus di. awasi
Etiologi
Kclainan his terutama ditcmukan pada primigravida. khususnya primigravida tua. Pada
multipara lebih banyak ditemukan kelairian yang bersifat inersia uteri. Faktor hereditcr mungkin
memegang peranan pula dalam kclainan his. Sampai seberapa iauh faktor cmosi (ketakutan dan
lain-lain) mempengaruhi kclainan his, khususnya inersia uteri, ialah apabila bagian bawah janin
tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus seperti pads kelainan letak janin atau pads
disproporsi sefalopelvik. Peregangan rahim yang bcrlebihan pada kehamilan ganda ataupun
hidramnion juga dapat merupakan pe' nycbab inersia uteri yang mumi. Akhimya, gangguan dalam
pembentukan uterus pads mas: embrional, misalnya uterus bikomis unikolis, dapat pula
mengakibatkan kelainan his. Akan tetapi, pada sebagian besar kasus kurang lcbih separuhnya,
Penanganan
Dalam mcnghadapi persalinan lama oleh sebab apa pun, keadaan ibu yang bersangkutan
hams diawasi dengan saksama. Tekanan darah diukur tiap empat jam, bahkan periksaan ini perl'u
dilakukan lebih sering apabila .ada gejala preeklampsia. Denyut jantung dicatat setiap screngah
iam dalam kala I dan lebih scring dalam kaia IL Kcmungkinan dehidrasi dan asidosis hams
mendapat perhanan sepcnuhnya. Karena pcrsalinan lama selalu ada kemungkinan untuk
melakukan tindakan pcmbcdahan aengan narkosis, hendaknya ibu jangan dibcri makan biasa
mclainkan dalam bentuk cairan. Sebaiknya diberikan infus larutan glukosa 5% dan larutan NaCl
isotonik intravcna berganti-ganti. Umuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan petidin 50 mg yang
dapat diulangi; pada permulaan kala I dapat diberikan 10 mg morfin. Pemeriksaan dalam perlu
dilakukan, tetapi harus selalu disadari bahwa setiap pcmcriksaan dalam mengandung bahaya
infeksi. Apabila persalinan berlangsung 24 jam tanpa yang berarti, perlu diadakan penilaian yang
saksama tcntang kcadaan. Sclain penilaian kcadaan umum, pcrlu ditetapkan apakah persalinan
benar-benar sudah mulai mu masih dalam tingkat false labour, apakah ada inersia meri atau
incoordinate uterine action; dan apakah tidak ada disproporsi sefalopelvik biarpun ringan. Untuk
mcnetapkan hal yang terakhir ini, jika pcrlu dilakukan pelvimetri roentgenologik atau Magnetic
Resonance Imaging (MRI). Apabila serviks sudah terbuka untuk sedikit-scdikimya 3 cm, dapat
Friedman mengembangkan konsep tiga tahap fungsional pada persalinan unruk menjelaskan
rujuan-rujuan fisiologis persalinan. Walaupun pada tahap persiapan (preparatory division) hanya
terjadi sedikit pembukaan serviks, cukup banyak perubahan yang berlangsung di komponen
jaringan ikat serviks. Tahap pcrsalinan ini mungkin peka terhadap sedasi dan anestesia regional.
Tahap pcmbukaan/dilatasi saat pembukaan berlangsung paling cepat, tidak dipengaruhi oleh
sedasi atau anestesia regional. Tahap Panggul (pelvic division) berawal dari fase deselerasi
pembukaan serviks. Mekanisme klasik persalinan yang melibatkan gerakan-gerakan pokok janin
pada presentasi kepala, masuknya janin ke panggul (engagement), flcksi. rotasi internal (putamn
paksi dalam), ekslensi, dan rmasi eksternal (puraran paksi luar) terutama bcrlangsung sclama tahap
panggul. Namun, dalam praktik sebcnarnya awitan tahap panggul jarang diketahui dengan jclas.
Awitan persalinan laren didefinisikan menurut Friedman sebagai saar kcrika ibu mulai
merasakan kontraksi yang terarur. Selama fase ini kontraksi uterus berlangsung bersama
perlunakan dan pcndataran serviks. Kriteria minimum Friedman untuk fase laten ke dalam fase
aktif adalah keceparan pcmbukaan serviks 1,2 cm/iam bagi nulipara dan 1,5 cm/jam untuk ibu
multipara. Kecepatan pcmbukaan scrviks ini tidak dimulai pada pembukaan tertentu.
Friedman dan Sachtleben mendefinisikan fase laten berkepaniangan apabila lama fase ini
lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada ibu multipara. Kedua patokan ini adalah persentil
ke-95. Dalam laporan sebelumnya, Friedman menyajikan data me.ngenai durasi fase laten pada
nulipara. Durasi rata-ratanya adalah 8,6 jam (+2 SD 20,6 . jam) dan rentangnya dari 1 sampai 44
jam. Dengan demikian, lama fase laten sebesar 20 jam pada ibu nulipara dan 14 jam pada ibu
Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain adalah anastesia regional
atau sedasi yang berlebihan, keadaan serviks yang buruk (misal tebal, tidak mengalami pendataran,
atau tidak membuka), dan persalinan palsu. Friedman mengldaim bahwa istirahat atau stimulasi
oksitoksin sama efektif dan amannya dalam memperbaiki fase laten yang berkepanjangan.
Isrirahat lebih disarankan karena pcrsalinan palsu sering tidak disadari. Dengan sedatif kuat, 85%
dari para ibu ini akan memulai persalinan aktif. Sekitar 10 % lainnya berhenti berkrontraksi, dan
karenanya mengalami persalinan palsu. Akhirnya, 5% mengalami rekurensi fase laten abnormal
dan memerlukan stimulasi oksitosin. Amniotomi tidak dianiurkan karena adanya insiden
Kcmajuan persalinan pada ibu nulipara memiliki makna khusus karena kurva-kurva
memperliharkan perubahan cepat dalam kecuraman pembukaan serviks antara 3 4 cm. Secara
spesifik ibu nulipara yang masuk ke fase akrif dengan pembukaan 3 4 Cm dapat diharapkan
mencapai pembukaan 8 sampai 10 cm dalam 3 sampai 4 jam. Pengamatan ini mungkin bermanfaat.
Sebagai contoh, apabila pembukaan serviks mencapai 4 cm, dokter dapat memperkirakan bahwa
pembukaan lengkap akan tercapai dalam 4 jam apabila persalinan spontan berlangsung "normal".
Namun, kelainan persalinan fase akrif sering dijumpai. Sokol dan rekan" melaporkan bahwa 25
person persalinan nulipara di. persulit kelainan fase-akrif, sedangkan pada mulrigravida angkanya
adalah 15 persen. .
Memahami analisis Friedman rentang fase akrif bahwa kecepatan penurunan janin
Penumnan dimulai pada tahap akhir dilarasi aktif, dimulai pada sekitar 7 sampai 8 cm pada
nulipara dan paling cepat setelah 8 cm. Friedman membagi lagi masalah fase akrif menjadl
mendefinisikan prorraksi sebagai keceparan pembukaan atau penurunan yang lambat, yang unruk
nulipara adalah kecepatan pembukaan kurang dari 1,2 cm per jam arau penumnan kurang dari 1
cm per jam. Untuk multipara, prorraksi didefinisikan sebagai keceparan pembukaan kurang darl
1,5 cm per jam atau pcnurunan kurang darl 2 cm per jam. Ia mendefinisikan sebagai berhenrinya
secara toral pembukaan atau penumnan. Kemaceran pembukaan (arrest of dilatation) didefinisikan
sebagai tidak adanya pembahan serviks dalam 2 jam, clan kemacetan penumnan (arrest of descent)
sebagai ridak adanya penumnan janin dalam 1 jam. Prognosis persalinan. yang berkepanjangan
dan mace: cukup berbeda. la mendaparkan sekirar 3O % ibu dengan persalinan berkepanjangan
mengalaml disproporsi cephalopelvic, sedangkan kelainan ini didiagnosis pada 45% ibu yang
Penurunan diameter biparietal janin sampai setinggi spina iskiadika panggul ibu (station 0)
disebut sebagai engagement. Friedman dan Sachtleben melaporkan keterkaitan Yang bermalma
antara station (pcnurunan) yang tinggi saat awitan persalinan dengan distosia pada tahap
selaniutnya. Mereka melaporkan tcrjadinya partus lama dan partus macet pada ibu dengan station
kepala janin di atas + 1 cm dan bahwa semakin tinggi station i saat persalinan dimulai pada
nulipara, semakin lama persalinan bcrlangsung. Handa dan Laros7 mendapatkan bahwa penumnan
janin pada saat persalinan macet juga mempakan faktor risiko distosia. Roshanter dkk.
menganalisis penurunan janin pada 803 nulipara yang melahirkan aterm setelah persalinan aktif
didiagnosis. Sekitar 3O persen di antara mereka yang datang ke rumah sakit dengan kepala janin
terletak pada atau bawah station 0, dan angka seksio sesarea adalah 5 persen dibandingkan dengan
14 persen pada mereka yang penumnan ianinnya lebih tinggi. Namun, prognosis untuk distosia
tidak berkaitan dengan penumnan kepala janin yang lebih tinggi di atas bidang tengali panggul
(station 0). Yang utama, 86 persen ibu nulipara tanpa masuknya kepala ianin saat didiagnosis
persalinan aktif kemudianmelahirkan pervaginam. Dengan demikian, tidak masuknya kepala pada
permulaan persalinan, walaupun secara statistik merupakan faktor risiko untuk distosia,
seyogianya tidak dianggap paSti mengisyaratkan adanya disproporsi sefalopelvik. Hal ini terutama
berlaku untuk ibu multipara karena penurunan kepala janin saat persalinan biasanya rerjadi relatif
belakangan.
DIAGNOSIS
Distosia pada kala I fase aktif: grafik pembukaan serviks pada partograf berada di antara garis
waspada dan garis bertindak, atau sudah memotong garis bertindak, ATAU
Fase ekspulsi (kala II) memanjang: tidak ada kemajuan penurunan bagian terendah janin pada
- Maksimal 3 jam untuk nulipara dan 2 jam untuk multipara bila pasien menggunakan analgesia
epidural
TATALAKSANA
a. Tatalaksana Umum
Segera rujuk ibu ke rumah sakit yang memiliki pelayanan seksio sesarea.
b. Tatalaksana Khusus
Power: His tidak adekuat (his dengan frekuensi<3x/10 menit dan durasi setiap
Passage: panggul sempit, kelainan serviks atau vagina, tumor jalan lahir
Lakukan augmentasi persalinan dengan oksitosin dan/atau amniotomi bila terdapat gangguan
Passengerdan/atau Passage, serta untuk gangguan Power yang tidak dapat diatasi oleh
augmentasi persalinan
Berikan antibiotika (kombinasi ampisilin 2 g IV tiap 6 jam dan gentamisin 5 mg/kgBB tiap
Catat hasil analisis dan seluruh tindakan dalam rekam medis lalu jelaskan pada ibu dan
keluarga hasil analisis serta rencana tindakan selanjutnya
Definisi
Prolaps tali pusat adalah penurunan tali pusat ke dalam vagina mendahului bagian terendah
janin yang mengakibatkan kompresi tali pusat di antara bagian terendah janin dan panggul ibu.Ini
merupakan keadaan darurat obstetrik langka yang terjadi ketika tali pusat turun di samping atau di
luar bagian presentasi janin. Hal ini dapat mengancam jiwa janin karena aliran darah melalui
pembuluh pusat tidak mampu beradaptasi dengan kompresi tali pusat diantara janin dan rahim,
leher rahim, atau leher panggul. Keadaan ini membuat janin dapat mengalami hipoksia yang dapat
berakibat pada asfiksia.Oleh karena itu, diperlukan keputusan dan pengelolaan yang matang.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa prolaps tali pusat adalah letak tali
pusat yang berada di samping atau dibagian terendah yaitu jalan lahir janin yang dapat
menyebabkan kompresi pada tali pusat sehingga fungsi tali pusat menjadi terganggu.
Talipusat dapat berada dalam vagina ( occult prolapse ) atau berada diluar vagina (di
Tali pusat terkemuka, bila tali pusat berada dibawah bagian terendah janin dan ketuban
masih intak.
Tali pusat menumbung, bila tali pusat keluar melalui ketuban yang sudah pecah, ke serviks,
Tali pusat menumbung (prolapsus funikuli) secara langsung tidak mempengaruhi keadaan
ibu, sebaliknya sangat membahayakan janin karena tali pusat dapat tertekan antara bagian
depan janin dan dinding panggul yang akhirnya menimbulkan asfiksia pada janin. Bahaya
terbesar pada presentasi kepala, karena setiap saat tali pusat dapat terjepit antara bagian
terendah janin dengan jalan lahir dapat mengakibatkan gangguan oksigenasi janin. Pada
tali pusat terdepan atau tali pusat terkemuka, sebelum terdepan ketuban pecah, ancaman
terhadap janin tidak seberapa besar, tetapi setelah ketuban pecah, bahaya kematian janin
sangat besar.
Occult prolapsed ( tali pusat tersembunyi ) adalah keadaan dimana tali pusat terletak di
samping kepala atau di dekat pelvis tapi tidak dalam jangkauan jari pada pemeriksaan
vagina
Tali pusat lebih mungkin mengalami prolapsus jika ada sesuatu yang mencegah bagian
presentasi janin di segmen bawah uterus atau penurunannya ke dalam panggul ibu.
Presentasi tali pusat dan tali pusat tersembunyi jarang terdiagnosis, sehingga memerlukan
pemeriksaan yang teliti. Pemeriksaan ini harus dilakukan pada semua kasus persalinan,
seperti pada persalinan preterm atau jika terdapat malpresentasi atau malposisi janin.
Insiden
Insidens dari prolaps tali pusat diperkirakan 1.4 hingga 6.2 setiap 1000 kehamilan.Prolaps
tali pusat merupakan komplikasi yang jarang terjadi, kurang dari 1 per 200 kelahiran, tetapi dapat
mengakibatkan tingginya kematian janin. Dulunya prolaps tali pusat dihubungkan dengan kondisi
perinatal yang buruk, dengan mortalitas 32% hingga 47% padapertengahan abad ke-20. Saat ini
angka mortalitas bayi dengan prolaps tali pusat diperkirakan kurang dari 10%. Hasil ini disebabkan
karena lebih banyak dilakukannya operasi caesar dan pekembangan dalam prosedur resusitasi
anak.
Sementara itu, Myles melaporkan hasil penelitiannya dalam kepustakaan dunia bahwa
angka kejadian prolaps tali pusat berkisar antara 0,3% sampai 0,6% persalinan atau sekitar 1: 3000
kelahiran, tali pusat menumbung kira-kira 1: 200 kelahiran, tetapi insiden dari occult prolapse 50
% tidak diketahui. Keadaan prolaps tali pusat mungkin terjadi pada malpresentasi atau malposisi
janin, antara lain: presentasi kepala 0,5% , letak sungsang 5%, presentasi kaki 15%, dan letak
lintang 20%. Prolaps tali pusat juga sering terjadi jika tali pusat panjang dan jika plasenta letak
rendah.
Etiologi
Setiap factor yang mengganggu adaptasi bagian terendah janin dengan pintu atas panggul
akan memberi kecenderungan (predisposisi) terjadinya prolapse tali pusat. Beberapa predisposisi
1. Presentasi atau letak janin yang tidak normal seperti letak lintang terutama pada
b) letak sungsang
Keadaan-keadaan tersebut biasanya dapat membuat jalan lahir tidak terisi penuh, sehingga
2. Keadaan dimana presentasi janin masih tinggi atau belum masuk PAP, seperti pada
3. Polihidramnion, dimana air ketuban lebih banyak dari normal sehingga sewaktu ketuban
4. Kehamilan ganda, prolaps tali pusat sering terjadi saat melahirkan bayi yang kedua
5. Ada kelainan pada tali pusat seperti tali pusat yang panjang atau insersi tali pusat di tepi
6. Kondisi obstetri dimana pintu atas panggul tidak sepenuhnya ditempati dengan bagian
Manifestasi klinis
2. Teraba secara kebetulan tali pusat pada agina waktu pemeriksaan dalam.
3. Auskultasi terdengar jantung janin yang ireguler,sering dengan bradikardi yang jelas,terutama
4. Hipoksia janin ditandai dengan gerakan janin yang jarang dan lemah.
variabel.
6. Tekanan pada bagian terendah janin oleh manipulasi eksterna terhadap pintu atas panggul
menyebabkan menurunnya detak jantung secara tiba-tiba yang menandakan kompresi tali pusat.
diagnosis adalah biasa. Pada setiap gawat janin harus segera dilakukan pemeriksaan dalam.
Penderita yang mempunyai resiko tinggi terjadinya prolaps tali pusat harus dipantau FHR
yang berkesinambungan,yang memberi peringatan dini adanya kmpresi tali pusat lebih dari 80%
kasus.
Pemeriksaan penunjang
Jika tali pusat dapat diraba pada pemeriksaan vagina, harus dicari pulsasinya dan bunyi
jantung janin diperiksa untuk menentukan apakah masih rentang normal atau menunjukkan
takikardia atau bradikardia. Bunyi jantung normalnya 120-140x per menit.
Diagnosis prolapsus tali pusat ditegakkan jika pada pemeriksaan dalam teraba tali pusat yang
berdenyut pada pemeriksaan vagina atau jika tali pusat tampak keluar dari vagina, namun
adakalanya hal ini tidak teraba pada pemeriksaan dalam yang disebut occult prolapse / tali pusat
tersembunyi. Selain itu prolapsus tali pusat harus dicurigai bila bunyi jantung janin menjadi tidak
teratur disertai dengan periodik bradikardi atau takikardi dengan durasi bervariasi. Diagnosis pasti
Dua masalah utama yang terjadi pada tali pusat dan keduanya akan menyebabkan terhentinya
2. Spasme pembuluh darah talipusat akibat suhu dingin diluar tubuh ibu
Pemeriksaan cardiotocography selalu memperlihatkan gambaran gawat janin dalam bentuk
deselerasi lambat yang sangat dalam atau deselerasi berkepanjangan tunggal seperti terlihat pada
gambar dibawah:
Gambaran CTG seperti ini merupakan indikasi untuk melakukan vaginal touche untuk melihat
Pada beberapa keadaan diagnosa sangat mudah ditegakkan yaitu dengan terlihatnya tali pusat di
luar vagina, namun dugaan diagnosa yang mendorong perlunya dilakukan pemeriksaan VT adalah
Sangat dianjurkan untuk memeriksa kemungkinan adanya prolapsus tali pusat pasca melakukan
tindakan amniotomi
Penatalaksanaan
Ditemukannya prolaps tali pusat diperlukan tindakan yang cepat. Terapi definitif adalah
melahirkan janin dengan segera.Penilaian yang cepat sangat penting untuk menentukan sikap
janin telah masuk ke panggul dan tidak ada CPD. Bahaya terhadap ibu dan janinakan
berkurang bila dilakukan sectio sesarea dari p[ada persalinan pervaginam yang dipaksakan pada
Sambil menungu persiapan seksio sesarea,tekanan pada tali pusat oleh bagian terendah
janin dapat diminimallisasi dengan posisi knee chest, trendelenburg, atau posisi sim.
Bila sebelumnya diberi oksitoksin,obat ini harus dihentikan. Sebaiknya jenis apapun dari
prolaps tali pusat,bila syarat-syarat untuk melakukan persalinan peraginam belum terpenuhi
b. Beri oksigen 4-6 liter/ menit melalui masker atau nasal kanul
kedalam vagina dan bagian terendah janin segera didorong ke atas, sehingga
Tangan yang lain menahan bagian terendah di supra pubis dan evaluasi
keberhasilan reposisi.
Jika bagian terbawah janin sudah terpegang dengan kuat diatas rongga
panggul, keluarkan tangan dari vagina, letakan tangan tetap di dalam vagina
rahim.
Jika tali pusat tidak berdenyut berarti janin telah meninggal. Keadaan ini sudah tidak
merupakan tindakan darurat lagi, lahirkan bayi secara normal tanpa mencederai ibu.
Pergunakan waktu untuk memberikan konseling pada ibu dan keluarganya tentang apa
a. Lakukan pemeriksaan dalam bila ketuban sudah pecah dan bagian terbawah janin belum
turun
b. Jika teraba tali pusat, pastikan tali pusat masih berdenyut atau tidak dengan meletakkan tali
panggul, dengan menekan fundus uteri dan usahakan segera persalinan pervaginam.
e. Dorong ke atas bagian terbawah janin dan segera rujuk ke Puskesmas/ RS.
vertex presentation, and B, breech presentation. C, Gravity relieves pressure when woman
is in modified Sims position with hips elevated as high as possible with pillows. D, Knee-
chest position.
Komplikasi
1. Pada Ibu
Dapat menyebabkan infeksi intra partum, pecahnya ketuban menyebabkan bakteri di dalam
cairan amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga
terjadi bakterimia dan sepsis pada ibu dan janin. Sedangkan pemeriksaan serviks dengan jari
tangan akan memasukkan bakteri vagina kedalam uterus. Pemeriksaan ini harus dibatasi
selama persalinan, terutama apabila dicurigai terjadi distosia. Infeksi merupakan bahaya
yang serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus lama.
2. Pada janin
a. Gawat janin
Gawat janin adalah keadaan atau reaksi ketika janin tidak memperoleh oksigen
1) Frekuensi bunyi jantung janin kurang dari 120 x / menit atau lebih dari 160 x /
menit.
3) Adanya air ketuban bercampur mekonium, warna kehijauan (jika bayi lahir
b. Cerebral palsy adalah gangguan yang mempengaruhi otot, gerakan, dan ketrampilan
motorik (kemampuan untuk bergerak dalam cara yang terkoordinasi dan terarah) akibat
dari rusaknya otak karena trauma lahir atau patologi intrauterin (Chuningham dkk, 2005).
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
board
4. Kahana B, Sheiner E, Levy A, et al. Umbilical cord prolapse and perinatal outcomes. Int
5. Wikajosastro, H., 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
6. Rustam, mochtar. 1998. Sinopsis obstetric; obstetric fisiologi, obstetric patologi edisi ke
2. Jakarta: EGC.
Definisi
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak Indonesia) adalah
kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir.
Menurut AAP asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh kurangnya O2 pada
Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia
yang terdapat pada penderita asfiksia merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat
mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan
terjadi pernapasan yang cepat dalam periode yang singkat.Apabila asfiksia berlanjut, gerakan
pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuscular
berkurang secara berangsur – angsur dan bayi memasuki periode apnea yang dikenal sebagai
apneprimer. Perlu diketahui bahwa kondisi pernafasan megap-megap dan tonus otot yang turun
juga dapat terjadi akibat obat-obat yang diberikan kepada ibunya. Biasanya pemberian
perangsangan dan oksigen selama periode apnea primer dapat merangsang terjadinya pernafasan
spontan. Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan megap – megap yang
dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan
terlihat lemas (flaccid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode
Patofisiologi
Gangguan suplai darah ter oksigenasi melalui vena umbilical dapat terjadi pada saat
antepartum, intrapartum, dan pascapartum saat tali pusat dipotong. Hal ini diikuti oleh
1. Awalnya hanya ada sedikit nafas. Sedikit nafas ini dimaksudkan untuk mengembangkan
paru, tetapi bila paru mengembang saat kepala dijalan lahir atau bila paru tidak
mengembang karena suatu hal, aktivitas singkat ini akan diikuti oleh henti nafas komplit yang
2. Setelah waktu singkat – lama asfiksia tidak dikaji dalam situasi klinis karena dilakukan
tindakan resusitasi yang sesuai–usaha bernafas otomatis dimulai. Halini hanya akan
membantu dalam waktu singkat, kemudian jika paru tidak mengembang, secara bertahap
periode apnea terminal. Kecuali jika dilakukan resusitasi yang tepat, pemulihan dari keadaan
3. Frekuensi jantung menurun selama apnea primer dan akhirnya turun di bawah 100
kali/menit. Frekuensi jantung mungkin sedikit meningkat saat bayi bernafas terengah-
engah tetapi bersama dengan menurun dan hentinya nafas terengah – engah bayi, frekuensi
jantung terus berkurang. Keadaan asam - basa semakin memburuk, metabolisme selular
gagal, jantung pun berhenti. Keadaan ini akan terjadi dalam waktu cukup lama.
4. Selama apnea primer, tekanan darah meningkat bersama dengan pelepasan ketokolamin dan
zat kimia stress lainnya. Walupun demikian, tekanan darah yang terkait erat dengan frekuensi
5. Terjadi penurunan pH yang hampir linier sejak awitan asfiksia. Apnea primer dan apnea
terminal mungkin tidak selalu dapat dibedakan. Pada umumnya bradikardi berat dan kondisi
Etiologi
a. Faktor ibu
2) Talipusat pendek
3) Simpul talipusat
4) Prolapsus talipusat.
c. Faktor bayi
2)Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi
forsep)
3)Kelainan bawaan(kongenital)
Manifestasi klinik
Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan tanda-tanda klinis pada
c. Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ lain
e. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot-otot jantung
f. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau
kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan
g. Takipneu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau nafas tidak
teratur/megap-megap
j. Pucat
Sko 0 1 2
Frekuensi
r jantung Tidak ada <100x/menit >100x/menit
Usaha pernafasan Tidak ada Tidak teratur, Teratur,
lahir. Akan tetapi, penilaian bayi harus dimulai segera sesudah bayi lahir. Apabila bayi
memerlukan intervensi berdasarkan penilaian pernafasan, denyut jantung atau warna bayi,
maka penilaian ini harus dilakukan segera. Intervensi yang harus dilakukan jangan sampai
terlambat karena menunggu hasil penilaian Apgar 1 menit. Kelambatan tindakan akan
Diagnosis
Untuk dapat menegakkan gawat janin dapat ditetapkan dengan melakukan pemeriksaan sebagai
berikut :
1. Denyut jantung janin.
Frekeunsi denyut jantung janin normal antara 120–160 kali per menit. Peningkatan kecepatan
denyut jantung umum nya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekeunsi turun sampai
dibawah 100 per menit diluar his, dan lebih – lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda
bahaya.
Mekonium pada presentasi - sunsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi – kepala
Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi-kepala dapat merupakan indikasi
untuk mengakhiri persalinan bil ahal itu dapat dilakukan dengan mudah.
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukan lewat servikdibuat sayatan kecil pada kulit
kepala janin, dan diambil contohdarah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya
asidosismenyebabkan turunnya pH. Apa bila pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap
Penatalaksanaan
Bayi baru lahir dalam apnu primer dapat memulai pola pernapasan biasa, walaupun
mungkin tidak teratur dan mungkin tidak efektif, tanpa intervensi khusus. Bayi baru lahir
dalam apnu sekunder tidak akan bernapas sendiri. Pernapasan buatan atau tindakan ventilasi
dengan tekanan positif (VTP) dan oksigen diperlukan untuk membantu bayi memulai pernapasan
Bila semua jawaban ”ya” maka bayi dapat langsung dimasukkan dalam prosedur perawatan rutin
dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi dikeringkan, diletakkan di dada ibunya dan diselimuti
dengan kain linen kering untuk menjaga suhu. Bila terdapat jawaban ”tidak” dari salah satu
pertanyaan diatas maka bayi memerlukan satu atau beberapa tindakan resusitasi berikut ini secara
berurutan:
keadaan telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan memudahkan
posisi menghidu agar posisi farings, larings dantrakea dalam satu garis lurus yang
aspirasi.
Cara yang tepat untuk membersihkan jalan napas adalah bergantung pada
dalam cairan amnion dan bayi tidak bugar (bayi mengalami depresi
pernapasan, tonus otot kurang dan frekuensi jantung kurang dari 100x/
pernapasan.
Observasi gerak dada bayi : adanya gerakan dada bayi turun naik
terlalu mengembang, yang berarti tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini
Observasi gerak perut bayi: gerak perut tidak dapat dipakai sebagai
3. Kompresi dada
coroner
o Ujung jari tengah dan telunjuk/ jari manis dari 1 tangan menekan
oTidak tergantung
maksimum
Cara:
“V”terbalik)
e. Langkah 5: Memasukkanpipa
Masukkan pipa dari sebelah kanan mulut bayi dengan lengkung pipa
Memasukkan pipa sampai garis pedoman pita suara bera dadi batas
pitasuara
(Jika 20 detik pita suara belum terbuka, hentikan dan berikan VTP)
a. Epinefrin
Larutan =1 : 10.000
disiapkan)
ET 0,3-1,0 mL/kg)
b. Bikarbonat Natrium4,2%
c. Dekstron 10%
d.Nalokson
DAFTAR PUSTAKA
1. F. G Cunningham, KJ. Leveno, SL. Bloom. Abortion in William Obstetrics, 22nd edition.
2008
4. Saifuddin A. Perdarahan pada kehamilan muda dalam Buku Panduan Praktis Pelayanan
5. Standard Pelayanan Medis Ilmu Kebidanan dan Kandungan, RS Efarina Etaham, 2008, ms
33-35
RUPTUR PERINEUM
A. Definisi
Ruptur perineum adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya
jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat persalinan.
Bentuk ruptur biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan
penjahitan.
pada daerah perineum akibat ketidakmampuan otot dan jaringan lunak pelvik untuk
mengakomodasi lahirnya fetus. Persalinan sering kali menyebabkan perlukaan jalan lahir.
Luka yang terjadi biasanya ringan tetapi seringkali juga terjadi luka yang luas dan
berbahaya, untuk itu setelah persalinan harus dilakukan pemeriksaaan vulva dan perineum
Robekan perineum terjadi hampir pada semua persalinan pertama dan tidak jarang
pada persalinan berikutnya. Namun hal ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan
menjaga sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat
Robekan derajat pertama melitupi mukosa vagina, fourchetten dan kulit perineum tepat
dibawahnya. Robekan perineum yang melebihi derajat satu di jahit. Hal ini dapat
dilakukan sebelum plasaenta lahir, tetapi apabila ada kemungkinan plasenta harus
dikeluarkan secara manual, lebih baik tindakan itu ditunda sampai menunggu palasenta
lahir. Dengan penderita berbaring secara litotomi dilakukan pembersihan luka dengan
Laserasi derajat dua merupakan luka robekan yang paling dalam.Luka ini terutama
mengenai garis tengah dan melebar sampai corpus perineum. Acapkali musculus
perineus transverses turut terobek dan robekan dapat turun tapi tidak mencapai spinter
dengan dasar pada fourchette, salah satu apexpada vagina dan apex lainnya didekat
rectum.
Pada robekan perineum derajat dua, setelah diberi anastesi local otot-otot difragma
urogenetalis dihubungkan digaris tengah jahitan dan kemudian luka pada vagina dan
perineus dan spinter recti. Pada robekan partialis derajat ketiga yang robek hanyalah
spinter recti; pada robekan yang total, spinter recti terpotong dan laserasi meluas hingga
dinding anterior rectum dengan jarak yang bervariasi. Sebagaian penulis lebih senang
Menjahit robekan perineum derajat tiga harus dilakukan dengan teliti, mula-mula
dinding depan rectum yang robek dijahit, kemudian fasia prarektal ditutup, dan
muskulus sfingter ani eksternus yang robek dijahit. Selanjutnya dilakukan penutupan
robekan seperti pada robekan perineum derajat kedua. Untuk mendapatkan hasil yang
baik pada robekan perineum total perlu diadakan penanganan pascapembedahan yang
sempurna.
4. Robekan derajat keempat
Robekan yang terjadi dari mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot
perineum, otot spinter ani eksterna, dinding rectum anterior (Sumarah, 2009). Semua
robekan derajat ketiga dan keempat harus diperbaiki diruang bedah dengan anastesi
regional atau umum secara adekuat untuk mencapai relaksasi sfingter. Ada argument
yang baik bahwa robekan derajat ketiga dan keempat, khususnya jika rumit, hanya
bagianpentinguntukberperan.
f. Primipara;
g. Letak sungsang;
Robekan perineum berkaitan dengan kelahiran primipara, kala dua persalinan yang
lama, arcus pubis yang sempit, posisi kepala yang kurang fleksi dan oksipital
posterior, presipitasi persalinan,bayi besar (lebih dari 4000 g), distosia bahu,
kelahiran pervaginam dengan bantuan misalnya forcep tetapi lebih sedikit dengan
ventiouse.
Bila perdarahan masih berlangsung meski kontraksi uterus baik dan tidak
didapatkan adanya retensi plasenta maupun adanya sisa plasenta, kemungkinan telah
terjadiperlukaanjalanlahir.
Tanda dan gejala robekan jalan lahir diantaranya adalah perdarahan, darah segar
yang mengalir setelah bayi lahir, uterus berkontraksi dengan baik, dan plasenta normal.
Gejala yang sering terjadi antara lain pucat, lemah, pasien dalam keadaan menggigil.
b. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir, perdarahan ini terus menerus setelah
berkurang. Dalam hal apapun, robekan jalan lahir harus dapat diminimalkan karena tak
jarang perdarahan terjadi karena robekan dan ini menimbulkan akibat yang fatal seperti
terjadinya syok.
c. Bila perdarahan berlangsung meski kontraksi uterus baik dan tidak didapatkan adanya
retensi plasenta maupun sisa plasenta, kemungkinan telah terjadi perlukaan jalan lahir.
terutama saat kelahiran kepala dan bahu. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi
dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Janin bekerjasama dengan ibu selama
persalinan dan gunakan manufer tangan yang tepat untuk mengendalikan kelahiran bayi
serta membantu mencegah terjadinya laserasi. Kerjasama ini dibutuhkan terutama saat
kepala bayi dengan diameter 5-6 cm telah membuka vulva (crowning). Kelahiran kepala
yang terkendali dan perlahan memberikan waktu pada jaringan vagina dan perineum untuk
kepala mendorong vulva dengan diameter 5-6 cm bimbing ibu untuk meneran dan berhenti
Menurut nugroho (2012) ada beberapa langka untuk menangani ruptur perineum.
b. Identifikasi apakah terdapat laserasi serviks, jika harus direpair terlebih dahulu.
c. Masukkan tampon atau kassa kepuncak vagina untuk menahan perdarahan dari dalam
d. Masukkan jari ke II dan III dalam vagina dan regangkan untuk dinding vagina untuk
e. Jahitan dimulai 1 cm prosimal puncak luka, luka dinding vagina dijahit kearah distal
memberikan uterotonika setelah lahirnya plasenta, obat ini tidak boleh diberikan sebelum
bayi lahir. Manfaat dari pemberian obat ini adalah untuk mengurangi terjadinya perdarahan
Perawatan luka perineum pada ibu setelah melahirkan berguna untuk mengurangi
sumberinfeksidanbau.
A. Komplikasi
Resiko komplikasi yang mungkin terjadi jika ruptur perineum tidak segera diatasi, yaitu:
1. Perdarahan
waktu satu jam setelah melahirkan. Penilaian dan penataksanaan yang cermat
selama kala satu dan kala empat persalinan sangat penting. Menilai kehilangan
darah yaitu dengan cara memantau tanda vital, mengevaluasi asal perdarahan, serta
2. Fistula
vagina menembus kandung kencing atau rectum. Jika kandung kencing luka, maka
air kencing akan segera keluar melalui vagina. Fistula dapat menekan kandung
kencing atau rektum yang lama antara janin dan panggul,sehingga terjadi iskemia
3. Hematoma
Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada persalinan karena adanya
penekanan kepala janin serta tindakan persalinan yang ditandai dengan rasa nyeri
Hematoma dibagian pelvis bisa terjadi dalam vulva perineum dan fosa
⁵banyak darah yang hilang. Dalamwaktu yang singkat, adanya pembengkakan biru
4. Infeksi
Infeksi pada masa nifas adalah peradangan di sekitar alat genitalia pada kala nifas. Perlukaan pada
persalinan merupakan tempat masuknya kuman ke dalam tubuh sehingga menimbulkan infeksi.
Dengan ketentuan meningkat suhu tubuh melebihi 38℃, tanpa menghitung pireksia nifas. Setiap
wanita yang mengalami pireksia nifas harus diperhatikan, diisolasi, dan dilakukan inspeksi pada
A. DEFENISI
Implantasi plasenta yang normal ialah pada dinding depan, dinding belakang rahim, atau
di daerah fundus uteri. Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada bagian
segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir yang
ditandai dengan perdarahan uterus yang dapat keluar melalui vagina tanpa adanya rasa
1. Plasenta previa totalis, yaitu seluruh ostium uteri internum tertutupi oleh plasenta
2. Plasenta previa parsialis, yaitu sebagian ostium uteri internum tertutupi oleh plasenta
3. Plasenta previa marginalis, yaitu bila pinggir plasenta tepat berada di pinggir ostium
uteri internum
4. Low-laying placenta (Plasenta letak rendah), yaitu tepi plasenta terletak pada 3-4 cm
pada saat pemeriksaan. Sebagai contoh, plasenta letak rendah pada pembukaan 2 cm
mungkin menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan 8 cm karena serviks yang
total sebelum pembukaan serviks dapat menjadi partial pada pembukaan 4 cm karena
serviks berdilatasi melebihi tepi plasenta. Dokter harus mewaspadai bahwa palpasi dengan
jari untuk memastikan perubahan hubungan antara tepi plasenta dan ostium internal
sewaktu serviks berdilatasi ini dapat memicu perdarahan hebat. Jika plasenta terletak di
atas ostium internal, pembentukan segmen bawah uterus dan pembukaan ostium internal
pasti akan menyebabkan robekan tempat perlekatan plasenta yang diikuti oleh perdarahan
pembuluh-pembuluh yang terputus, seperti yang biasanya terjadi, jika plasenta terlepas dari
C. EPIDEMIOLOGI
Plasenta previa terjadi sekitar 1 dalam 200 kelahiran, tetapi hanya 20% termasuk
dalam plasenta previa totalis. Insiden meningkat 20 kali pada grande multipara. Dari
terbanyak. Oleh karena itu, pada kejadian perdarahan antepartum, kemungkinan plasenta
D. ETIOLOGI
endometriumnya kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya
vaskularisasi desidua.
1 Keadaan ini bisa ditemukan pada : 1 1. Multipara, terutama jika jarak antara
kehamilannya pendek.
2. Mioma uteri.
4. Umur lanjut.
6. Perubahan inflamasi atau atrofi, misalnya pada wanita perokok atau pemakai kokain.
Hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi
plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari). Keadaan
endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi luas untuk
mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau menutup
ostium uteri internum. Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot
mencari tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang rendah dekat ostium uteri
internum. Plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas, seperti
E. PATOFISIOLOGI
Pada usia kehamilan yang sudah lanjut, umumnya trimester ketiga dan mungkin
juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuk segmen bawah rahim, tapak plasenta
akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari jaringan
maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uteri. Dengan
melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi
di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak
plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka
(dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi
perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta.
Oleh karena itu fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan dari plasenta
previa betapa pun pasti akan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan ditempat itu
relative dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak
mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal.,
dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna.
Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai
sinus yang besar dari plasenta pada masa perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan
lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif
dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan. Demikian
perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar
berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (painless). Pada plesenta yang menutupi seluruh
ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen
bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu pada ostium uteri
internum. Sebaliknya pada plasenta previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru
terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama sudah biasa
terjadi pada kehamilan di bawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur
kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium
uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir ke luar rahim dan tidak membentuk
hematoma retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan
tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian, sangat jarang terjadi
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis
mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dan trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat
pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan
plasenta perkreta yang pertumbuhan villinya bisa sampai menembus ke buli – buli dan ke
rectum bersama plasenta previa. Plsenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus
yang sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah Rahim dan serviks yang rapuh
mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat di sana. Kedua kondisi ini
misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retention
placentae) atau setelah uri lepabkarena segmen bawah Rahim tidak mampu berkontraksi
dengan baik.
F. MANIFESTASI KLINIS
Ciri yang menonjol pada plsenta previa adalah perdarahan uterus keluar melalui
vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester kedua ke
atas. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan
kemudian terjadi tanpa sesuatu sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian, jadi
berulang. Pada setiap pengulangan terjadi perdarahan yang lebih banyak bahkan seperti
mengalir.
Pada plasenta letak rendah perdarahan baru terjadi pada waktu mulai persalinan ;
perdarahan biasa sedikit sampai banyak mirip pada solusio plasenta. Perdarahan diperhebat
berhubung segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim.
Dengan demikian, perdarahan biasa berlangsung sampai pasca persalinan. Perdarahan juga
biasa bertambah disebabkan serviks dan segmen bawah rahim pada plasenta previa lebih
rapuh dan mudah mengalami robekan. Robekan lebih mudah terjadi pada upaya
pengeluaran plasenta dengan tangan misalnya pada retensio plasenta sebagai komplikasi
plasenta akreta.
Berbagai hubungan plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi
abdomen sering ditemukan bagian terbawah janin masih tinggi di atas simfisis dengan letak
janin tidak dalam letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil merasa
G. DIAGNOSIS
Dari anamnesis didapat perdarahan tanpa keluhan nyeri dan perdarahan berulang.
perdarahan yang keluar pervaginam banyak atau sedikit, darah beku dan sebagainya.
Palpasi abdomen, sering dijumpai kelainan letak pada janin, tinggi fundus uteri yang
rendah karena belum cukup bulan. Juga sering dijumpai bahwa bagian terbawah janin
belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih bergoyang, terapung atau
dari mana sumber perdarahan, apakah dari uterus, ataupun terdapat kelainan pada serviks,
vagina, varises pecah. Diagnosis plasenta previa (dengan perdarahan sedikit) yang diterapi
resonance imaging (MRI) masih terasa sangat mahal pada saat ini
Dengan bantuan USG, diagnosis plasenta previa/letak rendah sering kali sudah
dapat ditegakkan sejak dini sebelum kehamilan trimester ketiga. Namun, dalam
“berpindah”, tetapi dengan semakin berkembangnya segmen bawah rahim, plasenta akan
Sikap untuk segera mengirim pasien ke rumah sakit (yang mempunyai fasilitas
operasi) tanpa lebih dulu melakukan pemeriksaan dalam atau pemasangan tampon sangat
H. KOMPLIKASI
Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada ostium, dan
merupakan port d’ entrée yang mudah tercapai. Lagi pula, pasien biasanya anemis karena
perdarahan sehingga daya tahannya lemah. Juga harus dikemukakan bahwa pada plasenta
1. Kadang-kadang plasenta lebih erat melekat pada dinding rahim (plasenta akreta).
3. Kontraksi segmen bawah rahim kurang sehingga mekanisme penutupan pembuluh darah
pada insersi plasenta tidak baik. Bahaya untuk ibu pada plasenta previa, yaitu :
1. Syok hipovolemik.
2. Infeksi-sepsis.
1. Hipoksia.
2. Anemi.
3. Kematian.
I. PENATALAKSANAAN
Prinsip penanganan awal pada semua pasien dengan perdarahan antepartum adalah
mencegah keadaan syok karena perdarahan yang banyak, untuk itu harus segera diperbaiki
keadaaan umumnya dengan pemberian cairan atau transfuse darah, selanjutnya dapat
servisis. Upaya diagnosis dilakukan secara non invasive. Pemantauan klinis dilakukan
secra ketat dan baik. Kriteria : usian kehamilan < 37 minggu, perdarah sedikit, belum
ada tanda persalinan, keadaan umum baik. Penanganan : - Istirahat, tirah baring -
implantasi plasenta, usia kehamian, profil biofisik, letak dan presentase janin.
umur kehamilan 37 minggu, BB janin 2500 gram, perdarahan 500 cc atau lebih, ada
Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau lateralis pada multipara dan sudah
meninggal. Jika pembukaan serviks sudah agak besar (4 – 5 cm), ketuban pecah
(amniotomi) jika his lemah, diberikan oksitosin drips. Bila perdarahan masih terus
berangsung dilakukan SC. Tindakan versi Braxton – hicks dengan pemberat untuk
menghentikan perdarahan (kompresi atau temponade bokong dan kepala janin terhadap
plasenta) hanya dilakukan pada keadaan darurat. Anak masih kecil atau sudah
Seksio cesaria
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesaria adalah untuk menyelamatkan ibu,
sehingga walaupun janin meninggal atau tidak memiliki harapan hidup, tindakan ini
menjadi tipis dan mudah robek. Selain itu, bekas tempat implantasi plasenta
dilahirkan pervaginam
Fetal distress
3. Cunningham, F. Gary; Gant, Norman F; Leveno Md. 2003. Williams Obstetrics. 21st Ed.
McGraw-Hill Professional.
4. Cunningham, F. Gary; Gant, Norman F; Leveno Md. 2010. Williams Obstetrics. 23st Ed.
McGraw-Hill Professional