Anda di halaman 1dari 37

JANTUNG

1. Obat Angina/aritmia - Beta bloker


Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah. Akibatnya hipotensi postural
dengan gejala : pusing, lemah, pingsan serta kejang atau syok. Obat beta bloker diberikan pada pasien
angina, untuk menormalkan kembali denyut jantung dan untuk menurunkan tekanan darah tinggi.
2. Obat angina/antiaritmia - Diuretika
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah. Akibatnya : pusing, lemah,
pingsan serta kejang atau syok.
3. Obat angina/aritmia - Obat tekanan darah tinggi
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah terlalu rendah. Akibatnya : pusing, lemah pingsan
serta kejang atau syok.
4. Obat angina - Alkohol (bir, minuman keras, anggur, dll)
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah. Akibatnya : hipotensi postural
dengan gejala yang menyertai : pusing, lemah, pingsan serta kejang atau syok. Interaksi ini dapat
diperkecil dengan mengurangi minum alkohol.
5. Obat angina - Vasodilator
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah. Akibatnya : hipotensi postural
dengan gejala yang menyertainya : pusing, lemah, pingsan serta kejang atau syok.
6. Antiaritmia - Antidepresan (jenis siklik)
Kombinasi ini dapat menimbulkan efek merugikan pada jantung. Akibatnya : kemungkinan terjadi
aritmia jantung.
Cat: antidepresan trazadon (Desyrel) tidak berinteraksi.
7. Disopiramida - Fenitoin
Efek disopiramida dapat berkurang. Akibatnya : denyut jantung yang tidak teratur dan tidak dapat
dikendalikan dengan baik.
8. Prokainamida - Antasida
Efek prokainamida dapat meningkat. Akibatnya : dapat menurunkan tekanan darah, menyumbat jantung
(mengurangi transmisi saraf yang dibutuhkan untuk denyut jantung yang teratur), atau menyebabkan
ketidakteraturan denyut jantung yang sangat berbahaya (fibrilasi ventricular).
9. Kuinidin - Antasida
Efek kuinidin dapat meningkat. Akibatnya : dapat menurunkan tekanan darah, menyumbat jantung
(mengganggu transmisi saraf yang dibutuhkan untuk denyut jantung yang teratur), atau menyebabkan
ketidakteraturan denyut jantung yang sangat berbahaya (fibrilasi ventricular).
10. Kinidin - Antikoagulan
Efek antikoagulan dapat meningkat. Antikoagulan digunakan untuk mengencerkan serta mencegah
pembekuan darah. Akibatnya : risiko perdarahan meningkat. Gejala yang dilaporkan antara lain memar
atau perdarahan pada bagian tubuh, tinja jitam pekat.
11. Kuinidin - Barbiturat
Efek kinidin dapat meningkat. Akibatnya : denyut jantung yang tak teratur dan tak dapat dikendalikan
dengan baik.
12. Kinidin - Digoksin (Lanoxin)
Efek digoksin dapat meningkat. Digoksin digunakan untuk mengobati laju jantung serta menormalkan
kembali denyut jantung yang tidak teratur. Akibatnya : mungkin terjadi efek samping merugikan akibat
kadar digoksin yang terlalu tinggi. Gejala yang dilaporkan adalah mual, gangguan penglihatan, sakit
kepala, tidak bertenaga, kurang nafsu makan, bingung, bradikardi atau takikardi, aritmia jantung.
13. Kuinidin - Fenitoin
Efek kinidin dapat berkurang. Akibatnya : denyut jantung yang tidak teratur dan tidak dapat
dikendalikan dengan baik.
14. Beta bloker - Alkohol
Kombinasi ini dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang drastis. Akibatnya : hipotensi postural
dengan gejala yang menyertai : pusing, lemah, pingsan serta kejang atau syok. Interaksi ini dapat
diperkecil dengan mengurangi minum alkohol.
15. Beta bloker - Amfetamin
Efek beta bloker dihambat. Akibatnya : kelainan yang dapat ditangani dengan beta bloker tidak dapat
dikendalikan dengan baik. Kombinasi ini dapat pula secara paradox menaikkan tekanan darah yang
membahayakan dengan gejala seperti demam, sakit kepala dan gangguan penglihatan.
16. Beta bloker - Antasida
Efek beta bloker dapat berkurang. Akibatnya tidak tercapai efek terapi.
17. Beta bloker - Antidepresan (Jenis MAO)
Kombinasi ini dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah yang berarti. Gejala yang dilaporkan adalah
denyut jantung yang tidak beraturan, demam, sakit kepala, gangguan penglihatan.
18. Beta bloker - Antidepresan (Jenis Siklik)
Efek beta bloker dapat berkurang. Akibatnya : kondisi jantung tidak dapat dikendalikan dengan baik.
19. Beta bloker - Antipsikotik
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah dan efek beta bloker meningkat.
Gejala penurunan tekanan darah yang dilaporkan adalah pusing, lemah, pingsan sementara gejala yang
dilaporkan akibat peningkatan efek beta bloker adalah bradikardi, lelah, aritmia jantung, napas
berdengik seperti pada asma atau sulit bernapas.
20. Beta bloker - Teofilin
Efek teofilin terhadap asma akan terhambat. Akibatnya : saluran bronkus tidak dapat terbuka cukup
lebar untuk penanggulangan serangan asma.
21. Beta bloker - Barbiturat
Efek beta bloker dapat berkurang. Akibatnya : tidak tercapai efek terapi.
22. Beta bloker - Sediaan flu/batuk yang mengandung pelega hidung
Efek beta bloker dihambat. Akibatnya : tidak tercapai efek terapi. Dalam hal ini sediaan pelega hidung
dapat diserap kedalam aliran darah dan menyebabkan interaksi.
23. Beta bloker - Obat Diabetes
Kombinasi ini dapat meningkatkan atau mengurangi efek obat diabetes. Akibatnya jika efek obat
meningkat yaitu kadar gula dalam darah dapat turun drastis, gejala hipoglikemia yang dilaporkan :
berkeringat, gelisah, pingsan, lelah, bingung, aritmia jantung, takikardi, nanar dan gangguan
penglihatan. Jika efek obat berkurang kadar gula darah akan tetap tinggi dan gejala hiperglikemia yang
dilaporkan : sering haus, sering berkemih, berat badan berkurang, lapar, letargi, mengantuk dan nanar.
24. Beta bloker - Pil pelangsing (obat bebas) yang mengandung fenilpropanolamin
Efek beta bloker mungkin akan dihambat. Akibatnya : kondisi yang dapat ditangani oleh beta bloker
tidak dapat dikendalikan dengan baik. Fenilpropanolamin adalah pelega hidung yang merupakan
komponen utama dalam pil pelangsing yang dijual bebas karena efek sampingnya yang dapat menekan
nafsu makan.
25. Beta bloker - Vasodilator
Kombinasi ini dapat menyebabkan penurun tekanan darah yang drastis. Akibatnya : hipotensi postural
dengan gejala yang menyertai : pusing, lemah, pingsan serta kejang atau syok.
26. Obat Digitalis - Amfetamin
Kombinasi ini dapat menimbulkan aritmia jantung.
27. Obat Digitalis - Obat asma (Golongan Epinefrin)
Kombinasi ini dapat menimbulkan aritmia jantung.
28. Obat Digitalis - Sediaan flu/batuk yang mengandung pelega hidung
Kombinasi ini dapat menimbulkan aritmia jantung. Sediaan pelega hidung dapat diserap kedalam aliran
darah dan menyebabkan interaksi.
29. Obat Digitalis - Diuretik
Kombinasi ini dapat merugikan jantung. Diuretik mengurangi kelebihan cairan tubuh dan digunakan
pada laju jantung dan tekanan darah tinggi. Umumnya diuretik mengurangi kadar kalium dalam tubuh.
Kurangnya kalium menyebabkan jantung menjadi sensitif terhadap digitalis dan resiko keracunan
digitalis dapat meningkat dengan gejala : mual, bingung, gangguan penglihatan, sakit kepala, kurang
nafsu makan, bradikardi, takikardi dan aritmia jantung.
30. Obat Digitalis - Pencahar
Kombinasi ini dapat merugikan jantung. Pencahar mengurangi kelebihan cairan tubuh dan digunakan
pada laju jantung dan tekanan darah tinggi. Umumnya diuretik mengurangi kadar kalium dalam tubuh.
Kurangnya kalium menyebabkan jantung menjadi sensitif terhadap digitalis dan resiko keracunan
digitalis dapat meningkat dengan gejala : mual, bingung, gangguan penglihatan, sakit kepala, kurang
nafsu makan, bradikardi, takikardi dan aritmia jantung.
31. Digitoksin - Barbiturat
Efek digitoksin dapat berkurang. Akibatnya kondisi jantung yang ditangani dengan digitoksin tidak
dapat dikendalikan dengan baik.
32. Digoksin (Lanoxin) - Antasida
Efek digoksin dapat berkurang. Akibatnya kondisi jantung yang ditangani dengan digitoksin tidak dapat
dikendalikan dengan baik.
33. Digoksin (Lanoxin) - Metildopa
Kombinasi ini dapat merugikan jantung.
34. Digoksin (Lanoxin) - Antibiotik Tetrasiklin
Efek digoksin dapat meningkat. Akibatnya resiko terjadinya efek samping menjadi lebih besar. Gejala
yang dilaporkan : mual, bingung, gangguan penglihatan, sakit kepala, lesu, kurang nafsu makan,
bradikardi, takikardi dan aritmia jantung.
35. Obat jantung pemblok kalsium - Beta bloker
Kombinasi ini dapat merugikan jantung. Penggunaan secara bersamaan harus dimonitoring.
36. Digoksin - Beta Bloker
Efek digoksin dapat meningkat.
37. Digoksin - Pemblok Kalsium
Efek digoksin dapat meningkat (Medicafarma, 2011).
Menurut Suparyanto (2010), yang termasuk dalam golongan obat Jantung (kardiovaskuler) yaitu:
1. Obat Antiangina
2. Obat Antiaritmia
3. Obat Glikosida
4. Obat Antihipertensi
Dimana obat-obat yang umum digunakan, yaitu:
1. Golongan Nitrat organic
- Contoh obat
Nitrogliserin, isosorbit dinitrat, eritritil tetranitrat, amil nitrit inhalasi, penta eritritol tetranitrat.
- Cara kerja obat
1) Setelah dimetabolisme nitrat organik menjadi aktif dan mengeluarkan nitrogen monoksida
(NO, endothelial derived relaxing factor/EDRF) yang menstimulasi guanilat siklase
menyebabkan kadar c-GMP meningkat sehingga terjadi vasodilatasi yang bersifat non
endothelium-dependent.
2) Terjadi vasodilatasi endothelium-dependent dimana akibat pemberian nitrat organik
dilepaskan prostasiklin dari endotelium yang bersifat sebagai vasodilator.
- Efek samping
Sakit kepala, hipotensi, meningkatnya daerah ischaemia.
- Indikasi
Angina pectoris, gagal jantung kongestif, infark jantung.
2. Golongan Beta bloker
- Contoh obat
Propanolol, alprenolol, oksprenolol, metoprolol, bisoprolol, asebutolol, pindolol, nadolol,
atenolol.
- Cara kerja obat
1) Menghambat pengaruh epinefrin yang menyebabkan frekuensi denyut jantung menurun.
2) Meningkatkan supply oksigen miokard sehingga menyebabkan perfusi subendokard
meningkat.
3) Hambatan sekresi renin melalui hambatan reseptor beta-1 di ginjal.
- Efek samping
Akibat efek farmakologisnya : bradikardi, blok AV, gagal jantung, bronkospasme.
Saluran cerna : mual, muntah, diare, konstipasi.
Sentral : mimpi buruk, insomnia, halusinasi, rasa capai, pusing, depresi.
Alergi : rash, demam, purpura
Dosis lebih : hipotensi, bradikardi, kejang, depresi.
- Indikasi
Angina pectoris, aritmia, hipertensi, infark miokard, kardiomiopati obstruktif hipertropik,
feokromositoma (takikardi dan aritmia akibat tumor), tirotoksikosis, migren, glaukoma, ansietas.
3. Golongan Calsium antagonis
- Contoh obat
Dihidropiridin : nifedipin, nikardipin, felodipin, amlodipin.
Difenilalkilamin : verapamil, galopamil, tiapamil.
Benzotizepin: diltiazem.
Piperazin : sinarizin, flunarizin.
Lain-lain : prenilamin, perheksilin.
- Cara kerja obat
1) Vasodilatasi koroner dan perifer.
2) Penurunan kontraktilitas jantung.
3) Penurunan automatisitas serta kecepatan konduksi pada nodus SA dan AV.
4) menghambat masuknya kalsium kedalam membran sel (sarkolema) sehingga kontraksi
menurun menyebabkan tekanan darah menurun.
- Efek Samping
Nyeri kepala berdenyut, muka merah, pusing, edema perifer, hipotensi, takikardia, kelemahan
otot, mual, konstipasi, gagal jantung, syok kardiogenik.
4. Glikosida Jantung
- Contoh obat
Lanatosid C (cedilanid), digoksin, beta-metildigoksin.
- Cara kerja obat
1) Mempermudah masuknya kalsium dari tempat penyimpananya di sarcolema kedalam sel
sehingga mempermudah kontraksi.
2) Menghambat kerja Na-K-ATP-ase sehingga ion kalsium didalam sel menurun menyebabkan
aritmia.
- Efek samping
- Indikasi
5. Golongan Diuretik
- Contoh obat
Diuretik tiazid:hidroklorotiazid, klortalidon, bendroflumetiazid, indapamid, xipamid.
Diuretik kuat : furosemid.
Diuretik hemat kalium : amilorid, spironolakton.
-
- Cara kerja
Meningkatkan ekskresi Na, Cl dan air sehingga mengurangi volume plasma dan cairan ekstrasel
menyebabkan tekanan darah menurun.
- Efek samping
Hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia, hiperuresemia, hiperkalsemia, hiperglikemia,
hiperkolesterolemia, dan hipertrigliseridemia.
6. Golongan Alfa bloker
- Contoh obat
Doxazosin, prazosin, terazosin, bunazosin.
- Cara kerja obat
Menghambat reseptor alfa-1 di pembuluh darah terhadap efek vasokontriksi nor-epinefrin dan
epinefrin sehingga terjadi dilatasi arteriole dan vena menyebabkan tekanan darah menurun.
- Efek samping
Hipotensi ortostatik (pada dosis awal besar), sakit kepala, palpitasi, rasa lelah, udem perifer,
hidung tersumbat, nausea.
7. Golongan ACE Inhibitor
- Contoh obat
Kaptopril, lisinopril, enalapril, benazepril, delapril, fosinopril, kinapril, perindopril, ramipril,
silazapril.
- Cara kerja obat
Menghambat pembentukan angiotensin sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi
aldosteron, ekskresi natrium dan air serta retensi K dan menyebabkan penurunan tekanan darah.
- Efek samping
Batuk kering, rash, gangguan pengecap (disgeusia), hiperkalemia.
8. Golongan Adrenolitik Sentral
- Contoh obat
Metildopa, klonidin, guanfasin.
- Cara kerja obat
Menghambat perangsangan neuron adrenergik di SSP sehingga denyut jantung menjadi lambat
dan tekanan darah menurun.
- Efek samping
Klonidin: mulut kering, sedasi.
Metildopa: mulut kering, sedasi, hipotensi postural, pusing, sakit kepala.
9. Golongan Penghambat Saraf Adrenergik
- Contoh obat
Reserpin, rauwolfia (akar), guanetidin, guanadrel.
- Cara kerja obat
Mengurangi resistensi perifer, denyut jantung dan curah jantung sehingga menyebabkan tekanan
darah turun.
- Efek samping
Bradikardi, mulut kering, diare, mual, muntah, anoreksia, bertambahnya nafsu makan,
hiperasiditas lambung, mimpi buruk, depresi mental, disfungsi seksual.
10. Golongan Vasodilator
- Contoh obat
Hidralazin, minoksidil, diazoksid, Na nitroprusid.
- Cara kerja obat
Merelaksasi otot polos sehingga terjadi vasodilatasi dan tekanan darah turun.
- Efek samping
Retensi Na dan air, sakit kepala, takikardi.
Obat penurun kolesterol statin cukup sering diresepkan untuk mereka yang berisiko atau pasien penyumbatan
pembuluh darah arteri. Itu sebabnya, pasien tak jarang mengonsumsi statin dengan dikombinasikan obat jantung
lainnya.

Hal yang kerap luput dari perhatian ialah obat statin dapat berinteraksi dengan beberapa jenis obat jantung.
Interaksi ini patut diwaspadai karena dapat menyebabkan sejumlah risiko yang merugikan kesehatan pasien.

American Heart Associaton (AHA) telah merangkum daftar obat-obatan untuk penyakit jantung yang dapat
menimbulkan interaksi atau reaksi jika dikonsumsi bersama dengan statin. Salah satunya ialah gemfibrozil,
yaitu obat kolesterol dari kelompok fibrate. Obat lainnya dari daftar AHA ialah obat hipertensi calcium channel
blockers, seperti amplodipine, verapamil, dan diltaizem.

Obat pencegah pembekuan darah, seperti warfarin dan ticagrelor, juga masuk ke dalam daftar AHA, juga
beberapa obat masalah ritme jantung, seperti amiodarone, dronedarone, dan digoxin. Obat lain yang juga dapat
berinteraksi dengan statin menurut AHA ialah obat-obatan gagal jantung, seperti ivabradine dan sacubitril atau
valsartan.

Ahli farmasi klinis dari divisi kardiogi Medical University of South Carolina, Amerika Serikat, Barbara
Wiggins mengatakan, masalah umum yang ditemukan ialah kombinasi obat-obatan jantung dapat meningkatkan
kadar statin di dalam darah. Inilah yang membuat risiko efek samping yang berkaitan dengan otot meningkat.

Wiggins menga takan, kombinasi obat jantung dan obat statin umumnya menimbul kan reaksi 'minor' dan dapat
diatasi dengan pengurangan dosis statin. Namun, menurut AHA, ada beberapa obat jantung yang sepatut nya
tidak dikombinasikan bersama dengan statin.
Contohnya, gemfibrozil tidak boleh dikonsumsi bersamaan dengan jenis statin, seperti lovastatin, simvastatin,
dan pravastatin. Interaksinya dapat mengakibatkan cedera otot. Kombinasi warfarin dan obat statin juga dapat
meningkatkan risiko pendarahan internal.

Daftar obat yang dapat berinteraksi dengan obat penyakit jantung resep dokter

Obat penyakit jantung diresepkan dokter berdasarkan kondisi dan tingkat keparahannya.
Misalnya, Heparin yang digunakan untuk mencegah komplikasi setelah serangan jantung; obat tekanan darah
tinggi, seperti inhibitor ACE, diuretik, Angiotensin II receptor blocker (ARB), beta blocker, aldosteron, dan
inotropik; hingga aspirin dan statin penurun kolesterol.

Berikut adalah daftar obat yang mungkin memunculkan efek samping berbahaya jika dikonsumsi dengan obat
penyakit jantung di atas — maupun yang tidak tercantum.

1. Obat pereda nyeri NSAID

NSAID adalah obat pereda rasa sakit yang umum digunakan untuk mengobati nyeri karena keseleo/sakit
kepala/migrain/rematik, juga meringankan demam. NSAID yang paling umum digunakan
adalah aspirin dan ibuprofen. Obat ini biasanya ditemukan di apotek setempat dan dapat dibeli tanpa resep
dokter.

Obat ini tidak dianjurkan dikonsumsi berbarengan dengan obat penyakit jantung karena dapat meningkatkan
tekanan darah dan memperberat kerja jantung. Akibatnya, Anda dapat meningkatkan risiko serangan jantung
atau stroke ketika menggunakan obat NSAID untuk jangka waktu lama padahal memiliki penyakit jantung
aktif. NSAID juga tidak boleh digunakan tepat sebelum atau setelah operasi bypass jantung (CABG).

Dianjurkan untuk mengkonsumsi obat alternatif seperti paracetamol (Panadol 500 g) daripada ibuprofen. Jika
dokter meresepkan Anda aspirin sebagai obat penyakit jantung Anda, pastikan konsumsi dengan dosis yang
tepat dan jangan hentikan/kurangi dosisnya tanpa sepengetahuan dokter.

2. Kortikosteroid

Kortikosteroid digunakan untuk mengobati keluhan kulit bengkak, gatal-gatal, kemerahan akibat reaksi alergi;
flu; pegal-pegal; asma akibat alergi; mata merah (konjungtivitis alergi); penyakit autoimun seperti rheumatoid
arthritis dan lupus; pemulihan transplantasi organ; pembengkakan otak, dan masih banyak lagi.

Kortikosteroid dosis tinggi tidak disarankan untuk dikonsumsi berbarengan dengan obat penyakit jantung
karena dapat menyebabkan irama jantung tak teratur (aritmia) dan meningkatkan tekanan darah.

3. Dekongestan

Dekongestan adalah jenis obat yang biasa digunakan untuk meredakan batuk dan flu. Namun, dalam
dekongestan mungkin terdapat kandungan pseudoefedrin, phenylephrine, ephedrine yang memiliki efek
samping berupa peningkatan tekanan darah dan jantung berdebar bagi orang dengan penyakit jantung.

4. Obat sembelit (pencahar)

Obat pencahar untuk mengobati sembelit dapat menyebabkan dehidrasi yang dapat mengganggu keseimbangan
elektrolit tubuh. Ketidakseimbangan elektrolit dapat menyebabkan denyut jantung jadi tidak beraturan.
5. Obat antidepresan

Interaksi obat antidepressan trisiklik dengan obat penyakit jantung seperti epinephrine (Epi-Pen) and cimetidine
(Tagamet) dapat meningkatkan tekanan darah dan mengganggu ritme jantung.

Bagi orang dengan penyakit jantung disarankan untuk berkonsultasi ke dokter sebelum mengkonsumsi obat
untuk menyembuhkan penyakit lain, serta gunakan obat dalam dosis yang tepat. Biasakan membaca label
kandungan pada obat sebelum dikonsumsi, dan untuk orang dengan penyakit tersebut juga dapat membuat list
daftar obat yang harus dihindari agar tidak memperparah kondisi jantung Anda.
TBC

Prinsip pengobatan TB adalah menggunakan multidrugs regimen. Hal ini


bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi basil TB terhadap obat. OAT
dibagi dalam dua golongan besar, yaitu obat lini pertama dan obat lini kedua
(PDPI, 2006). Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif\
(2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan. Obat lini pertama (utama) adalah isonoazid
(H), etambutol (E), pirazinamid (Z), rifampisin (R), sedangkan yang termasuk
obat lini kedua adalah etionamide, sikloserin, amikasin, kanamisin kapreomisin,
klofazimin dan lain-lain yang hanya dipakai pada pasien HIV yang terinfeksi dan
mengalami multidrug resistant (MDR).
Interaksi isoniazid ( H )

Isoniazid adalah inhibitor kuat untuk cytochrome P-450 isoenzymes, tetapi


mempunyai efek minimal pada CYP3A. Pemakaian Isoniazide bersamaan dengan
obat-obat tertentu, mengakibatkan meningkatnya konsentrasi obat.4

Tabel 1. Beberapa contoh obat yang berinteraksi dengan isoniazid

Nama obat Interaksi Manajemen Monitor


Asetaminofen Konsentrasi Dianjurkan Monitor

asetaminofen membatasi Hepatotoksisitas


ditingkatkan oleh pemakaian
isoniazid. Kasus asetaminofen,
hepatoksisitas dapat dipakai
pernah terjadi aspirin atau
akibat interaksi NSAID lain
antara
asetaminofen dan
isoniazid
Monitor INH
Antasida Beberapa Minum INH 2 jam yang

antasida sebelum atau 6 Menurun


menurunkan jam sesudah Responsnya
kadar INH dalam plasma antasida karena antasida.
As. Valproat Pernah terjadi Monitor
kadar as.valproat Perubahan
meningkat setelah Respons
dikombinasikan as.valproat bila
dengan INH, memulai INH.
sehingga terjadi (mual, sedasi)
simtom toxisitas atau bila INH
asam valproat. Dihentikan
Penderita dengan (berkurangnya
slow acetylators Pengendalian
lebih berisiko kejang-kejang)
akibat interaksi ini
Fenitoin INH akan Kalau perlu dosis Monitor toksisitas
meningkatkan fenitoin diturunkan fenitoin : ataxia,
konsentrasi nystagmus,
fenitoin dalam kejang. Bila INH
serum. dihentikan ,
Kemungkinan monitor respons
terjadi toksisitas terhadap fenitoin
fenitoin. Slow kalau perlu dosis
metabolizers INH fenitoin dinaikkan
risikonya lebih sesuai kebutuhan
besar.
Makanan Makanan akan Minum INH saat Monitor reaksi
menurunkan perut kosong akibat keju:
konsentrasi INH, flushing, chills,
dan beberapa tachycardia, sakit
jenis keju dapat kepala, hipertensi.
menyebabkan
reaksi .
Tabel. 2. Beberapa contoh obat yang berinteraksi dengan rifampisin.

Nama obat Interaksi Manajemen Monitor

Monitor
Amiodaron Rifampisin Pakai antiaritmik amiodaron
menurunkan alternatif.
konsentarsi Rifampin juga
amiodaron dalam menginduksi
plasma, dapat metabolisme
menurunkan quinidin,
efikasi terapi disopiramid,
propafenon,
verapamil

Buspiron Rifampisin Pakai antianxiety Monitor efikasi


menurunkan alternatif yang buspiron.
dengan jelas Tidak
konsentrasi dimetabolisme
buspiron dalam oleh CYP3A4
serum , dapat misalnya:
menurunkan lorazepam,
efikasi terapi. temazepam

Khloramfen
ikol Rifampisin Hindari kombinasi Monitor
menurunkan Rifampisin dan Konsentrasi
konsentrasi khloramfenikol Khloramfenikol
khloramfenikol,
mengurangi
efikasi antibakteri
Obat KB Rifampisin dapat Harus diterapkan Monitor adanya
menyebabkan cara KB lain atau efek turunnya
ketidakaturan tambahan metoda estrogen seperti
menstruasi, lain selama Ketidakaturan
ovulasi, dan pengobatan Menstruasi
kadang kegagalan rifampisin dan 1
obat KB oral siklus setelah
rifampisin selesai.

Siklosporin Rifampisin dapat Hindarkan kecuali Monitor


menurunkan kegunaannya Konsentrasi
konsentrasi melebihi risiko siklosporin dalam
siklosporin dan darah. Kombinasi
dengan
dapat Rifampisin
menyebabkan Membutuhkan
kegagalan terapi Peningkatan

Konsentrasi
siklosporin 2-4 x
untuk menjaga
Konsentrasi
terapinya.
Berhentinya
rifampisin akan
Menyebabkan
Peningkatan
siklosporin dalam
5-10 hari.
Diazepam Rifampisin ternyata Monitor penderita
menurunkan kadardiazepam akan menurunnya
dalam serum dan mungkin efek
dengan benzodiazepin lain. benzodiazepam

Monitor
Harus ada
Rifampisin menurunkan menurunnya
Digitoksin penyesuaian dosis
konsentrasi digitoxin dan efikasi glikosida
untuk glikosida
digoxin dalam serum digitalis
digitalis (terutama
digitoxin.)

Diltiazem Rifampisin menurunkan Dicari alternatif Monitor efek Ca


konsentrasi diltiazem Dapat non Calcium Channel blocker
menurunkan efikasi Channel blocker. apabila
(mungkin dapat terjadi juga Bila tetap dipakai dikombinasi
dengan Channel blocker dibutuhkan dosis dengan
lainnya) lebih besar. rifampisin.

Fluvastatin Rifampisin menurunkan


Cari anti Monitor serum
konsentrasi fluvastatin kolesterol yang kolesterol
dalam plasma. Menurunkan tidak dipengaruhi
efikasi fluvastatin oleh CYP3A4
atau CYP2C9

Gliburid Rifampisin menurunkan


Perhatikan
kadar gliburid.
turunnya efek
Kemungkinan turunnya
hipoglikemik.
efek hipoglikemik.
Penghentian
Kemungkinan dapat terjadi
rifampisin dapat
pada Sulfonylurea lain.
mengakibatkan
hipoglikemi.
Isoniazid Walau rifampisin dapat Monitor
meningkatkan hepatotoksisitas
hepatotoksisitas INH , terutama bagi
kombinasi ini tidak penderita
menyebabkan penyakit hati dan
hepatotoksitas pada slow acetylator of
sebagian besar penderita. INH

Rifampisin
Monitor
Itrakonazol menurunkankonsentras i penurunan efikasi
itrakanazol dalam plasma.
itrakonazol
Menurunkan efikasi
itrakonazol

Rifampisin menurunkan
Ketokonazol Monitor
Pemisahan dosis
konsentrasi ketokonazol, kegagalan terapi
ketokonazol dan
dan ketokonazol untuk
rifampisin 12 jam
menurunkan konsentrasi ketokonazol atau
dapat mencegah
puncak rifampisin sebaliknya
depresi
rifampisin.
konsentrasi
rifampisin

Losartan Cari alternatif


Rifampisin menurunkan
obat hipotensif Monitor
konsentrasi losartan dalam lain, misalnya penurunan efikasi
plasma dan metabolit ACE inhibitor. hipotensif
aktifnya Kemungkinan
menurunnya efikasi
hipotensif
Rifampisin adalah suatu enzyme inducer yang kuat untuk cytochrome P-450 isoenzymes, mengakibatkan
turunnya konsentrasi serum obat-obatan yang dimetabolisme oleh isoenzyme tersebut. Obat obat tersebut
mungkin perlu ditingkatkan selama pengobatan TB, dan diturunkan kembali 2 minggu setelah
Rifampisin dihentikan. Obat-obatan yang berinteraksi: diantaranya : protease inhibitor, antibiotika
makrolid, levotiroksin , noretindron, warfarin, siklosporin, fenitoin, verapamil, diltiazem, digoxin,
teofilin, nortriptilin, alprazolam, diazepam, midazolam, triazolam dan beberapa obat lainnya.
HIPERTENSI

Interaksi Obat
1. Melibatkan Obat Antihipertensi
captopril + furosemide
captopril + aspirin
gemfibrozil + valsartan
candesartan + furosemid
valsartan + furosemid
bisoprolol + amlodipin
CaCO3 + amlodipin
irbesartan + aspirin
irbesartan + furosemid
valsartan + KSR (KCl)
bisoprolol + nicardipin
captopril + KSR (KCl)
metilprednisolon + amlodipin
fenitoin + amlodipin
captopril + allopurinol

Captopril/lisinopril dapat meningkatkan kadar kalium dengan menghambat aktivitas renin angiotensin
aldosteron. Jika captopril/lisinopril dikonsumsi bersamaan dengan pisang, kemungkinan dapat terjadi risiko
hiperkalemia karena pisang merupakan buah tinggi kalium
16
Terdapat 4 golongan obat yang menjadi lini pertama dalam terapi

hipertensi golongan obat tersebut adalah Angiotensin-converting enzyme

inhibitors (ACEi), angiotensin II receptor blockers (ARB), calcium channel blockers

(CCB), Diuretik (Wells, 2015).

a. Angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEi)

ACE inhibitor merupakan pilihan obat lini pertama bekerja dengan memblok konversi

angiotensin I menjadi angiotensin II. ACE inhibitor adalah suatu vasokonstriktor poten

dan stimulator sekresi aldosteron. ACE inhibitor juga menghambat degradasi dari

bradikinin dan merangsang sintesis zat vasodilatasi lainnya, termasuk prostaglandin E2

dan prostasiklin. Dosis awal penggunaan ACE inhibitor harus rendah dengan titrasi dosis

lambat. ACE inhibitor menurunkan aldosteron dan dapat meningkatkan konsentrasi

kalium serum, namun hiperkalemia dapat terjadi terutama pada pasien dengan CKD

(Wells, 2015)

Tabel V. Obat golongan Angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEi),


dosis dan frekuensi penggunaannya (Dipiro, 2008)
Dosis Penggunaan Frekuensi
Obat
(mg/hari) (penggunaan/hari)
Benzepril 10-40 1 atau 2
Captopril 25-150 2 atau 3
Enalapril 5-40 1 atau 2
Fosinopril 10-40 1
Lisinopril 10-40 1
Moexipril 7.5-30 1 atau 2
Perindopril 4-16 1
Quinapril 10-80 1 atau 2
Ramipril 2.5-10 1 atau 2
Trandolapril 1-4 1

a. Angiotensin II receptor blockers (ARB)

Angiotensin II yang dihasilkan oleh sistem renin angiotensin (yang

melibatkan ACE) dan jalur alternatif yang menggunakan enzim lain seperti

chymases. ACE inhibitor memblokir hanya jalur renin-angiotensin, sedangkan

ARB memblok reseptor angiotensin II sehingga angiotensin II tidak dapat


17
berikatan dengan reseptornya (Wells, 2015) yaitu reseptor AT1 yang

berpengaruh pada regulasi tekanan darah (Suparsari, 2006)

Tabel VI. Obat golongan Angiotensin II Receptor Blocker (ARB), dosis dan
frekuensi penggunaannya
Dosis Penggunaan Frekuensi
Obat
(mg/hari) (penggunaan/hari)
Candesartan 8-32 1 atau 2
Eposartan 600-800 2 atau 3
Irbesartan 150-300 1
Losartan 50-100 1 atau 2
Olmesartan 20-40 1
Telmisartan 20-80 1
Valsartan 80-320 1
(Dipiro, 2008)

b. Calcium channel blockers (CCB)

Tabel VII. Obat golongan Calcium Channel Blocker (CCB), dosis dan frekuensi
penggunaannya (Dipiro, 2008)
Dosis
Frekuensi
Golongan Obat Penggunaan
(penggunaan/hari)
(mg/hari)
Amlodipin 2.5-10 1
Felodopin 5-20 1
Isradipin 5-10 2
Isradipin SR 5-20 1
Dihidropiridin
Nicardipin 60-120 2
Nicardipin 30-90 1
long acting
Nisodipin 10-40 1
Diltiazem SR 180-360 2
Verapamil SR 180-480 1 atau 2
Non Dihidropiridin
Verapamil ER 180-420 1 (malam)
Verapamil oral 100-400 1 (malam)

Calcium channel blockers (CCBs) penyebabkan relaksasi otot jantung

dan mengurangi sensitifitas kanal kalsium, sehingga mengurangi masuknya

kalsium yang ada di ekstraseluler ke dalam sel. Hal ini menyebabkan

vasodilatasi dan menurunnya tekanan darah. Kanal kalsium non dihidropiridin

dapat menyebabkan aktivasi reflex simpatis, (kecuali amlodipine dan felodipin)


17

mungkin memiliki efek negative ionotropik. Dihidropiridin menyebabkan

peningkatan refleks baroreseptor yang dimediasi denyut jantung karena adanya

efek vasodilatasi perifer. (Wells, 2015)

c. Diuretik

Diuretik menurunkan tekanan darah dengan menyebabkan diuresis

yang mengakibatkan turunya volume plasma turunnya cardiak output. Diuretik

thiazide adalah diuretik yang sering digunakan untuk sebagian besar pasien

hipertensi (Wells, 2015).

Diuretik thiazide bekerja pada segmen awal tubulus distal dengan

menghambat reabsorbsi NaCl (Suparsari, 2006) sehingga dapat menyebabkan

penurunan resistensi pembuluh darah perifer dan akibatnya akan menurunkan

tekanan darah (Wells, 2015). Penggunaan diuretik tiazid pada pasien dengan

riwayat gout atau hiperglikemia memerlukan pemantauan (Dipiro, 2008) karena

dapat menghambat ekskrei urat oleh ginjal sehingga meningkatkan kasar asam

urat serta menghambat pelepasan insulin dari pankreas (Komala, 2008).

Diuretik loop bekerja pada segmen angsa henle asendens dengan

menghanbat reabsorbsi NaCl. Diuretik loop memiliki efek diuresis yang lebih

kuat dari diuretik thiazide namun bukan yang ideal jika digunakan untuk pasien

hipertensi kecuali untuk pasien hipertensi yang mengalami edema akibat CKD

yang dialami pasien ketika nilai GFR kurang dari 30 ml/menit/1, 732m2 (Dipiro,

2008) selain digunakan untuk pasien yang memiliki nilai GFR rendah, diuretik

loop digunakan juga untuk pasien yang mengalami kedaruratan hipertensi dan

juga digunakan untuk menurunkan kadar serum kalium (Chandranata, 2004).


Penggunaan diuretik loop perlu diperhatikan karena penggunaan dengan dosis tinggi dapat

menginduksi perubahan komposisi elektrolit dalam endolimfe dan menyebabkan ketulian

(Suparsari, 2006).

Diuretik hemat kalium merupakan diuretik yang penggunaannya sering

dikombinasikan dengan diuretik lainnya yang akan membuang kalium (Wells, 2015).

Diuretik hemat kalium bekerja dengan menurunkan reabsorbsi Na+ dengan memblok kanal

Na+ sehingga potensial listrk epitel tubulus menurun akibatnya sekresi K+ terhambat

(Suparsari, 2006).

Spironolakton dan Eplerenon merupakan diuretik yang bekerja dengan menurunkan

reabsorbsi Na+ dengan mekanisme antagonis aldosterone sehingga terjadi retensi Na+

(Suparsari 2006), Spironolakton memiliki kerja serupa dengan diuretik hemat kalium

(Chandranata, 2004).

Tabel VIII. Obat golongan Diuretik, dosis dan frekuensi penggunaannya (Dipiro,
2008)
Range dosis Frekuensi
Golongan Obat
(mg/hari) pemakaian
Klortalidon 12.5-25 1
Hidroklortiazid 12.5-25 1
Diuretik tiazid
Idapamide 12.5-25 1
Metolazon 2.5-5 1
Bumetanid 0.5-4 2
Diuretik Loop Furosenmid 20-80 2
Torsemid 5-10 1
Amilorid 5-10 1 atau 2
Diuretik Hemat Kalium
Triamterin 50-100 1 atau 2
Eplerenon 50-100 1 atau 2
Antagonis Aldosteron
Spironolakton 25-50 1 atau 2

INTERAKSI OBAT AMLODIPIN + NATRIUM DIKLOFENAK

Interaksi yang terjadi antara amlodipin dan natrium diklofenak yaitu interaksi farmakodinamik
antagonis. Ada beberapa bukti bahwa OAINS dapat meningkatkan tekanan darah pada pasien hipertensi yang
diobati dengan obat antihipertensi. OAINS menghambat sintesis prostaglandin ginjal sehingga menyebabkan
retensi garam dan air. Hal ini dapat meningkatkan tekanan darah dan mempengaruhi terapi antihipertensi
• INTERAKSI OBAT AMLODIPIN + SIMVASTATIN

• Menggabungkan atau kombinasi obat-obat ini dapat secara signifikan meningkatkan kadar
simvastatin dalam darah.

• Interaksi simvastatin dengan amlodipine dapat meningkatkan risiko efek samping seperti
kerusakan hati dan kondisi yang jarang namun serius yang disebut rhabdomyolysis yang
melibatkan pemecahan jaringan otot rangka.

• Dalam beberapa kasus, rhabdomyolysis dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan bahkan
kematian

1) Interaksi Minor

a) Captopril + antasida (Al(OH)3)


Penurunan efektifitas captopril akan terjadi ketika digunakan bersamaan dengan antasida. Pada
penelitian dengan subyek 10 pasien, pemberian antasida 50 mL yang diberikan bersama dengan 50 mg
captopril akan menurunkan bioavailabilitas. Penjedaan perlu dilakukan untuk efektivitas terapi (Tatro, 2009).
Penjedaan dilakukan dengan cara mengkonsumsi captopril 1 jam sebelum makan lalu mengkonsumsi antasida
2 jam setelah pemberian captopril (Lacy et al., 2008).
b) Captopril + amlodipine
Mekanisme efek sinergisme captopril dikombinasi dengan amlodipine dapat meningkatkan resiko
hipotensi. Penanganan yang tepat untuk efek sinergisme ini hanya monitoring tekanan darah pasien hipertensi.
Kombinasi ACE inhibitor dan CCB masih mungkin dilakukan dan aman dilakukan (Mancia et al., 2013).
2) Interaksi Moderate

a) Captopril + furosemide
Penurunan efek loop diuretic akan terjadi ketika captopril dan furosemide dikombinasikan.
Mekanisme tersebut terjadi karena penghambatan angiotensin II dari ACEi. Monitor status cairan dan berat
badan pasien ketika pasien pertama kali diberikan kombinasi captopril dan furosemide perlu dilakukan
(Tatro, 2009).
b) Captopril + aspirin
Captopril dengan aspirin jika digunakan secara bersamaan, maka akan menurunkan efek dari
captopril tersebut. Penurunan efek tersebut karena mekanisme aspirin dapat menghambat siklooksigenase
penekanan sintesis prostaglandin dan menekan efek hemodinamik yang dimediasi oleh ACEi. Rekomendasi
monitoring tekanan darah jika kedua obat ini sangat diperlukan atau dengan penggunaan dosis aspirin kurang
dari 100mg/hari. Saran lain adalah dengan mengganti ACEi dengan ARB jika memungkinkan (Tatro, 2009).
Pemberian penjedaan pada penggunaan captopril dan aspirin bisa dilakukan untuk manajemen interaksi obat
yang dilakukan oleh farmasis (Ja, 2010).
3) Interaksi Mayor
a) Captopril + spironolakton
Hiperkalemi dapat terjadi ketika captopril digunakan bersama dengan spironolakton. Penelitian
menunjukkan bahwa dari 25 pasien dirawat di rumah sakit yang mendapat terapi captopril dan spironolakton
akan mendapatkan hiperkalemi yang serius. ACEi dapat menyebabkan hiperkalemia karena produksi
aldosteron yang menurun, pemberian suplemen kalium dan penggunaan diuretik hemat kalium harus dihindari
jika pasien mendapat terapi ACEi (Gormer, 2008). Kondisi klinis pasien, serum kalium, dan fungsi ginjal
tetap dimonitor dengan menghitung laju filtrasi glomerolus. Kombinasi harus dihindari jika klirens kreatinin
<30 mL/menit (Baxter, 2008).
b) Amlodipine + simvastatin
Penggunaan amlodipine dapat meningkatkan level simvastatin jika digunakan secara bersamaan.
Penggunaan kedua obat tersebut harus hati-hati dan perlu monitoring ketat karena dapat menyebabkan
rhabdomyolisis atau myopathy (Kartidjo et al., 2014). Perlu dilakukan penyesuaian dosis dan pembatasan
dosis dari golongan statin tersebut (Baxter, 2008).

1) Obat Efektif tapi Tidak Aman

a) Captopril
Pemberian captopril pada pasien yang sebelumnya memiliki riwayat batuk, sebaiknya diganti dengan
ARB. Batuk kering menjadi efek samping penggunaan ACEi. Batuk kering yang persisten terlihat pada 20%
pasien. Mekanisme terjadinya batuk oleh karena pemberian ACEi karena dapat menghambat penguraian
bradikinin (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).

Penggunaan antihipertensi captopril tidak diperkenankan pada pasien dengan serum kreatinin lebih
dari 2,5mg/dL. Penggunaan captopril dapat menyebabkan kenaikan nilai kreatinin. Perlu pemantauan ketat
terhadap penggunaan captopril pada kondisi tersebut (Lacy et al., 2008).

b) Amlodipine dan diltiazem


Penggunaan amlodipine dan diltiazem pada geriatri mungkin mengalami respons hipotensi lebih
besar. Sembelit atau konstipasi adalah kemungkinan hal yang sering terjadi pada pasien geriatri ketika
mengkonsumsi antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker (Gormer, 2008). Calcium Channel
Blockers tidak lebih efektif pada usia lanjut dibandingkan terapi antihipertensi lain, namun golongan tersebut
tidak menyebabkan efek CNS (Central Nervous System) signifikan yang merupakan keuntungan lebih dari
beberapa obat antihipertensi (Lacy et al., 2008). Penggunaan antihipertensi CCB sebaiknya dihindari pada
pasien geriatri untuk meminimalkan resiko efek samping tersebut.
2) Kombinasi obat tidak tepat

a) Captopril + lisinopril dan amlodipine + diltiazem


Penggunaan antihipertensi captopril dan lisinopril sebaiknya dihindari. Penggunaan kombinasi obat
hipertensi dari golongan yang sama dapat meningkatkan potensi efek samping yang tidak diinginkan dari
kedua obat tersebut. Begitupula dengan amlodipine dan diltiazem, penggunaan kombinasi antara amlodipine
dan diltiazem yang sama-sama berasal dari golongan CCB juga tidak diperkenankan (Salwa, 2013)

Profil Interaksi Obat Antihipertensi dengan obat lain


No Potensi Interaksi Obat Efek yang
Dihasilkan
Menurunkan
1. Lisinopril Ketorolak
fungsi renal
Perkembangan
2. Atorvastatin
Diltiazem penyakit
Rhabdomiolisis
3. Aspirin Menurunkan efek
pada ginjal
Mengingkatkan
waktu paruh
4. Ceftriaxone ceftriaxone dan
Furosemid
menurunkan
kliren
Paracetamol
5. Paracetamol menurunkan efek
furosemid
6. Allupurinol Meningkatkan
hipersensitifitas
Captorpil
7. Antasida Menurunkan efek
antasida
Meningkatkan
8. Candesartan Na. diklofenak
efek toksisitas
dan menurunkan
efek candesartan
9. Spironolakt Aspirin Meningkatkan
on efek ketorolak
Meningkatkan
10. Nifedipine OMZ efek AUC
nifedipine
Meningkatkan
11. Amlodipine Simvastatin kadar darah
simvastatin
12. Telmisartan Atorvastatin Meningkatkan
toksisitas
DIABTETES MELITUS

Interaksi obat antidiabetes dengan obat lainnya dengan potensi menyebabkan hipoglikemia

Nama Obat Obat yang


No. Derajat
Antidiabetes Berinteraksi
1. Glimepirid asam mefenamat Moderat
aspirin Moderat
captopril Moderat
siprofloksasin Moderat
ketorolak Moderat
natrium diklofenak Moderat
omeprazol Moderat
ranitidin Moderat
simvastatin Moderat
sub total
2. Insulin aspart aspirin Moderat
captopril Moderat
siprofloksasin Moderat
sub total
3. Metformin asam folat Minor
siprofloksasin Moderat
digoksin Moderat
diltiazem Minor
furosemid Moderat
ranitidin Moderat
Ranitidin, captopril dan siprofloksasin merupakan obat yang paling banyak ditemukan pada resep
pasien yang berinteraksi dengan obat antidiabetes.

Nama Obat Obat yang Tingkat


No
Antidiabetes Berinteraksi Keparahan
1. Insulin aspart deksametason Moderat
levofloksasin Moderat
metil prednisolon Moderat
sub total
2. Metformin deksametason Moderat
isosorbit dinitrat Moderat
Obat yang paling banyak digunakan dalam terapi adalah metformin (Tabel II). Metformin merupakan obat
pilihan pertama untuk terapi diabetes melitus tipe 2, kecuali kontraindikasi. Metformin masih menjadi terapi
utama pasien diabetes melitus tipe 2 selama bertahun-tahun. Mekanisme inti dari metformin adalah pengubahan
metabolisme energi sel. Metformin menurunkan kadar glukosa darah dengan menghambat glukoneogenesis
oleh hepar dan melawan aksi glukagon. Selain itu juga mampu mengubah sensitivitas insulin18 . Metformin
diketahui juga dapat membantu penurunan berat badan dalam 12 bulan12 . Terapi kombinasi yang paling
digunakan adalah metformin dan glimepirid. Kombinasi metformin dan glimepirid secara signifikan dapat
menurunkan glukosa darah puasa, glukosa darah post prandial, kadar HbA1c, dan kadar Hcy (homocysteine).
Selain itu juga mampu menurunkan kolesterol total dan trigliserida, menurunkan LDL dan meningkatkan HDL,
sehingga dapat mengurangi resiko kardiovaskuler pada pasien

Interaksi terjadi antara glimepiride dan asetosal dengan nilai signifikansi 2 sebanyak 4 pasien (5%). Aspirin
menurunkan kadar glukosa plasma dan meningkatkan insulin. Penghambatan sintesis prostaglandin dapat
menyebabkan penghambatan respon akut insulin terhadap glukosa. Perebutan ikatan dengan protein juga diduga
merupakan mekanisme interaksi antara glimepirid dan aspirin20 . Menurut Patel16, aspirin dan glimepiride
berinteraksi pada fase distribusi. Aspirin merebut tempat ikatan glimepirid dengan albumin, sehingga efek
glimepiride menjadi lebih besar. Aspirin juga dapat menurunkan ekskresi glimepiride. Oleh karena itu
diperlukan penyesuaian dosis glimepiride pada pasien yang juga menggunakan aspirin. Pasien juga harus
dimonitor tanda dan gejala hipoglikemia.

Dosis metformin yang dianjurkan adalah dosis awal 500 mg dua kali sehari atau 850 mg satu kali sehari,
kemudian dapat ditingkatkan menjadi 500 mg 3x sehari, dosis maksimumnya yaitu 2550 mg/hari10. Metformin
dengan dosis lebih tinggi dapat menurunkan HbA1c lebih besar tanpa meningkatkan efek samping
gastrointestinal8 . Metformin dosis rendah dapat digunakan pada pasien gangguan ginjal. Penggunaan
metformin terbatas pada pasien gagal ginjal kronis karena resiko terjadinya laktat asidosis. Metformin aman
pada pasien gagal ginjal kronis jika dosis metformin diturunkan dan dilakukan pemantauan kadarnya dalam
darah6 . Bahkan disebutkan metformin adalah obat yang paling aman digunakan pada pasien gangguan ginjal,
dengan catatan kadar kreatinin stabil15. Akan tetapi status pasien dalam penelitian tidak mengalami gagal ginjal
kronis, ditandai dengan nilai kreatinin serum 0,8 mg/d, dan satu pasien lagi tidak diperiksa kadar kreatininnya,
sehingga dosis metformin kurang. Ketidaktepatan dosis juga terjadi pada pasien yang menggunakan akarbose.
Kasus dalam penelitian ini, pasien mendapat akarbose dengan dosis 100 mg dua kali sehari. Pemberian acarbose
dengan frekuensi dua kali sehari adalah tidak tepat. Menurut Lacy dkk. dosis Akarbose yang dianjurkan adalah
dosis awal 25 mg 3x sehari kemudian dapat ditingkatkan menjadi 50-100 mg 3x sehari10. Akarbose sedikit
diabsorpsi lewat saluran gastrointestinal, bioavailabilitas per oral kurang dari 2%. Obat ini dimetabolisme
secara ekstensif oleh amylase menjadi metabolit inaktif, dan waktu paruhnya 2,8 jam.
DAFTAR INTERAKSI OBAT DIABETES MELITUS

No. Obat 1 Obat 2 Tingkat keparahan Mekanisme interaksi obat Manajemen


interaksi obat (pola
mekanisme interaksi
obat)
1. Glimepirid Captopril Moderate Meningkatkan efek sensitivitas Monitoring efek
(sulfonilurea) (Ace (Farmakodinamik) insulin oleh ACE-I sehingga resiko hipoglikemik (Baxter, 2008;
Inhibitor) hipoglikemik meningkat Tatro, 2009)
2. Glibenklamid Kotrimoksazol Moderate Sulfametoksazol meningkatkan Monitoring kadar glukosa
(sulfonilurea) (Farmakokinetik) kadar glibenklamid dengan darah. Pemberian inhibitor
mempengaruhi metabolisme enzim CYP2C9 kuat dapat
hati CYP2C9 menurunkan metabolisme
glibenklamid (Tatro, 2009)
3. Metformin Acarbose Minor Acarbose dapat menunda Tidak ada tindakan
(Farmakodinamik) penyerapan usus dari metformin, pencegahan khusus yang
onset efek metformin mungkin diperlukan.
tertunda setelah dosis awal. Yang mungkin dilakukan
monitoring efek metformin
(Tatro, 2009; Drug, 201)
4. Glimepirid Prednison Minor Prednison menurunkan efek Monitoring kadar gula darah.
(sulfonilurea) (Farmakodinamik) glimepirid dengan cara melawan Jika diperlu dilakukan
efek obat penyesuaian dosis
antidiabetes (Medscape,
2018)
5. Glibenklamid Asam Moderate Asam mefenamat meningkatkan Hipoglikemia (gejala: sakit
(sulfonilurea) mefenamat (Unknown) efek glibenklamid dengan kepala, pusing, mengantuk,
(nsaid) mekanisme yang tidak diketahui. mual, lapar, tremor,
Kemungkinan dengan kelemahan, berkeringat dan
mempengaruhi metabolisme enzim detak jantung cepat).
hati CYP2C9 Diskusikan dengan dokter
sebelum menggunakan obat
ini. Perlu penyesuaian dosis
atau memantau kadar gula
darah pasien. (Baxter, 2008;
Tatro, 2009)
6. Metformin Ciprofloxasin Moderate Meningkatkan efek metformin Monitoring kadar gula darah.
(biguanida) (Farmakodinamik) dengan cara antagonisme Monitoring hipoglikemia
farmakodinamik atau hipoglikemia. Perlu
penyesuaian dosis
metformin. (Baxter, 2008;
Tatro, 2009)
7. Gliclazid/ Cimetidine Unknow Cimetidine menghambat Monitoring kadar gula darah,
glibenclamid (H2 Inhibitor) Metabolisme sulphonylurea oleh monitoring hipoglikemia
(sulfonilurea) hati, sehingga meningkatkan (Baxter, 2008)
efeknya. Cimetidine menghambat
ekskresi sulphonylurea oleh ginjal
8. Glimepirid Rifampisin Moderate Rifampisin dapat menurunkan Monitoring glukosa darah,
(sulfonilurea) (Farmakodinamik) kadar t½ dan serum sekaligus monitoring kemungkinan
meningkatkan pembersihan terjadinya hiperglikemia,
beberapa sulfonilureas, yang naikkan dosis glimepirid
mungkin menghasilkan (Baxter, 2008; Tatro, 2009)
hiperglikemia dengan kata lain
rifampisin dapat meningkatkan
metabolisme sulfonilureas tertentu
di hati.
9. Chlorpropamide Dicumarol Moderat Degradasi metabolik (hati) Lakukan pemantauan glukosa
(sulfonilurea) (antikoagulan) sulfonilurea diperlambat oleh oral darah dan amati tanda-tanda
anticoagulant (dicumarol) yang hipoglikemia klinis. Dosis
mengarah ke akumulasi sesuai kebutuhan (Tatro,
sulfonilurea 2009). Monitoring efek
antikoagulan (Drug, 2018)

10. Metfomin Cimetidin Moderat Meningkatkan efek metformin Monitoring gejala


(Farmakokinetik) dengan mengurangi klirens ginjal. hipoglikemia.
Hati2 saat memulai terapi
cimetidin dan metformin
Naikkan dosis metformin
(Baxter, 2008; Tatro, 2009)
Golongan obat Efek obat yang terjadi
Antidiabetes + Beta blokker Menyebabkan hipoglikemia
Antidiabetes + Thiazid diuretik Menyebabkan penurunan sekresi
insulin
Sulfonilurea + ACE Inhbitor Dapat menyebabkan
hipoglikemia
Insulin + Beta blokker Mengurangi absorbs insulin
Insulin + Thiazid diuretik Meningkatkan kadar glukosa
puasa
Anidiabetes + ACE inhibitor Meningkatkan resiko terjadinya
hipoglikemia
Sulfonylurea + calcium chanel bloker Meningkatkan hiperglikemia
Antidiabetes + loop diuretik Menyebabkan meningkatkan
kadar gula darah
Sulfonilurea + loop diuretik Meningkatkan kadar gula darah
Thiazid diuretik + Calsium chanel bloker Meningkatkan kadar AUC
ACE inhibitor + Angiotensin reseptor bloker Adverse renal effects dan
menyebabkan hiperglikemia
Beta bloker + ACE inhibitor Meningkatkan efek hipotensin

Tabel 5.21 Profil Interaksi Obat Antidiabetes dengan obat lain


No Potensi Interaksi Obat Efek yang
Dihasilkan
1. Apirin
Hipoglikemia
2. Allopurinol Hiperglikemia
3. Insulin Isoniazid Hiperglikemia
4. Gemfibrozil Hipoglikemia
5. Amitriptilin Hipoglikemia
6. Phenitoin Hiperglikemia
7. Metformin Ciprofloksasin Hipoglikemia
8. Acarbose Paracetamol Meningkatkan
hepatotoksik

20 Profil Interaksi Obat Antihipertensi dengan Antihipertensi


No Potensi Efek yang Dihasilkan
Interaksi Obat
Menurunkan efek
1. Furosemid Captopril
diuretik
2. Menurunkan denyut
Diltiazem Clonidine
jantung
3. Captopril Valsartan Meningkatkan Hipotensi

Profil Interaksi Obat Antidiabetes dengan Antidiabetes


No Potensi Interaksi Efek yang
Obat Dihasilkan
Menurunkan kadar
1. Metformin Acarbose
AUC metformin

No Potensi Interaksi Obat Efek yang


Dihasilkan
Menurunkan efek
1. Clopidogrel
clopidogrel
Menurunkan efek
2. Isoniazid
simvastatin
Simvastatin Menurunkan efek
3. Phenitoin
simvastatin
Otot menjadi
4. Flukonazol lemah dan urin
warna kuning tua
5. Meningkatkan
Aspirin
efek bleeding
Paracetamol
6. Metronidazole Menurunkan efek
paracetamol
7. Ketorolak Meningkatkan
efek ketorolak
Aspirin
8. Ceftazidin Meningkatkan
efek aspirin
9. Metokloprami Meningkatkan
d absopsi aspirin
10. OMZ Menurunkan
bioavailibilitas
aspirin
11. Metokloprami Nitrofurantion Metoclopramid
d menurunkan
absopsi
nitrofuransin
12. Diazepam Meningkatkan
efek diazepam
OMZ
13. Phenitoin Mengurangi
metabolism
fenitoin
14.
OMZ

Ciprofloksasin
15. Antasida Menurunkan efek
ciprofloksasin
16. Menurunkan efek
Clindamicin
ciprofloksasin
17. Meningkatkan
Sucralfat
eefek antibakteri
18. Menurunkan
absopsi antibiotik
Phenitoin Ranitidine
19. Asam folat Menurunkan
metabolism
fenitoin dan
terjadi toksisitas
20. Asam folat
Diazepam menurunkan
metabolism
fenitoin
21. Vi. B6 Terjadi perubahan
metabolism
fenitoin
22. Rifampicine Vi. B6
menurunkan efek
fenitoin
Meningkatkan
metabolism
phenitoin
23. Meningkatkan
Isoniazid metabolism
phenitoin
24. Menurunkan
CaCo3 Levofloksasin kadar
levofloksasin

Berdasarkan jumlah obat antidiabetik oral yang digunakan dalam satu lembar resep dengan 1 jenis obat antidiabetik oral
merupakan yang terbanyak diresepkan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit X yaitu 262 lembar (85,34%). Hal tersebut dapat
memberikan gambaran bahwa dokter lebih sering meresepkan satu jenis obat antidiabetik oral mungkin dikarenakan kadar
glukosa darah pasien diabetes tersebut tidak terlalu tinggi atau pasien tersebut belum mengalami kegagalan sekunder.
Golongan obat antidiabetik oral yang paling sering diresepkan pada penelitian ini adalah golongan sufonilurea (68,84%),
hal ini mungkin disebabkan karena golongan sulfonilurea lebih efektif dibandingkan golongan lain, dimana golongan ini
dapat menurunkan kadar glukosa darah pada 85 – 90% pasien diabetes melitus tipe 2. Obat antidiabetik oral yang paling
sering diresepkan adalah glimepirid yaitu sebanyak 162 lembar (45,89 %) yang merupakan obat antidiabetik oral
golongan sulfonilurea, hal ini mungkin disebabkan karena glimepirid dapat diberikan dalam dosis tunggal dan lebih lebih
cepat menurunkan kadar glukosa darah dibandingkan glibenklamid dan glipizid serta memiliki efek hipoglikemik yang
setara dengan gliklazid. Metformin merupakan obat golongan biguanid yang juga paling banyak diresepkan yaitu
sebanyak 107 lembar (30,31%). Hal ini mungkin disebabkan karena pasien diabetes melitus tipe 2 tersebut memiliki berat
badan berlebih dan oleh karena itu dokter meresepkan metformin sebagai pilihan utama pada pasien diabetes melitus tipe
2 yang gemuk. Pioglitazone merupakan obat antidiabetik oral golongan thiazolidinedion yang paling sedikit diresepkan
yaitu sebanyak 3 lembar (0,85%). Hal ini mungkin disebabkan karena obat golongan thiazolidinedion ini harganya paling
mahal dibandingkan golongan obat antidiabetik oral lainnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh data
144 pasien (46,91%) berjenis kelamin laki-laki dan 163 pasien (53,09%) berjenis kelamin perempuan. Analisis Interaksi
Obat Antidiabetik Oral Di Rumah Sakit X Depok (Santi Purna Sari, Mahdi Jufri, dan Dini Permana Sari) 13 Pada hasil
penelitian ini diperoleh umur pasien yang paling banyak menderita diabetes melitus ada pada kelompok umur 51-60 tahun
yaitu sebanyak 143 orang (46,58%). Populasi pasien diabetes melitus tipe 2 diatas umur 60 tahun semakin sedikit yaitu
pada kelompok umur 61- 70 tahun sebanyak 49 orang (15,96%) dan kelompok umur 71-80 tahun sebanyak 17 orang
(5,54%). Hal ini disebabkan karena pasien yang didiagnosa pada usia lebih dini (sebelum 60 tahun) secara selektif hilang
dari populasi oleh karena kematian setelah menderita diabetes selama waktu yang panjang. Interaksi obat kategori sedikit
(1 interaksi) paling banyak ditemukan dalam peresepan obat antidiabetik oral yaitu sebanyak 73 lembar (57,03%),
interaksi yang terjadi pada peresepan obat antidiabetik oral lebih banyak yang meningkatkan efek dari obat antidiabetik
oral (73,88%) dibandingkan yang menurunkan efek obat antidiabetik oral (16,41%) dan efek lainnya yang terjadi seperti
asidosis laktat (9,74%). Interaksi obat yang sering terjadi adalah interaksi obat antara golongan sulfonilurea yaitu
glibenklamid, glimepirid dan gliklazid dengan golongan penghambat Angiotensin Converting enzym (ACE), yaitu
ramipril dan kaptoprilyang menimbulkan efek hipoglikemik sulfonilurea meningkat. Interaksi ini terjadi karena
penghambat ACE meningkatkan sensitivitas insulin. Selain obat golongan sulfonilurea, obat antidiabetik oral golongan
biguanid yaitu metformin juga memiliki interaksi obat dengan golongan penghambat ACE (kaptopril dan ramipril) yang
mengakibatkan peningkatan efek hipoglikemik metfromin. Interaksi obat yang dapat meningkatkan efek hipoglikemik
lainnya adalah interaksi obat glibenklamid, glimepirid dan gliklazid dengan ranitidin. Mekanisme interaksi obat yang
terjadi yaitu ranitidin menginhibisi metabolisme dari glibenklamid dan gliklazid di hati sehingga menyebabkan kecepatan
metabolisme glibenklamid, glimepirid dan gliklazid berkurang sehingga terjadi akumulasi dari obat-obat tersebut didalam
tubuh. Interaksi obat tersebut umumnya jarang terjadi dikarenakan adanya interval waktu penggunaan antara glibenklamid
yang diberikan sebelum makan dengan ranitidin yang diberikan sesudah makan. Interaksi obat glibenklamid dan gliklazid
dengan antasida (aluminium hidroksida dan magnesium karbonat) melalui mekanisme peningkatan pH lambung sehingga
kelarutan glibenklamid dan gliklazid meningkat, dengan demikian absorpsi glibenklamid dan gliklazid di usus akan
meningkat. Interaksi antara glibenklamid, glimepirid dan gliklazid dengan golongan AINS (diklofenak, asam mefenamat,
meloksikam, tenoksikam, dexketoprofen) terjadi melalui mekanisme pergeseran ikatan protein. Hal ini terjadi akibat
meningkatnya konsentrasi glibenklamid, glimepirid dan gliklazid dalam kondisi bebas (tidak terikat oleh protein plasma).
Interaksi obat antara glibenklamid, glimepirid dan gliklazid dengan asam asetil salisilat terjadi melalui mekanisme aditif.
Interaksi obat glibenklamid, glimepirid dan gliklazid dengan kotrimoksazol, dapat terjadi akibat sulfonamida
menginhibisi metabolisme sulfonilurea sehingga meningkatkan kadar serum sulfonilurea, akibatnya efek hipoglikemik
meningkat. Mekanisme lain yang mungkin terjadi adalah sulfonamida dapat menggeser ikatan protein sulfonilurea dari
tempat Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 1 Januari 2008: 8 - 14 14 ikatannya. Peningkatan efek hipoglikemik yang
disebabkan karena interaksi obat-obat tersebut diatas dalam batas tertentu dapat menguntungkan pasien dengan kadar
glukosa darah yang tinggi, namun kadar glukosa darah pasien harus tetap dimonitor untuk menjaga agar tidak terjadi
kondisi yang tidak diinginkan seperti hipoglikemia. Pada penelitian ini juga ditemukan sejumlah obat yang memiliki efek
antagonis dengan obat antidiabetik oral yaitu hidroklortiazid, furosemid dan obat kortikosteroid (deksametason dan
prednison). Obatobat tersebut dapat menghambat sekresi insulin, sehingga meningkatkan kadar glukosa darah dan dengan
demikian memperlemah kerja obat antidiabetik oral. Interaksi obat yang terjadi antara metformin dengan ranitidin
mengakibatkan terjadinya asidosis laktat, mekanisme yang terjadi adalah kompetisi pada sistem transport yang sama
sehingga ranitidin menurunkan eliminasi metformin di tubulus ginjal sehingga konsentrasi plasma metabolit metformin
meningkat. Interaksi metformin dengan golongan AINS juga dapat menyebabkan terjadinya asidosis laktat yang
diakibatkan karena terjadinya gangguan fungsi ginjal. Hasil dari penelitian ini menunjukan adanya hubungan antara
jumlah obat dalam satu resep yang mengandung resep obat antidiabetik oral dengan banyaknya interaksi yang terjadi. Hal
ini sesuai dengan teori yang menyatakan semakin banyak jumlah obat yang diresepkan maka semakin banyak interaksi
yang terjadi. KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap resep obat antidiabetik oral pada bulan
Desember 2005-Mei 2006 di Rumah sakit X depok dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Resep obat antidiabetik
oral umumnya terdiri dari 1 jenis obat antidiabetik oral, dan glimepiride merupakan obat antidiabetik oral yang paling
banyak diresepkan. 2. Resep obat antidiabetik oral yang diketahui berinteraksi sebanyak 41,69% dari jumlah sampel
dengan proporsi lebih besar pada interaksi yang menyebabkanpeningkatan efek hipoglikemik obat antidiabetik oral. 3.
Ada hubungan yang bermakna antara banyaknya interaksi yang terjadi deng
Potensi interaksi obat antidiabetik oral tingkat sedang yang paling sering terjadi
adalah interaksi antara glimepirid dan meloxicam. Potensi interaksi yang terjadi
antara glimepirid dengan meloxicam dapat menyebabkan meningkatnya kadar
glimepirid dalam darah dengan mekanisme interaksi yang belum diketahui. Menurut
Drugs.com Database (2014) obat-obatan yang merangsang sekresi insulin (seperti
sulfonilurea dan biguanid) dapat diperkuat oleh obat-obatan tertentu seperti obat
NSAID, sehingga meningkatkan efek dari obat hipoglikemik oral tersebut. Dalam
Drugs.com Database (2014) juga disebutkan bahwa interaksi antara glimepirid dan
meloxicam dapat dikarenakan adanya penghambatan metabolisme glimepirid, karena
glimepirid dan meloxicam dimetabolisme pada enzim yang sama yaitu enzim
CYP2C9. Dengan meningkatnya efek glimepirid ini dapat menyebabkan gejala
hipoglikemia pada pasien yaitu berupa berkeringat, tremor, takikardia, kesemutan,
pandangan kabur, konsentrasi berkurang, ataksia, hemiplegia dan koma. Bahkan
kadar gula yang rendah dapat menyebabkan otak mengalami kerusakan sehingga
dapat menyebabkan kematian. Menurut Kannan dkk (2011) yang mengutip dari
penelitian Klasco (2006) yang menggunakan data MicroMedex, penggunaan obat
antidiabetik oral yang dipakai bersamaan dengan obat NSAID dapat menyebabkan
peningkatan risiko hipoglikemia, dokter yang meresepkan harus lebih memperhatikan
saat meresepkan kedua obat ini.

Pada tingkat keparahan minor/ringan dalam penelitian ini, metformin paling banyak
berinteraksi dengan sesama obat antidiabetik oral lain yaitu akarbosa, jenis interaksi
yang juga merupakan interaksi yang paling sering terjadi dalam penelitian ini.
Metformin dengan akarbosa berinteraksi dengan tipe mekanisme interaksi
farmakokinetik, akarbosa menurunkan kadar plasma metformin dalam darah dengan
menghambat penyerapan metformin dalam usus. Dalam buku Drug Interactions
Stockley’s (2008), disebutkan bahwa 19 pasien diabetes yang diberikan akarbosa 50
atau 100 mg tiga kali sehari dan metformin 500 mg dua kali sehari mengalami
penurunan AUC 12-13% dan kadar plasma metformin turun 17-20%. Selain dengan
akarbos, metformin juga banyak ditemukan berinteraksi dengan bisoprolol dalam
penelitian ini, interaksi tingkat ringan antara metformin dengan bisoprolol
menyebabkan penurunan efek dari metformin tetapi masih belum diketahui
mekanisme interaksinya. Selain metformin, obat golongan sulfonilurea lain juga
berinteraksi dengan bisoprolol, dan yang paling sering terjadi pada glimepirid. Sama
seperti metformin, interaksi antara glimepirid dengan bisoprolol juga bersifat ringan
dan masih belum diketahui mekanisme interaksinya.

Pada penelitian ini, potensi interaksi yang terjadi pada tingkat keparahan major/berat
hanya antara pioglitazon dengan gemfibrozil. Gemfibrozil menyebabkan
meningkatnya konsentrasi plasma dari pioglitazon dengan cara menghambat
metabolisme pioglitazon melalui penghambatan enzim CYP450-2C8. Menurut
penelitian Jaakola dkk (2005) gemfibrozil meningkatkan rata-rata total AUC pada
pioglitazon sekitar 3,2 kali lipat dan memperpanjang waktu paruh eliminasinya dari
8,3 jam menjadi 22,7 jam (P<0.001) pada 12 sukarelawan sehat, sedangkan menurut
penelitian Deng (2005) pada 10 sukarelawan sehat yang mengonsumsi gemfibrozil
berbarengan dengan pioglitazon dan mengonsumsi pioglitazon 1 jam setelah
menerima gemfibrozil, total AUC pioglitazon meningkat 3,4 kali lipat dalam darah
(P<0.001), dan memperpanjang waktu paruh eliminasinya dari 6,5 jam menjadi 15.1
jam. Menurut Stockley (2008) walaupun sudah dibuktikan bahwa gemfibrozil dapat
meningkatkan AUC pioglitazon, masih dibutuhkan studi lebih lanjut untuk
mendapatkan relevansi klinis yang signifikan, misalnya dengan melakukan penelitian
pada pasien diabetes.

Hasil penelusuran literatur jurnal-jurnal dalam rentang lima tahun terakhir terhadap
potensi interaksi antara obat antidiabetik oral dengan obat lain, hanya ada satu hasil
klinis yang ditemukan yaitu antara glimepirid dengan ramipril. Menurut Sanovi-
aventis Canada (2013) pemberian 2 mg glimepirid dengan 5 mg ramipril secara
bersamaan terhadap pasien diabetes tipe 2 tidak ada gejala hipoglikemik dan tidak
menunjukan adanya interaksi obat yang merugikan; tetapi karena informasi yang
didapat adalah informasi produk yang tidak dapat diketahui bagaimana jenis desain
penelitiannya dan cara penelitiannya secara lengkap, maka hal tersebut belum dapat
dijadikan sebagai bukti yang kuat bahwa tidak ada gejala hipoglikemik antara
penggunaan glimepirid bersamaan dengan ramipril. Selain glimepirid dan ramipril,
ditemukan pula beberapa hasil klinis dari penelusuran jurnal-jurnal tetapi tidak
termasuk dalam jurnal terbaru rentang lima tahun terakhir, salah satunya adalah
interaksi antara glimepirid dengan gemfibrozil, dalam jurnal Niemi, Neuvonen &
Kivisto (2001) disebutkan gemfibrozil dapat meningkatkan konsentrasi plasma
glimepirid sehingga dapat menyebabkan hipoglikemi; hasil penelitian tersebut
dilakukan terhadap 10 sukarelawan sehat yang diberikan gemfibrozil dosis tunggal
600 mg dan 1 jam kemudian diberikan 0,5 mg glimepirid.

Hasil analisis dengan uji Chi-Square atau Kai-Kuadrat menunjukan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara jumlah jenis obat yang diresepkan dengan potensi
interaksi obat dalam resep. Hasil ini sesuai dengan penelitian Sari (2008) dan Utami
(2013) bahwa nilai probabilitas α = 0.00001 ini lebih kecil dari α = 0.05, maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jumlah jenis obat dalam satu
resep yang mengandung obat antidiabetik oral dengan banyaknya interaksi yang
terjadi. Hasil odds ratio menunjukan bahwa pasien yang menerima jumlah jenis obat
≥5 beresiko 10.278 kali lebih tinggi mengalami potensi interaksi obat (95% CI,
5.933- 17.806). Hal ini pun membuktikan teori dimana kemungkinan terjadinya
interaksi obat lebih tinggi dalam terjadinya kompleksitas obat-obat yang diresepkan,
sesuai kata Stockley (2005) dalam Putra (2007) yang menyebutkan bahwa
kompleksnya terapi yang diperlukan memaksa banyaknya penggunaan berbagai
kombinasi obat (polifarmasi) yang cenderung akan meningkatkan risiko terjadinya
interaksi obat

Anda mungkin juga menyukai