Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner
yaitu suatu fase akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard
Akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang
Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari
ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil. Sindrom Koroner Akut (SKA) tersebut merupakan
suatu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit koroner yaitu angina tak stabil (unstable
angina), infark miokard non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina
pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan ditandai dengan
manifestasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat dari iskemia
miokardium.

Angina Pektoris tidak stabil adalah suatu sindroma klinik yang berbahaya dan merupakan tipe
angina pektoris yang dapat berubah menjadi infark miokard ataupun kematian. Sindroma
ATS telah lama dikenal sebagai gejala awal dari infark miokard akut (IMA). Banyak
penelitian melaporkan bahwa ATS merupakan risiko untuk terjadinya IMA dan kematian.

Unstable angina pektoris atau yang disebut juga sebagai akut koronary syndrom,
menyebabkan nyeri dada bahkan pada saat istrahat. Penyebab utamnya adalah penurunan
aliran darah

Diagnosa angina pektoris tidak stabil (APTS/UAP) dan infark miokard non ST elevasi
(NSTEMI) ditegakkan atas dasar keluhan angina tipikal yang dapat disertai dengan
perubahan EKG spesifik, dengan atau tanpa peningkatan marka jantung. Jika marka jantung
meningkat, diagnosis mengarah NSTEMI; jika tidak meningkat, diagnosis mengarah UAP.
Sebagian besar pasien NSTEMI akan mengalami evolusi menjadi infark miokard tanpa
gelombang Q. Dibandingkan dengan STEMI, prevalensi NSTEMI dan UAP lebih tinggi, di
mana pasien-pasien biasanya berusia lebih lanjut dan memiliki lebih banyak komorbiditas.
Selain itu, mortalitas awal NSTEMI lebih rendah dibandingkan STEMI namun setelah 6
bulan, mortalitas keduanya berimbang dan secara jangka panjang, mortalitas NSTEMI lebih
tinggi.

1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Sindrom Koroner Akut


Merupakan spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan keadaan
kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen
miokardium dan aliran darah (Kumar, 2007).

2.2 Faktor Resiko Sindrom Koroner Akut


1. Faktor risiko konvensional
a. Merokok
b. Hipertensi
c. Hiperlipidemia
d. diabetes melitus
e. aktifitas fisik
f. obesitas
g. Termasuk di dalamnya bukti keterlibatan tekanan mental, depresi.
2. Fakto risiko yang baru
Sedangkan beberapa faktor yang baru antara lain CRP, Homocystein dan
Lipoprotein(a) (Santoso, 2005).

Di antara faktor risiko konvensional, ada empat faktor risiko biologis yang tak
dapat diubah, yaitu:

1. Usia
2. jenis kelamin
3. ras
4. riwayat keluarga.

Hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan


lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor-faktor aterogenik (Valenti, 2007). Wanita
relatif lebih sulit mengidap penyakit jantung koroner sampai masa menopause, dan
kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal ini diduga oleh karena adanya efek
perlindungan estrogen (Verheugt, 2008). Faktor-faktor risiko lain masih dapat diubah,
sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik. Faktor-faktor tersebut

2
adalah peningkatan kadar lipid serum, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa
dan diet tinggi lemak jenuh, kolesterol, dan kalori .

SKA umumnya terjadi pada pasien dengan usia diatas 40 tahun. Walaupun begitu, usia
yang lebih muda dari 40 tahun dapat juga menderita penyakit tersebut. Banyak penelitian
yang telah menggunakan batasan usia 40-45 tahun untuk mendefenisikan “pasien usia
muda” dengan penyakit jantung koroner atau infark miokard akut (IMA). IMA
mempunyai insidensi yang rendah pada usia muda (Wiliam, 2007).

2.3 Klasifikasi Sindrom Koroner Akut


Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), dan
pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi:
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation myocardial
infarction)
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment elevation
myocardial infarction)
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)

Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan indikator kejadian
oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini memerlukan tindakan
revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya;
secara medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi
koroner perkutan primer. Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina
pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang
bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil
peningkatan marka jantung.
Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat keluhan
angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang
bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST, inversi
gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normalization, atau bahkan
tanpa perubahan (Gambar 1). Sedangkan Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI
dibedakan berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai dengan peningkatan marka
jantung. Marka jantung yang lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila

3
hasil pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis
menjadi Infark Miokard Akut Segmen ST Non Elevasi (Non ST-Elevation Myocardial
Infarction, NSTEMI). Pada Angina Pektoris tidak stabil marka jantung tidak meningkat
secara bermakna. Pada sindroma koroner akut, nilai ambang untuk peningkatan CK-MB
yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal atas (upper limits of normal,
ULN).
Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal) atau menunjukkan
kelainan yang nondiagnostik sementara angina masih berlangsung, maka pemeriksaan
diulang 10-20 menit kemudian. Jika ulangan EKG tetap menunjukkan gambaran
nondiagnostik sementara keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau
selama 12-24 jam. EKG diulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang (Gambar 1).

2.4 Definisi Stable Angina Pektoris


Angina pektoris adalah nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh iskemia
miokardium yang reversibel dan sementara. Diketahui terbagi atas tiga varian utama
angina pektoris: angina pektoris tipikal (stabil), angina pektoris prinzmetal (varian), dan
angina pektoris tak stabil.
Angina pektoris tak stabil ditandai dengan nyeri angina yang frekuensi nya
meningkat. Serangan cenderung di picu oleh olahraga yang ringan, dan serangan
menjadi lebih intens dan berlangsung lebih lama dari angina pektoris stabil. Angina tak
stabil merupakan tanda awal iskemia miokardium yang lebih serius dan mungkin
ireversibel sehingga kadang-kadang disebut angina pra infark. Pada sebagian besar
pasien, angina ini di picu oleh perubahan akut pada plak di sertai trombosis parsial,
embolisasi distal trombus dan/ atau vasospasme. Perubahan morfologik pada jantung
adalah arterosklerosis koroner dan lesi terkaitnya (Kumar, 2007)
Angina pektoris tak stabil adalah suatu spektrum dari sindroma iskemik miokard akut
yang berada di antara angina pektoris stabil dan infark miokard akut. Terminologi ATS
harus tercakup dalam kriteria penampilan klinis sebagai berikut :
1. Angina pertama kali
Angina timbul pada saat aktifitas fisik. Baru pertama kali dialami oleh penderita
dalam priode 1 bulan terakhir
2. Angina progresif
Angina timbul saat aktifitas fisik yang berubah polanya dalam 1 bulan terakhir, yaitu
menjadi lebih sering, lebih berat, lebih lama, timbul dengan pencetus yang lebih

4
ringan dari biasanya dan tidak hilang dengan cara yang biasa dilakukan. Penderita
sebelumnya menderita angina pektoris stabil.
3. Angina waktu istirahat
Angina timbul tanpa didahului aktifitas fisik ataupun hal-hal yang dapat
menimbulkan peningkatan kebutuhan O2 miokard. Lama angina sedikitnya 15
menit.
4. Angina sesudah IMA
Angina yang timbul dalam periode dini (1 bulan) setelah IMA.

Kriteria penampilan klinis tersebut dapat terjadi sendiri-sendiri atau bersama-sama


tanpa adanya gejala IMA. Nekrosis miokard yang terjadi pada IMA harus disingkirkan
misalnya dengan pemeriksaan enzim serial dan pencatatan EKG.

2.5 Etiologi Stable angina Pektoris


1. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab paling sering adalah penurunan perfusi miokard oleh karena penyempitan
arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak aterosklerosis yang
rupture dan biasanya tidak sampai menyumbat. Mikroemboli (emboli kecil) dari
agregasi trombosit beserta komponennya dari plak yang ruptur, yang mengakibatkan
infark kecil di distal, merupakan penyebab keluarnya petanda kerusakan miokard
pada banyak pasien.

2. Obstruksi dinamik
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin diakibatkan
oleh spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium
(angina prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos
pembuluh darah dan/atau akibat adanya disfungsi endotel. Obstruksi dinamik
koroner dapat juga diakibatkan oleh konstriksi abnormal pada pembuluh darah
yang lebih kecil

5
3. Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ke tiga SKA adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena
spasme atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis
progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensikoroner perkutan (PCI).

4. Inflamasi dan/atau infeksi


Penyebab ke empat adalah inflamasi, disebabkan oleh/yang berhubungan dengan
infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak,
ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak
meningkatkan ekspresi enzim seperti metaloproteinase,
yang dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur plak, sehingga selanjutnya
dapat mengakibatkan SKA.
5. Faktor atau keadaan pencetus
Penyebab ke lima adalah SKA yang merupakan akibat sekunder dari kondisi
pencetus diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab dapat berupa
penyempitan arteri koroner yang mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard, dan
mereka biasanya menderita angina stabil yang kronik.

2.6 Patofisiologi Stable Angina Pektoris


1. Ruptur plak Penyebab ke lima adalah SKA yang merupakan akibat sekunder dari
kondisi pencetus diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab dapat berupa
penyempitan arteri koroner yang mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard, dan
mereka biasanya menderita angina stabil yang kronik.Ruptur plak arterosklerotik
dianggap penyebab terpenting angina pektoris tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi
oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelunya mempunyai
penyempitan yang mininal. Dua pertiga dari pembuluh yang mengalami ruptur
sebelumnya mempunyai penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan
angina tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70%. Plak arterosklerotik
terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotic
(fibrotic cap).Plak tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan
adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan
dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang
keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim protease
6
yang di hasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak (fibrous
cap). Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan
menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah
100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak
menyumbat 100% dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak
stabil (Trisnohadi, 2006).
2. Trombosis dan agregasi trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar terjadinya
angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu di sebabkan karena
interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada
dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil.
Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa
untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin
dan fibrin (Trisnohadi, 2006).
3. Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil. Di
perkirakan ada disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet
berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme.
Spasme yang terlokalisir seperti pada angina prinzmetal juga menyebabkan angina
tak stabil. Adanya spasme sering kali terjadi pada plak yang tak stabil dan
mempunyai peran dalam pembentukan trombus (Trisnohadi, 2006).
4. Erosi pada plak tanpa ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat di sebabkan karena terjadinya proliferasi dan
migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan
bentuk dari lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan
pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemia (Trisnohadi, 2006).

2.7 Diagnosa Stable Angina Pektoris


Diagnosis angina pektoris tidak stabil (APTS/UAP) dan infark miokard non ST elevasi
(NSTEMI) ditegakkan atas dasar keluhan angina tipikal yang dapat disertai dengan
perubahan EKG spesifik, dengan atau tanpa peningkatan marka jantung. Jika marka
jantung meningkat, diagnosis mengarah NSTEMI; jika tidak meningkat, diagnosis
mengarah UAP. Sebagian besar pasien NSTEMI akan mengalami evolusi menjadi infark
miokard tanpa gelombang Q. Dibandingkan dengan STEMI, prevalensi NSTEMI dan

7
UAP lebih tinggi, di mana pasien-pasien biasanya berusia lebih lanjut dan memiliki lebih
banyak komorbiditas. Selain itu, mortalitas awal NSTEMI lebih rendah dibandingkan
STEMI namun setelah 6 bulan, mortalitas keduanya berimbang dan secara jangka
panjang, mortalitas NSTEMI lebih tinggi.
Strategi awal dalam penatalaksanaan pasien dengan NSTEMI dan UAP adalah perawatan
dalam Coronary Care Units, mengurangi iskemia yang sedang terjadi beserta gejala yang
dialami, serta mengawasi EKG, troponin dan/atau CKMB.
1. Anamnesa

a. riwayat PJKA sebelumnya?


b. Singkirkan faktor risiko komorbid, seperti merokok, diabetes, hipertensi,
dislipidemia atau riwayat PJK di keluarga
c. nyeri dada dirasakan seperti menusuk atau menekan
d. nyeri (kearah angina) menjalar ke bagian tubuh lain
e. Adakah nyeri saat istirahat dan apakah terus menerus (> 20 menit)
f. Pada pasien PJK, apakah nyeri menghilang dengan pemakian nitratsublingual

Keluhan nyeri dada harus diperjelas dengan melakukan anamnesa sifat nyeri dada
yaitu
a. Lokasi
substermal, retrostermal, dan prekordial
b. Sifat nyeri
rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk,
rasa diperas, dan dipelintir.
c. Penjalaran
keleher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/ interskapula, dan dapat juga
ke lengan kanan.
d. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat
e. Faktor pencetus
latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan
f. Gejala yang menyertai
mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan lemas.
g. Gejala yang tidak tipikal

8
seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas pendek, rasa tidak nyaman di
epigastrium atau mual dan muntah dapat terjadi, terutama pada wanita,
penderitadiabetes dan pasien lanjut usia. Kecurigaan harus lebih besar pada
pasien dengan faktor risiko kardiovaskular multipel dengan tujuan agar tidak
terjadi kesalahan diagnosis.

Presentasi klinik. Presentasi klinik NSTEMI dan UAP pada umumnya berupa:
a. Angina tipikal yang persisten selama lebih dari 20 menit. Dialami oleh sebagian
besar pasien (80%)
b. Angina awitan baru (de novo) kelas III klasifikasi The Canadian Cardiovascular
Society. Terdapat pada 20% pasien.
c. Angina stabil yang mengalami destabilisasi (angina progresif atau kresendo):
menjadi makin sering, lebih lama, atau menjadi makin berat; minimal kelas III
klasifikasi CCS.
d. Angina pascainfark-miokard: angina yang terjadi dalam 2 minggu setelah infark
miokard

Tabel : Derajat angina Pektoris berasarkan CCS


Kelas Keterangan
I Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan... angina," seperti berjalan atau naik tangga.
Angina terjadi dengan pengerahan tenaga berat, cepat atau berkepanjangan di tempat kerja
atau rekreasi.

II Sedikit keterbatasan dalam melakukan aktivitas biasa." Angina terjadi pada saat berjalan
atau naik tangga dengan cepat; berjalan menanjak; berjalan atau memanjat tangga setelah
makan;, atau di bawah stres emosional; atau hanya selama beberapa jam setelah bangun.
Angina terjadi pada saat berjalan >2 blok dan menaiki tangga dengan kecepatan normal
dan di bawah kondisi normal

III "Ditandai keterbatasan aktivitas fisik biasa." Angina terjadi pada saat berjalan 1 sampai 2
blok pada tingkat dan pendakian 1 penerbangan tangga di bawah kondisi normal dan pada
kecepatan normal

IV Ketidak mampuan untuk melakukan kegiatan fisik apapun tanpa rasa tidak nyaman-anginal
gejala mungkin hadir pada saat istirahat

2. Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan
kondisi lain sebagai konsekuensi dari APTS/NSTEMI.

9
Hipertensi tak terkontrol, anemia, tirotoksikosis, stenosis aorta berat,
kardiomiopati hipertropik dan kondisi lain, seperti penyakit paru.
Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3) menunjukkan
prognosis yang buruk.
Adanya bruit di karotis atau penyakit vaskuler perifer menunjukkan bahwa pasien
memiliki kemungkinan juga penderita penyakit jantung koroner (PJK).
Sewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi dapat terdengar
derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut
jantung dapat menurun, menetap atau meningkat pada waktu serangan angina.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektrokardiografi (EKG)
Perekaman EKG harus dilakukan dalam 10 menit sejak kontak medis pertama.
EKG yang mungkin dijumpai pada pasien NSTEMI dan UAP antara lain:
1) Depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T; dapat disertai dengan
elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20 menit)
2) Gelombang Q yang menetap
3) Nondiagnostik
4) Normal

Depresi segmen ST ≥0,5 mm di dua atau lebih sadapan berdekatan sugestif untuk
diagnosis UAP atau NSTEMI,

b. Pemeriksan laboratorium Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-


MB telah di terima sebagai pertanda paling penting.

2.8 Diagnosa Stable Angina Pektoris


1. Anamnesis
Presentasi klinik. Presentasi klinik NSTEMI dan UAP pada umumnya berupa:
e. Angina tipikal yang persisten selama lebih dari 20 menit. Dialami oleh sebagian
besar pasien (80%)
f. Angina awitan baru (de novo) kelas III klasifikasi The Canadian Cardiovascular
Society. Terdapat pada 20% pasien.
g. Angina stabil yang mengalami destabilisasi (angina progresif atau kresendo):
menjadi makin sering, lebih lama, atau menjadi makin berat; minimal kelas III
klasifikasi CCS.

10
h. Angina pascainfark-miokard: angina yang terjadi dalam 2 minggu setelah infark
miokard

Presentasi klinik lain yang dapat dijumpai adalah angina ekuivalen, terutama pada
wanita dan kaum lanjut usia. Keluhan yang paling sering dijumpai adalah awitan
baru atau perburukan sesak napas saat aktivitas. Beberapa faktor yang menentukan
bahwa keluhan tersebut presentasi dari SKA adalah sifat keluhan, riwayat PJK, jenis
kelamin, umur, dan jumlah faktor risiko tradisional.

Angina atipikal yang berulang pada seorang yang mempunyai riwayat PJK, terutama
infark miokard, berpeluang besar merupakan presentasi dari SKA. Keluhan yang
sama pada seorang pria berumur lanjut (>70 tahun) dan menderita diabetes
berpeluang menengah suatu SKA. Angina equivalen atau yang tidak seutuhnya
tipikal pada seseorang tanpa karakteristik tersebut di atas berpeluang kecil
merupakan presentasi dari SKA (Tabel 3).

2. Pemeriksaan Penunjang
 Elektrokardiogram.
Perekaman EKG harus dilakukan dalam 10 menit sejak kontak medis pertama.
Bila bisa didapatkan, perbandingan dengan hasil EKG sebelumnya dapat sangat
membantu diagnosis. Setelah perekaman EKG awal dan penatalaksanaan, perlu
dilakukan perekaman EKG serial atau pemantauan terus-menerus. EKG yang
mungkin dijumpai pada pasien NSTEMI dan UAP antara lain:
1) Depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T; dapat disertai dengan
elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20 menit)
2) Gelombang Q yang menetap
3) Nondiagnostik
4) Normal

Hasil EKG 12 sadapan yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan


diagnosis SKA tanpa elevasi segmen ST, misalnya akibat iskemia tersembunyi
di daerah sirkumfleks atau keterlibatan ventrikel kanan, oleh karena itu pada
hasil EKG normal perlu dipertimbangkan pemasangan sadapan tambahan.

Depresi segmen ST ≥0,5 mm di dua atau lebih sadapan berdekatan


sugestif untuk diagnosis UAP atau NSTEMI, tetapi mengingat kesulitan
mengukur depresi segmen ST yang kecil, diagnosis lebih relevan dihubungkan

11
dengan depresi segmen ST ≥1 mm. Depresi segmen ST ≥1 mm dan/atau
inversi gelombang T≥2 mm di beberapa sadapan prekordial sangat sugestif
untuk mendiagnosis UAP atau NSTEMI (tingkat peluang tinggi). Gelombang
Q ≥0,04 detik tanpa disertai depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T
menunjukkan tingkat persangkaan terhadap SKA tidak tinggi (Tabel 3)
sehingga diagnosis yang seharusnya dibuat adalah Kemungkinan SKA atau
Definitif SKA (Gambar 1). Jika pemeriksaan EKG awal menunjukkan
kelainan nondiagnostik, sementara angina masih berlangsung, pemeriksaan
diulang 10 – 20 menit kemudian (rekam juga V7-V9). Pada keadaan di mana
EKG ulang tetap menunjukkan kelainan yang nondiagnostik dan marka
jantung negatif sementara keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien
dipantau selama 12-24 jam untuk dilakukan EKG ulang tiap 6 jam dan setiap
terjadi angina berulang.

Bila dalam masa pemantauan terjadi perubahan EKG, misalnya depresi


segmen ST dan/atau inversi gelombang T yang signifikan, maka diagnosis
UAP atau NSTEMI dapat dipastikan. Walaupun demikian, depresi segmen ST
yang kecil (0,5 mm) yang terdeteksi saat nyeri dada dan mengalami
normalisasi saat nyeri dada hilang sangat sugestif diagnosis UAP atau
NSTEMI. Stress test dapat dilakukan untuk provokasi iskemia jika dalam
masa pemantauan nyeri dada tidak berulang, EKG tetap nondiagnostik, marka
jantung negatif, dan tidak terdapat tanda gagal jantung. Hasil stress test yang
positif meyakinkan diagnosis atau menunjukkan persangkaan tinggi UAP atau
NSTEMI. Hasil stress test negatif menunjukkan diagnosis SKA diragukan dan
dilanjutkan dengan rawat jalan (Gambar 1).

 Marka jantung.
Pemeriksaan troponin I/T adalah standard baku emas dalam diagnosis
NSTEMI, di mana peningkatan kadar marka jantung tersebut akan terjadi dalam
waktu 2 hingga 4 jam. Penggunaan troponin I/T untuk diagnosis NSTEMI harus
digabungkan dengan kriteria lain yaitu keluhan angina dan perubahan EKG.
Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika marka jantung meningkat sedikit melampaui
nilai normal atas (upper limit of normal, ULN). Dalam menentukan kapan marka
jantung hendak diulang seyogyanya mempertimbangkan ketidakpastian dalam

12
menentukan awitan angina. Tes yang negatif pada satu kali pemeriksaan awal
tidak dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis infark miokard akut.
Kadar troponin pada pasien infark miokard akut meningkat di dalam darah perifer
3 – 4 jam setelah awitan infark dan menetap sampai 2 minggu. Peningkatan
ringan kadar troponin biasanya menghilang dalam 2 hingga 3 hari, namun bila
terjadi nekrosis luas, peningkatan ini dapat menetap hingga 2 minggu (Gambar
2).
Mengingat troponin I/T tidak terdeteksi dalam darah orang sehat, nilai ambang
peningkatan marka jantung ini ditetapkan sedikit di atas nilai normal yang
ditetapkan oleh laboratorium setempat.
Perlu diingat bahwa selain akibat STEMI dan NSTEMI, peningkatan kadar
troponin juga dapat terjadi akibat:
a) Takiaritmia atau bradiaritmia berat
b) Miokarditis
c) Dissecting aneurysm
d) Emboli paru
e) Gangguan ginjal akut atau kronik 6. Stroke atau perdarahan subarakhnoid
f) Penyakit kritis, terutama pada sepsis

Apabila pemeriksaan troponin tidak tersedia, pemeriksaan CKMB dapat digunakan.


CKMB akan meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam, mencapai puncaknya saat 12
jam, dan menetap sampai 2 hari.
2.9 Diagnosa Banding Stable Angina Pektoris
1. Unstable angina pektoris
2. Sindrom Koroner Akut
3. PJK
2.10 Penatalaksanaan Stable Angina Pektoris
Tindakan umum Pasien perlu perawatan di rumah sakit sebaiknya di unit intensif
koroner, pasien perlu di istirahatkan (bed rest), di beri penenang dan oksigen; pemberian
morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan nyeri dada walaupun sudah
mendapat nitrogliserin (Trisnohadi, 2006).
Terapi medikamentosa
1. Obat anti iskemia
a. Penyekat Beta (Beta blocker).

13
Keuntungan utama terapi penyekat beta terletak pada efeknya terhadap
reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi oksigen miokardium.
Terapi hendaknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan konduksi
atrio-ventrikler yang signifikan, asma bronkiale, dan disfungsi akut ventrikel
kiri. Pada kebanyakan kasus, preparat oral cukup memadai dibandingkan
injeksi.
Penyekat beta direkomendasikan bagi pasien UAP atau NSTEMI,
terutama jika terdapat hipertensi dan/atau takikardia, dan selama tidak terdapat
indikasi kontra. penyekat beta oral hendaknya diberikan dalam 24 jam
pertama (Kelas I-B). Penyekat beta juga diindikasikan untuk semua pasien
dengan disfungsi ventrikel kiri. \ Beberapa penyekat beta yang sering dipakai
dalam praktek klinik dapat dilihat pada tabel.

Atenolo B1 - 50-200
Bisoprolol B1 - 10
Carvedilol α dan β + 2x6, 25mg/hari,
titrasi hingga
2x25mg/hari
Metoprolol B1 - 50-200mg/hari
Propanolo Nonselektif - 2x20-80mg/hari

b. Nitrat
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang mengakibatkan
berkurangnya preload dan volume akhir diastolik ventrikel kiri sehingga
konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat adalah dilatasi
pembuluh darah koroner baik yang normal maupun yang mengalami
aterosklerosis.
Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjut
sebaiknya mendapat nitrat sublingual setiap 5 menit sampai maksimal 3 kali
pemberian, setelah itu harus dipertimbangkan penggunaan nitrat intravena jika
tidak ada indikasi kontra

14
c. Calcium channel blocker
Nifedipin dan amplodipin mempunyai efek vasodilator arteri dengan sedikit
atau tanpa efek pada SA Node atau AV Node. Sebaliknya verapamil dan
diltiazem mempunyai efek terhadap SA. Node dan AV Node yang menonjol
dan sekaligus efek dilatasi arteri. Semua CCB tersebut di atas mempunyai efek
dilatasi koroner yang seimbang. Oleh karena itu CCB, terutama golongan
dihidropiridin, merupakan obat pilihan untuk mengatasi angina vasospastik.
Studi menggunakan CCB pada UAP dan NSTEMI umumnya memperlihatkan
hasil yang seimbang dengan penyekat beta dalam mengatasi keluhan angina

2. Anti platelet

3. inhibitor glikoprotein IIb/ IIIa


4. antikoagulan
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepat mungkin.
Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang mendapatkan terapi
antiplatelet

15
5. Kombinasi Antiplatelet dan Antikoagulan
Penggunaan warfarin bersama aspirin dan/atau clopidogrel meningkatkan risiko
perdarahan dan oleh karena itu harus dipantau ketat. Kombinasi aspirin,
clopidogrel dan antagonis vitamin K jika terdapat indikasi dapat diberikan
bersama-sama dalam waktu sesingkat mungkin dan dipilih targen INR terendah
yang masih efektif.
Jika antikoagulan diberikan bersama aspirin dan clopidogrel, terutama pada
penderita tua atau yang risiko tinggi perdarahan, target INR 2- 2,5 lebih terpilih
6. Inhibitor ACE dan Penghambat Reseptor Angiotensin
Inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) berguna dalam mengurangi
remodeling dan menurunkan angka kematian penderita pascainfark-miokard yang
disertai gangguan fungsi sistolik jantung, dengan atau tanpa gagal jantung klinis.
Inhibitor ACE diindikasikan penggunaannya untuk jangka panjang, kecuali ada
indikasi kontra, pada pasien dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40% dan pasien
dengan diabetes mellitus, hipertensi, atau penyakit ginjal kronik (PGK)

7. Statin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan
modifikasi diet, inhibitor hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase (statin)
harus diberikan pada semua penderita UAP/NSTEMI, termasuk mereka yang telah
menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat indikasi kontra.

16
Terapi statin dosis tinggi hendaknya dimulai sebelum pasien keluar rumah sakit,
dengan sasaran terapi untuk mencapai kadar kolesterol LDL <100 mg/ dL
Menurunkan kadar kolesterol LDL sampai <70 mg/dL mungkin untuk dicapai.

Tindakan revaskularisasi pembuluh darah Tindakan revaskularisasi perlu


dipertimbangkan pada pasien dengan iskemia berat, dan refrakter dengan terapi
medikamentosa.
Pada pasien dengan penyempitan di left main atau penyempitan pada 3 pembuluh
darah, bila di sertai faal ventrikel kiri yang kurang, tindakan operasi bypass (CABG)
dapat memperbaiki harapan, kualitas hidup dan mengurangi resiko kembalinya ke rumah
sakit. Pada tindakan bedah darurat mortalitas dan morbiditas lebih buruk daripada bedah
elektif. Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan penyempitan pada satu
atau dua pembuluh darah atau bila ada kontra indikasi pembedahan, PCI merupakan
pilihan utama. Pada angina tak stabil perlunya dilakukan tindakan invasif dini atau
konservatif tergantung dari stratifikasi risiko pasien; pada resiko tinggi, seperti angina
terus-menerus, adanya depresi segmen ST, kadar troponin meningkat, faal ventrikel yang
buruk, adanya gangguan irama jantung seperti takikardi ventrikel, perlu tindakan invasif
dini (Trisnohadi, 2006).

2.11 Pencegahan Stable Angina Pektoris


Beberapa penelitian telah menunjukan bahwa perubahan gaya hidup dapat mencegah
penyumbatan memburuk dan dapat memperbaikinya. Perubahan gaya hidup juga bisa
membantu mencegah serangan angina.
Perubahan gaya hidup seperti:
1. Kontrol berat badan
2. Berhenti merokok
3. Minum alkohol secukupnya.
4. Makan makanan sehat yang tinggi sayuran, buah-buahan, biji-bijian, ikan dan daging
tanpa lemak
Menjaga kondisi kesehatan lainnya seperti tekanan darah tinggi, diabetes, dan kadar
kolesterol tinggi yang terkendali.
2.12 Komplikasi Stable Angina Pektoris
Unstable angina pektoris biasanya mengarah ke:
1. Aritmia

17
2. Serangan jatung
3. Gagal jantung
2.13 Prognosis Stable Angina Pektoris
Unstable angina pektoris adalah tanda awal penyakit jantung yang lebih parah.
Prognosisnya tergantung [ada banyak hal, termaksud:
1. Berapa banyak dan arteri apa yang tersumbat dijantung dan seberapa parah
penyumbatan tersebut
2. Riwayat terkena serangan jantung sebelumnya.
3. Seberapa baik otot jantung anda dapat memompa darah keseluruh tubuh
4. Irama jantung yang tidak teratur dan serangan jantung dapat mengakibatkan
kematiaan mendadak.

18
DaftarPustaka

American Heart Association 2014. Types of Heart Failure

www. Heart.org diaksespada 13 oct 2015.

American Heart Association 2015. Heart Disease and Stroke Statistic 2015 Update.

www. Circ. Ahajournals. Org diaksespada13 Oct 2015.

Corr . P. 2011. MengenalipolafotofotoDiagnostik. Jakarta: EGC.

PedomanTatalaksanaSindromKoronerAkutEdisiketiga, Tim Penyusun :Irmalita,


Dafsah A juzar, Dkk.

19
BAB 3
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama : Tn. TS
Umur : 57 tahun
NO.RM : 0177616
Jenis Kelamin : Laki Laki
Tanggal MRS : 02 Februari 2016

ANAMNESA
Keluhan Utama : Nyeri Dada
Telaah : Os datang ke RS dengan keluhan nyeri dada kiri yang
dialami sejak 1 hari yang lalu ± 10 menit, nyeri dada
bersifat hilang timbul. Nyeri dada yang dirasakan
menjalar dari dada sebelah kiri ke pundak lalu ke
punggung seperti. Nyeri dada timbul pada saat Os
sedang beraktivitas seperti berjalan maupun pada saat
qberistiraat. Nyeri yang dirasakan berkurang apabila Os
berbaring.Os juga mengeluhkan mual namun tidak
sampai muntah. BAK lancar BAB (+). Os juga
mengeluhkan batuk berdahak sejak satu inggu yang lalu.
Sebelum masuk rumah sakit royal prima, os juga pernah
berobat ke RS lain pada tahun 2015 dengan keluhan
kelemahan anggota gerak badan sebelah kiri. Os juga
mengeluhkan juga mengeluhkan ada bengkak di kedua
kaki.

Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi, Stroke

Riwayat Obat : Tidak diketahui

Riwayat Habitualis : Riwayat perokok aktif 2 bungkus perhari.

Riwayat Penyakit Keluarga :Tidak diketahui

20
PEMERIKSAAN FISIK

TANDA VITAL
Kesadaran : Compos Mentis GCS : 15
TD : 160/80 mmHg RR :20 x/ menit
HR : 85x/ menit T : 36°C
Berat Badan : 74kg TB : 169 cm

STATUS GENERALIS
1. Kepala : Simetris
2. Mata : Pupil : Isokor
Sklera : Ikterik (-/-)
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Refleks Cahaya : (+/+)
3. Telinga : Tidak ditemukan kelainan
4. Hidung : Deviasi Septum (-/-), Konka Hiperemis (-/-)
5. Mulut : Mukosa Bibir Kering (-), Lidah Kotor (-)
6. Leher : TVJ R+2 cm H2O
7. Thorax
a. Depan
Inspeksi : Simetris Fusiformis
Palpasi : SF Ki = Ka
Perkusi : Sonor
Auskultasi : SP : Bronkovesikuler
ST : wheezing (-/-)
b. Belakang
Inspeksi :Simetris Fusiformis
Palpasi :SF:Stem Fremitus Ki = Ka
Perkusi :Sonor
Auskultasi :SP : Bronkovesikuler
8. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat

21
Palpasi : Ictus Cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan dan kiri
Auskultasi : irama jantung = teratur
Gallop (-)
9. Abdomen
Inspeksi : Perut datar
Auskultasi : Peristaltik (+) normal, Double Sound (-)
Palpasi :Undulasi (-), hepatomegali (+)
Perkusi : Timpani
Punggung : Tapping pain (-), ballotement (-)
6. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
7. Ekstremitas
Superior : Oedem (-/+)
Inferior :Oedem (+/+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Darah rutin
2. Elektrolit
3. Glukosa ad random
4. Cardiac marker
5. EKG
6. Xray Thorax PA

DIAGNOSIS BANDING

1. Angina pectoris stable + hipertensi grade II +PPOK


2. Sindrom Koroner Akut
3. Dispneu ec suspek PPOK
4. Dispneu ec suspek Asma Bronkial

DIAGNOSIS KERJA : Angina pectoris stable + hipertensi grade II +PPOK

TERAPI :
1. IVFD Nacl 0,9 % 6gtt/I mikro
2. inj Ranitidine 10 amp/IV

22
3. ISDN 5 mg 1 tab 3x1
4. Plavix 300 mg 4 tab
5. Aptor 200 mg 2 tab

HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanggal 02 Februari 2017


DIABETIC
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
1 Glukosa ad random 161 mg/dl < 200

ELEKTROLIT
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
1 Natrium 138.5 mEq/L 135 -145
2 Kalium 3.58 mEq/L 3.5 - 5.5
3 Chlorida 111.2 mEq/L 94 – 111

HEMATOLOGI
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
1 Hemoglobin 16.8 mg/dl 13.5 - 15.5
2 Leukosit 7440 /mm3 5.000 - 11.000
3 Laju Endap Darah 6 mm/jam 0 - 20
4 Trombosit 174000 /mm3 150000 – 450000
5 Hematocrit 49 % 30.5 - 45.0
6 Eritrosit 5.75 10^6/mm3 4.50 - 6.50
7 MCV 85.1 fL 75.0 - 95.0
8 MCH 29.2 pg 27.0 - 31.0
9 MCHC 34.3 g/dl 33.0 - 37.0
10 RDW 13.1 % 11.50 - 14.50
11 PDW 46.4 fL 12.0 - 55.0
12 MPV 8.3 fL 6.50 - 9.50
13 PCT 0.15 % 0.100 - 0.500
14 Hitung Eosinofil 1.1 % 1–3
Jenis Basofil 0.1 % 0-1
Lekosit Monosit 4.2 % 2–8
Neutrofil 74.4 % 50 – 70
Limfosit 16.5 % 20-40
LUC 0.7 % 0–4

CARDIAC MARKER
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
1 CK- MB 3.88 ng/ml <5
2 Troponin – I 0.1 ng/ml <0.8

23
EKG

Pembacaan EKG

Irama : sinus

Ritme :ritmis (1500: 17kotak kecil=88x/menit)

Axis : lead I (+), aVF(+) normoaxis

P wave: normal

Q wave: OMI anteroseptal

Kesimpulan EKG
Sinus Ritme +Old Miocard Infark Anterolateralseptal

24
Foto Thorax

Interpretasi Foto Thorax


1. Cor, sinusid dan diafragma normal
2. Pulmo : Hilus normal
3. Corakan bronkovaskular dalam batas normal
4. Tidak tampak infiltrat.
5. Skeletal dan soft tissue tidak tampak kelainan
6+13
6. CTR: X 100%= 63%(cardiomegali)
30

Kesan :

Pulmo dalam batas normal+ kardiomegali

25
FOLLOW UP
Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning
 IVFD Nacl 0,9
%
 Inj. aminophilin
1. Pasien 1,5 amp
Tampak  Inj.
Lemas Dexamethasone
2. TD 160/100 Angina pektoris
Rasa mual 5 mg / 8jam
02/02/2017 stabil + HT grade
(+) mmHg  Ventolin +
II+ PPOK
3. HR 80 x/i flixotide
4. RR 20 x/i nebules / 8 jam
5. T 36.7ºC  Camidryl exp
60 ml syrup 3x1
 Salbutamol 2
mg tab 3x1
 IVFD Nacl 0,9
%
 Inj. aminophilin
1,5 amp
6. Pasien
 Inj.
Tampak
Dexamethasone
Nyeri dada Lemas
Angina pektoris 5 mg / 8jam
03/02/2017 (+), Mual 7. TD 140/80
stabil + HT grade  Ventolin +
(Pulmologis) (+) Nyeri mmHg
II+ PPOK flixotide
ulu hati 8. HR 82 x/i
9. RR 22 x/i nebules / 8 jam
10. T 36ºC  Camidryl exp
60 ml syrup
3x1
 Salbutamol 2
mg tab 3x1
 IVFD Nacl 0,9
a. Pasien %
Tampak  Inj. aminophilin
membaik 1,5 amp
Nyeri dada (+) Angina pektoris
11. TD 140/80  Inj.
04/02?2017 dan Nyeri ulu mmHg stabil + HT grade
Dexamethasone
hati II+ PPOK
12. HR 80 x/i 5 mg / 8jam
13. RR 22 x/i  Ventolin +
14. T 36 ºC flixotide
nebules / 8 jam

26
 Camidryl exp
60 ml syrup
3x1
Salbutamol 2
mg tab 3x1

27
BAB 4
KESIMPULAN

Tn.Ts 57 tahun datang ke RS dengan keluhan nyeri dada kiri yang dialami sejak 1
hari yang lalu ± 10 menit, nyeri dada bersifat hilang timbul. Nyeri dada yang dirasakan
menjalar dari dada sebelah kiri ke pundak lalu ke punggung seperti. Nyeri dada timbul pada
saat Os sedang beraktivitas seperti berjalan maupun pada saat beristirahat. Nyeri yang
dirasakan berkurang apabila Os berbaring. Os juga mempunyai Riwayat Habitualis
perokok aktif 2 bungkus perhari.
Kesimpulan EKG : Sinus Ritme +Old Miocard Infark Anterolateralseptal.
Diagnosa Akhir :” angina pektoris stabil+ hipertensi grade II+ PPOK “

Pasien dianjurkan rawat inap, pasien diberikan tatalaksana awal berupa

1. Tirah baring
2. IVFD Nacl 0,9 % 6gtt/I mikro
3. Inj Ranitidine 10 amp/IV
4. ISDN 5 mg 1 tab 3x1
5. Plavix 300 mg 4 tab
6. Aptor200 mg2 tab

28

Anda mungkin juga menyukai