Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menjadi seorang perawat bukanlah tugas yang mudah. Perawat
terus ditantang oleh perubahan-perubahan yang ada, baik dari lingkungan
maupun klien. Dari segi lingkungan, perawat selalu dipertemukan dengan
globalisasi. Sebuah globalisasi sangat memengaruhi perubahan dunia,
khususnya di bidang kesehatan. Terjadinya perpindahan penduduk
menuntut perawat agar dapat menyesuaikan diri dengan perbedaan budaya.
Semakin banyak terjadi perpindahan penduduk, semakin beragam pula
budaya di suatu negara. Tuntutan itulah yang memaksa perawat agar dapat
melakukan asuhan keperawatan yang bersifat fleksibel di lingkungan yang
tepat.
Lima proses keperawatan: pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi selalu berkaitan erat dengan
intervensi keperawatan. Beda usia, beda pula intervensi yang akan
digunakan oleh perawat untuk menyelesaikan masalah kesehatan klien.
Sepanjang daur kehidupan manusia salah satunya meliputi lanjut usia yang
diteruskan dengan menjelang dan saat kematian. Intervensi perawatan
lanjut usia sangat penting karena lansia menunjukkan perubahan-
perubahan penting yang membutuhkan perawatan khusus, lain dari
perawatan usia anak-anak ataupun dewasa. Klien dalam kondisi terminal
membutuhkan dukungan dari utama dari keluarga, seakan proses
penyembuhan bukan lagi merupakan hal yang penting dilakukan.
Sebenarnya, perawatan menjelang kematian bukanlah asuhan keperawatan
yang sesungguhnya. Isi perawatan tersebut hanyalah motivasi dan hal-hal
lain yang bersifat mempersiapkan kematian klien. Dengan itu, banyak
sekali tugas perawat dalam memberi intervensi terhadap lansia, menjelang
kematian, dan saat kematian.

B. Tujuan
1. Umum

1
1) Untuk mengetahui tentang perspektif transkultural dalam
keperawatan berkenaan dengan globalisasi dan pelayanan
kesehatan.
2. Khusus
1) Untuk mengetahui segala bentuk asuhan keperawatan transkultural.
2) Untuk mengetahui intervensi dalam menindaklanjuti klien lanjut
usia.
3) Untuk mengetahui asuhan keperawatan bagi klien menjelang dan
saat kematian.
4) Untuk mengetahui penyelesaian kasus mengenai peran perawat bila
dihadapkan pada situasi tersebut dan hal yang sebaiknya dilakukan
perawat untuk membantu klien.
C. Manfaat
1. Dapat emberikan informasi dan asuhan keperawatan kepada
masyarakat terutama asuhana keperawatan transcultural.
2. Dapat meningkatakan pelayanan asuhan keperawatan kepada
masyarakat.
3. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta pengalaman dalam
mengembangkan potensi terutama di bidang keperawatan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Perspektif Transkultural dalam Keperawatan
Dalam buku Leininger dan McFarland (2002) “Transcultural
Nursing: Concepts, Theories, Research and Practice” Third Edition,
keperawatan transkultural adalah suatu area atau wilayah keilmuan budaya
pada proses belajar dan praktik keperawatan yang fokus memandang
perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan sehat
dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan

2
tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan
khususnya budaya atau keutuhan budaya pada manusia.
1. Keperawatan Transkultural dan Globalisasi dalam Pelayanan
Kesehatan
Tujuan dari keperawatan transkultural adalah
mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang humanis
sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik
dan universal. Kultur yang spesifik adalah kultur yang dengan
nilainilai norma spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok lain,
seperti bahasa. Sedangkan, kultur yang universal adalah nilai atau
norma yang diyakini dan dilakukan oleh hamper semua kultur,
seperti budaya olahraga dapar membuat badan sehat, bugar; budaya
minum teh dapat membuat tubuh sehat. Keperawatan transkultural
juga bertujuan untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti, dan
menggunakan pemahaman perawatan transkultural untuk
meningkatkan kebudayaan yang spesifik dalam pemberian asuhan
keperawatan.
Globalisasi dalam pelayanan kesehatan sangatlah penting.
Maksudnya adalah pada zaman yang serba maju ini, menuntut
keperawatan semakin maju pula mengikuti perkembangan zaman.
Orang-orang akan menuntut asuhan keperawatan yang berkualitas.
Dengan adanya zaman globalisasi ini, banyak orang yang
melakukan perpindahan penduduk antar negara (imigrasi) sehingga
memungkinkan pergeseran tuntutan asuhan keperawatan. Konsep
keperawatan didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan
nilai-nilai kultural yang melekat dalam masyarakat.
Sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya
dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien.
Bila hal ini diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya
cultural shock. Cultural shock dialami klien pada suatu kondisi
dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nialai
budaya dan kepercayaan. Ini akan mengakibatkan

3
ketidaknyamanan, ketidakberdayaan pada klien, dan beberapa
mengalami disorientasi.
2. Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan
Transkultural
Ada dua belas konsep transkultural teori Leininger (1985)
dalam buku Leininger dan McFarland (2002) “Transcultural
Nursing: Concepts, Theories, Research and Practice” Third
Edition, yaitu:
a. Budaya (kultur) adalah norma atau aturan tindakan dari
anggota kelompok yang dipelajari, dan dibagi serta
memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil
keputusan.
b. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang
lebih diinginkan atau sesuatu tindakan yang dipertahankan
pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan
keputusan.
c. Culture care diversity (perbedaan budaya dalam asuhan
keperawatan) merupakan bentuk yang optimal dari
pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada
kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang
dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang
menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan
tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari
individu yang datang dan individu yang mungkin kembali
lagi.
d. Cultural care universality (kesatuan perawatan kultural)
mengacu kepada suatu pengertian umum yang memiliki
kesamaan ataupun pemahaman yang paling dominan, pola-
pola, nilai-nilai, gaya hidup atau simbol-simbol yang
dimanifestasikan diantara banyak kebudayaan serta
mereflesikan pemberian bantuan, dukungan, fasilitas atau
memperoleh suatu cara yang memungkinkan untuk
menolong orang lain (Terminlogy universality) tidak

4
digunakan pada suatu cara yang absolut atau suatu temuan
statistik yang signifikan.
e. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu
yang menganggap bahwa budayanya adalah yang terbaik
diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain.
f. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau
kelompok budaya yang digolongkan menurut ciri-ciri dan
kebiasaan yang lazim.
g. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan
pada mendiskreditkan asal muasal manusia.
h. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya.
Pendekatan metodologi pada penelitian etnografi
memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran
yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu,
menjelaskan dasar observasi untuk mempelajari lingkungan
dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik
diantara keduanya.
i. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan
bimbingan, bantuan, dukungan perilaku pada individu,
keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk
memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk
meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia.
j. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk
membimbing, mendukung dan mengarahkan individu,
keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau
antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi
kehidupan manusia.
k. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif
untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi
yang digunakan untuk mebimbing, mendukung atau
memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok
untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan

5
bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan mencapai
kematian dengan damai.
l. Cultural imposition berkenaan dengan kecenderungan
tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik
dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya bahwa ide
yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok
lain.
3. Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya
Pengkajian budaya merupakan hal yang penting bagi
seorang perawat dalam asuhan keperawatan yang akan diberikan
kepada klien. Pengetahuan mengenai latar budaya dari klien dapat
dijadikan acuan bagi perawat dalam membina hubungan dengan
klien. Dalam buku Leininger dan McFarland (2002) “Transcultural
Nursing: Concepts, Theories, Research and Practice” Third
Edition, tujuan pengkajian budaya adalah untuk mendapatkan
informasi yang signifikan dari klien sehingga perawat dapat
menetapkan kesamaan pelayanan budaya.
Pada tahap pertama, perawat melakukan pengkajian budaya
dengan mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada
lingkungan komunitas dari klien, sehingga perawat mengetahui
latar belakang budaya klien agar pengkajian yang dilakukan
terarah. Data yang perlu diketahui dalam perubahan tersebut adalah
data demografik, meliputi data sensus lokal dan data regional.
Persiapan dan antisipasi sangat diperlukan dalam pengkajian
budaya yang didukung dengan keterampilan dalam pengambilan
data dan efisiensi waktu.
Perawat juga harus memiliki kemampuan untuk memahami
klien lebih dalam sehingga kesimpulan interpretasi selama
penilaian tepat dan sesuai dengan pelayanan yang diharapkan
bersama. Penggunaan pertanyaan yang terfokus, terbuka, dan
kontras dapat membantu dalam pemahaman kepada klien.
Pemberian pertanyaan tersebut bertujuan untuk mendorong atau
memotivasi klien dalam penggambaran nilai-nilai, kepercayaan,

6
dan praktik yang berarti terhadap pelayanan pada klien yang
dilakukan. Pertanyaan yang diberikan seperti menanyakan
pendapat klien tentang penyebab penyakit klien, pernah atau tidak
klien mengalami penyakit tersebut sebelumnya, dan perbedaan
penyakit sekarang dengan sebelumnya.
Dalam membangun hubungan dengan klien, komunikasi
yang kurang biasanya terjadi pada hubungan intercultural. Hal
tersebut disebabkan adanya perbedaan bahasa dan cara
berkomunikasi. Sehingga keterampilan manajemen impresi
merupakan hal penting bagi perawat. Manajemen impresi
merupakan usaha untuk memberikan image dalam interaksi sosial.
Manajemen impresi membutuhkan keahlian berbahasa interpretasi
yang sama secara budaya terhadap sikap klien, dan keterampilan
melakukan pengamatan.
Sebagai contoh penerapan dari manajemen impresi yaitu
negara Amerika menggunakan bahasa Inggris, tetapi pada setiap
orang di wilayah Amerika, memiliki dialek yang beragam dalam
pengucapan bahasa Inggris tersebut. Sehingga sebagai perawat
perlu menilai dan mendengarkan bahasa yang digunakan oleh klien
ketika berbicara. Setelah itu, perawat menulis dan memutuskan jika
klien memerlukan seseorang ahli bahasa atau tidak. Seorang ahli
bahasa yang dipilih harus keputusan dari hasil diskusi perawat
dengan klien. Pihak rumah sakit memberikan ahli bahasa hanya
untuk memberikan kondisi medis klien. Ahli bahasa tersebut harus
mempunyai kesesuaian latar belakang etnik dengan klien agar lebih
mudah timbul rasa percaya.
4. Instrumen Pengkajian Budaya
a. Mempertahankan Budaya

Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien


tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan
implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai
yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat

7
meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya,
misalnya budaya berolahraga setiap pagi.

b. Negosiasi Budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini
dilakukan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya
tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat
membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya
lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya
klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau
amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani
yang lain.
c. Restrukturisasi Budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya
yang dimiliki merugikan status kesehatan. Perawat berupaya
merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok
menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih
biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan
keyakinan yang dianut.
B. Perawatan Pada Lanjut Usia
Lima proses keperawatan berperan besar dalam melakukan intervensi
asuhan keperawatan.
1. Pengkajian
Ada lima kunci pengkajian keperawatan untuk memastikan
usia dalam buku Potter Perry (2009) “Fundamentals of Nursing”
Seventh Edition:
a. Hubungan timbal balik fisik dan psikososial penuaan
b. Efek penyakit dan ketidakmampuan kerja fungsional
c. Penurunan tingkat efisiensi mekanisme homeostatis
d. Kurangnya standar kesehatan dan norma penyakit
e. Perubahan presentasi dan respon terhadap penyakit
spesifik

Lansia pada umumnya pensiun. Karena pensiunan ini


biasanya telah diantisipasi, seseorang dapat berencana ke depan
untuk (1) berpartisipasi dalam konsultasi atau aktivitas suka rela,

8
(2) mencari minat dan hobi baru, dan (3) melanjutkan
pendidikannya. Dalam perwujudan perencanaan tersebut, lansia
bertemu dengan berbagai perubahan-perubahan dalam dirinya.

1) Perubahan Fisiologis
Beberapa klien lansia mungkin mengalami semua perubahan
ini, dan lansia lainnya mengalami hanya beberapa perubahan.
a. Survei Umum inspeksi awal pada dewasa tua mungkin
berupa kontak mata dan ekspresi wajah yang sesuai dengan
situasi, kerutan wajah, rambut uban, hilangnya jaringan
ekstrimitas, dan peningkatan jaringan serta lemak pada
tubuh.
b. Sistem Integumen kulit kehilangan kelenturannya dan
kelembabannya. Noda dan lesi mungkin juga muncul pada
kulit.
c. Kepala dan Leher raut wajah nampak asimetris karena
hilangnya atau pemasangan gigi palsu yang tidak benar.
Perubahan pada nada suara (biasanya keras) terjadi karena
adanya penurunan kekuatan dan tingkat nada. Ketajaman
penglihatan lansia menurun. Sering terjadi presbiopia, suatu
penurunan pada kemampuan mata untuk berakomodasi
pada benda dekat, dan presbikus, suatu perubahan terkait
usia pada ketajaman pendengaran. Atrofi saraf pengecap
pun kerap muncul serta hilangnya efisiensi. Lansia tidak
mampu merasakan asin, manis, asam, dan pahit dengan
cepat.
d. Toraks dan Paru terdapat peningkatan diameter
anteroposterior. Kifosis yang sering terjadi pada lansia
merupakan perubahan tajam dan progresif pada struktur
vertebrata yang permanen bila disertai osteoporosis.
e. Jantung dan Vaskular penurunan kekuatan kontraktil
miokardium menyebabkan penurunan darah jantung.
Penurunan ini signifikan jika lansia mengalami stres karena
ansietas, kegembiraan, penyakit, atau aktivitas yang berat.

9
f. Payudara penurunan massa, tonus, dan elastisitas otot
yang menyebabkan payudara menjadi lebih kecil.
g. Gastrointestinal dan Abdomen peningkatan jumlah
jaringan lemak pada tubuh dan abdomen. Sering juga
munculnya intoleransi pada makanan tertentu secara tiba-
tiba.
h. Sistem Reproduksi menopause pada wanita berkaitan
dengan penurunan respons ovarium terhadap hipofisis dan
mengakibatkan penurunan kadar estrogen dan progesteron.
i. Sistem Perkemihan hipertrofi kelenjar prostat dapat terjadi
pada pria lansia. Wanita lansia dapat mengalami
inkontinensia stres, yaitu terjadi pelepasan urin involunter
saat batuk, bersin, atau mengangkat suatu benda.
j. Sistem Muskoskeletal dewasa lansia yang berolahraga
secara teratur tidak akan mengalami kehilangan massa atau
tonus otot dan tulang sebanyak dewasa lansia lain yang
tidak aktif. Pada dewasa lansia yang tidak aktif, serat otot
akan berkurang ukurannya dan kekuatan otot berkurang
sebanding penurunan massa otot.
k. Sistem Neurologis secara khas, lansia tidak tidur sepanjang
malam. Penyebab disrupsi ini adalah (1) siklus tidur
memendek, (2) akibat pengosongan kandung kemih yang
sering, nyeri, atau gangguan psikologis, dan (3) medikasi
yang memengaruhi siklus bangun-tidur.
2) Perubahan Kognitif
a. Demensia kerusakan umum fungsi intelektual yang
mengganggu fungsi sosial dan okupasi. Demensia sinilis
tipe Alzheimer, atau biasa disebut penyakit Alzheimer,
dicirikan oleh adanya atrofi otak dan timbulnya plak senil
serta lilitan neurofibril dalam hemisfer serebral. Progresi
penyakit Alzheimer telah dibagi dalam tiga tahap dalam
buku Potter Perry (2005) “Fundamental Keperawatan”
Buku 1 (Brady, 1993). Pada tahap awal, gejala utama

10
adalah hilangnya memori. Tahap pertengahan meliputi
kerusakan keterampilan bahasa, aktivitas motorik, dan
pengenalan benda. Inkontinensia urin dan fekal,
ketidakmampuan ambulansi, dan hilangnya keterampilan
bahasa secara lengkap merupakan cirri klasik tahap akhir
atau terminal dari penyakit Alzheimer.
b. Delirium (tingkat konfusi akut) sindrom otak menyerupai
demensia ireversibel, tetapi secara klinis dibedakan oleh
adanya tingkat kesadaran tidak jelas atau, lebih tepatnya,
perubahan perhatian dan kesadaran. Ciri lain meliputi
kurang perhatian, ilusi, halusinasi, kadang bicara inkoheren,
gangguan siklus bangun-tidur, dan disorientasi.
c. Penyalahgunaan Zat dan Kerusakan Kognitif
Penyalahgunaan alkohol dan obat lain terjadi pada
populasi lansia. Banyak penelitian menunjukkan bahwa hal
tersebut adalah masalah serius karena mencakup stres dan
kehilangan terkait penuaan seperti pension, kehilangan
pasangan, dan kesepian.
3) Perubahan Psikososial
a. Pensiun tahap kehidupan yang dicirikan oleh adanya
transisi dan perubahan peran yang dapat menyebabkan stres
psikososial. Stres ini meliputi perubahan peran pada
pasangan atau keluarga dan masalah isolasi sosial.
b. Isolasi sosial Ada empat tipe isolasi sosial dalam buku
Potter Perry (2005) “Fundamental Keperawatan” Buku 1.
 Sikap terjadi karena nilai pribadi atau budaya.
Lansiaisme adalah sikap yang berlaku yang
menstigmatisasi lansia, suatu bias yang menolak lansia.
Seiring lansia semakin ditolak, harga diru lansia pun
berkurang, sehingga usaha bersosialisasi berkurang.
 Penampilan seseorang diisolasi karena penolakan oleh
orang lain atau karena sedikit interaksi yang dapat
dilakukan akibat kesadaran diri.

11
 Perilaku perilaku yang biasanya dikaitkan dengan
pengisolasian meliputi konfusi, demensia, alkoholisme,
eksentrisitas, dan inkontinensia.
 Geografis jauh dari keluarga, kejahatan di kota, dan
barier institusi menyebabkan lansia mengalami isolasi
sosial. Dalam masyarakat kini yang suka berpindah,
umumnya anak hidup jauh dari orangtua sehingga
kesempatan untuk mengunjungi anak-anak semakin
berkurang. Hal ini menyebabkan isolasi lebih lanjut
pada lansia yang mempunyai keterbatasan fisik atau
mengalami kematian pasangannya.
c. Seksualitas meliputi cinta, kehangatan, saling membagi
dan sentuhan, bukan hanya melakukan hubungan seksual.
d. Tempat Tinggal dan Lingkungan perubahan pada peran
sosial, tanggung jawab keluarga, dan status kesehatan
memengaruhi rencana kehidupan lansia.
e. Kematian kesalahan konsep yang biasa terjadi adalah
kematian seorang lansia sebagai berkah dan kulminasi (titik
tertinggi) seluruh kehidupan.
2. Diagnosa Keperawatan
Identifikasi faktor yang berhubungan atau penyebab yang
mungkin untuk setiap diagnosa memberi arahan dalam
mengembangkan intervensi keperawatan. Analisis data
memerlukan pertimbangan terhadap kekuatan dan keterbatasan
individu dan juga persepsi klien lansia tentang status kesehatannya.
Validasi data dari keluarga, kolega, perawat, profesi kesehatan lain,
dan catatan (rekam medis) mungkin diperlukan.
3. Perencanaan
Rencana keperawatan lansia difokuskan pada kegiatan
mencegah, meningkatkan, mengurangi, atau menghilangkan
masalah. Prioritas perawatan ditetapkan, tujuan klien dan hasil
yang diharapkan serta intervensi yang cocok dipilih.

12
4. Implementasi
Intervensi keperawatan pada lansia dapat mencakup
peningkatan dan pemeliharaan kesehatan, dukungan psikososial,
keamanan rumah, pengobatan mandiri, penyesuaian, dan
penghematan. Dalam intervensi, dukungan psikososial meliputi:
a. Komunikasi Terapeutik merasakan dan menghargai keunikan
klien.
b. Sentuhan membuat nyaman lansia dengan menunjukkan rasa
kasih sayang.
c. Orientasi Realitas teknik komunikasi yang digunakan untuk
membuat klien menyadari waktu, tempat, dan orang. Tujuan
orientasi realitas meliputi mengembalikan perasaan terhadap
realitas, meningkatkan tingkat kesadaran, meningkatkan
sosialisasi, meningkatkan fungsi kebebasan, dan
meminimalkan konfusi, disorientasi, serta regresi fisik.
d. Resosialisasi membantu lansia memperluas jaringan sosial
mereka.
e. Terapi Validasi teknik pada lansia yang mengalami konfusi
berat dan disorientasi. Tujuannya adalah mengembalikan
martabat dan harga diri serta memvalidasi perasaan klien.
f. Pengenangan mengingat kembali masa lalu untuk menetapkan
arti baru terhadap pengalaman terdahulu.
g. Intervensi Citra Tubuh pentingnya lansia menampilkan citra
yang diterima sosial. Memang butuh sedikit usaha untuk
membantu klien menyisir rambut, membersihkan gigi,
bercukur, atau mengganti pakaian.
5. Evaluasi
Perubahan sering kali lambat dan tidak terlihat sehingga
evaluasi mungkin jarang dilakukan. Tipe masalah, pembentukan
tujuan, dan pengunaan intervensi menentukan frekuensi evaluasi.

C. Perawatan Menjelang serta Saat Kematian


Proses keperawatan menjelang perawatan merupakan proses
penting dalam melakukan perawatan terhadap klien. Kegiatan ini
dilakukan bertujuan untuk (1) menghilangkan atau megurangi rasa

13
kesendirian, takut, dan depresi, (2) mempertahankan rasa aman, harkat,
dan rasa berguna, dan (3) membantu kenyamanan fisik klien. Pada saat
kondisi terminal, perawat dan keluarga sangat berperan penting dalam
proses kegiatan ini. Klien dalam kondisi terminal membutuhkan dukungan
dari utama dari keluarga, seakan proses penyembuhan bukan lagi
merupakan hal yang penting dilakukan.
1. Tahapan Respon Klien terhadap Proses Kematian
Menurut Kubler–Ross (1969) dalam buku “On Death and
Dying” tahapan respon klien terhadap proses kematian adalah:
a. Penolakan (denial) Respon dimana klien tidak percaya atau
menolak terhadap apa yang dihadapi atau sedang terjadi.
Penolakan ini berfungsi sebagai pelindung setelah mendengar
sesuatu yang tidak diharapkan.
b. Marah (anger) Fase marah terjadi pada saat fase penolakan
tidak lagi bisa dipertahankan. Rasa marah ini terkadang sulit
dipahami oleh pihak keluarga karena dapat dipicu oleh hal-hal
yang secara normal tidak menimbulkan kemarahan, sering
terjadi karena merasa tidak berdaya.
c. Tawar – Menawar (bargaining) Secara psikologis, tawar-
menawar dilakukan untuk memperbaiki kesalahan atau dosa
masa lalu. Klien mencoba untuk melakukan tawarmenawar
dengan tuhan dengan cara diam atau dinyatakan secara terbuka.
d. Kesedihan Mendalam (depression) Ekspresi kesedihan ini
merupakan persiapan terhadap kehilangan atau perpisahan
abadi dengan siapapun dan apapun.
e. Menerima (acceptable) Pada tahap ini, klien memahami dan
menerima keadaannya klien mulai menemukan kedamaian
dalam kondisinya, beristirahat untuk menyiapkan dan memulai
perjalanan panjang.
2. Asuhan Keperawatan
Dalam tahapan respon klien tersebut, perawat dapat
memberikan asuhan psikologis:
a. Memberikan dukungan pada fase awal, perawat diharapkan
memberikan dukungan pada klien pada fase penolakan ini.

14
Akan tetapi, budaya yang terjadi di Indonesia pada kondisi
terminal ini, klien dianggap membutuhkan asupan religi.
Sehingga yang terjadi bukanlah perawat memberikan
dukungan, tetapi keluarga klien membacakan doa-doa kepada
klien.
b. Memberikan arahan pada klien bahwa marah adalah respon
normal. Sekarang ini, perawat lebih memberikan arahan
tersebut kepada keluarga klien agar keluarga klien pun tidak
cemas melihat klien mengalami keadaan seperti tersebut.
c. Membantu klien mengekspresikan apa yang dirasakannya.
Perawat tidak lagi sendiri dalam menghadapi klien dalam
kondisi terminal, akan tetapi selalu banyak pihak keluarga yang
datang untuk memberikan semangat atau motivasi kepada
klien. Perawat lebih berfungsi untuk memberikan arahan
kepada keluarga klien apa yang harus dilakukannya ketika
klien menghadapi respon respon tersebut.
d. Perawat harus hadir sebagai pendamping dan pendengar. Yang
dilakukan perawat hanyalah mengutarakan empatinya terhadap
keluarga klien dan ikut serta membantu memotivasi keluarga
klien.
Asuhan psikologis dapat berubah sesuai dengan budaya
dari keluarga klien tersebut. Klien dalam kondisi terminal tersebut
membutuhkan motivasi atau dukungan mental dan spiritual dari
keluarga, peran perawat dalam hal ini tidak terlalu banyak.
Biasanya apabila keluarga tersebut mempunyai keyakinan yang
besar terhadap tuhan, mereka akan lebih memilih untuk berdoa di
sekeliling klien agar arwah klien nanti dapat diterima oleh yang
kuasa. Ada pula adat kebiasaan tersebut mengharuskan klien
meninggal di rumah klien, klien langsung dibawa pulang ketika
keluarga, atau bahwa klien berada dalam kondisi terminal.

Gejala-gelala pada saat kondisi terminal:

15
a. Nafsu makan berkurang
b. Lesu
c. Ganguan sistem peredaran darah, seperti darah tida dapat
mengalir ke seluruh tubuh secara normal sehingga
menjadikan kulit klien berubah menjadi biru
d. Ganguan sistem pernapasan, seperti, nafas klien berbunyi,
dan frekuensi bernafas klien makin lama makin berkurang
e. Ganguan sistem gerak, pasien tidak dapat bergerak sesuai
keinginannya lagi
f. Gangguan pencernaan, seperti, klien tidak dapat menelan
makanan yang diberikan.
Selain asuhan secara psikologis, perawat dapat memberikan
asuhan keperawatan secara medis kepada klien dengan cara (1)
mengontrol nyeri dan gejala lain, (2) memelihara nutrisi klien, (3)
mengatur dosis regular, (4) membebaskan jalan nafas, dan (5)
menyediakan obat-obatan esensial. Seperti itulah proses
keperawatan pada pasien terminal, perawat dan pihak keluarga
pasien berkolaborasi dalam mencapai kesejahteraan klien dalam
menuju perjalan yang sangat panjang. Proses proses perawatan pun
akan menjadi fleksibel dan lebih menurut kepada aturan adat dan
kebudayaan yang dipercaya oleh pihak keluarga klien. Selama
tidak membahayakan klien, pihak rumah sakit akan senantiasa
mengikuti adat budaya keluarga tersebut.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Keperawatan transkultural dibutuhkan dalam mengembangkan
sains dan pohon keilmuan yang humanis agar tercipta praktik keperawatan
pada kultur yang spesifik dan universal. Sangatlah penting memperhatikan
keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan
keperawatan kepada klien. Bila hal ini diabaikan oleh perawat, akan
mengakibatkan terjadinya cultural shock. Dengan adanya zaman
globalisasi ini, banyak orang yang melakukan perpindahan penduduk antar
negara yang memungkinkan pergeseran tuntutan asuhan keperawatan.
Konsep keperawatan didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan
nilai-nilai kultural yang melekat dalam masyarakat.
Ada dua belas konsep transkultural teori Leininger (1985), yaitu
(1) budaya, (2) nilai budaya, (3) culture care diversity, (4) cultural care
universality, (5) etnosentris, (6) etnis, (7) ras, (8) etnografi, (9) care, (10)
caring, (11) cultural care, dan (12) cultural imposition. Tiga instrumen
pengkajian budaya (mempertahankan budaya, negosiasi budaya, dan
restrukturisasi budaya) pun berperan penting dalam asuhan keperawatan
transkultural. Tujuan pengkajian budaya adalah untuk mendapatkan
informasi yang signifikan dari klien sehingga perawat dapat menetapkan
kesamaan pelayanan budaya. Perawat juga harus memiliki kemampuan
untuk memahami klien lebih dalam sehingga kesimpulan interpretasi

17
selama penilaian tepat. Dalam membangun hubungan dengan klien,
komunikasi yang kurang biasanya terjadi pada hubungan interkultural,
sehingga keterampilan manajemen impresi merupakan hal penting bagi
perawat.
Dalam mengkaji masalah kesehatan lansia, perawat harus
memperhitungkan hubungan timbal balik fisik dan psikososial penuaan,
efek penyakit dan ketidakmampuan kerja fungsional, penurunan tingkat
efisiensi mekanisme homeostatis, kurangnya standar kesehatan dan norma
penyakit, dan perubahan presentasi serta respon terhadap penyakit
spesifik. Perubahanperubahan yang muncul pada lansia meliputi
perubahan fisiologis yang berkenaan dengan sistem tubuh, kognitif yang
bersangkutan dengan penyakit, dan psikososial yang berisi permasalahan
sosial. Lalu, perawat mendiagnosa faktor yang berhubungan atau
penyebab yang mungkin sebagai arahan dalam mengembangkan intervensi
keperawatan. Prioritas perencaan ditetapkan, tujuan klien dan hasil yang
diharapkan serta intervensi yang cocok dipilih. Dalam intervensi dukungan
psikososial meliputi komunikasi terapeutik, sentuhan, orientasi realitas,
resosilisasi, terapi validasi, pengenangan, dan intervensi citra tubuh. Tipe
masalah, pembentukan tujuan, dan penggunaan intervensi menentukan
frekuensi evaluasi.
Menurut Kubler–Ross (1969) dalam buku “On Death and Dying”
ada lima tahapan respon klien terhadap proses kematian, yaitu (1)
penolakan, (2) marah, (3) tawar – menawar, (4) kesedihan mendalam, dan
akhirnya (5) menerima. Klien dalam kondisi terminal tersebut
membutuhkan motivasi atau dukungan mental dan spiritual dari keluarga,
peran perawat dalam hal ini tidak terlalu banyak. Selain asuhan secara
psikologis, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan secara medis
kepada klien dengan cara (1) mengontrol nyeri dan gejala lain, (2)
memelihara nutrisi klien, (3) mengatur dosis regular, (4) membebaskan
jalan nafas, dan (5) menyediakan obat-obatan esensial. Proses proses
perawatan nantinya akan menjadi fleksibel dan lebih menurut kepada

18
aturan adat dan kebudayaan yang dipercaya oleh pihak keluarga klien.
Inilah yang disebut transkultural pada proses keperawatan.
Dalam penyelesaian kasus dapat dilakukan tiga proses
keperawatan, yaitu: pengkajian, diagnosa keperawatan, dan perencanaan.
Pada pengkajian, perawat mencari data-data yang diperlukan untuk
menindaklanjuti masalah pasien dan melakukan pendekatan terhadap
pasien ataupun keluarganya. Pada diagnosa keperawatan, pasien
mengalami kelumpuhan dikarenakan stroke non hemoragiknya. Kesulitan
bicara yang diderita oleh pasien juga merupakan salah satu ciri-ciri
delirium (konfusi akut). Untuk menyelesaikan masalah pasien tersebut,
dalam perencaan perawat dapat menggunakan teknik implementasi
orientasi realitas yang salah satu tujuannya adalah meminimalisasi tingkat
konfusi akut. Dalam menghargai budaya pasien, perawat dapat
mengadakan pendekatan atau konsep caring untuk membimbing,
mendukung dan mengarahkan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

19
Afifah, Efy. Ringkasan Materi Unit 2 Keragaman Budaya dan Perspektif
Transkultural dalam Keperawatan.
http://staff.ui.ac.id/internal/132051049/material/transkulturalnursing.pdf (diakses
pada 22 Oktober 2011)

BMS, Ajibarang. Stroke Non Hemoragik.


http://keperawatangun.blogspot.com/2007/07/stroke-non-hemoragik.html (diakses
pada 22 Oktober 2011)

Susilaningsih, Francisca Sri. Asuhan Keperawatan dalam Pendampingan Klien


diambang Kematian.
http://franciscasri.wordpress.com/2008/08/28/asuhankeperawatan-dalam-
pendampingan-klien-diambang-kematian-care-of-thedying/ (diakses tanggal 23
Oktober 2011)

Erick. Konsep Pasien Terminal. http://erik-


acverqincai.blogspot.com/2009/07/konsep-pasien-terminal.html (diakses tanggal
23 Oktober 2011)

Ismayadi. Proses Menua (Aging Proses).


http://subhankadir.files.wordpress.com/2008/01/perkembangan-lansia.pdf (diakses
tanggal 23 Oktober 2011)

Kubler-Ross, E. (1969). On Death and Dying. London: Tavistock Publication

Leininger, M. dan Mc Farland, M.R. 2002. Transcultural Nursing: Concept,


Theories, Research and Practice. 3rd Edition. USA: Mc-Graw Hill Companies

Pristiana D, Ari. 2011. Teori Keperawatan Medelein Leininger.


http://aripristiana.com/2011/02/madeline-leininger.html (diakses tanggal 22
Oktober 2011)

Asih, Yasmin (Penerjemah). 2005. Fundamental Keperawatan, Edisi 4, Buku 1.


Jakarta: Salemba Medika

20
Potter, P.A. dan Perry, A.G. 2009. Fundamental of Nursing: Concepts, Process,
and Practice. 7th Edition. St. Louis: Elsevier

21

Anda mungkin juga menyukai