Anda di halaman 1dari 5

RESUME JURNAL KEPERAWATAN KRITIS

Pneumektomi kiri pada teratoma mediastinum yang meluas ke paru kiri dan
perikardium

DISUSUN OLEH :

DEBBY ERNEST LUMBAN G


PUTRI RISZA GUSRINA
REKA SEPTI LARA

PRODI. NERS

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI
DIV KEPERAWATAN
TAHUN 2019
JUDUL Pneumektomi kiri pada teratoma mediastinum yang meluas ke
paru kiri dan perikardium
TAHUN DAN MEDICINA 2019, Volume 50, Number 1: 193-197, Prisca Oriana
PENELITI Sutanto, dan I Nyoman Semadi.
TUJUAN PENELITIAN Manajemen tindakan yang dilakukan pada pasien Pneumektomi
kiri pada teratoma mediastinum yang meluas ke paru kiri dan
perikardium
MASALAH Teratoma Mediastinum merupakan kasus tumor ekstra gonadal
yang jarang terjadi. Reseksi total dari teratoma mediastinum yang
jinak memberikan hasil kesembuhan yang hampir total, dan tidak
ada tempat untuk radioterapi maupun kemoterapi. Namun pada
kasus ini, dimana tumor sudah meluas ke paru kiri dan
perikardium, dan memerlukan tindakan agresif berupa
pneumektomi, menjadi penyulit tersendiri untuk manajemen paska
operasi.
METODE / DESAIN Kualitatif / Case Control
PENELITIAN
SAMPEL Seorang pasien laki-laki usia 44 tahun
ILUSTRASI KASUS Pasien lelaki usia 44 tahun mengeluh sesak nafas sejak 1 bulan
sebelum masuk rumah sakit, disertai dengan nyeri dada kiri dan
batuk dengan dahak kadang bercampur rambut dan darah
(trikotipsis) selama 10 tahun. Pemeriksaan fisik menunjukkan
penurunan suara nafas pada paru kiri dan perkusi redup pada paru
kiri. Pasien menjalani pemeriksaan radiologi berupa rontgen dada
dan CT scan dada. Pasien juga menjalani biopsi trans-torakal
dengan bantuan CT scan, dengan hasil kecurigaan teratoma
dengan radang kronis supuratif. Dari pemeriksaan laboratorium
untuk parameter keganasan didapatkan hasil negatif, B-HCG <
2,00, AFP 1,21. Evaluasi spirometri menunjukkan adanya
penyakit paru restriktif. Pasien kemudian menjalani operasi
pneumektomi. Pada saat operasi, ditemukan tumor primer terletak
pada mediastinum anterior, meluas pada paru kiri, melekat pada
perikardium dan vena kava superior. Dilakukan reseksi dari tumor
primer dan paru lobus kiri. Hasil patologi dari tumor menyatakan
teratoma matur. Secara mikroskopis ditemukan jaringan epitel
skuamus, kelenjar musin, folikel rambut, kelenjar apokrin, sel
lemak matur, jaringan fibrokolagen, dan pembuluh darah.
PEMBAHASAN DAN  Pemeriksaan fisik menunjukkan penurunan suara nafas dan
HASIL perkusi redup pada paru kiri. mengeluh kesulitan bernafas,
yang disertai dengan nyeri dada kiri dan batuk dengan dahak
bercampur rambut.
 Pasien menjalani pemeriksaan radiologi berupa rontgen dan CT
scan dada serta biopsi transtorakal Pasien juga menjalani biopsi
trans-torakal dengan bantuan CT scan, dengan hasil kecurigaan
teratoma dengan radang kronis supuratif.
 Dari pemeriksaan laboratorium untuk parameter keganasan
didapatkan hasil negatif, B-HCG < 2,00, AFP 1,21. Evaluasi
spirometri menunjukkan adanya penyakit paru restriktif yang
menunjukkan kecurigaan teratoma dan peradangan supuratif
kronis.
 Kemudian pasien menjalani operasi pneumektomi. Pada saat
operasi, ditemukan tumor primer terletak pada mediastinum
anterior, meluas pada paru kiri, melekat pada perikardium dan
vena kava superior. Dilakukan reseksi dari tumor primer dan
paru lobus kiri.
 Hasil patologi dari tumor menyatakan teratoma matur. Secara
mikroskopis ditemukan jaringan epitel skuamus, kelenjar
musin, folikel rambut, kelenjar apokrin, sel lemak matur,
jaringan fibrokolagen, dan pembuluh darah.
 Sebuah kasus teratoma jinak pada mediastinum, meluas kearah
paru lobus kiri dan pericardium. Pasien mengeluhkan
trikotipsis, sesak nafas, dan nyeri dada kiri. Trikoptisis terjadi
karena pecahnya tumor ke dalam bronkus, umumnya berisi
rambut yang tidak berwarna. Efusi pleura dan kolaps sebagian
lobus paru menyebabkan keluhan sesak nafas. Nyeri dada kiri,
batuk dan hemoptysis umumnya terjadi akibat bronkiektasis.
 Pemeriksaan tumor marker berupa B-HCG, AFP, dan LDH
harus dilakukan dalam manajemen tumor sel germinal
mediastinum. Pasien dengan teratoma jinak memiliki tumor
marker yang negatif. Peningkatan signifikan pada pemeriksaan
B-HCG atau AFP menunjukkan gambaran komponen maligna
pada tumor
Hari ke 5 paska operasi, pasien meninggal di ICU. Penyebab
kematian dicurigai karena kegagalan pernafasan, akibat edema
kardio-pulmoner.
PENATALAKSANAAN Teratoma adalah tumor sel germinal yang menunjukkan adanya
bermacam tipe jaringan matur yang berasal dari ketiga lapisan sel
germinal. Teratoma mediastinum merupakan tumor ekstra gonadal
yang jarang terjadi. Adapun penatalaksanaan yang dilakukan :
 Pasien menjalani operasi reseksi tumor primer, pneumektomi
kiri, dan perikardiektomi, karena tumor didapatkan meluas
pada paru kiri dan perikardium. Adanya kondisi komorbid berat
sebelumnya kadar Hb pre operasi, dan manajemen cairan dan
ventilasi selama operasi, juga memberikan dampak pada hasil
paska operasi Teknik operasi pneumektomi kiri hampir sama
dengan pneumektomi kanan, dengan beberapa perbedaan
penting karena aorta dan hiatus esophagus yang lebih
prominen, serta jalannya arteri pulmoner yang lebih panjang.
Pertama, saat deseksi pleura dari aorta, tampak lebih mudah
dilakukan mulai dari belakang aorta yang dapat mencederai
cabang intercostal. Memulai langkah pertama ini, sebaiknya
dilakukan mulai dari arkus aorta untuk mencegah komplikasi
tersebut. Kemudian, arteri pulmoner kiri dipisahkan diluar
perikardium, dimana vena pulmoner dipisahkan didalam
perikardium. Perhatian harus diberikan ssaat diseksi aorta-
pulmoner di dekat duktus torasik dan saraf laringeus rekurens.
Saat reseksi diafragma, berikan jarak 1-2 cm pada tepi incisura
gastrik, untuk meletakkan jahitan saat rekonstruksi, mencegah
herniasi gaster.
 Manajemen Cairan
Pemberian cairan yang berlebihan juga merupakan faktor yang
berkontribusi dalam terjadinya kegagalan pernafasan paska
pneumektomi. Pneumonektomi memiliki tingkat kematian
tertinggi di antara reseksi untuk kanker paru-paru.
 Airway Management : Manajemen ventilasi Mekanik :
Infasif
Ventilasi protektif selama operasi dengan volume tidal <7,35
ml/kg merupakan faktor yang dapat menurunkan komplikasi.
Studi eksperimental menunjukkan bahwa V yang kecil selama
ventilasi paru tunggal memberikan hasil yang signifikan dalam
menurunkan sitokin inflamasi alveoli.
KESIMPULAN Teratoma mediastinum merupakan kasus extragonadal tumor sel
germinal yang jarang, dan umumnya merupakan teratoma jinak.
Gejala yang timbul umumnya akibat pertumbuhan lokal tumor.
Pembedahan memberikan angka kesembuhan yang hampir total,
tetapi seingkali dipersulit dengan perlekatan tumor pada struktur
disekitarnya, seperti perikardium, paru, dan pembuluh darah besar.
Kondisi ini seringkali membutuhkan tindakan operasi yang lebih
besar seperti lobektomi, pneumektomi, dan perikardiektomi.
Pasien meninggal pada hari ke 5 paska operasi, dengan kecurigaan
penyebab kematian akibat kegagalan pernafasan, karena edema
kardio-pulmoner.
Pneumektomi memiliki komplikasi paska operasi yang berisiko
tinggi.
 Komplikasi pulmoner adalah: (1) kegagalan pernafasan
paska operasi didefinisikan sebagai kebutuhan ventilasi
mekanis yang berlangsung > 72 jam paska operasi, atau
penggunaan kembali ventilasi mekanik paska operasi, (2)
injuri paru akut (ALI) didefinisikan sebagai onset akut dengan
PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg dan tampak infiltrate pada rontgen
dada, tanpa adannya bukti klinis hipertensi atrium kiri, (3)
pneumonia didefinisikan saat pasien mengalami demam
dengan adanya infiltrat paru dan sekresi trakea yang purulent,
dikonfirmasi dengan kultur bakteri > 10CFU/ml, (4) empiema
didefinisikan sebagai adanya sekret purulen pada cavum
pleura paska peneumektomi, (5) fistula bronco-pleura
 Komplikasi kardiovaskular adalah: (1) aritmia jantung yang
simtomatis yang memerlukan terapi segera, (2) edema kardio-
pulmoner, (3) infark miokard akut yang tampak pada EKG dan
peningkatan troponin, atau angina tidak stabil, (4)
tromboembolisme pulmoner yang dikonfirmasi CT scan dada
dengan kontras, (5) syok, yang didefinisikan dengan
penurunan tekanan darah sistolik < 90mmHg saat volume
intravascular adekuat dan jika pasien membutuhkan obat
vasoaktif lebih dari 12 jam.

Anda mungkin juga menyukai