Anda di halaman 1dari 26

Nurhafizah Binti kamal

102010371
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta 11510
Telpon 56942061, Faks 5631731
Email : fizzy_wox@yahoo.com.my

___________________________________________________________________________

PROGRAM PEMBANTERASAN DEMAM BERDARAH DENGUE

PENDAHULUAN

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan semakin luas
penyebarannya. Penyakit DBD merupakan penyakit menular yang terutama menyerang anak-
anak. Penyakit DBD mempunyai perjalanan yang sangat cepat dan menjadi salah satu
penyakit yang meresahkan masyarakat karena sering menjadi fatal apabila pasien meninggal
akibat penanganan yang terlambat.

Di Indonesia, masih banyak daerah endemic penyakit DBD. Daerah endemic DBD umumnya
merupakan sumber penyebaran penyakit ke wilayah lain. Penyakit endemis ini karena
perubahan lingkungan yang menguntungkan agent penyakit sewaktu-waktu frekuensinya
dapat mendadak meningkat sebagai kejadian luar biasa (KLB). Setiap kejadian luar biasa
DBD umumnya dimulai dengan peningkatan jumlah kasus di wilayah tersebut.

Dalam hal ini, diperlukan suatu standar prosedur dalam usaha menangani masalah tersebut.
Prinsip penanggulangan KLB adalah membatasi jumlah penderita baru (insidens), mencegah
dan/atau menurunkan kematian atau fatalitas (case fatality rate/CFR). Tujuan utamanya
adalah melindungi masyarakat atau kelompok yang rentan terhadap pemaparan agent
penyebab penyakit dengan upaya promotif, preventif dan kuratif.2
SKENARIO

Pada akhir tahun berdasarkan evaluasi program pemberantasan penyakit DHF masih
didapatkan prevalensi DHF berkisar 18% dengan tingkat CFR rata-rata 4% rata-rata penderita
datang terlambat sehingga terlambat juga dirujuk ke ruah sakit.Berdasarkan pemantauan
jentik, didapatkan dari Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah 60%. Kepala Puskesmas akan
melakukan revitalisasi program pemberantasan penyakit DHF dan ingin mendapatkan
insidens yang serendah-rendahnya dan CFR 0%. Di daerah tersebut banyak dilakukan
pembangunan gedung-gedung kantor baru dan banyak sampah-sampah di sungai di sekitar
pemukiman warga. Masyarakat daerah tersebut masih menggunakan sarana penyimpanan air
minum dalam gentong. Pihak puskesmas mendapatkan data 60% rumah terdapat jentik
nyamuk. Program penyuluhan akan dilakukan oleh petugas puskesmas dalam rangka
pembanterasan nyamuk.

EPIDEMIOLOGI2

Penyelidikan epidemiologi dilakukan terhadap laporan adanya penderita DBD, terutama apabila
terjadi peningkatan kejadian atau adanya kematian DBD. Pada daerah yang selama beberapa waktu
tidak pernah ditemukan kasus DBD, maka adanya satu kasus DBD perlu dilakukan penyelidikan
epidemiologi. Di samping upaya menegakkan diagnosis, penyelidikan epidemiologi ditujukan pada
penemuan kasus lain di sekitar penderita, kasus indeks, serta sumber dan cara penularan. Penyelidikan
epidemiologi juga ditujukan kepada identifikasi adanya nyamuk penular DBD, tempat perindukan dan
distribusinya.2

Penyelidikan epidemiologi dapat menentukan kemungkinan peningkatan dan penyebaran


kasus DBD serta kesiapsiagaan penanggulangan DBD di Pukesmas, Rumah Sakit dan di Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, serta kemungkinan peningkatan SIstem Kewaspadaan Dini
KLB DBD.2

1. Frekuensi
a. Insidens

Angka insiden dirancang untuk mengukur rate pada orang sehat yang menjadi sakit selama suatu
periode waktu tertentu, yaitu jumlah kasus baru suatu penyakit dalam suatu populasi selama suatu
periode waktu tertentu:

∑ kasus baru yang terjadi dalam populasi selama periode waktu tertentu
X 1000
∑ orang yang berisiko menjadi sakit selama periode waktu tertentu
Insiden mengukur kemunculan penyakit, berarti kasus baru. Suatu perubahan pada
insiden berarti terdapat suatu perubahan dalam keseimbangan faktor-faktor etiologi baik
terjadi fliktuasi secara alami maupun kemungkinan adanya penerapan suatu program
pencegahan yang efektif. Angka insiden digunakan untuk membuat pernyataan tentang
probabilitas atau risiko penyakit (ukuran mortalitas).

Insiden DBD meningkat dari 0,005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi
berkisar antara 6,27 per 100.000 penduduk. Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : status imun pejamu, kepadatan vektor nyamuk,
transmisi virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue dan kondisi geografis setempat.
Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh provinsi dan 200 kota telah melaporkan
adanya kejadian luar biasa (KLB). Perubahan iklim yang berpengaruh terhadap kehidupan
vektor, di luar faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Selain itu, faktor perilaku dan
partisipasi masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) serta faktor pertambahan jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk
yang sejalan dengan semakin membaiknya sarana transportasi menyebabkan penyebaran
virus DBD semakin mudah dan semakin luas.3

b. Case Fatality Rate ( CFR )


∑ kematian karena penyakit pada periode waktu tertentu
x 100%
∑ kasus penyakit tersebut pada periode waktu tertentu

Ukuran ini menggambarkan probabilitas kematian di kalangan kasus yang didiagnosis. CFR
untuk penyakit yang sama dapat bervariasi besarnya pada wabah yang berbeda karena
keseimbangan antara agen, pejamu dan lingkungan. CFR penyakit DBD mengalami
penurunan dari tahun ke tahun walaupun masih tetap tinggi. CFR tahun 1968 sebesar 43%,
tahun 1971 sebesar 14%, tahun 1980 sebesar 4,8 %dan tahun 1999 di atas 2%. Jumlah kasus
demam berdarah dengue di Indonesia sejak Januari sampai Mei 2004 mencapai 64.000.
Insiden rate 29,7 per 100.000 penduduk dengan kematian sebanyak 724 orang, case fatality
rate 1,1%.4

2. Distribusi
a. Distribusi Penyakit DBD Menurut Orang
DBD dapat diderita oleh semua golongan umur, walaupun saat ini DBD lebih
banyak pada anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini DBD terlihat kecenderungan
kenaikan proporsi pada kelompok dewasa, karena pada kelompok umur ini mempunyai
mobilitas yang tinggi dan sejalan dengan perkembangan transportasi yang lancar,
sehingga memungkinkan untuk tertularnya virus dengue lebih besar dan juga karena
adanya infeksi virus dengue jenis baru yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4 yang
sebelumya belum pernah ada pada suatu daerah. Pada awal terjadinya wabah di suatu
negara, distribusi umur memperlihatkan jumlah penderita terbanyak dari golongan anak
berumur kurang dari 15 tahun (86-95%). Namun pada wabah-wabah selanjutnya jumlah
penderita yang digolongkan dalam usia dewasa muda meningkat. Di Indonesia penderita
DBD terbanyak pada golongan anak berumur 5-11 tahun, proporsi penderita yang
berumur lebih dari 15 tahun meningkat sejak tahun 1984.4

b. Distribusi Penyakit DBD Menurut Tempat


Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat-tempat dengan
ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena pada tempat yang tinggi dengan suhu
yang rendah perkembangbiakan Aedes aegypti tidak sempurna. Dalam kurun waktu
30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta tahun 1968 angka
kejadian sakit infeksi virus dengue meningkat dari 0,05 per 100.000 penduduk menjadi
35,19 per 100.000 penduduk tahun 1998. Sampai saat ini DBD telah ditemukan diseluruh
propinsi di Indonesia. Meningkatnya kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit
disebabkan karena semakin baiknya saran transportasi penduduk, adanya pemukiman
baru, dan terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya
empat tipe virus yang menyebar sepanjang tahun.5

c. Distribusi Penyakit DBD Menurut Waktu


Pola berjangkitnya infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembapan udara.
Pada suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes aegypti
akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia karena suhu udara dan
kelembaban tidak sama di setiap tempat maka pola terjadinya penyakit agak berbeda
untuk setiap tempat. Di Pulau Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai
awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-
Mei setiap tahun.3
3. Faktor penyebaran4

Ada tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu :

Gambar 1: Segi tiga epidemiologis

a. Agen (virus dengue)


Agen penyebab penyakit DBD berupa virus dengue dari Genus Flavivirus
(Arbovirus Grup B) salah satu Genus Familia Togaviradae. Dikenal ada empat serotipe
virus dengue yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. Virus dengue ini memiliki masa
inkubasi yang tidak terlalu lama yaitu antara 3-7 hari, virus akan terdapat di dalam tubuh
manusia. Dalam masa tersebut penderita merupakan sumber penular penyakit DBD.
Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti di daerah perkotaan dan
Aedes albopictus di daerah pedesaan. Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah :
 Sayap dan badan belang-belang atau bergaris putih
 Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi,WC,
tempayan, drum, barang-barang yang menampung air seperti kaleng,ban bekas, pot
tanaman, tempat minum burung, dan lain-lain.
 Jarak terbang 100 m
 Tahan suhu panas dan kelembapan tinggi

Reservoir adalah manusia yang sakit ( viremia)

b. Host
Host adalah manusia yang peka terhadap infeksi virus dengue. Beberapa faktor yang
mempengaruhi manusia adalah:
 Umur : Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi
virus dengue. Semua golongan umur dapat terserang virus dengue, meskipun baru
berumur beberapa hari setelah lahir. Saat pertama kali terjadi epdemi dengue di
Gorontalo kebanyakan anak-anak berumur 1-5 tahun. Di Indonesia, Filipina
dan Malaysia pada awal tahun terjadi epidemi DBD penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue tersebut menyerang terutama pada anak-anak berumur antara 5-9 tahun,
dan selama tahun 1968-1973 kurang lebih 95% kasus DBD menyerang anak-anak di
bawah 15 tahun.

 Jenis kelamin : Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan
DBD dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender). Di Philippines dilaporkan
bahwa rasio antar jenis kelamin adalah 1:1. Di Thailand tidak ditemukan perbedaan
kerentanan terhadap serangan DBD antara laki-laki dan perempuan, meskipun
ditemukan angka kematian yang lebih tinggi pada anak perempuan namun
perbedaan angka tersebut tidak signifikan. Singapura menyatakan bahwa insiden DBD
pada anak laki-laki lebih besar dari pada anak perempuan.

c. Lingkungan (environment)
Lingkungan Fisik
 Letak geografis
Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di berbagai negara
terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak antara 30º Lintang Utara dan
40º Lintang Selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Caribbean dengan
tingkat kejadian sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya. Infeksi virus dengue di
Indonesia telah ada sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan oleh David Bylon
seorang dokter berkebangsaan Belanda. Pada saat itu virus dengue menimbulkan
penyakit yang disebut penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang
disebut demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi
menghilang dalam lima hari, disertai nyeri otot, nyeri pada sendi dan nyeri kepala.
Sehingga sampai saat ini penyakit tersebut masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat dan dapat muncul secara endemik maupun epidemik yang menyebar dari
suatu daerah ke daerah lain atau dari suatu negara ke negara lain.
 Musim
Negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung pada musim panas, meskipun
ditemukan kasus DBD sporadis pada musim dingin. Di Asia Tenggara epidemi DBD
terjadi pada musim hujan, seperti di Indonesia, Thailand, Malaysia dan Philippines
epidemik DBD terjadi beberapa minggu setelah musim hujan. Periode epidemi yang
terutama berlangsung selama musim hujan dan erat kaitannya dengan kelembaban
pada musim hujan. Hal tersebut menyebabkan peningkatan aktivitas vektor dalam
menggigit karena didukung oleh lingkungan yang baik untuk masa inkubasi.5

Lingkungan Biologis
 Populasi
Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi virus
dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah insiden
kasus DBD tersebut. Dengan semakin banyaknya manusia maka akan semakin besar
peluang nyamuk mengigit, sehingga penyebaran kasus DBD dapat menyebar dengan
cepat dalam suatu wilayah.
 Nutrisi
Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada hubungannya
dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik mempengaruhi peningkatan
antibodi dan karena ada reaksi antigen dan antibodi yang cukup baik, maka terjadi
infeksi virus dengue yang berat.
 Lingkungan Sosial
Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi penularan
infeksivirus dengue. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran epidemi dari
Queensland ke New South Wales pada tahun 1942 adalah perpindahan personil
militer dan angkatan udara, karena jalur transportasi yang dilewati merupakan jalur
penyebaran virus dengue.
4. Cara transmisi

Gambar 2: Penular demam berdarah dengue

Demam berdarah ditularkan oleh nyamuk: Aedes aegepti. Nyamuk tersebut mendapat
virus dari orang yang dalam darahnya terdapat virus itu. Orang itu (carrier) tidak harus
orang yang sakit Demam Berdarah karena orang yang mempunyai kekebalan tidak
tampak sakit atau bahkan sama sekali tidak sakit, walaupun dalam darahnya terdapat
virus dengue. Dengan demikian orang ini dapat menularkan penyakit kepada orang lain.
Virus dengue akan berada dalam darah manusia selama ±1 minggu. Orang dewasa
biasanya kebal terhadap virus dengue.Tempat-tempat yang mempunyai resiko tinggi
untuk terjadinya penularan demam berdarah ialah tempat umum (Rumah Sakit,
Puskesmas, sekolah, hotel/tempat penginapan) yang kebersihan lingkungannya
tidakterjaga dan khususnya kebersihan tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi
dan tandas.7

WABAH DAN KEJADIAN LUAR BIASA2

Wabah adalah berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan
daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Menteri menetapkan dan mencabut
daerah tertentu dalam wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah.
Kejadian Luar Biasa (KLB) pula adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan
dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun
waktu tertentu.

Program penganggulangan KLB adalah suatu proses manajemen yang bertujuan agar
KLB tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Pokok program penanggulangan
KLB adalah identifikasi ancaman KLB secara nasional, propinsi dan kabupaten/kota; upaya
pencegahan terjadinya KLB dengan melakukan upaya perbaikan kondisi rentan KLB;
penyelenggaraan SKD-KLB, kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan adanya KLB dan
tindakan penyelidikan dan penanggulangan KLB yang cepat dan tepat. Sistem kewaspadaan
Dini KLB (SKD-KLB) merupakan kewaspadaan terhadapat penyakit berpotensi KLB
berserta faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan menerapkan teknologi surveilans
epidemiologi dan dimanfaakan untuk meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya-
upaya pencegahan dan tindakan penanggulangan kejadian luar biasa yang cepat dan tepat.

KLB DBD ditetapkan bila ditemukan satu atau lebih kondisi berikut :

 Timbulnya suatu penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4


Permenkes No 1501/2010, yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu
daerah.
 Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua
kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
 Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu
tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan dengan angka kematian
suatu kasus penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

Penanggulangan KLB DBD diarahkan pada upaya mencegah kematian dan menekan
penyebaran kasus. Upaya pencegahan kematian dilaksanakan dengan penemuan dini kasus
yang diikuti dengan tatalaksana kasus yang benar, termasuk memonitoring secara ketat
terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran plasma berlebihan. Sementara upaya
pencegahan diarahkan pada upaya pemutusan mata rantai penularan manusia-nyamuk-
manusia dengan pembanterasan sarang nyamuk, atau membunuh nyamuk dewasa terinfeksi.
KLB DBD dinyatakan telah berakhir apabila selama 14 hari keadaan telah kembali kepada
jumlah normal tanpa ada kematian karena DBD atau DD.

PROMOSI KESEHATAN

Dalam konteks kesehatan, promosi berarti upaya memperbaiki kesehatan dengan cara
memajukan, mendukung dan menempatkan kesehatan lebih tinggi dari agenda, baik secara
perorangan maupun secara kelompok. Determinan pokok kesehatan adalah aspek ekonomi,
sosial, dan lingkungan yang sering kali berada di luar kontrol perorangan atau masyarakat
secara kolektif.7
Health promotion mempunyai dua definisi yaitu yang pertama adalah sebagai bagian
daripada tingkat pencegahan penyakit. Menurut Level dan Clark terdapat 5 tingkat
pencegahan penyakit dalam perspektif kesehatan masyarakat yaitu:

• Health promotion
• Specific protection
• Early diagnosis and prompt treatment
• Disability limitation
• Rehabilitation

Pengertian yang kedua, promosi kesehatan diartikan sebagai upaya memasarkan,


menyebarluaskan atau mengenalkan kesehatan, sehingga masyarakat menerima pesan-pesan
kesehatan tersebut yang akhirnya masyarakat mahu berperilaku hidup sehat.Tujuan promosi
kesehatan adalah:

1. Kemauan (willingness) memelihara dan meningkatkan kesehatannya.


2. Memelihara kesehatan berarti mau dan mampu mencegah penyakit, melingdungi diri dari
gangguan-gangguan kesehatan dan mencari pertolongan perubatan yang professional bila
sakit.
3. Meningkatkan kesehatan, berarti mau dan mampu meningkatkan kesehatannya.9

Untuk memcapai tujuan diatas, diperlukan upaya-upaya yang disebut misi promosi kesehatan
yaitu perkara yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Secara umum upaya ini
sekurang-kurangnya terdapat 3 hal yaitu :

 Penyuluhan :
Pengertian penyuluhan kesehatan sama dengan pendidikan kesehatan masyarakat yaitu
suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat,
kelompok atau individu sehingga masyarakat tidak sahaja sedar, tahu dan mengerti tetapi
juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan.
Tujuan penyuluhan menurut Effendy :
a. Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina
dan memelihara perilaku hidup sehat dan lingkungan sehat serta berperan aktif dalam
upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
b. Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang
sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental dan social sehingga dapat
menurunkan angka kesakitan dan kematian.
c. Menurut WHO tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk merubah perilaku
perseorangan dan atau masyarakat dalam bidang kesehatan.9

Terdapat pelbagai metode penyuluhan yang dapat digunakan. Pemilihan metode


bergantung kepada tingkat pendidikan, sosial ekonomi, kepercayaan masyarakat dan
ketersediaan waktu di masyarakat. Antara metode yang dapat digunakan ialah :

1. Ceramah: Adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu ide,
pengertian atau pesan secara lisan kepada sekelompok sasaran sehingga memperoleh
informasi tentang kesehatan.
2. Diskusi kelompok: Adalah pembicaraan yang direncanakan dan telah dipersiapkan
tentang suatu topik pembicaraan diantara 5 – 20 peserta (sasaran) dengan seorang
pemimpin diskusi yang telah ditunjuk.
3. Demostrasi: Adalah suatu cara untuk menunjukkan pengertian, ide dan prosedur
tentang sesuatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan
bagaimana cara melaksanakan suatu tindakan, adegan dengan menggunakan alat
peraga. Metode ini digunakan terhadap kelompok yang tidak terlalu besar jumlahnya.
4. Seminar: Adalah suatu cara di mana sekelompok orang berkumpul untuk membahas
suatu masalah dibawah bimbingan seorang ahli yang menguasai bidangnya.
 Dukungan sosial :
Strategi dukungan sosial adalah suatu kegiatan untuk mencari dukungan sosial melalui
tokoh-tokoh masyarakat (toma), baik tokoh masyarakat formal maupun informal. Tujuan
utama kegiatan ini adalah agar para tokoh masyarakat, sebagai jembatan antara sektor
kesehatan sebagai pelaksana program kesehatan dengan masyarakat (penerima program)
kesehatan. Dengan kegiatan mencari dukungan sosial melalui toma pada dasarnya adalah
mensosialisasikan program-program kesehatan, agar masyarakat mau menerima dan mau
berpartisipasi terhadap program kesehatan tersebut. Oleh sebab itu, strategi ini juga dapat
dikatakan sebagai upaya bina suasana, atau membina suasana yang kondusif terhadap
kesehatan. Bentuk kegiatan dukungan sosial ini antara lain: pelatihan para toma, seminar,
lokakarya, bimbingan kepada toma, dan sebagainya. Dengan demikian maka sasaran
utama dukungan sosial atau bina suasana adalah para tokoh masyarakat di berbagai
tingkat. (sasaran sekunder).
Agar kegiatan promosi kesehatan mendapat dukungan dari tokoh masyarakat.
Dukungan sosial adalah ketersediaan sumber daya yang memberikan kenyamanan fisik
dan psikologis sehingga kita dapat melaksanakan kehidupan dengan baik, dukungan
social ini adalah orang lain yang berinteraksi dengan petugas. Contoh nyata adalah
dukungan sarana dan prasarana ketika kita akan melakukan promosi kesehatan atau
informasi yang memudahkan kita, atau dukungan emosional dari masyarakat sehingga
promosi yang diberikan lebih diterima.

 Advokasi :
Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain agar orang lain tersebut
membantu atau mendukung terhadap apa yang diinginkan. Dalam konteks promosi
kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada para pembuat keputusan atau penentu
kebijakan di berbagai sektor, dan di berbagai tingkat, sehingga para penjabat tersebut mau
mendukung program kesehatan yang kita inginkan. Dukungan dari para pejabat pembuat
keputusan tersebut dapat berupa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dalam bentuk
undang-undang, peraturan pemerintah, surat keputusan, surat instruksi, dan sebagainya.7
Kegiatan advokasi ini ada bermacam-macam bentuk, baik secara formal maupun
informal. Secara formal misalnya, penyajian atau presentasi dan seminar tentang isu atau
usulan program yang ingin dimintakan dukungan dari para pejabat yang terkait. Kegiatan
advokasi secara informal misalnya bertemu kepada para pejabat yang relevan dengan
program yang diusulkan, untuk secara informal meminta dukungan, baik dalam bentuk
kebijakan, atau mungkin dalam bentuk dana atau fasilitas lain. Dari uraian di atas dapat di
simpulkan bahwa sasaran advokasi adalah para pejabat baik eksekutif maupun legislatif,
di berbagai tingkat dan sektor, yang terkait dengan masalah kesehatan (sasaran tersier).

Sasaran promosi kesehatan ini dapat dibagi kepada 3 yaitu :

a. Sasaran primer: sesuai misi pemberdayaan seperti kepala keluarga, ibu hamil/ menyusui,
anak sekolah.
b. Sasaran sekunder: sesuai misi dukungan sosial atau bina suasana seperti tokoh
masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat.
c. Sasaran tersier: sesuai misi advokasi seperti pembuat kebajikan mulai dari pusat sampai
ke daerah.
PREVENTIF

Demam berdarah merupakan penyakit yang bisa mewabah. Usaha untuk mengatasi masalah
penyakit tersebut di Indonesia telah puluhan tahun dilakukan, berbagai upaya pemberantasan
vektor, tetapi hasilnya belum optimal. Secara teoritis ada 4 cara untuk memutuskan rantai
penularan demam berdarah dengue, yaitu: melenyapkan virus, isolasi penderita, mencegah
gigitan nyamuk dan pengendalian vektor. Untuk pengendalian vektor dilakukan dengan 2
cara yaitu dengan cara kimia dan pengelolaan lingkungan, salah satunya dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Pengendalian vektor dengan cara kimia hanya
membebankan perlindungan terhadap pindahnya penyakit yang bersifat sementara dan
dilakukan hanya apabila terjadi letusan wabah. Cara ini memerlukan dana yang tidak sedikit
serta mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan. Untuk itu diperlukan cara lain yang
tidak menggunakan bahan kimia diantaranya melalui peningkatan partisipasi masyarakat
untuk pengendalian vektor dengan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk. Keberhasilan
pemberantas nyamuk Aedes aegypti tidak lepas dari peran petugas kesehatan atau perawat
yaitu memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang demam berdarah dengue secara
intensif.
Upaya pemberantasan dan pencegahan yang dilakukan adalah penyuluhan.
Penyuluhan yang dilakukan melalui rapat koordinasi desa dan kecamatan, selain itu
penyuluhan dilakukan dari rumah ke rumah oleh petugas kesehatan. Kedua dengan abatesasi
yaitu pemberian abate kepada seluruh masyarakat. Ketiga denggan fogging atau pengasapan
sebagai alternatif terakhir untuk pemberantasan nyamuk dewasa yang telah mengandung
virus dengue.

Pemberantasan Sarang Nyamuk


Menurut Depkes RI 2005, Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue adalah
kegiatan mamberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular Demam Berdarah
Dengue (Aedes Aegypti) di tempat-tempat perkembangbiakannya.

 Tujuan PSN DBD


Mengendalikan populsi nyamuk aedes aegypti, sehingga penularan DBD dapat dicegah
atau dikurangi.
 Sasaran PSN DBD
Sasaran pemberantasan sarang nyamuk DBD yaitu semua tempat perkembangbiakan
nyamuk penular DBD, antara lain:

a. Tempat penampung air (TPA) untuk keperluan sehari – hari.

b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari – hari.

c. Tempat penampung air alamiah.

 Ukuran keberhasilan PSN DBD


Keberhasailan kegiatan PSN DBD antara lain dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik
(ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan 95 % di harapkan penularan DBD dapat di
cegah atau di kurangi.
 Cara PSN DBD
PSN DBD dilakukan dengan cara ‘3M’ , yaitu :
1. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi/wc,
drum, dll seminggu sekali (M1).
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan, dll (M2).
3. Mengubur dan menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan
(M3).

 Pelaksanaan PSN DBD


Pelaksanaan PSN DBD menurut Depkes RI (2005), yaitu:
1. Di rumah
Dilaksanakan oleh anggota keluarga
2. Tempat – tempat umum
Dilaksanakan oleh petugas yang di tunjuk oleh pimpinan atau pengelola tempat –
tempat umum, seperti:

a. Kantor oleh petugas kebersihan kantor


b. Sekolah oleh petugas sekolah
c. Pasar oleh petugas kebersihan pasar

 Jenis Kegiatan PSN DBD


a. Bulan Bakti Gerakan 3M atau juga dengan istilah bulan kewaspadaan 3M sebelum
musim penularan atau gerakan 3M sebelum masa penularan (G 3M SMP) adalah
suatu kegiatan yang di laksanakan pada saat sebelum terjadi penularan DBD, yaitu
bulan dimana jumlah kasus DBD paling rendah, berdasarkan jumlah kasus rata – rata
perbulan selama 5 tahun terakhir. Kegiatan ini dilakukan selama sebulan penuh
dengan mengajak warga melakukan PSN DBD dipimpin oleh Kepala wilayah
setempat serta melibatkan lintas sektor. Kegiatan ini diprioritaskan di desa/kelurahan
rawan 1 (endemis) agar sebelum terjadi puncak penularan virus dengue, populasi
nyamuk penular dapat ditekan serendah – rendahnya sehingga Kejadian Luar Biasa
(KLB) dapat dicegah.
b. Penyuluhan kepada keluarga
Selain penyuluhan secara individu yang dilakukan penyuluhan kepada masyarakat
luas juga dilakukan secara kelompok (seperti pada pertemuan kader, arisan, dan
selapanan) dan secara missal (seperti pada saat pertunjukan layar tancap, ceramah
agama dan pertemuan musyawarah desa).
c. Pergerakan masyarakat dalam PSN DBD secara terus menerus dan berkesinambungan
sesuai dengan situasi dan kondisi masing – masing daerah, apabila terjadi KLB atau
wabah, dilakukan penyemprotan insektisida/pemberantasan vektor dengan
pengasapan (fogging) yang dilaksanakan 2 siklus dengan interval satu minggu yang
melibatkan petugas dinas kesehatan kabupaten/kota,puskesmas dan tenaga lain yang
terlatih.

 Perlunya 3M
Sudah tidak diragukan lagi bahwa penyebaran wabah dengue disebabkan oleh nyamuk
Aedes aegypti terutama nyamuk betina. Nyamuk ini sangat pintar menyembunyikan
suaranya dengan membuat gerakan sayap yang halus sehingga nyaris tak trdengar.
Nyamuk betina ini menghisap darah menusia sebagai bahan untuk mematangkan
telurnya.
Bila nyamuk jenis lain bertelur dan menetaskan pada sarangnya. Aedes aegypti betina
melakukannya diatas permukaan air karena dengan demikianlah telur – telurnya itu
berpotensi menetas dan hidup, telur menjadi larva yang kemudian mencari makan dengan
memangsa bakteri yang ada di air tersebut, nyamuk penyebab demam berdarah ini
berkembang biak pada genangan air terutama yang kotor.
Penyebaran wabah dengue dipengaruhi oleh ada tidaknya nyamuk Aedes aegypti yang
dipengaruhi lagi oleh ada tidaknya genangan air yang kotor, oleh karena itu pengontrolan
dengue bias dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut :
1. Pertama adalah membunuh nyamuk baik dengan peptisida maupun dengan ovitrap,
yakni dengan bak perangkap yang di utup kasa, penggunaan peptisida selain
memerlukan biaya dan berbahaya pada manusia, juga akan memicu munculnya
nyamuk yang resisten, sehingga cara ini bukanlah cara yang efektif untuk jangka
panjang, untuk jangka pendek cara ini masih digunakan
2. Kedua adalah membuat nyamuk transgenik supaya tidak terinfeksi oleh virus dengue,
jika nyamuk tidak bisa terinfeksi oleh virus dengue otomatis manusia tidak akan
pernah terinfeksi oleh virus dengue. Cara ini digunakan oleh beberapa peneliti unutk
mengatasi masalah malaria, namun pengembangan cara ini masih memerlukan
puluhan tahun untuk dapat diaplikasikan.
3. Cara yang ketiga adalah PSN yang efektif dan efisien melalui kegiatan 3M yaitu
dengan menguras tempat penyimpanan air, menutup tempat penampungan air,
mengubur barang – barang bekas yang memungkinkan dijadikan tempat perindukan
dan perkembangbiakan jentik nyamuk Aedes aegypti, menutup lubang-lubang pada
bamboo dengan tanah atau adukan semen, melipat pakaian/kain yang bergantungan
pada kamar agar nyamuk tidak hinggap di situ, untuk tempat-tempat air yang tidak
memungkinkan atau sulit di kuras taburkan bubuk abate ke dalam genangan air
tersebut untuk membunuh jentik – jentik, ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali.7

PENCEGAHAN PRIMER

Pencegahan penyakit DBD dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu pencegahan primer,
pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan tingkat pertama ini merupakan
upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang
sehat menjadi sakit.

Surveilans Vektor

Surveilans untuk nyamuk Aedes aegypti sangat penting untuk menentukan distribusi,
kepadatan populasi, habitat utama larva, faktor resiko berdasarkan waktu dan tempat yang
berkaitan dengan penyebaran dengue, dan tingkat kerentanan atau kekebalan insektisida yang
dipakai, untuk memprioritaskan wilayah dan musim untuk pelaksanaan pengendalian vektor.
Data tersebut akan memudahkan pemilihan dan penggunaan sebagian besar peralatan
pengendalian vektor, dan dapat dipakai untuk memantau keefektifannya. Salah satu kegiatan
yang dilakukan adalah survei jentik. Survei jentik dilakukan dengan cara melihat atau
memeriksa semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat berkembangbiakan nyamuk
Aedes aegypti dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik,yaitu dengan cara
visual. Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada tidaknya jentik disetiap tempat
genangan air tanpa mengambil jentiknya. Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui
kepadatan jentik Aedes aegypti adalah :

a. House Indeks (HI), yaitu persentase rumah yang terjangkit larva dan atau pupa.

b. Container Indeks (CI), yaitu persentase container yang terjangkit larva atau pupa.

c. Breteau Indeks (BI), yaitu jumlah container yang positif per-100 rumah yang
diperiksa.

d. Angka bebas jentik (ABJ)

Angka bebas jentik dan House index lebih menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk di
suatu wilayah. Tidak ada teori yang pasti berapa angka bebas jentik dan house index yang
dipakai standart, hanya berdasarkan kesepakatan, disepakati House index minimal 5 % yang
berarti persentase rumah yang diperiksa jentiknya positip tidak boleh melebihi 5 % atau 95 %
rumah yang diperiksa jentiknya harus negatip.

Survai Perangkap Telur (Ovitrap)

Tujuan dari survai perangkap telur adalah untuk mengetahui ada/tidaknya nyamuk Ae.
aegypti dalam situasi densitas sangat rendah, yang mana dengan metode single larva tidak
dapat menemukan adanya container positip. Ovitrap berupa bejana (kaleng, palstik atau
potongan bambu) yang dinding bagian dalamnya dicat hitam dan diberi air secukupnya.
Kedalam bejana tersebut dimasukan padel yaitu berupa potongan bambu atau kain yang
tenunanya kasar dan berwarna gelap sebagai tempat menyimpan telur. Ovitrap ditempatkan di
dalam dan diluar rumah, ditempat yang gelap dan lembab. Setelah satu minggu dilakukan
pemeriksaan ada/tidaknya telur di padel. Cara menghitung

Ovitrap index adalah : Gambaran kepadatan populasi nyamuk


dengan cara
Jumlah padel dengan telur Jumlah telur dari seluruh ovitrap

----------------------------------------------- X 100% -------------------------------------------------- X 100%

Jumlah padel diperiksa Jumlah ovitrap yang digunakan


Dari ukuran di atas dapat diketahui persentase Angka Bebas Jentik (ABJ), yaitu jumlah
rumah yang tidak ditemukan jentik per jumlah rumah yang diperiksa.

Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor adalah upaya untuk menurunkan kepadatan populasi nyamuk Aedes
aegypti. Pengendalian Cara Kimiawi:
 Pada pengendalian kimiawi digunakan insektisida yang ditujukan pada nyamuk
dewasa atau larva. Insektisida yang dapat digunakan adalah dari golongan organoklorin,
organofosfor, karbamat, dan pyrethoid. Bahan-bahan insektisida dapat diaplikasikan
dalam bentuk penyemprotan (spray) terhadap rumah-rumah penduduk. Insektisida yang
dapat digunakan terhadap larva Aedes aegypti yaitu dari golongan organofosfor
(Temephos) dalam bentuk sand granules yang larut dalam air di tempat perindukan
nyamuk atau sering disebut dengan abatisasi.

Pengendalian Lingkungan
Pengendalian lingkungan dapat digunakan beberapa cara antara lain dengan mencegah
nyamuk kontak dengan manusia yaitu memasang kawat kasa pada pintu, lubang jendela, dan
ventilasi di seluruh bagian rumah. Hindari menggantung pakaian di kamar mandi, di kamar
tidur, atau di tempat yang tidak terjangkau sinar matahari.

Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk


Gerakan PSN adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah
untuk mencegah penyakit DBD yang disertai pemantauan hasilhasilnya secara terus menerus.
Gerakan PSN DBD merupakan bagian terpenting dari keseluruhan upaya pemberantasan
penyakit DBD, dan merupakan bagian dari upaya mewujudkan kebersihan lingkungan serta
prilaku sehat dalam rangka mencapai masyarakat dan keluarga sejahtera. Dalam membasmi
jentik nyamuk penularan DBD dengan cara yang dikenal dengan istilah 3M, yaitu :

1. Menguras bak mandi, bak penampungan air, tempat minum hewan peliharaan
minimal sekali dalam seminggu.

2. Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga tidak dapat
diterobos oleh nyamuk dewasa.
3. Mengubur barang-barang bekas yang sudah tidak terpakai, yang semuanya dapat
menampung air hujan sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti.

Fogging

Dengan syarat dan persetujuan dari Rumah Sakit sekitar Umumnya kebanyakan orang
terparadigma dengan pemberantasan DBD melalui fogging atau penyemprotan. Ketika
dilakukan fogging, nyamuk dewasa akan mati bila terkena asap fogging tersebut tetapi telur,
larva atau jentik yang ada di dalam air tidak mati.Sehingga kalau suatu ketika dilakukan
fogging maka nyamuk bisa jadi akan mati semua( dengan syarat fogging dilakukan dengan
benar) tetapi selang 1 – 10 hari kemudianakan muncul nyamuk Aides aegyti yang baru dari
hasil menetasnya telur-telur tadi.Dari penjelasan di atas mestinya sudah bisa diambil
kesimpulan bahwa penanggulangandemam berdarah dengan cara fogging memang tidak
effektif apabila tidak diikuti dengan Pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Selain tidak
begitu effektif penanggulangan dengan cara ini juga membutuhkan biaya yang mahal.Oleh
karenanya fogging tidak perlu dilakukan kalau memang tidak sangat mendesak.5

Berdasarkan alasan inilah Dinas Kesehatan memberlakukan persyaratan khusus untuk


wilayah yang akan dilakukan fogging. Persyaratan tersebut antara lain;
sebelumdilakukan fogging masyarakat sekitar harus dilakukan penyuluhan dan
PenyelidikanEpidemologi (PE). Penyelidikan epidemilogi adalah kegiatan pencarian
penderita DBD atau tersangka DBD lainya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di
tempat tinggal penderita dan rumah/ bangunan sekitarnya. 5

PENCEGAHAN SEKUNDER 6

Pada pencegahan sekunder dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut ;Penemuan, Pertolongan
dan Pelaporan Penderita. Penemuan, pertolongan, dan pelaporan penderita DBD dilaksanakan
oleh petugas kesehatan dan masyarakat dengan cara :

1. Bila dalam keluarga ada yang menunjukkan gejala penyakit DBD, berikan pertolongan
pertama dengan banyak minum, kompres dingin dan berikan obat penurun panas yang tidak
mengandung asam salisilat serta segera bawa ke dokter atau unit pelayanan kesehatan.

2. Dokter atau unit kesehatan setelah melakukan pemeriksaan/diagnosa dan pengobatan


segaera melaporkan penemuan penderita atau tersangka DBD tersebut kepada Puskesmas,
kemudian pihak Puskesmas yang menerima laporan segera melakukan penyelidikan
epidemiologi dan pengamatan penyakit dilokasi penderita dan rumah disekitarnya untuk
mencegah kemungkinan adanya penularan lebih lanjut. Kepala Puskesmas melaporkan hasil
penyelidikan epidemiologi dan kejadian luar biasa (KLB) kepada Camat, dan Dinas
Kesehatan Kota/Kabupaten, disertai dengan cara penanggulangan seperlunya.

Pengobatan Penderita DBD

Pengobatan penderita DBD pada dasarnya bersifat simptomatik dan suportif yaitu pemberian
cairan oral untuk mencegah dehidrasi.

1. Penatalaksanaan DBD tanpa komplikasi :

a. Istirahat total di tempat tidur.

b. Diberi minum 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula atau air ditambah
garam/oralit). Bila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum,
muntah atau nyeri perut berlebihan, maka cairan inravena harus diberikan.

c. Berikan makanan lunak

d. Medikamentosa yang bersifat simptomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberikan


kompres, antipiretik yang bersifat asetaminofen, eukinin, atau dipiron dan jangan
diberikan asetosal karena dapat menyebabkan perdarahan.

e. Antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi sekunder.

2. Penatalaksanaan pada pasien syok :

a. Pemasangan infus yang diberikan dengan diguyur, seperti NaCl, ringer laktat dan
dipertahankan selama 12-48 jam setelah syok diatasi. Observasi keadaan umum, nadi,
tekanan darah, suhu, dan pernapasan tiap jam, serta Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit
(Ht) tiap 4-6 jam pada hari pertama selanjutnya tiap 24 jam.

Bila pada pemeriksaan darah didapatkan penurunan kadar Hb dan Ht maka diberi transfusi
darah.
PENCEGAHAN TERTIER10
Pencegahan tingkat ketiga atau tertiary prevention merupakan pencegahan dengan sasaran
utamanya adalah penderita penyakit DBD dalam usaha mencegah bertambah beratnya
penyakit tersebut atau mencegah terjadinya cacat serta program rehabilitasi. Rehabilitasi ini
mencakup rehabilitasi fisik atau medis, rehabilitasi mental dan rehabilitasi sosial.

Program DHF di puskesmas

Program Pemberantasan DBD


Tujuan adalah untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit DBD, mencegah dan
menanggulangi KLB serta meningkatkan peran serta masyarakat (PSM) dala pemberantasan
sarang nyamuk (PSN). Sasaran Nasional yaitu morbiditas di kecamatan endemic DBD < 2
per 10.000 penduduk dan menurunnya angka fatalitas kasus penyakit DBD (CFR dari 1,26%
pada 2010 menjadi < 1% pada tahun 2015).

Strategi :

 Kewaspadaan dini
 Penanggulangan KLB
 Peningkatan ketrampilan petugas
 Penyuluhan

Kegiatan :

 Pelacakan penderita (penyelidikan epidemiologis, PE) yaitu kegiatan mendatangi


rumah-rumah dari kasus yang dilaporkan (indeks kasus) untuk mencari penderita lain
dan memeriksa angka jentik dalam radius ±100m dari rumah indeks.
 Penemuan dan pertolongan penderita, yaitu kegiatan mencari penderita lain. Jika
terdapat tersangka kasus DBD maka harus segera dilakukan penanganan kasus
termasuk merujuk ke unit pelayanan kesehatan (UPK) terdekat.
 Abatisasi selektif atau larvadisasi selektif, yaitu kegiatan memberikan atau
menaburkan larvasida ke dalam penampungan air yang positif terdapat jentik Aedes.
 Fogging focus (FF), yaitu kegiatan menyempprot dengan insektisida (malation,
losban) untuk membunuh nyamuk dewasa dalam radius 1 RW per 400 rumah per 1
dukuh.
 Pemeriksaan jentik berkala (PJB), yaitu kegiatan regular tiga bulan sekali, dengan
cara mengambil sampel 100 rumah/desa/kelurahan. Pengambilan sampel dapat
dilakukan dengan cara random atau metode spiral atau metode zigzag. Dengan
kegiatan ini akan didapatkan angka kepadatan jentik atau house index (HI).
 Pembentukan kelompok kerja (pokja) DBD di semua level administrasi, mulai dari
desa, kecamatan sampai tingkat pusat.
 Penggerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M yaitu, menutup,
mengubur barang bekas, menguras tempat penampungan air bersih dan membersihkan
tempat yang berpotensi bagi pengembangbiakan nyamuk di daerah endemic atau
sporadic.
 Penyuluhan tentang gejala awal penyakit, pencegahan dan rujukan penderita.
Penyuluhan perorangan dilakukan di rumah pada waktu pemeriksaan jentik berkala
oleh petugas kesehatan atau petugas pemeriksa jentik dan di rumah
sakit/Puskesmas/praktek dokter oleh dokter/perawat. Penyuluhan kelompok dilakukan
kepada warga di lokasi sekitar rumah penderita, pengunjung di rumah
sakit/Puskesmas/Posyandu, guru, pengelola tempat umum, dan organisasi sosial
kemasyarakatan lainnya. Media yang digunakan adalah leaflet, flip chart, slides, dan
lain-lain. Penyuluhan masal dilaksanakan melalui TV, radio atau media masa lainnya.
Media komunikasi yang digunakan adalah film, radio spot, TV spot, poster dan lain-
lain.

Tehnik penemuan kasus atau penderita DHF

Penyelidikan epidemiologi DBD merupakan kegiatan pelacakan penderita/tersangka lainnya


dan pemeriksaan jentik nyamuk penular penyakit demam berdarah dengue di rumah
penderita/tersangka dan rumah-rumah sekitarnya dalam radius sekurang-kurangnya 100
meter, serta tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penyebaran penyakit lebih
lanjut.

Metode pencarian kasus penyakit menular, terutama yang disebabkan nyamuk, di Indonesia,
dengan cara active case finding, passive case finding, ataupun survey (Mass survey, Fever
survey). Active Case Finding (ACD) umumnya dilaksanakan dengan cara kunjungan dari
rumah ke rumah oleh petugas kesehatan biasanya setiap 1 dan 2 bulan. Semua rumah harus
dapat dikunjungi dan dilakukan pemeriksaan terhadap adanya kemungkinan infeksi DBD.
ACD ini umumnya dilakukan di daerah non-endemis DBD. Umumnya di Indonesia,
pencarian kasus DBD menggunakan teknik Passive Case Finding (PCD). Pada teknik PCD si
penderita dengan gejala DBD datang ke di rumah sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu
dan Poliklinik untuk berobat, kemudian dilakukan pemeriksaan hingga didiagnosa penyakit
DBD. PCD biasanya diperuntukkan di daerah endemis.

Penanggulangan untuk tiap criteria daerah

 Stratifikasi Daerah Rawan DBD


- Adapun jenis kegiatan yang dilakukan disesuaikan dengan stratifikasi daerah
rawan seperti :
i. Endemis
 Yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir
selalu ada kasus DBD. Kegiatan yang dilakukan adalah
fogging Sebelum Musim Penularan (SMP), Abatisasi selektif,
dan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat.
ii. Sporadis
 Yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir ada
kasus DBD. Kegiatan yang dilakukan adalah Pemeriksaan
Jentik Berkala (PJB), PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)
dan 3M, penyuluhan tetap dilakukan.
iii. Potensial
 Yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir
tidak ada kasus DBD. Tetapi penduduknya padat, mempunyai
hubungan transportasi dengan wilayah lain dan persentase
rumah yang ditemukan jentik > 5%. Kegiatan yang dilakukan
adalah PJB, PSN, 3M dan penyuluhan.
iv. Bebas
 Yaitu Kecamatan, Kelurahan yang tidak pernah ada kasus
DBD. Ketinggian dari permukaan air laut > 1000 meter dan
persentase rumah yang ditemukan jentik ≤ 5%. Kegiatan
yang dilakukan adalah PJB, PSN, 3M dan penyuluhan.
Tabel 1: klasifikasi desa/ kelurahan dan jenis kegiatan yang dilakukan dalam pemberantasan
nyamuk penular penyakit.
Strata desa Fogging Pemantau PJB Pemberantasan Penyuluhan
sebelum musim jentik bebas tempat- sarang
penularan(SMP) (PJB) rumah tempat nyamuk (PSN)
umum
Endemis + + + + +
Sporadic _ + + + +
Potensial _ _ + + +
Bebas _ _ + + +

SISTEM PENCATATAN DAN PELAPORAN TERPADU PUSKESMAS (SP2TP)

SP2TP adalah tatacara pencatatan dan pelaporan yang lengkap untuk pengelolaan puskesmas
meliputi keadaan fisik, sarana, dan kegiatan pokok yang dilakukan serta hasil yang telah
dicapai. Tujuannya adalah tersedianya data yang meliputi keadaan fisik, tenaga, sarana dan
kegiatan pokok puskesmas secara akurat tepat waktu dan mutakhir, terlaksananya pelaporan
data secara teratur di berbagai jenjang administrasi sesuai dengan peraturan yang berlaku dan
data tersebut digunakan dalam pengambilan keputusan dalam rangka pengelolaan program
kesehatan masyarakat melalui puskesmas diperbagai tingkat administrasi. SP2TP dilakukan
oleh semua puskesmas termasuk puskesmas pembantu dan puskesmas keliling.

Pertanggungjawaban, berupa laporan pertanggungjawaban bulanan, tahunan maupun jenis


laporan pertanggungjawaban khusus seperti laporan tribulanan dan laporan harian yang
biasanya digunakan untuk kejadian luar biasa (KLB) atau wabah. Laporan tersebut akan
disampaikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.

Evaluasi

Penilaian operasional dilaksanakan dengan membandingkan pencapaian target masing-


masing kegiatan dengan yang direncanakan berdasarkan pelaporan untuk kegiatan
pemberantasan sebelum musim penularan. Peninjauan di lapangan dilakukan untuk
mengetahui kebenaran pelaksanaan kegiatan program. Penilaian dampak dilakukan
berdasarkan indikator HI dan tingkat pengetahuan serta sikap masyarakat yang diperoleh
melalui survei larva dan survei pengetahuan dan sikap masyarakat yang dilaksanakan setiap
tahun di wilayah yang endemis. Selain itu dinilai Incidence Rate dan Case Fatality Rate
selama setahun yang diperoleh dari pencatatan & pelaporan penderita yang dirawat di
Puskesmas atau rumah sakit.

Indikator keberhasilan8

Pencapaian kecamatan sehat 2010, yang diukur dengan;

 Lingkungan sehat
 Perilaku sehat
 Pelayanan kesehatan
 Status kesehatan

Pencapaian program puskesmas, yang diukur:

 Penggerak pembangunan berwawasan kesehatan


 Pemberdayaan masyarakat dan keluarga
 Pelayanan kesehatan tingkat pertama

KESIMPULAN

Kejadian luar biasa (KLB) disebabkan penyakit demam berdarah dengue dapat terjadi
disebabkan oleh 4 faktor yang bermain peran penting seperti host, agent, environment dan
vector. Bagi memutuskan rantai host, agent dan environment maka perlunya tindakan
pemberantasan vector yang adekuat. Selain itu, Puskemas juga memainkan peranan dalam
mengurangkan angka KLB. Pihak Puskesmas harus mengevaluasi kembali program yang
dijalankan agar masyarakat lebih tertarik untuk mengikuti serta mengamalkan perilaku hidup
sehat. Di samping itu juga, penyuluhan mengenai pemberantasan sarang nyamuk terutama di
tingkat kelurahan, sekolah-sekolah dan juga di pelbagai tempat terutamanya sarana awam
diharap dapat membantu mengurangkan ABJ sehingga KLB dapat dibasmi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Heri D. Promosi kesehatan. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran ECG: 2007. hal 17-91.
2. Depertemen Kesehatan RI. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas. Jakarta.
Depertemen Kesehatan: 2007.h42-6
3. Notoadmojo S. Promosi kesehatan teori dan aplikasi. Edisi 1. Penerbit Rineka Cipta.
Jakarta; 2010: 22-42
4. Depertemen Kesehatan RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana
pelayanan kesehatan. Jakarta; Depertemen Kesehatan: 2005. hal 15.
5. Notoadmojo S. Ilmu kesehatan masyarakat, prinsip-prinsip dasar. Edisi ke-2. PT Rineka
Cipta:Jakarta;2003.h.74-94
6. Nasrul Effendy. Pusat Kesehatan Masyarakat. Dalam Dasar-dasar Keperawatan
Kesehatan Masyarakat. Edisi 2. Penerbit EGC:Jakarta;1998.h.160-87
7. Chandra B. Ilmu kedokteran pencegahan dan komunitas. Edisi 1. Penerbit buku
kedokteran EGC:Jakarta;2009.h.145-93
8. Notoadmojo S. Ilmu kesehatan masyarakat, prinsip-prinsip dasar. Edisi ke-2. PT Rineka
Cipta:Jakarta;2003.h.74-94

Anda mungkin juga menyukai