Anda di halaman 1dari 13

APRESIASI NOVEL PULANG

Karya : Tere Liye

NAMA : Destin Ayu Rahmadhani


KELAS : XII IPA 2

SMA NEGERI 59 JAKARTA


Jl. Bulak Timur I/10-11, Klender, Duren Sawit, Jakarta Timur
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah swt, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
saya dapat menyelesaikan makalah berjudul “Apesiasi Novel Pulang karya Tere Liye”. Makalah
ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Renta selaku guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia yang telah membantu saya dalam penyelesaian tugas ini. Selain itu, saya berharap
semoga makalah apresiasi novel “Pulang” ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan
menjadi referensi untuk menambah pengetahuan umum.
Oleh karena itu, saya mengharap segala kritik dan saran yang membangun dan dapat
menjadikan makalah ini menjadi lebih baik lagi. Saya mohon maaf atas segala kesalahan
maupun kekurangan dalam penyusunan laporan ini.

Jakarta, 24 November 2019

Destin Ayu Rahmadhani


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
IDENTITAS NOVEL
SINOPSIS
STRUKTUR NOVEL
1. Abstrak
2. Orientasi
3. Komplikasi
4. Evaluasi
5. Resolusi
6. Koda
UNSUR INTRINSIK NOVEL
1. Tema
2. Tokoh dan Penokohan
3. Latar
4. Alur
5. Sudut Pandang
6. Gaya Bahasa
7. Amanat
UNSUR EKSTRINSIK NOVEL
1. Biografi Pengarang
2. Situasi/Kondisi Pengarang
3. Nilai yang Terkandung
KAIDAH KEBAHASAAN NOVEL
1. Makna Denotatif
2. Makna Konotatif
3. Kalimat Diksi
4. Gaya Bahasa Ironi
5. Gaya Bahasa Sarkasme
6. Kalimat Kompleks
IDENTITAS NOVEL

Judul Buku /Novel : PULANG


Penulis : TERE LIYE
Penerbit : REPUBLIKA PENERBIT
Editor : TRIANA RAHMAWATI
Desain Cover : RESOLUZY
Layout : ALFIAN
Tebal Buku : iv+400 hal, ;13,5cm+20,5cm
Jumlah halaman : 400 halaman
ISBN : 9786020822129
SINOPSIS

Mula-mula, secara garis besar, Novel dari penulis fenomenal yang satu ini bercerita tentang
perjalanan hidup seorang anak lelaki, bernama panggilan Bujang. Sejak berumur lima belas
tahun, di sebuah hutan pedalaman Sumatera, rasa takutnya direnggut oleh seekor monster
yang matanya merah ketika terkena cahaya petir.

Dari pengalaman di rimba itu, akhirnya ia dibawa oleh Tauke Muda (seorang bos) dari kota,
yang berteman dekat dengan Ayahnya. Awalnya, Midah (Ibu dari Bujang) tak mau
merelakan anak semata wayangnya itu dibawa oleh Tauke, namun sang ayah bersikeras
menyuruh Bujang pergi bersama rombongan tersebut, dengan dalih: Agar anaknya dapat
melihat dunia luar, dan dapat bersekolah.
Namun, Seiring berjalannya waktu, alasan keras sang ayah menyuruh ia ikut dengan Tauke
Muda akhirnya diketahui oleh Bujang. Bukan alasan yang tercantum di ataslah yang pada
hakikatnya diniatkan oleh Samad (ayah dari bujang). Dulunya, Samad adalah tangan kanan
oleh ayah dari Tauke Muda yang menjalankan bisnis Shadow Economy dibalik naungan
keluarga Tong.
Akan tetapi Samad mengundurkan diri karena alasan yang tak pasti. Dan, alasan tersebut
pun diketahui Bujang saat Kopong (Teman dekat Samad sekaligus Kepala dari Tukang Pukul
keluarga Tong) menceritakan semua tentang ayahnya ketika ia terbaring sakit.
Pada akhirnya, Bujang mewarisi keahlian dari ayah dan kakeknya, menjadi jagal yang
mampu membuat orang-orang hingga calon presiden pun gemetar. Dan, ia juga ikut serta
menjalankan bisnis dunia hitamnya keluarga Tong.
Dengan bertambahnya usia dan pengalaman, Bujang belakangan naik tingkat menjadi orang
nomor satu keluarga Tong, serta menjadi anak kesayangan dari Tauke yang semakin hari
semakin memprihatinkan kesehatannya.
Karena tak ada lagi yang pantas menerima mahkota, ia pun diserahi kekuasaan oleh Tauke
agar menggantikannya memimpin keluarga Tong, yang walaupun ia menolak otoritas itu.
Seperti biasa, penulis amat mahir menghadirkan hal-hal yang tak terduga menjelang akhir-
akhir halaman novel ini. Dari kudeta, atau pengkhianatan yang dilakukan oleh orang yang
tak disangka sebelumnya, hingga menemukan tokoh utama dengan seseorang yang akan
menceritakan asal-usul, dan desas-desus keluarga kecinya itu. Dari sanalah, akhirnya Bujang
mengerti akan sebuah hakikat dari kata PULANG.
STRUKTUR NOVEL
1. Abstraksi

Aku melangkah mantap mengikuti rombongan. Mulai mendaki lereng, melewati


jalanan setapak, menuju jantung rimba Sumatra. Lima belas menit sejak rombongan
berpisah menjadi tiga, anjing kami mulai menyalak berbeda, tanda dia telah
menemukan mangsa. Benar saja, satu menit kemudian, dua ekor babi terlihat di atas
lereng, masih empat puluh meter lagi dari kami. Babi-babi itu mengutik. Menyadari
bahaya mengancam, mereka segera lari lintang pukang. Tiba-tiba, saat kami
bertanya-tanya apa yang terjadi dari balik belukar rimba muncullah seekor babi jantan
raksasa. Beratnya tidak kurang dari lima ratus kilogram. Tubuhnya dua kali lebih
besar dibanding empat babi jantan sebelumnya. Tingginya hampir seperti seekor sapi
dewasa. Babi itu tidak menguik atau mendengus, tapi menggerung seperti seekor
serigala buas. Matanya merah saat ditimpa cahaya petir. Taringnya panjang dan
bulunya berdiri seperti surai harimau. Aku menggigit bibir. Aku benar-benar sudah
melupakan pesan Mamak. Malam itu, di tengah hujan deras, di tengah rimba lereng
Bukit Barisan, hanya aku yang masih sehat. Hanya aku yang masih bisa berdiri untuk
menghalangi pimpinan kawanan babi menghabisi semuanya. .

2. Orientasi

Esoknya, Bapak dan Mamak kembali bertengkar di belakang rumah. “Apa yang kau
harapkan dari anak laki-lakimu Midah? Akan kau kirim dia belajar mengaji dengan
Tuanku Imam? Akan kau kirim dia kembali ke kampung halaman tempat kau
lahir? Kerabatmu hanya akan tertawa melihatnya, bagus jika mereka tidak
meludahinya." Bapak berseru Mamak menangis dalam diam menyeka ujung
matanya. “Lihatlah aku, Midah. Lihat. Sejak kecil aku berusaha melupakan asal
keturunanku, belajar mengaji dan bermalam di surau. Aku sudah berusaha
melepaskan semua catatan gelap milik keluargaku. Tapi saat aku melamarmu
memintamu baik-baik, mereka hanya tertawa. Sakit sekali. Mereka tidak akan
pernah bisa menerima kenyataan jika aku berbeda dengan bapakku, si tukang
jagal. Aku terusir dari kampung. Pergi ke kota mencari penghidupan.

Mereka melempar kotoran saat aku pergi. Tidak mengapa semua kebencian itu, aku
bisa mengunyahnya. Tidak mengapa meski akhirnya aku juga menjadi tukang jagal di
kota, seperti orangtua ku yang dulu amat ku benci. Tidak mengapa. Karena yang
paling menyakitkan adalah aku harus pergi melupakanmu, Midah. Seluruh cinta kita
hancur."

Semua penghuni rumah dipindai dengan alat canggih, dan secara otomatis akan
memberikannya otorisasi ke bagian mana saja dia bisa masuk. Basyir menyambutku
di ruangan depan, ruangan luas berlantai marmer dan lampu kristal seberat satu ton
di langit-langitnya, yang diangkut langsung secara utuh dari Turki. Aku mengangguk,
"Tauke ada di mana? Kamar utama?" "Kamar belakang, orang tua itu ingin dengan
jendela besar." "Akhirnya kau tiba, Bujang!" orang di atas ranjang berseru menatapku
masam Tangannya terangkat.
3. Komplikasi

Kami adalah pucuk pimpinan Keluarga Tong yang menjadi sasaran empuk di
markas, ketika ratusan tukang pukul lain justru disuruh pergi ke banyak
tempat. Serangan itu tidak akan dilakukan oleh pihak luar. Serangan itu akan
dilakukan dari dalam. Aku mengusap wajah, memaki dalam hati, bagaimana mungkin
aku abai sekali melihatnya? "Assalamualaikum, Bujang." Suara yang amat
kulkenali, salam yang khas. Basyir telah datang. Sosoknya muncul di antara kepul
debu. Dia datang mengenakan jubah hitam tradisional dengan bebat kepala
bertuliskan huruf Arab. Tidak ada lagi pa rapi kemeja lengan panjang dan celana
kain. Kini dia telah berubah persis seperti"penunggang kuda" yang dulu dia cita-
citakan. Persis saat Basyir berhenti tertawa, dari balik lubang di dinding melangkah
masuk seseorang. Putra tertua Keluarga Lin"Selamat malam, Si Babi
Hutan. Kauterkejut melihatku datang Aku menggerung. Ini sungguh di luar dugaan
Bagaimana? Bagaimana dia bisa masuk begitu saja ke dalam markas? Keramaian di
luar memberitahuku bahwa ada puluhan mobil merapat ke halaman bangunan
utama, bergabung dengan Brigade Tong. Kini aku tahu itu bukan tukang pukul
Keluarga Tong, melainkan pasukan Keluarga Lin yang didatangkan dari Makau, juga
orang- orang bayaran lain yang direkrut di Ibu Kota. Tubuh tinggi besar Basyir
menyerangku. Dia ber seru buas, khanjar-nya menyasar kepala, aku berusaha
menangkisnya dengan pedang. Tenagaku sudah lemah. Pedang terlepas dari
tanganku, berkelontang di lantai. Tangan kosong Basyir meninju daguku, tanpa bisa
kuhindari, tubuhku terpelanting ke belakang, mendarat di ranjang Tauke Besar. Saat
Basyir tertahan di depan sana, berteriak marah karena kaget, satu tangan Tauke yang
menggenggam benda kecil seperti remote control, menekan tombol darurat
terakhir. Tauke memang menungguku terjatuh di atas ranjang, agar dia bisa
membawaku. Saat tombol itu diaktifkan, lantai di bawah tempat tidur
merekah, membentuk sebuah lorong miring. Ranjang meluncur turun
membawaku, Tauke Besar, dan juga Parwez. Cepat sekali kejadiannya. Sedetik
kemudian lantai itu kembali menutup rapat, menyisakan Basyir yang berteriak
kalap. Juga putra tertua Keluarga Lin. "Dimana lorong yang dibangun Kopong ini
berakhir?” Aku bertanya, mengabaikan keluhan Tauke. Waktu kami terbatas. Cepat
atau lambat Basyir akan menyuruh anak- buahnya mencari kami, menghancurkan
pintu besi di atas lorong “Ke halaman rumah seorang kawan." Kami tiba di atas
hamparan rumput yang terpotong rapi, halaman asri sebuah rumah.

4. Evaluasi

Adzan jelas adalah mekanisme Tuhan memanggil siapa pun agar pulang ke pangkuan
Tuhan, bersujud. Adzan tidak dirancang untuk mengganggu, suara berisik itu bukan
untuk menyakiti siapa pun. Itu justru suara panggilan dan harus kencang agar orang
mendengarnya. Kau tidak pernah mau berdamai dengan hati sendiri, Nak, itulah
yang membuatmu benci pada suara adzan, kau sendiri yang mendefinisikannya
demikian. “Kau punya kesempatan yang sama, Nak. Pagi ini, sambil menatap
matahari terbit, kau bisa menafsirkan ulang seluruh pemahaman
hidupmu. Menerjemahkan kembali keberanianmu Apakah kau Bujang? Apakah kau
Si Babi Hutan? Apakah kau Agam? Atau kau akan lahir dengan sosok baru? Rebut
kembali markas Keluarga Tong, kau berhak mewarisinya dari Tauke Besar. Jangan
ragu walau sejengkal, jangan takut walau sebenang. Majulah Nak. Aku mengangguk.

Semangat baru memenuhi rong dadaku"Kau bisa melakukannya, Agam Tuanku Imam
menepuk-nepuk pipiku. Sekali lagi aku mengangguk. Aku bisa melakukannya.

Cahaya matahari pagi menerangi seluruh menara. Hari yang baru telah dimulai. sihat
dan cerita lembut Tuanku Imam telah menumbuhkan sesuatu di hatiku. Sama persis
saat dulu menatap mata merah si babi hutan dengan moncong
berlendir. Bedanya, waktu itu keberanian itu datang dengan gumpal pekat
hitam. Pagi ini, keberanian itu datang dengan cahaya terang. Aku takut, itu
benar. Aku bahkan tidak tahu bagaimana harus mengalahkan Basyir Tapi aku akan
berusaha sebaik mungkin. Sisanya akan kuserahkan kepada pemegang takdir
kehidupan sesuatu yang tidak pernah kupahami dan kulakukan selama ini. Tuanku
Imam benar. Akan selalu ada hari-hari me- nyakitkan dan kita tidak tahu kapan hari
itu menghantam kita. Tapi akan selalu ada hari-hari berikutnya, memulai bab yang
baru bersama matahari terbit.

5. Resolusi

Pagi ini aku akan memanggil semuanya." Tanpa proses pelepasan, kami berangkat
menuju arena perang. Hujan terus turun deras di luar. Basyir masih berdiri di depanku,
empat langkah, kedua tangannya memegang khanjar. Dia siap mengirim serangan
penghabisan. "Kau tidak pernah bisa mengalahkanku, Bujang! Aku selalu
mengalahkanmu di amok." Basyir berteriak, "Kau pasti telah curang! Kau
menyihirku." "Semua sudah selesai Basyir Aku akan memaafkanamu." Aku menatap
Basyir iba. "Kau! Hadapi aku, pengecut. Jangan menggunakan trik sihir
menghilang. Basyir melompat, kembali menyerang dengan dua khanjar. “Kau belum
menang, Bujang!" Basyir berkata serak, dia lompat hendak menyerangku lagi. Sia-
sia, bagian dalam tubuhnya terluka parah karena pukulanku tadi. Baru dua
langkah, tubuhnya tumbang ke marmer, khanjar terlepas dari
genggaman, berkelotakan mengenai lantai. Mulutnya mengeluarkan darah lebih
banyak. Empat anggota Brigade Tong yang tersisa berseru Dua dari mereka bergegas
mendekati Basyir, memastikan pimpinan mereka baik-baik saja. Pertarungan telah
selesai. Kami telah memenangkan peperangan. Dari jauh sayup-sayup terdengar suara
adzan Shubuh. Aku tersenyum. Tuanku Imam benar, itu panggilan Tuhan bagi siapa
pun, tidak pernah didesain untuk mengganggu. Kali ini, aku bisa mendengarnya
dengan lega. Lebih dari 13.000 hari aku mendengarkan suara adzan, lima kali
sehari, pagi siang, sore, dan malam. Dari sekian puluh ribu panggilan itu, kali ini aku
baru memahaminya. Aku menyeka wajah yang basah oleh butir
air. Terlambat? Tidak juga.

Panggilan itu tidak pernah mengenal kata terlambat, panggilan itu selalu bekerja
secara misterius. Aku kepala Keluarga Tong sekarang, memimpin ribuan anggota
keluarga dan puluhan perusahaan yang tersebar di seluruh kawasan Asia Pasifik Aku
bisa menentukan haluan baru ke mana keluarga penguasa shadow economy ini akan
dibawa. Akulah Tauke Besar.
6. Koda

Empat minggu sejak peperangan di gedung kantor Parwez, aku memutuskan


menjenguk pusara Mamak dan Bapak di talang. Menatap kembali ladang tadah hujan
milik Bapak yang sekarang telah menjadi belukar, juga mengunjungi rumah panggung
yang hanya tinggal tiangnya saja. Rumput liar tumbuh di atas reruntuhannya. Dua
puluh tahun lamanya aku meninggalkan ini. Aku duduk di sebelah pusara Mamak, tak
jauh dari bekas ladang dan reruntuhan rumah. Sambil menatap gundukan tanah
tanpa nisan, aku berkata lirih. "Mamak, Bujang pulang hari ini. Tidak ke
pangkuanmu, tidak lagi bisa mencium tan Anakmu pulang ke samping
pusaramu, bersimpuh penuh kerinduan. Mamak, Bujang pulang hari ini. Anak laki-
lakimu satu- satunya telah kembali. Maafkan aku yang tidak pernah menjengukmu
selama ini. Sungguh maafkan Mamak, Bujang pulang hari ini. Terima kasih banyak
atas seluruh didikanmu, walau Mamak harus menangis setiap kali melihat Bapak
melecut punggungku dengan rotan. Terima kasih banyak atas nasihat dan pesanmu.
Mamak, Bujang pulang hari ini. Tidak hanya pulang bersimpuh di pusaramu, tapi juga
telah pulang kepada panggilan Tuhan. Sungguh, sejauh apa pun kehidupan
menyesatkan, segelap apa pun hitamnya jalan yang kutempuh, Tuhan selalu
memanggil kami untuk pulang. Anakmu telah pulang." Lima belas menit
kemudian, aku sudah mengenakan kacamata hitam. Melangkah mantap menuju
lapangan dekat ladang padi tadah hujan, di sana telah menunggu helikopter. Aku naik
ke atasnya. "Berangkat, Edwin. Kita harus tiba di Hong Kong malam ini, aku ada
urusan dengan Master Dragon yang belum selesai."

UNSUR INTRINSIK NOVEL

1. Tema

Seorang anak lelaki yang dibesarkan oleh keluarga yang terusir mencari jati diri dan
hakikat kehidupannya. dari titik nol kehidupan yang diwarnai dengan pengabdian,
cinta, ketulusan, kesetiaan, pertarungan, rasa sakit, kebencian, pengorbanan, sampai
manusia kembali pulang, dan memeluk erat semua yang dirasakannya.

2. Tokoh dan Penokohan

1. Bujang / Agam / si Babi Hutan (Tokoh Utama) :


Pemberani, Jagal Nomor 1, Pandai Berkelahi, Pintar, Penurut, Setia, Tidak Ingkar
Janji
2. Samad (Bapak Bujang) :
Keras, Baik, Setia, Penolong, Penyayang
3. Midah (Ibu Bujang) :
Baik, Penyayang, Pengertian, Khawatiran, Setia
4. Tauke Muda / Tauke Besar (Pemimpin Keluarga Tong) :
Baik, Bijaksana, Tegas, Penyayang, Sabar
5. Kopong (Kepala Tukang Pukul Keluarga Tong) :
Baik, Suka Bergurau, Suka Menghibur, Informan yang Baik
6. Basyir (Sahabat Bujang) :
Senang Bercerita, Licik, Pengkhianat, Pendendam
7. Guru Bushi (Pelatih Shuriken) :
Baik, Penyayang, Seorang Samurai Sejati
8. Salonga (Pelatih Menembak) :
Keras, Tegas, Penembak yang Handal
9. Frans si Amerika (Guru Bujang) :
Baik, Sabar, Pengertian
10. Master Dragon (Kepala Keluarga Lin) :
Baik, Tegas, Bijaksana, Sabar
11. White (Putra Frans si Amerika) :
Pandai Memasak, Serius, Penolong, Pandai Berkelahi, Cerdik
12. Yuki dan Kiko (Cucu Guru Bushi) :
Pencuri, Licik, Santai, Tidak Serius, Centil
13. Shang (Putra Master Dragon) :
Pemarah, Licik, Emosian
14. Tuanku Imam (Kakak Tertua Midah) :
Baik, Alim, Penyayang, Bijaksana

3. Latar

* Latar Tempat :

- Talang, bukit barisan:tempat kelahiran Bujang dan tinggal bujang, sampai usianya 15
tahun, tempat tinggal keluarga Bujang memulai hidup baru, tempat Samad dan Midah
mengungsi, karena terusir.

- Hutan rimba pedalaman sumatera:Tempat tauke berburu, tempat bujang


membunuh si babi Hutan, dan seketika rasa takut dalam dirinya hilang.

- Restoran seafood : Restoran milik White. Tempat Bujang menemui White, untuk
membantunya menjalani misi, menemui kepala keluarga LIN

- Grand Lisbanon, Kasino terbesar di Makau: Tempat pertemuan Bujang dengan


Kepala Keluarga LIN.

* Latar Suasana : Haru, menyedihkan. dan lebih sering menegangkan, mencekam,


damai di ending cerita

* Latar Waktu : pagi menuju malam

4. Alur

menggunakan alur maju mundur, artinya dalam cerita tersebut terdapat flashback ke
masa lalu dan kejadian yang akan datang. Hal ini dapat dibuktikan ketika Bujang
hendak meninggalkan keluarga dan kampung halamannya. Sebelum keberangkatan
sang anak, mamak menitipkan pesan yang begitu berharga.
5. Sudut Pandang

Orang pertama tunggal. Sesekali orang ketiga tunggal.

6. Gaya Bahasa

Bahasa Indonesia yang mudah di mengerti dengan beberapa istilah. Ada sebutan kata
"Bapak" dan "Mamak" untuk menunjukkan ciri khas panggilan suatu daerah.

7. Amanat

- Semua orang mempunyai masa lalu, dan itu bukan urusan siapa pun. Urus saja
masa lalu tersebut masing-masing
- Teruslah berlatih, jangan mudah menyerah, karena dengan adanya latihan
setengah dari keberhasilan sudah kita raih.
- Berhati-hatilah dengan orang-orang terdekatmu, yang diam – diam dapat
menusuk mu dari belakang.
- Setiap orang mempunyai kesempatan untuk berubah, merubah dirinya agar
menjadi lebih baik lagi misalnya

UNSUR EKSTRINSIK NOVEL

1. Biografi Pengarang

Tere Liye adalah salah satu penulis Indonesia yang bernama asli Darwis lahir pada
tanggal 21 Mei 1979, mempunya istri bernama Ryski Amelia dan seorang anak laki-laki
bernama Abdullah Pasai.
Tere Liye berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya seorang petani, merupakan anak
ke enam dari tujuh bersaudara.
Mengenyam Pendidikan Dasar sampai Sekolah Menengah Pertama di SDN2 dan SMN
2 Kikim Timur, Sumatera Selatan. Sekolah Menengah Umum di SMUN 9 Bandar
Lampung. Dilanjutkan ke perguruan tinggi di Universitas Indonesia dengan
mengambil fakultas Ekonomi.
Tere Liye merupakan nama penah yang berasal dari India yang berarti untukmu.
Biografi maupun profilnya tidak banyak orang tahu.
Akan tetapi bagi saya pribadi passionnya dalam menulis benar benar total walaupun
beliau mengatakan menulis hanya sebuah hobby, dan beliau lebih suka disebut
sebagai Akuntan. Ya beliau adalah pekerja kantoran yang menjadi penulis produktif.
2. Situasi / Kondisi Pengarang
Karya-karya yang dihasilkan selalu Brilliant, tidak setengah-setengah. Mungkin bisa
jadi beliau tidak terlalu menunjukkan kehidupan pribadinya, karena beliau hanya ingin
dikenal oleh pembaca lewat tulisan-tulisannya tersebut. Hal itu terbukti disetiap
lembar belakang novel-novelnya tidak pernah mencantumkan biografi, poto atau
keterangan lainnya tentang dirinya.
Seperti nama pena yang dia pakai yang berarti UNTUKMU. Dia ingin
mempersembahkan secara penuh hasil imajinasinya, pola pikirnya untuk semua
pembaca yang setia membaca karya-karyanya.

3. Nilai yang Terkandung


- Nilai agama : Meskipun Bujang tidak bersekolah, dia tetap menanamkan nilai-nilai agama
di dalam diri Bujang, terbukti mengajari bujang mengaji
- Nilai moral : Orang yang berpesan kepada Bujang supaya tidak meminum minuman
beralkohol dan makanan yang haram, dan hal tersebut dituruti oleh Bujang semasa
hidupnya.
- Nilai sosial : Bujang merawat tetangganya yang sedang sakit dengan penuh
kesabaran
- Nilai estetika : Bujang menekan pundaknya dengan pikulan yang digantungi dua
keranjang batu kali

KAIDAH KEBAHASAAN NOVEL

1. Makna Denotatif :
- Pagi yang mendung dengan awan hitam
- Pelayan hotel menyerahkan amplop
2. Makna Konotatif :
- Aku mengejarnya, membuat lingkarang tercerai-berai
- Sudah terlihat benang merah dari permasalahan ini
3. Kalimat Diksi
1) Oksimoron
“Kau mungkin tidak mengenalku, Nak. Tapi aku amat mengenalmu.” (halaman
317)
2) Apofasis
“Cerita yang bagus, Basyir. Tapi itu tetap tidak mengubah fakta bahwa kau
adalah pengkhianat rendah.” (halaman 289)
3) Retoris
“Siapa pula yang akan baik – baik setelah pengkhianatan?” (halaman 299)
4) Sarkasme
“Mereka mencuri teknologi pemindai yang telah kami kembangkan lima tahun
terakhir di laboratorium Makau. Mereka pencuri pengecut.” (halaman 88)
5) Simbolik
“Orang – orang memanggilku Si Babi Hutan.” (halaman 28)
4. Gaya Bahasa Ironi
- Dia sangat hemat, hingga menghabiskan jutaan dollar
- Kepribadiannya sangat baik, sampai-sampai ia di benci tetangganya
5. Gaya Bahasa Sarkasme
- Untuk apa kau datang kemari? Kita sudah tak menginginkan kau, orang yang tak
bisa apa-apa dan tak berguna untuk hidup sepertimu.
- Percuma saja dia sekolah tinggi-tinggi sampai jenjang S2. Ucapannya sangat kasar
dan perilaku kurang ajarnya seperti orang yang tidak berpendidikan.
- Aku sangat kecewa padamu. Kau adalah teman yang selama ini ku anggap sudah
seperti keluarga sendiri. Tetapi justru kau yang mampu mengkhianatiku layaknya
seorang musuh bebuyutan. Pergilah kau dari hidupku, dasar pengkhianat!
6. Kalimat kompleks
- Tauke sudah dewasa sehingga dia sudah bisa berpikir sebelum bertindak
- Dia akan menjadi calon presiden ketika sudah siap

Anda mungkin juga menyukai