Presus Kelompok 2 - Alo Fixs
Presus Kelompok 2 - Alo Fixs
Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Danang Gumelar (201906015)
2. Febbyana (201906031)
3. Henny Mustika S. (201906037)
4. Inaha Rahma P (201906038)
5. Luthfi Annaufal F. (201906043)
6. Mega Ayu Setya N. (201906045)
Pertama – tama marilah kita ucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah melimpahkan rahamat dan hidayah-Nya kepada kita semua.
Penulis mengucapakan terima kasih kepada orang – orang yang telah
memberikan bantuan dalam proses penyusunan makalah yang berjudul Presentasi Kasus
Dan Asuhan Keperawatan “Acut Lung Oedema”. Dengan adanya penyusunan makalah
ini, semoga kita dapat mengetahui tentang penyakit dan masalah yang dapat
ditimbulkan.
Penulis menyadari mungkin dalam penyusunan makalah ini belum sepenuhnya
sempurna, untuk itu dapat kiranya untuk memberikan masukan mengenai laporan ini,
agar kita semua lebih memahami tentang Presentasi Kasus Dan Asuhan Keperawatan
“Acut Lung Oedema”. Walaupun demikian penulis berharap semoga laporan ini
bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui lebih jauh tentang penyakit Acut Lung Oedema ?
2. Mengetahui penyebab penyakit Acut Lung Oedema ?
3. Mengetahui patofisiologi penyakit Acut Lung Oedema ?
4. Mengetahui pathway penyakit Acut Lung Oedema?
5. Mengetahui pemeriksaan diagnosik penyakit Acut Lung Oedema ?
6. Mengetahui penatalaksanaan dari penyakit Acut Lung Oedema ?
7. Mengetahui konsep asuhan keperawatan penyakit Acut Lung Oedema ?
8. Mengetahui asuhan keperawatan pada Ny. N dengan penyakit Acut Lung
Oedema?
2
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi
Acute Lung Oedema (ALO) Adalah Akumulasi Cairan Di Paru Yang
Terjadi Secara Mendadak. (Aru W Sudoyo, Buku Ajar Ilmu Penyaki Dalam,
2006).
Acute Lung Oedema (ALO) Adalah Terjadinya Penumpukan Cairan Secara
Masif Di Rongga Alveoli Yang Menyebabkan Pasien Berada Dalam Kedaruratan
Respirasi Dan Ancaman Gagal Napas.
Acute Lung Oedema (ALO) Adalah Terkumpulnya Cairan Ekstravaskuler
Yang Patologis Di Dalam Paru. (Soeparman;767).
2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya ALO dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Edema paru kardiogenik
Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena gangguan pada jantung atau
sistem kardiovaskuler.
a. Penyakit pada arteri koronaria
Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena
adanya deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk
gumpalan darah pada arteri dan menghambat aliran darah serta merusak
otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Akibatnya, otot jantung
yang mengalami gangguan tidak mampu memompa darah lagi seperti
biasa.
b. Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut
beberapa ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati
dapat disebabkan oleh infeksi pada miokard jantung (miokarditis),
penyalahgunaan alkohol dan efek racun dari obat-obatan seperti kokain
dan obat kemoterapi. Kardiomiopati menyebabkan ventrikel kiri
menjadi lemah sehingga tidak mampu mengkompensasi suatu keadaan
dimana kebutuhan jantung memompa darah lebih berat pada keadaan
3
infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi beban
tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal inilah yang akan
mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding).
c. Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi
untuk mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat
(stenosis) atau tidak mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi).
Hal ini menyebabkan darah mengalir kembali melalui katub menuju
paru-paru.
d. Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan
pada otot ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri
koronaria.
2. Edema paru non kardiogenik
Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena keainan pada jantung tetapi
paru itu sendiri. Pada non-kardiogenik, ALO dapat disebabkan oleh beberapa
hal, antara lain:
a. Infeksi pada paru
b. Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark paru.
c. Paparan toxic
d. Reaksi alergi
e. Acute respiratory distress syndrome (ards)
f. Neurogenik
2.3 Patofisiologi
ALO kardiogenik dicetuskan oleh peningkatan tekanan atau volume yang
mendadak tinggi di atrium kiri, vena pulmonalis dan diteruskan (peningkatan
tekanannya) ke kapiler dengan tekanan melebihi 25 mmhg. Mekanisme fisiologis
tersebut gagal mempertahankan keseimbangan sehingga cairan akan membanjiri
alveoli dan terjadi oedema paru. Jumlah cairan yang menumpuk di alveoli ini
sebanding dengan beratnya oedema paru. Penyakit jantung yang potensial
mengalami ALO adalah semua keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan
atrium kiri >25 mmhg.
4
Sedangkan ALO non-kardiogenik timbul terutama disebabkan oleh
kerusakan dinding kapiler paru yang dapat mengganggu permeabilitas endotel
kapiler paru sehingga menyebabkan masuknya cairan dan protein ke alveoli.
Proses tersebut akan mengakibatkan terjadinya pengeluaran sekret encer berbuih
dan berwarna pink froty. Adanya sekret ini akan mengakibatkan gangguan pada
alveolus dalam menjalankan fungsinya.
2.4 Pathway
Gagal jantung
kanan/kongesti
Oedem paru
5
2.5 Manifetasi Klinis
ALO dapat dibagi menurut stadiumnya (3 stadium),
a. Stadium 1
Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
mengganggu pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi
co. Keluhan pada stadium ini biasanya hanya berupa sesak napas saat
melakukan aktivitas.
b. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus serta septa interlobularis menebal. Adanya
penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial akan lebih mempersempit
saluran napas kecil, terutama di daerah basal karena pengaruh gravitasi.
Mungkin pula terjadi reflek bronkokonstriksi yang dapat menyebabkan sesak
napas ataupun napas menjadi berat dan tersengal.
c. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran gas mengalami gangguan
secara berarti, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita tampak mengalami
sesak napas yang berat disertai batuk berbuih kemerahan (pink froty).
Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.
6
c. Laboratorium
1) Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian
hiperkapnia.
2) Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
3) Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG,
enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
4) Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada.
Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang
menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus
tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang
menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang
dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada. X-ray dada
yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak
tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-
kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan
opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan
visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan
ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema,
namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab
yang mungkin mendasarinya.
d. Gambaran Radiologi yang ditemukan :
1) Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
2) Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3) Kranialisasi vaskuler
4) Hilus suram (batas tidak jelas)
5) Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau
nodul milier)
e. Ekokardiografi
Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi ventrikel
(hipertensi), Segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung Koroner),
dan umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.
7
f. Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide (BNP)
Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang
mendasari dari pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-type
natriuretic peptide (BNP) atau N-terminal pro-BNP. Ini adalah penanda
protein (hormon) yang akan timbul dalam darah yang disebabkan oleh
peregangan dari kamar-kamar jantung. Peningkatan dari BNP nanogram
(sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih)
adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain,
nilai-nilai yang kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung
sebagai penyebabnya.
g. Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz)
Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis
(kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan
dimajukan melalui ruang – ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan
kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yang
kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai
kemampuan secara langsung mengukur tekanan dalam pembuluh-pembuluh
paru, disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure dari 18
mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary
edema, sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya
menyokong non-cardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter
Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care unit
(ICU).
2.7 Penatalaksanaan
a. Posisi ½ duduk.
b. Oksigen (90 – 100%) sampai 12 liter/menit bila perlu dengan masker NRBM.
c. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak
bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi,
retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema
secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
d. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
8
e. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap
5 – 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan
Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
f. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV
dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat,
dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan
darah sistolik 85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan
darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-
organ vital.
g. Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg
(sebaiknya dihindari).
h. Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis
ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai
produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
i. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5
ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan
hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
j. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
k. Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan
oksigen.
l. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan
ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.
9
d. Riwayat penyakit dahulu
Klien biasanya pada riwayat penyakit yang sama dengan yang dialami
sekarang atau kadang-kadang punya riwayat hipertensi, DM, infeksi paru,
TB paru dan lain-lain .
e. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keturunan yang pernah dialami keluarga seperti DM, penyakit
lain seperti hipertensi.
f. Riwayat psiko sosio spiritual
Peran penderita terhadap keluarga menurun akibat kelemahan dan penyakit
yang diderita, pada riwayat spiritual klien mengalami perubahan dalam
melaksanakan ibadah sehari hari dan merasa ketakutan dengan kematian
yang disebabkan oleh penyakitnya.
g. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Terjadi perubahan penatalaksanaan dan pemeliharaan dan
pemeliharaan sehingga dapat menimbulkan perawatan diri
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Terjadi karena perubahan adanya keluhan pasien berupa mual-muntah,
kehilangan nafsu makan
3) Pola aktivitas dan latihan
Pola pasien ALO akan terjadi kelemahan pada seluruh anggota badan
sehingga aktivitasnya di bantu
4) Pola eliminasi
Pada klien ALO biasanya terjadi penurunan produksi urine
5) Pola tidur dan istirahat
Terjadi perubahan yang disebabkan sesak, nyeri, mual-muntah,
gelisah, cemas
6) Pola persepsi dan kognotif
Pada kx ini mengalami penurunan kesadaran yang disebabkan suplay
O2 yang ke otak menurun
7) Pola persepsi diri
Kx merasa dirinya tidak berdaya dan menarik diri karena tidak bisa
merasa apa-apa
10
8) Pola hubungan dan peran
Kx menarik diri dari lingkungan karena menganggap dirinya tidak
berarti
9) Pola produksi dan sexual
Biasanya terjadi perubahan karena adanya kelelahan dan penurunan
kesadaran
10) Pola penanggulangan stress
Adanya kegelisahan, kecemasan dan ketakutan atau depresi yang
disebabkan penyakit yang diderita cara Kx dalam mengatasi masalah
tesebut.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya Kx tidak bisa mengerjakan ibadahnya seperti biasanya
karena disebabkan penyakit
B. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Integumen
Subyektif :-
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat,
kemerahan
b. Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan
Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot
bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut
meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor,
ronchii pada lapang paru,
c. Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit dada
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur,
suara jantung tambahan
d. Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
11
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
e. Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan
f. Sistem genitourinaria
Subyektif :-
Obyektif : produksi urine menurun,
g. Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
h. Pemeriksaan Penunjang :
- Hb : menurun/normal
- Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen
darah, kadar karbon darah meningkat/normal
- Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal
12
D. Intervensi
No Diagnosa keperawatan Intervensi
Tujuan & Kriteria Hasil
1 Dx : 1. Observasi tanda-tanda vital
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan 2. Observasi timbulnya gagal
dengan keadaan tubuh yang lemah nafas
3. Observasi tanda dan gejala
Tujuan : sianosis
setelah dilakukan tindakan keperawatan 4. Atur posisi semi fowler
selama 3 × 24 jam Pola nafas kembali efektif, 5. Berikan terapi oksigenasi
dengan 6. Berikan HE pada pasien tentang
penyakitnya
Kriteria hasil: 7. Kolaborasi dengan tim medis
- Tidak terjadi hipoksia atau hipoksemia dalam memberikan pengobatan
- Tidak sesak
- RR normal (16-20 × / menit)
- Tidak terdapat kontraksi otot bantu nafas
- Tidak terdapat sianosis
13
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Asuhan keperawatan gawat darurat pada Ny.N dengan diagnosa medis ALO di
RSUD dr. Sayidiman Magetan
IDENTITAS
No Rekam Medis : Diagnosa Medis : Alo
Nama : Ny.N Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam Umur : 67 tahun
Pekerjaan : IRT Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah Alamat : Trunang
Sumber Informasi : Pasien
TRIAGE P1 P2 P3 P4
PRIMARY SURVEY
GENERAL IMPRESSION
Keluhan utama : Sesak
Mekanisme cedera : Pasien datang di RS diantar keluarga dengan keluhan mengeluh sesak sejak
2 hari, lemas (+), batuk 3 hari, batuk (+), dahak (-), demam naik turun,
keringat dingin (+), oedema (-)
Orientasi : () baik ( ) tidak baik
AIRWAY
Jalan nafas : () paten ( ) tidak paten
Obstruksi : () tidak ada ( ) lidah ( ) cairan ( ) benda asing ( ) spasme jalan nafas
( ) lendir/sputum, warna :
Suara nafas : () normal ( ) snoring ( ) gurgling ( ) stridor ( ) lainnya
Keluhan lain : Tidak ada
BREATHING
Respirasi : 32x/menit
Gerakan dada : () simetris ( ) asimetris
Irama nafas : () cepat ( ) dangkal ( ) normal
Pola nafas : () teratur ( ) tidak teratur
Retraksi otot dada : () ada ( ) tidak
Cuping hidung : ( ) iya ( ) tidak
Sesak nafas : () ada ( ) tidak
Jenis nafas ( ) apneu ( ) dypsnea ( ) bradypnea () tachipnea ( ) ortopnea
:
( ) ceyne stokes ( ) kussmaul
Suara paru : ( ) vesikuler ( ) wheezing ( ) rales ( ) ronki basah/kering ( ) krekles
Keluhan lain : Tidak ada
14
CIRCULATION
Nadi : () teraba kuat () teraba lemah ( ) tidak teraba
Sianosis : ( ) iya () tidak
Akral : () hangat ( ) dingin
CRT : ( ) >2 detik () <2 detik
Perdarahan : ( ) iya () tidak lokasi :
Pucat ( ) iya () tidak
Kehiangan cairan : () tidak ada ( ) diare___x/hari ( ) muntah___x/hari ( ) luka bakar ___%
Turgor : () normal ( ) kurang
TD : 130/80 mmHg
Keluhan lain : Tidak ada
DISABILITY
Respon : () alert ( ) verbal ( ) pain ( ) unrespon
GCS : eye : 4 verbal : 5 motorik : 6 total: 15
Kesadaran : () komposmetis ( ) delerium ( ) somnolen ( ) sopor ( ) apatis ( ) koma
Pupil : () isokor ( ) unisokor ( ) pinpont ( ) medriasis
Reflek cahaya : () ada ( ) tidak
Kelumpuhan ( ) ada () tidak ada lokasi :
Keluhan lain : Tidak ada
EXPOSURE
Deformitas : ( ) iya () tidak
Contusio : ( ) iya () tidak
Abrasi : ( ) iya () tidak
Penetrasi : ( ) iya () tidak
Burn : ( ) iya () tidak
Tenderness : ( ) iya () tidak
Laserasi : ( ) iya () tidak
Swelling : ( ) iya () tidak
Edema : ( ) iya () tidak
Keluhan Lain : Tidak ada
SECONDARY SURVEY
ANAMNESA
Riwayat penyakit saat ini /alasan MRS :
Pasien mengeluh sesak sejak 2 hari, lemas (+), batuk 3 hari, batuk (+), dahak (-), demam naik turun,
keringat dingin (+), oedema (-), sesak bertambah saat berbaring
15
Medikasi sebelum dibawa MRS / penggunaan obat : tidak ada
Tanda-tanda vital :
BP : 130/80mmHg N : 77x/mnt S : 36C RR : 32x/mnt spo2 : 80%
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala Dan Leher ( ) ada keluhan () tidak ada keluhan
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada luka, kulit kepala bersih, rambut panjang berwarna putih
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan , tidak ada massa, tidak ada pembesaran klenjar tyroid
16
Punggung ( ) ada keluhan () tidak ada keluhan
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Teraba sama
ELEKTROLIT
Natrium 139
Kalium 5,2
Clorida
99
Kalsium
1,11
GULA DARAH
GDS 180 mg/dl <140
DL
RBC 10,1 4,80 - 10,80
WBC 5,69 4,70 - 6,10
HGB 17,4 14,0 - 18,0
HCT 48,7 42,0 - 52,0
MCV 88,0 81,0 - 99,0
MCH 30,9 27,0 - 31,0
MCHC 35,0 33,0 - 37,0
RDW-SD 41,4 35,0 - 47,0
RDW-CV 12,7 11,5 - 14,5
PLT 293 150 - 450
PDW 13,6 9,00 - 13,0
MPV 10,9 9,70 - 11,1
P-LCR 32,1 15,0 - 25,0
PCT 0,32 0,15 - 6,10
TINDAKAN PENGOBATAN
() Infuse ( ) Hecting ( ) Tranfusi ( ) Pembedahan ( ) Reposisi ( ) Gips () Injeksi () Lainya
17
Infus : Inhalasi
- Nacl 0,9% : 500cc 20tpm, - Nebulazer Combivent 1x
Syring Pump :
- Furosemide 20mg 5kg/Jam,
18
ANALISA DATA & INTERVENSI KEPERAWATAN
19
DS : pasien megatakan lemas DM Ketidakseimbangan 2 Diagnosa keperawatan : NIC : Fluid Management
elektrolit Ketidakseimbangan elektrolit b/d 1. Observasi TTV
DO : Hiperglikemi disfungsi ginjal 2. Berikan cairan melalui IV
- K.U Lemah 3. Edukasi pasien tentang peningkatan
- Mukosa kering Batas melebihi Tujuan : hiperkalemia
- DL batas ginjal Setelah dilakuakn tindakan 4. Kolaborasi dengan tim medis untuk
HCT : 48,7 keperawatan dalam waktu 1x24 jam memberikan terapy
- FAAL GINJAL : Ketidakmampuan diharapkan ketidakseimbangan
BUN : 33,6 mg/dl ginjal menyaring elektrolit teratasi
Creatinin : 0,56 mg/dl darah
GDS : 180 mg/dl NOC :
- ELEKTROLIT Peningkatan - Fluid balance
Natrium : 139 elektrolit dalam - Hydration
Kalium : 5,2 darah - Nutritional status : food and fluid
Clorida : 99 intake
Kalsium : 1,11 Ketidakseimbangan Kriteria hasil :
elektrolit - TTV dalam rentang normal
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
- Elastisitas turgor kulit baik
- Mukosa lembab
- Tidak ada rasa haus berlebihan
20
IMPLEMENTASI & EVALUASI KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola 1. Mengauskultasi suara nafas (suara S : pasien mengatakan masih sesak
nafas b/d ekspansi paru nafas vesikuler)
2. Memposisikan pasien untuk O :
memaksimalkan ventilasi (semifowler) - KU lemah,
3. Memberikan terapi O2 (NRBU 10 lpm) - Suara nafas : vesikuler,
4. Mengajarkan batuk efektif - Ada retraksi otot dada
5. Berkolaborasi dengan tim medis untuk - TTV
memberikan terapi BP : 130/80 mmHg, HR : 77x/menit, S : 36˚C,
- Infus : Nacl 0,9% : 500cc 20tpm, RR : 26x/menit, SPO2 : 99 %
- Syring Pump : Furosemide 20mg
5kg/Jam, Injeksi IV : Pantoprazole A : ketidakefektifan pola nafas teratasi sebagian
1x40mg, Ceftriaxone 1x1gr,
Solvinex 1x P : Lanjutkan intervensi Pasien rawat inap
- Inhalasi Nebulazer Combivent 1x 1. Auskultasi suara nafas
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Berikan terapi O2
4. Kolaborasi dengan tim medis untuk memberikan terapi
21
.
2. Ketidakseimbangan 1. Mengobservasi TTV (BP, HR, RR, S, S : px mengatakan lemas
elektrolit b/d disfungsi SPO2)
ginjal 2. Memberikan cairan intravena (Nacl O :
0,9% 500cc 20 tpm) - KU lemah
3. Mengedukasi pasien tentang - Mukosa : lembab
pengobatan untuk hiperkalemia
4. Berkolaborasi dengan tim medis untuk A : Ketidakefektifan elektrolit teratasi sebagian
memberikan terapi
- Infus : Nacl 0,9% : 500cc 20tpm, P : Lanjutkan intervensi Pasien rawat inap
- koreksi hiperkalemia : D40 1. Observasi TTV
1x800mg, Actrapid 1x10 U, Ca 2. Berikan cairan melalui IV
glukonas 1x1g 3. Kolaborasi dengan tim medis untuk memberikan terapy
22
BAB IV
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan Acute Lung
Oedema (ALO) dapat diartikan sebagai penumpukan cairan oleh karena adanya
aliran cairan atau darah ke ruang interstisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru,
bronkus, bronkiolus.
4.2 Saran
Agar semua orang lebih mengenal tentang edema paru serta lebih
memperhatikan kesehatan masing-masing.
23
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, BG., 2000. Brunner’s and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing
3 ed. Philadelpia: LWW Publisher
24