Tirosin Kinase
Tirosin Kinase
TESIS
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
DOKTER SPESIALIS I
ILMU PENYAKIT PARU
iv Universitas Indonesia
v Universitas Indonesia
vi Universitas Indonesia
Metode : Disain penelitian ini kohort retrospektif melalui resume medis pasien
KPKBSK non skuamosa di RSUP Persahabatan periode Januari 2010 sampai Juli
2014. Teknik pengambilan sampel adalah consequtive sampling. Jumlah sampel
61 pasien yang terdiri dari 31 pasien KPKBSK non skuamosa dengan mutasi
EGFR positif yang diberikan terapi target baru EGFR-TKi dan 30 pasien dengan
EGFR wild type yang diberikan kemoradioterapi.
Hasil : Karakteristik pasien KPKBSK non skuamosa dengan mutasi EGFR yang
positif adalah laki-laki sebanding dengan perempuan, bukan perokok, mutasi
delesi di ekson 19 sebanding dengan mutasi L858R di ekson 21, angka tahan
hidup 1 tahun 48,37%, rata-rata time to progression 284 hari sedangkan pasien
EGFR wild type adalah laki-laki lebih dominan, perokok, angka tahan hidup 1
tahun 33,3% dan rata-rata time to progression 210 hari dan overall survival 293
hari. Uji T independen menunjukan terdapat hubungan yang bermakna antara
terapi target baru EGFR-TKi dengan lama time to progression (p=0,028).
Toksisitas yang sering ditemukan pada terapi target baru EGFR-TKi adalah mual-
muntah (6,8%) diare (16,2%), alopesia (3,2%) dan kelainan kulit kemerahan
(12,9%) sedangkan pada kelompok kemoradioterapi toksisitas yang ditemukan
adalah anemia (13,3%), leukopenia (6,7%) dan trombositopenia (3,3%).
Kesimpulan : Pasien KPKBSK non skuamosa dengan mutasi EGFR yang positif
dan diberikan terapi target baru EGFR-TKi memiliki time to progression yang
lebih lama dan toksisitas yang dapat ditoleransi.
Kata kunci : KPKBSK non skuamosa, mutasi EGFR, terapi target baru EGFR-
TKi, time to progression
ix Universitas Indonesia
Methods: The design of study are retrospective cohort through medical records of
NSCLC non-squamous patients in the Department of Pulmonology and
Respiratory Persahabatan Hospital in January 2010 to July 2014. The sampling
technique is consequtive sampling. The number of samples are 61 patients
consisted of 31 patients with NSCLC non-squamous with mutated EGFR treated
the new targeted therapy of EGFR-TKi and 30 patients with EGFR wild type
treated chemoradiotherapy.
Conclusions: The EFGR-TKi for patients with advanced non small cell lung
cancer who are selected on the basis of EGFR mutations improve time to
progression with acceptable toxicity.
x Universitas Indonesia
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERNYATAAN ORSINALITAS ......................................................i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ii
KATA PENGANTAR ...........................................................................................iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ..........................ix
ABSTRAK .............................................................................................................x
ABSTRACT ...........................................................................................................xi
DAFTAR ISI .........................................................................................................xii
DAFTAR TABEL ...............................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xvi
BAB 1. PENDAHULUAN
xi Universitas Indonesia
BAB 5. PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA 54
LAMPIRAN 58
Gambar 2.1. Distribusi dan frekwensi 569 mutasi gen EGFR yang telah
diteliti ..............................................................................................6
Gambar 2.2. Struktur kimia gefitinib ...................................................................8
Gambar 2.3. Struktur kimia erlotinib ...................................................................8
Gambar 2.4. Progression Free Survival pada kelompok gefitinib dan kelompok
Karboplatin dan pakliktaksel .........................................................11
Gambar 4.1. Hasil RECIST berdasarkan terapi target baru EGFR-TKi dan
kemoradioterapi..............................................................................33
Gambar 4.2 Kurva Kaplan-Meier Time to Progression berdasarkan
terapi yang diberikan ......................................................................34
Gambar 4.3. Kurva Kaplan-Meier Overall Survival pada
kelompok kemoradioterapi ............................................................35
xv Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Indonesia
tanpa harus berikatan dengan ligan dan mutasi EGFR di domain tirosin kinase
pada pasien KPKBSK.10 Sel kanker tidak memiliki sistim pengaturan sinyal
EGFR yang menyebabkan sel kanker dapat berproliferasi secara tidak terkendali,
invasi jaringan sekitar dan angiogenesis yang meningkat. Hal ini sesuai dengan
konsep adiksi onkogen bahwa sel kanker secara fisiologis tergantung kepada
kesinambungan aktifitas onkogen yang diekspresikan secara berlebihan ataupun
yang menjadi aktif untuk mempertahankan fenotip keganasan.10,11,12 Ubiquitin
merupakan protein regulator yang akan menandai protein untuk didaur ulang dan
mengarahkan protein tersebut ke proteasome. Aktifitas ubiquitin pada sel
KPKBSK wild type hanya dapat diinduksi oleh ligan sedangkan ubiquitin pada
sel KPKBSK dengan mutasi EGFR akan meningkat tanpa membutuhkan ligan.
Pematangan ubiquitin tersebut tergantung chaperone, protein yang membantu
proses pelipatan dan perakitan struktur makromolekul. Mutasi EGFR pertama kali
dilaporkan pada November 2004 dan mutasi EGFR di domain tirosin kinase pada
pasien adenokarsinoma paru telah menjadi fokus utama penelitian dalam
memahami patogenesis dan pengobatan terkini.5 Mutasi EGFR yang terjadi di
domain tirosin kinase sebanyak 192 mutasi dan 165 (85,9%) mutasi terjadi di dua
ekson yang utama yaitu ekson 19 dan ekson 21.13 Distribusi mutasi EGFR yang
diteliti pada 569 sampel mutasi EGFR pada 14 penelitian menunjukan mutasi
terjadi di domain tirosin kinase dengan 4 tipe utama mutasi yaitu mutasi titik di
kodon 719 (G719X), delesi di ekson 19, mutasi insersi di ekson 20 dan mutasi
titik L858R di ekson 21.5
Gambar 2.1 Distribusi dan frekuensi 569 mutasi gen EGFR yang telah diteliti
Dikutip dari (5)
Universitas Indonesia
Proporsi pasien KPKBSK yang mengalami mutasi EGFR sebesar 19,8%.9 Mutasi
EGFR paling sering ditemukan pada pasien KPKBSK, perempuan, ras Asia
Timur, bukan perokok dan jenis adenokarsinoma. Berbagai penelitian
menunjukkan mutasi EGFR terjadi pada 44% - 55% pasien adenokarsinoma,
51%-68% pada bukan perokok, 42%-62% pada perempuan dan 30%-50% pada
ras Asia. Mutasi EGFR juga terjadi pada 10% perokok, 14% laki-laki dan 8%
pasien adenokarsinoma yang berasal dari ras Eropa. Penelitian Zhang dkk (2012)
tentang mutasi EGFR pada 205 spesimen pasien KPKBSK di Cina menunjukan
mutasi delesi di ekson 19 dan mutasi titik di ekson 21 terjadi pada 66 (32,2%)
spesimen dan 43% adenokarsinoma, 60% perempuan dan 57% bukan perokok.14
Penelitian Tokumo dkk (2005) tentang mutasi EGFR pada 120 spesimen pasien
KPKBSK di Jepang menunjukan mutasi delesi di ekson 19 dan mutasi titik di
ekson 21 terjadi pada 38 spesimen (32%). Hasil penelitian ini menunjukan jenis
kelamin berhubungan dengan lokasi mutasi EGFR. Mutasi delesi di ekson 19
lebih sering terjadi laki-laki dan mutasi titik L858R di ekson 21 lebih sering
terjadi pada perempuan.15 Penelitian Funes dkk (2005) tentang mutasi EGFR pada
83 spesimen pasien KPKBSK di Eropa menunjukan mutasi EGFR terjadi pada 10
(12%) spesimen dan lebih sering ditemukan pada perempuan, bukan perokok dan
adenokarsinoma.16
Universitas Indonesia
Agency pada bulan Juni 2005 sebagai terapi lini kedua dan ketiga untuk pasien
KPKBSK stage lanjut.18 Gefitinib dan erlotinib bekerja secara kompetitif dengan
menghambat ikatan adenosine tripospat (ATP) dengan reseptor di domain tirosin
kinase di EGFR sehingga dapat menghambat aktivasi jalur sinyal yang dicetuskan
oleh EGFR. Penelitian pada tikus percobaan menunjukkan gefitinib menghambat
epidermal growth factor (EGF) yang merangsang pertumbuhan sel tumor.18,19,20
Universitas Indonesia
Penelitian secara in vitro dan in vivo menunjukkan kedua lokasi mutasi EGFR
tersebut berhubungan dengan efikasi terapi target golongan EGFR-TKi (gefitinib
dan erlotinib). Penelitian Jackmann dkk tentang hubungan profil mutasi EGFR
pada 36 pasien KPKBSK dengan efikasi terapi target golongan EGFR-TKi
(gefitinib dan erlotinib). Hasil penelitian menunjukkan tingkat respons, PFS dan
angka tahan hidup pada pasien KPKBSK yang mengalami mutasi delesi di ekson
19 lebih baik dibandingkan dengan mutasi titik L858R di ekson 21.21
Universitas Indonesia
Tabel 2.2 Tingkat respons pasien KPKBSK terhadap terapi target EGFR-TKi
Respons Mutasi delesi di Mutasi L858R di P
ekson 19 (N=22) ekson 21 (N=10)
Respons
Respons lengkap 2 0
Respons parsial 14 5
Stabil 6 5
Progresif 0 0 0,25
Tingkat respons 73% 50% 1,00
Median lama terapi (bulan)
Respons lengkap/ 16 13 0,46
parsial
Stabil 26 10 0.,01
Dikutip dari (21)
Gefitinib dan erlotinib diberikan setiap hari dan dapat dilanjutkan bila tampilan
klinis baik dan tidak terjadi progresifisitas penyakit. Dosis gefitinib yang
direkomendasikan ialah 250 mg/hari sedangkan dosis erlotinib 150 mg/hari.
Evaluasi klinis dan radiologis pemberian gefitinib dan erlotinib sebaiknya
dievaluasi setiap bulan.18,22 Gefitinib dan erlotinib telah direkomendasikan oleh
NCCN guidelines (2013) sebagai terapi lini pertama pada KPKBSK dengan
mutasi EGFR positif.8
Penelitian Iressa Pan Asia Study (IPASS) fase 3 dilakukan untuk membandingkan
efikasi dan toksisitas gefitinib atau karboplatin dan paklitaksel sebagai terapi lini
pertama pada pasien adenokarsinoma paru dengan ras Asia Timur dan jumlah
sampel 1217 pasien. Gefitinib (250 mg/hari) diberikan pada 609 pasien
adenokarsinoma paru yang bukan perokok atau bekas perokok ringan. Kombinasi
karboplatin (5-6 mg/ml/menit) dan paklitaksel (200 mg/mm2 ) diberikan pada 608
pasien adenokarsinoma paru. Hasil penelitian menunjukkan PFS dalam waktu 12
bulan ialah 24,9% pada kelompok gefitinib dan 6,7% pada kelompok karboplatin
Universitas Indonesia
dan paklitaksel. Tingkat respons objektif lebih tinggi pada kelompok gefitinib
43% dan berbeda bermakna dibandingkan dengan kelompok karboplatin dan
paklitaksel 32%. Angka tengah tahan hidup pada kelompok gefitinib 18,6 bulan
dan kelompok karboplatin dan paklitaksel 17,3 bulan. Kualitas hidup kelompok
gefitinib lebih baik dan berbeda bermakna bila dibandingkan dengan kelompok
karboplatin dan paklitaksel. Efek samping yang menyebabkan kematian terjadi
pada 3,8 % kelompok gefitinib dan 2,7% kelompok karboplatin dan paklitaksel.
Insidens ruam kulit kemerahan, jerawat, diare dan peningkatan enzim
transaminase hati meningkat pada kelompok gefitinib dan berbeda bermakna
dengan kelompok karboplatin dan paklitaksel. Insidens toksisitas neurologi,
mual, muntah dan toksisitas hematologi lebih tinggi secara bermakna pada
kelompok karboplatin dan paklitaksel. Kesimpulan penelitian ini gefitinib sebagai
terapi lini pertama pada adenokarsinoma paru memberikan PFS yang lebih lama,
meningkatkan tingkat respons objektif, mengurangi toksisiti dan memperbaiki
kualiti hidup.7
Gambar 2.4. Progression free survival pada kelompok gefitinib dan kelompok
karboplatin dan paklitaksel (a) penelitian IPASS (b) penelitian IPASS dengan
populasi pasien mutasi EGFR
Dikutip dari (7)
Universitas Indonesia
Penelitian Kim dkk dilakukan untuk mengetahui efikasi gefitinib atau erlotinib
sebagai terapi lini kedua pada pasien KPKBSK. Sampel penelitian 96 pasien
dengan karakteristik pasien KPKBSK, stage IIIB dan IV, gagal dengan
kemoterapi lini pertama, mutasi EGFR positif atau minimal memiliki kriteria 2
dari 3 kondisi klinis yang berhubungan dengan insidens mutasi EGFR positif
(adenokarsinoma, perempuan dan bukan perokok). Hasil penelitian menunjukan
tingkat respons 47,9% pada kelompok gefitinib dan 39,6% pada kelompok
erlotinib. Nilai tengah PFS 4,9 bulan pada kelompok gefitinib dan 3,1 bulan pada
kelompok erlotinib. Tidak terdapat perbedaan kualitas hidup yang bermakna
diantara kedua kelompok. Efek samping yang paling sering ditemukan ruam kulit
(52,1%) pada kelompok gefitinib dan ruam kulit (29,2%) dan diare (29,2%) pada
kelompok erlotinib.23
Penelitian Wu dkk dilakukan untuk mengetahui efikasi erlotinib dan gefitinib
pada 224 pasien adenokarsinoma paru. Kelompok pasien yang mendapatkan
gefitinib 124 orang dan kelompok pasien yang mendapatkan erlotinib 100 orang.
Jumlah pasien adenokarsinoma paru dengan mutasi EGFR positif 146 orang.
Hasil penelitian menunjukkan PFS pada kelompok pasien adenokarsinoma paru
dengan mutasi EGFR positif sekitar 10,5 bulan dibandingkan dengan 78 pasien
dengan mutasi EGFR negatif sekitar 2,5 bulan (p<0,0001). Nilai tengah PFS pada
kelompok pasien yang mendapatkan gefitinib 7,6 bulan dan kelompok pasien
yang mendapatkan erlotinib 7,9 bulan.2
Universitas Indonesia
menetap bila keluhan tidak berkurang dan subjektif menurun bila keluhan
bertambah. Respons obyektif dapat dinilai dengan pemeriksan foto toraks
(menurut kriteria WHO) dan mengukur garis tengah tumor yang terbesar. Tingkat
respons terdiri dari respons subjektif, semisubjektif dan objektif.25
Respons objektif menurut kriteria WHO ialah : 26
Respons komplit (complete response/CR) bila tumor menghilang sama sekali
yang ditentukan dengan dua kali observasi dalam jarak waktu minimal 4 minggu.
1. Respons sebagian (partial response/PR) bila pengurangan ukuran tumor sebesar
50% atau lebih ditentukan dua kali observasi dalam jarak waktu minimal 4
minggu dan tidak ditemukan lesi yang baru.
2. Penyakit yang menetap (stable disease/SD) bila pengurangan ukuran tumor
kurang dari 50% atau penambahan ukuran tumor kurang dari 25% dan tidak
ditemukan lesi yang baru.
3. Penyakit progresif (progressive disease/PD) bila penambahan ukuran tumor
lebih dari 25% atau ditemukan lesi yang baru.
Penilaian yang terbaru untuk menilai respons objektif berdasarkan RECIST versi
1.1 (Response Evaluate Criteria In Solid Tumor). Kriteria lesi (tumor) sebagai
data dasar pada RECIST yang dikelompokkan menjadi lesi yang bisa diukur
(measureable), tidak bisa diukur (non measureable) dan tidak pernah diukur (truly
non measureable). Lesi yang bisa diukur (measureable) jka diameter lesi secara
akurat dapat diukur setidaknya pada satu dimensi > 20 mm pada CT konvensional
atau >10 mm pada spiral CT-scan. Lesi yang tidak bisa diukur (non measureable)
jika diameter lesi < 20 mm pada CT konvensional atau < 10 mm pada spiral CT-
scan. Lesi yang tidak pernah diukur (truly non measureable) seperti lesi metastasis
di tulang, efusi pleura, efusi perikardium dan asites.26
Kriteria respons pada RECIST digunakan sebagai evaluasi pada :26
1.Evaluasi lesi target
Respons lengkap bila semua lesi target hilang
Respons sebagian bila total diameter lesi-lesi target mengecil > 30%
Universitas Indonesia
Tabel 2.3 Evaluasi respons keseluruhan berdasarkan kriteria RECIST versi 1.1
Universitas Indonesia
enzim transaminase hati sehingga disarankan untuk pemeriksaan faal hati secara
berkala.16 Efek samping gefitinib pada umumnya ringan, dapat diatasi, bukan
kumulatif dan bersifat reversibel dengan menghentikan pengobatan dan bahkan
dengan meneruskan pengobatan. Penelitian Kris dkk menunjukan pasien
KPKBSK yang mendapatkan gefitinib 250 mg mengalami efek samping kelainan
kulit berupa gatal, kulit kering, ruam kulit dan jerawat sebanyak 62% dan diare
57%. 27
Tabel 2.4 Derajat toksisitas berdasarkan WHO
Toksisitas Satuan 0 1 2 3 4
Hematologi (dewasa)
Hemoglobin gr/ 100 ml >11 9,5-10,9 8,4-9,4 6,5-7,9 <6,5
Leukosit 1000/mm3 >4 3,0-3,9 2,0-2,9 1,0-1,9 <1,0
3
Granulosit 1000/mm >2 1,5-1,9 1,0-1,4 0,5-0,9 <0,5
Non hematologi
Toksisitas 0 1 2 3 4
Mual, muntah (-) mual Kadang Muntah Muntah hebat
muntah perlu terapi
Diare (-) < 2 hari > 2 hari Perlu terapi Dehidrasi
Alopesia (-) Minimal Sedang Seluruh Seluruh
reversibel ireversibel
Kulit (-) Eritem Deskuamasi Ulserasi Eksfoliatif
kering,
pruritus
Hepatotoksik <1,25 1,26-2,5 2,6-5 5,1-10 >10
(SGOT,SGPT)
Dikutip dari (28)
2.6 Kemoradioterapi
Kemoterapi dapat diberikan pada semua jenis kanker paru dengan syarat utama
harus ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan harus lebih dari 70 menurut
skala Karnosfky atau 2 menurut skala WHO. Prinsip pemilihan jenis antikanker
dan pemberian sebuah regimen kemoterapi adalah platinum based therapy
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Aktivasi EGFR
Metastasis
Apoptosis
Angiogenesis Adesi
Universitas Indonesia
Mutasi EGFR
Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3. Jenis kelamin ialah keadaan tubuh responden yang dibedakan secara fisis
dan biologis berdasarkan organ genitalia eksterna. Kategori : a. Laki-laki
b. Perempuan
4. Riwayat merokok ialah riwayat merokok pasien sampai diagnosis
ditegakan berdasarkan Indeks Brinkmann.
a. Kategori : a. Bukan perokok ialah pasien yang tidak pernah
merokok atau pernah merokok < 100 batang selama hidupnya
b. Bekas perokok ialah pasien yang pernah merokok > 100 batang
dan telah berhenti selama 10 tahun
c. Perokok ialah pasien yang merokok > 100 batang selama hidupnya
dan belum berhenti selama 10 tahun
5. Indeks Brinkmann ialah jumlah batang rokok dikalikan jumlah tahun.
Kategori :
a. a.Ringan (1- 200) b. Sedang (201-600) c. Berat (>600)
6. Pemeriksaan mutasi EGFR dilakukan di laboratorium Kalgen di Jakarta
untuk mengetahui profil mutasi delesi di ekson 19, mutasi titik L858R,
L861Q di ekson 21 dan EGFR wild type dengan metode Poly Chain
Reaction (PCR).
7. Staging ialah penderajatan kanker paru berdasarkan sistim TNM tahun
2007.
8. Performance status ialah tampilan umum pasien yang dinilai menurut
skala WHO. Kategori : 0= aktifitas normal ; 1= ada keluhan, masih aktif
dan dapat mengurus diri sendiri; 2= cukup aktif, kadang-kadang
memerlukan bantuan; 3= kurang aktif, memerlukan perawatan; 4= tidak
bisa meninggalkan tempat tidur, tergantung kepada orang lain.
9. Organ metastasis metastasis kanker paru di organ lain yang dibuktikan
dengan pemeriksaan CT-scan toraks dengan kontras, USG abdomen, CT-
scan kepala dengan kontras, bone scan dan biopsi jarum halus.
10. Penyulit adalah komplikasi pada pasien KPKBSK yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup pasien seperti efusi pleura, efusi pleura
Universitas Indonesia
masif, hemoptisis, nyeri kanker, sindrom vena kava superior (SVKS) dan
efusi perikardium.
11. Prosedur diagnostik adalah posedur untuk menegakan diagnosis patologi
anatomi kanker paru seperti sitologi sputum, bilasan bronkus, sikatan
bronkus, biopsi bronkus, bronkoskopi dan transbronchial lung biopsy
(BC+TBLB), bronkoskopi dan tranbronchial needle aspiration
(BC+TBNA), sitologi cairan pleura, biopsi pleura, biopsi pleura dengan
pleuroskopi, biopsi jarum halus (BJH), biopsi kelenjar getah bening leher,
TTNA CT- guided, core biopsy, torakotomi eksplorasi, kraniotomi.
12. Terapi lini pertama adalah terapi yang diberikan pada pasien yang belum
pernah mendapatkan kemoterapi atau pembedahan.
13. Terapi target EGFR-TKi yang digunakan :
a. Erlotinib : 1 x 150 mg/hari
b. Gefitinib : 1 x 250 mg/hari
c. Bila pasien mengalami efek samping yang tidak dapat ditoleransi
maka dosis erlotinib diturunkan menjadi 50-100 mg/ hari
14. Kemoradioterapi adalah pengobatan kemoterapi yang digabungkan dengan
radioterapi melalui metode konkuren, sekuensial, alternating.
15. Kemoradioterapi konkuren bila kemoterapi dan radioterapi diberikan
dalam waktu yang bersamaan
16. Kemoradioterapi sekuensial bila kemoterapi diberikan terlebih dulu
sampai selesai lalu dilanjutkan dengan radioterapi sampai selesai atau
begitu sebaliknya. Pasien dengan tampilan klinis yang buruk diberikan
radioterapi terlebih dulu sampai selesai lalu dilanjutkan dengan kemoterapi
bila memenuhi syarat.
17. Kemoradioterapi alternating bila pemberian radioterapi terlebih dahulu
ketika belum selesai dilanjutkan dengan kemoterapi atau sebaliknya.
18. Regimen kemoterapi yang digunakan adalah kombinasi kemoterapi
berbasis platinum dengan etoposid atau obat- obatan generasi baru seperti
gemsitabin, dosetaksel, paklitaksel, vinorelbin dan pemetrexed.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1. Subjek penelitian ialah semua pasien KPKBSK non skuamosa yang telah
didiagnosis secara sitologi dan atau histologi dengan mutasi EGFR positif
dan EGFR wild type mulai bulan Januari 2010 sampai Juli 2014 dan
memenuhi kriteria penelitian.
2. Diagnostik kanker paru ditegakan berdasarkan hasil pemeriksaan
diagnostik berupa sitologi sputum, bilasan bronkus, sikatan bronkus,
biopsi bronkus, bronkoskopi dengan Transbronchial Needle Aspiration
(TBNA), bronkoskopi dengan Transbronchial Lung Biopsy (TBLB),
biopsi jarum halus, sitologi cairan pleura, biopsi pleura, torakotomi atau
operasi di organ metastasis. Staging kanker paru dibuat berdasarkan
klasifikasi TNM tahun 2007.
3. Pencatatan data yang dibutuhkan :
Pencatatan umum yang meliputi jenis kelamin, umur, riwayat merokok,
ukuran tumor, jenis histologi, stage, tanggal diagnosis, PS, mutasi EGFR,
keadaan pasien saat ini.
Pencatatan efikasi terapi target baru EGFR-TKi dan kemoradioterapi
berupa RECIST, TTP, angka tahan hidup, OS, toksisitas hematologi dan
nonhematologi.
Universitas Indonesia
3.7 Organisasi
Universitas Indonesia
Pasien KPKBSK non skuamosa di RSUP Persahabatan Januari 2010- Juli 2014
Sampel penelitian
Analisis statistik
Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Universitas Indonesia
yang positif didapatkan 14 (45,2%) orang mutasi delesi di ekson 19, mutasi
L858R pada 15 (48,3%) orang, mutasi L861Q pada 2 (6,5%) orang. Kelompok
EGFR wild type yang mendapatkan regimen kemoterapi 23 (76,7%) orang dan
kemoradioterapi 7 (23,3%) orang.
Universitas Indonesia
Mutasi EGFR positif pada penelitian ini mutasi delesi di ekson 19 pada (14
(45,2%), mutasi L858R di ekson 21 pada 15 (48,3%), mutasi L861Q di ekson 21
pada 2 (6,5%) orang. Jumlah pasien yang mendapatkan kemoterapi 23 (76,6%)
dan kemoradioterapi 7 (23,4%) orang. Regimen kemoterapi yang digunakan untuk
pasien KPKBSK dengan EGFR wild type adalah karboplatin + paklitaksel 10
(33,3%) orang, karboplatin + etoposide 15 (50%) orang, karboplatin + vinorelbin
2 (6,7%) orang, karboplatin + alimta 2 (6,7%) orang, karboplatin + gemsitabine 1
(3,3%) orang.
Keluhan utama pada pasien KPKBSK dengan mutasi EGFR positif adalah sesak
napas ditemukan pada 15 (48,5%) orang, batuk berdahak pada 9 (29,1%) orang,
nyeri kepala 3 (9,6%) orang dan nyeri tulang dan batuk berdarah masing-masing
pada 2 (6,4%) orang sedangkan keluhan utama pada pasien dengan EGFR wild
type didapatkan sesak napas pada 18 (60%) orang, batuk berdarah 5 (16,7%)
orang, batuk berdahak 4 (13,3%) orang, nyeri tulang 2 (6,7%) orang dan nyeri
kepala 1 (3,3%) orang.
Tabel 4.2. Keluhan utama pasien KPKBSK non skuamosa berdasarkan profil
EGFR
Universitas Indonesia
Pleura merupakan organ metastasis yang paling banyak didapatkan pada pasien
KPKBSK dengan mutasi EGFR positif dan mutasi wild type. Organ metastasis
pada pasien KPKBSK dengan mutasi EGFR positif adalah pleura 17 (54,8%)
orang, tulang 6 (19,4%) orang, otak 4 (12,9%) orang, nodul paru kontralateral 1
(3,2%) orang, perikardium 1 (3,2%) orang dan 2 orang pasien belum ditemukan
tanda-tanda metastasis organ. Organ metastasis pada pasien KPKBSK dengan
EGFR wild type adalah pleura 14 (46,7%) orang, tulang, otak dan hati masing-
masing 4 (13,3%) orang, kelenjar getah bening 2 (6,7%) orang dan perikardium
dan adrenal masing-masing 1 (3,3%) orang dan 8 orang belum ditemukan tanda-
tanda metastasis organ.
Tabel 4.3. Organ metastasis pada pasien KPKBSK non skuamosa berdasarkan
profil EGFR
4.4. Penyulit
Penyulit pada pasien KPKBSK dengan mutasi EGFR positif adalah efusi pleura
pada 11 (35,%) orang, nyeri kanker pada 3 (9,6%) orang dan efusi pleura masif,
hemoptisis, SVKS dan efusi perikardium masing-masing pada 1 (3,2%) orang
sedangkan penyulit pada pasien dengan mutasi EGFR wild type adalah 14 (46,7%)
orang, hemoptisis 6 (20%) orang, nyeri kanker 4 (13,3%) orang, efusi pleura
Universitas Indonesia
Tabel 4.4. Penyulit pada pasien KPKBSK non skuamosa berdasarkan profil EGFR
Universitas Indonesia
Tabel 4.5. Prosedur diagnostik pada pasien KPKBSK dengan konfirmasi hasil
patologi anatomi yang positif
Hasil respons objektif (RECIST) pada pasien KPKBSK yang mendapatkan terapi
target baru golongan EGFR-TKi menunjukan CR pada 0 orang (0%), SD pada 2
orang (9,7%), PR pada 9 orang (29%), PD pada 19 orang (61,3%) sedangkan pada
pasien yang mendapatkan kemoradioterapi menunjukan CR pada 0 orang (0%),
SD pada 2 orang (6,7%), PR pada 9 orang (30%) dan PD pada 19 orang (63,3%).
Universitas Indonesia
20
15
Terapi target EGFR-
10 TKi
Kemoradioterapi
5
0
CR SD PR PD
Gambar 4.1. Hasil RECIST berdasarkan terapi target baru EGFR-TKi dan
kemoradioterapi
Angka tahan hidup pasien KPKBSK yang mendapatkan terapi target baru
golongan EGFR-TKi menunjukan 31 (100%) orang memiliki angka tahan hidup 3
bulan, angka tahan hidup 6 bulan pada 18 (87%) orang dan angka tahan hidup 12
bulan pada 15 (48,38 %) orang. Angka tahan hidup pada pada pasien KPKBSK
yang mendapatkan kemoradioterapi menunjukan angka tahan hidup 3 bulan pada
28 (93,3%) orang, angka tahan hidup 6 bulan pada 25 (83,3%) orang dan angka
tahan hidup 12 bulan pada 10 (10,3%) orang.
Tabel 4.6. Angka tahan hidup berdasarkan terapi target baru golongan EGFR-TKi
dan kemoradioterapi
Keterangan * : jumlah pasien KPKBSK yang mencapai angka tahan hidup pada
periode waktu tersebut
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Tabel 4.8. Toksisitas hematologi berdasarkan terapi target baru golongan EGFR-
TKi dan kemoradioterapi
Universitas Indonesia
orang, diare derajat 1-2 pada 5 (16,7%) orang dan alopesia derajat 1-2 pada 12
(40%) orang.
Universitas Indonesia
BAB 5
PEMBAHASAN
Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 61 orang pasien KPKBSK bukan
skuamosa yang terdiri dari 31 pasien dengan mutasi EGFR positif dan 30 pasien
dengan EGFR wild type. Karakteristik pasien dengan mutasi EGFR yang positif
adalah jumlah pasien laki-laki yang sebanding dengan perempuan yaitu 16
(51,6%) orang laki-laki dan 15 (49,4%) orang perempuan, bukan perokok 21
(67,7%) orang, jenis histologi adenokarsinoma pada 29 (93,5%) orang, usia
dibawah 60 tahun ketika diagnosis ditegakan pada 19 (61,3%) orang, stage IV
pada 29 (93,5%) orang dan PS 0-2 pada 30 (96,8%) orang. Rata-rata usia pasien
KPKBSK dengan mutasi EGFR positif adalah 57 tahun dengan usia termuda 36
tahun dan usia tertua 79 tahun. Luo dkk melaporkan karakteristik pasien
KPKBSK dengan mutasi EGFR yang positif adalah perempuan 42 (58,3%) orang,
bukan perokok 46 (63%) orang, usia dibawah 55 tahun pada 38 (52,8%) orang dan
PS 0-2 pada 25 (34,7%) orang.31 Karakteristik pasien dengan EGFR wild type
pada penelitian ini adalah jumlah pasien laki-laki yang lebih banyak yaitu 26
(83,9%) orang, 4 (6,1%) orang perempuan, perokok 25 (83,3%) orang,
adenokarsinoma pada 28 (93,4%) orang, usia diatas 60 tahun ketika diagnosis
ditegakan pada 16 (53,3%) orang, PS 0-2 pada 30 (100%) orang dan stage IV
pada 22 (74,2%) orang. Rata-rata usia pasien KPKBSK dengan EGFR wild type
adalah 58 tahun dengan usia termuda 35 dan usia tertua 74 tahun. Mok dkk
melaporkan karakteristik pasien KPKBSK dengan mutasi wild type adalah jumlah
pasien laki-laki lebih banyak daripada perempuan dengan pasien laki-laki 53
(82,8%) orang, perokok 35 (54,6%) orang, usia diatas 55 tahun ketika diagnosis
ditegakan pada 36 (56,3%) orang, PS 0-2 pada 24 (38%) orang.31 Kosasih
melaporkan karakteristik pasien KPKBSK yang mendapatkan kemoradioterapi di
RSUP Persahabatan tahun 2000-2005 adalah laki-laki 77 (71,3%) orang, umur
diatas 60 tahun 40 (37%) orang, riwayat merokok 77 (71,3%) orang, jenis
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
17 orang, batuk darah pada 4 orang dan nyeri perut pada 1 orang.3 Jusuf
melaporkan keluhan utama pasien kanker paru yang dirawat di RSUP
Persahabatan adalah sesak napas pada 241 (36%) orang, nyeri dada atau nyeri
punggung pada 144 (22%) orang, batuk pada 112 (17%) orang, batuk darah pada
88 (13%) orang dan lemah pada 9 (1,3%) orang.34 Kris dkk melaporkan keluhan
utama pada pasien KPKBSK adalah sesak napas pada 98 (45%) orang, batuk pada
94 (44%) orang, terasa berat di dada pada 36 (17%) orang, berkurang nafsu makan
pada 59 (28%) orang dan penurunan berat badan pada 27 (13%) orang.35
Benbrahim dkk melaporkan keluhan utama 116 pasien KPKBSK tahun 2007-
2012 di Maroko adalah nyeri dada 70 (60%) orang, sesak napas 59 (51%) orang,
batuk 52 (45%) orang dan hemoptisis 40 (34%) orang.36 Keluhan yang dialami
oleh pasien kanker paru dapat disebabkan oleh pertumbuhan neoplastik terhadap
saluran napas dan paru sehingga dapat menimbulkan obstruksi bronkus seperti
sesak napas, mengi, iritasi dan gangguan mekanik pada saluran napas dan
menimbulkan gejala batuk dan batuk berdarah, menurunnya daya tahan tubuh dan
retensi mukus sehingga menimbulkan pneumonitis yang rekurens, penekanan
terhadap organ sekitar seperti SVKS akibat penekanan terhadap vena kava
superior, disfagia akibat obstruksi terhadap esofagus, dispnea dan stridor akibat
sumbatan, nyeri akibat infiltrasi atau penekanan tumor terhadap syaraf, keluhan
akibat metastasis misalnya metastasis melalui kelenjar getah bening menimbulkan
pembesaran kelenjar getah bening di hilus dan mediastinum dan metastasis organ
seperti tulang, otak, hati, ginjal, kelenjar suprarenal serta paru kontra lateral.34
Organ metastasis pada pasien KPKBSK dengan mutasi EGFR positif adalah
pleura 17 (54,8%) orang, tulang 6 (19,4%) orang, otak 4 (12,9%) orang, nodul
paru kontralateral 1 (3,2%) orang, perikardium 1 (3,2%) orang. Pada penelitian
ini didapatkan karakteristik pada pasien KPKBSK non skuamosa dengan mutasi
EGFR positif yang bermetastasis di pleura adalah usia dibawah 60 tahun pada 11
orang, 9 orang laki-laki dan 8 orang perempuan dan mutasi delesi di ekson 19
pada 10 orang, mutasi L858R di ekson 21 pada 6 orang dan mutasi L861Q di
ekson 21 pada 1 orang. Organ metastasis pada pasien KPKBSK dengan wild type
Universitas Indonesia
adalah pleura 14 (46,7%) orang, tulang, otak dan hati masing-masing 4 (13,3%)
orang, kelenjar getah bening 2 (6,7%) orang dan perikardium serta adrenal
masing-masing 1 (3,3%) orang. Penyulit pada pasien KPKBSK dengan mutasi
EGFR positif adalah efusi pleura pada 11 (35,%) orang, nyeri kanker pada 3
(9,6%) orang dan efusi pleura masif, hemoptisis, SVKS dan efusi perikardium
masing-masing pada 1 (3,2%) orang sedangkan penyulit pada pasien dengan
EGFR wild type adalah efusi pleura 14 (46,7%) orang, hemoptisis 6 (20%) orang,
nyeri kanker 4 (13,3%) orang, efusi pleura masif 2 (6,7%) orang, SVKS dan efusi
perikardium masing-masing 1 orang (3,3%). Pengamatan selama 3 tahun di RSUP
Persahabatan tahun 1994-1997 didapatkan 120 (52,4%) kasus efusi pleura ganas
dari 220 kasus. Adenokarsinoma merupakan kanker paru yang paling banyak
menyebabkan efusi pleura dibandingkan dengan jenis kanker paru yang lain.
Penelitian Pratama dkk terhadap pasien kanker paru di RSUP Persahabatan tahun
2004-2007 menunjukan 167 (31,2%) pasien kanker paru dengan efusi pleura
dengan jumlah pasien laki-laki 106 (63,5%) orang, rentang usia 18-81 tahun, 131
(78,4%) pasien datang dengan keluhan utama sesak napas, batuk 10 (6,9%)
37
orang, nyeri dada 19 (11,8%) orang. Chen dkk melaporkan karakteristik 56
pasien KPKBSK dengan efusi pleura dan diberikan terapi gefitinib adalah
adenokarsinoma pada 55 (98%) orang, perempuan 33 (59%) orang, bukan
perokok 42 (75%) orang dan 35 (61%) orang memiliki PS > 2.38 Hubungan
adenokarsinoma dengan efusi pleura dapat diterangkan karena adenokarsinoma
paru biasanya berlokasi di bagian perifer paru sehingga lebih mudah invasi ke
plerua dan sifat adenokarsinoma yang lebih cepat bermetastasis.37 Efusi pleura
pada kanker paru dapat terjadi melalui implantasi sel-sel tumor pada permukaan
pleura, pleuritis yang disebabkan oleh pneumonitis skunder akibat kanker paru,
obstruksi aliran getah bening atau pembuluh darah, erosi pembuluh darah atau
getah bening sehingga pembentukan cairan pleura meningkat dan invasi langsung
tumor ke rongga pleura melalui dinding toraks.39
Metastasis ke otak merupakan penyebab utama kematian pasien KPKBSK dan
hampir 50% pasien KPKBSK memiliki metastasis kanker paru di otak. Pada
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
diagnostik yang memberikan hasil PA yang positif untuk kanker paru jenis
karsinoma sel kecil periode 2008 -2012 adalah TTNA 3 orang, biopsi forseps 24
orang, BC + TBNA 2 orang, BC + TBLB 2 orang dan biopsi terbuka 3 orang. 41
Hung dkk melaporkan mutasi EGFR positif pada spesimen efusi pleura pada 12
(41,3%) pasien kanker paru.42 Luo dkk melakukan biopsi tumor di otak pada 136
orang pasien KPKBSK. Hasil penelitiannya menunjukan 72 (52,9%) orang
memiliki mutasi EGFR positif dan 64 (47,1%) orang mutasi EGFR wild type.31
Shih dkk melaporkan prosedur diagnostik untuk spesimen pemeriksaan mutasi
EGFR. Mutasi EGFR meberikan hasil yang positif pada 29 (42%) orang pasien
KPKBSK. Prosedur diagnostik yang dikerjakan core biopsy CT-guided
memberikan hasil yang positif pada 12 (60%) dari 20 pasien, TTNA CT-guided
pada 8 (44%) dari 18 pasien, biopsi bronkus pada 5 (31%) dari 16 pasien, sitologi
cairan pleura pada 4 (44%) dari 9 pasien.43
Hasil respons objektif (RECIST) pada pasien KPKBSK yang mendapatkan terapi
target baru golongan EGFR-TKi menunjukan CR pada 0 orang (0%), SD pada
orang (9,7%), PR pada 9 orang (29%), PD pada 19 orang (61,3%) sedangkan pada
pasien yang mendapatkan kemoradioterapi menunjukan CR pada 0 orang (0%),
SD pada 2 orang (6,7%), PR pada 9 orang (30%) dan PD pada 19 orang (63,3%)..
Hasil penelitian Soler dkk tentang efikasi erlotinib pada 57 pasien KPKBSK
dengan mutasi EGFR positif menunjukan tingkat respons objektif 12,3%.44 Uji
klinis fase III IPASS yang membandingkan efikasi gefitinib dan regimen
karboplatin-paklitaksel pada pasien adenokarsinoma menunjukan gefitinib
memberikan tingkat respons yang lebih tinggi pada pasien dengan mutasi EGFR
positif (71,2%) dibandingkan dengan EGFR wild type (47,3%) dengan perbedaan
yang bermakna secara statistik (p< 0,001).45
Universitas Indonesia
Angka tahan hidup pasien KPKBSK non skuamosa yang diberi terapi target baru
EGFR-TKi menunjukan 31 (100%) orang memiliki angka tahan hidup 3 bulan,
angka tahan hidup 6 bulan pada 18 (87%) orang dan angka tahan hidup 12 bulan
pada 15 (48,38 %) orang. Angka tahan hidup pada pasien KPKBSK non
skuamosa yang diberi kemoterapi atau kemoradioterapi menunjukan angka tahan
hidup 3 bulan pada 28 (93,3%) orang, angka tahan hidup 6 bulan pada 25 (83,3%)
orang dan angka tahan hidup 12 bulan pada 10 (10,3%) orang. Soler dkk
melaporkan angka tahan hidup pada 57 pasien KPKBSK stage III dan IV dengan
mutasi EGFR positif yang diberikan erlotinib 150 mg/ hari sebesar 40%.44
Penelitian lain tentang efikasi gefitinib pada pasien karsinoma bronkoalveolar
menunjukan angka tahan hidup berkisar antara 51% sampai 55%. Berbagai
penelitian tentang efikasi gefitinib sebagai terapi lini pertama pada pasien
KPKBSK dengan mutasi EGFR positif memberikan hasil yang baik seperti
penelitian ONCOBELL (2007) dengan jumlah sampel 42 pasien, angka tahan
hidup 64%, penelitian Lee (2006) dengan jumlah sampel 55 orang, angka tahan
hidup 1 tahun 79 orang, penelitian i TARGET (2008) dengan jumlah sampel 31
orang , angka tahan hidup 1 tahun 73%, penelitian ONCOBELL (2007) dengan
jumlah sampel 42 orang, angka tahan hidup 1 tahun 64%. Penelitian Oncobell
menunjukan TTP pada pasien KPKBSK dengan mutasi EGFR positif yang
diberikan gefitinib adalah 7,6 bulan sedangkan wild type adalah 2,7 bulan.45
Rata-rata TTP pasien KPKBSK non skumosa yang diberi terapi target EGFR-TKi
adalah 39 minggu dengan SD 27,63 sedangkan untuk pasien KPKBSK non
skuamosa yang diberi kemoterapi atau kemoradioterapi rata-rata TTP adalah 29
minggu dengan SD 13,8. Uji homogenitas sampel dilakukan untuk mengetahui
homogenitas kedua kelompok berdasarkan umur dan jenis kelamin. Uji
homogenitas pada variabel umur didapatkan nilai p = 0,050 dan variabel jenis
kelamin didapatkan nilai p = 0,270 (p>0,05) artinya kedua kelompok dianggap
homogen ditinjau dari variabel umur dan jenis kelamin. Hasil uji T independen
yang dilakukan untuk mengetahui perbedaan rata-rata TTP pada kedua kelompok
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
minggu pada 14 (87,5%) orang. Pada penelitian juga dilakukan uji T independen
untuk mengetahui apakah profil mutasi EGFR berhubungan dengan OS. Overall
survival pada pasien KPKBSK non skuamosa dengan mutasi EGFR di ekson 19
adalah 38,47 minggu sedangkan mutasi EGFR di ekson 21 adalah 42,4 minggu.
Uji T independen menunjukan terdapat perbedaan yang bermakna antara OS
berdasarkan lokasi mutasi EGFR (p= 0,016). Hasil penelitian ini berbeda dengan
hasil penelitian Jackman dkk yang meneliti tentang hubungan mutasi EGFR
dengan OS pada 32 pasien KPKBSK dengan mutasi EGFR positif. Jackman dkk
melaporkan pasien dengan mutasi EGFR di ekson 19 memiliki OS yang lebih
panjang dibandingkan dengan mutasi di ekson 21 dan bermakna secara statistik.
Median OS 38 bulan pada pasien KPKBSK dengan mutasi di ekson 19
dibandingkan 17 bulan pada pasien dengan mutasi di ekson 21 (p=0,0384).
Hipotesis yang dikemukakan adalah gefitinib atau erlotinib lebih efisien
menghambat mutasi EGFR di ekson 19 dibandingkan ekson 21 walaupun
percobaan in vitro tidak mendukung hipotesis tersebut. Hipotesis yang lain adalah
mutasi T790M yang berhubungan dengan resistens terapi target baru EGFR-TKi.
Mutasi T790M mungkin lebih banyak diekspresikan di ekson 21 dibandingkan
dengan ekson 19. Sampai saat ini masih terbatas data penelitian tentang
perbandingan profil mutasi dengan OS sehingga diperlukan lebih lanjut untuk
menjawab hipotesis tersebut.21
Universitas Indonesia
Toksisitas nonhematologi berupa mual muntah, diare, alopesia dan kulit terjadi
pada pasien yang mendapatkan terapi target EGFR-TKi. Mual muntah derajat 1-2
pada 1 (3,2%) orang, mual muntah derajat 3-4 pada 1 (3,4%) orang, diare derajat
3-4 pada 5 (16,2%) orang, alopesia derajat 1-2 pada 1 (3,2%) orang, kelainan kulit
derajat 1-2 pada 4 (12,9%) orang. Toksisitas nonhematologi berupa mual muntah,
diare, alopesia ditemukan pada pasien yang mendapatkan kemoradioterapi. Mual
Universitas Indonesia
muntah derajat 1-2 pada 12 (40%) orang, mual muntah derajat 3-4 pada 5 (16,7%)
orang, diare derajat 1-2 pada 5 (16,7%) orang dan alopesia derajat 1-2 pada 12
(40%) orang. Goss dkk melakukan penelitian uji klinis fase II tentang
perbandingan efikasi gefitinib dengan plasebo terhadap pasien KPKBSK stage
lanjut dan memiliki PS yang buruk. Jumlah sampel adalah 100 pasien yang
diberikan gefitinib 250 mg/dl dan 100 pasien yang diberikan plasebo. Efek
samping yang paling sering ditemukan pada kelompok gefitinib adalah diare
(51%), ruam kemerahan (34%), mual (30%), muntah (21%) dan anoreksia
(20%).53 Yoshida dkk melakukan penelitian retrospektif tentang efek samping
erlotinib dan gefitinib pada pasien KPKBSK dengan jumlah pasien yang diberikan
gefitinib 107 orang dan pasien yang diberikan erlotinib 35 orang. Efek samping
yang paling sering ditemukan pada kedua kelompok pasien adalah ruam
kemerahan, diare, kelelahan, gangguan faal hati dan perubahan kuku. Frekuensi
derajat toksisitas hematologi 2 atau lebih adalah ruam kemerahan 35 (32,7%)
orang pada kelompok gefitinib dan 23 (65,7%) orang pada kelompok erlotinib,
diare 16 (15%) orang pada kelompok gefitinib dan 5 (14,3%) pada kelompok
erlotinib, gangguan faal hati 11 (10,3%) orang pada kelompok gefitinib dan
kelelahan pada 10 (28,6%) orang pada kelompok erlotinib. Toksisitas lebih sering
ditemukan pada kelompok erlotinib karena perbedaan dosis yang disetujui untuk
kedua obat tersebut. Dosis erlotinib yang direkomendasikan 150 mg/ hari
merupakan dosis maksimal yang ditoleransi sedangkan dosis gefitinib 250
mg/hari yang direkomendasikan merupakan sepertiga dari dosis maksimal yang
dapat ditoleransi.54 Diare merupakan toksisitas nonhematologi yang paling sering
ditemukan pada pasien KPKBSK yang mendapatkan terapi target baru EGFR-
TKi. Insidens diare pada uji klinis fase III terapi target EGFR-TKi ialah 27 sampai
87% dan 25% pasien mengalami diare yang berat. Terapi target baru EGFR-TKi
menginduksi diare diduga melalui sekresi klorida yang berlebihan sehingga
menyebabkan diare sekretorik. Terapi target baru EGFR-TKi juga menyebabkan
ruam kulit dengan manifestasi dan derajat yang berbeda-beda terutama di muka,
dada namun dapat meluas ke seluruh tubuh. Ruam kemerahan ini dapat dicetuskan
Universitas Indonesia
Waktu pengamatan pada penelitian pada pasien KPKBSK non skuamosa dengan
mutasi EGFR positif pada sebagian sampel penelitian yang berlangsung kurang
dari 1 tahun sehingga belum mendapatkan angka tahan hidup 1 tahun pada seluruh
sampel penelitian sehingga disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan
dengan disain kohort prospektif. Disain penelitian ini adalah kohort retrospektif
sehingga bisa terjadi bias karena pasien dapat lupa terhadap efek samping terapi
yang diberikan.
Universitas Indonesia
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Karakteristik pasien KPKBSK non skuamosa dengan mutasi EGFR yang
positif adalah jumlah pasien laki-laki 51,6% yang sebanding dengan
perempuan 49,4%, bukan perokok 67,7%, rata-rata usia 57 tahun dengan
usia termuda 36 tahun dan usia tertua 79 tahun, jumlah mutasi delesi di
ekson 45,2% sebanding dengan mutasi L858R di ekson 21 48,3%.
2. Karakteristik pasien KPKBSK non skuamosa dengan EGFR wild type
adalah jumlah pasien laki-laki yang lebih banyak 83,9%, perokok 83,3%,
rata-rata usia 58 tahun dengan usia termuda 35 dan usia tertua 74 tahun.
3. Karakteristik diagnostik pasien KPKBSK dengan mutasi EGFR positif
adalah adenokarsinoma 93,5%, stage IV 93,5%, PS 0-2 96,8%, keluhan
utama yang paling sering ditemukan sesak napas 48,5%, metastasis di
pleura 54,8%, penyulit efusi pleura 35,5%.
4. Karakteristik diagnostik pasien KPKBSK dengan EGFR wild type adalah
adenokarsinoma 93,4%, stage IV 74,2%, PS 0-2 100%, keluhan utama
yang paling sering ditemukan sesak napas 60%, metastasis di pleura
46,7%, penyulit efusi pleura 46%.
5. Angka tahan hidup 1 tahun pada pasien KPKBSK non skuamosa dengan
mutasi EGFR positif yang diberikan terapi target EGFR-TKi adalah
48,37%.
6. Angka tahan hidup 1 tahun pada pasien KPKBSK non skuamosa dengan
EGFR wild type yang diberikan kemoradioterapi adalah 33,3%.
7. Waktu rata-rata terjadinya TTP pada pasien KPKBSK non skuamosa
dengan mutasi EGFR positif yang diberikan terapi target baru EGFR-TKi
adalah 284 hari.
8. Waktu rata-rata terjadinya TTP pada pasien KPKBSK non skuamosa
dengan mutasi EGFR wild type yang diberi kemoterapi atau
kemoradioterapi adalah 210 hari.
Universitas Indonesia
6.2. Saran
1. Terapi target baru EGFR-TKi disarankan sebagai terapi lini pertama untuk
pada pasien KPKBSK non skuamosa dengan mutasi EGFR positif karena
memberikan TTP yang lebih lama dan efek samping yang dapat
ditoleransi.
2. Disarankan untuk melakukan penelitian dengan disain penelitian kohort
prospektif yang membandingkan efikasi terapi target baru EGFR-TKi
pada pasien KPKBSK non skuamosa dengan mutasi EGFR positif dan
EGFR wild type.
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
42. Hung MS, Lin CK, Leu SW, Wu MY, Tsai YH, Yang CT. Epidermal
growth factor receptor mutations in cells from non small cell lung cancer
malignant pleural effusions. Chang Gung med J. 2006;29:373-9.
43. Shih JY, Gow CH, Yu CJ, Yang CH, Chang XL, Tsai MF, et al.
Epidermal growth factor receptor mutations in needle biopsy/ aspiration
samples predict response to gefitinib therapy and survival of patients with
advanced non small cell lung cancer. Int J Cancer. 2006;118:963-9.
44. Soler RP, Chachoua A, Hammond LA, Rowinsky EK, Huberman M,
Karp D, et al. Determinant of tumor response and survival with erlotinib
in patients with non-small cell lung cancer. J Clin Oncol.
2004;22(16):3238-47.
45. Velchetti V, Morgenszentern D, Govindan R. Management of patient with
advanced non-small cell lung cancer: role of gefitinib. Biologics: Targets
& Therapy. 2010;4:83-90.
46. Ray M, Salgia R, Vokes EE. The role of EGFR inhibiton in the treatment
of non small cell lung cancer. The Oncologist. 2009;14:1116-30.
47. Velchetti V, Morgenszentern D, Govindan R. Management of patient with
advanced non-small cell lung cancer: role of gefitinib. Biologics: Targets
& Therapy. 2010;4:83-90.
48. Raharjani YI. Angka tahan hidup kanker paru pada perempuan dan faktor-
faktor yang mempengaruhi. Tesis. Jakarta: FKU:2014.
49. Ebbert JO, Williams BA, Sun Z, Anbry MC, Wampfler JA, Garies BA,
Garies YI, et al. Duration of smoking abstinence as a predictor for non-
small cell lung cancer survival in women. Lung Cancer. 2005;47:165-72.
50. Parsons A, Daley A, Begh R, Aveyard P. Influence of smoking cessation
after diagnosis of early stage lung cancer on prognosis: systematic review
of observational studies wth meta-analysis. BMJ. 2010;340:1-7.
51. Zairus D, Syahuddin E, Jusuf A. Toksisitas hematologi akibat kemoterapi
pada penderita kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil. J Respir Indo.
2008;28(4):184-9.
52. Nazarudin A. Angka kejadian trombositopenia pada kanker paru
karsinoma bukan sel kecil yang mendapat kemoterapi dengan regimen
karboplatin dan gemsitabin. Tesis. Jakarta:FKUI:2013.
53. Goss G, Ferry D, Wierzbicki, Laurie SA, Thompson J, Biesma B, et al.
Randomized phase II study of gefitinib compared with placebo in
chemotherapy naive patients with advanced non small cell lung cancer
and poor performance status. J Clin Oncol. 2009;27:2253-60.
54. Yoshida T, Yamada K, Azuma K, Kawahara A, Abe H, Hattori S, et al.
Comparison of adverse events and efficacy between gefitinib and erlotinib
in patients with non small cell lung cancer : a retrospective analysis. Med
Oncol. 2013;30:1-7.
55. Melosky B, Hirsh V. Management of common toxicities in metastatic
NSCLC related to anti lung cancer therapies with EGFR-Tkis. Thoracic
Oncology. 2014;4:1-
Universitas Indonesia
Lampiran 1
Perencanaan Kegiatan
Pengambilan sampel
Pemantauan
Analisis data
Penulisan
Lampiran 2
Rencana Anggaran Penelitian
TOTAL 16.000.000
Universitas Indonesia
Lampiran 3
Lembar Informasi Penelitian
Dokter Peneliti
Dr.Sita Laksmi Andarini, PhD, Sp.P(K)
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
RS Persahabtan
Jl. Persahabatan Raya No.1 Jakarta 13230
Hp 0818867189
Universitas Indonesia
Lampiran 4
Lembar Persetujuan Pasien/Keluarga
Dengan sukarela menyetujui untuk ikut serta dalam penelitian tersebut dengan
catatan apabila sewaktu-waktu dirugikan dalam bentuk apapun berhak
membatalkan persetujuan ini.
Jakarta, ..........................
Peneliti Yang Menyetujui
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Tabel 4.2. Keluhan utama pasien KPKBSK non skuamosa berdasarkan profil
EGFR
Keluhan utama Mutasi EGFR positif Mutasi EGFR
(n= 31) wild type
n % n %
Batuk berdahak
Batuk berdarah
Sesak napas
Nyeri kepala
Nyeri tulang
Tabel 4.3. Organ metastasis pada pasien KPKBSK non skuamosa berdasarkan
profil EGFR
Organ metastasis Mutasi EGFR positif Mutasi EGFR
wild type
n % n %
Tidak ada
Tulang
Otak
Hati
Nodul paru kontralateral
Pleura
Perikardium
Adrenal
Kelenjar getah bening
Tabel 4.4. Penyulit pada pasien KPKBSK non skuamosa berdasarkan profil EGFR
Universitas Indonesia
Tabel 4.5. Prosedur diagnostik pada pasien KPKBSK dengan konfirmasi hasil
patologi anatomi yang positif
Tabel 4.6. Angka tahan hidup berdasarkan terapi target baru golongan EGFR-TKi
dan kemoradioterapi
n % n %
3 bulan
6 bulan
12 bulan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia