DOKTER INTERNSIP
PNEUMOTHORAK
Disusun Oleh:
Dr. Annisa Pratiwi
Pembimbing:
Dr. Indra Wiradinata, Sp.B
Pendamping:
Dr. Azharul Yusri, Sp.OG
Dr. Aisah Bee
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang mana atas berkat
dan karunia-Nya, penulisan laporan kasus ini telah dapat penulis selesaikan.
Adapun laporan kasus dengan judul “Pneumothorak” ini diajukan sebagai salah
satu tugas dalam menjalani Program Internship Dokter Indonesia di RSUD
Kabupaten Kepulauan Meranti. Diharapkan dengan adanya laporan kasus ini
dapat memberikan manfaat dan menambah informasi kepada kita semua.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan
kelemahan dalam penulisan Laporan Kasus ini. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan adanya gagasan, saran dan masukan yang
membangun demi penyempurnaan tulisan ini. Akhir kata penulis berharap
semoga Laporan Kasus ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
A. LATAR BELAKANG
Paru-paru merupakan unsur elastis yang akan mengempis seperti
balon dan mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada
kekuatan untuk mempertahankan pengembangannya. Paru-paru
sebenarnya mengapung dalam rongga toraks, dikelilingi oleh suatu
lapisan tipis cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru
di dalam rongga. Jadi pada keadaan normal rongga pleura berisi sedikit
cairan dengan tekanan negatif yang ringan (1).
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam
rongga pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka
akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru
tidak dapat mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika
bernapas. Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun
traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan
sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik
dan non iatrogenik (2).
Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak
yang tidak diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah
dilakukan menunjukkan bahwa pneumotoraks lebih sering terjadi pada
penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering
daripada wanita, dengan perbandingan 5 : 1 (2).
Sesuai perkembangan di bidang pulmonologi telah banyak
dikerjakan pendekatan baru berupa tindakan torakostomi disertai video
(VATS = video assisted thoracoscopy surgery), ternyata memberikan
banyak keuntungan pada pasien-pasien yang mengalami
pneumotoraks relaps dan dapat mengurangi lama rawat inap di
rumah sakit (2).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Definisi
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di
dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena (3).
2.3 Klasifikasi
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu (2), (3) :
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba.
Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu
:
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi
secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi
dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki
sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik
kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik,
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik
trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura,
dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun
masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan
medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan
tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan
dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura.
Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan,
misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era
antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.
1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana
masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus
(2)
.
Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter
kubus rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka
rasio diameter kubus adalah :
83 512
______ ________
= = ± 50 %
103 1000
% luas pneumotoraks
A + B + C (cm)
__________________
= x 10
3
3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan
luas hemitoraks (4).
(L) hemitorak – (L) kolaps paru
(AxB) - (axb)
_______________
x 100 %
AxB
3. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan
primer dan sekunder.
2.8 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk
mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan
untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah
sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura
telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut
akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan
tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto
(2)
toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari . Tindakan ini
terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka (4).
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus
pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan
untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara
rongga pleura dengan udara luar dengan cara (2) :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum
tersebut (2), (4).
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam
rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada
pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi
air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak
gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang
berada di dalam botol (4).
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari
gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada
posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke
rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal.
Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus
set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang
berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak
gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang
berada di dalam botol (4).
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke
rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan
bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan
melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di
sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea
aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2
di garis mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera
dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut,
sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di
rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di
dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik
lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol
sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya
gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui
perbedaan tekanan tersebut (3), (4).
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan
intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan
memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan
tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah
mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah
negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji
coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk
selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura
kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut.
Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan
ekspirasi maksimal (2).
3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks
dengan alat bantu torakoskop.
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah (4)
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian
dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan
dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami
robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang,
kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.
2.9 Pengobatan Tambahan
1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan
ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru
diberi OAT, terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi
antibiotik dan bronkodilator (4).
2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat (4).
3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat
dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti
emfisema (3).
2.10 Rehabilitasi(4)
1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan
pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.
2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin
terlalu keras.
3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah
laksan ringan.
4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk,
sesak napas.
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Z
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Alamat : jl. Dorak selat panjang
Tanggal Kunjungan : 19 / 6 / 2019
II. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Nyeri pada dada kanan (+)
Keluhan Tambahan :
Sesak nafas (+)
Anamnesis :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri pada dada sebelah kanan disertai
sesak nafas (+) nyeri dirasakan mendadak setelah os terpeleset dan tertabrak kayu
saat sedang bekerja 1 hari ini SMRS.
Sesak bertambah saat pasien bergerak, tidak berkurang dengan perubahan
posisi, Os juga mengatakan saat bernafas dalam atau batuk nyeri semakin
bertambah Sehingga os sulit untuk bernafas.
Batuk berdarah disangkal, demam (-),Pasien tidak mempunyai riwayat batuk
lama sebelumnya, demam malam hari (-), keringat malam (-). Riwayat minum
obat selama 6 bulan (-)
Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat diabetes mellitus : disangkal
- Riwayat Asma : disangkal
Riwayat penggunaan obat
Tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat diabetes mellitus : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Pribadi
- Merokok : dijumpai
- Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
Cor :
Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS VI garis midclavicularis
sinistra.
Perkusi :
- Batas jantung atas sejajar garis horizontal setinggi ICS III
garis parasternal sinistra.
- Batas jantung kiri di ICS IV garis midclavicularis sinistra.
- Batas jantung kanan di garis sternalis dextra ICS III,IV dan
V.
Auskultasi : S1-S2 Reguler, Gallop (-), murmur diastolic (-)
- Abdomen :
Inspeksi : Dalam batas normal
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Palpasi : Soepel, nyeri tekan suprapubic (+), hepar/ lien tak
teraba, tidak teraba massa, ballottement ginjal tidak teraba, nyeri
ketok CVA (-)
- Ekstremitas
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Refleks fisiologis +N/+N +N/+N
Refleks patologis -/- -/-
CRT < 2 detik < 2 detik
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan Laboratorium
Darah :
- Hemoglobin : 13,6 gr/dL
- Eritrosit : 4,49 jt/mm
- Leukosit : 6.410/mm
- Hematokrit : 39 %
- Trombosit : 125.000/mm
- MCV : 87 fl
- MCH : 30 pg
- MCHC : 35 %
- HBSag :-
- Pemeriksaan Radiologi
- Pemeriksaan EKG
Tidak dilakukan pemeriksaan
FOLLOW UP 20/6/19
Subjektif : sesak berkurang
Objektif :
Kesadaran : komposmentis
Vital sign : TD : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 25 x/menit
T : 36,10 C
Paru :
Inspeksi : gerakan nafas simetris
Palpasi : fremitus suara lapangan paru dekstra=sinistra
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler pada kedua lapangan paru
WSD : bubble (+) hanya saat batuk, undulasi (+), keluar
caian berwarna kuning jernih.
A : Pneumothoraks dextra post op
P:
- IVFD RL 20 gtt
- Diet MB
- Paracetamol 3 x 500mg
- Cefadroxil 2x500mg
FOLLOW UP 21/6/19
Subjektif : sesak (-)
Objektif :
Kesadaran : komposmentis
Vital sign : TD : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 24 x/menit
T : 36,30 C
Inspeksi : gerakan nafas simetris
Palpasi : fremitus suara lapangan paru dekstra=sinistra
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler pada kedua lapangan paru
A : Pneumothoraks dextra post wsd
P : Observasi
FOLLOW UP 22/9/19
Subjektif : sesak (-)
Objektif :
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : komposmentis
Vital sign : TD : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 22 x/menit
T : 36,50 C
Inspeksi : gerakan nafas simetris
Palpasi : fremitus suara lapangan paru dekstra=sinistra
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler pada kedua lapangan paru
A : Pneumothoraks Dextra Post WSD
P : Pasien diperbolehkan pulang
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA