HALUSINASI
Disusun oleh :
SARIF HUSIN
NIM : 0562017034
A. Definisi
Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra
sesorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin
organik, psikotik ataupun histerik (Maramis, 1998).
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001).Halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi.
B. Etiologi
Etiologi, Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
Faktor predisposisi
1). Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
a). Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas
dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik
berhubungan dengan perilaku psikotik.
b). Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
c). Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya
atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut
didukung oleh otopsi (post-mortem).
2). Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien.Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidup klien.
3). Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus
asa dan tidak berdaya.Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
1). Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2). Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3). Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
C. Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang berbeda
rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005). Ini merupakan persepsi
maladaptive. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifisikan dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca
indera (pendengaran, pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan) klien
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus tersebut
tidak ada.Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena suatu
hal mengalami kelainan persensif yaitu salah mempersepsikan stimulus yang
diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi. Klien mengalami jika interpresentasi yang
dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak sesuai stimulus yang
diterimanya,rentang respon tersebut sebagai berikut:
F. Fase Halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):
1) Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas.Di sini klien tersenyum atau tertawa
yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat,
diam dan asyik.
2) Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan.Klien mulai
lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumber yang dipersepsikan.Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,
pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan
kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
3) Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi
dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan
orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain
dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang lain.
4) Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti
perintah halusinasi.Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon
lebih dari 1 orang.Kondisi klien sangat membahayakan.
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pasien skizofrenia adalah dengan pemberian obat-obatan dan
tindakan lain, yaitu (Residen bagian Psikiatri UCLA, 1990):
1) Psikofarmakologis
Obat-obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang
merupakan gejala psikosis pada pasien skizofrenia adalah obat-obatan anti-
psikosis.
KELAS KIMIA NAMA GENERIK DOSIS HARIAN
(DAGANG)
Fenotiazin Asetofenazin (Tidal) 60-120 mg
Klopromazin (Thorazine) 30-800 mg
Flufenazine (Prolixine, Permiti) 1-40 mg
Mesoridazin (Serentil) 30-400 mg
Perfenazin (Trilafon) 12-64 mg
Proklorperazin (Compazine) 15-150 mg
Promazin (Sparine) 40-1200 mg
Tiodazin (Mellaril) 150-800 mg
Trifluoperazin (Stelazine) 2-40 mg
Trifluopromazine (Vesprin) 60-150 mg
Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan) 75-600 mg
Tiotiksen (Navane) 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzondiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg
Isolasi sosial
Penyebab
J. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko mencedrai diri b.d halusinasi pendengaran
2) Gangguan persepsi sensori b.d menarik diri
3) Isolasi social: menarik diri b.d harga diri rendah kronis
K. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
SP II SP II
1. Memvalidasi masalah dan 1. Melatih keluarga mempraktekkan
latihan sebelumnya. cara merawat pasien dengan
2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi
halusinasi dengan berbincang 2. Melatih keluarga melakukan cara
dengan orang lain merawat langsung kepada pasien
3. Membimbing pasien halusinasi
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
SP III SP III
1. Memvalidasi masalah dan 1. Membantu keluarga membuat
latihan sebelumnya. jadual aktivitas di rumah
2. Melatih pasien cara kontrol termasuk minum obat (discharge
halusinasi dengan kegiatan planning)
(yang biasa dilakukan pasien). 2. Menjelaskan follow up pasien
3. Membimbing pasien setelah pulang
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
SP IV
1. Memvalidasi masalah dan
latihan sebelumnya.
2. Menjelaskan cara kontrol
halusinasi dengan teratur
minum obat (prinsip 5 benar
minum obat).
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat BA, Ria UP, Novy H. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.Edisi 2.
Jakarta. EGC.
Residen bagian Psikiatri UCLA. 1990. Buku Saku Psikiatri. Jakarta: EGC
Stuart & Laraia. 2001. Principles and practice of psychiatric nursing.USA: Mosby
Company.
Stuart & Sudeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa .Edisi 3.Jakarta : EGC.