Anda di halaman 1dari 62

NEUROLOGI ANAK

Divisi Neurologi Ilmu Kesehatan Anak FK


UNDIP/RSDK
KASUS
KASUS
• Seorang anak usia 3 tahun dibawa ke IGD karena
bergerak-gerak seperti kejang.
1. Apa yang anda lakukan pertama kali?
2. Apa yang anda lakukan berikutnya?
3. Setelah kejang berhenti apa yang anda lakukan?
4. Apa pemeriksaan penunjang yang akan anda lakukan?
5. Apa diagnosa?
6. Apa terapinya?
KASUS

1. Apa yang anda lakukan pertama kali?


• Cek ABC (Airway, Breathing, Circulation)
• Pastikan kejang atau bukan
Kejang vs bukan kejang (Smith dkk, 1998)
Keadaan Kejang Bukan Kejang
Onset Tiba -tiba Bertahap / gradual
Kesadaran Sering terganggu Tidak terganggu
Gerakan ekstremitas Sinkron Asinkron
Sianosis Sering Jarang/tidak ada
Gerakan abnormal bola mata Selalu Tidak selalu
(mengarah ke satu sisi)
Refleks cahaya pupil mata Tidak ada / minimal Ada / normal
Fleksi pasif ekstremitas Gerakan tetap ada Gerakan hilang
Tahanan terhadap gerakan pasif Jarang Selalu
Dapat diprovokasi Jarang Hampir selalu
Stereotipik serangan Sering Jarang
Lidah tergigit atau luka lain Sering Sangat jarang
Serangan khas Sering Jarang
Lama Detik-menit Beberapa menit
Gambaran EEG saat kejang atau pasca kejang Selalu Tidak pernah
Keadaan Kejang Bukan Kejang
Onset Tiba -tiba Bertahap
Kesadaran Terganggu Tidak terganggu
Gerakan ekstremitas Sinkron Asinkron
Sianosis Sering Tidak ada
Gerakan abnormal bola mata Selalu Tidak selalu
(mengarah ke satu sisi)
Refleks cahaya pupil mata Tidak ada / minimal Ada / normal
Fleksi pasif ekstremitas Gerakan tetap ada Gerakan hilang
Tahanan terhadap gerakan pasif Jarang Selalu
Dapat diprovokasi Jarang Hampir selalu
Stereotipik serangan Sering Jarang
Lidah tergigit atau luka lain Sering Sangat jarang
Serangan khas Sering Jarang
Lama Detik-menit Beberapa menit
Clue suatu kejang !
• Gangguan atau penurunan kesadaran !
• Tidak diprovokasi atau ada provokasi?
– Tanpa provokasi: epilepsi.
– Dengan provokasi: kejang demam, meningitis
• Berhenti sendiri atau dengan obat !
• Gerakan abnormal bola mata !
• Gerakan sinkron dan ritmis
• Tidak berlangsung lama (bisa juga lama)
• EEG iktal (saat kejang) GOLD STANDARD
KASUS

1. Apa yang anda lakukan pertama kali?


• Cek ABC
• Pastikan kejang atau bukan
• Bila benar kejang:
•  hentikan
• Diazepam rectal atau injeksi, dst sesuai bagan Tata laksana penghentian
kejang
Refrakter Status Epileptikus

Midazolam 0.2 mg/kg IV bolus, dilanjutkan dengan 0.02-0.4 mg/kg/jam


Propofol 1-3 mg/kg bolus, infus 2-10 mg/kg/jam or
Pentobarbital 5-15 mg/kg bolus, infus 0.5-5 mg/kg/jam

Catatan:
Diazepam rektal: 5 mg untuk BB<12 kg, 10 kg untuk BB >12 kg.
Midazolam bukal:
2,5 mg (usia 6 – 12 bulan)
5 mg (usia 1 – 5 tahun
7,5 mg (usia 5 – 9 tahun)
10 mg (usia ≥ 10 tahun)
Midazolam tapp off: bila kejang (-) 24 jam dan stop bila kejang 48 (-).
KASUS

2. Apa yang anda lakukan berikutnya?


– Observasi, kejang berhenti?
– Pasang jalur intravena
– Lengkapi anamnesis
– Bila kejang belum berhenti?
•  lanjutkan penghentian kejang sesuai bagan
KASUS

3. Setelah kejang berhenti apa yang anda lakukan?


• Lengkapi anamnesis, pemeriksaan fisik
KASUS

Anamnesis: Tadi pagi mulai demam tinggi, mendadak.


Siang ini anak kejang seluruh tubuh, kelojotan, mata
melihat ke atas. Saat kejang anak tidak sadar. Sebelum
dan sesudah kejang anak sadar.
PF: Keadaan umum, tanda vital : d.b.n.
Status neurologis: nervi cranialis dbn. Rangsang
meningeal (-). Px refleks, motorik, sensorik dbn.
Pemeriksaan umum. ?
Cari penyebab demam  misalnya?
Rhinitis, faringitis, tonsilitis, otitis
4. Apa pemeriksaan penunjang yang akan anda
lakukan?
KASUS

4. Apa pemeriksaan penunjang yang akan anda lakukan?


• Darah rutin, GDS, Na, K, Cl, Ca
KASUS A

Hasil laboratorium:
• Darah rutin: normal, GDS normal,
• Elektrolit: Hiponatremia.

5. Apa diagnosa?
• Kejang e.c. imbalance elektrolit: hiponatremia
6. Apa terapinya?
• Koreksi elektrolit natrium
KASUS B

Hasil laboratorium:
• Darah rutin: normal, GDS normal,
• Na, K, Cl, Ca : normal.

5. Apa diagnosa?

6. Apa terapinya?
KASUS B

5. Apa diagnosa?
• Kejang Demam
Sederhana
6. Apa terapinya?
• Parasetamol 10-15 mg/kgbb/kali
• Diazepam per oral 0,3-0,5 mg/kgbb/kali diberikan /8 jam
• Obati penyakit dasarnya.
21
STATUS EPILEPTIKUS
• International League Againts Epilepsy (ILAE) :
– Kejang yang berlangsung terus-menerus selama periode
waktu tertentu atau berulang tanpa disertai pulihnya
kesadaran diantara kejang.
– Selama 30 menit atau lebih.

Goldstein JA, Chung MG. Pediatr Neurocrit care. 2013. Lowenstein


DH, Bleck T, Mac Donald R. Epilepsia .1999;40:120-2.
23
Keadaan yang mendasari kejang

Kejang demam Tumor otak


Ensefalitis Abses otak Idiopatik
Epilepsi Metabolik
Ensefalopati Meningitis

Arts W, dkk. Epilepsia 1999; Sillanpaa M. Epilepsia 1993;


Berg AT dkk. Neurology 2001.
BRAIN INJURY

Head Stroke Cortical Perinatal Infection Seizures Unknown


seizures malformations injury

Epileptogenic lesion
Reorganization Inflammation
during epileptogenesis Expression of cytokines and
inflammatory mediators
Neuronal loss
Neurogenesis
Gliosis
Plasticity
Molecular reorganization

Altered Excitability
Neuronal Death
Refracter SE
FIGURE 1. the cascade of events that may be triggered by brain injury, eventually resulting in seizure
26

Tipe kejang
anak Tonik
Klonik
Tonik – klonik
Mioklonik

neonatus Subtle
Klonik fokal / multifokal
Tonik
Mioklonik
Tipe kejang pada neonatus

Subtle ( tersamar, tidak terlihat )


1. Pergerakan muka,mulut, lidah
menyeringai,menghisap,mengunyah,menelan,menguap
2. Pergerakan bola mata
Kedip kedip, deviasi bola mata
3. Pergerakan anggota gerak
Mengayuh,berenang, melangkah
4. Manifestasi pernafasan
Apne,
Klonik
• Fokal atau multifokal
Tonik
Myoklonik
27
Perbedaan jitteriness dan kejang

Manifestasi klinik Jitteriness Kejang

Gerakan bola mata - +


Peka rangsang + -
Bentuk gerakan Tremor klonik
dominan
Gerakan dapat berhenti + -
dengan fleksi pasif

Perubahan fungsi - +
otonom
Perubahan pada tanda - +
vital penurunan saturasi
oksigen

28
Penyebab terjadinya kejang
Tetanus
Keracunan KD simpleks
Non Cerebral
(selama kejang Botulismus
sadar) Tetani Ekstrakranial

Infeksi KD Kompleks
Intrakranial 1. Meningitis
2. Meningoenefalitis
KEJANG Gg metabolik 3. Ensefalitis
Gg elektrolit
Akut sesaat Gg kardiovaskuler
Keganasan
Malformasi
Cerebral Keracunanbahan toksik
(selama kejang Withdrawl obat
tak sadar)
Epilepsi :
Kronik berulang - umum / general
- partial
- tak terklasifikasi 29
Penyebab terjadinya kejang pada
neonatus

Etiologi <3 hari >3 hari

HIE +
Perdarahan intrakranial + +
Infeksi intrakranial + +
Hypoglycemia +
Hypocalcemia + +
Ganggn perkembangan otak + +
Sindrom epilepsi + +

30
PENATALAKSANAAN KEJANG

1. mempertahankan oksigenasi otak yang adekuat


2. mengakhiri kejang sesegera mungkin
3. mencegah kejang berulang
4. cari faktor penyebab ( pem elektrolit,BGA,GDS Dll)
5. koreksi kelainan elektrolit dan metabolik
6. cegah komplikasi sistemik
7. obati penyebab kejang
 Catatan :
 Dalam menanggulangi kejang ,Jangan panik,Jangan memasukkan
apapun kedalam mulut,Bersihkan jalan nafas dan rongga mulut dari
benda asing. Miringkan kepala agar tidak tersedak jika
muntah,Longgarkan pakaian yang ketat

31
Prinsip memotong kejang

 1. Memakai 2 panduan obat yang bersifat


 Short acting : memotong kejang
 Long acting : pengobatan rumat agar
kejang tidak berulang
 2. Obat diberikan secara intra vena/ rectal
 3. Monitor efek samping obat
 4. EEG monitor

32
ALUR PENGELOLAAN KEJANG PADA NEONATUS

Phenobarbital 20mg/kgbb IM/IV


Kejang Periksa GDS, elektrolit
Kejang berhenti
30 mnt
Phenobarbital 10mg/kgbb IV
Kejang
Kejang berhenti 30 mnt
Phenobarbital 10 mg/kgBB IV

Phenobarbital 3-5 mg/kgBB/hr Kejang


im/po
Phenitoin 15-20mg/kgbb IV

Kejang berhenti Kejang


per
Phenitoin 3-4 mg/kg BB /hr IV Pindah
NICU
Midazolam 0, 2 mg/kgBB IV
IDAI (UKK perinatologi) ,
Bk panduan manajemen masalah BBLuntuk dokter,bidan,
perawat RS Midazolam 0,1 -0,4 mg/kgBB /jam IV
Volpe JJ Neurology of the NewBorn 2008 33
Pilihan obat anti kejang pada
neonatus

 Terapi Standart
1. Lini pertama : Phenobarbital
2. Lini kedua : Phenitoin
3. Lini ketiga : Midazolam

 Jika ada indikasi


 Glukosa, Calsium Glukonas, Piridoksin ( Vit B6)

Riviello JJ , neuroview 2004


Volpe JJ,Neurology of the newborn,2008

34
Pemeriksaan untuk mencari etiologi kejang
• Anamnesa
• Tingkat kesadaran, pemeriksaan fisik (LK ) , Pemeriksaan neurologis
lengkap.

• Pemeriksaan penunjang
Darah rutin, urin rutin, elektrolit, gula darah.
kultur darah, fungsi hati, fungsi ginjal atas indikasi.
Pungsi lumbal
CT Scan kepala jika ada tanda peninggian tekanan intrakranial, gejala
neurologis fokal, penurunan kesadaran, riwayat trauma kepala.
EEG
Funduskopi

35
Kejang37 demam
Tidak ada penurunan kesadaran
setelah kejang
Hasil pemeriksaan css dalam
batas normal

Ensefalopati Ensefalitis
Penurunan kesadaran
Penurunan kesadaran
Hasil pemariksaan css dalam
setelah kejang
batas normal
Hasil pemeriksaan css
Perbedaan ada kelainan

Meningitis
Abses otak ditemukan adanya kaku kuduk
Hasil pemeriksaan CSS ada
Ada kelumpuhan kelainan
 Tanda tekanan intra kranial ext
meningkat (pusing, muntah,
mata kabur/
CT scan kepala ditemukan
abses Company Logo
KEJANG DEMAM
• Bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan
suhu tubuh ( > 38C, dengan metode pengukuran
suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial.

Recommendations for the management of febrile seizures: Ad Hoc Task Force of


LICE Guidelines. Epilepsia.2009;50(1):2-6. American Academy of Pediatrics.
Subcommittee on Febrile Seizures. Pediatr. 2011;127(2):389-94.
Cairan Serebro Spinal
• Pemeriksaan CSS  menegakkan/menyingkirkan
meningitis.
• Pungsi lumbal tidak rutin pada <12 bulan dengan
KDS dengan KU baik.
• Indikasi pungsi lumbal (level of evidence 2, derajat rekomendasi B):
– Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
– Terdapat kecurigaan infeksi SSP
– Kejang disertai demam yang telah mendapat antibiotik 
mengaburkan tanda dan gejala meningitis

American Academy of Pediatrics, Subcommittee on Febrile Seizure. Pediatr. 2011;127:389-94. Kesepakatan


UKK Neurologi IDAI. 2016
Keterangan:

• Diazepam IV: 0,2 - 0,5 mg/kg IV (maksimum 10 mg)


dalam spuit, kecepatan 2 mg/menit.
– Bila kejang berhenti sebelum obat habis, tidak perlu
dihabiskan.
• Midazolam buccal:
– midazolam sediaan IV/IM, menggunakan spuit 1 cc
teteskan pada buccal kanan, selama 1 menit.
– Dosis midazolam buccal berdasarkan kelompok usia;
• 2,5 mg (usia 6 – 12 bulan)
• 5 mg (usia 1 – 5 tahun
• 7,5 mg (usia 5 – 9 tahun)
• 10 mg (usia ≥ 10 tahun)
• Tapering off midazolam infus kontinyu:
– Bebas kejang selama 24 jam  midazolam dapat diturunkan
bertahap dengan kecepatan 0,1 mg/jam, dihentikan setelah
48 jam bebas kejang.
• Midazolam infus kontinyu seharusnya di ICU, namun
disesuaikan dengan kondisi rumah sakit
• Bila pasien terdapat riwayat status epileptikus, saat
datang dalam keadaan tidak kejang  dapat diberikan
fenitoin atau fenobarbital 10 mg/kg IV dilanjutkan
dengan pemberian rumatan bila diperlukan.
Antipiretik
• Parasetamol 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6
jam.
• Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.

Rosenbloom E, Finkelstein Y, Adams-Webber T, Kozer E.Eur J Paediatr Neurol.


2013;17:585-8. O ringa M, Newton R. Cochrane Database Syst Rev. 2012 Apr
18;4:CD003031. doi:10.1002/14651858.CD003031.pub2. Kesepakatan UKK Neurologi
IDAI. 2016.
Antikonvulsan
• Antikonvulsan intermiten
– Antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam.
• Profilaksis intermiten diberikan pada KD:
– Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
– Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
– Usia <6 bulan
– Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39
derajat Celsius
– Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu
tubuh meningkat dengan cepat.
Sugai K. Brain Dev. 2010;32:64-70. Recommendations for the management of febrile seizures: Ad Hoc Task Force
of LICE Guidelines. Epilepsia.2009;50(1):2-6. Kesepakatan UKK Neurologi IDAI. 2016.
• Obat yang digunakan:
– diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau
– rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan
10 mg untuk berat badan >12 kg),
– 3 kali sehari, dosis maksimum 7,5 mg/kali.
– Diberikan selama 48 jam pertama demam.
• Informasi ke orangtua bahwa dosis tersebut cukup
tinggi dan sebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.

Knudsen FU.Epilepsia. 2000;41(1):2-9. Kesepakatan UKK Neurologi IDAI. 2016.


Antikonvulsan rumat
• Pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus
selektif dan dalam jangka pendek (level of evidence
3, derajat rekomendasi D).

• Indikasi pengobatan rumat:


– Kejang fokal
– Kejang lama >15 menit
– Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau
sesudah kejang, misalnya palsi serebral, hidrosefalus,
hemiparesis.
American Academy of Pediatrics. Practice parameter: Long-term treatment of the child with simple febrile seizures.
Pediatrics. 1999;103:1307-9. Kesepakatan UKK Neurologi IDAI. 2016. Sugai K. Brain Dev. 2010;32:64-70.
• Keterangan:
– Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya keterlambatan
perkembangan, BUKAN merupakan indikasi pengobatan
rumat.
– Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan
bahwa anak mempunyai fokus organik yang bersifat fokal.
– Pada anak dengan kelainan neurologis berat dapat
diberikan edukasi untuk pemberian terapi profilaksis
intermiten terlebih dahulu, jika tidak berhasil/orangtua
khawatir dapat diberikan terapi antikonvulsan rumat
Jenis antikonvulsan rumatan
• Fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif
dalam menurunkan risiko berulangnya kejang (level
of evidence 1, derajat rekomendasi B).

Mamelle C. Neuropediatrics. 1984;15:37-42.


Farwell JR. N Engl J Med. 1990;322:364-9.
• Fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan
gangguan perilaku dan kesulitan belajar (40-50%
kasus).
• Obat pilihan : asam valproat.
– Sebagian kecil, usia < 2 tahun, asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati.
– Dosis : 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan
fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis.

American Academy of Pediatrics. Committee on Drugs. Pediatr 1995;96:538-40.


American Academy of Pediatrics. Pediatr 1999;103:1307-9. Knudsen FU. Epilepsia.
2000;41(1):2-9.
• Pengobatan rumat selama 1 tahun,
• Penghentian pengobatan rumat untuk kejang
demam tidak membutuhkan tapering off, dilakukan
pada saat anak tidak sedang demam.

Knudsen FU. Brain Dev. 1996;18:438-49.


Kesepakatan UKK Neurologi IDAI. 2016.
Faktor risiko berulangnya KD
• Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
• Usia kurang dari 12 bulan
• Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang
• Interval waktu singkat antara awitan demam dengan terjadinya
kejang.
• Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam
kompleks.

• Bila seluruh faktor tersebut ada  kemungkinan berulang 80%.


• Bila tidak terdapat faktor tersebut  kemungkinan berulang 10-
15%.
• Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun
pertama.
Berg AT, Shinnar S, Darefsky AS, Holford TR, Shapiro ED, Salomon ME, dkk. Arch Pediatr Adolesc Med.
1997;151:371-8. Pavlidou E, Tzitiridou M, Kontopoulos E, Panteliadis CP. Brain Dev. 2008;30:7-13. Knudsen
FU. Brain Dev. 1996;18:438-49.
Faktor risiko terjadinya Epilepsi
• Terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas
sebelum kejang demam pertama
• Kejang demam kompleks
• Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung
• KDS yang berulang 4 episode atau lebih dalam satu tahun.

• Masing-masing faktor risiko  meningkatkan kemungkinan


epilepsi 4-6%,
• Kombinasi faktor risiko  kemungkinan epilepsi menjadi 10-
49%.
• Tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumatan
Nelson KB, Ellenberg JH. N Eng J of Med. 1976;295:1029-33. Nelson KB, Ellenberg JH. Pediatr. 1978;61:720-
7. Annegers JF. N Eng J of Med. 1987;316:493-8. Kesepakatan UKK Neurologi IDAI.2016.
Edukasi pada Orangtua
• Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam
umumya mempunyai prognosis baik.
• Memberitahukan cara penanganan kejang.
• Memberikan informasi mengenai kemungkinan
kejang kembali.
• Pemberian obat profilaksis untuk mencegah
berulangnya kejang memang efektif, tetapi harus
diingat adanya efek samping obat.
American Academy of Pediatrics, Subcommitee on Febrile Seizure. Pediatr.
2011;127:389-94.
Bila anak kejang
• Tetap tenang dan tidak panik.
• Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
• Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah,
bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
• Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat kecil) lidah
tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.
• Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang.
• Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang.
• Berikan diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5
menit. Jangan berikan bila kejang telah berhenti. Diazepam rektal hanya
boleh diberikan satu kali oleh orangtua.
• Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih, suhu tubuh lebih dari 40 derajat Celsius, kejang tidak berhenti
dengan diazepam rektal, kejang fokal, setelah kejang anak tidak sadar,
atau terdapat kelumpuhan.
Fukuyama Y. Brain Dev. 1996;18:479-84. Recommendations for the management of
febrile seizures: Ad Hoc Task Force of LICE Guidelines. Epilepsia.2009;50(1):2-6.
Vaksinasi
• Tidak ada kontraindikasi vaksinasi pada anak dengan riwayat
kejang demam.
• Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang.
• Studi kohort : risiko relatif kejang demam terkait vaksin
(vaccine-associated febrile seizure) dibandingkan dengan
kejang demam tidak terkait vaksin (non vaccine-associated
febrile seizure) adalah 1,6 (IK95% 1,27 sampai 2,11).
• Angka kejadian kejang demam ;
– Pasca vaksinasi DPT : 6-9 kasus per 100.000
– Pasca vaksinasi MMR : 25-34 kasus per 100.000.
– Pada keadaan tersebut, dianjurkan pemberian diazepam
intermiten dan parasetamol profilaksis.

Fukuyama Y. Brain Dev. 1996;18:479-84. Taratof SY, Tseng HF, Liu AL, Qian L, Hechter RC, Marcy SM, dkk.
Vaccine. 2014 May 7;32(22):2574-81. doi: 10.1016/j.vaccine.2014.03.044. Epub 2014 Mar 25.
Current management of febrile
seizures in Japan: an overview
• Children can be given a vaccination 2–3 months after the last episode
of FS. This period may be shortened by the family doctor depending on
the child’s condition and the type of vaccine to be administered. A child
with a history of prolonged FS lasting >15 min should be given
vaccinations under the supervision of a pediatrician or child neurologist.
• When a temperature of 37.5°C or higher develops during the risk period
for fever after vaccination, a DZP suppository or oral DZP should be
administered prophylactically.
• For example, the risk period for the development of fever after a
measles vaccination is 1– 12 days after the vaccination, with a
particularly high risk on Days 7–10, compared with 1–6 days after
diphtheria tetanus (DPT) vaccination, with a particularly high risk on
Days 1–2.
• The dose and dosing regimen for prophylactic DZP after vaccination are
as the
Brain Dev. 2010same with that for
Jan;32(1):64-70. FS.10.1016/j.braindev.2009.09.019. Epub 2009 Oct 22.
doi:
KASUS 3
• Seorang anak usia 14 tahun dibawa ke IGD karena
kejang. Kejang berlangsung sejak masuk IGD RS
perujuk sekitar 7 jam yang lalu sampai sekarang.
• Sampai di IGD anak masih kejang.
1. Apa yang anda lakukan pertama kali?
2. Apa yang anda lakukan berikutnya?
3. Apa pemeriksaan lain yang akan anda lakukan?
4. Apa diagnosa sementara?
5. Apa pengelolaan selanjutnya?
KASUS 3

1. Apa yang anda lakukan pertama kali?


• Cek ABC
• Pastikan kejang atau bukan
KASUS 4
• Seorang anak usia 3 tahun dibawa ke IGD karena kejang.
Kejang berlangsung di rumah, kemudian dibawa ke
Puskesmas terdekat, tidak bisa menangani diminta
dibawa ke RS. Dari rumah sampai IGD sudah 30 menit.
Sampai IGD anak masih kejang.
1. Apa yang anda lakukan pertama kali?
2. Apa yang anda lakukan berikutnya?
3. Apa pemeriksaan penunjang yang akan anda lakukan?
4. Apa diagnosa sementara?
5. Apa pengelolaan selanjutnya?
KASUS 4

1. Apa yang anda lakukan pertama kali?


• Cek ABC
• Pastikan kejang atau bukan
• Bila benar kejang:
•  hentikan
• Diazepam rectal atau injeksi, dst sesuai bagan Tata laksana penghentian
kejang
Daftar Pustaka
• Goldstein JA, Chung MG. Status epilepticus and seizures. Dalam: Abend NS, Helfaer
MA, penyunting. Pediatric neurocritical care. New York: Demosmedi- cal; 2013. h
117–138.
• Moe PG, Seay AR. Neurological and muscular diorders. Dalam: Hay WW, Hayward
AR, Levin MJ, Sondheimer JM, penyunting. Current pediatric: Di- agnosis and
treatment. Edisi ke-18. International Edition: McGrawHill; 2008. h. 735.
• ACT Health. Buccal midazolam for prolonged convulsions: Summary for par- ents.
• Hartmann H, Cross JH. Post-neonatal epileptic seizures. Dalam: Kennedy C,
penyunting. Principles and practice of child neurology in infancy. Mac Keith Press;
2012. h. 234-5.
• Anderson M. Buccal midazolam for pediatric convulsive seizures: e cacy, safe- ty, and
patient acceptability. Patient Preference and Adherence. 2013;7:27-34.
• Workshop Neurologi pada SINAS KALTIM Sep 2015, oleh Dr. dr. Dwi Putro Widodo,
SpA(K)
64

Anda mungkin juga menyukai