Anda di halaman 1dari 28

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Medis


1. Definisi
TB Paru adalah merupakan penyakit infeksi yang
menyerang parenkim paru-paru dan disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis (Brunner & Suddarth 2013).
TB Paru adalah sebagai suatu infeksi akibat Myobacterium
tuberculosis yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-
paru dengan gejala yang sangat berfariasi, (Tabrani Rab 2013).
TB Paru adalah suatu penyakit menular yang paling sering
mengenai parenkim paru, biasanya disebabkan oleh
mycobakterium tubercolasis. (Somatri, 2012)
Dari definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa TB paru
suatu penyakit yang disebabkan infeksi Myobacterium Tuberculosis
Complex yang dapat menyerang berbagai organ terutama paru-
paru dengan gejala yang sangat berfariasi.

2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi sistem pernapasan
Fungsi pernapasan yang utama adalah sistem untuk
pertukaran gas. Oleh karna itu anatomi maupun fisiologi paru
disesuaikan dengan fungsi ini. Secara anatomi fungsi
pernapasan ini dimulai dari hidung sampai ke paru-paru.

8
9

Sumber. Adam,2013. com

1) Saluran pernapasan bagian bawah


a) Trachea
Trakea (batang tenggorok) adalah tabung
berbentuk pipa seperti huruf yang dibentuk oleh tulang-
tulang rawan yang di sempurnakan oleh selaput diantara
vertebra servikalis VI sampai ketepi bawah kartilago
krikoidea vertebra torakalis V. Panjangnya sekitar 13
cm dan diameter 2,5 cm dilapisi oleh otot-otot polos,
mempunyai dinding fibroelastis yang tertanam dalam
balok-balok hialin yang mempertahankan trachea tetap
terbuka.
b) Bronkus Utama (Main Bronchus)
Bronkus merupakan suatu struktur yang terdapat
didalam mediastinum. Bronkus juga merupakan cabang
dari trakea yang membentuk bronkus utama kiri dari
bronkus utama kanan. Panjangnya kurang lebih 5cm,
diameternya 11-19 cm dan luas penampungnya 3,2 cm.
10

Percabangan dari trakea sebelum masuk ke


mediastinum disebut dengan bifurkasi dan sudut tajam
yang dibentuk oleh percabangan ini disebut karina.
Karina ini penting di dalam bronkoskopi, yakni untuk
menginterpretasikan berbagai kelainan didalam
mediastinum, Karena membentuk sudut 20-30 derajat
pada bronkus kiri dan sudut 20-30 derajat pada bronkus
kiri dan sudut 20-30 derajat pada bronkus kiri dan sudut
45-55 derajat pada bronkus kanan.
c) Bronkiolus
Secara fungsional bronkiolus dapat dibagi menjadi
dua bagian yakni bronkiolus nonrespirtorius ,dimana
tidak terdapat pertukaran gas dan bronkiolus
respiratorius, dimana terjadi pertukaran gas. Bagian
yang berfungsi dalam pertukaran gas (bronkiolus
respiratorius) bersama-sama dengan duktus alveolaris
dan sakus alveolaris merupakan bagian dari unit
fungsional dari paru dimana terjadi pertukaran gas.
Pada bagian dimana terjadi pertukaran gas, jarak
antara udara alveolaris dengan udara dalam pembuluh
kapiler adalah sekitar 0,35-2,5 mikron dimana
pertukaran gas berlangsung secara cepat, yakni lebih
kurang 0,5 detik. Antara dinding alveoli dengan sel-sel
darah merah dipisahkan oleh membran basalis dari
kapiler, sedangkan batas antara alvioli dengan dinding
kapiler disebut dengan lapisan interstisial. Dinding
alveoli pada beberapa tempat mengalami penepisin,
dimana pada bagian ini ditemukan porus dari khon.
Sel yang meliputi sakus alveolaris dibagi atas dua
tipe. pertama, sel yang mempunyai bentuk yang pipih
disebut dengan pneumosit atau tipe 1(flat cell), dimana
11

pada bagian ini terjadi pertukaran udara yang


berlangsung secara efisien. Kedua sel yang mempunyai
kuboid dan disebut dengan tipe II Ini dianggap sebagai
sel yang membentuk surfaktan dan mudah mengalami
proliferasi dengan membentuk sel tipe I.
Dengan demikian, fungsi dari sel tipe tipe II adalah
mempertahankan tegangan permukaan dari alveoli,
sedangkan sel tipe I berperan dalam pertukaran gas. Sel
makrofag bebas ribus interstisial, dengan demikian sel
ini didapat masuk ke alveoli dan menembus kapiler.
d) Alveoli
Alveoli merupakan kantong udara yang berukuran
sangat kecil dan merupakan akhiran dari Bronchiolus
respiratorius sehingga memungkinkan pertukaran O2
dan CO2 seluruh dari unit alveoli (zona respirasi). Terdiri
atas Brocheolusrespiratorius, ductus alveolus dan
pertukaran O2 dan CO2 diantara kapiler dan pulmonal.
(Somantri, 2008)
e) Paru –paru
Paru-paru merupakan salah satu organ sistem
pernafasan yang berada di dalam kantong yang
dibentuk oleh pleura parietalis dan pleura viselaris.
Kedua paru-paru sangat lunak, elastis, sifatnya ringan
dan terapung di dalam air, dan berada di dalam rongga
thoraks. Paru-paru terletak di samping mediastinum dan
melekat pada perantaraan radiks pulmonalis yang satu
sama lainnya dipisahkan oleh jantung, pembuluh-
pembuluh darah besar, dan struktur lain dalam
mediastinum. Paru-paru dibagi menjadi dua bagian yaitu
paru-paru kanan yang terdiri dari tiga lobus dan paru-
paru kiri terdiri dari dua lobus. Tiap-tiap lobus
12

mempunyai beberapa segmen yaitu paru-paru kiri


mempunyai sepuluh segmen yang terdiri dari lima pada
lobus superior dan lima pada lobus inferior.
Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama
pleura. Pleura dibagi menjadi dua yaitu: Pleura visceral
(selaput pada pembungkus) yaitu selaput paru yang
langsung membungkus pada paru-paru dan pleura
parietalis yaitu selaput yang melapisi rongga dada
sebelah luar. Antara kedua pleura terdapat cairan
pleura yang berfungsi untuk meminyaki permukaan
pleura, menghindarkan gesekan antara paru-paru dan
dinding dada sewaktu ada gesekan bernapas.
(Syarifuddin, 2014).
f) Pleura
Pleura adalah suatu membrane serosa (serous
membrane) yang halus dan membentuk suatu kantong
tempat di mana terdapat dua paru, yaitu paru kiri dan
paru kanan, yang tidak saling bersentuhan. Pleura
mempunyai dua lapisan, yaitu permukaan paretelis dan
merupakan viseralis.
Lapisan permukaan disebut pleura paretalis yang
langsung berhubungan dengan paru-paru serta
memasuki fisura paru-paru dan memisahkan lobus-lobus
dari paru-paru. Lapisan dalam yang sering disebut
pleura viseralis ini berhubungan dengan
faiaendotorasika dan merupakan permukaan dalam dari
dinding thoraks.sesuai dengan letaknya,pleura paretalis
memiliku empat bagian sebagai berikut:
(1) Pleura kostalis, yaitu bagian pleura yang
menghadap ke permukaan lengkung kosta dan otot-
otot yang terdapat di antaranya. Bagian depan dari
13

pleura kostalis mencapai sternum, sedangkan


bagian belakangnya melewati iga-iga di sampai
vertebra. Bigian ini merupakan bagian yang paling
tebal dan paling kuatpada dinding thoraks.
(2) Pleura sevikalis, yaitu bagian pleura yang melewati
apartura torasis, memiliki dasar lebar, berbentuk
seperti kubah, dan diperkuat oleh membran
suprapleura.
(3) Pleura diafragmatika, yaitu bagian pleura yang
berada di atas diafragma.
(4) Diafragma mediastinalis, yaitu bagian pleura yang
meliputi permukaan lateral mediastinum serta
susunan yang terletak di dalamnya.
g) Sinus pleura
Tidak seluruh kantong yang dibentuk oleh lapisan
pleura diisi secara sempurna oleh paru-paru, baik ke
arah bawah maupun depan. Kavum pleura hanya
dibentuk oleh lapisan pleura paretalis, sehingga rongga
ini disebut sinus pleura (recessus pleura). Pada waktu
inspirasi bagian paru-paru ini akan memasuki sinus.
Sebaliknya, pada waktu ekspirasi, bagian ini akan ditarik
lagi dari rongga tersebut. Sinus pleura terdiri dari dua
bagian, yaitu:
(1) Sinus kostamediastinal, yang terbentuk pada
pertemuan pleura mediastinalis dengan pleura
kostalis. Pada waktu inspirasi sinus ini hampir
semua terisi oleh paru-paru.
(2) Sinus fenikokostalis,yang terbentuk pada pertemuan
pleura diafragmatika dengan dengan pleura kostalis.
Pada inspirasi yang sangat dalam,bagian ini belum
dapat diisi akibat pengembangan paru-paru.
14

b. Fisiologi Sistem Pernapasan


Pernafasan atau respirasi adalah peristiwa menghirup
udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh
(inspirasi) serta mengeluarkan udara yang mengandung
karbondioksida sisa oksidasi keluar tubuh yang terjadi karena
adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-
paru, proses pernafasan tersebut terdiri dari tiga bagian yaitu.
1) Ventilasi
Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi
yang merupakan proses aktif dan pasif dimana otot-otot
interkosta eksterna relaksasi, dengan demikian rongga dada
menjadi kecil kembali, dan udara terdorong keluar.
2) Difusi
Difusi gas darah bergeraknya gas O2 dan CO2 atau
partikel lain dari area yang bertekanan tinggi kearea yang
bertekanan rendah. Difusi gas yang melalui membrane
pernafasan yang dipengaruhi oleh faktor ketebalan
membrane, luas permukaan membrane, komposisi
membrane, kosifiensi difusi O2 dan CO2 serta perbedaan gas
O2 dan CO2 dalam difusi gas, ini pernapasan yang berperan
penting yaitu alveoli dan darah.
3) Transportasi gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke
dari paru dengan bantuan darah, aliran masuknya O2 ke
dalam sel darah yang bergabung dengan hemoglobin yang
kemudian membentuk oksihemoglobin sebanyak 37 % dan
sisa 3 % yang ditransportasikan kedalam cairan plasma dan
sel. (Hood, Astagaff, 2008).
15

3. Etiologi
Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh basil myobacterium tuberculosis tipe humanus,
sejenis kuman berbentuk batang dengan panjang 1-4 mm dan tebal
0,3-0,6 mm. Struktur kuman ini terdiri atas lipid (lemak) yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam, serta dari berbagai
gangguan kimia dan fisik. Kuman ini juga tahan berada diudara
kering dan keadaan dingin, karena sifatnya yang dormant, yaitu
dapat bangkit kembali dan menjadi lebih aktif. Selain itu, kuman ini
juga bersifat aerob.
Tuberkulosis paru merupakan infeksi pada saluran
pernapasan yang vital. Basil Mykobacterium masuk kedalam
jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai
alveoli dan terjadilah infeksi primer. Kemudian di kelenjar getah
bening terjadilah primer kompleks yang disebut tuberculosis primer.
Dalam sebagian kasus, bagian yang terinfeksi ini dapat mengalami
penyembuhan. Peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai
kekebalan spesifik terhadap basil Myobacterium pada usia 1-3
tahun. Sedangkan, post primer tuberculosis (reinfection) adalah
peradangan yang terjadi pada jaringan paru yang disebabkan oleh
penularan ulang.

Bakteri Mikobakterium tuberkulosis (Rober koch 1882)


(http//:www.informasi Lengkap tentang TBC.htm)
16

Faktor-faktor penyebab lain dari TuberculosisParu.


a. Faktor pendukung
- Umur
- Laki-laki > Perempuan
b. Faktor Pencetus
- Sosial ekonomi rendah
- Lingkungan
- Infeksi
- Imun Menurun.

4. Patofisiologi
Seseorang yang dicurigai menghirup basil mycobakterium
tuberkolosis akan menjadi tirenfeksi. Bakteri menyebar melalui jalan
napas ke alveoli, dimana pada daerah tersebut bakteri bertumpuk
dan berkembang biak. Penyebaran basil ini bisa juga melalui
sistem limfe dan aliran darah kebagian tubuh lain (ginjal, tulang,
korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas).
Sistem kekebalan tubuh berespon dengan melakukan reaksi
inflamasi. Neurofil dan makrofag memfagositosis (menelan) bakteri.
Limfosit yang spesifik terhadap tuberkolosis menghancurkan
(melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini
mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli dan
terjadilah bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam
waktu 2-10 minggu setelah terpapar. Massa jaringan baru disebut
granuloma yang bersifat gumpalan basil yang hidup dan yang
sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk nuloma
berubah bentuk massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa
tersebut di sebut Ghon Tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag
dan bakteri menjadi nekrotik membentuk pekijauan (necrotizing
caseosa). Setelah ini akan terbentuk klasifikasi, membentuk
jaringan kologen. Bakteri menjadi non aktif.
17

Penyakit akan berkembang menjadi aktif setelah infeksi


awal, karena respons sistem imun yang tidak adekuat. Penyakit
aktif dapat juga timbul akibat infeksi ulang atau aktifnya kembali
bakteri yang tidak aktif. Pada kasus ini, terjadi ulserasi pada
ulserasi pada ghon tubercle dan akhirnya menjadi perkijauan.
Tuberkel yang ulserasi mengalami proses penyembuhan
membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian
meradang, mengakibatkan bronkopnemoni, pembentukan tuberkel,
dan seterusnya. pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui
kelenjar getah bening. Makrofag yang mengadakan infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel
tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (10-20 hari). Daerah
yang mengalami nekrosis serta jaringan granulasi yang dikelilingi
sel epiteloid dan fibroblast akan menimbulkan respons berbedah
dan akhirnya membentuk suatu kapsul Yang dikelilingi oleh
tuberkel (dr.Taufan Nugroho 2011).

5. Manifestasi Klinik
Keluhan yang dirasakan penderita tuberculosis dapat
bermacam-macam atau tanpa keluhan sama sekali, keluhan yang
terbanyak adalah :
a. Batuk ≥ 2 minggu
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi
pada broncus sebagai reaksi tubuh untuk membuang/
mengeluarkan produksi radang. Sifat-sifat batuk dimulai dari
batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan
yang lanjut adalah berupa batuk darah yang pecah.
18

Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas,


tapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding broncus.
b. Demam
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza, tapi kadang-
kadang panas badan dapat mencapai 40-41oc. serangan
demam pertama dapat sembuh kembali, begitulah seterusnya
hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga penderita
merasa tidak pernah terbatas dari serangan demam influenza.
Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang
masuk.
c. Batuk darah.
Darah yang dikeluarkan penderita mungkin berupa garis atau
bercak-bercak darah. Darah segar dalam jumlah yang sangat
banyak (profus). Batuk darah jarang yang merupakan tanda
permulaan dari penyakit tuberculosis atau inisial symptom
karena batuk darah merupakan tanda telah terjadinya ekspansi
dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kavitas.
d. Batuk Dahak
Batuk dahak awalnya bersifat mukolat dan keluar dalam jumlah
yang sedikit, kemudian berubah menjadi mukopurulen/ kuning
atau kuning hijau sampai purulen kemudian berubah menjadi
kental bila sesudah terjadi penghijauan atau pelunakan jaringan
berbau busuk, kecuali bila ada infeksi aerob.
e. Sesak nafas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan
sesak nafas, sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang
sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-
paru.
19

f. Malaise
Gejala malaise sering ditemukan berupa : anoreksia, tidak ada
nafsu makan, badan mungkin kurus, (BB turun), sakit kepala,
meriang, nyeri otot, dan keringat malam, gejala malaise ini
makin lama makin berat dan terjadi hilang secara tidak teratur.
g. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri ada timbul bila
infiltrasinya radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis.

6. Test diagnostik
a. Pemeriksaan Foto Thoraks
Pemeriksaan standar ialah foto thoraks, Pada pemeriksaan foto
thoraks TB Paru dapat memberi gambaran bermacam-macam
bentuk. Gambaran radiologi yang dapat dicurigai sebagai lesi
TB Paru aktif adalah: bayangan berawan, bayangan bercak
milier, efusi pleura.
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah.
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena
hasilnya kadang-kadang meragukan, dan juga tidak spesifik.
Pada saat tuberculosis paru mulai aktif akan didapatkan
jumlah leukosit yang sedikit meninggi, jumlah limfosit masih
dibawah normal dan laju endap darah akan meningkat.
2) Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena akan
ditemukan kuman BTA positif diagnosa tuberculosis sudah
dapat dipastikan. Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk
sputum, terutama penderita yang tidak batuk atau yang
batuk tetapi non produktif.
20

c. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran khas yang biasa ditemukan yaitu lesi pada lapangan
atas paru bercak berawan dan terdapat kavitas tunggal atau
primer.

7. Penatalaksanaan medik
a. Obat anti TB (OAT)
OAT harus diberikan didalam kombinasi sedikitnya dua obat
yang bersifat bakterisil antara lain:
1) Isoniazid Memiliki efek bakterisidal padamikrobakterial yang
tumbuh cepat selama awal masa pengobatan.
Dosis :
a) Harian 300mg PO atau IM (10-20mg/ kg BB)
b) Dua kali/ minggu: 15mg/ kg BB PO atau IM
Efek samping utama dari obat ini adalah nuritis perifer,
hipersensitivitas dan hepatitis. Sedangkan jika terjadi
neuritis diberikan piridokain 10 mg untuk pencegahan
sedangkan untuk pengobatan diberikan 30-100 mg.
2) Rifampicin.
Merupakan satu-satunya obat anti tuberculosis yang dapat
mengeliminasi basil semi-dorman yang menunjukkan
gejolak-gejolak metabolisme selama beberapa jam.
Dosis :
a) Harian 600 mg PO atau IM (10-20 mg/ kg BB)
b) Dua kali/ minggu 600 mg PO
Efek samping utama dari penggunaan obat ini adalah
gangguan saluran pencernaan (anoreksia, mual, muntah,
diare), hepatitis dan penekanan kekebalan.
3) Ethambutol hidroklida.
Adalah suatu kemoterapeutik oral yang efektif terhadap
mikroorganisme dari jenis mikrobacterium termasuk
21

microtuberculosis. Etambutol tuberculostatic dengan


mekanisme kerja menghambat sintesa RNA.
Dosis :
a) Harian 15-25mg/ kg BB PO
b) Dua kali/ minggu 500mg/ kg BB
Efek samping utama dari penggunaan obat ini adalah
neuritis optikal (reversible bila obat segera dihentikan)
ruam pada kulit.
4) Pirazinamid.
Bekerja hanya pada PH 5,5 atau kurang, dan efektif dalam
mengeliminasi hasil yang berkembang lambat pada
lingkungan intra maupun ekstra selular yang bersuasana
asam.
Dosis :
a) Harian 2gr (PO 15-30mg/ kg BB)
b) Dua kali/ minggu 50-70mg/ kg BB
Efek samping utama dari penggunaan obat ini adalah
hepatotoksik, hiperurisemia, atralgia, ruam kulit.
b. Directly observed Treatment Shortt Course (DOTS)
Merupakan strategi yang dilaksanakan dipelayanan kesehatan
dasar di dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien
TB. Strategi ini terdiri dari 5 komponen yaitu:
1) Dukungan politik para pimpinan wilayah disetiap jenjang
sehingga program ini menjadi salah satu prioritas dan
pendanaan pun akan tersedia.
2) Mikroskop sebagai komponen utama untuk mendiagnosa TB
melalui pemeriksaan sputum langsung pasien tersangka
dengan penemuan secara aktif.
3) Pengawasan minum obat (PMO) yaitu orang yang dikenal
dan dipercaya baik oleh pasien maupun petugas kesehatan
yang akan ikut mengawasi pasien minum seluruh obatnya
22

sehingga dapat dipastikan pasien minum obatnya dan


diharapkan sembuh pada akhir masa pengobatan.
4) Pencatatan dan pelaporan dengan baik dan benar sebagai
bagian dari system surveilans penyakit ini sehingga
pemantauan pasien dapat berjalan.
5) Paduan obat anti TB jangka pendek yang benar, termasuk
dosis dan jangka waktu yang tepat, sehingga penting untuk
keberhasilan pengobatan.(dr Taufan Nugroho 2011)

8. Komplikasi
Apabila penyakit ini berkembang akan terjadi peradangan lebih
lanjut maka akan timbul komplikasi, antara lain :
a. Pleuritis eksudatif
Bila proses TB terjadi dibagian paru yang dekat dengan pleura,
maka pleura akan ikut meradang dan menghasilkan eksudet
atau akan terjadi pleuritis eksudatif. Bila cairan makin banyak
akan dilakukan fungsi dan cairan eksudet akan dikeluarkan
sebanyak mungkin untuk menghindari terjadinya schwarte
dikemudian hari.
b. TB larings
Pada setiap kali dahak yang mengandung basil TB dikeluarkan
melalui laring. Basil akan tersangkut di laring maka akan
menimbulkan TB ditempat tersebut.
c. Hemoptysis (batuk darah)
Proses nekrosis yang terajadi pada TB paru akan mengenai
pembuluh darah dan besar kemungkinan penderita mengalami
batuk darah, yang dapat bervariasi dan jarang sekali sampai
sering atau hamper setiap hari. Variasi lainnya adalah jumlah
darah yang dibutuhkan mulai dari sangat sedikit (garis darah
pada sputum) sampai banyak sekali (profus) tergantung pada
pembuluh darah yang terkena.
23

d. Abses paru
Infeksi sekunder yang mengenai nekrosis itu langsung,
sehingga akan terjadi abses paru.
e. Emphysema
Infeksi sekunder yang mengenai cairan eksudet, pada pleuritis
eksudatif akan mengakibatkan terjadinya emphysema, TB dari
kavitas yang memecah mengeluarkan efusi nanah.
f. Pneumothoraks
Proses nekrosis yang terjadi berdekatan sekali dengan pleura,
akan menyebabkan pleura ikut mengalami nekrosis dan
kebocoran, sehingga terjadilah pneumothoraks, sebab lain
kebetulan berdekatan dengan pleura, sehingga pleura ikut
robek. Bila udara yang masuk kedalam rongga pleura makin
banyak maka akan dipasang water-sceled-drainase (WSD).
g. Cor pulmonal
Makin parah dekstrusi paru dan makin luas proses fibrotic di
paru, resistensi perifer dalam paru akan makin meningkat.
Resistensi ini akan menjadi beban bagi jantung kanan, sehingga
akan terjadi hipertrofi, dan kalau hal ini berlanjut terus akan
terjadi pula dilatasi ventrikel kanan dan berakhir dengan payah
jantung kanan. Kelainan jantung karena kelainan paru disebut
cor pulmonal.
h. Efusi pleura
Akibat adanya penumpukan eksudet didalam alveoli yang
berdekatan dengan pleura menyebabkan peradangan pada
pleura sehingga proses pembentukan cairan pleura tidak
seimbang dengan penyerapan akibat adanya infeksi.
i. Meningitis
Focus tuberkel yang berlokasi dipermukaan otak yang
berdekatan dengan ruang sub arakhnoid dan terletak sub
ependimal disebut sebagai “Focus Rich”. Reaktivasi dan ruptur
24

dari focus rich akan menyebabkan pelepasan basil tuberculosis


dan antigennya kedalam ruang sub arakhnoid atau system
ventrikel, sehingga terjadi meningitis tuberculosis.(Muhammad
ardiansyah 2012).

B. Konsep Asuhan Keperawatan.


1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
DS : Riwayat keluarga TB, riwayat TB paru sebelumnya,
riwayat pengobatan TB paru sebelumnya, riwayat
pekerjaan seperti jenis pekerjaan, tempat, waktu dan
jumlah penghasilan.
DO : Batuk-batuk ≥ 2 minggu, penghasilan yang kurang,
hygiene yang kurang.
b. Pola nutrisi dan metabolik.
DS : Kehilangan nafsu makan, pelaporan penurunan berat
badan, penurunan kemampuan dalam mencerna.
DO : Turgor kulit tidak elastis, kulit kering, bersisik, kehilangan
fungsi otot, dan penurunan BB.
c. Pola eliminasi
DS : Berkeringat malam hari, konstipasi, diare.
DO : Warna urin kuning.
d. Pola aktifitas dan latihan
DS : Kelemahan umum, kelelehan, batuk produktif, nyeri dada,
nafas pendek karena adanya nyeri.
DO : Takikardi, takipnea/ dyspnea pada kerja, kelelahan otot,
nyeri dan sesak (tahap lanjut) peningkatan frekuensi
pernafasan (penyakit luas) pengembangan paru tidak
simetris, perkusi : pekak, bunyi nafas tubuler, dan bisikan
puctural diatas lesi luas knekles tercatat diatas apeks
paru, dan karakteristik sputum hijau/ purulent.
25

e. Pola tidur dan istirahat


DS : kesulitan tidur pada malam hari, demam pada malam hari,
menggigil dan mimpi buruk.
DO : Gelisah, banyak menguap, tampak palpebrae inferior
berwarna gelap.
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
DS : batu produktif atau tidak produktif, nafas pendek, riwayat
atau terpapar dengan individu yang terinfeksi.
DO : Peningkatan frekuensi pernafasan, pengembangan
pernafasan tidak simetris.
g. Pola persepsi dan konsep diri
DS : Faktor stress lama, masalah keungan, perasaan tidak
berdaya, harapan tidak ada, populasi budaya dan etnik.
DO : Menyangkal, ansietas, ketakutan dan mudah tersinggung.
h. Pola peran dan hubungan dengan sesama.
DS : Perasaan isolasi atau penolakan karena penyakit menular.
DO : Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau
perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
i. Pola reproduksi dan seksualitas
DS : Keluhan umum, kelemahan, masalah seksualitas yang
berhubungan dengan penyakitnya.
DO : Perilaku distraksi, gelisah, kelelahan otot, penurunan
libido, perilaku seksual yang menyimpang.
j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
DS : Adanya factor stress yang lama, perasaan tidak berdaya,
masalah keuangan/ rumah, populasi biaya teknik.
DO : Menyangkal, ansietas, ketakutan, mudah terangsang,
perubahan mental, rentang perubahan menurun.
k. Pola system dan nilai kepercayaan
DS : Tekanan spiritual yang dialami sehubungan dengan
penyakitnya.
26

DO :Tampak melakukan ibadah,alat doa tersedia.

2. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan etiologi yang ada, maka diagnosa keperawatan yang
diangkat pada pasien tuberculosis paru adalah:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
lingkungan (merokok, perokok pasif, menghisap asap),
Obstruksi jalan napas (spasme jalan napas, mukus dalam
jumlah berlebihan, eksudat dalam alveoli, materi asing dalam
jalan napas, adanya jalan napas buatan, sekresi yang tertahan,
sekresi dalam bronki), Fisiologis (jalan napas alergik, asma,
penyakit paru obstruksi kronis, infeksi).
b. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan
ansietas, posisi tubuh, deformitas tulang, deformitas dinding
dada, keletihan, hiperventilasi, gangguan muskuloskeletal.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran elveolar- kapiler, ventilasi-perfusi.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis, faktor ekonomi,
ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien, ketidakmampuan
mencerna makanan, ketidakmampuan menelan makanan,
anoreksia.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
tirah baring, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, imobolitas, gaya hidup monoton.
f. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan pengetahuan
yang tidak cukup untuk menghindari pemajanan patogen,
pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat (gangguan
peristalsis, kerusakan integritas kulit), malnutrisi.
27

3. Intervensi keperawatan.
a. Ketidakefektifan bersihkan jalan nafas berhubungan dengan
lingkungan (merokok, perokok pasif, menghisap asap), obstruksi
jalan napas (spasme jalan napas, mukus dalam jumlah
berlebihan, eksudat dalam alveoli, materi asing dalam jalan
napas, adanya jalan napas buatan, sekresi yang tertahan,
sekresi dalam bronki), fisiologis (jalan napas alergik, asma,
penyakit paru obstruksi kronis, merokok, infeksi)
HYD: Mempertahankan jalan nafas pasien.
Intervensi:
1) Kaji fungsi pernapasan, contoh bunyi napas, kecepatan
irama, dan kedalaman dan penggunaan otot aksesori..
R/: Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan atelectasis.
2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/ batuk
efektif, catat karakter jumlah sputum, adanya hemoptysis
R/: Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal, sputum
berdarah kental atau darah cerah diakibatkan oleh
kerusakan (kavitas) paru atau luka bronchial dan dapat
memerlukan evaluasi/ intervensi lanjut.
3) Berikan pasien posisi semi fowler tinggi.
R/: Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya pernapasan.
4) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea pengisapan sesuai
keperluan.
R/: Mencegah obstruksi/ aspirasi. Penghisapan dapat
diperlukan bila pasien tak mampu mengeluarkan secret.
5) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500ml/ hari kecuali
kontra indikasi.
R/: Pemasukan tinggi cairan membantu untuk
mengencerkan sekret, membuatnya mudah dikeluarkan.
28

6) Kolaborasi pemberian obat OAT, agen mukolitik,


bronkodilator, kortikosteroid.
R/: OAT pengobatan tubercolusis yang terbagi menjadi 2
fase, yaitu fase intensif (2-3) bulan dan fase lanjutan (4-7)
bulan. Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan
perlengkapan sekret paru.
b. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan
ansietas, posisi tubuh defomitas tulang, deformitas dinding
dada, keletihan, hiperventilasi, gangguan muskuloskeletal.
HYD: Menunjukan pola napas efektif dengan frekuensi dan
kedalaman dalam rentang normal dan paru jelas/ bersih.
Intervensi:
1) Kaji frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan,dan
ekspansi paru, catat upaya pernapasan.
R/: Kecepatan biasanya meningkat, dispnea dan terjadi
peningkatan kerja napas, kedalaman pernapasan berfariasi
tergantung derajat gagal napas.
2) Auskultasi bunyi nafas
R/: Bunyi napas dapat menurun/tak ada pada area kolaps
yang meliputi satu lobus, segmen paru, atau seluruh area
paru (unilateral).
3) Berikan posisi fowler/ semi fowler tinggi dan miring pada sisi
yang sakit, bantu klien latihan nafas dalam dan batuk efektif.
R/: Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya bernapas.
4) Obserfasi pola batuk dan karakter sekret.
R/: Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/ iritasi,
sputum berdarah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan
atau antikoagulan berlebihan.
5) Dorong/ bantu pasien untuk tarik napas dalam dan latihan
batuk
29

R/: Dapat meningkatkan/ banyaknya spuntum dimana


gangguan ventilasi dan ditambah ketidaknyamanan upaya
bernapas.
6) Kolaborasi siapkan untuk bantu bronkoskopi.
R/: Kadang-kadang berguna untuk membuang bekuan darah
dan membersihkan jalan napas.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolar- kapiler, fentilasi-perfusi.
HYD: Tidak adanya penurunan dispnea, menunjukkan
perbaikan ventilasi dan kadar oksigen jaringan adekuat dengan
gas darah arteri dalam rentang normal
Intervensi:
1) Kaji dispnea, takipnea, bunyi nafas, peningkatan upaya
pernapasan ekspansi thoraks dan kelemahan.
R/: TB baru mengakibatkan efek luas pada paru dari bagian
kecil bronchopneumonia sampai inflamasi difusi yang luas,
nekrosis, efusi pleura dan fibrosis yang luas. Efeknya
terhadap pernapasan bervariasi dari gejala ringan, dispnea
berat sampai distress pernapasan.
2) Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis dan
perubahan warna kulit, termasuk membran mukosa dan
kuku.
R/: Akumulasi secret dan berkurangnya jaringan paru yang
sehat dapat menggangu oksigenasi organ vital dan jaringan
tubuh.
3) Tunjukkan dan dukung pernapasan bibir selama ekspirasi
paru khususnya untuk klien dengan fibrosis dan kerusakan
parenkim paru.
R/: Membuat tahanan melawan udara luar untuk mencegah
kolaps/ penyempitan jalan napas sehingga membantu
30

menyebarkan udara melalui paru dan mengurangi napas


pendek.
4) Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas dan bantu kebutuhan
perawatan diri sehari-hari sesuai keadaan klien
R/: Menurunkan komsumsi oksigen selama periode
penurunan pernapasan dan dapat menurunkan beratnya
gejala.
5) Kolaborasi pemeriksaan GDA, pemberian oksigen sesuai
kebutuhan tambahan yang sesuai.
R/: Pemeriksaan GDA dengan adanya penurunan kadar O2
(PaO2) dan atau saturasi dan peningkatan PaCO2
menunjukkan kebutuhan untuk intervensi/ perubahan
program terapi. Pemberian oksigen dapat mengoreksi
hipoksemia yang terjadi akibat penurunan ventilasi/
menurunnya permukaan alveolar paru.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis, faktor ekonomi,
ketidakmampuan untuk mencerna makanan, ketidakmampuan
untuk mengabsorpsi nutrien, ketidakmampuan untuk menelan,
anoreksia.
HYD: Nutrisi klien dapat kembali terpenuhi.
Intervensi:
1) Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor
kulit, berat badan dan derajat kekurangan berat badan,
integritas mukosa oral, kemampuan/ ketidakmampuan
menelan, adanya tonus usus, riwayat mual/ muntah atau
diare.
R/: Berguna dalam mendefenisikan derajat/ luasnya masalah
dan pilihan intervensi yang tepat.
2) Observasi intake dan output pasien
R/: Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
31

3) Timbang berat badan setiap 3 hari.


R/: Mengetahui keefektifan nutrisi.
4) Anjurkan makan sedikit tapi sering terutama makanan tinggi
protein dan karbohidrat
R/: Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang
tak perlu/ Kebutuhan energi dari makan-makanan banyak
dan menurunkan iritasi gaster.
5) Anjurkan keluarga memberikan makanan yang sesuai
kesukaan pasien bila tidak ada kontradikasinya untuk
penyakit pasien.
R/: Mendorong dan meningkatkan nafsu makan.
6) Berikan perawatan oral setiap hari
R/: Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum atau
obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat
muntah.
7) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi
dan jenis diet yang tepat.
R/: Merencanakan diet dengan kandungan gizi yang cukup
untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi dan kalori
sehubungan dengan status hipermetabolik klien.
e. Intolerasi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, tirah
baring, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, imobilitas, gaya hidup monoton
HYD: Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
yang dapat diukur dengan tidak adanya dispnea, kelemahan
berlebihan dan tanda vital dalam rentang normal.
Intervensi:
1) Jelaskan aktivitas dan catat laporan dispnea kelemahan/
kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah
aktivitas
32

R/: Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan


memudahkan pilihan intervensi.
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama
fase akut sesuai indikasi.
R/: Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan,
meningkatkan istirahat.
3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan
dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
R/: Pertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk
penyembuhan.
4) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau
tidur.
R/: Pasien mungkin dengan kepala tinggi, tidur dikursi, atau
menunduk kedepan meja atau bantal.
5) Bantu aktivitas perawaan diriyag diperlukan. Berikan
kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
R/: Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
f. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan penyakit
kronis,(DM, obesita) pengetahuan yang tidak cukup untuk
menghindari pemajanan pathogen, pertahanan tubuh primer
yang tidak adekuat (gangguan peritalsis, kerusakan integritas
kulit), malnutrisi.
HYD: Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/ menurunkan
resiko penyebaran infeksi dan menunjukkan teknik/ melakukan
perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang
aman.
Intervensi:
1) Kaji patologi penyakit (aktif/ fase tak aktif: diseminasi infeksi
melalui bronkus untuk membatasi jaringan atau melalui
33

aliran darah/ sistem limfatik) dan potensial penyebaran


infeksi melalui droplet selama batuk, bersin, meludah, bicara,
tertawa, menyanyi.
R/: Membantu pasien menyadari/ menerima perlunya
mematuhi program pengobatan untuk mencegah penyakit
berulang komplikasi.
2) Identifikasi orang lain yang beresiko. Contoh anggota
keluarga dan teman.
R/: Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat
untuk mencegah penyebaran/ terjadinya infeksi.
3) Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan pada
tissue dan menghindari meludah.
R/: Perilaku yang diperlukan untuk mencagah penyebaran
infeksi.
4) Identifikasi faktor risiko individu terhadap penyakit berulang
tuberculosis.
R/: Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk
mengubah pola hidup.
5) Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat
R/: Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi
awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit sedang,
risiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
6) Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang
penyebaran dan pencegahan penyakit.
R/: Pasien dapat mengurangi potensial penyebaran
penyakit.

4. Perencanaan pulang (Discharge planning)


a. Menganjurkan perubahan sikap hidup keluarga dan pasien
dengan perbaikan lingkungan seperti ventilasi rumah yang baik
34

agar pertukaran udara baik, kebersihan rumah yang baik,


menjemur kasur dan bantal tidur.
b. Menganjurkan pasien untuk menghindari aktifitas yang
melelahkan selama berada di rumah.
c. Menganjurkan pasien untuk terapi obat-obatan secara teratur
dan tuntas tidak terputus-putus.
d. Jelaskan kepada keluarga dan pasien tentang prosedur
pengendalian infeksi seperi tidak membuang ludah di
sembarang tempat dan cara membuang tissue basah yang baik
serta mencuci tangan.
e. Menganjurkan kepada keluarga untuk selalu kontrol ke dokter.
f. Menganjurkan kepada keluarga untuk memperhatikan pola
makan pasien agar makan secara teratur 3 kali sehari dengan
gizi yang tinggi (tinggi kalori tinggi protein).
g. Berikan dorongan atau dukungan kepada pasien dalam
menjalani pengobatan
35

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi
8. Volume 2. Jakarta: EGC

Doenges, E. M., (2000). Rencana Auhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:


EGC

Heather. H. T, (2012), Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


2012-2014, Jakarta: EGC

Mboi. N, (2013), Jumlah Penyakit Tuberkulosis Di Indonesia Sangat


Tinggi, avalaible at www.poskotanews.com diakses tanggal 3
April 2015

Medison, I., (2007). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis.


Edisi 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Muttaqin, A., (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan


Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Naisyah, A. T. A., (2014). Profil Kesehatan Kota Makassar. Akses 16 Mei


2015. Pkl 22.00 Wita. Jurnal

Nazar, (2014). Tuberculosis Paru. http://www.infeksi.com. Akses 15 April


2015

Soemantri, I., (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Soemantri, I., (2008), Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan


Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Susilayanti, S., (2012). Dr. Pusat Informasi Penyakit Infeksi-Penyakit


Tuberkulosis, http//:www. Infeksi. com

Syaifuddin, H., (2014). Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan.


Edisi 3. Jakarta: EGC

Tambayong, J., (2014). Farmakologi Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai