2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi sistem pernapasan
Fungsi pernapasan yang utama adalah sistem untuk
pertukaran gas. Oleh karna itu anatomi maupun fisiologi paru
disesuaikan dengan fungsi ini. Secara anatomi fungsi
pernapasan ini dimulai dari hidung sampai ke paru-paru.
8
9
3. Etiologi
Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh basil myobacterium tuberculosis tipe humanus,
sejenis kuman berbentuk batang dengan panjang 1-4 mm dan tebal
0,3-0,6 mm. Struktur kuman ini terdiri atas lipid (lemak) yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam, serta dari berbagai
gangguan kimia dan fisik. Kuman ini juga tahan berada diudara
kering dan keadaan dingin, karena sifatnya yang dormant, yaitu
dapat bangkit kembali dan menjadi lebih aktif. Selain itu, kuman ini
juga bersifat aerob.
Tuberkulosis paru merupakan infeksi pada saluran
pernapasan yang vital. Basil Mykobacterium masuk kedalam
jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai
alveoli dan terjadilah infeksi primer. Kemudian di kelenjar getah
bening terjadilah primer kompleks yang disebut tuberculosis primer.
Dalam sebagian kasus, bagian yang terinfeksi ini dapat mengalami
penyembuhan. Peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai
kekebalan spesifik terhadap basil Myobacterium pada usia 1-3
tahun. Sedangkan, post primer tuberculosis (reinfection) adalah
peradangan yang terjadi pada jaringan paru yang disebabkan oleh
penularan ulang.
4. Patofisiologi
Seseorang yang dicurigai menghirup basil mycobakterium
tuberkolosis akan menjadi tirenfeksi. Bakteri menyebar melalui jalan
napas ke alveoli, dimana pada daerah tersebut bakteri bertumpuk
dan berkembang biak. Penyebaran basil ini bisa juga melalui
sistem limfe dan aliran darah kebagian tubuh lain (ginjal, tulang,
korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas).
Sistem kekebalan tubuh berespon dengan melakukan reaksi
inflamasi. Neurofil dan makrofag memfagositosis (menelan) bakteri.
Limfosit yang spesifik terhadap tuberkolosis menghancurkan
(melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini
mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli dan
terjadilah bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam
waktu 2-10 minggu setelah terpapar. Massa jaringan baru disebut
granuloma yang bersifat gumpalan basil yang hidup dan yang
sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk nuloma
berubah bentuk massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa
tersebut di sebut Ghon Tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag
dan bakteri menjadi nekrotik membentuk pekijauan (necrotizing
caseosa). Setelah ini akan terbentuk klasifikasi, membentuk
jaringan kologen. Bakteri menjadi non aktif.
17
5. Manifestasi Klinik
Keluhan yang dirasakan penderita tuberculosis dapat
bermacam-macam atau tanpa keluhan sama sekali, keluhan yang
terbanyak adalah :
a. Batuk ≥ 2 minggu
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi
pada broncus sebagai reaksi tubuh untuk membuang/
mengeluarkan produksi radang. Sifat-sifat batuk dimulai dari
batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan
yang lanjut adalah berupa batuk darah yang pecah.
18
f. Malaise
Gejala malaise sering ditemukan berupa : anoreksia, tidak ada
nafsu makan, badan mungkin kurus, (BB turun), sakit kepala,
meriang, nyeri otot, dan keringat malam, gejala malaise ini
makin lama makin berat dan terjadi hilang secara tidak teratur.
g. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri ada timbul bila
infiltrasinya radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis.
6. Test diagnostik
a. Pemeriksaan Foto Thoraks
Pemeriksaan standar ialah foto thoraks, Pada pemeriksaan foto
thoraks TB Paru dapat memberi gambaran bermacam-macam
bentuk. Gambaran radiologi yang dapat dicurigai sebagai lesi
TB Paru aktif adalah: bayangan berawan, bayangan bercak
milier, efusi pleura.
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah.
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena
hasilnya kadang-kadang meragukan, dan juga tidak spesifik.
Pada saat tuberculosis paru mulai aktif akan didapatkan
jumlah leukosit yang sedikit meninggi, jumlah limfosit masih
dibawah normal dan laju endap darah akan meningkat.
2) Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena akan
ditemukan kuman BTA positif diagnosa tuberculosis sudah
dapat dipastikan. Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk
sputum, terutama penderita yang tidak batuk atau yang
batuk tetapi non produktif.
20
c. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran khas yang biasa ditemukan yaitu lesi pada lapangan
atas paru bercak berawan dan terdapat kavitas tunggal atau
primer.
7. Penatalaksanaan medik
a. Obat anti TB (OAT)
OAT harus diberikan didalam kombinasi sedikitnya dua obat
yang bersifat bakterisil antara lain:
1) Isoniazid Memiliki efek bakterisidal padamikrobakterial yang
tumbuh cepat selama awal masa pengobatan.
Dosis :
a) Harian 300mg PO atau IM (10-20mg/ kg BB)
b) Dua kali/ minggu: 15mg/ kg BB PO atau IM
Efek samping utama dari obat ini adalah nuritis perifer,
hipersensitivitas dan hepatitis. Sedangkan jika terjadi
neuritis diberikan piridokain 10 mg untuk pencegahan
sedangkan untuk pengobatan diberikan 30-100 mg.
2) Rifampicin.
Merupakan satu-satunya obat anti tuberculosis yang dapat
mengeliminasi basil semi-dorman yang menunjukkan
gejolak-gejolak metabolisme selama beberapa jam.
Dosis :
a) Harian 600 mg PO atau IM (10-20 mg/ kg BB)
b) Dua kali/ minggu 600 mg PO
Efek samping utama dari penggunaan obat ini adalah
gangguan saluran pencernaan (anoreksia, mual, muntah,
diare), hepatitis dan penekanan kekebalan.
3) Ethambutol hidroklida.
Adalah suatu kemoterapeutik oral yang efektif terhadap
mikroorganisme dari jenis mikrobacterium termasuk
21
8. Komplikasi
Apabila penyakit ini berkembang akan terjadi peradangan lebih
lanjut maka akan timbul komplikasi, antara lain :
a. Pleuritis eksudatif
Bila proses TB terjadi dibagian paru yang dekat dengan pleura,
maka pleura akan ikut meradang dan menghasilkan eksudet
atau akan terjadi pleuritis eksudatif. Bila cairan makin banyak
akan dilakukan fungsi dan cairan eksudet akan dikeluarkan
sebanyak mungkin untuk menghindari terjadinya schwarte
dikemudian hari.
b. TB larings
Pada setiap kali dahak yang mengandung basil TB dikeluarkan
melalui laring. Basil akan tersangkut di laring maka akan
menimbulkan TB ditempat tersebut.
c. Hemoptysis (batuk darah)
Proses nekrosis yang terajadi pada TB paru akan mengenai
pembuluh darah dan besar kemungkinan penderita mengalami
batuk darah, yang dapat bervariasi dan jarang sekali sampai
sering atau hamper setiap hari. Variasi lainnya adalah jumlah
darah yang dibutuhkan mulai dari sangat sedikit (garis darah
pada sputum) sampai banyak sekali (profus) tergantung pada
pembuluh darah yang terkena.
23
d. Abses paru
Infeksi sekunder yang mengenai nekrosis itu langsung,
sehingga akan terjadi abses paru.
e. Emphysema
Infeksi sekunder yang mengenai cairan eksudet, pada pleuritis
eksudatif akan mengakibatkan terjadinya emphysema, TB dari
kavitas yang memecah mengeluarkan efusi nanah.
f. Pneumothoraks
Proses nekrosis yang terjadi berdekatan sekali dengan pleura,
akan menyebabkan pleura ikut mengalami nekrosis dan
kebocoran, sehingga terjadilah pneumothoraks, sebab lain
kebetulan berdekatan dengan pleura, sehingga pleura ikut
robek. Bila udara yang masuk kedalam rongga pleura makin
banyak maka akan dipasang water-sceled-drainase (WSD).
g. Cor pulmonal
Makin parah dekstrusi paru dan makin luas proses fibrotic di
paru, resistensi perifer dalam paru akan makin meningkat.
Resistensi ini akan menjadi beban bagi jantung kanan, sehingga
akan terjadi hipertrofi, dan kalau hal ini berlanjut terus akan
terjadi pula dilatasi ventrikel kanan dan berakhir dengan payah
jantung kanan. Kelainan jantung karena kelainan paru disebut
cor pulmonal.
h. Efusi pleura
Akibat adanya penumpukan eksudet didalam alveoli yang
berdekatan dengan pleura menyebabkan peradangan pada
pleura sehingga proses pembentukan cairan pleura tidak
seimbang dengan penyerapan akibat adanya infeksi.
i. Meningitis
Focus tuberkel yang berlokasi dipermukaan otak yang
berdekatan dengan ruang sub arakhnoid dan terletak sub
ependimal disebut sebagai “Focus Rich”. Reaktivasi dan ruptur
24
2. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan etiologi yang ada, maka diagnosa keperawatan yang
diangkat pada pasien tuberculosis paru adalah:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
lingkungan (merokok, perokok pasif, menghisap asap),
Obstruksi jalan napas (spasme jalan napas, mukus dalam
jumlah berlebihan, eksudat dalam alveoli, materi asing dalam
jalan napas, adanya jalan napas buatan, sekresi yang tertahan,
sekresi dalam bronki), Fisiologis (jalan napas alergik, asma,
penyakit paru obstruksi kronis, infeksi).
b. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan
ansietas, posisi tubuh, deformitas tulang, deformitas dinding
dada, keletihan, hiperventilasi, gangguan muskuloskeletal.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran elveolar- kapiler, ventilasi-perfusi.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis, faktor ekonomi,
ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien, ketidakmampuan
mencerna makanan, ketidakmampuan menelan makanan,
anoreksia.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
tirah baring, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, imobolitas, gaya hidup monoton.
f. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan pengetahuan
yang tidak cukup untuk menghindari pemajanan patogen,
pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat (gangguan
peristalsis, kerusakan integritas kulit), malnutrisi.
27
3. Intervensi keperawatan.
a. Ketidakefektifan bersihkan jalan nafas berhubungan dengan
lingkungan (merokok, perokok pasif, menghisap asap), obstruksi
jalan napas (spasme jalan napas, mukus dalam jumlah
berlebihan, eksudat dalam alveoli, materi asing dalam jalan
napas, adanya jalan napas buatan, sekresi yang tertahan,
sekresi dalam bronki), fisiologis (jalan napas alergik, asma,
penyakit paru obstruksi kronis, merokok, infeksi)
HYD: Mempertahankan jalan nafas pasien.
Intervensi:
1) Kaji fungsi pernapasan, contoh bunyi napas, kecepatan
irama, dan kedalaman dan penggunaan otot aksesori..
R/: Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan atelectasis.
2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/ batuk
efektif, catat karakter jumlah sputum, adanya hemoptysis
R/: Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal, sputum
berdarah kental atau darah cerah diakibatkan oleh
kerusakan (kavitas) paru atau luka bronchial dan dapat
memerlukan evaluasi/ intervensi lanjut.
3) Berikan pasien posisi semi fowler tinggi.
R/: Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya pernapasan.
4) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea pengisapan sesuai
keperluan.
R/: Mencegah obstruksi/ aspirasi. Penghisapan dapat
diperlukan bila pasien tak mampu mengeluarkan secret.
5) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500ml/ hari kecuali
kontra indikasi.
R/: Pemasukan tinggi cairan membantu untuk
mengencerkan sekret, membuatnya mudah dikeluarkan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi
8. Volume 2. Jakarta: EGC