Anda di halaman 1dari 25

I-1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring perkembangan zaman, ketergantungan manusia terhadap energi
sangat tinggi. Sementara itu, ketersediaan energi fosil yang ada di bumi semakin
menipis. Bila hal ini terus terjadi tanpa adanya usaha untuk melakukan
penghematan secara serius, maka energi minyak dan gas akan habis. Peningkatan
permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan
menipisnya sumber cadangan minyak dunia serta permasalahan emisi dari bahan
bakar fosil memberikan tekanan pada setiap negara untuk segera memproduksi dan
menggunakan energi terbaharukan. Energi terbagi dalam berbagai macam/jenis,
contohnya energi panas, energi air, energi batu bara, energi minyak bumi,energi
listrik, energi matahari, energi angin, energi nuklir, dan energi gas bumi.
Energi yang disebutkan di atas termasuk energi yang tidak dapat
diperbaharui. Artinya, energi tersebut sumbernya terbatas dan sulit diperbanyak.
Energi yang paling banyak digunakan untuk aktivitas manusia adalah energi
minyak bumi dan energi listrik. Energi minyak bumi yang banyak digunakan dalam
kehidupan sehari-hari adalah minyak tanah, bensin, solar. Pada saat ini perubahan
harga energi minyak bumi sangat berpengaruh besar terhadap perekonomian
Indonesia. Kenaikan harga minyak bumi menjadi masalah bagi pemerintah karena
akan menambah biaya subsidi pemerintah (Wahyuni, 2009).

Setelah harga BBM naik, masyarakat berlomba-lomba untuk mencari energi


alternatif yang lain, salah satunya adalah biogas dimana bahan yang dipergunakan
sampai proses pengolahannya sangat sederhana contohnya biogas dari sampah
organik. Dalam proses ini hanya mengandalkan proses fermentasi yang akan
menghasilkan metana, karbondioksida, hidrogen dan gas-gas lainnya.

Berbagai proyek pengembangan ramah lingkungan dimulai di seluruh dunia


dan memberikan gambaran yang jelas bahwa pengembangan yang mendukung
lingkungan hidup dan mencegah perubahan iklim merupakan tujuan yang dapat
dicapai.
I-2

Permasalah sampah kota tidak hanya teknis, tetapi juga sosial, ekonomi, dan
budaya. Masalah utama sampah kota umumnya terjadi di TPA terutama di beberapa
kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Medan dan
Makassar. Masalah tersebut di antaranya keterbatasan lahan TPA, produksi sampah
terus meningkat, teknologi proses yang tidak efesien dan tidak ramah lingkungan,
serta belum dapat dipasarkannya produk hasil sampingan sampah kota. Padahal,
produk hasil sampingan sampah sebenarnya sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan
pemerintah, misalnya pupuk organik, biogas, dan tenaga listrik.

Sampah kota tersebut oleh pemerintah kota Makassar diproses dengan sistem
“Sanitari Land Fill” yaitu sampah ditumpuk dilapangan yang luas (TPA) kemudian
permukaannya ditutup dengan tanah. Metode ini dimaksudkan untuk
mengembalikan sampah tersebut kealam dengan tidak menimbulkan masalah pada
lingkungan, namun kenyataannya bahwa masyarakat di sekitar TPA masih
terganggu dengan faktor aroma maupun kesan kumuh yang timbul akibat proses
degradasi secara alami serta penanganan sampah yang hanya ditumpuk saja tanpa
ditimbun dengan tanah.

Volume sampah dan jenis yang dihasilkan tergantung dari pola konsumsi
suatu masyarakat dalam suatu wilayah. Semakin tinggi tingkat pendapatan
masyarakat tersebut maka semakin tinggi pula volume sampah yang dihasilkan dan
semakin banyak jenis sampah yang dihasilkan.Tetapi pada umumnya sebagian
besar sampah yang di hasilkan adalah jenis sampah organik (sampah basah), yaitu
mencakup 60-70 % dari total volume sampah. Adapun jenis sampah yang dikelolah:

Menurut Suriawiria (2003) sampah berdasarkan sumbernya digolongkan dalam


dua kelompok besar yaitu:
1. Sampah domestik, yaitu sampah yang sehari-hari dihasilkan yang bersumber
dari aktivitas manusia secara langsung, baik dari rumah tangga, pasar, sekolah,
pusat keramaian, pemukiman, dan rumah sakit;
2. Sampah non-domestik, yaitu sampah yang sehari-hari dihasilkan yang
bersumber dari aktivitas manusia secara tidak langsung, baik dari pabrik,
industri, pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, dan transportasi.
I-3

Berdasarkan bentuknya, sampah digolongkan ke dalam tiga kelompok besar


yaitu:
1. Sampah padat, yaitu sampah yang berasal dari sisa tanaman, hewan, kotoran
ataupun benda-benda lainnya yang bentuknya padat,
2. Sampah cair, yaitu sampah yang berasal dari buangan pabrik, industri,
pertanian, perikanan, peternakan atau pun manusia yang berbentuk cair,
misalnya air buangan dan air seni;
3. Sampah gas, yaitu sampah yang berasal dari knalpot kendaraan bermotor, dan
cerobong pabrik yang semuanya berbentuk gas atau asap.

Berdasarkan jenisnya, sampah dibedakan menjadi dua kelompok yaitu :


1. Sampah organik, yaitu jenis sampah yang sebagian besar tersusun oleh senyawa
organik (sisa tanaman, hewan atau kotoran);
2. Sampah anorganik, yaitu jenis sampah yang tersusun oleh senyawa anorganik
(plastik, botol, logam).

Berdasarkan jenisnya, sampah memiliki dua sifat yang berbeda, yaitu:


1. Sampah yang bersifat degradabel, yaitu sifat sampah yang secara alami
dapat/mudah diuraikan oleh jasad hidup (khususnya mikroorganisme),
contohnya sampah organik;
2. Sampah yang bersifat non-degradabel, yaitu sifat sampah yang secara alami
sukar atau sangat sukar untuk diuraikan oleh jasad hidup, contohnya sampah
anorganik.
Tabel I-1 Potensi Sampah yang tersedia di Kota Makassar

Jumlah Jumlah
Luas
Nama sampah Sampah Post
Wilayah
Kota ditimbun tidak Date
Administrasi
TPA dikelola
05/09/
1000.00 425.00
Makassar 175.77 Km 18
Ton/hari Ton/hari
11:30
Sumber : Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
I-4

Dengan jumlah penduduk lokal mencapai sekitar 1,4 juta jiwa, kota
Makassar menghasilkan sekitar 3800 m3 sampah perkotaan setiap harinya. Padahal
kapasitas maksimum dari TPA Tamangapa hanya sekitar 2800 m3 sampah
perkotaan setiap harinya. Lahan TPA tambahan akan diperlukan untuk pembuangan
1000 m3 sisa sampah. Sebagian besar sampah berasal dari aktivitas penduduk
seperti di pasar, pusat perdagangan, rumah makan, dan hotel. Berdasarkan jumlah
sampah yang tidak dapat dikelola terdapat 55,16% sampah organik dan 38,82%
sampah organik dari sisa makanan yang digunakan sebagai bahan baku.

Jumlah produksi sampah pada suatu daerah berbanding lurus dengan jumlah
penduduk pada daerah tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh di Badan Pusat
Stastistik (BPS), diketahui bahwa jumlah penduduk di Kota Makassar pada tahun
2016 adalah 1.469.601 jiwa, dan persentase pertumbuhan penduduk pada tahun
2015-2016 adalah 1,39% dan pada tahun 2016-2017 adalah 1,32%. Berdasarkan
data Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, diketahui bahwa jumlah
sampah pada tahun 2016 adalah sebanyak 1425 ton. Berdasarkan persentase jumlah
penduduk dari data yang diperoleh di BPS, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk
di Kota Makassar pada tahun 2015 adalah sebanyak 1.449.401 jiwa, dan pada tahun
2017 sebanyak 1.489.011 jiwa. Dari data jumlah penduduk tersebut, didapatlah
jumlah sampah yang diproduksi pada tahun 2015 adalah sebanyak 1405 ton dan
pada tahun 2017 adalah 1444 ton. Dari data jumlah produksi sampah dan jumlah
penduduk tahun 2015 – 2017, dengan menggunakan metode linear, diperoleh data
jumlah penduduk dan jumlah produksi sampah pada tahun 2024 adalah sebesar
1.627.778 jiwa dan 1579 ton sampah.

Dari data produksi sampah tahun 2024, dapat diperoleh data jumlah sampah
yang tidak dapat dikelola sebanyak 579 ton, dimana 225 ton merupakan sampah
organik dari sisa makanan yang dapat dikelola sebagai bahan baku utama dalam
pembuatan biogas.
I-5

Tabel I-2. Prediksi Jumlah Penduduk dan Produksi Sampah di Kota Makassar

Produksi
Jumlah Jumlah Sampah Sampah
Tahun Sampah
Penduduk Tidak Dikelola Organik (Ton)
(Ton)
2015 1449401 1405 405 157
2016 1469601 1425 425 165
2017 1489011 1444 444 172
2018 1508948 1464 464 180
2019 1528753 1483 483 187
2020 1548558 1502 502 195
2021 1568363 1521 521 202
2022 1588168 1541 541 210
2023 1607973 1560 560 217
2024 1627778 1579 579 225

Permasalahan yang muncul di TPA, akan merambat ke arah hulu yang


mengakibatkan terhenti atau terhambatnya pengangkutan sampah dari sumber
sampah ke TPA. Dampaknya sampah akan menggunung di kota dan disertai
akumulasi polusi yang ditimbulkan.

Pengelolahan sampah kota bertujuan agar tercipta kebersihan lingkungan dan


menjadi nilai yang . Untuk mengatasi masalah sampah, dibutuhkan sistem
pengelolaan yang baik. Lebih untuk kesejahtraan umat manusia.

Prarancangan pabrik biogas ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dalam


negeri akan biogas. Melihat bahan utama pembuatan biogas tidak terlalu sulit
diperoleh di Indonesia yaitu sampah organik.
Dengan adanya biogas yang merupakan produk dari prancangan pabrik kimia
ini maka dapat diperoleh manfaat sebagai berikut :
a. Membantu menurunkan emisi gas rumah kaca yang bermanfaat dalam
memperlambat laju pemanasan global
b. Menghemat pengeluaran masyarakat, dengan memanfaatkan biogas sebagai
pengganti bahan bakar untuk memasak dan dapat digunakan sebagai
pembangkit listrik
c. Mewujudkan lingkungan yang bersih karena dapat mengurangi pencemaran
lingkungan. (Wahyuni, 2009)
I-6

Dengan pertimbangan tersebut di atas dan ketersediaan bahan baku sampah


organik yang cukup banyak maka cukup memungkinkan untuk didirikannya pabrik
biogas.

I.2. Kapasitas Produksi

Berdasarkan data presentase gas bumi Indonesia 2017, jumlah kebutuhan


pemakaian gas di Indonesia tiap tahun dapat digambarkan berdasarkan grafik
sebagai berikut:

Sumber : Ditjen Migas & SKKMigas 2018

Dari grafik diatas menjelaskan bahwa data konsumsi gas domestik tiap
tahun cenderung mengalami kenaikan yang signifikan meskipun terdapat satu titik
tahun yang mengalami penurunan. Berdasarkan grafik tersebut kita bisa
mengetahui berapa banyak kebutuhan gas di tanah air dengan menkombinasikan
dengan data Ekspor Gas Menurut Negara Tujuan Utama, 2000-2017 yang dikutip
dari Publikasi Statistik Indonesia, 2018
I-7

Tabel I-3 Kebutuhan Gas di Indonesia (%)

TAHUN EKSPOR (%) DOMESTIK (%) EKSPOR (RIBU TON) DOMESTIK (RIBU TON)

2003 75.21 24.79 27,613.7 9,101.8


2004 75.00 25.00 26,594.3 8,864.8
2005 72.80 27.20 24,445.4 9,133.4
2006 63.70 36.30 23,116.7 13,173.3
2007 60.00 40.00 21,270.8 14,180.5
2008 57.50 42.50 20,841.9 15,404.9
2009 51.90 48.10 22,700.1 21,038.1
2010 57.50 42.50 30,469.9 22,521.2
2011 56.90 43.10 34,302.9 25,983.4
2012 50.90 49.10 27,843.3 26,858.7
2013 48.10 51.90 25,110.4 27,094.2
2014 46.90 53.10 23,786.2 26,930.6
2015 45.00 55.00 24,784.8 30,292.5
2016 40.90 59.10 23,505.2 33,964.7
2017 41.41 58.59 24,874.9 35,194.9
Sumber : Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2018

Sesuai data kebutuhan pemakaian di atas maka dapat digambarkan dalam


grafik berikut ini :
I-8

Oleh karena pabrik biogas dirancang beroperasi pada tahun 2024, dengan
metode pendekatan linear berdasarkan dari data kebutuhan gas di atas, maka
diperkirakan kebutuhan gas pada tahun 2024 adalah sebesar 52.857.600 ton/tahun.

Dimana : y = Jumlah kebutuhan (ton/tahun)

x = Tahun perencanaan operasi pabrik (2024)

Dari grafik linear diatas didapatkan aproksimasi peningkatan sebagai berikut ;

Maka pada tahun 2024 jumlah perkiraan kebutuhan konsumsi gas di Indonesia
sebesar :

y = (2002.4 x 2024) – 4.000.000

= 52.857.600 ton/tahun

Dari hasil perkiraan di atas dengan pertimbangan ekonomi, masa pembangunan dan
produksi serta potensi ketersediaan bahan baku untuk kota makassar yakni sebesar
579 ton/hari pada tahun 2024 diambil 38.82% sampah organik yang dapat diolah
sebagai bahan baku utama, maka ditetapkan kapasitas produksi pabrik biogas yaitu
15.000 ton/tahun dengan pertimbangan pabrik dirancang untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri khususnya kota makassar.
I-9

1.2 TINJAUAN PUSTAKA

1.2.1 Biogas

Biogas adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar yang


merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob dan gas yang
dominan adalah gas metan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2) (Simamora, 1989).
Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida dalam
biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara dan menghasilkan
energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit.

I.2.2. Model Pengolahan Bahan Organik Teknologi Anaerobik Komposting

Anaerobik compositing adalah dekomposisi bahan organik tanpa oksigen.


Hasil organil dari proses ini adalah metan, CO2 dan berbagai produk intermediet
(metabolisme) seperti organik, asam organik berat molekul rendah, residu mineral
dan bahan bakar rekalsitan (sulit terurai)

Pembentukan biogas dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang


meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap
metanogenik. Pada tahap hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah
larut dari pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan
struktur bentuk primer menjadi bentuk monomer. Pada tahap pengasaman
komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan
menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari gula-
gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat, propionat, format,
laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hydrogen dan
amoniak. Sedangkan pada tahap metanogenika dalah proses pembentukan gas
metan.
I-10

Sedangkan bakteri-bakteri anaerob yang berperan dalam ketiga fase di atas


terdiri dari :

1. Bakteri pembentuk asam (Acidogenic bacteria) yang merombak senyawa


organic menjadi senyawa yang lebih sederhana, yaitu berupa asam organik,
CO2, H2, H2S.

2. Bakteri pembentuk asetat (Acetogenic bacteria) yang merubah asam organik,


dan senyawa netral yang lebih besar dari methanol menjadi asetat dan
hidrogen.

3. Bakteri penghasil metan (metanogens), yang berperan dalam merubah asam-


asam lemak dan alcohol menjadi metan dan karbondioksida. Bakteri
pembentuk metan antara lain Methanococcus, Methanobacterium, dan
Methanosarcina.

Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan produksi biogas. Faktor


pendukung untuk mempercepat proses fermentasi adalah kondisi lingkungan yang
optimal bagi pertumbuhan bakteri perombak. Beberapa factor yang berpengaruh
terhadap produksi biogas :

1. Kondisi anaerob atau kedap udara

Biogas dihasilkan dari proses fermentasi bahan organik oleh mikroorganisme


anaerob. Karena itu, instalasi pengilahan biogas harus kedap udara (keadaan
anaerob).

2. Bahan Baku Isian

Bahan baku isian berupa bahan organik seperti kotoran ternak, limbah
pertanian, sisa dapur, dan sampah organik. Bahan baku isian ini harus
terhindar dari bahan anorganik seperti pasir, batu, plastik, dan beling, dan di
lakukan pengenceran menggunakan air yang perbandingannya 1 : 1 (bahan
baku : air).
I-11

3. Imbangan C/N

Imbangan karbon (C) dan nitrogen(N) yang terkandung dalam bahan organik
sangat menentukan kehidupan dan aktivitas mikroorganisme. Apabila rasio
C/N sangat tinggi, nitrogen akan dikonsumsi sangat cepat oleh bakteri metan.
Sebagai akibatnya, produksi metan akan menjadi rendah. Sebaliknya jika
rasio C/N sangat rendah, nitrogen akan bebas dan berakumulasi dalam bentuk
amoniak (NH4). Enceng gondok (eichornia crassipes) mempunyai
kandungan C/N 25.

4. Temperatur

Produksi biogas menurun secara cepat akibat perubahan temperatur yang


mendadak di dalam instalasi pengolah biogas. Upaya praktis untuk
menstabilkan temperatur adalah dengan menempatkan instalasi biogas di
dalam tanah.

5. Starter

Starter diperlukan untuk mempercepat proses perombakan bahan organik


hingga menjadi biogas. Starter merupakan mikroorganisme perombak yang
telah dijual komersial.

Tabel I-1Komposisi gas dalam biogas (%)

Jenis gas Gas(%)

Metan (CH4) 55 – 75

Karbondioksida (CO2) 25 – 45

Nitrogen (N2) 1–5

Oksigen (O2) 0 – 0,3

Hidrogen (H2) 0–3

Sumber :(Irvan, 2012)


I-12

Metode pengolahan limbah dapat dilakukan secara fisika, kimia, dan


biologi. Pengolahan limbah secara kimia dilakukan dengan proses koagulasi,
flokulasi, sedimentasi, dan flotasi. Proses kimia sering kurang efektif karena
pembelian bahan kimianya yang cukup tinggi dan menghasilkan sludge dengan
volume yang cukup besar. Sedangkan pengolahan limbah secara biologis dapat
dilakukan dengan proses aerob dan anaerob.

Secara konvensional pengolahan limbah cair dilakukan secara biologis


dengan menggunakan kolam, yaitu limbah cair diproses dalam kolam aerobik dan
anerobik dengan memanfaatkan mikrobia sebagai perombak BOD dan
menetralisir keasaman cairan limbah.

Pengolahan limbah cair secara konvesional banyak dilakukan oleh pabrik


karena teknik tersebut cukup sederhana dan biayanya lebih murah. Namun
pengolahan dengan cara tersebut membutuhkan lahan yang luas untuk pengolahan
limbah. Dengan kapasitas 30 ton TBS/jam, maka dibutuhkan sekitar 7 hektar
lahan untuk pengolahan limbah. Selain itu efesiensi perombakan limbah cair
hanya 60-70 % dengan waktu retensi yang cukup lama yaitu 120-140 hari. Kolam-
kolam limbah konvensional akan mengeluarkan gas methan (CH4) dan karbon
dioksida (CO2) yang membahayakan karena merupakan emisi penyebab efek
rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan. Disamping itu kolam-kolam
pengolahan limbah sering mengalami pendangkalan, sehingga baku mutu limbah
tidak tercapai.

Pengolahan limbah cair dengan menggunakan digester anaerob dilakukan


dengan mensubtitusi proses yang terjadi di kolam anaerobik pada sistem
konvensional kedalam tangki digester. Tangki digester berfungsi menggantikan
kolam anaerobik yang dibantu dengan pemakaian bakteri mesophilic dan
thermophilic (Naibaho, 1996). Kedua bakteri ini termasuk bakteri methanogen
yang merubah substrat dan menghasilkan gas methan.
I-13

Fermentasi anaerobik dalam proses perombakan bahan organik yang


dilakukan oleh sekelompok mikrobia anaerobik fakultatif maupun obligat dalam
satu tangki digester (reaktor tertutup) pada suhu 30-55 0C. Metabolisme anaerobik
selulose melibatkan banyak reaksi kompleks dan prosesnya lebih sulit daripada
reaksi-reaksi anaerobik bahan-bahan organik lain seperti karbohidrat, protein, dan
lemak. Bidegradasi tersebut melalui beberapa tahapan yaitu proses hidrolisis,
proses asidogenesis, proses asetogenesis, dan proses methanogenesis. Proses
hidrolisis berupa proses dekomposisi biomassa kompleks menjadi glukosa
sederhana memakai enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme sebagai katalis.
Hasilnya biomassa menjadi dapat larut dalam air dan mempunyai bentuk yang
lebih sederhana. Proses asidogenesis merupakan proses perombakan monomer
dan oligomer menjadi asam asetat, CO2, dan asam lemak rantai pendek, serta
alkohol. Proses asidogenesis atau fase non methanogenesis menghasilkan asam
asetat, CO2, dan H2. Sementara proses methanogensesis merupakan perubahan
senyawa-senyawa menjadi gas methan yang dilakukan oleh bakteri
methanogenik. Salah satu bakteri methanogeneik yang populer dalam
Methanobachillus omelianskii.

Proses biokonversi methanogenik merupakan proses biologis yang sangat


dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik lingkungan biotik maupun abiotik.
Faktor biotik meliputi mikroba dan jasad aktif. Faktor jenis dan konsentrasi
inokulum sangat berperan dalam proses perombakan dan produksi biogas. Hasil
penelitian Mahajoeno, dkk (2008) mengungkapkan inokulum LKLM II-20% (b/v)
dengan substrat 15 L, diperoleh produksi biogas paling baik dibandingkan
konsentrasi lainnya dimana produksi biogasnya mencapai 121 liter.

Sedangkan faktor abiotik meliputi pengadukan (agitasi), suhu, tingkat


keasaman (pH), kadar substrat, kadar air, rasio C/N, dan kadar P dalam substrat,
serta kehadiran bahan toksik (Mahajoeno, dkk, 2008). Diantara faktor abiotik di
atas, faktor pengendali utama produksi biogas adalah suhu, pH, dan senyawa
beracun.
I-14

Kehidupan mikroba dalam cairan memerlukan kedaaan lingkungan yang


cocok antara lain pH, suhu, dan nutrisi. Derajat keasaman pada mikroba yaitu
antara pH 5-9. Oleh karena itu limbah cair yang bersifat asam (pH 4-5) merupakan
media yang tidak cocok untuk pertumbuhan bakteri, maka untuk mengaktifkan
bakteri cairan limbah tersebut harus dinetralisasi. Penambahan bahan penetral pH
dapat meningkatkan produksi biogas. Namun keasamannya dibatasi agar tidak
melebihi pH 9, karena pada pH 5 dan pH 9 dapat menyebabkan terganggunya
enzim bakteri (enzim terdiri dari protein yang dapat mengkoagulasi pada pH
tertentu). Peningkatan pH optimum akan memacu proses pembusukan sehingga
meningkatkan efektifitas bakteri methanogenik dan dapat meningkatkan produksi
biogas. Mahajoeno, dkk (2008) menyatakan menunjukkan bahwa pH substrat
awal 7 memberikan peningkatan laju produksi biogas lebih baik dibandingkan
dengan perlakuan pH yang lain

Peningkatan suhu juga dapat meningkatkan laju produksi biogas. Mikroba


menghendaki suhu cairan sesuai dengan jenis mikroba yang dikembangkan.
Berdasarkan sifat adaptasi bakteri terhadap suhu dapat dibedakan menjadi 3 (tiga)
bagian (Naibaho, 1996) yaitu :

a. Phsycrophill, yaitu bakteri yang dapat hidup aktif pada suhu rendah yaitu
100C, bakteri ini ditemukan pada daerah-daerah sub tropis.

b. Mesophill, yaitu bakteri yang hidup pada suhu 10-50 0C dan merupakan jenis
bakteri yang paling banyak dijumpai pada daerah tropis.

c. Thermophill, yaitu bakteri yang tahan panas pada suhu 50-80 0C. bakteri ini
banyak dijumpai pada tambang minyakyang berasal dari perut bumi.

Perombakan limbah dapat berjalan lebih cepat pada penggunaan bakteri


thermophill. Suhu yang tinggi dapat memacu perombakan secara kimiawi,
perombakan yang cepat akan dimanfaatkan oleh bakteri metahonogenik untuk
menghasilkan gas methan, sehingga dapat produksi biogas. Peningkatan suhu
sebesar 40 0C dapat menghasilkan 68,5 liter biogas (Mahajoeno, dkk, 2008).
I-15

Limbah cair mengandung karbohidrat, protein, lemak, dan mineral yang


dibutuhkan oleh mikroba. Komposisi limbah perlu diperbaiki dengan
penambahan nutrisi seperti unsur P dan N yang diberikan dalam bentuk pupuk
TSP dan urea. Jumlah kandungan bahan makanan dalam limbah harus
dipertahankan agar bakteri tetap berkembang dengan baik. Jumlah lemak yang
terdapat dalam limbah akan mempengaruhi aktifitas perombak limbah
karbohidrat dan protein. Selain kontinuitas makanan juga kontak antara
makanan dan bakteri perlu berlangsung dengan baik yang dapat dicapai dengan
melakukan agitasi (pengadukan). Agitasi juga berpengaruh terhadap produksi
biogas. Pemberian agitasi berpengaruh lebih baik dibandingkan tanpa agitasi
dalam peningkatan laju produksi gas. Dengan agitasi substrat akan menjadi
homogen, inokulum kontak langsung dengan substrat dan merata, sehingga
proses perombakan akan lebih efektif. Agitasi dimaksudkan agar kontak antara
limbah cair dan bakteri perombak lebih baik dan menghindari padatan terbang
atau mengendap. Agitasi pada 100 rpm dapat meningkatkan produksi biogas.

Reaksi perombakan anaerobik tidak menginginkan kehadiran oksigen,


karena oksigen akan menonaktifkan bakteri. Kehadiran oksigen pada limbah
cair dapat berupa kontak limbah dengan udara. Kedalaman reaktor akan
mempengaruhi reaksi perombakan. Semakin dalam reaktor akan semakin baik
hasil perombakan.

Kehadiran bahan toksik juga menghambat proses produksi biogas.


Kehadiran bahan toksik ini akan menghambat aktifitas mikroorganisme untuk
melakukan perombakan. Maka untuk memperoleh produksi biogas yang baik,
kehadiran bahan toksik harus dicegah.

Hasil produksi biogas juga ditentukan oleh faktor waktu fermentasi. Hal
ini disebabkan untuk melakukan perombakan anaerob terdiri atas 4 (empat)
tahapan. Untuk itu setiap proses membutuhkan waktu yang cukup. Pengaruh
waktu fermentasi memberikan hasil yang berbeda pada produksi biogas.
Semakin lama proses fermentasi, maka akan semakin tinggi produksi biogas.
I-16

Ahmad (2003) menyatakan parameter kinetik merupakan dasar penting


dalam desain bioreaktor terutama konstanta laju pertumbuhan mikroba
maksimum dan menetukan waktu tinggal biomassa minimum. Parameter
kinetik biodegradasi anaerob limbah cair optimum diperoleh pada konstanta
setengah jenuh (Ks) 1,06 g/L, laju pertumbuhan spesifik maksimum (µm) 0,187
/ hari, perolan biomassa (Y) 0,395 gVSS/gCOD, konstanta laju kematian
mikroorganisme (Kd) 0,027 / hari, dan konstanta pemanfaatan substrat
maksimum (k) 0,474 / hari.

Potensi biogas yang dihasilkan dari 600-700 kg limbah cair PMKS dapat
diproduksi sekitar 20 m3 biogas (Goenadi, 2006) dan setiap m3 gas methan dapat
diubah menjadi energi sebesar 4.700 – 6.000 kkal atau 20-24 MJ (Isroi, 2008).
Sebuah dengan kapasitas 30 ton TBS/jam dapat menghasilkan tenaga biogas
untuk energi setara 237 KwH (Naibaho, 1996).

Selain menghasilkan biogas, pengolahan limbah cair dengan proses


digester anaerobik dapat dilakukan pada lahan yang sempit dan memberi
keuntungan berupa penurunan jumlah padatan organik, jumlah mikroba
pembusuk yang tidak diinginkan, serta kandungan racun dalam limbah.
Disamping itu juga membantu peningkatan kualitas pupuk dari sludge yang
dihasilkan, karena sludge yang dihasilkan berbeda dari sludge limbah cair biasa
yang dilakukan melalui proses konvesional (Tobing, 1997). Kelebihan tersebut
adalah :

a. Penurunan kadar BOD bisa mencapai 80-90 %.

b. Baunya berkurang sehingga tidak disukai lalat.

c. Berwarna coklat kehitam-hitaman.

d. Kualitas sludge sebagai pupuk lebih baik, yaitu:

1. Memperbaiki struktur fisik tanah,


2. Meningkatkan aerasi, peresapan, retensi, dan kelembaban,
I-17

3. Meningkatkan perkembangbiakan dan perkembangan akar,


4. Meningkatkan kandungan organik tanah, pH, dan kapasitas tukar kation
tanah, dan
5. Meningkatkan populasi mkroflora dan mkrofauna tanah maupun
aktivitasnya.

I.2.3. Pemilihan Lokasi

Pemilihan lokasi pabrik merupakan hal yang sangat penting dan


menentukan keberhasilan pabrik yang akan didirikan. Lokasi suatu pabrik dapat
mempengaruhi kedudukan pabrik dalam persaingan maupun dalam penentuan
kelangsungan hidupnya. Penentuan lokasi pabrik yang tepat perlu pertimbangan
yang berdasarkan aspek-aspek teknis dan ekonomis.

Idealnya, lokasi yang dipilih harus dapat memberikan keuntungan untuk


jangka panjang dan memberikan keuntungan untuk perluasan.

Dalam hal ini ada dua faktor untuk menentukan lokasi pabrik yaitu :

1. Faktor Utama

a. Letak pabrik terhadap sumber bahan baku.

Bahan baku dalam proses pengolahan merupakan faktor yang sangat


penting dalam pemilihan lokasi yang tepat. Dilihat dari segi bahan baku
maka suatu pabrik sebaiknya didirikan di daerah sumber bahan baku
tersebut tersedia sehingga pengadaannya dengan mudah dapat diatasi.

b. Pemasaran.

Pemasaran adalah faktor yang perlu mendapat perhatian dalam suatu


industri, karena berhasil tidaknya masalah pemasaran sangatlah
menentukan besarnya penghasilan industri tersebut. Hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah :
I-18

1) Dimana hasil produksi harus dipasarkan.

2) Berapa kemampuan daya serap pasar dan bagaimana pemasaran di masa


yang akan datang.

3) Pengaruh persaingan masa sekarang dan yang akan datang.

4) Jarak pasaran dan lokasi pabrik serta cara mencapai daerah pemasaran.

c. Tenaga listrik dan bahan bakar.

Mengenai tenaga listik dan bahan bakar sehubungan dengan lokasi pabrik,
maka diusahakan unit pembangkit tenaga listrik sendiri atau dari Perusahaan
Listrik Negara (PLN). Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

1) Bagaimana kemungkinan pengadaan terhadap tenaga listrik di lokasi


pabrik dan kemungkinan memperoleh tenaga listrik dari PLN.

2) Berapa harga listrik dan bahan bakar.

3) Kapasitas persediaan yang ada waktu sekarang dan yang akan datang.

4) Kemungkinan terjadinya polusi udara.

d. Tenaga Kerja

Sebelum menentukan lokasi pabrik, masalah tenaga kerja perlu diadakan


peninjauan, karena jangan sampai masalah ini dapat menghambat kerja
pabrik. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

1) Mudah tidaknya mendapatkan tenaga kerja serta bagaimana kondisi


sosial buruh di daerah tersebut.

2) Jarak antara tempat tinggal tenaga kerja dengan lokasi pabrik.

e. Undang-undang dan peraturannya.

Hal-hal yang perlu ditinjau dalam undang-undang dan peraturannya adalah:


I-19

1) Bagaimana ketentuan mengenai penentuan daerah industri.

2) Ketentuan mengenai penggunaan jalan umum yang ada.

3) Ketentuan lain yang umum mengenai industri di daerah tersebut.

f. Karakteristik lokasi.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam karakteristik dari lokasi adalah:

1) Susunan tanahnya, daya dukung tanah terhadap pondasi bangunan


pabrik, pondasi jalan serta pengaruh terhadap air.

2) Penyediaan tanah untuk keperluan pendirian unit baru.

2. Faktor khusus, meliputi :

a. Transportasi

Faktor transportasi perlu mendapat perhatian dalam penentuan lokasi yang


tepat, baik antara bahan dasar maupun produk-produk yang dihasilkan.
Fasilitas-fasilitas yang perlu ada :

1) Sungai/laut yang dapat dilalui kapal pengangkut serta pelabuhan yang


ada.

2) Jalan raya yang dapat dilalui kendaraan dengan jarak terpendek.

Pada dasarnya adalah kelancaran suplai bahan baku dan pendistribusian


produk dapat dijamin dengan biaya yang relatif murah dan dalam waktu
yang cepat.

b. WasteDisposal

Mengenai waste disposal, apakah sudah tersedia tempat pembuangan. Bila


buangan pabrik berbahaya bagi kegiatan dan kehidupan sekitarnya, maka
harus diperhatikan :
I-20

1) Hukum dan peraturan waste disposal yang ada.

2) Kemungkinan pembuangan kedalam aliran sungai atau cairan yang ada.

c. Sumber Air

Bagi industri Gas dalam hal ini Biogas dari sampah organik, air adalah
kebutuhan yang sangat mutlak untuk memenuhi kebutuhan proses dan
operasi pendinginan, keperluan sanitasi karyawan, pembersihan pabrik,
keperluan menjaga kebakaran dan lain-lain. Kebutuhan air dapat diperoleh
dengan dua macam cara yaitu :

1) Langsung dari sumber mata air dan sungai.

2) Dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Apabila kebutuhan air sangat besar, pengambilan air dari sumber


air/sungai adalah lebih ekonomis, walaupun penyediaan air sudah
terpenuhi tetapi harus diperhatikan sampai seberapa jauh sumber itu
dapat melayani kebutuhan pabrik dan bagaimana kualitas air baku yang
dapat disediakan.

d. Iklim alam sekitar

Hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah kondisi alam, karena kondisi
alam yang menyulitkan kontruksi akan memperbesar biaya konstruksi.

Berdasarkan pertimbangan dari kedua faktor tersebut maka pabrik Biogas ini
cocok didirikan di kotamadya Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

Adapun pertimbangannya karena :

1. Penyediaan bahan baku yang cukup memadai, karena bahan sampah organik
yang diperoleh dari TPA Tamangapa sehingga sangat membantu dalam
mengatasi limbah.
I-21

2. Air dan listrik cukup tersedia, serta faktor-faktor yang menyangkut iklim,
karakteristik lingkungan dan faktor-faktor sosial tidak menjadi masalah.

3. Keadaan cuaca di lokasi pabrik sangat baik untuk penyediaan bahan baku dan
tidak membahayakan perencanaan bangunan dan peralatan pabrik serta
struktur tanah cukup baik dan areal tanah untuk perluasan pabrik di masa yang
akan datang cukup luas dan memada

I.2.4. Spesifikasi Bahan

1. Bahan Baku

a). Sampah Organik


Biodegradable organic : 69,60 %

Densitas : 195,6 kg/m3

Water : 84,83 % weight

Total solid : 15,17 % weight

Ash : 28,49 % dry basis

Volatile solid : 71,51 % dry basis

Volatile matter : 64,64 % dry basis

Fixed Carbon : 6,89 % dry basis

Karbohidrat : 60 % Volatile Solid

Protein : 22 % Volatile Solid

Lemak : 18 % Volatile Solid

pH :6

(Gunamantha et al., 2012 dan Kasam et al., 2013)

b). Air (H2O)

Berat molekul : 18,06 gr/mol


I-22

Titik beku : 0 0C pada P = 1 atm

Titik didih : 100 0C pada P = 1 atm

Temperatur kritis : 374,15 0C pada P = 1 atm

Tekanan kritis : 218 atm.

Densitas : 0.99565 gr/cm3 pada 30 0C

2. Spesifikasi Produk

a). Metana

Metana adalah hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk gas dengan


rumus kimia CH4. Metana murni tidak berbau, tapi jika digunakan untuk
keperluan komersial, biasanya ditambahkan sedikit bau belerang untuk
mendeteksi kebocoran yang mungkin terjadi. Sebagai komponen utama gas
alam, metana adalah sumber bahan bakar utama.

Berat molekul : 16,043 gr/mol

Titik beku : 90,7 K

Titik didih : 111,7 K

Temperatur kritis : 190,6 K

Tekanan kritis : 45,4 Bar

Volume kritis : 99,0 K

Kompressibilitas kritis : 0,288 K

b). Nitrogen (N2)

Berat molekul : 28,013 gr/mol

Titik beku : 63,3 K


I-23

Titik didih : 77,4 K

Temperatur kritis : 126,2 K

Tekanan kritis : 33,5 bar

Volume kritis : 89,5 K

Kompressibilitas kritis : 0,290 K

c). Hidrogen (H2)

Berat molekul : 2,016 gr/mol

Titik leleh : -259,1 0C

Titik didih : -257,7 0C

Warna : tidak berwarna

Density : 1,363 g/L

d). Karbon Diogsida (CO2)

Berat Molekul : 44,02 g/mol

Temperatur kritis : 31oC

Tekanan kritis : 73,825 bar

Densitas kritis : 464 kg/m3

Fasa padat

• Densitas padat : 1.562 kg/m3

• Panas laten : 196,104 kJ/kg

Fasa cair

• Densitas cair : 1.032 kg/m3


I-24

• Titik didih : -78,5oC

• Panas laten uap : 571,08 kJ/kg

• Tekanan uap : 58,5 bar

Fasa gas

 Densitas gas : 2,814 kg/m3

 Spesifik graviti : 1,521

 Spesifik volume : 0,547 m3/kg

 CP : 0,037 kJ/mol.K

 CV : 0,028 kJ/mol.K

 Viskositas : 0,0001372 poise

 Kelarutan : 1,7163 vol/vol

(Lide, 2005)

e). Hidrogen Sulfida (H2S)

Berat molekul : 34 g/mol

Temperatur kritis : 99,95oC

Tekanan kritis : 90 atm

Densitas kritis : 347,28 kg/m3

Fasa cair

• Densitas cair : 949,2 kg/m3


I-25

• Titik didih : -60,3oC (1 atm)

• Panas laten uap : 546,41 kJ/kg

• Tekanan uap : 18,266 atm Fasa padat

• Titik Leleh : -85,7 oC

• Panas Laten : 69,731 kJ/kg Fasa gas

• Densitas gas : 1,997 kg/m3

• Faktor kompresi : 0,99148

• Spesifik gravity : 1,19

• Spesifik volume : 0,7126 m3/kg

• CP : 0,0346 kJ/mol.oK

• CV : 0,026 kJ/mol.oK

• Viskositas : 0,00011298 Poise

• Kelarutan : 4,67 vol/vol

(Gas Encyclopedia, 2010)

Anda mungkin juga menyukai