Anda di halaman 1dari 29

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Pendekatan keluarga adalah salah satu cara puskesmas untuk meningkatkan jangkauan
sasaran dan mendekatkan atau meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah
kerjanya dengan mendatangi keluarga (Akmal, et al., 2016). Pendekatan keluarga ini
dilakukan oleh dokter keluarga. Dokter keluarga adalah seorang dokter yang
memberikan pelayanan kesehatan ditingkat pertama serta pelayanan kesehatan yang
menyeluruh dan berkesinambungan yang ditujukan kepada seluruh anggota keluarga,
komunitas serta lingkungan dimana pasien tersebut berada (Dr. Dhanasari, 2006).

Status gizi adalah suatu keadaaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan
antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari
variabel pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan / panjang badan, lingkar kepala,
lingkar lengan dan panjang tungkai. Status gizi pada balita dapat diketahui dengan cara
mencocokan umur anak (dalam bulan) dengan berat badan standar table WHO-NCHS,
indikator BB/TB merupakan pengukuran antropometri yang terbaik karena
menggambarkan secara sensitive dan spesifik status gizi saat ini atau masalah gizi akut
(Dinas Kesehatan Provinsi Banten, 2011).

Persoalan gizi ini juga merupakan salah satu persoalan utama dalam
pembangunan manusia di Indonesia sebagai salah satu negara dengan kompleksitas
kependudukan yang sangat beraneka ragam, Indonesia dihadapi oleh dinamika
persoalan gizi buruk (Aries & Marianto, 2006). Walaupun proses pembangunan di
Indonesia telah mampu mengatasi persoalan ini, tetapi dilihat dari kecenderungan data
statistik, masih banyak persoalan yang perlu diselesaikan terutama yang menyangkut
persoalan balita gizi kurang (Bappenas, 2010).

Di Provinsi Banten, prevalensi berat-kurang (underweight) pada balita sebesar


17,2 persen, terdiri dari 4,3 persen gizi buruk dan 12,9 persen gizi kurang. Prevalensi
berat-kurang Provinsi Banten lebih rendah jika dibandingkan dengan angka prevalensi
berat-kurang nasional tahun 2013 (19,6%). Prevalensi balita berat-kurang tertinggi ialah
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 1
di Kabupaten Serang (24,4%) dan terendah di Kota Tangerang (10,9%) (Sri, 2013).
Masalah kesehatan masyarakat dianggap serius bila prevalensi gizi berat-kurang antara
20,0 - 29,0 persen, dan dianggap prevalensi sangat tinggi bila ≥ 30 persen. Pada tahun
2013, prevalensi gizi berat-kurang pada anak balita di Provinsi Banten sebesar 17,2
persen, yang berarti masalah gizi berat-kurang di Provinsi Banten masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat karena mendekati prevalensi tinggi (Sri, 2013).

Pada Kabupaten Tangerang selama 3 tahun terakhir sejak tahun 2015 hingga
tahun 2017 belum mengalami perubahan yang bermakna, yakni pada tahun 2015
didapatkan status gizi balita dengan gizi buruk sebanyak 1.091 (0,39%) balita, gizi
kurang sebanyak 8.099 (2,86%) balita, gizi baik sebanyak 271.407 (95,89%) balita.
Pada tahun 2016 terjadi perubahan terhadap total balita dengan gzi buruk, gizi kurang,
dan gizi baik menjadi, 1.164 (0,41%) balita dengan gizi buruk, 8.935 (3,17%) balita
dengan gizi kurang dan 268.339 (95,32%) balita dengan gizi baik. Dan pada tahun 2017
didapatkan 1.161 (0.38%) balita dengan gizi buruk, 9.644 (3.14%) balita dengan gizi
kurang dan 294.027 (95,68%) balita dengan gizi baik. Berdasarakan angka diatas dapat
dilihat terjadi perbaikan status gizi balita dari tahun 2016 hingga tahun 2017
(Tangerang, 2017).

Pada kawasan Puskesmas Teluknaga dilakukaan penimbangan berat badan dan


dihitung satus gizi berdasarkan berat badan terhadap usia pada balita yang dilakukan di
7 desa, yang terdiri dari Kampung Melayu Barat, Kampung Melayu Timur, Kampung
Besar, Teluknaga, Kebon Cau, Babakan Asem, dan Bojojng Renged pada bulan
Agustus 2018 didapatkan hasil, 0 balita dengan gizi buruk, 1 balita dengan gizi kurang,
818 balita dengan gizi baik dan 0 balita dengan gizi lebih.

Alasan dilakukan kunjungan rumah kepada An. X adalah An. X menderita gizi
kurang dengan berat badan 10 kg dan tinggi badan anaknya 89 cm, yang apa bila
diplotting pada kurva WHO didapatkan BB/U, TB/U, BB/TB kurus (<-2 SD) dan
BMI/U kurus (<-2 SD). dan apabila tidak segera ditangani anak tersebut dapat turun
kedalam gizi buruk serta dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap pertumbuhan
fisik dan mental anak yang selanjutnya dapat menghambat prestasi belajar, penurunan
daya tahan tubuh yang menyebabkan hilangnya masa hidup sehat balita, serta dampak

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 2
yang lebih serius adalah timbulnya kecacatan, meningkat morbiditas dan mortalitas
(Nurdin, Hermiyanti, & Lilis, 2016).

1.2 Perumusan Masalah

1.2.1 Pernyataan Masalah

Balita dengan gizi kurang dengan status gizi kurus dengan perawakan pendek.

1.2.2 Pertanyaan Masalah

a. Apa saja faktor resiko yang menyebabkan terjadinya gizi kurang pada An.
MA?
b. Apa faktor internal yang menjadi faktor resiko terjadinya gizi kurang pada
An. MA?
c. Apa faktor eksternal yang menjadi faktor resiko terjadinya gizi kurang pada
An. MA?
d. Apa alternatif jalan keluar untuk mengatasi masalah gizi kurang pada An.
MA?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Meningkatkan berat badan dan tinggi badan An. MA sehingga terjadi perbaikan
dan peningkatan status gizi anak.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya faktor resiko terjadinya gizi kurang pada An. MA.


2. Diketahuinya faktor internal yang dapat menajdi faktor resiko terjadinya gizi
kurang pada An. MA.
3. Diketahuinya faktor eksternal yang dapat menjadi faktor resiko terjadinya gizi
kurang pada An. MA.
4. Diketahuinya alternatif jalan keluar untuk memperbaiki status gizi An. MA.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 3
BAB 2

Tinjauan Pustaka

2.1 Kedokteran Keluarga

2.1.1 Definisi Kedokteran Keluarga

Pelayanan kedokteran keluarga merupakan salah satu bentuk pelayanan medik di


Indonesia, yang diselenggarakan baik secara perorangan maupun berkelompok. Sebagai
salah satu ujung tombak dalam pelayanan kesehatan, pelayanan dokter keluarga yang
disiapkan sebagai primadona pelayanan medik strata pertama di Indonesia, perlu
senantiasa mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanannya, apalagi dimasa era
globalisasi di mana kompetisi semakin ketat (Dr. Dhanasari, 2006).

Dokter keluarga berperan sebagai pelaksana program pelayanan kedokteran


keluarga, dokter berperan sebagagi pemberi pelayanan kesehatan yang berorientasi
komunitas dengan titik berat terhadap keluarga. Tidak hanya memandang penderita
sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari suatu unit keluarga yang tdak
hanya menanti secara pasif, namun juga juga aktif mengunjungi penderita atau
keluarganya (Azrul, 1995).

Pelayanan dokter keluarga melibatkan dokter keluarga sebagai penyaring di


tingkat primer, dokter spesialis di tingkat pelayanan sekunder, rumah sakit rujukan, dan
pihak pendana yang kesemuanya bekerja sama di bawah naungan peraturan dan
perundangan. Konsil Kedokteran Indonesia tahun 2006 menetapkan sembilan
karakteristik pelayanan primer yaitu: komprehensif dan holistik, kontinyu,
mengutamakan pencegahan, koordinatif dan kolaboratif, pasien sebagai bagian integral
keluarga, mempertimbangkan lingkungan (tempat tinggal dan kerja), menjunjung tinggi
etika dan hukum, sadar biaya dan sadar mutu, dapat diaudit dan dipertanggungjawabkan
(dr.Merry, dr.Andra, & dr.Riza, 2015).

2.1.2 Prinsip Kedokteran Keluarga

Upaya kesehatan perorangan (UKP) atau dapat disebut juga pelayanan kesehatan
tingkat pertama, dimana dokter keluarga memberikan pelayanan yang mengacu kepada
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 4
kepentingan status kesehatan dari penggun jasa dalam konteks keluarga. Selaku pemberi
pelayanan tingkat pertama, dokter keluarga dituntut untuk memenuhi beberapa prinsip
pelayanan yang merupakan landasan berpikir dan bertindak dokter keluarga. Prinsip
pelayanan diuraikan sebagai berikut (Ratna, et al., 2007) :

1. Dokter kontak pertama

Dokter keluarga merupakan pemberi pelayanan kesehatan pertama yang akan


dijumpai oleh pasien mengenai masalah kesehatannya. Masalah kesehatan yang
umum ditemui pada masyarakat, sekitar 90% dapat ditangani pada pelayanan
kesehatan tingkat pertama. Oleh karena itu, rujukan unutk kepelayanan kesehatan
tingkat kedua dan ketiga hanya dilakukan apabila pasien benar benar membutuhkan.

2. Layanan bersifat pribadi

Dokter keluarga memberikan pelayanan pelayanan yang bersifat pribadi dengan


mempertimbangkan pasien sebagai bagian dari keluarga. Dengan adanya hubungan
baik antara pasien dengan dokter keluarga, membuat dokter keluarga dapat
memahami masalah pasien dengan lebih mendalam. Sehingga keputusan medis yang
diambil oleh dokter keluarga tidak hanya berdasarkan aspek medis tetapi juga
memperhatikan aspek sosial, lingkungan, keluarga dan budaya.

3. Pelayanan bersifat paripurna

Dokter keluarga memberikan pelayanan menyeluruh yang memadukan promosi


kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi dengan aspek fisik,
psikologis dan sosial budaya, sesuai dengan kebutuhan pasien. Namun, dalam
memberikan layanan dokter keluarga harus tetap mengutamakan paradigm sehat
dengan mengupayakan promotif dan preventif.

4. Pelayan berkesinambungan
Pelayanan dokter keluarga berprinsip kepada pasiennya dan bukan kepada
penyakitnya. Prinsip ini melandasi hubungan jangka panjang asntara dokter dnegan
pasien sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan yang bersinambung dalam
beberapa tahap kehidupan pasien. Dengan begitiu layanan tidak terbatas pada suatu
episode penyakit.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 5
5. Mengutamakan pencegahan
Karena berpanutan terhadap paradigm sehat, maka upaya pencegahan oleh dokter
keluarga dapat dilaksanakan sedini mungkin. Sehingga orang yang sehat dapat tetap
sehat, sedangkan yang sakit tidak bertambah parah dan segera produktif kembali.
6. Koordinasi
Dalam upaya mengatasi kesehatan pasiennya dokter keluarga perlu berkonsultasi
dengan dokter spesialis atau rumah sakit, dan dapaat memberikan informasi yang
sejelas-jelasnya kepada pasien. Karena itu dokter keluarga bertindak sebagai
coordinator yang mengurusi segala hal yang berkaitan dengan kesehatan pasiennya.
7. Kolaborasi
Bila pasien membutuhkan pelayanan yang berada diluar kompetensinya, dokter
keluarga harus bekerja sama dan mendelegasikan pengelolaan pasien pada pihak lain
dan dokter lainnya yang dapat menangani sesuai dengan kompetensi dan kebutuhan
medis pasien. Dokter keluarga juga harus aktif sebagai tim yang terdiri dari berbagai
disiplin.
8. Orientasi keluarga
Dalam berusaha untuk mengatasi pasiennya, seorang dokter keluarga harhus
mempertimbangan konteks keluarga, dampak kondiisi pasien terhadap keluarga dan
sebaliknya tampa mengesampingkan factor pengaruh lingkungan dan buya tempat
tinggal pasien.
9. Orientasi komunitas
Sebagai dokter keluarga saat mengatasi masalah kesehatan pasien, dokter keluarga
tetap harus memperhatikan dampak kondisi pasien terhadap komunitas dan begitu
pula sebaliknya.

2.1.3 Manfaat Pelayanan Dokter Keluarga

Manfaat pelayanan dokter keluarga (Azrul, 1995) :

1. Dapat memberikan penganan terhadap suatu kasus penyakit secara holistic sesuai
dengan individunya, bukan hanya terhadap keluhan.
2. Dapan menyelenggarakan pencegahan penyakit dan kesinambungan pelayanan
kesehatan.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 6
3. Apabila dibutuhkan pelayanan oleh spesialis,pengaturannya dapat lebih terarah,
terutama ditengah kompleksnya pelayanan kesehtan saat ini.
4. Dapat dilaksanakan suatu pelayanan kesehatan yang terpadu, sehingga pelayanan
suatu masalah kesehatan tidak menybabkan berbagai masalah dari segi lainnya.
5. Apabila seluruh keluarga ikut serta dalam suatu pelayanan kesehatan, maka segala
keterangan mengenai keluarga tersebut, baik mengenai keadaan kesehatan dan
keadaan social pasien dapat dimanfaatkan dalam menangani masalah kesehatan
yang dihadapi.
6. Dapat ditemukan dan diperhitungan faktor resiko baik internal maupun eksternal,
yang sekiranya dapat menyebabkan ataupun mempengaruhi keadaan klinis pasien.
7. Dapat dilakukan suatu pelayanan kesehatan sesuai denga keadaan sosio-ekonnomi
pasien sehikngga tidak membebani individu.

2.1.4 Tujuan Pelayanan Dokter Keluarga

Tujuan dalam skala kecil (Dr. Dhanasari V. , 2006) :

1. Mewujudkan keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga.


2. Mewujudkan keluarga sehat sejahtera.

Tujuan dalam skala besar (Dr. Dhanasari V. , 2006) :

1. Pemerataan pelayanan yang manusiawi, bermutu, efektif, efisien, dan merata bagi
seluruh rakyat Indonesia.

2.2 Gizi Kurang

2.2.1 Definisi

Malnutrisi biasanya mengarah kepada kekurangan dan kelebihan nutrisi (Blossner & de
Onis, 2005). Malnutrisi adalah ketidakseimbangan terus-menerus antara ketersediaan
gizi dan gizi yang diperlukan. Malnutrisi didefinisikan sebagai keadaan tidak
adekuatnya protein, kalori, atau keduanya dan lebih sering disebut kekurangan energi-
protein (KEP) atau kekurangan kalori-protein. Terkadang malnutrisi digambarkan

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 7
sebagai keadaan ketersediaan kalori yang berlebihan (obesitas) atau vitamin (toksisitas
vitamin) (Mason, 2016).

Berdasarkan lama dan beratnya kekurangan energi dan protein, KEP


diklasifikasikan menjadi derajat ringan-sedang (gizi kurang) dan derajat berat (gizi
buruk). Gizi kurang belum menunjukkan gejala klinis yang khas, hanya dijumpai
gangguan pertumbuhan dan anak tampak kurus. Gizi buruk didapatkan kelainan
biokimia sesuai dengan bentuk klinis di samping gejala klinis, tetapi dalam
penatalaksanaannya kedua hal tersebut sama (Syarif & Nasar, 2009). Kurangnya gizi
pada anak berbeda dari orang dewasa, karena pada anak hal ini mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan (Mason, 2016).

2.2.2 Epidemiologi

Secara global pada anak dibawah usia 5 tahun, sekitar 151 juta anak berperawakan
sangat pendek, hampir 51 juta anak kurus dan 16 juta anak sangat kurus, sekitar 38 juta
anak-anak kelebihan berat badan dan meningkat dari 8 juta sejak tahun 2000. Asia dan
Afrika merupakan benua terbesar dari semua bentuk malnutrisi pada tahun 2017,
dimana keadaan gizi kurang di Asia Tenggara dianggap sebagai kegawatdaruratan
kesehatan masyarakat (UNICEF, 2018).

Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) pada tahun 2017 di Indonesia berdasarkan
indeks berat badan menurut usia sebanyak 3,8% balita mempunyai status gizi buruk dan
14% gizi kurang, berdasarkan indeks tinggi badan menurut usia sebanyak 9,8% balita
mempunyai status gizi sangat pendek dan 19,8% pendek, berdasarkan indeks berat
badan menurut tinggi badan sebanyak 2,8% balita mempunyai status gizi sangat kurus
dan 6,7% kurus (Direktorat Gizi Masyarakat, 2018). Kabupaten/kota dengan prevalensi
balita pendek tertinggi ialah Kabupaten Pandeglang sebanyak 38,6% dan terendah ialah
Kota Tangerang sebanyak 28,6% (KEMENKES, 2013). Tahun 2017 di Kota
Tanggerang didapatkan 1.161 (0.38%) balita dengan gizi buruk, 9.644 (3.14%) balita
dengan gizi kurang dan 294.027 (95,68%) balita dengan gizi baik (Dinas Kesehatan
Kabupaten Tanggerang, 2017).

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 8
2.2.3 Faktor Resiko

Kekurangan gizi pada anak-anak biasanya adalah hasil dari tidak adekuatnya pasokan
makanan, akses, atau penggunaannya; akses yang buruk terhadap kesehatan dan
sanitasi; kondisi kesehatan kronis; dan atau makanan yang tidak cocok untuk perawatan
anak. Resiko terbesar kekurangan gizi mulai dari rahim hingga usia 2 tahun (Marcdante
& Kliegman, 2019).

Kekurangan energi-protein secara primer disebabkan oleh faktor sosial atau


ekonomi yang merupakan hasil dari kekurangan makanan. Secara sekunder KEP terjadi
pada anak-anak dengan berbagai kondisi yang berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan kalori (infeksi, trauma, kanker), meningkatnya kehilangan kalori
(malabsorpsi), menurunnya asupan kalori (anoreksia, kanker, pembatasan asupan oral,
faktor-faktor sosial), atau kombinasi dari ketiga variabel tersebut. Malnutrisi protein dan
kalori kemungkinan berhubungan dengan kekurangan nutrisi lainnya, yang terlihat lebih
jelas pada pemeriksaan fisik (Marcdante & Kliegman, 2019).

Banyak faktor yang bisa menyebabkan kekurangan gizi, sebagian besar


berhubungan dengan diet yang buruk atau infeksi berat dan berulang, khususnya dalam
populasi yang kurang mampu. Diet yang tidak adekuat dan penyakit, sangat
berhubungan dengan standar kehidupan secara umum, kondisi lingkungan, dan
apakahpopulasi mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, perumahan dan
perawatan kesehatan. Malnutrisi dengan demikian merupakan hasil kesehatan serta
faktor risiko untuk penyakit dan perburukan malnutrisi (Gambar 2.1), dan dapat
meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas (Blossner & de Onis, 2005).

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 9
Gambar 2.1 Kerangka sebab-akibat malnutrisi pada anak
Sumber : Blossner & de Onis, 2005

2.2.4 Klasifikasi

Klasifikasi status gizi digunakan untuk memilah–milah nilai status gizi sedangkan garis
pembatas (cut off points) digunakan untuk membedah(indikator) nilai status gizi.
Klasifikasi status gizi bermacam – macam :
1. Klasifikasi dengan satu indeks antropometri, yaitu BB/U, TB/U, LILA/U, dan
LILA/TB untuk gizi kurang ; serta BB/TB untuk seluruh spektrum keadaan gizi.
2. Klasifikasi dengan gabungan indeks antropometri, yaitu menurut Waterlow (BB/TB
dan BB/U) dan WHO (BB/TB, BB/U, dan TB/U ).
3. - Klasifikasi dengan gabungan indeks antropometri dengan pemeriksaan fisik dan
atau laboratorium, yaitu tatacara klasifikasi menurut Wellcome Trust (BB/U,
edema) dan menurut Mc Larren (BB/U, edema, serum protein).
4. Klasifikasi dengan indeks antropometri dalam bentuk rasio dan pangkat atau akar,
yaitu indeks massa tubuh (BMS = Body Mass Index), rasio berat (kg) terhadap
tinggi (m) pangkat dua (ASPEN, 2013).

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 10
Tabel 2.1 Klasifikai Malnutrisi menurut Antopometri
Klasifikasi Variabel Derajat Definisi
Gomez Median BB/U (%) Ringan (derajat 1) 75%-90% BB/U
Sedang (derajat 2) 60%-74% BB/U
Berat (derajat 3) <60% BB/U
Waterlow (kurus) Median BB/TB (%) Ringan 80%-89% BB/TB
Sedang 70%-79% BB/TB
Berat <70% BB/TB
Waterlow (pendek) Median TB/U (%) Ringan 90%-94% TB/U
Sedang 85%-90% TB/U
Berat <85% TB/U
WHO (kurus) BB/TB (Z skor Sedang Z skor antara -2 dan
dibawah median Berat -3
BB/TB) Z skor <-3
WHO (pendek) TB/U (Z skor Sedang Z skor antara -2 dan
dibawah median Berat -3
TB/U) Z skor <-3
Kanawati dan Mc LILA/Lingkar Ringan <0,31
Laren Kepala Sedang <0,28
Berat <0,25
Cole IMT (Z skor Derajat 1 Z skor IMT/U <-1
IMT/U) Derajat 2 Z skor IMT/U <-2
Derajat 3 Z skor IMT/U <-3
Sumber : ASPEN, 2013

Tabel 2.2 Klasifikasi dan Ambang Batas Berdasarkan Indeks

Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z Skor)


Berat Badan menurut Umur Gizi Buruk < -3SD
(BB/U) Gizi Kurang -3 SD s/d <-2 SD
Anak umur 0-60 bulan Gizi Baik -2 SD s/d 2 SD
Gizi Lebih >2 SD
Bersambung ke halaman 13
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 11
Sambungan dari halaman 12
Panjang Badan menurut Sangat Pendek < -3SD
Umur (PB/U) atau Tinggi Pendek -3 SD s/d <-2 SD
Badan menurut Umur Normal -2 SD s/d 2 SD
(TB/U) Tinggi >2 SD
Anak umur 0-60 bulan
Gizi baik Tampak sehat -2 – 2SD
Gizi lebih Tampak gemuk > 2SD
Sumber : KEMENKES RI, 2011.

2.2.5 Gejala Klinis


Keluhan yang sering ditemukan pada anak adalah pertumbuhan yang kurang, anak
kurus, atau berat badannya kurang, terdapat juga keluhan anak kurang/tidak mau makan,
sering menderita sakit yang berulang atau timbulnya bengkak pada kedua kaki, kadang
sampai seluruh tubuh (IDAI, 2009)
Pasien dengan Kekurangan Energi Protein (KEP) ringan, sering ditemukan
gangguan pertumbuhan, yaitu anak tampak kurus, pertumbuhan linier berkurang atau
terhenti, berat badan tidak bertambah dan adakalanya bahkan turun, ukuran lingkar
lengan atas lebih kecil dari normal, maturasi tulang terlambat, rasio berat badan
terhadap tinggi badan normal/menurun, tebal lipatan kulit normal atau berkurang,
anemia ringan, aktivitas dan perhatian berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat
(IDAI, 2009).
Pasien dengan KEP berat (gizi buruk), pemeriksaan fisik KEP tipe kwashiorkor
akan ditemukan perubahan mental sampai apatis, anemia, perubahan warna dan tekstur
rambut menjadi mudah dicabut / rontok, gangguan sistem gastrointestinal, pembesaran
hati, perubahan kulit (dermatosis), atrofi otot, edema simetris pada kedua punggung
kaki hingga sampai seluruh tubuh, Sedangkan pada pemeriksaan fisik KEP tipe
marasmus dapat muncul gejala seperti penampilan wajah seperti orang tua, terlihat
sangat kurus, perubahan mental, cengeng, kulit kering, dingin dan mengendor, keriput,
lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang, otot atrofi sehingga kontur
tulang terlihat jelas, kadang-kadang terdapat bradikardi, serta tekanan darah lebih
rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya. Pada marasmik-kwashiorkor akan
terdapat bersamaan tanda dan gejala klinis marasmus dan kwashiorkor (IDAI, 2009).

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 12
2.2.6 Diagnosis
Diagnosis pada anak dengan malnutrisi dapat menggunakan data rutin hasil
penimbangan anak di posyandu, menggunakan hasil pemeriksaan di fasilitas kesehatan
(Puskesmas dan jaringannya, Rumah Sakit dan dokter/bidan praktek swasta), hasil
laporan masyarakat (media massa, LSM dan organisasi kemasyarakatan lainnya) dan
skrining aktif (operasi timbang anak) sebagai berikut (Kementrian Kesehatan RI, 2011):
1. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: BB/TB < -2 s/d
-3 SD, LiLA 11,5 s/d 12,5 cm, tidak ada edema, nafsu makan baik, tidak ada
komplikasi medis, maka anak dikategorikan gizi kurang dan perlu diberikan
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pemulihan.
2. Bila dalam pemeriksaan pada anak didapatkan satu atau lebih tanda berikut: tampak
sangat kurus, edema minimal pada kedua punggung kaki atau tanpa edema, BB/PB
atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan), nafsu makan
baik, maka anak dikategorikan gizi buruk tanpa komplikasi dan perlu diberikan
penanganan secara rawat jalan.
3. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: tampak sangat
kurus, edema pada seluruh tubuh, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm
(untuk anak usia 6-59 bulan) dan disertai dari salah satu atau lebih tanda komplikasi
medis sebagai berikut: anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat,
demam sangat tinggi, penurunan kesadaran, maka anak dikategorikan gizi buruk
dengan komplikasi sehingga perlu penanganan secara rawat inap.
4. Bila kondisi anak rawat inap sudah membaik dan tidak lagi ditemukan tanda
komplikasi medis, tanda klinis membaik (edema kedua punggung tangan atau kaki),
dan nafsu makan membaik maka penanganan anak tersebut dilakukan melalui rawat
jalan.
5. Bila kondisi anak rawat inap sudah tidak lagi ditemukan tanda-tanda komplikasi
medis, tanda klinis baik dan status gizi kurang, nafsu makan baik maka penanganan
anak dengan pemberian PMT pemulihan.
6. Anak gizi buruk yang telah mendapatkan penanganan melalui rawat jalan dan PMT
pemulihan, jika kondisinya memburuk dengan ditemukannya salah satu tanda
komplikasi medis, atau penyakit yang mendasari sampai kunjungan ke tiga berat

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 13
badan tidak naik (kecuali anak dengan edema), timbulnya edema baru, tidak ada
nafsu makan maka anak perlu penanganan secara rawat inap.

Gambar 2.2 Alur Diagnosis Malnutrisi


Sumber : Kementrian Kesehatan RI, 2011.

2.2.7 Tatalaksana
Tindakan preventif, promotif, dan lini pertama adalah sebagai berikut (Kementrian
Kesehatan RI, 2011) :

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 14
1. Penyediaan sarana pendukung
a. Alat antropometri : timbangan atau dacin, alat ukur PB/TB, pita LiLA
b. Formulir pencatatan dan pelaporan.
c. Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan: makanan lokal, makanan untuk
pemulihan gizi, F-100.
d. Media Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) seperti poster, leaflet, lembar
balik, booklet, dan model makanan.
e. Obat gizi seperti kapsul vitamin a, tablet tambah darah, kombinasi mineral, dan
taburia.
2. Pertemuan tingkat desa atau kelurahan
Pertemuan tingkat desa merupakan forum pertemuan yang dihadiri oleh Kepala
Desa, Ketua Tim Penggerak PKK, Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) atau Ketua
Dewan Kelurahan (DEKEL), tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, bidan dan
kader, serta tenaga kesehatan puskesmas dan lintas sektor tingkat kecamatan.
Pertemuan ini bertujuan untuk mensosialisasikan rencana kegiatan penanganan
anak gizi buruk secara rawat jalan. Pertemuan ini membahas permasalahan
gizi/kesehatan yang ada di desa/kelurahan dan langkah-langkah tindak lanjut yang
diperlukan, misalnya antara lain untuk mendapat dukungan pamong dan pemuka
masyarakat dalam kegiatan penanganan anak malnutrisi secara rawat jalan.
3. Pelatihan
Pelatihan tenaga kesehatan menggunakan modul yang ada dengan materi meliputi:
pemantauan pertumbuhan anak seperti menimbang, mengisi dan interpretasi KMS,
mengukur LiLA, konseling dan mengisi SIP; endampingan dalam melaksanakan
PHBS, konseling pemberian makanan, kepatuhan melaksanakan atau mengonsumsi
paket pemulihan gizi; peranan kader posyandu dalam penanganan anak secara rawat
jalan.
a. Tenaga kesehatan
Pelatihan dilaksanakan di tingkat kabupaten/kota oleh tim fasilitator. Tenaga
kesehatan yang dilatih berasal dari Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan Poskesdes,
dengan melibatkan tenaga kesehatan sebagai berikut:
• Puskesmas: dokter, ahli gizi (TPG), perawat, tenaga promosi kesehatan;
• Puskesmas Pembantu: perawat atau bidan;

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 15
• Poskesdes: bidan di desa.
b. Kader Posyandu
Pelatihan di Posyandu dilaksanakan oleh tenaga kesehatan puskesmas dan
melibatkan tenaga kesehatan dari Puskesmas Pembantu atau Poskesdes.

Tenaga pelaksana adalah tim pelaksana yang terdiri dari dokter, ahli gizi (TPG),
perawat, tenaga promosi kesehatan (promkes) dan bidan di desa. Dalam pelaksanaan
rawat jalan masyarakat yang dibantu oleh Kader Posyandu, anggota PKK dan perangkat
desa. Peran tim pelaksana sebagai berikut (Kementrian Kesehatan RI, 2011) :
1. Dokter melakukan pemeriksaan klinis dan penentuan komplikasi medis, pemberian
terapi dan penentuan rawat jalan atau rawat inap.
2. Perawat melakukan pendaftaran dan asuhan keperawatan.
3. Ahli gizi (TPG) melakukan pemeriksaan antropometri, konseling, pemberian
makanan untuk pemulihan gizi, makanan therapeutic/gizi siap saji, makanan
formula.
4. Tenaga Promosi kesehatan melakukan penyuluhan PHBS, advokasi, sosialisasi dan
musyawarah masyarakat desa.
5. Bidan di desa sebagai koordinator di wilayah kerjanya, melakukan skrining dan
pendampingan bersama kader. Kader melakukan penemuan kasus, merujuk dan
melakukan pendampingan.
6. Anggota PKK membantu menemukan kasus dan menggerakkan masyarakat.
7. Perangkat desa, BPD/Dekel melaksanakan perencanaan anggaran dan penggerakan
masyarakat.

Alur penanganan perawatan anak secara rawat jalan (Kementrian Kesehatan RI, 2011) :
1. Pendaftaran
Pengisian data anak di kartu (buku) status atau di catatan (rekam) medis.
2. Pengukuran antopometri
 Penimbangan berat badan dilakukan setiap minggu.
 Pengukuran panjang/tinggi badan dilakukan setiap bulan. Pengukuran
antropometri dilakukan oleh tim pelaksana dan hasilnya dicatat pada kartu

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 16
status. Selanjutnya dilakukan ploting pada grafik dengan tiga indikator
pertumbuhan anak (TB/U atau PB/U, BB/U, BB/PB atau BB/TB).
3. Pemeriksaan klinis
Dokter melakukan anamnesa untuk mencari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik
dan mendiagnosa penyakit, serta menentukan ada atau tidak penyakit penyerta,
tanda klinis atau komplikasi.
4. Pemberian konseling
 Menyampaikan informasi kepada ibu/pengasuh tentang hasil penilaian
pertumbuhan anak.
 Mewawancarai ibu untuk mencari penyebab kurang gizi.
 Memberi nasihat sesuai penyebab kurang gizi.
 Memberikan anjuran pemberian makan sesuai umur dan kondisi anak dan
cara menyiapkan makan formula, melaksanakan anjuran makan dan memilih
atau mengganti makanan.
5. Pemberian paket obat dan makanan untuk pemulihan gizi
Makanan untuk pemulihan gizi dapat berupa makanan lokal atau pabrikan
 Jenis pemberian ada 3 pilihan : makanan therapeutic atau gizi siap saji, F100
atau makanan lokal dengan densitas energi yg sama terutama dari lemak
(minyak/santan/margarin).
 Pemberian jenis Makanan untuk pemulihan gizi disesuaikan masa pemulihan
(rehabilitasi) :
- 1 minggu pertama pemberian F 100.
- Minggu berikutnya jumlah dan frekuensi F100 dikurangi seiring dengan
penambahan makanan keluarga.
 Tenaga kesehatan memberikan makanan untuk pemulihan gizi kepada
orangtua anak gizi buruk pada setiap kunjungan sesuai kebutuhan hingga
kunjungan berikutnya.
6. Kunjungan rumah
Kunjungan rumah bertujuan untuk menggali permasalahan yang dihadapi
keluarga termasuk kepatuhan mengonsumsi makanan untuk pemulihan gizi dan
memberikan nasehat sesuai dengan masalah yang dihadapi. Dalam melakukan
kunjungan, tenaga kesehatan atau kader membawa kartu status, cheklist
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 17
kunjungan rumah, formulir rujukan, makanan untuk pemulihan gizi dan bahan
penyuluhan. Hasil kunjungan dicatat pada checklist kunjungan dan kartu status.
Bagi anak yang harus dirujuk, tenaga kesehatan mengisi formulir rujukan.
7. Rujukan
Apabila ditemukan anak dengan komplikasi medis atau penyakit penyerta,
sampai kunjungan ketiga berat badan anak tidak naik (kecuali anak dengan
edema), timbul edema baru.
8. Drop out (DO)
Dapat terjadi pada anak yang pindah alamat dan tidak diketahui, menolak
kelanjutan perawatan dan meninggal dunia. Anak yang menolak kelanjutan
perawatan dilakukan kunjungan rumah untuk diberikan motivasi, bila tetap
menolak diminta untuk membuat pernyataan tertulis atas penolakan.
9. Anak yang telah pulih keadaan gizinya
Pertumbuhan anak dipantau di posyandu.

Gambar 2.3 Alur Pelayanan di RS / Puskesmas Perawatan


Sumber : KEMENKES, 2011
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 18
2.3 Kerangka Teori

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 19
Bab 3

Data Klinis

3.1 Identitas Pasien

Nama pasien : An. MA

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 3 tahun 2 bulan

Alamat : Gang Elsambah, RT/RW 02/12, Pintu Air Wates,


Kampung Melayu Timur, Kecamatan Teluknaga,
Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.

Pendidikan : Belum sekolah

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum menikah

Suku Bangsa : Betawi

3.2 Status Kesehatan

3.2.1 Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa pada ibu pasien bernama Ny. W pada
tanggal 15 November 2018 pada pukul 10.00 WIB di Puskesmas Teluknaga dan
pada tanggal 19 November 2018 pada pukul 15.00 WIB di Kediaman ibu W.

 Keluhan utama
Sariawan

 Keluhan tambahan
Tidak nafsu makan, lemas

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 20
 Riwayat perjalanan penyakit sekarang

Pasien datang ke Poliklinik Anak Puskesmas Teluknaga pada hari Kamis, 15


November 2018 pukul 10.00 WIB dibawa oleh ibunya dengan keluhan
sariawan sejak 5 hari yang lalu. Awalnya hanya terdapat 1 buah sariawan di
lidah pasien, tetapi kemudian sariawan bertambah banyak dan menimbulkan
rasa nyeri. Ibu pasien tidak tahu penyebab timbulnya sariawan tersebut.
Menurut ibunya, pasien pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.
Keluhan demam, batuk, dan pilek disangkal ibu pasien.

Ibu juga mengeluh pasien semakin tidak nafsu makan setiap kali ibunya
memberikan makanan semenjak sariawan. Diakui ibu pasien sudah 1 bulan
ini pasien memang jarang mau makan, kalaupun makan paling hanya sedikit,
padahal ibunya sudah mencoba memberikan makanan yang pasien suka.
Pasien juga terlihat lemas dan jarang bermain dengan kakaknya ataupun
teman-temanya di sekitar tempat tinggalnya. Padahal sebelumnya pasien
sering bermain bersama yang lainnya. Ibu pasien khawatir terhadap
perubahan sikap anaknya, sehingga pasien kemudian dibawa berobat ke
puskesmas.

 Riwayat penyakit dahulu


- Riwayat keluhan serupa : (+).
- Riwayat gizi kurang : (+).
- Riwayat alergi : disangkal.
- Riwayat asma : disangkal.
- Riwayat penyakit jantung : disangkal.

 Riwayat penyakit keluarga


- Riwayat keluhan serupa : disangkal.
- Riwayat gizi kurang : kakak.
- Riwayat alergi : disangkal.
- Riwayat asma : disangkal.
- Riwayat penyakit jantung : disangkal.
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 21
 Riwayat persalinan

Anak lahir per-vaginam dengan usia kehamilan cukup bulan 9 bulan (36
minggu) di Puskesmas Teluknaga pada tanggal 6 Oktober 2015 dengan berat
badan lahir (BBL) 2700 g dan panjang badan lahir (PBL) 48 cm.

 Riwayat Imunisasi
- Usia 0-7 hari imunisasi Hep B di Puskesmas Teluknaga.
- Usia 1 bulan imunisasi BCG dan Polio 1 di Posyandu.
- Usia 2 bulan imunisasi Pentavalen 1 dan Polio 2 di Posyandu.
- Usia 3 bulan imunisasi Pentavalen 2 dan Polio 3 di Posyadu.
- Usia 4 bulan imunisasi Pentavalen 3 dan Polio 4 serta IPV di Posyandu.
- Usia 9 bulan pasien belum di Imunisasi Campak.

 Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien merupakan anak dari Ny. W dan Bp. N, dan tinggal berempat bersama
orang tua dan 1 orang kakak. Ibu pasien seorang ibu rumah tangga,
sedangkan ayah pasien bekerj sebagai supir ojek online. Kesan ekonomi
menengah kebawah.

 Riwayat Kebiasaan

Pasien sehari-hari lebih sering bersama ibunya di rumah, karena pasien belum
bersekolah. Setiap pagi, pasien di beri susu Bendera sebanyak 1 gelas kecil
oleh ibunya. Setelah itu, pasien biasanya menonton film kartun di TV atau
bermain dengan mainannya. Pasien makan 3 kali sehari yaitu setiap pagi,
siang, dan sore hari, tetapi pasien lebih sering hanya makan sedikit dan jarang
menghabiskan makananya. Makanan yang paling sering dikonsumsi pasien
yaitu nasi putih disertai sayur sup dan ceker ayam. Saat siang atau sore hari,
pasien bermain bersama kakaknya dan teman-teman di dekat rumah. Malam
harinya, pasien menonton TV bersama keluarganya dan tidur pukul 20.00
WIB setiap hari.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 22
 Riwayat Pengobatan

Pasien pernah mendapatkan asupan gizi berupa susu Bebelac dan biskuit Sun
dari Posyandu saat berusia 2 tahun. Menurut ibunya, pasien tidak meminum
susu Bebelac yang diberikan dan hanya mengkonsumsi biskuit Sun tetapi
tidak habis.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Dilakukan pada tanggal 15 November 2018 pukul 10.15 WIB di Puskesmas


Teluknaga

 Pemeriksaan umum
- Keadaan umum : Baik
- Kesadaran : Compos Mentis, GCS 15 (E4M6V5)

 Tanda-tanda vital
- Suhu tubuh : 36.8 C
- Nadi : 94x/menit
- Pernapasan : 20x/menit

 Data antopometri
- Berat badan : 10 kg
- Tinggi Badan : 89 cm
- IMT : 12.65 kg/m2
- Kesan gizi : Kurus dengan perawakan pendek
- Plotting :

Menurut WHO :

- BB/U dibawah -3 SD (BB sangat kurang)


- TB/U dibawah -2 SD ( Pendek)
- BB/TB dibawah -2 SD (Kurus)
- IMT/U dibawah -2 SD (Kurus)

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 23
Tabel 3.1 Kurva Berat Badan Menurut Usia

Sumber : WHO, 2006

Tabel 3.2 Kurva Tinggi Badan Menurut Usia

Sumber : WHO, 2006

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 24
Tabel 3.3 Kurva Berat Badan Menurut Tinggi Badan

Sumber : WHO, 2006

Tabel 3.4 Kurva Indeks Massa Tubuh Menurut Usia

Sumber : WHO, 2006

Kesan Gizi: Kurus dengan perawakan pendek.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 25
Menurut CDC :

 BB aktual = 10 kg 𝐵𝐵 10
= 15 𝑥100% = 66,67% (kurang)
𝑈
 BB sesuai usia = 15 kg
𝑇𝐵 89
 BB ideal = 13 kg 𝑈
= 96,5 𝑥100% = 92,22% (normal)
 TB aktual = 89 cm
𝐵𝐵 10
= 13 𝑥100% = 76,92% (gizi kurang)
 TB sesuai usia = 96,5 cm 𝑇𝐵

Tabel 3.5 Kurva Pertumbuhan CDC

Sumber : CDC, 2000.

 Status generalis
Kepala dan leher : Normosefal, rambut hitam terdistribusi merata dan tidak mudah
dicabut, tidak mudah patah, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening leher.
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil isokor
berdiameter 3mm, reflek cahaya langsung +/+ dan reflek cahaya tak langsung +/+.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 26
Telinga : Bentuk daun telinga normal, tidak ada fistel preaurikular dan tidak ada
fistel retroauruikular, nyeri tegkan tragus -/-, nyetir tarik aurikuler -/-, kelenjar getah
bening pre-retro-infra aurikuler tidak ada pembesaran, liang telinga lapaang, tidak ada
serumen.

Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, tidak ada pernapasan cuping
hidung, tidak ada ragaden, tidak ada depresi tulang hidung, tidak ada sekret.

Gigi dan mulut : Lidah kotor dan berselaput, sariawan +, tonsil T1-T1, dinding mukosa
posterior faring tidak hiperemis, uvula ditengah, gigi karies -.

Thoraks :

 Paru-paru
- Inspeksi : simetris saat inspirasi dan ekspirasi.
- Palpasi : stem fremitus sama kuat pada paru kiri dan kanan.
- Perkusi : sonor pada keuda lapang paru.
- Auskultasi : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-.
Kesan : paru dalam batas normal
 Jantung
- Inspeksi : iktus cordis tak terlihat
- Palpasi : iktus cordis tak teraba
- Perkusi : dalam bata normal
- Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal, murmur - dan gallop -.
Kesan : jantung dalam batas normal

Abdomen

 Inspeksi : datar.
 Auskultasi : bising usus + normal.
 Palpasi : nyeri tekan negatif pada seluruh kuadran abdomen.
 Perkusi : timpani pada seluruh kuadran abdomen.
Kesan : abdomen dalam batas normal

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 27
Ekstremitas

 Akral teraba hangat edema tungkai (-/-).


 Kesan : ekstremitas dalam batas normal.

Status neurologis:

 Kesadaran : Kompos mentis, GCS = 15 (E4V5M6).


 Reflek fisiologis dalam batas normal.

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

3.5 Diagnosis Kerja

Stomatitis Aftosa Rekuren

3.6 Diagnosis Tambahan

Gizi kurang (tampak kurus dengan perawakan pendek)

3.7 Terapi Puskesmas Teluknaga

Farmakologis

 Nystatin drops (1 mL suspense = 100.000 IU) 3 kali sehari sebanyak 1 mL.


 Lytakur syrup 1sendok makan sehari.

Non farmakologis

 Biskuit makanan tambahan balita (hanya untuk usia 6 bulan hingga 59 bulan) dari
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dengan total kalori 464,5 kkal/100 g.
Pemberian 12 keping/hari untuk usia 12-59 bulan.
 Mengedukasi ibu agar memberikan makanan pada anak sedikit sedikit namun cukup
sering. Makan 6 kali sehari yang terdiri dari 3 kali makan pokok dan 3 kali selingan.
Makan pokok terdiri dari makan pagi, siang dan malam yang biasa dikonsumsi
seperti nasi, roti, telur, ayam, ikan dan makanan pokok lainnya, disertai dengan 3 kali

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 28
makanan selingan yang di berikan diantara makan pokok dan setelah makanan pokok
seperti biskuit dan buah-buahan.
 Kontrol ke puskesmas setiap minggu, agar dapat diperhatikan dengan ketat
perkembangan berat badan pasien sehingga dapat dicegah terjadinya penurunan
status gizi menjadi gizi buruk.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 29

Anda mungkin juga menyukai