Pendahuluan
Pendekatan keluarga adalah salah satu cara puskesmas untuk meningkatkan jangkauan
sasaran dan mendekatkan atau meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah
kerjanya dengan mendatangi keluarga (Akmal, et al., 2016). Pendekatan keluarga ini
dilakukan oleh dokter keluarga. Dokter keluarga adalah seorang dokter yang
memberikan pelayanan kesehatan ditingkat pertama serta pelayanan kesehatan yang
menyeluruh dan berkesinambungan yang ditujukan kepada seluruh anggota keluarga,
komunitas serta lingkungan dimana pasien tersebut berada (Dr. Dhanasari, 2006).
Status gizi adalah suatu keadaaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan
antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari
variabel pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan / panjang badan, lingkar kepala,
lingkar lengan dan panjang tungkai. Status gizi pada balita dapat diketahui dengan cara
mencocokan umur anak (dalam bulan) dengan berat badan standar table WHO-NCHS,
indikator BB/TB merupakan pengukuran antropometri yang terbaik karena
menggambarkan secara sensitive dan spesifik status gizi saat ini atau masalah gizi akut
(Dinas Kesehatan Provinsi Banten, 2011).
Persoalan gizi ini juga merupakan salah satu persoalan utama dalam
pembangunan manusia di Indonesia sebagai salah satu negara dengan kompleksitas
kependudukan yang sangat beraneka ragam, Indonesia dihadapi oleh dinamika
persoalan gizi buruk (Aries & Marianto, 2006). Walaupun proses pembangunan di
Indonesia telah mampu mengatasi persoalan ini, tetapi dilihat dari kecenderungan data
statistik, masih banyak persoalan yang perlu diselesaikan terutama yang menyangkut
persoalan balita gizi kurang (Bappenas, 2010).
Pada Kabupaten Tangerang selama 3 tahun terakhir sejak tahun 2015 hingga
tahun 2017 belum mengalami perubahan yang bermakna, yakni pada tahun 2015
didapatkan status gizi balita dengan gizi buruk sebanyak 1.091 (0,39%) balita, gizi
kurang sebanyak 8.099 (2,86%) balita, gizi baik sebanyak 271.407 (95,89%) balita.
Pada tahun 2016 terjadi perubahan terhadap total balita dengan gzi buruk, gizi kurang,
dan gizi baik menjadi, 1.164 (0,41%) balita dengan gizi buruk, 8.935 (3,17%) balita
dengan gizi kurang dan 268.339 (95,32%) balita dengan gizi baik. Dan pada tahun 2017
didapatkan 1.161 (0.38%) balita dengan gizi buruk, 9.644 (3.14%) balita dengan gizi
kurang dan 294.027 (95,68%) balita dengan gizi baik. Berdasarakan angka diatas dapat
dilihat terjadi perbaikan status gizi balita dari tahun 2016 hingga tahun 2017
(Tangerang, 2017).
Alasan dilakukan kunjungan rumah kepada An. X adalah An. X menderita gizi
kurang dengan berat badan 10 kg dan tinggi badan anaknya 89 cm, yang apa bila
diplotting pada kurva WHO didapatkan BB/U, TB/U, BB/TB kurus (<-2 SD) dan
BMI/U kurus (<-2 SD). dan apabila tidak segera ditangani anak tersebut dapat turun
kedalam gizi buruk serta dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap pertumbuhan
fisik dan mental anak yang selanjutnya dapat menghambat prestasi belajar, penurunan
daya tahan tubuh yang menyebabkan hilangnya masa hidup sehat balita, serta dampak
Balita dengan gizi kurang dengan status gizi kurus dengan perawakan pendek.
a. Apa saja faktor resiko yang menyebabkan terjadinya gizi kurang pada An.
MA?
b. Apa faktor internal yang menjadi faktor resiko terjadinya gizi kurang pada
An. MA?
c. Apa faktor eksternal yang menjadi faktor resiko terjadinya gizi kurang pada
An. MA?
d. Apa alternatif jalan keluar untuk mengatasi masalah gizi kurang pada An.
MA?
1.3 Tujuan
Meningkatkan berat badan dan tinggi badan An. MA sehingga terjadi perbaikan
dan peningkatan status gizi anak.
Tinjauan Pustaka
Upaya kesehatan perorangan (UKP) atau dapat disebut juga pelayanan kesehatan
tingkat pertama, dimana dokter keluarga memberikan pelayanan yang mengacu kepada
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 15 November – 14 Desember 2018 4
kepentingan status kesehatan dari penggun jasa dalam konteks keluarga. Selaku pemberi
pelayanan tingkat pertama, dokter keluarga dituntut untuk memenuhi beberapa prinsip
pelayanan yang merupakan landasan berpikir dan bertindak dokter keluarga. Prinsip
pelayanan diuraikan sebagai berikut (Ratna, et al., 2007) :
4. Pelayan berkesinambungan
Pelayanan dokter keluarga berprinsip kepada pasiennya dan bukan kepada
penyakitnya. Prinsip ini melandasi hubungan jangka panjang asntara dokter dnegan
pasien sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan yang bersinambung dalam
beberapa tahap kehidupan pasien. Dengan begitiu layanan tidak terbatas pada suatu
episode penyakit.
1. Dapat memberikan penganan terhadap suatu kasus penyakit secara holistic sesuai
dengan individunya, bukan hanya terhadap keluhan.
2. Dapan menyelenggarakan pencegahan penyakit dan kesinambungan pelayanan
kesehatan.
1. Pemerataan pelayanan yang manusiawi, bermutu, efektif, efisien, dan merata bagi
seluruh rakyat Indonesia.
2.2.1 Definisi
Malnutrisi biasanya mengarah kepada kekurangan dan kelebihan nutrisi (Blossner & de
Onis, 2005). Malnutrisi adalah ketidakseimbangan terus-menerus antara ketersediaan
gizi dan gizi yang diperlukan. Malnutrisi didefinisikan sebagai keadaan tidak
adekuatnya protein, kalori, atau keduanya dan lebih sering disebut kekurangan energi-
protein (KEP) atau kekurangan kalori-protein. Terkadang malnutrisi digambarkan
2.2.2 Epidemiologi
Secara global pada anak dibawah usia 5 tahun, sekitar 151 juta anak berperawakan
sangat pendek, hampir 51 juta anak kurus dan 16 juta anak sangat kurus, sekitar 38 juta
anak-anak kelebihan berat badan dan meningkat dari 8 juta sejak tahun 2000. Asia dan
Afrika merupakan benua terbesar dari semua bentuk malnutrisi pada tahun 2017,
dimana keadaan gizi kurang di Asia Tenggara dianggap sebagai kegawatdaruratan
kesehatan masyarakat (UNICEF, 2018).
Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) pada tahun 2017 di Indonesia berdasarkan
indeks berat badan menurut usia sebanyak 3,8% balita mempunyai status gizi buruk dan
14% gizi kurang, berdasarkan indeks tinggi badan menurut usia sebanyak 9,8% balita
mempunyai status gizi sangat pendek dan 19,8% pendek, berdasarkan indeks berat
badan menurut tinggi badan sebanyak 2,8% balita mempunyai status gizi sangat kurus
dan 6,7% kurus (Direktorat Gizi Masyarakat, 2018). Kabupaten/kota dengan prevalensi
balita pendek tertinggi ialah Kabupaten Pandeglang sebanyak 38,6% dan terendah ialah
Kota Tangerang sebanyak 28,6% (KEMENKES, 2013). Tahun 2017 di Kota
Tanggerang didapatkan 1.161 (0.38%) balita dengan gizi buruk, 9.644 (3.14%) balita
dengan gizi kurang dan 294.027 (95,68%) balita dengan gizi baik (Dinas Kesehatan
Kabupaten Tanggerang, 2017).
Kekurangan gizi pada anak-anak biasanya adalah hasil dari tidak adekuatnya pasokan
makanan, akses, atau penggunaannya; akses yang buruk terhadap kesehatan dan
sanitasi; kondisi kesehatan kronis; dan atau makanan yang tidak cocok untuk perawatan
anak. Resiko terbesar kekurangan gizi mulai dari rahim hingga usia 2 tahun (Marcdante
& Kliegman, 2019).
2.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi status gizi digunakan untuk memilah–milah nilai status gizi sedangkan garis
pembatas (cut off points) digunakan untuk membedah(indikator) nilai status gizi.
Klasifikasi status gizi bermacam – macam :
1. Klasifikasi dengan satu indeks antropometri, yaitu BB/U, TB/U, LILA/U, dan
LILA/TB untuk gizi kurang ; serta BB/TB untuk seluruh spektrum keadaan gizi.
2. Klasifikasi dengan gabungan indeks antropometri, yaitu menurut Waterlow (BB/TB
dan BB/U) dan WHO (BB/TB, BB/U, dan TB/U ).
3. - Klasifikasi dengan gabungan indeks antropometri dengan pemeriksaan fisik dan
atau laboratorium, yaitu tatacara klasifikasi menurut Wellcome Trust (BB/U,
edema) dan menurut Mc Larren (BB/U, edema, serum protein).
4. Klasifikasi dengan indeks antropometri dalam bentuk rasio dan pangkat atau akar,
yaitu indeks massa tubuh (BMS = Body Mass Index), rasio berat (kg) terhadap
tinggi (m) pangkat dua (ASPEN, 2013).
2.2.7 Tatalaksana
Tindakan preventif, promotif, dan lini pertama adalah sebagai berikut (Kementrian
Kesehatan RI, 2011) :
Tenaga pelaksana adalah tim pelaksana yang terdiri dari dokter, ahli gizi (TPG),
perawat, tenaga promosi kesehatan (promkes) dan bidan di desa. Dalam pelaksanaan
rawat jalan masyarakat yang dibantu oleh Kader Posyandu, anggota PKK dan perangkat
desa. Peran tim pelaksana sebagai berikut (Kementrian Kesehatan RI, 2011) :
1. Dokter melakukan pemeriksaan klinis dan penentuan komplikasi medis, pemberian
terapi dan penentuan rawat jalan atau rawat inap.
2. Perawat melakukan pendaftaran dan asuhan keperawatan.
3. Ahli gizi (TPG) melakukan pemeriksaan antropometri, konseling, pemberian
makanan untuk pemulihan gizi, makanan therapeutic/gizi siap saji, makanan
formula.
4. Tenaga Promosi kesehatan melakukan penyuluhan PHBS, advokasi, sosialisasi dan
musyawarah masyarakat desa.
5. Bidan di desa sebagai koordinator di wilayah kerjanya, melakukan skrining dan
pendampingan bersama kader. Kader melakukan penemuan kasus, merujuk dan
melakukan pendampingan.
6. Anggota PKK membantu menemukan kasus dan menggerakkan masyarakat.
7. Perangkat desa, BPD/Dekel melaksanakan perencanaan anggaran dan penggerakan
masyarakat.
Alur penanganan perawatan anak secara rawat jalan (Kementrian Kesehatan RI, 2011) :
1. Pendaftaran
Pengisian data anak di kartu (buku) status atau di catatan (rekam) medis.
2. Pengukuran antopometri
Penimbangan berat badan dilakukan setiap minggu.
Pengukuran panjang/tinggi badan dilakukan setiap bulan. Pengukuran
antropometri dilakukan oleh tim pelaksana dan hasilnya dicatat pada kartu
Data Klinis
Agama : Islam
3.2.1 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa pada ibu pasien bernama Ny. W pada
tanggal 15 November 2018 pada pukul 10.00 WIB di Puskesmas Teluknaga dan
pada tanggal 19 November 2018 pada pukul 15.00 WIB di Kediaman ibu W.
Keluhan utama
Sariawan
Keluhan tambahan
Tidak nafsu makan, lemas
Ibu juga mengeluh pasien semakin tidak nafsu makan setiap kali ibunya
memberikan makanan semenjak sariawan. Diakui ibu pasien sudah 1 bulan
ini pasien memang jarang mau makan, kalaupun makan paling hanya sedikit,
padahal ibunya sudah mencoba memberikan makanan yang pasien suka.
Pasien juga terlihat lemas dan jarang bermain dengan kakaknya ataupun
teman-temanya di sekitar tempat tinggalnya. Padahal sebelumnya pasien
sering bermain bersama yang lainnya. Ibu pasien khawatir terhadap
perubahan sikap anaknya, sehingga pasien kemudian dibawa berobat ke
puskesmas.
Anak lahir per-vaginam dengan usia kehamilan cukup bulan 9 bulan (36
minggu) di Puskesmas Teluknaga pada tanggal 6 Oktober 2015 dengan berat
badan lahir (BBL) 2700 g dan panjang badan lahir (PBL) 48 cm.
Riwayat Imunisasi
- Usia 0-7 hari imunisasi Hep B di Puskesmas Teluknaga.
- Usia 1 bulan imunisasi BCG dan Polio 1 di Posyandu.
- Usia 2 bulan imunisasi Pentavalen 1 dan Polio 2 di Posyandu.
- Usia 3 bulan imunisasi Pentavalen 2 dan Polio 3 di Posyadu.
- Usia 4 bulan imunisasi Pentavalen 3 dan Polio 4 serta IPV di Posyandu.
- Usia 9 bulan pasien belum di Imunisasi Campak.
Pasien merupakan anak dari Ny. W dan Bp. N, dan tinggal berempat bersama
orang tua dan 1 orang kakak. Ibu pasien seorang ibu rumah tangga,
sedangkan ayah pasien bekerj sebagai supir ojek online. Kesan ekonomi
menengah kebawah.
Riwayat Kebiasaan
Pasien sehari-hari lebih sering bersama ibunya di rumah, karena pasien belum
bersekolah. Setiap pagi, pasien di beri susu Bendera sebanyak 1 gelas kecil
oleh ibunya. Setelah itu, pasien biasanya menonton film kartun di TV atau
bermain dengan mainannya. Pasien makan 3 kali sehari yaitu setiap pagi,
siang, dan sore hari, tetapi pasien lebih sering hanya makan sedikit dan jarang
menghabiskan makananya. Makanan yang paling sering dikonsumsi pasien
yaitu nasi putih disertai sayur sup dan ceker ayam. Saat siang atau sore hari,
pasien bermain bersama kakaknya dan teman-teman di dekat rumah. Malam
harinya, pasien menonton TV bersama keluarganya dan tidur pukul 20.00
WIB setiap hari.
Pasien pernah mendapatkan asupan gizi berupa susu Bebelac dan biskuit Sun
dari Posyandu saat berusia 2 tahun. Menurut ibunya, pasien tidak meminum
susu Bebelac yang diberikan dan hanya mengkonsumsi biskuit Sun tetapi
tidak habis.
Pemeriksaan umum
- Keadaan umum : Baik
- Kesadaran : Compos Mentis, GCS 15 (E4M6V5)
Tanda-tanda vital
- Suhu tubuh : 36.8 C
- Nadi : 94x/menit
- Pernapasan : 20x/menit
Data antopometri
- Berat badan : 10 kg
- Tinggi Badan : 89 cm
- IMT : 12.65 kg/m2
- Kesan gizi : Kurus dengan perawakan pendek
- Plotting :
Menurut WHO :
BB aktual = 10 kg 𝐵𝐵 10
= 15 𝑥100% = 66,67% (kurang)
𝑈
BB sesuai usia = 15 kg
𝑇𝐵 89
BB ideal = 13 kg 𝑈
= 96,5 𝑥100% = 92,22% (normal)
TB aktual = 89 cm
𝐵𝐵 10
= 13 𝑥100% = 76,92% (gizi kurang)
TB sesuai usia = 96,5 cm 𝑇𝐵
Status generalis
Kepala dan leher : Normosefal, rambut hitam terdistribusi merata dan tidak mudah
dicabut, tidak mudah patah, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening leher.
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil isokor
berdiameter 3mm, reflek cahaya langsung +/+ dan reflek cahaya tak langsung +/+.
Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, tidak ada pernapasan cuping
hidung, tidak ada ragaden, tidak ada depresi tulang hidung, tidak ada sekret.
Gigi dan mulut : Lidah kotor dan berselaput, sariawan +, tonsil T1-T1, dinding mukosa
posterior faring tidak hiperemis, uvula ditengah, gigi karies -.
Thoraks :
Paru-paru
- Inspeksi : simetris saat inspirasi dan ekspirasi.
- Palpasi : stem fremitus sama kuat pada paru kiri dan kanan.
- Perkusi : sonor pada keuda lapang paru.
- Auskultasi : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-.
Kesan : paru dalam batas normal
Jantung
- Inspeksi : iktus cordis tak terlihat
- Palpasi : iktus cordis tak teraba
- Perkusi : dalam bata normal
- Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal, murmur - dan gallop -.
Kesan : jantung dalam batas normal
Abdomen
Inspeksi : datar.
Auskultasi : bising usus + normal.
Palpasi : nyeri tekan negatif pada seluruh kuadran abdomen.
Perkusi : timpani pada seluruh kuadran abdomen.
Kesan : abdomen dalam batas normal
Status neurologis:
Farmakologis
Non farmakologis
Biskuit makanan tambahan balita (hanya untuk usia 6 bulan hingga 59 bulan) dari
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dengan total kalori 464,5 kkal/100 g.
Pemberian 12 keping/hari untuk usia 12-59 bulan.
Mengedukasi ibu agar memberikan makanan pada anak sedikit sedikit namun cukup
sering. Makan 6 kali sehari yang terdiri dari 3 kali makan pokok dan 3 kali selingan.
Makan pokok terdiri dari makan pagi, siang dan malam yang biasa dikonsumsi
seperti nasi, roti, telur, ayam, ikan dan makanan pokok lainnya, disertai dengan 3 kali