Anda di halaman 1dari 4

Epidemologi dan Etiologi

Lesi vocal jinak adalah pertumbuhan non-kanker pada jaringan abnormal pada
lipatan vokal. Lebih dari 50% pasien dengan keluhan suara memiliki lesi pita
suara jinak di antaranya nodul yang paling umum, diikuti oleh polip pita suara,
Reinke’s edema, krista dan papiloma. Lesi pita suara jinak lebih sering
didiagnosis lebih sering ditemukan pada kelompok usia 20-60 tahun (Chinthapeta
K., et al., 2015; Tracy C P., et al., 2017) dan lebih sering ditemukan pada pria
dibandingkan wanita dengan rasio 1.59:1 dan dengan dominasi 61.4% (Upadhyay
A et at., 2018).
Secara umum, lesi vokal jinak terjadi sebagai respons terhadap cedera, tetapi juga
diketahui memiliki banyak penyebab. Cedera awal mungkin disebabkan oleh: 1)
vocal abuse/vocal misue (penggunaan suara berlebihan, berteriak, berbicara keras)
biasanya pada voice professional seperti guru, dosen, penceramah, aktor,
penyanyi, radio telivisi 2) trauma akibat infeksi 3) trauma akibat refluks lambung
(GERD) yang melukai mukosa laring (pelindung penutupan vocal fold). Faktor-
faktor lain yang berkontribusi pada iritasi kronis laring dapat termasuk: 1) post-
nasal drip akibat rhinitis alergi 2) paparan terhadap iritasi kimia seperti yang
disebabkan oleh penggunaan tembakau, merokok, alkohol 3) penyarit paru-paru
yang dapat memnyebabkan dukungan napas yang buruk selama bicara atau batuk
misalnya asma 4) hipotiroidisme yang dapat menyebabkan kompensasi suara
dengan nada rendah 5) kebiasaan vocal yang buruk (Dr Rehman A et ai., 2018;
Tracy C P., et al., 2017).
Pemeriksaan penunjang
Gangguan suara atau suara serak adalah gejala yang dominan pada 73% pasien
menunjukkan perubahan vocal lipat yang jinak dikuti oleh batuk (20%), sensasi
benda asing (19%), sering dilakukan untuk membersihkan tenggorokan (13%) dan
nyeri ringan (9%) (Wani A et al., 2012). Sehingga ada beberapa pemeriksaan
tambahan sebagai subjektif mau pun objektif untuk memdeteksi lesi pita suara
jinat yang menyebabkan gangguan suara.
Voice Handicap Index (VHI)
Voice Handicap Index adalah kusioner untuk mengukur konsekuensi psikososial
gagguan bersuara. VHI mengintegrasikan aspek fungsional, fisik dan emosional
dari gangguan suara. Tingkat keparahan subjektif dari masalah terkait suara dinilai
oleh pasien pada skala 0 sampai 4 dan ini dijumpaikan untuk memberikan skor
cacat suara secara keseluruhan. Kuisioner ini merupakan bagian penting dari
penilaian awal dan berkelanjutan suara pasien dan versi Jerman yang divalidasi
yang terdiri dari 9 pertanyaan tersedia (Bohlender E., 2013).
Pemeriksaan GRABAS
Pemeriksaan secara subjektif dapat dilakukan dengan metode GRABAS yaitu
dengan mengdengarkan suara dan menilai derajat penyimpangan (grade of
deviance), kekasaran (roughness), breathiness, asthenia (kelemahan) dan
kekakuan (strain). Skala penilaian adalah 0-3 (Dejonckere H., 2010).
Pengukuran akustik
Pengukuran akustik sangat berguna karena memiliki kemampuan menghitung
kuantitas tingkat kekasaran suara. Walaupun telinga orang yang terlatih
kemungkinan dapat dengan sensitif menganalisis suara, tetapi pengukuran akustik
mempunyai keuntungan, karena dapat menjamin dokumentasi kuantitatif tingkat
variasi dari yang normal. (Dejonckere H., 2010; Probst R., et al., 2006).
Pengukuran akustik dapat digunakan secara klinis untuk pemeriksaan awal dan
untuk mendokumentasikan respons terapeutik, misalnya sebelum dan sesudah
operasi atau tindakan intervensi lainnya. Kesulitan teknik yang mudah digunakan
ini terletak pada interpretasi temuan. Hasilnya dipengaruhi antara lain oleh
metodologi penelitian, kelompok umur dan gender, perangkat lunak dan
perangkat keras, serta kebisingan sekitar. Lebih jauh lagi, kurangnya campur
tangan nilai standar independen membatasi penerapan pengukuran ini untuk
pengukuran serial individu (Bohlender E., 2013).
Glottografi
Glottografi merupakan sector fisiologis untuk merekam jumlah cahaya yang
ditransiluminasi laring sewaktu bergetar (Photoglottography/PGG) atau tingkat
satuan pita suara (Electroglottography/EGG). Signal PGG dan EGG saling
melengkapi, dimana PGG menunjukkan pembukaan pita suara dan signal EGG
menunjukkan penutupan pita suara. Perubahan gelombang ini diobservasi untuk
menggambarkan perubahan getaran laring yang berhubungan dengan lesi masa
atau keadaan kekakuan asimetris.
Glottografi adalah tes non-invasif dan analisa signal dapat diolah komputer.
Penilaian yang dapat dari kedua pita suara, sehingga lokasi anatomis yang tepat
dari lesi tidak dapat terlihat hanya dengan PDD dan EGG saja (Dejonckere H.,
2010; Probst R., et al., 2006).
Stroboscopic imaging
Stroboscopic imaging atau stroboskopi telah terbukti sangat membantu dalam
mencatat dan memperjelas berbagai lesi dari laring. Laringskopi indirek hanya
memeriksa keadaan statis dan pergerakan pita suara secara kasar. Sebaliknya,
stroboskopi dapat digunakan untuk memeriksa secara detail asal getaran dari pita
suara sewaktu berfonasi. Selama pemeriksaan ini mikrofon ditempatkan di leher
pasien untuk mengambil frekuensi suara. Lampu strobo yang sedikit tidak sinkron
dengan frekuensi suara kemudian di-flash di laring. Histologi lipatan vokal
mencakup banyak lapisan dengan sifat mekanis yang berbeda, dan gelombang
mukosa dihasilkan selama fonasi. Lampu strobo yang tidak sinkron menangkap
berbagai tahapan getaran laring dan gambarnya akan muncul sebagai gelombang
mukosa dalam gerakan lamba. Stroboskopi diperlukan untuk menggambarkan
sifat lesi, dengan efek penting pada perjalanan perawatan, indikasi untuk operasi,
dan prognosis. Stroboskopi sangat berguna dalam mediagnosis secara dini lesi
dini kanker glottis (Dejonckere H., 2010; Probst R., et al., 2006).
Endoskopi juga dapat dilengkapi dengan stroboskopi, memungkinkan getaran
kompleks dari lipatan vokal untuk diperiksa di berbagai nada, register dan
intensitas suara. Amplitudo getaran, fitur tepi lipatan vokal, gelombang mukosa,
penutupan glotis, simetri fase, keteraturan dan periodik siklus glottal semuanya
dapat dinilai, namun, interpretasi temuan stroboskopik ini sangat bergantung pada
pengguna. Fitur tambahan seperti penilaian stroboskopik dari penutupan glotis
dan bidang vertikal menunjukkan keandalan antar-pengamat yang buruk dan
kurang cocok untuk praktik klinis. Fonasi yang tidak stabil membuat pemeriksaan
stroboskopik menjadi tidak mungkin. Dalam kasus ini, pencitraan digital
kecepatan tinggi (HSDI) dari lipatan vokal memungkinkan untuk penilaian yang
akurat meskipun getaran aperiodik sedang hingga berat. Teknik ini melengkapi
stroboskopi dan bahkan mungkin, di masa depan, sebagian besar akan
menggantikannya (Bohlender E., 2013).

Daftar Pustaka
Bohlender E J. 2013. Diagnostic and therapeutic pitfalls in benign vocal fold
diseases. GMS Current Topics in Otorhinolaryngology-Head and Neck Surgery.
Vol. 12.
Chinthapeta KK. Srinivasan MK. Babu MK. Pa A. Jeeva G. Sampath C. 2015.
Research Article: Prevalence of Benign Lesions of Vocal Cord in Patients with
Hoarseness-A Cross Section Study. Scholars Journal of Applied Medical Sciences
(SJAMS). 3(78): 2518-2521.
Dejonckere H. P. 2010. Assessment of voice and respiratory function. In:
Remacle M, Ekel E. H editors. Surgery of larynx and trachea. Berlin: Springer. P:
11-24
Probst R. Grevers G. Iro H. 2006. Voice disorders. In: Basis
Otorhinolaryngology, a step by step learning guide.Thieme. p: 385-395.
Tracy Camille P. Chan MD. Ma. Clarissa S. Fortuna MD. Patrick S.Enriquez MD.
2017. Demographic Profile and Risk Factors of Patients with Benign Vocal Fold
Lesions Diagnosed through Laryngeal Videoendoscopy and Stroboscopy.
Philiffine Journal of Otorhinolaryngology-Head and Neck Surgery. Vol 32. No. 1
Upadthyay A. Zaidi K A. Mundra R K. 2018. A Comprehensive Analysis of
Benign Vocal Fold Lessions Causing Hoarseness of Voice and Our Experience
with Cold Knife Endolaryngeal Surgey in Tertiary Healthcare Centre. Association
of Otolaryngologists of India 2018

Anda mungkin juga menyukai