Anda di halaman 1dari 17

A.

Definisi
Kanker serviks atau yang biasa dikenal dengan kanker leher rahim
merupakan keganasan yang berasal dari sel serviks. Kanker serviks terjadi
ketika sel pada serviks mengalami pertumbuhan yang tidak normal serta
menginvasi jaringan atau organ – organ lain disekitar serviks maupun yang jauh
(Arisusilo, 2012). Serviks merupakan bagian dari organ reproduksi internal
wanita tepatnya sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol
dan terletak diantara rahim (uterus) dengan vagina (Kemenkes RI, 2015).
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara
epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis
yang disebut squamo-columnar junction (SCJ) (Wiknjosastro, 2012). Kanker
serviks merupakan kanker yang disebabkan oleh infeksi virus HPV tipe 16 dan
18. (CDC, 2013).
Jadi kesimpulannya, kanker serviks adalah pertumbuhan abnormal pada
sel serviks yang bersifat ganas, yang menyerang bagian squamosa columnar
junction (SCJ) serviks yang terletak diantara uterus dengan vagina pada organ
reproduksi wanita yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) tipa 16
dan 18.

B. Epidemiologi
Kanker serviks merupakan salah satu kanker penyebab kematian
tertinggi pada wanita di dunia. Kanker serviks menduduki peringkat ketiga dari
10 jenis kanker paling banyak pada wanita setelah kanker payudara dan
kolorektum (ICO, 2016). Menurut data GLOBOCAN (IARC) tahun 2012
diperkirakan kejadian kasus baru kanker serviks di dunia mencapai 572.624
kasus dengan jumlah kematian mencapai 265.627 jiwa. Pada tahun 2016 di
Amerika Serikat tercatat sebanyak 12.990 wanita terdiagnosa kanker serviks
dengan angka kematian mencapai 4.217 jiwa. Sementara itu, data tahun 2017
mencatat terdapat 12.820 kasus baru dengan angka kematian mencapai 4.210
jiwa ( American Cancer Society, 2017).
Kejadian kanker serviks di negara berkembang dan berpenghasilan
menengah kebawah menempati urutan kedua kanker paling banyak pada wanita
dan urutan ketiga penyebab kematian pada wanita (Catarino, et al, 2015).
Berdasarkan Information Centre of HPV and Cancer (ICO, 2016) jumlah
kejadian kanker serviks di negara berkembang mencapai 444.456 kasus baru
dan sebanyak 230.180 kematian tiap tahunnya. Prevalensi kematian akibat
kanker serviks di negara berkembang mencapai hampir 87% kasus (IARC,
2012).
Berdasarkan estimasi Data Riskesdas 2013 kanker serviks menempati
urutan pertama penyakit kanker paling banyak pada wanita Indonesia dengan
jumlah 98.692 kasus disusul oleh kanker payudara pada urutan kedua sebanyak
61.682 kasus (Kemenkes RI, 2015). Jumlah wanita di Indonesia yang
terdiagnosa kanker serviks mencapai 20.928 dengan angka kematian mencapai
9.498 jiwa setiap tahunnya (ICO, 2016).

C. Etiologi
Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi pada leher rahim yang
disebabkan oleh virus HPV tipe onkogenik yang ditularkan melalui hubungan
seksual (Swari, 2014). Infeksi dapat terjadi setelah terjadinya lesi squamosa
intraephitelial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 10 – 30% wanita pada usia
30 tahun keatas yang telah aktif secara seksual pernah terinfeksi HPV.
Presentasi tersebut akan lebih meningkat apabila wanita tersebut memiliki
banyak pasangan seksual. Pada umumnya sebagian besar infeksi HPV terjadi
tanpa gejala dan bersifat menetap. Ada beberapa faktor yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks, antara lain adalah
1. Usia
Usia pertama kali melakukan hubungan seksual yang masih relatif
muda (dibawah 20 tahun) dapat meningkatkan risiko kejadian kanker
serviks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin muda seorang wanita
melakukan hubungan seksual maka semakin tinggi risiko mengalami kanker
serviks. Hasil penelitian Sadewa (2014) menunjukkan bahwa sebanyak 90%
pasien yang terdiagnosa kanker serviks menikah pada usia ≤ 20 tahun.
2. Paritas
Kejadian kanker serviks juga sering ditemukan pada wanita yang
sering partus atau melahirkan. Semakin sering partus semakin besar risiko
seseorang mengalami kanker serviks. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Reis, et al (2011) menunjukkan bahwa wanita dengan jumlah paritas >3
berisiko mengalami kanker serviks lebih tinggi 9,127 kali dibandingkan
dengan wanita dengan paritas ≤3.
3. Merokok
Wanita yang merokok berisiko terkena kanker serviks 2 kali lebih
besar dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada lendir serviks wanita perokok mengandung
nikotin dan zat tersebut menyebabkan penurunan daya tahan serviks selain
merupakan ko-karsinogen infeksi virus.
4. Pasangan Seksual Lebih Dari Satu
Wanita yang memiliki perilaku seksual dengan sering berganti-ganti
pasangan seks dapat meningkatkan penularan penyakit kelamin. Risiko
mengalami kanker serviks pada wanita yang sering berganti-ganti pasangan
seks akan meningkat 10 kali lipat (American Cancer Society, 2017).
5. Penggunaan Kontrasepsi Oral Jangka Panjang
Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka panjang (lebih dari 5
tahun) seperti konsumsi pil KB dapat meningkatkan risiko kanker serviks 1-
2 kali terutama pada wanita yang positif terinfeksi HPV (American Cancer
Society, 2017).
6. Personal Hygiene
Personal hygiene terutama perawatan kebersihan alat kelamin yang
kurang dapat meningkatkan risiko kejadian kanker serviks. Hasil penelitian
Indrawati dan Fitriyani (2012) menunjukkan personal hygiene yang kurang
baik berisiko mengalami kanker serviks 19,386 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita yang memiliki personal hygiene yang baik.
7. Diet
Seseorang yang melakukan diet ketat dengan konsumsi vitamin A, C
dan E yang rendah dapat mengurangi tingkat kekebalan tubuh yang berakibat
mudahnya seseorang terinfeksi (Arisusilo, 2012). Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa defisiensi asam folat, zat besi, dan beta karoten dapat
meningkatkan risiko kanker serviks.
8. Gangguan system kekebalan tubuh
Wanita yang mengalami immunocompromised (penurunan imunitas
tubuh) seperti pasien transplantasi ginjal dan AIDS dapat mempercepat
perkembangan sel kanker dari non-invasif menjadi invasif (American Cancer
Society, 2017)
9. Riwayat Kanker Serviks Pada Keluarga
Seorang wanita yang memiliki saudara kandung atau ibu dengan
kanker serviks, berisiko mengalami kanker serviks 2–3 kali lebih besar
dibandingkan dengan orang normal. Hasil penelitian menduga hal tersebut
disebabkan berkurangnya kemampuan untuk melawan infeksi HPV
(American Cancer Society, 2017)
10. Status Ekonomi
Wanita dengan status ekonomi yang rendah tidak mampu
memperoleh pelayanan kesehatan yang baik seperti pap smear atau
melakukan vaksinasi HPV. Hal ini menyebabkan mereka tidak dapat
melakukan skrining atau deteksi dini kanker serviks maupun tidak mampu
melakukan penatalaksanaan pre-kanker (American Cancer Society, 2017).

D. Patofisiologi
Terjadinya kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV yang onkogenik
umumnya adalah HPV tipe 16 dan 18 (Dethan, 2015). Risiko terinfeksi HPV
dapat meningkat pada wanita yang telah melakukan aktivitas seksual. Pada
umumnya, infeksi virus ini akan menghilang dengan sendirinya, namun apabila
infeksi bersifat persisten akan menyebabkan integrasi genom dari virus ke
dalam genom sel serviks. Akibatnya pertumbuhan sel dan ekspresi onkoprotein
E6 atau E7 yang bertanggung jawab terhadap perubahan maturasi dan
diferensiasi dari epitel serviks menjadi tidak normal atau disebut dengan mutasi
sel (Nurwijaya, 2012). Terjadinya mutasi sel inilah berkembang menjadi kanker
serviks. Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali
adanya perubahan displasia yang perlahan - lahan menjadi progresif. Displasia
ini dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya
akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan
keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan
tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma
serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat
menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke
kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria
dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Karsinoma
serviks dapat meluas ke arah segmen bawah uterus dan kavum uterus.
Penyebaran kanker ditentukan oleh stadium dan ukuran tumor, jenis histologik
dan ada tidaknya invasi ke pembuluh darah, anemis hipertensi dan adanya
demam.
Penyebaran dapat pula melalui metastase limpatik dan hematogen. Bila
pembuluh limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah
bening pada servikal dan parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka
eksterna dan kelenjar getah bening hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke
kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada aorta. Secara hematogen, tempat
penyebaran terutama adalah paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum dan
supravesikuler, tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak (Prayetni, 2014).

E. Klasifikasi
Stadium kanker adalah cara bagi paramedis untuk merangkum seberapa
jauh kanker telah menyebar. Salah satu cara yang digunakan pada umumnya
untuk memetakan stadium kanker serviks yaitu sistem FIGO (Federasi
Internasional Ginekologi dan Obstetri). Berdasarkan Federation of
International Gynecology and Obsetrics (FIGO) tahun 2009 stadium klinis
karsinoma serviks terbagi atas:
Stadium Deskripsi
1 2
Stadium Karsinoma insitu, karsinoma intra-ephitelial. Tumor masih dangkal, hanya
0 tumbuh di lapisan sel serviks
Stadium Kanker telah tumbuh dalam serviks.
I
IA Kanker invasive ditemukan hanya secara mikroskopik. Kedalamannya 5 mm
dan besarnya kurang dari 7 mm
IA 1 Invasi stromal sedalam <3 mm dan lebar <7 mm
IA 2 Invasi ke stroma sedalam 3-5 mm dengan lebar <7 mm
IB Lesi klinis masih pada serviks atau lesi mikroskopik lebih besar dari lesi
stadium IA
IB 1 Kanker serviks dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran tidak lebih dari 4
cm
IB 2 Kanker serviks dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran lebih besar dari 4
cm
Stadium Kanker telah menginvasi melewati serviks namun tidak sampai pada dinding
II pelvis atau 1/3 bawah vagina
IIA Kanker meluas sampai 2/3 atas vagina, tanpa invasi parametrial
IIA 1 Tumor yang terlihat secara klinis <4 cm. Meluas hingga 2/3 bagian atas vagina
IIA 2 Tumor yang terlihat secara klinis >4 cm namun tidak sampai masuk dinding
pelvis.
IIB Kanker telah menyebar ke jaringan sekitar vagina dan serviks, namun belum
sampai ke dinding panggul
Stadium Kanker meluas sampai ke dinding pelvis dan/atau mencapai 1/3 bawah dinding
III vagina dana tau menyebabkan hidronefrosis atau penurunan fungsi ginjal
III A Tumor meluas sampai 1/3 bawah vagina namun tanpa ekstensi ke dinding
pelvis
IIIB Meluas sampai dinding pelvis atau menyebabkan obstruksi uropati.
Stadium Pada stadium ini, kanker telah menyebar ke pelvis, kandung kemih, atau
IV rectum.
IVA Kanker telah menyebar ke organ terdekat, seperti kandung kemih dan rectum
IVB Metastase ke organ yang lebih jauh.

F. Manifestasi Klinis
Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-
tanda yang khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari
vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis
jaringan.
2. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut
menjadi perdarahan yang abnormal.
3. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan
berbau busuk.
4. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius.
5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6. Kelemahan pada ekstremitas bawah.
7. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang
panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan
terjadi infiltrasi kanker pada serabut saraf lumbosakral.
8. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema
kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah
(rektum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul
gejala-gejala akibat metastasis jauh.

G. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
a. Perdarahan vagina
b. Keputihan berwarna putih atau purulen yang berbau dan tidak gatal
c. Adanya bau busuk yang khas
d. Raut wajah pucat
e. Ekspresi wajah meringis dan posisi tubuh menahan nyeri
f. Tanda-tanda anemia
g. Hematuri
h. Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau sudah
sampai vagina
2. Palpasi
a. Nyeri tekan pada abdomen
b. Serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak
c. Nyeri punggung bawah
d. Obstruksi ureter, periksa hidronefrosis dengan tes balotemen
e. Palpasi fundus arteri
f. Perubahan denyut nadi
g. Perubahan tekanan darah
h. Peningkatan suhu tubuh

H. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1. Pap Smear
Test Pap smear dapat dilakukan di RS, klinik dokter kandungan
ataupun laboratorium. Prosedurnya cepat (hanya memerlukan waktu
beberapa menit) dan tidak menimbulkan rasa sakit. Test Pap smear dapat
dilakukan bila tidak dalam keadaan haid ataupun hamil. Untuk hasil terbaik,
sebaiknya tidak berhubungan intim minimal 3 hari sebelum pemeriksaan.
Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test
ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal,
yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada leher rahim dengan
spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop. Pap smear
hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika
ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan
standar berupa kolposkopi
2. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
Untuk deteksi dini kanker serviks, selain test Pap Smear, metoda lain
yang dapat menjadi pilihan adalah IVA (Inspeksi Visual dengan Asam
Asetat). IVA digunakan untuk mendeteksi abnormalitas sel serviks setelah
mengoleskan larutan asam asetat (asam cuka3-5%) pada leher rahim. Asam
asetat menegaskan dan menandai lesi pra-kanker dengan perubahan warna
agak keputihan (acetowhite change). Hasilnya dapat diketahui saat itu juga
atau dalam waktu 15 menit.
3. Servikografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan
lensa ekstensi 50 mm. Servikografi dapat digunakan sebagai metode yang
baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang
spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat
membantu dalam deteksi kanker serviks.
4. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan
pembesaran 2,5 x dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan
sitologi. Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila
tampak daerah berwarna putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan
spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6%
dan positif palsu 16%.
5. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)
Penanda tumor adalah suatu substansi yang dapat diukur secara
kuantitatif dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang
dapat digunakan untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks
adalah CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG (Human Chorionic
Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah > 5 µL/ml, sedangkan kadar
HCG abnormal adalah > 5ηg/ml. HCG dalam keadaan normal disekresikan
oleh jaringan plasenta dan mencapai kadar tertinggi pada usia kehamilan 60
hari. Kedua PT ini dapat dideteksi melalui pemeriksaan darah dan urine.
6. Biopsy Kerucut
Biopsy Kerucut adalah mengambil tonjolan jaringan serviks yang
lebih besar untuk penelitian apakah ada atau tidak kanker invasive.
7. MRI /CT scan abdomen atau pelvis
MRI/CT scan abdomen atau pelvis digunakan untuk menilai
penyebaran lokal dari tumor dan atau terkenanya nodus limfa regional.
8. Tes Schiller
Tes Schiller dilakukan dengan cara serviks diolesi dengan larutan
yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat sedangkan sel
yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning.
9. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi
pendarahan yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur
kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah
yang berlangsung dalam sel-sel tubuh.

I. Kriteria Diagnosis
Interpretasi sitologi yang dapat menunjang diagnosis kanker serviks :
1. Hasil pemeriksaan negatif
Tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitologi dalam 1 tahun lagi.
2. Inkonklusif
Sediaan tidak memuaskan. Bisa disebabkan fiksasi tidak baik. Tidak
ditemukan sel endoserviks, gambaran sel radang yang padat menutupi sel.
Ulangi pemeriksaan sitologi setelah dilakukan pengobatan radang dan
sebagainya.
3. Displasia
Terdapat sel - sel diskariotik pada pemeriksaan mikroskopik. Derajat ringan,
sedang, sampai karsinoma in situ. Diperlukan konfirmasi dengan kolposkopi
dan biopsi. Dilakukan penangan lebih lanjut dan harus diamati minimal 6
bulan berikutnya.
4. Hasil pemeriksaan positif
Terdapat sel - sel ganas pada lapisan epitel serviks melalui pengamatan
mikroskopik. Harus dilakukan biopsi untuk memperkuat diagnosis.
Penanganan harus dilakukan di rumah sakit rujukan dengan seorang ahli
onkologi.

J. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2013) di bawah ini adalah klasifikasi
penatalaksanaan medis secara umum berdasarkan stadium kanker serviks :
Stadium Penatalaksanaan
0 Biopsi kerucut, Histerektomi transvaginal
Ia Biopsi kerucut, Histerektomi transvaginal
Ib,Iia Histerektomi radikal dengan limfadenektomi
panggul dan evaluasi kelenjar limfe
paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan
radioterapi pasca pembedahan
IIb, III, IV Histerektomi transvaginal

1. Penanganan Nonbedah Kanker Serviks


Apabila kanker termasuk lesi intra-epitel skuamosa tingkat rendah (LGSIL)
atau lesi intra-epitel skuamosa tingkat tinggi (LGSIT) ditemukan melalui
kolposkopi dan biopsy, pengangkatan nonbedah konservatif memungkinkan
untuk dilakukan (Smeltzer dan Bare, 2012).
a. Krioterapi
Pembekuan dengan oksida nitrat.
b. Terapi laser
Sebuah sinar laser digunakan untuk membakar sel-sel atau menghapus
sebagian kecil dari jaringan sel rahim untuk dipelajari. Pembedahan laser
hanya digunakan sebagai pengobatan untuk kanker serviks pra-invasif
(stadium 0).
2. Pembedahan untuk Kanker Serviks
Menurut Smeltzer dan Bare (2012), apabila pasien mempunyai
kanker serviks invaasif, radiasi atau histerektomi radikal atau keduanya
dapat dpilih. Bedah radikal disarankan ketika pasien tidak dapat menahan
efek radiasi atau mempunyai kanker yang resisten terhadap radiasi. Prosedur
bedah yang mungkin dilakukan sebagai berikut:
a. Histerektomi
Histerektomi sederhana: Rahim diangkat, tetapi tidak mencakup
jaringan yang berada di dekatnya. Baik vagina maupun kelenjar getah
bening panggul tidak diangkat. Rahim dapat diangkat dengan cara operasi
di bagian depan perut (perut) atau melalui vagina. Setelah operasi ini,
seorang wanita tidak bisa menjadi hamil. Histerektomi digunakan untuk
mengobati beberapa kanker serviks stadium awal (I). Hal ini juga
digunakan untuk stadium pra-kanker serviks (o), jika sel-sel kanker
ditemukan pada batas tepi konisasi.
Histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul:
pada operasi ini, dokter bedah akan mengangkat seluruh rahim, jaringan
di dekatnya, bagian atas vagina yang berbatasan dengan leher rahim, dan
beberapa kelenjar getah bening yang berada di daerah panggul. Operasi
ini paling sering dilakukan melalui pemotongan melalui bagian depan
perut dan kurang sering melalui vagina. Setelah operasi ini, seorang
wanita tidak bisa menjadi hamil. Sebuah histerektomi radikal dan diseksi
kelenjar getah bening panggul adalah pengobatan yang umum digunakan
untuk kanker serviks stadium I, dan lebih jarang digunakan pada beberapa
kasus stadium II, terutama pada wanita muda.
b. Ekstenterasi Panggul
Pengangkatan organ-organ pelvis, termasuk nodus limfe kandung
kemih dan rectum serta konstruksi conduit diversional, kolostomi dan
vagina.
c. Cryosurgery
Sebuah probe metal yang didinginkan dengan nitrogen cair
dimasukkan ke dalam vagina dan pada leher rahim. Ini membunuh sel-sel
abnormal dengan cara membekukan mereka. Cryosurgery digunakan
untuk mengobati kanker serviks yang hanya ada di dalam leher rahim
(stadium 0), tapi bukan kanker invasif yang telah menyebar ke luar leher
rahim.
d. Konisasi
Sepotong jaringan berbentuk kerucut akan diangkat dari leher
rahim. Hal ini dilakukan dengan menggunakan pisau bedah atau laser tau
menggunakan kawat tipis yang dipanaskan oleh listrik. Pendekatan ini
dapat digunakan untuk menemukan atau mengobati kanker serviks tahap
awal (0 atau I). Hal ini jarang digunakan sebagai satu-satunya pengobatan
kecuali untuk wanita dengan kanker serviks stadium dini yang mungkin
ingin memiliki anak. Setelah biopsi, jaringan (berbentuk kerucut)
diangkat untuk diperiksa di bawah mikroskop. Jika batas tepi dari kerucut
itu mengandung kanker atau pra-sel kanker, pengobatan lebih lanjut akan
diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh sel-sel kankernya telah
diangkat.
e. Trachelektomi
Sebuah prosedur yang disebut trachelectomy radikal
memungkinkan wanita muda tertentu dengan kanker stadium awal untuk
dapat diobati dan masih dapat mempunyai anak. Metode ini melibatkan
pengangkatan serviks dan bagian atas vagina dan meletakkannya pada
jahitan berbentuk seperti kantong yang bertindak sebagai pembukaan
leher rahim di dalam rahim. Kelenjar getah bening di dekatnya juga
diangkat. Operasi ini dilakukan baik melalui vagina ataupun perut.
Setelah operasi ini, beberapa wanita dapat memiliki kehamilan jangka
panjang dan melahirkan bayi yang sehat melalui operasi caesar. Risiko
kanker kambuh kembali sesudah pendekatan ini cukup rendah.
3. Radioterapi untuk Kanker Serviks
Radioterapi adalah pengobatan dengan sinar berenergi tinggi (seperti
sinar-X) untuk membunuh sel-sel kanker ataupun menyusutkan tumornya.
Sebelum radioterapi dilakukan, biasanya pasien akan menjalani pemeriksaan
darah untuk mengetahui apakah menderita anemia. Penderita kanker serviks
yang mengalami perdarahan pada umumnya menderita anemia. Untuk itu,
transfusi darah mungkin diperlukan sebelum radioterapi dijalankan. Pada
kanker serviks stadium awal, biasanya dokter akan memberikan radioterapi
(external maupun internal). Kadang radioterapi juga diberikan sesudah
pembedahan. Akhir-akhir ini, dokter seringkali melakukan kombinasi terapi
(radioterapi dan kemoterapi) untuk mengobati kanker serviks yang berada
antara stadium IB hingga IVA.
Radioterapi eksternal berarti sinar X diarahkan ke tubuh (area
panggul) melalui sebuah mesin besar. Sedangkan radioterapi internal berarti
suatu bahan radioaktif ditanam ke dalam rahim/leher rahim selama beberapa
waktu untuk membunuh sel-sel kankernya. Salah satu metode radioterapi
internal yang sering digunakan adalah brachytherapy. Pengobatan yang ini
cukup sukses untuk mengatasi keganasan di organ kewanitaan. Baik radium
dan cesium telah digunakan sebagai sumber radioaktif untuk memberikan
radiasi internal.
Selain itu terdapat pengobatan dengan HDR (high dose rate)
brachytherapy yang diberikan hanya dalam hitungan menit. Untuk
mencegah komplikasi potensial dari HDR brachytherapy, maka biasanya
HDR brachytherapy diberikan dalam beberapa insersi. Untuk pasien kanker
serviks, standar perawatannya adalah 5 insersi. Waktu dimana aplikator
berada di saluran kewanitaan (vagina, leher rahim dan/atau rahim) untuk
setiap insersi adalah sekitar 2,5 jam. Keuntungan HDR brachytherapy adalah
antara lain: pasien cukup rawat jalan, ekonomis, dosis radiasi bisa
disesuaikan, tidak ada kemungkinan bergesernya aplikator.
4. Kemoterapi untuk Kanker Serviks
Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan untuk membunuh sel-sel
kanker. Biasanya obat-obatan diberikan melalui infuse ke pembuluh darah
atau melalui mulut. Setelah obat masuk ke aliran darah, mereka menyebar ke
seluruh tubuh. Kadang-kadang beberapa obat diberikan dalam satu waktu.
5. Manajemen Nyeri Kanker
Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan
obat, yaitu :
a. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen,
OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid).
b. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok
opioid ringan seperti kodein dan tramadol.
c. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid
kuat seperti morfin dan fentanil.
K. Komplikasi
1. Langsung
Yang berhubungan dengan penyakitnya, dapat berupa :
a. Obstruksi ileus (penyumbatan usus)
b. Vesikovaginal fistel (lubang di antara saluran kencing dan vagina)
c. Obstruksi ureter (penyumbatan pada saluran kencing)
d. Hidronefrosis (pembengkakan ginjal)
e. Infertil
f. Gagal ginjal
g. Pembentukan fistula
h. Anemia
i. Infeksi sistemik
j. Trombositopenia
2. Tidak Langsung
Yang berhubungan dengan tindakan dan pengobatan:
a. Operasi : perdarahan, infeksi, luka pada saluran kencing, kandung kemih
maupun usus
b. Radiasi : berak darah, hematuria (kencing darah), cystitis radiasi (infeksi
saluran kencing karena efek radiasi)
c. Kemoterapi : mual muntah, diare, alopesia (kebotakan), BB turun, borok
pada daerah bekas suntikan.

L. Pencegahan
Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena
belum menimbulkan gejala yang khas dan spesifik, kematian pada kasus kanker
serviks terjadi karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada
dalam stadium lanjut. Cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker
ini adalah bentuk skrining yang dinamakan Pap Smear dan skrining ini sangat
efektif. Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama
sebagai salah satu upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks,
beberapa di antaranya :
1. Skrining awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan
seksual (vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya
tidak kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada
karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang
berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang
akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan
biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.
2. Pemeriksaan DNA HPV
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif
disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3
sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita
dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan
dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS
hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28
tahun atau lebih muda. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang
ditemukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila
ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi
peningkatan risiko kanker serviks.
3. Skrining dengan Thinrep/Liquid-Base Method
Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun. Skrining
dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali
pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.

M. Prognosis
Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon
terhadap pengobatan, 95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul
gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya
rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini, perkembangan kanker
seviks dapat diobati dengan radioterapi. Ada beberapa faktor yang menentukan
prognosis dalam angka kejadian kanker serviks, antara lain : usia penderita,
keadaan umum, tingkat klinis keganasan, ciri - ciri histologik sel kanker,
kemampuan tim kesehatan dan sarana pengobatan yang tersedia (Mansjoer,
2014).
Stadium Penyebaran kanker serviks Harapan
Hidup 5
Tahun (%)

0 Karsinoma insitu 100


I Terbatas pada uterus 85
II Menyerang luar uterus tetapi meluas ke dinding 60
pelvis
III Meluas ke dinding pelvis dan atau sepertiga 33
bawah vagina atau hidronefrosis
IV Menyerang mukosa kandung kemih atau 7
rektum atau meluas keluar pelvis sebenarnya
DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. 2017. Cancer Facts & Figures 2017. Atlanta :
American Cancer Society.
Arisusilo, C. 2012. Kanker Leher Rahim (Cancer Cervix) Sebagai Pembunuh
Wanita Terbanyak Di Negara Berkembang. Sainstis. Volume 1, Nomor
1.
Centers for Diseases Control and Prevention (CDC). 2013. Cervical Cancer
Statistic. Retrived from : https://www.cdc.gov/cancer/cervical/statistics/.
ICO Information Centre on HPV and Cancer (HPV Information Centre). 2016.
Indonesia : Human Papillomavirus and Related Cancer , Fact Sheet
2016. Retrived from: http: //www.hpvcentre.net/statistics/reports
/XWX.pdf.
International Agency for Research on Cancer (IARC). 2012. GLOBOCAN 2012:
Estimated cancer incidence, mortality, and prevalence worldwide in
2012. Retrived from: http://globocan.iarc.fr/Pages/factsheets
population.aspx.
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Pusat Data & Informasi Situasi Penyakit
Kanker di Indonesia. Jakarta : Pusat Data & Informasi Kemenkes RI
Mansjoer, A. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid Satu. Edisi Ketiga, Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.
Smeltzer, S. dan Bare, B. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Volume 2. Edisi 8, Jakarta: EGC
Wiknjosastro, H. 2012. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai