Anda di halaman 1dari 27

1

SYOK
MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman
Program Pendidikan Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Bandung

Disusun oleh :
Cindy May McGuire, S.Ked
12100118032

Preseptor :
Fahmi Arief, dr., SpF

SMF ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA SARTIKA ASIH BANDUNG
2019
2

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah berjudul syok ini.

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas SMF Ilmu
Kedokteran Kehakiman program pendidikan profesi dokter di Fakultas
Kedokteran UNISBA. Penulis menyadari bahwa makalah ini dapat terselesaikan
dengan adanya dukungan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada


Fahmi Arief, dr., SpF selaku preseptor lapangan dan semua pihak yang telah
membantu yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis memohon maaf atas kesalahan dan kekurangan yang terdapat


dalam makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan oleh penulis. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi berbagai
pihak.

Bandung, 27 Oktober 2019

Cindy May McGuire


3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3

A. Definisi .......................................................................................................... 3
B. Klasifikasi ..................................................................................................... 1
C. Patofisilogi .................................................................................................... 1
D. Derajat syok.................................................................................................. 2
E. Pemeriksaan ................................................................................................. 5
F. Komplikasi .................................................................................................... 6

BAB III PENUTUPAN ............................................................................................ iv


4

BAB I

PENDAHULUAN

Syok adalah sindroma klinis yang ditandai dengan adanya kegagalan dalam hal
mengatur peredaran darah dengan akibat terjadinya kegagalan untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Kegagalan sirkulasi biasanya disebabkan oleh
kehilangan cairan (hipovolemik), karena kegagalan pompa atau karena perubahan
resistensi vaskuler perifer.
Syok merupakan sindrom klinis yang kompleks yang mencakup
sekelompok keadaan dengan manifestasi hemodinamik yang bervariasi tetapi
petunjuk yang umum adalah tidak memadainya perfusi jaringan.
Setiap keadaan yang mengakibatkan tidak tercukupinya kebutuhan oksigen
jaringan, baik karena suplainya berkurang atau kebutuhannya yang meningkat,
menimbulkan tanda-tanda syok. Diagnosa adanya syok harus didasarkan pada
data-data baik klinis maupun laboratorium yang jelas yang merupakan akibat dari
berkurangnya perfusi jaringan. Syok mempengaruhi kerja organ-organ vital dan
penanganannya memerlukan pemahaman tentang patofisiologi syok.
Syok bersifat progresif dan terus memburuk. Kemunduran yang progresif
akan mengakibatkan syok jika tidak ditangani sesegera mungkin. Dalam
menanggulangi syok hal yang harus diketahui yaitu kemungkinan penyebab syok
tersebut. Pada pasien trauma, pengenalan syok berhubungan langsung dengan
mekanisme terjadinya trauma. Semua jenis syok dapat terjadi pada pasien trauma
dan yang tersering adalah syok hipovolemik karena perdarahan. Syok kardiogenik
juga bisa terjadi pada pasien-pasien yang mengalami trauma di atas diafragma dan
syok neurogenik dapat disebabkan oleh trauma pada sistem saraf pusat serta
medula spinalis. Syok septik juga harus dipertimbangkan pada pasien-pasien
trauma yang datang terlambat untuk mendapatkan pertolongan.
Syok juga dapat di akibatkan karena hilangnya cairan dalam jumlah yang
banyak. Kehilamgan cairan yang cepat dan banyak menurunkan preload ventrikel
sehingga terjadi penurunan isi sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi
5

penurunan hantaran oksigen kejaringan tubuh. Pada renjatan karena perdarahan,


selain terjadi penurunan cardiac output juga terjadi pengurangan haemoglobin,
sehingga transport dari oksigen ke jaringan makin berkurang.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis yang dikarakteristikan dengan hipotensi yaitu
tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg atau mean arterial pressure kurang dari 60
mmHg atau menurun lebih besar dari 30% kurang lebih dalam waktu 30 menit),
oliguria (output urine kurang dari 20mL/jam atau 0,3 ml/kg/jam untuk 2 jam
konsekutif, dan perfusi perifer yang buruk (akral dingin dan capillary refill yang
lambat) yang terjadi jika sirkulasi darah arteri tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan. Perfusi jaringan yang adekuat tergantung pada 3
faktor utama yaitu curah jantung, volume darah dan tonus vasomotor perifer. Jika
salah satu dari ketiga faktor penentu ini kacau dan faktor lain tidak dapat
melakukan kompensasi, maka akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah arteri
normal sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika
syok berlanjut, curah jantung menurun dan vasokonstriksi perifer meningkat. Jika
hipotensi menetap dan vasokonstruksi berlanjut, hipoperfusi mengakibatkan
asidosis laktat, oliguria, dan ileus. Jika tekanan arteri cukup rendah, terjadi
disfungsi otak dan otot jantung.
Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan fungsi akut fungsi
sirkulasi yang menyebabkan ketidakckupan perfusi jaringan dan oksigenasi
jaringan, dengan akibat mekanisme homeostatis. Berdasarkan penelitian Moyer
dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan homeostatis, syok adalah
keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Syok merupakan
keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang
kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.
7

B. Klasifikasi
1. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik merujuk pada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan
cairan tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat
perfusi yang tidak adekuat. Syok hipovolemik ini paling sering timbul setelah
terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik). Perdarahan eksternal akut akibat
trauma tembus dan perdarahan hebat akibat kelainan gastrointestinal
merupakan 2 penyebab syok hemoragik yang paling sering ditemukan. Syok
hemoragik juga bisa terjadi akibat perdarahan internal akut ke dalam rongga
toraks dan rongga abdomen
a. Faktor Penyebab
Pada umumnya syok hipovolemik disebabkan karena perdarahan, sedang
penyebab lain yang ekstrem adalah keluarnya garam (NaCL). Syok
misalnya terjadi pada: patah tulang panjang, rupture spleen, hematothorak,
diseksi arteri, pangkreatitis berat. Sedang syok hipovolemik yang terjadi
karena berkumpulnya cairan di ruang interstisiil disebabkan karena:
meningkatnya permeabilitas kapiler akibat cedera panas, reaksi alergi dan
toksin bekteri.
Penyebab utama perdarahan internal adalah terjadinya trauma pada
organ dan ruptur pada aneurysme aortic abdomen. Syok hipovolemik bisa
merupakan akibat dari kehilangan cairan tubuh lain selain dari darah
dalam jumlah yang banyak. Contoh syok hipovolemik yang terjadi akibat
kehilangan cairan lain ini adalah gastroenteritis refraktrer dan luka bakar
hebat. Objektif dari keseluruhan jurnal ini adalah terfokus kepada syok
hipovolemik yang terjadi akibat perdarahan dan pelbagai kontroversi yang
timbul seputar cara penanganannya.
8

b. Patofisiologi
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan cara
mengaktifkan 4 sistem major fisiologi tubuh yaitu sistem hematologi,
sistem kardiovaskular, sistem renal dan sistem neuroendokrin.system
hematologi berespon kepada perdarahan hebat yag terjadi secara akut
dengan mengaktifkan cascade pembekuan darah dan mengkonstriksikan
pembuluh darah (dengan melepaskan thromboxane A2 lokal) dan
membentuk sumbatan immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah
yang rusak akan mendedahkan lapisan kolagennya, yang secara subsekuen
akan menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi dari subatan yang
dibentuk. Kurang lebih 24 jam diperlukan untuk pembentukan sumbatan
fibrin yang sempurna dan formasi matur.
Sistem kardiovaskular awalnya berespon kepada syok hipovolemik
dengan meningkatkan denyut jantung, meninggikan kontraktilitas
myocard, dan mengkonstriksikan pembuluh darah jantung. Respon ini
timbul akibat peninggian pelepasan norepinefrin dan penurunan tonus
vagus (yang diregulasikan oleh baroreseptor yang terdapat pada arkus
karotid, arkus aorta, atrium kiri dan pembuluh darah paru). System
kardiovaskular juga merespon dengan mendistribusikan darah ke otak,
jantung, dan ginjal dan membawa darah dari kulit, otot, dan GI.
System urogenital (ginjal) merespon dengan stimulasi yang
meningkatkan pelepasan rennin dari apparatus justaglomerular. Dari
pelepasan rennin kemudian dip roses kemudian terjadi pembentukan
angiotensi II yang memiliki 2 efek utama yaitu memvasokontriksikan
pembuluh darah dan menstimulasi sekresi aldosterone pada kortex adrenal.
Adrenal bertanggung jawab pada reabsorpsi sodium secra aktif dan
konservasi air. System neuroendokrin merespon hemoragik syok dengan
meningkatkan sekresi ADH. ADH dilepaskan dari hipothalmus posterior
yang merespon pada penurunan tekanan darah dan penurunan pada
konsentrasi sodium. ADH secara langsung meningkatkan reabsorsi air dan
garam (NaCl) pada tubulus distal. Ductus colletivus dan the loop of Henle.
9

c. Tahap Syok Hipovolemik


1) Tahap I :
a. terjadi bika kehilangan darah 0-10% (kira-kira 500ml).
b. terjadi kompensasi dimana biasanya Cardiak output dan
tekanan darah masih dapat dipertahankan.
2) Tahap II :
a. terjadi apabila kehilangan darah 15-20%.
b. tekanan darah turun, PO2 turun, takikardi, takipneu, diaforetik,
gelisah dan pucat.
3) Tahap III
a. bila terjadi kehilengan darah lebih dari 25%.
b. terjadi penurunan: tekanan darah, Cardiak output, PO2, perfusi
jaringan secara cepat.
c. terjadi iskemik pada organ.
d. terjadi ekstravasasi cairan.

2. Syok Kardiogenik
a. Definisi
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama
sekali.
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda
hipoperfusi jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload
dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari parameter hemodinamik,
akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan tekanan
darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri
rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin
(kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit
dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas
antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik.
10

Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri


atau gagal jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami
kerusakan yang luas. Otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,
menimbulkan penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan yang
tidak adekuat ke organ vital (jantung, otak dan ginjal). Derajat syok
sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik
biasanya sering terjadi sebagai komplikasi MI, namun bisa juga terajdi
pada temponade jantung, emboli paru, kardiomiopati dan disritmia.
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung
yang tidak adekuat, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik
jantung, manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin,
nadi yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan.
b. Etiologi
Penyebab syok kardiogenik mempunyai etiologi koroner dan non koroner.
Koroner disebabkan oleh infark miokardium, Sedangkan Non-koroner
disebabkan oleh kardiomiopati, kerusakan katup, tamponade jantung, dan
disritmia.
c. Manifestasi Klinis
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang
mengakibatkan gangguan mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri
yaitu mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan
penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang
disebabkan oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih
jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel
karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
miokardium. Gambaran klinis gagal jantung kiri :
a. Sesak napas dyspnea on effort dan paroxymal nocturnal dyspnea
b. Pernapasan cheyne stokes
c. Batuk-batuk
d. Sianosis
e. Suara serak
11

f. Ronchi basah, halus tidak nyaring di daerah basal paru hydrothorax


g. Kelainan jantung seperti pembesaran jantung, irama gallop,
tachycardia
h. BMR mungkin naik
i. Kelainan pada foto rontgen

d. Patofisiologi
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi
patofisiologi gagal jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan
curah jantung, yang pada gilirannya menurunkan tekanan darah arteria ke
organ-organ vital. Aliran darah ke arteri koroner berkurang, sehingga
asupan oksigen ke jantung menurun, yang pada gilirannya meningkatkan
iskemia dan penurunan lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa,
akhirnya terjadilah lingkaran setan. Tanda klasik syok kardiogenik adalah
tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak yang
termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran
urin, serta kulit yang dingin dan lembab.
Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung seperti
pada gagal jantung, penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur
tekanan ventrikel kiri dan curah jantung sangat penting untuk mengkaji
beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan yang telah
dilakukan. Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri yang
berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik Pressure)
menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai pompa yang
efektif.
e. Pemeriksaan DiagnostiK
Faktor-faktor pencetus test diagnostik antara lain :
a. Electrocardiogram (ECG)
b. Sonogram
c. Scan jantung
d. Kateterisasi jantung
12

e. Roentgen dada
f. Enzim hepar
g. Elektrolit oksimetri nadi
h. AGD
i. Kreatinin
j. Albumin / transforin serum
k. HSD

3. Syock Distributif
a. Pengertian
Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara
abnormal berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah
berkumpul dalam pembuluh darah perifer.

b. Etiologi
Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis
atau oleh pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang
menempatkan pasien pada resiko syok distributif yaitu (1) syok
neurogenik seperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal, (2) syok
anafilaktik seperti sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi, alergi
sengatan lebah (3) syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim
yaitu > 1 thn dan > 65 tahun dan malnutrisi.
Berbagai mekanisme yang mengarah pada vasodiltasi awal dalam syok
distributif lebih jauh membagi klasifikasi syok ini kedalam 3 tipe :
1) Syock Neurogenik
a) Pengertian
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk
dari syok distributif. Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan
pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh darah secara
mendadak di seluruh tubuh.sehingga terjadi hipotensi dan
penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance
13

vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik


ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma
kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam).
Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi
karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan
terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus
sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal
umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut,
takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh
pingsan. Setelah pasien dibaringkan, umumnya keadaan berubah
menjadi baik kembali secara spontan.
Trauma kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok.
Adanya syok pada trauma kepala harus dicari penyebab yang
lain. Trauma pada medula spinalis akan menyebabkan hipotensi
akibat hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok
neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi
perifer.
b) Etiologi
a. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia
(syok spinal).
b. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa
nyeri hebat pada fraktur tulang.
c. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat
anestesi spinal/lumbal.
d. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
e. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
c) Manifestasi Klinis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok
neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak
bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang
disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia
14

atau paraplegia . Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien


menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena
terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan
vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna
kemerahan.
2) Syok anafilaktik
a) Pengertian
Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis =
perlindungan). Anafilaksis adalah reaksi alergi umum dengan
efek pada beberapa sistem organ terutama kardiovaskular,
respirasi, kutan dan gastro intestinal yang merupakan reaksi
imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang
sebelumnya sudah tersensitisasi. Syok anafilaktik adalah reaksi
anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau tanpa penurunan
kesadaran. Reaksi anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis
yang terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena
kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis.
Syock anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika
pasien yang sebelumnya sudah membentuk anti bodi terhadap
benda asing (anti gen) mengalami reaksi anti gen- anti bodi
sistemik
b) Patofisiologi
Anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe 1 atau
reaksi tipe segera (Immediate type reaction). Mekanisme
anafilaksis melalui beberapa fase :
a. Fase Sensitisasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk
pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik
pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk
lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di
tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan
antigen tersebut kepada Limfosit T, lalu akan mensekresikan
15

sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B


berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit).
Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik
untuk antigen tersebut. Ig E kemudian terikat pada receptor
permukaan sel Mast dan basofil.
b. Fase Aktivasi yaitu waktu selama terjadinya pemaparan
ulang dengan antigen yang sama. Mastosit dan Basofil
melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan
reaksi pada paparan ulang . Pada kesempatan lain masuk
alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi
akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi
segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain
histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif
lain dari granula yang di sebut dengan istilah Preformed
mediators.

Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam


arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien
(LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah
degranulasi yang disebut Newly formed mediators. Fase Efektor
adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis)
sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan
aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin
memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas
kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mukus dan
vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan
Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating
factor (PAF) berefek bronchospasme dan meningkatkan
permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit.
Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil.
16

Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi,


demikian juga dengan Leukotrien.
3) Syok Septik
a) Pengertian
Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributif dan
disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas. Insiden syok septik
dapat dikurangi dengan melakukan praktik pengendalian infeksi,
melakukan teknijk aseptik yang cermat, melakukan debriden
luka ntuk membuang jarinan nekrotik, pemeliharaan dan
pembersihan peralatan secara tepat dan mencuci tangan secara
menyeluruh
b) Etiologi
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram
negatif. Ketika mikroorganisme menyerang jaringan tubuh,
pasien akan menunjukkan suatu respon imun. Respon imun ini
membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi yang
mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok.
Peningkatan permeabilitas kapiler, yang mengarah pada
perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi adalah dua efek
tersebut.
c) Tanda dan Gejala
Sepsis merupakan respon sistemik terhadap bakteriemia. Pada
saat bakteriemia menyebabkan perubahan dalam sirkulasi
menimbulkan penurunan perfusi jaringan dan terjadi shock
sepsis. Sekitar 40% pasien sepsis disebabkan oleh
mikroorganisme gram-positive dan 60% disebabkan
mikroorganisme gram-negative. Pada orang dewasa infeksi
saluran kencing merupakan sumber utama terjadinya infeksi. Di
rumah sakit kemungkinan sumber infeksi adalah luka dan kateter
atau kateter intravena. Organisme yang paling sering
17

menyebabkan sepsis adalah staphylococcus aureus dan


pseudomonas sp.
Pasien dengan sepsis dan shock sepsis merupakan penyakit
akut. Pengkajian dan pengobatan sangat diperlukan. Pasien dapat
meninggal karena sepsis. Gejala umum adalah:
a. Demam
b. Berkeringat
c. Sakit kepala
d. Nyeri otot

C. Patofisiologi
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu:
1. Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa
sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk
menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui
vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet
dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral
dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah
dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya
penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi
peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah
jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar.
Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara
regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika
tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.
2. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi
kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung
tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada
18

saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan
bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel.
Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi
sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return) menurun.
Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi
tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis
kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas.
Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat
vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan.
Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari
jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi
dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan
penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke
sirkulasi.
Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek
keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim
retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia
jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi
anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam
laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.
3. Fase Irevesibel
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak
dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas
syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah
yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi
menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.

D. Manifestasi Klinis
1. Tekanan darah sistemik dan takikardi; puncak tekanan darah sistolik
<100mmHg atau lebih dari 10% di bawah tekanan darah yang telah diketahui.
19

2. Hipoperfusi perifer, vasokonstriksi; kulit dingin, lembab, dan sianosis.


3. Status mental terganggu; kebingungan, agitasi, koma.
4. Oliguria atau anuria; <0,5 ml/kgBB/jam.
5. Asidosis metabolik.

Pemantauan hemodinamik :
1. Tekanan darah arteri
2. Tekanan vena sentral
3. Tekanan arteri pulmonal, dimonitor dengan kateter Swan-Ganz untuk
pengukuran Pulmonary Catheter Wedge Presure (PCWP).
4. Pengukuran tambahan. Pemantauan sensorium, jumlah urine, dan suhu
kulit.

E. Penatalaksanaan
Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk
memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan
mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok.
Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.
1. Airway dan Breathing
a. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau
muntah.
b. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan
nafas (gudel/oropharingeal airway).
c. Berikan oksigen minimal 6 liter/menit.
d. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan
pompa sungkup (ambu bag) atau ETT.
2. Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi,
tekanan darah, warna kulit, isi vena, dan produksi urin.
Cari dan Atasi Penyebab :
20

a. Penderita dijaga agar tetap merasa hangat dan kaki sedikit dinaikkan
untuk mempermudah kembalinya darah ke jantung.
b. Setiap perdarahan segera dihentikan dan pernafasan penderita
diperiksa.
c. Jika muntah, kepala dimiringkan ke satu sisi untuk mencegah
terhirupnya muntahan.
d. Jangan diberikan apapun melalui mulut.
e. Tenaga kesehatan bisa memberikan bantuan pernafasan mekanis.
f. Obat-obatan diberikan secara intravena. Obat bius (narkotik), obat
tidur dan obat penenang biasanya tidak diberikan karena cenderung
menurunkan tekanan darah.
g. Cairan diberikan melalui infus. Bila perlu, diberikan transfusi darah.
h. Cairan intravena dan transfusi darah mungkin tidak mempu
mengatasi syok jika perdarahan atau hilangnya cairan terlus berlanjut
atau jika syok disebabkan oleh serangan jantung atau keadaan
lainnya yang tidak berhubungan dengan volume darah.
i. Kebutuhan transfusi darah diberikan pada :
 Orang dewasa : jika perdarahan >15% EBV
 Bayi dan anak : jika perdarahan >10% EBV
Jumlah darah dihitung berdasarkan EBV (Estimated Blood
Volume)
o EBV neonatus : 90 mL/KgBB
o EBV bayi : 80 mL/KgBB
o EBV anak + dewasa : 70 mL/KgBB
Maka rumus EBV = KgBB x EBV x jumlah perdarahan (%)
j. Untuk menambah aliran darah ke otak atau jantung bisa diberikan
obat yang mengkerutkan pembuluh darah. Pemberian obat ini
dilakukan sesingkat mungkin karena bisa mengurangi aliran darah ke
jaringan.
k. Jika penyebabnya adalah aksi pompa jantung yang tidak memadai,
dilakukan usaha untuk memperbaiki kinerja jantung. Kelainan
21

denyut dan irama jantung diperbaiki dan volume darah ditingkatkan


(bila perlu). Untuk memperlambat denyut jantung bisa diberikan
atropin. Obat lainnya bisa diberikan untuk memperbaiki kemampuan
kontraksi otot jantung.

Pemberian Cairan :
a. Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-
mual, muntah, kejang, akan dioperasi/dibius dan yang akan mendapat
trauma pada perut serta kepala (otak) karena bahaya terjadinya aspirasi
cairan ke dalam paru.
b. Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada
indikasi kontra.
c. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan
pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan
volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma
atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik
intravaskuler.
d. Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang
dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis
cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan,
plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan
hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus diganti
dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra vaskuler dengan
cairan kristaloid memerlukan volume 3-4 kali volume perdarahan yang
hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah
yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah diketahui
bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi dengan larutan
ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap. Kristaloid
merupakan cairan yang terdiri dari elektrolit seperti NaCl 0.9%,
Ringerfundin, Ringer Lactate, dan Ringer Solution. Sedangkan koloid
merupakan larutan yang terdiri dari elektrolit dan makromolekul
22

seperti contohnya yang natural adalah albumin, yang sintetis seperti


dextran, gelatin, dan HES. Terdapat juga jenis cairan lain seperti
Glucose 5%, mannitol, dan sebagainya.
e. Cairan kristaloid berpindah dari intravaskuler ke interstisial, kemudian
didistribusikan ke komparteman ekstravaskular. Hanya 25% cairan
dari pemberian awal yang tetap berada di intravaskuler, sehingga
membutuhkan volume 3-4x dari volume plasma yang hilang.
Pemberian cairan kristaloid untuk meningkatkan volume ekstrasel.
f. Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian
cairan yang berlebihan.
g. Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian
cairan berlebihan yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan
oksigenasi darah dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.
h. Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat,
mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ
majemuk (Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan alat
canggih berupa pemasangan CVP, kateter dan pemeriksaan analisa gas
darah.

F. Derajat syok
1. Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti
kulit, lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih
lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap
(irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin normal atau hanya
sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.

2. Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus,
ginjal). Organ-organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama
seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini terdapat oliguri (urin
23

kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran
relatif masih baik.

3. Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi
syok beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok
lanjut terjadi vasokontriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan
asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda hipoksia jantung
(EKG abnormal, curah jantung menurun)

G. Pemeriksaan
1. Anamnesis
Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat
sakit mungkin hanya didapatkan dari keluarga, teman dekat atau orang yang
mengetahui kejadiannya, cari :
Riwayat trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut)
Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
Riwayat infeksi (suhu tinggi)
Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan obat)
2. Pemeriksaan fisik
Kulit
 suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat
sementara, karena begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia)
 Warna pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok
kardiogenik dan syok hemoragi terminal)
 Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).
Tekanan darah
Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi pada
penderita yang sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau meninggi
pada awal syok septik)
Status jantung
24

Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba


Status respirasi
Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi)
kemudian menjadi lambat (pada syok septik, respirasi meningkat jika
kondisi menjelek)
Status Mental
Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan
orientasi menurun, sopor sampai koma.
Fungsi Ginjal
Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)
Fungsi Metabolik
Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok
septik dijumpai alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis
respirasi akibat takipnea
Sirkulasi
Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik, meninggi
pada syok kardiogenik
Keseimbangan Asam Basa
Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan pCO2
karena takipnea, penurunan pO2 karena adanya aliran pintas di paru)
3. Pemeriksaan Penunjang
Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar
ureum, kreatinin, glukosa darah.
Analisa gas darah
EKG

H. Komplikasi
1. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia
jaringan yang berkepanjangan.
2. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus
kapiler karena hipoksia.
25

3. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian


jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang
koagulasi.
26

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Syok adalah sindroma klinis yang ditandai dengan adanya kegagalan dalam hal
mengatur peredaran darah dengan akibat terjadinya kegagalan untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Kegagalan sirkulasi biasanya disebabkan oleh
kehilangan cairan (hipovolemik), karena kegagalan pompa atau karena perubahan
resistensi vaskuler perifer yang dikarakteristikan dengan hipotensi yaitu tekanan
sistolik kurang dari 90 mmHg atau mean arterial pressure kurang dari 60 mmHg
atau menurun lebih besar dari 30% kurang lebih dalam waktu 30 menit), oliguria
(output urine kurang dari 20mL/jam atau 0,3 ml/kg/jam untuk 2 jam konsekutif,
dan perfusi perifer yang buruk (akral dingin dan capillary refill yang lambat).
Syok dapat terjadi karena berbeda etiologi sehingga diklasifikasikan
menjadi beberapa jenis syok, diantaranya syok hipovolemik, syok kardiogenik,
syok distributive yaitu syok septic, anafilaktik, dan syok neurotic. Dengan
penanganan cepat dan tepat dari jenis syok tersebut, prognosis akan semakin baik.

Saran
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi penyempurnaan karya tulis ilmiah ini. Penulis berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat sesuai yang di harapkan.
27

DAFTAR PUSTAKA
Sunatrio. Kristaloid versus Koloid pada periode perioperati. Course & Workshop
on iv Fluid Therapy; Jakarta Agustus 2-4,2002
Bullock BL dan PP Rosendhal (1992), Pathopisiologi (ed ke-3). Philadelpia, JB
Lippincot Company
Alexander R H, Proctor H J. 1993, Shock, dalam buku : Advanced Trauma Life
Support Course for Physicians. USA, 2004 ; 75 – 94
Wheeler AP, Bernard GR. Treating patients with severe sepsis. N Engl J Med
2009;340:207-21
Worthley LIG. Basic science review Shock : A Review of Pathophysiology and
Managemen. Part I. Critical care and Resuscitation 2000; 2 pp
Webb AR. The appropriate role of colloids in managing fluid imbalance: a critical
review of recent meta-analysis findings. Crit Care 2007;4 Suppl 2: S26-32

Anda mungkin juga menyukai