Makalah Forensik Syok
Makalah Forensik Syok
SYOK
MAKALAH
Disusun oleh :
Cindy May McGuire, S.Ked
12100118032
Preseptor :
Fahmi Arief, dr., SpF
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah berjudul syok ini.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas SMF Ilmu
Kedokteran Kehakiman program pendidikan profesi dokter di Fakultas
Kedokteran UNISBA. Penulis menyadari bahwa makalah ini dapat terselesaikan
dengan adanya dukungan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak.
DAFTAR ISI
A. Definisi .......................................................................................................... 3
B. Klasifikasi ..................................................................................................... 1
C. Patofisilogi .................................................................................................... 1
D. Derajat syok.................................................................................................. 2
E. Pemeriksaan ................................................................................................. 5
F. Komplikasi .................................................................................................... 6
BAB I
PENDAHULUAN
Syok adalah sindroma klinis yang ditandai dengan adanya kegagalan dalam hal
mengatur peredaran darah dengan akibat terjadinya kegagalan untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Kegagalan sirkulasi biasanya disebabkan oleh
kehilangan cairan (hipovolemik), karena kegagalan pompa atau karena perubahan
resistensi vaskuler perifer.
Syok merupakan sindrom klinis yang kompleks yang mencakup
sekelompok keadaan dengan manifestasi hemodinamik yang bervariasi tetapi
petunjuk yang umum adalah tidak memadainya perfusi jaringan.
Setiap keadaan yang mengakibatkan tidak tercukupinya kebutuhan oksigen
jaringan, baik karena suplainya berkurang atau kebutuhannya yang meningkat,
menimbulkan tanda-tanda syok. Diagnosa adanya syok harus didasarkan pada
data-data baik klinis maupun laboratorium yang jelas yang merupakan akibat dari
berkurangnya perfusi jaringan. Syok mempengaruhi kerja organ-organ vital dan
penanganannya memerlukan pemahaman tentang patofisiologi syok.
Syok bersifat progresif dan terus memburuk. Kemunduran yang progresif
akan mengakibatkan syok jika tidak ditangani sesegera mungkin. Dalam
menanggulangi syok hal yang harus diketahui yaitu kemungkinan penyebab syok
tersebut. Pada pasien trauma, pengenalan syok berhubungan langsung dengan
mekanisme terjadinya trauma. Semua jenis syok dapat terjadi pada pasien trauma
dan yang tersering adalah syok hipovolemik karena perdarahan. Syok kardiogenik
juga bisa terjadi pada pasien-pasien yang mengalami trauma di atas diafragma dan
syok neurogenik dapat disebabkan oleh trauma pada sistem saraf pusat serta
medula spinalis. Syok septik juga harus dipertimbangkan pada pasien-pasien
trauma yang datang terlambat untuk mendapatkan pertolongan.
Syok juga dapat di akibatkan karena hilangnya cairan dalam jumlah yang
banyak. Kehilamgan cairan yang cepat dan banyak menurunkan preload ventrikel
sehingga terjadi penurunan isi sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis yang dikarakteristikan dengan hipotensi yaitu
tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg atau mean arterial pressure kurang dari 60
mmHg atau menurun lebih besar dari 30% kurang lebih dalam waktu 30 menit),
oliguria (output urine kurang dari 20mL/jam atau 0,3 ml/kg/jam untuk 2 jam
konsekutif, dan perfusi perifer yang buruk (akral dingin dan capillary refill yang
lambat) yang terjadi jika sirkulasi darah arteri tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan. Perfusi jaringan yang adekuat tergantung pada 3
faktor utama yaitu curah jantung, volume darah dan tonus vasomotor perifer. Jika
salah satu dari ketiga faktor penentu ini kacau dan faktor lain tidak dapat
melakukan kompensasi, maka akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah arteri
normal sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika
syok berlanjut, curah jantung menurun dan vasokonstriksi perifer meningkat. Jika
hipotensi menetap dan vasokonstruksi berlanjut, hipoperfusi mengakibatkan
asidosis laktat, oliguria, dan ileus. Jika tekanan arteri cukup rendah, terjadi
disfungsi otak dan otot jantung.
Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan fungsi akut fungsi
sirkulasi yang menyebabkan ketidakckupan perfusi jaringan dan oksigenasi
jaringan, dengan akibat mekanisme homeostatis. Berdasarkan penelitian Moyer
dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan homeostatis, syok adalah
keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Syok merupakan
keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang
kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.
7
B. Klasifikasi
1. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik merujuk pada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan
cairan tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat
perfusi yang tidak adekuat. Syok hipovolemik ini paling sering timbul setelah
terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik). Perdarahan eksternal akut akibat
trauma tembus dan perdarahan hebat akibat kelainan gastrointestinal
merupakan 2 penyebab syok hemoragik yang paling sering ditemukan. Syok
hemoragik juga bisa terjadi akibat perdarahan internal akut ke dalam rongga
toraks dan rongga abdomen
a. Faktor Penyebab
Pada umumnya syok hipovolemik disebabkan karena perdarahan, sedang
penyebab lain yang ekstrem adalah keluarnya garam (NaCL). Syok
misalnya terjadi pada: patah tulang panjang, rupture spleen, hematothorak,
diseksi arteri, pangkreatitis berat. Sedang syok hipovolemik yang terjadi
karena berkumpulnya cairan di ruang interstisiil disebabkan karena:
meningkatnya permeabilitas kapiler akibat cedera panas, reaksi alergi dan
toksin bekteri.
Penyebab utama perdarahan internal adalah terjadinya trauma pada
organ dan ruptur pada aneurysme aortic abdomen. Syok hipovolemik bisa
merupakan akibat dari kehilangan cairan tubuh lain selain dari darah
dalam jumlah yang banyak. Contoh syok hipovolemik yang terjadi akibat
kehilangan cairan lain ini adalah gastroenteritis refraktrer dan luka bakar
hebat. Objektif dari keseluruhan jurnal ini adalah terfokus kepada syok
hipovolemik yang terjadi akibat perdarahan dan pelbagai kontroversi yang
timbul seputar cara penanganannya.
8
b. Patofisiologi
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan cara
mengaktifkan 4 sistem major fisiologi tubuh yaitu sistem hematologi,
sistem kardiovaskular, sistem renal dan sistem neuroendokrin.system
hematologi berespon kepada perdarahan hebat yag terjadi secara akut
dengan mengaktifkan cascade pembekuan darah dan mengkonstriksikan
pembuluh darah (dengan melepaskan thromboxane A2 lokal) dan
membentuk sumbatan immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah
yang rusak akan mendedahkan lapisan kolagennya, yang secara subsekuen
akan menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi dari subatan yang
dibentuk. Kurang lebih 24 jam diperlukan untuk pembentukan sumbatan
fibrin yang sempurna dan formasi matur.
Sistem kardiovaskular awalnya berespon kepada syok hipovolemik
dengan meningkatkan denyut jantung, meninggikan kontraktilitas
myocard, dan mengkonstriksikan pembuluh darah jantung. Respon ini
timbul akibat peninggian pelepasan norepinefrin dan penurunan tonus
vagus (yang diregulasikan oleh baroreseptor yang terdapat pada arkus
karotid, arkus aorta, atrium kiri dan pembuluh darah paru). System
kardiovaskular juga merespon dengan mendistribusikan darah ke otak,
jantung, dan ginjal dan membawa darah dari kulit, otot, dan GI.
System urogenital (ginjal) merespon dengan stimulasi yang
meningkatkan pelepasan rennin dari apparatus justaglomerular. Dari
pelepasan rennin kemudian dip roses kemudian terjadi pembentukan
angiotensi II yang memiliki 2 efek utama yaitu memvasokontriksikan
pembuluh darah dan menstimulasi sekresi aldosterone pada kortex adrenal.
Adrenal bertanggung jawab pada reabsorpsi sodium secra aktif dan
konservasi air. System neuroendokrin merespon hemoragik syok dengan
meningkatkan sekresi ADH. ADH dilepaskan dari hipothalmus posterior
yang merespon pada penurunan tekanan darah dan penurunan pada
konsentrasi sodium. ADH secara langsung meningkatkan reabsorsi air dan
garam (NaCl) pada tubulus distal. Ductus colletivus dan the loop of Henle.
9
2. Syok Kardiogenik
a. Definisi
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama
sekali.
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda
hipoperfusi jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload
dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari parameter hemodinamik,
akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan tekanan
darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri
rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin
(kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit
dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas
antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik.
10
d. Patofisiologi
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi
patofisiologi gagal jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan
curah jantung, yang pada gilirannya menurunkan tekanan darah arteria ke
organ-organ vital. Aliran darah ke arteri koroner berkurang, sehingga
asupan oksigen ke jantung menurun, yang pada gilirannya meningkatkan
iskemia dan penurunan lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa,
akhirnya terjadilah lingkaran setan. Tanda klasik syok kardiogenik adalah
tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak yang
termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran
urin, serta kulit yang dingin dan lembab.
Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung seperti
pada gagal jantung, penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur
tekanan ventrikel kiri dan curah jantung sangat penting untuk mengkaji
beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan yang telah
dilakukan. Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri yang
berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik Pressure)
menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai pompa yang
efektif.
e. Pemeriksaan DiagnostiK
Faktor-faktor pencetus test diagnostik antara lain :
a. Electrocardiogram (ECG)
b. Sonogram
c. Scan jantung
d. Kateterisasi jantung
12
e. Roentgen dada
f. Enzim hepar
g. Elektrolit oksimetri nadi
h. AGD
i. Kreatinin
j. Albumin / transforin serum
k. HSD
3. Syock Distributif
a. Pengertian
Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara
abnormal berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah
berkumpul dalam pembuluh darah perifer.
b. Etiologi
Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis
atau oleh pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang
menempatkan pasien pada resiko syok distributif yaitu (1) syok
neurogenik seperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal, (2) syok
anafilaktik seperti sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi, alergi
sengatan lebah (3) syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim
yaitu > 1 thn dan > 65 tahun dan malnutrisi.
Berbagai mekanisme yang mengarah pada vasodiltasi awal dalam syok
distributif lebih jauh membagi klasifikasi syok ini kedalam 3 tipe :
1) Syock Neurogenik
a) Pengertian
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk
dari syok distributif. Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan
pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh darah secara
mendadak di seluruh tubuh.sehingga terjadi hipotensi dan
penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance
13
C. Patofisiologi
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu:
1. Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa
sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk
menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui
vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet
dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral
dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah
dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya
penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi
peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah
jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar.
Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara
regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika
tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.
2. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi
kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung
tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada
18
saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan
bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel.
Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi
sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return) menurun.
Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi
tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis
kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas.
Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat
vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan.
Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari
jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi
dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan
penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke
sirkulasi.
Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek
keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim
retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia
jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi
anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam
laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.
3. Fase Irevesibel
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak
dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas
syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah
yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi
menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.
D. Manifestasi Klinis
1. Tekanan darah sistemik dan takikardi; puncak tekanan darah sistolik
<100mmHg atau lebih dari 10% di bawah tekanan darah yang telah diketahui.
19
Pemantauan hemodinamik :
1. Tekanan darah arteri
2. Tekanan vena sentral
3. Tekanan arteri pulmonal, dimonitor dengan kateter Swan-Ganz untuk
pengukuran Pulmonary Catheter Wedge Presure (PCWP).
4. Pengukuran tambahan. Pemantauan sensorium, jumlah urine, dan suhu
kulit.
E. Penatalaksanaan
Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk
memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan
mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok.
Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.
1. Airway dan Breathing
a. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau
muntah.
b. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan
nafas (gudel/oropharingeal airway).
c. Berikan oksigen minimal 6 liter/menit.
d. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan
pompa sungkup (ambu bag) atau ETT.
2. Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi,
tekanan darah, warna kulit, isi vena, dan produksi urin.
Cari dan Atasi Penyebab :
20
a. Penderita dijaga agar tetap merasa hangat dan kaki sedikit dinaikkan
untuk mempermudah kembalinya darah ke jantung.
b. Setiap perdarahan segera dihentikan dan pernafasan penderita
diperiksa.
c. Jika muntah, kepala dimiringkan ke satu sisi untuk mencegah
terhirupnya muntahan.
d. Jangan diberikan apapun melalui mulut.
e. Tenaga kesehatan bisa memberikan bantuan pernafasan mekanis.
f. Obat-obatan diberikan secara intravena. Obat bius (narkotik), obat
tidur dan obat penenang biasanya tidak diberikan karena cenderung
menurunkan tekanan darah.
g. Cairan diberikan melalui infus. Bila perlu, diberikan transfusi darah.
h. Cairan intravena dan transfusi darah mungkin tidak mempu
mengatasi syok jika perdarahan atau hilangnya cairan terlus berlanjut
atau jika syok disebabkan oleh serangan jantung atau keadaan
lainnya yang tidak berhubungan dengan volume darah.
i. Kebutuhan transfusi darah diberikan pada :
Orang dewasa : jika perdarahan >15% EBV
Bayi dan anak : jika perdarahan >10% EBV
Jumlah darah dihitung berdasarkan EBV (Estimated Blood
Volume)
o EBV neonatus : 90 mL/KgBB
o EBV bayi : 80 mL/KgBB
o EBV anak + dewasa : 70 mL/KgBB
Maka rumus EBV = KgBB x EBV x jumlah perdarahan (%)
j. Untuk menambah aliran darah ke otak atau jantung bisa diberikan
obat yang mengkerutkan pembuluh darah. Pemberian obat ini
dilakukan sesingkat mungkin karena bisa mengurangi aliran darah ke
jaringan.
k. Jika penyebabnya adalah aksi pompa jantung yang tidak memadai,
dilakukan usaha untuk memperbaiki kinerja jantung. Kelainan
21
Pemberian Cairan :
a. Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-
mual, muntah, kejang, akan dioperasi/dibius dan yang akan mendapat
trauma pada perut serta kepala (otak) karena bahaya terjadinya aspirasi
cairan ke dalam paru.
b. Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada
indikasi kontra.
c. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan
pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan
volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma
atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik
intravaskuler.
d. Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang
dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis
cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan,
plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan
hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus diganti
dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra vaskuler dengan
cairan kristaloid memerlukan volume 3-4 kali volume perdarahan yang
hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah
yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah diketahui
bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi dengan larutan
ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap. Kristaloid
merupakan cairan yang terdiri dari elektrolit seperti NaCl 0.9%,
Ringerfundin, Ringer Lactate, dan Ringer Solution. Sedangkan koloid
merupakan larutan yang terdiri dari elektrolit dan makromolekul
22
F. Derajat syok
1. Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti
kulit, lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih
lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap
(irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin normal atau hanya
sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.
2. Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus,
ginjal). Organ-organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama
seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini terdapat oliguri (urin
23
kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran
relatif masih baik.
3. Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi
syok beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok
lanjut terjadi vasokontriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan
asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda hipoksia jantung
(EKG abnormal, curah jantung menurun)
G. Pemeriksaan
1. Anamnesis
Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat
sakit mungkin hanya didapatkan dari keluarga, teman dekat atau orang yang
mengetahui kejadiannya, cari :
Riwayat trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut)
Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
Riwayat infeksi (suhu tinggi)
Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan obat)
2. Pemeriksaan fisik
Kulit
suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat
sementara, karena begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia)
Warna pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok
kardiogenik dan syok hemoragi terminal)
Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).
Tekanan darah
Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi pada
penderita yang sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau meninggi
pada awal syok septik)
Status jantung
24
H. Komplikasi
1. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia
jaringan yang berkepanjangan.
2. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus
kapiler karena hipoksia.
25
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Syok adalah sindroma klinis yang ditandai dengan adanya kegagalan dalam hal
mengatur peredaran darah dengan akibat terjadinya kegagalan untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Kegagalan sirkulasi biasanya disebabkan oleh
kehilangan cairan (hipovolemik), karena kegagalan pompa atau karena perubahan
resistensi vaskuler perifer yang dikarakteristikan dengan hipotensi yaitu tekanan
sistolik kurang dari 90 mmHg atau mean arterial pressure kurang dari 60 mmHg
atau menurun lebih besar dari 30% kurang lebih dalam waktu 30 menit), oliguria
(output urine kurang dari 20mL/jam atau 0,3 ml/kg/jam untuk 2 jam konsekutif,
dan perfusi perifer yang buruk (akral dingin dan capillary refill yang lambat).
Syok dapat terjadi karena berbeda etiologi sehingga diklasifikasikan
menjadi beberapa jenis syok, diantaranya syok hipovolemik, syok kardiogenik,
syok distributive yaitu syok septic, anafilaktik, dan syok neurotic. Dengan
penanganan cepat dan tepat dari jenis syok tersebut, prognosis akan semakin baik.
Saran
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi penyempurnaan karya tulis ilmiah ini. Penulis berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat sesuai yang di harapkan.
27
DAFTAR PUSTAKA
Sunatrio. Kristaloid versus Koloid pada periode perioperati. Course & Workshop
on iv Fluid Therapy; Jakarta Agustus 2-4,2002
Bullock BL dan PP Rosendhal (1992), Pathopisiologi (ed ke-3). Philadelpia, JB
Lippincot Company
Alexander R H, Proctor H J. 1993, Shock, dalam buku : Advanced Trauma Life
Support Course for Physicians. USA, 2004 ; 75 – 94
Wheeler AP, Bernard GR. Treating patients with severe sepsis. N Engl J Med
2009;340:207-21
Worthley LIG. Basic science review Shock : A Review of Pathophysiology and
Managemen. Part I. Critical care and Resuscitation 2000; 2 pp
Webb AR. The appropriate role of colloids in managing fluid imbalance: a critical
review of recent meta-analysis findings. Crit Care 2007;4 Suppl 2: S26-32