Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN TELAAH EVIDENCE BASED PRACTICE ( EBP )

TERKAIT MANAJEMEN EKTRAVASASI


RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Praktek Klinik Kep.Anak II

Disusun oleh :
ASEP
ELI LUSIANI
DWI PRIMA HANIS
SASTRAYANTI SINAGA
KOMALA SARI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERWATAN (S2)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI 2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat
dan karunia Nya, Laporan Telaah EBP terkait Manajemen Ekstrakvasasi ( definition,
prevention, teraphy) ini dapat diselesaikan tepat waktu. Laporan ini merupakan salah
satu tugas dari Aplikasi Keperawatan Anak II.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Laporan Telaah EBP ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna, mengingat pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki dalam mengkritisi jurnal masih sangat terbatas. Penyaji juga mengucapkan
terimakasih kepada Dosen Pembimbing dan CI Ruangan RSUP Hasan Sadikin
Bandung yang telah membantu dalam penyusunan Laporan Telaah EBP ini.

Akhirnya kami berharap semoga Laporan Telaah EBP ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.

Cimahi, 18 Oktober 2016

Penulis
LAPORAN TELAAH EVIDENCE BASED PRACTICE ( EBP )
TERKAIT MANAJEMEN EKSTRAVASASI
( DEFINITION, PREVENTION, TERAPHY)

A. RESUME JURNAL
Ekstravasasi adalah kondisi kebocoran obat atau cairan dari vena ke jaringan
sekitar yang sehat selama pemberian obat kemoterapi. Laporan kasus ekstravasasi
karena doksorubisin pertama kali dilaporkan pada tahun 1976. Data terbaru
menyatakan bahwa infiltrasi doksorubisin ke dalam jaringan subkutan menyebabkan
ulkus yang terisi jaringan nekrotik kuning dan debris, sering bersamaan dengan
respon inflamasi dan hilangnya jaringan kulit serta kerusakan ireversibel dari
jaringan tendon dan syaraf (Schulmeister, 2007).
Kejadian ekstravasasi melalui jalur intravena rata-rata 0,1% sampai 6% melalui
jalur vena perifer. Angka kejadian melalui kateter vena sentral 0,3% sampai 4,7%.
Kejadian ekstravasasi lebih besar pada wanita (56%) dibanding pria (42%),
terbanyak ditemukan pada kelompok umur 50 sampai 64 tahun. Kejadian
ekstravasasi kemoterapi sebesar 7% (NEIS, 2007).
Vesikan merupakan jenis obat kemoterapi yang diberikan ke pasien dapat
menyebabkan nekrosis jaringan jika keluar dari vena atau kekurang hati-hatian
dalam pemberian melalui vena perifer. Doksorubisin dan vesikan lain menyebabkan
nekrosis dengan mengikat DNA (Dioxyribonucleic acid) pada sel jaringan sehat
ketika ekstravasasi (HYCCN, 2009).
Faktor-faktor risiko yang berpotensi tinggi terjadi ekstravasasi menurut
Gippland Oncology Nurse Group di antaranya vena kecil, obat yang multipel,
penyakit vaskuler umum (penyakit pembuluh darah perifer, diabetes, hipertensi),
kurangnya pengetahuan paramedis, jenis obat, dan frekuensi kemoterapi (NEIS,
2004; GONG, 2008). Ekstravasasi merupakan salah satu komplikasi menakutkan
yang terjadi selama pemberian obat kemoterapi (Schrijvers, 2003; CHMC, 2004).
Obat kemoterapi yang diberikan secara intravena bisa diberikan secara bolus
maupun drip. Obat kemoterapi bersifat karsinogenik maka perlu penanganan yang
aman dalam pemberian kemoterapi. Pemberian obat kemoterapi harus diberikan
oleh perawat yang telah mendapat pengetahuan dan ketrampilan mengenai
kemoterapi. Ekstravasasi bisa terjadi meskipun kondisi dipantau secara ketat.
Ketiadaan protokol yang standar dalam pemberian obat kemoterapi, dan kurang
hati-hati dicurigai pemicu terjadinya ekstravasasi (NEIS, 2005).
Berdasarkan jurnal ‘’Overview, prevention and management of chemotherapy
extravasation’’ dibahas bahwa pemberian obat-obatan kemoterapi dapat
menimbulkan ekstrapasasi kemoterapi, Kemoterapi ekstravasasi dimanifestasikan
oleh berbagai gejala yang dapat ringan dan dapat dipersepsikan sebagai nyeri
terbakar, pembengkakan di lokasi infus. Gejala bervariasi sesuai dengan jumlah dan
konsentrasi obat extravasasi. Nyeri dan eritema, indurasi dan perubahan warna kulit
berlangsung selama beberapa hari dan minggu, dan dapat berkembang menjadi
pembentukan blister. Pembentukan blister atau nekrosis dapat menyebabkan invasi
dan perusakan struktur yang lebih dalam. Kerusakan dapat mencapai tendon, saraf,
dan sendi tergantung pada lokasi vena mana ekstravasasi terjadi.
Pencegahan dapat dilakukan dengan tim medis melakukan pendidikan atau
pelatihan untuk mencegah terjadinya ekstravasasi pada pemberian obat-obatan
kemoterapi, Memilih akses vascular yang tepat, kanula yang sesuai dan seleksi
jarum, memberikan pendidikan kepada pasien, Oplos obat dengan jumlah pelarut
yang sesuai, Gunakan vena yang tepat (lurus, lembut, tidak pada daerah
pergelangan, fossa antekubiti, hindari penusukan kanul berulang pada tempat yang
sama, Gunakan penutup area penusukan kanul yang mudah terlihat, Cek kepatenan
vena dengan cairan fisiologis sebelum pemberian obat, Observasi daerah yang
diinfus selama pemberian obat, Komunikasi selama pemberian terutama via bolu,
dan lakukan pembilasan setiap pemberian obat.
Berdasarkan jurnal yang berjudul “Treatment of Cutaneous Injuries of Neonates
Induced by Drug Extravasation with Hyaluronidase and Hirudoi” . Penelitian ini
membahas untuk menganalisis efek dari obat hyaluronidase dan hirudoid pada
ekstravasasi obat pada neonatus. Metodenya dilakukan penelitian ini adalah dengan
membuat catatan medis dari 13 neonatus dengan ekstravasasi obat diobati dengan
hialuronidase dan hirudoid antara 1 Agustus 2010 dan 1 Mei 2012 dianalisis secara
retrospektif. Prosedur perawatan untuk obat ekstravasasi berpegang pada protokol
di departemen neonatal. Informasi termasuk usia, jenis kelamin, Berat badan,
diagnosis, ukuran daerah yang terkena, lokasi ekstravasasi dan pengobatan
dikumpulkan. Didapatkan penggunaan obat hialuronidase dan hirudoid pada luka
ekstravasasi dapat diringankan dan gejala membaik, tidak ada obat yang efeknya
merugikan dilaporkan dengan menggunakan hialuronidase dan hirudoid.
Kesimpulan pengobatan bermanfaat dalam pengelolaan extravasations berbagai obat
pada neonatus dan mungkin berguna dalam mengurangi keparahan toksikosis kulit.
Namun, lanjut studi dengan sampel besar masih diperlukan untuk menilai efektivitas
dan keamanan hialuronidase dan hirudoid.
Menurut Jurnal ‘’ Describing Intravenous Extravasation in Children (DIVE
Study)’’ Pemberian obat merupakan paling umum sering terjadi pada kasus
ekstravasasi pada intravena. Penelitian prospektif diperlukan untuk menentukan
keparahan klinis cedera dan untuk menilai efektivitas dan keamanan penanganan
pada perawatan anak. Kurangnya kepatuhan terhadap pengobatan ekstravasasi
disebabkan kurangnya pendidikan dan kesadaran tentang ekstravasasi dan
manajemen yang tepat. Penelitian ini menentukan keparahan klinis cedera dan untuk
menilai efektivitas dan keamanan penanganan, langkah-langkah harus diambil untuk
meningkatkan pendidikan tentang ekstravasasi dan untuk menegakkan tepat
pelaporan dan dokumentasi peristiwa tersebut.menurut jurnal yang berjudul “
neonatal extravasation and overview an algyrythm for evidance best practice,
mneyebutkan bahwa therapy intravena pada neonatus berpotensi menyebabkan
extravsasi dan infiltration . Pada neonatus kejadian infiltrasi terjadi sekitar 70%,
Dan extravasasi sekitar 11-23%, Kejadian extravasasi dan infiltrasi pada bayi
disebakan oleh kulit bayi masih sangat rapuh dan gampang pecah. Kejadian
extravasasi lebih tinggi pada bayi premature dibandingkan dengan bayi mature atau
cukup bulan itu disebabkan oleh: structure kulit bayi premature yang sangat
flexcibilitas, banyaknya lapisan lemak subcutan, kecilnya pembuluh darah,
kurangnya integritas vena, merupakan faktor resiko terjadinya komplikasi dari
pemasangan iv. Dalam jurnal tersebut diterangkan 3 teori penyebab dari
extravasation dan infiltrasi diantaranya: teori yang pertama menyebutkan bahwa
terjadinya iritasi pada pembuluh darah endothelium yang menyebabkan
vasokontriksi dan berkurangnya aliran darah. Teori kedua menyebutkan kejadian
infiltasi dan extravasasi di pengaruhi oleh letak dan tehnik penusukan. Dan therori
ketiga menyebutkan kejadian infiltasi disebabkan oleh: iritasi dari endhothelium
pembuluh darah vena yang disebabkan oleh osmolaritas , ph dan komposisi kimia.
( count see on jurnal page 190 to 192). ( Neonatal extravasation an overview
algorhtym for eviden base treatment).
B. IMPLIKASI BAGI KEPERAWATAN ANAK
Menurut American Heart Association (AHA), anak- anak sangat rentan terhadap
stress yang berhubungan dengan prosedur tindakan invasif. Salah satu tindakan
invasive adalah pemberian obat kemoterapi dengan melalui intravena. Ekstravasasi
adalah kondisi kebocoran obat atau cairan dari vena ke jaringan sekitar yang sehat
selama pemberian obat kemoterapi. Anak cenderung tidak bisa tenang, sehingga
anak yang sedang dilakukan terapi kemoterapi dapat merasakan nyeri. Hal ini
tentunya juga akan menimbulkan trauma pada anak sehingga anak akan mengalami
kecemasan dan stress anak.
Pemberian obat kemoterapi yang tidak sesuai dengan standard precaution yang
aman juga bisa berdampak buruk pada petugas kesehatan yang berhubungan
langsung dengan obat, klien anak juga lingkungannya, sehingga perlu dipahami
prosedur pemberian kemoterapi yang aman bagi semua orang yang ada dirumah
sakit.
Hasil dari beberapa penelitian ini diharapkan diharapkan perawat dan mahasiswa
keperawatan dapat meningkatkan pengetahuan sehubungan dengan komplikasi yang
terjadi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian komplikasi lain,
memahami dan menerapkan tindakan sesuai SOP dan Manajemen Ekstravasasi.

C. ANALISIS KEMUNGKINAN PENERAPAN DI INDONESIA


Hasil dari jurnal penelitian ini mungkin sudah banyak dilakukan di Indonesia
khususnya di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Namun, hal ini perlu adanya
kesadaran individu khususnya perawat dalam menerapkan tindakan invansif
khususnya pemberian obat kemoterapi. Ekstravasasi merupakan salah satu
komplikasi menakutkan yang terjadi selama pemberian obat kemoterapi. Obat
kemoterapi yang diberikan secara intravena bisa diberikan secara bolus maupun
drip. Obat kemoterapi bersifat karsinogenik maka perlu penanganan yang aman
dalam pemberian kemoterapi. Pemberian obat kemoterapi harus diberikan oleh
perawat yang telah mendapat pengetahuan dan ketrampilan mengenai kemoterapi.
Ekstravasasi bisa terjadi meskipun kondisi dipantau secara ketat. Ketiadaan protokol
yang standar dalam pemberian obat kemoterapi, dan kurang hati-hati dicurigai
pemicu terjadinya ekstravasasi. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan
adalah dengan melakukan pendidikan atau pelatihan pada perawat untuk mencegah
terjadinya ekstravasasi pada pemberian obat-obatan kemoterapi dengan baik dan
benar.

DAFTAR PUSTAKA

American Society Clinical Oncology, (2004). Criteria for facility and personnel for
administration of parenteral systemic antineoplastic therapy. Journal of
Clinical Oncology, 22 (22): 1 – 3
Aschenbrenner, D.S., Cleveland, L.D., & Venabel, S.J. (2002). Drug therapy in nursing,
Philadelphia: Lippincott William & Wilkins

Betz, C.L. & Sowden, L.A. (2000). Mosby pediatric nursing reference (4th ed), St
Louis: Mosby

Paquette, et all. 2011 ‘’ Describing Intravenous Extravasation in Children (DIVE


Study)’ article CJPH’

Anda mungkin juga menyukai