Behavioris berkeyakinan bahwa setiap anak manusia lahir tanpa warisan kecerdasan, warisan
bakat, warisan perasaan dan warisan yang bersifat abstrak lainnya dan menganggap manusia bersifat
mekanistik, yaitu merespon terhadap lingkungan dengan kontrol yang terbatas dan mempunyai
peran yang sedikit terhadap dirinya sendiri. individu akan menjadi pintar, terampil, dan mempunyai
sifat abstrak lainnya tergantung pada apakah dan bagaimana ia belajar dengan lingkungannya.
Pada awalnya behaviorisme lahir di Rusia dengan tokohnya Ivan Pavlov, namun pada saat
yang hampir bersamaan di Amerika behaviorisme muncul dengan salah satu tokoh utamanya John
B. Watson. Di bawah ini akan kami kupas beberapa tokoh behaviorisme :
(c) al-Bashar, alat penglihatan. Banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menyeru manusia untuk
melihat dan merenungkan apa yang dilihatnya, sehingga ia dapat mencapai hakikatnya, dijelaskan
dalam QS.al-A’raf: 185, Yunus: 101, as-Sajdah: 27
Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala apa yang diciptakan Allah, dan
kemungkinan telah dekatnya waktu (kebinasaan) mereka? Lalu berita mana lagi setelah ini yang akan mereka percayai?(
QS.al-A’raf: 185)
Katakanlah, “Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi!” Tidaklah bermanfaat tanda-tanda (kebesaran
Allah) dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang yang tidak beriman.(QS. Yunus: 101)
Dan tidakkah mereka memperhatikan, bahwa Kami mengarahkan (awan yang mengandung) air ke bumi yang
tandus, lalu Kami tumbuhkan (dengan air hujan itu) tanam-tanaman sehingga hewan-hewan ternak mereka dan mereka
sendiri dapat makan darinya. Maka mengapa mereka tidak memperhatikan?(QS- as-Sajdah: 27)
(d) al-Aql, alat untuk berpikir , seperti dijelaskan pada QS. Ali ’Imron: 191
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini
sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka. (QS. Ali ’Imron: 191)
(e) al-Qalb (kalbu), yaitu alat ma’rifah yang digunakan untuk mencapai ilmu, dijelaskan
dalam QS. Al-Haj: 46, QS. Muhammad:24
Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka
dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.(QS. Al-Haj: 46)
Maka tidakkah mereka menghayati Al-Qur'an ataukah hati mereka sudah terkunci?(QS. Muhammad:24)
Qalb ini mempunyai kedudukan yang khusus dalam ma’rifah ilahiyah sebagaimana wahyu
yang diturunkan ke dalam qalb Nabi Muhammad QS. Asy-Syu’ara: 192-194
Dan sungguh, (Al-Qur'an) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan seluruh alam (ayat 192). Yang dibawa turun
oleh ar-Ruh al-Amin (Jibril) (ayat 193). Ke dalam hatimu (Muhammad) agar engkau termasuk orang yang memberi
peringatan, (QS. Asy-Syu’ara: 194)
Proses penciptaan manusia di dalam Al Qur-an dijelaskan bahwa, Alloh SWT telah
mempersiapkan segala sesuatunya tanpa ada kekurangan. Manusia telah dibekali alat-alat indra
untuk mengamati segala sesuatu yang bersifat materi, dan memberikan akal dan kalbu kepada
manusia untuk merasakan hal-hal yang tidak dapat dirasakan oleh indra manusia. Hal ini tentu
saja sangat bertentangan dengan konsep pandangan kaum Behavioristik yang menyatakan
bahwa manusia terlahir seperti kertas putih yang belum mempunya bekal apa-apa dalam
menjalani hidupnya. Islam menjelaskan bahwa, manusia sudah dipersiapkan untuk menjalani
kehidupannya kelak.
Dalam al-Quran, Allah menyebutkan nafsu dengan 3 sifat, yang ketiganya kembali kepada
keadaan masing-masing nafsu.
1. Nafsu Ammarah adalah nafsu yang suka menyuruh kepada kejahatan, seperti yang terdapat
dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 53 :
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada
kejahatan (Ammarahh Bissu’), kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha
Pengampun lagi Maha penyanyang. (QS. Yusuf : 53)
2. Nafsu Lawwamah adalah berjuang antara kebaikan dan kejahatan, bila berbuat kebaikan
menyesal kenapa tidak berbuat lebih banyak, apalagi kalau berbuat kejahatan, lebih sangat
menyeasal lagi, .seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Qiyamah ayat 2 :
Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (Lawwamah) dirinya sendiri. (QS. Al-Qiyamah: 2)
3. Nafsu Muthmainnah adalah nafsu yang tenteram, tenang, aman dan damai dalam mengingat
Allah dan menjalankan perintah-Nya. seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Fajr
ayat:27.
Hai jiwa yang tenang (Muthmainnah). Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, Masuklah ke dalam syurga-Ku. (QS. Al-Fajr: 27-30)
Ibn Miskawaih (Ramli 2015) menyebutkan bahwa kesempurnaan manusia akan dicapai
apabila manusia itu sendiri mampu menyeimbangkan dari tiga unsur kekuatan jiwa yaitu:
1. Quwwat al-Natiqah (daya pikir) merupakan fungsi jiwa tertinggi, kekuatan berpikir,
melihat fakta, alat yang digunakan adalah otak. Bila kekuatan jiwa ini normal dan tidak
bergeser dari hakekatnya akan lahir keutamaan ilmu dan al-hikmah (kebijakan) jiwa pikir
kritis analitis untuk mengetahui segala yang ada.
2. Quwwat al-Ghadabiyah (daya marah) keberanian menghadapi resiko, ambisi pada
kekuasaan, kedudukan dan kehormatan alat yang digunakan hati. Kekuatan jiwa ini seimbang
di bawah kontrol daya aqliyah akan menghasilkan keutamaan al-Hilm (kesantunan) dan
diikuti fadilah al-saja’ah (keberanian).
3. Quwwat al-Shahwiyyah (nafsu) atau bisa disebut juga quwwat al-bahimiyah (daya
hewani) dorongan nafsu makan, keinginan kepada kelezatan makanan, minuman, seks dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan kenikmatan inderawi,alat yang digunakan dalam
badan manusia adalah perut.
Konsep di atas tentu saja tidak sesuai dengan pemikiran kaum behavioristik yang
menyebutkan bahwa pembentukan pribadi seseorang hanya dipengaruhi oleh lingkungan dan
respon yang diterima. Islam menyebutkan bahwa manusia memiliki hawa nafsu yang
mempengaruhi perilakunya. Baik dan buruknya seseorang tidak hanya ditentukan oleh
lingkungannya, tatapi hal yang lebih besar adalah bagaimana manusia itu dapat mengaturhawa
nafsunya. Sesuai pendapat Ibnu Miskawih yang menyebutkan bahwa kesempurnaan manusia
dapat dicapai apabila dapat menyeimbangkan ketiga unsur kekuatan jiwa. Dalam hal ini
manusia tidaklah seperti robot atau mesin yang bersifat mekanik saja, manusia hanya akan
berperilaku hanya kepada stimulus yang diberikan. Menusia mempunyai kehendak yang yang
berasal dari jiwa dan nafsunya. Hanya saja manusia harus bisa menyeimbangkan antara jiwa
dan nafsunya untuk sejahtera dalam hidup.
Taqdir dalam makalah Kudang B. Seminar dijelaskan secara bahasa berasal dari kalimat
Qoddaro – Yuqoddiru – Taqdiiroon artinya ketentuan, ukuran, ketetapan, rumusan, untuk referensi,
seperti disajikan pada surat berikut:
Yang kepunyaan-Nya lah kerajaan langit dan bumi dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya
dalam kekuasaan-Nya dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan
serapi-rapinya. (AlFurqaan:2).